Anda di halaman 1dari 25

METODE HARGA POKOK PROSES - LANJUTAN

(Makalah)
\

Kelompok 5 Kelas B Oleh :


1. Irfa Zuhriah 1713031034
2. Reza Veronica 1713031040
3. Oka Suryani 1713031050

Mata Kuliah : Akuntansi Biaya


Dosen :
1. Drs. Nurdin, M.Si.
2. Rahmawati, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-
Nya, kami dapat menyelesaikan bahan ajar harga pokok proses lanjutan ini
dengan baik.

Bahan ajar ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca, baik
calon pendidik akuntansi maupun masyarakat umum yang hendak mempelajari
akuntansi biaya, karena bahan ajar ini memberikan bahasa yang mudah dipelajari
mengenai konsep penambahan unit produksi pada perusahaan manufaktur juga
menyajikan konsep pencatatan jurnal ketika di suatu kegiatan produksi terjadi
kehilangan, kecacatan, maupun kerusakan unit produksi.

Melalui bahan ajar ini selain mendapat konsep materi, pembaca juga akan
dipaparkan contoh kasus yang besar kemungkinan sering terjadi di perusahaan
serta bagaimana pencatatannya serta pertanggungjawabannya. Sehingga, pembaca
akan mendapat teori dari konsep harga pokok proses, sekaligus penggambaran
nyata di dunia industri.

Kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak,


terutama kepada kedua orang tua dan teman-teman yang selalu memberikan
support kepada kami. Semoga bahan ajar ini dapat memberi banyak manfaat bagi
pembaca.

Bandar Lampung, 21 September 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Pengantar Substansi Materi .............................................................1
1.2 Tujuan Pembelajaran .......................................................................2
BAB II SAJIAN ISI MATERI ......................................................................3
2.1 Konsep Penambahan Unit Produksi (Akresi) .................................4
2.2 Konsep Kehilangan, Kecacatan, dan Kerusakan Unit Produksi .....5
2.3 Contoh Kasus dan Penyelesaian ......................................................8
2.4 Rangkuman .....................................................................................18
2.5 Latihan .............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengantar Substansi Materi


Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang mengolah dari bahan baku
menjadi barang jadi dan memasarkan hasil produksinya tersebut. Secara garis
besar proses pengolahan produk dalam perusahaan manufaktur dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu proses produksi berdasarkan pesanan dan
proses produksi berdasarkan proses. Begitu pula dengan penentuan harga
pokok produksi, terbagi menjadi dua kelompok yaitu metode harga pokok
pesanan (job order cost method) dan metode harga pokok proses (process cost
method).
Dalam metode harga pokok proses, penentuan harga pokoknya didasarkan
pada proses produksi di departemen-departemen yang bersangkutan. Pada
proses produksi yang biasanya dilakukan di departemen produksi, sering
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kerusakan produk, kecacatan
produk bahkan kehilangan bahan baku produk. Dalam perusahaan manufaktur
yang menggunakan lebih dari satu departemen untuk proses produksinya,
sering pula terjadi penambahan bahan yang dilakukan suatu departemen untuk
menghasilkan produk yang sesuai standar perusahaan.
Makalah ini, akan menjabarkan bagaimana Akuntansi biaya perusahaan
manufaktur mencatat biaya produksi saat ada penambahan bahan/unit maupun
saat terjadi kehilangan, kecacatan dan kerusakan hasil produksi. Perlu kita
ingat tujuan Akuntansi biaya adalah memberi informasi biaya seakurat
mungkin sehingga dapat dipertanggungjawabkan melalui laporan biaya
produksi dan menjadi dasar bagi manajemen perusahaan dalam pengambilan
keputusan biaya.
Sehingga, wajib bagi tiap departemen yang terlibat dalam proses produksi
untuk menyusun laporan biaya produksinya, agar mempermudah pihak
manajemen perusahaan mengambil keputusan terbaik mengenai biaya
produksi demi kemajuan perusahaan.

1
1.2 Tujuan Pembelajaran
1.2.1 Memahami konsep penambahan unit produksi (akresi) dan konsep
kehilangan, kecacatan, dan kerusakan unit produksi
1.2.2 Memahami laporan biaya produksi dan jurnal yang timbul untuk
penambahan unit produksi (akresi) dan kehilangan, kecatatan, dan
kerusakan unit produksi.

2
BAB II
SAJIAN ISI MATERI

Seperti kita ketahui terdapat dua metode dalam pencatatan harga pokok
proses perusahaan manufaktur, yaitu metode harga pokok pesanan dan metode
harga pokok proses. Menurut Supriyono (2013) metode harga pokok pesanan
merupakan metode pengumpulan harga pokok produk dimana biaya dikumpulkan
untuk setiap pesanan atau kontrak atau jasa secara terpisah, dan setiap pesanan
atau kontrak dapat dipisahkan identitasnya. Sedangkan metode harga pokok
proses merupakan metode pengumpulan harga pokok produk dimana biaya
dikumpulkan untuk setiap satuan waktu tertentu, misalnya: bulan, triwulan,
semester, tahun. (Sari, eJournal, 2018:164).
Sehingga dapat dikatakan bahwa metode harga pokok pesanan adalah
penentuan harga pokok produk berdasarkan setiap proses pengolahan produk yang
dilakukan jika terdapat pesanan dari pelanggan. Sedangkan metode harga pokok
proses adalah penentuan harga pokok produk berdasarkan proses produksi di
departemen yang bersangkutan dan dilakukan secara terus-menerus.
Pada perusahaan manufaktur berskala besar tentunya dibentuk beberapa
departemen yang bertugas untuk melaksanakan proses produksi, mulai dari
pengolahan bahan baku, pencetakan, pengemasan hingga produk siap dikirimkan
ke gudang produk jadi, sering dilakukannya penambahan unit/bahan di suatu
departemen untuk menghasilkan produk yang sempurna. Hal itu harus
dipertanggungjawabkan oleh departemen yang bersangkutan. Kadang pula terjadi
hal-hal yang tidak sesuai harapan perusahaan, seperti kehilangan unit/bahan,
kecacatan hingga kerusakan hasil produk yang tentunya akan merugikan
perusahaan, hal itu juga harus dipertanggungjawabkan.
Lalu bagaimana tiap departemen melakukan pencatatan dan bagaimana
bentuk pertanggungjawaban tiap departemen? Akan dibahas lebih jauh mengenai
akuntansi kehilangan, kecacatan dan kerusakan produk, serta penambahan bahan
pada satu unit produksi serta laporan biaya produksinya yang diharapkan dapat
membantu pembaca untuk menjawab pertanyaan tersebut dan menambah
wawasan mengenai harga pokok proses lanjutan.
2.1 Konsep Penambahan Unit Produksi (Akresi)
Dalam perusahaan manufaktur, produksi dapat terjadi di lebih dari satu
departemen. Setiap departemen melakukan kegiatan produksi tertentu untuk

3
menyelesaikan suatu produk. Sebagai contoh, perusahaan produksi makanan
kemasan, departemen pertama bertugas dalam pengolahan bahan baku,
setelah departemen selesai maka produk ditransfer ke departemen kedua yang
bertugas dalam pengemasan produk, dan seterusnya hingga produk ditransfer
ke gudang barang jadi.
Ketika suatu produk dipindahkan ke departemen selanjutnya untuk
melanjutkan proses produksi, ada kalanya departemen lanjutan tersebut
menambahkan bahan/material bahkan menambahkan unit produk untuk
menghasilkan produk yang sesuai dengan standar perusahaan. Penambahan
barang atau unit tersebut dikenal dengan istilah akresi.
Penambahan bahan di departemen lanjutan dapat memengaruhi unit-
unit dan biaya dalam proses dengan cara berikut: (Witjaksono, 2013: 91)
1. Penambahan bahan akan menaikkan biaya per unit, karena biaya bahan
ini menjadi bagian dari biaya barang yang diproduksi, sedangkan unit
barang yang diproduksi tidak bertambah.
Contoh: penambahan barang pada suku cadang mobil, tidak akan
menambah jumlah unit barang jadi, namun akan menaikkan total biaya
dan biaya per unit. Akibatnya perlu diperhitungkan biaya per unit untuk
bahan di departemen yang bersangkutan dan biaya bahan ini harus
termasuk dalam proses.
2. Bahan tambahan akan menambah jumlah unit yang diproduksi dan juga
menghasilkan perubahan biaya per unit.
Contoh: penambahan bahan baku air pada produksi minuman kemasan
akan menambah jumlah unit produksi. Jika pertambahan barang
mengakibatkan bertambahnya nilai unit barang jadi, maka diperlukan
perhitungan yang berbeda. Dengan bertambahnya unit barang jadi,
biaya per unit akan menurun sehingga perlu diadakan penyesuaian
dalam biaya per unit departemen terdahulu, karena jumlah unit yang
bertambah akan menyerap total biaya yang sama yang ditransfer dari
departemen terdahulu.
Adapun dalam proses produksi dikenal istilah unit ekuivalen. Unit
produksi ekuivalen (EUP) (Equivalent units of production) merupakan
perkiraan jumlah keseluruhan unit dari output yang dapat diproduksi
selama sebuah periode dari usaha yang sebenarnya dikeluarkan selama
periode tersebut. (Raiborn dan Kinney, 2011: 271)

4
Perhitungan Unit Ekuivalen Produksi:

Produk Selesai + (Produk Dalam Proses Akhir X Tingkat


Penyelesaian)
2.2 Konsep Kehilangan, Kecacatan, Dan Kerusakan Unit Produksi
Beberapa kejadian diluar kehendak perusahaan kadangkala terjadi selama
proses produksi, contohnya seperti produk hilang, produk cacat hingga rusak.
Hal tersebut tentu saja menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Kerugian
dalam proses produksi mungkin terjadi secara berkelanjutan atau pada titik
tertentu. Dalam perusahaan manufaktur yang menggunakan metode harga
pokok lanjutan kerugian tersebut harus diperhitungkan biaya kerugian yang
terjadi akibat kehilangan, kecatatan maupun kerusakan unit produk apabila
terjadi selama proses produksi.
2.2.1 Produk Hilang
Pada perusahaan manufaktur, khususnya pada proses produksi,
kehilangan merupakan hal yang lumrah terjadi. Penyebabnya dapat
dari sifat bahan yang mudah menguap, menyusut atau karena proses
pengolahan. Misalkan dalam perusahaan parfum yang kehilangan
produknya karena penguapan merupakan hal yang biasa terjadi.
Witjaksono (2013:87) menyatakan menurut akuntansi biaya, unit
(ekuivalen) boleh saja berkurang (hilang), namun tidak untuk
biayanya. Sehingga kehilangan tersebut harus dihitung sebagai
penggunaan sumber daya dan harus ada pertanggungjawabannya.
Kehilangan unit/bahan dapat terjadi dalam tahapan ataupun ketika
proses produksi terjadi, tetapi dalam akuntansi biaya kehilangan unit
diasumsikan terjadi di awal proses atau di akhir proses produksi.
Asumsi produk hilang di awal proses produksi:
1. Belum melalui proses produksi, sehingga belum menggunakan
biaya produksi maka tidak dibebani biaya produksi.
2. Karena hilang pada awal proses tidak diperhitungkan pada unit
ekuivalen produksi.
3. Tidak diperhitungkan dalam harga pokok produk.
Perhitungan unit ekuivalen produk hilang awal proses:

Produk Selesai + (Produk Dalam Proses Akhir X Tingkat


Asumsi produk hilang di akhir proses produksi:
Penyelesaian)

5
1. Sudah melalui proses produksi, sehingga sudah digunakan biaya
produksi untuk unit yang hilang tersebut.
2. Diperhitungkan dalam unit ekuivalen produksi.
3. Produk hilang akhir proses diperhitungkan dalam harga pokok
produk selesai.
Perhitungan unit ekuivalen produk hilang akhir proses:

Produk Selesai + (Produk Dalam Proses Akhir X Tingkat


2.2.2 Penyelesaian) + Produk Hilang Akhir Proses
Produk Cacat
Produk cacat adalah produk yang dihasilkan dalam proses
produksi, dimana produk yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan
standar mutu yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis produk tersebut
dapat diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu. Perlu
diperhatikan biaya yang dikeluarkan harus lebih rendah dari nilai jual
setelah produk tersebut diperbaiki.

Faktor penyebab terjadinya produk cacat: (Bustami dan Nurlela, 2007:


136-137)
1. Bersifat normal: setiapproses produksi tidak bisa dihindari
terjadinya produk cacat, maka biaya untuk memperbaiki produk
cacat dibebankan ke departemen dimana terjaidnya produk cacat.
2. Akibat kesalahan: terjadinya produk cacat diakibatkan kesalahan
dalam proses produksi seperti kurangnya perencanaan, kurangnya
pengawasan dan pengendalian, kelalaian pekerja dan sebagainya.
Maka biaya perbaikan produk cacat tidak boleh dibebankan ke
tiap elemen biaya, tetapi dianggap sebagai kerugian perusahaan
yang harus dimasukkan ke rekening rugi produk cacat.
Dalam perhitungan unit ekuivalen produk, produk cacat akan
diperhitungkan, karena produk cacat tersebut telah menggunakan
biaya produksi.
Perhitungan Unit Ekuivalen Produk:

Produk Selesai + (Produk Dalam Proses Akhir X Tingkat


2.2.3 Produk Rusak Penyelesaian) + Produk Cacat
Menurut Bustami dan Nurlela (2007:147) produk rusak adalah
produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yg

6
dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, tetapi
secara ekonomis produk tersebut dapat diperbaiki dengan biaya
tertentu, tetapi biaya yang dikeluarkan cenderung lebih besar dari nilai
jual produk setelah diperbaiki.
Jadi dapat dikatan bahwa, produk rusak adalah produk yang tidak
sesuai dengan standar mutu perusahaan, produk tersebut masih dapat
diperbaiki namun dengan biaya yang lebih besar dari nilai jual produk
setelah diperbaiki.
Dampak dari timbulnya produk rusak pada perhitungan harga
pokok produksi dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya sebagai
berikut: (Kristanti, Simki-Economic, 2017: 10)
1. Dampak Produk Rusak Tidak Laku Dijual
Dampak produk rusak yang tidak dapat dijual kembali adalah akan
menambah harga pokok produk normal, hal ini disebabkan karena
jika produk rusak kondisinya tidak dapat dijual kembali maka
harga pokok atau biaya produksi yang telah diserap oleh produk
rusak akan dibebankan kepada produk normal sehingga produk
normal akan menanggung biaya produksinya sendiri dan biaya
produksi produk rusak tersebut.
2. Dampak Produk Rusak Yang Laku Dijual
Dampak dari produk rusak yang laku dijual ialah akan menjadi
pengurang sekaligus penambah harga pokok produksi produk
normal, hal tersebut karena biaya produksi produk rusak masih
laku dijual akan diperhitungkan kedalam perhitungan harga pokok
produksi dan biaya produk rusak yang masih laku dijual
dibebankan kepada produk normal.
Perhitungan Unit Ekuivalen Produk:

Produk Selesai + (Produk Dalam Proses Akhir X Tingkat


Penyelesaian) + Produk Rusak
2.3 Contoh Kasus dan Penyelesaian
2.3.1 Contoh Kasus Akresi
P.T Coca Cola adalah perusahaan minuman dalam kemasan, mempunyai
departemen produksi, yaitu departemen pencampuran dan departemen
pengolahan.
Data produksi dan biaya untuk bulan Agustus 2019 sebagai berikut :
A. Data Produk :

7
Departemen Pencampuran :
Produk Masuk Proses 10.000 Liter
Produk di Transfer ke Departemen Penyelesaian 9.500 Liter
Produk Dalam Proses Akhir 500 Liter
(Tingkat penyelesaian 100% biaya bahan, 80% biaya konversi)
Departemen Pengolahan :
Produk Diterima dari departemen pencampuran 9.500 Liter
Penambahan Unit Produk 1.000 Liter
Produk selesai ditransfer ke gudang 10.800 Liter
Produk dalam proses akhir 700 Liter
(Tingkat penyelesaian 100% biaya bahan, 75% biaya konversi)
B. Data Biaya
Elemen Biaya Departemen Departemen
Pencampuran Pengolahan
Biaya Bahan Rp. 1.000.000 Rp. 2.800.000
Biaya Tenaga Kerja Rp. 1.500.000 Rp. 1.100.000
B. Overhead Pabrik Rp. 1.250.000 Rp. 750.000
Total Rp. 3.750.000 Rp. 3.350.000

Diminta :
1. Buatlah laporan biaya produksi untuk kedua departemen!
Penyelesaian:
1. Unit Ekuivalen
Departemen Pencampuran

Produk Selesai + (PDP akhir X Tingkat penyelesaian)


Bahan : 9.500 liter + (500 liter X 100%) = 10.000 liter
Biaya Konversi : 9.500 liter + (500 liter X 80%) = 9.900 liter
Departemen Penyelesaian
Bahan : 10.800 liter + (500 liter X 100%) = 11.500 liter
Biaya Konversi :10.800 liter + (500 liter X 75%) = 11.325 liter

8
P.T. Coca Cola
Laporan Biaya Produksi
Departemen Pencampuran
Bulan Agustus 2019
1. Skedul Kuantitas
Produk Masuk Proses = 10.000 liter
Produk di Transfer = 9.500 liter
Produk dalam Proses Akhir = 500 liter
(100% bahan, 80% biaya konversi)
= 10.000 liter
2. Biaya Dibebankan
Elemen Biaya Total U.E B/unit

Biaya Bahan Rp. 1.000.000 10.000 L Rp. 100


Biaya Tenaga Kerja Rp. 1.500.000 9.900 L Rp. 151,52
B. Overhead Pabrik Rp. 1.250.000 9.900 L Rp. 126,26
Total Rp. 3.750.000 Rp. 377,78

3. Pertanggung Jawaban Biaya


HP selesai di transfer ke departemen penyelesaian
9.500 liter X Rp. 377,78 Rp. 3.588.910
HP produk dalam proses
Biaya Bahan : 500 X 100% X Rp. 100 = Rp. 50.000
Biaya Tenaga Kerja : 500 X 80% X Rp. 151,52 = Rp. 60.608
B. Overhead Pabrik : 500 X 80% X Rp. 126,26 = Rp. 50.504
Rp. 3.750.022
Pembulatan Rp. 3.750.000

9
P.T. Coca Cola
Laporan Biaya Produksi
Departemen Pengolahan
Bulan Agustus 2006
1. Skedul Kuantitas
Produk diterima dari Departemen Pencampuran = 9.500 liter
Produk Tambahan = 2.000 liter
= 11.500 liter
Produk ditransfer ke gudang = 10.800 liter
Produk Dalam Proses Akhir = 700 liter
(100% bahan, 80% biaya konversi)
= 11.500 Liter
2. Biaya Dibebankan
Elemen Biaya Total U.E B/unit
HP produk dalam proses
Pencampuran Rp. 3.588.910 11.500 L Rp. 312,08
Biaya Bahan Rp. 2.800.000 11. 500 L Rp. 243,48
Biaya Tenaga Kerja Rp. 1.100.000 11.325 L Rp. 97,13
B. Overhead Pabrik Rp. 750.000 11.325 L Rp. 66,23
Total Rp. 8.238.910 Rp. 718,92
3. Pertanggung Jawaban Biaya
HP Selesai Ditransfer Ke Gudang
10.800 liter X Rp. 718,92 = Rp 7.764.336
HP Produk Dalam Proses
HP Departemen Campuran : 700 X 312,08 = Rp. 218.456
Biaya Bahan : 700 X 100% X Rp 243,48 = Rp 170.436
Biaya Tenaga Kerja : 700 X 75% X Rp 97,13 = Rp 50.993,25
B. Overhead Pabrik : 700 X 75% X Rp 66,23 = Rp 34.770,75
Rp 474.656
Rp. 8.238.992
Pembulatan Rp. 8.238.910

10
2.3.2 Contoh Kasus Produk Hilang Awal Proses
P.T. Kimia Abadi adalah perusahaan kimia, perusahaan memproduksi satu
jenis produk yang digunakan usaha pertanian. Perusahaan memproduksi
produknya di satu departemen yaitu departemen produksi. Data berikut
adalah data produksi dan biaya P.T. Kimia Abadi bulan September 2019 :

Data Produk
Departemen Produksi :
Produk Masuk Proses 2.400 Liter
Produk di Transfer ke Gudang 2.200 Liter
Produk Dalam Proses Akhir 160 Liter
(Tingkat penyelesaian 100% biaya bahan, 65% biaya konversi)
Produk Hilang Awal proses 40 Liter

Data Biaya Departemen


Elemen Biaya Produksi
Biaya Bahan Rp. 1.650.000
Biaya Tenaga Kerja Rp. 1.450.000
B. Overhead Pabrik Rp. 600.000
Total Rp. 3.700.000

Diminta :
1. Menghitung unit ekuivalen produksi departemen produksi
2. Menyusun laporan biaya produksi
3. Membuat jurnal

Penyelesaian :
1. Unit Ekuivalen
Produk Selesai + (PDP akhir X Tingkat penyelesaian)
Bahan : 2.200 liter + (160 liter X 100%) = 2.360 liter
Biaya Konversi : 2.200 liter + (160 liter X 65%) = 2.304 liter

11
P.T. Kimia Abadi
Laporan Biaya Produksi
Departemen Produksi
Bulan September 2019
1. Skedul Kuantitas
Produk Masuk Proses = 2.400 liter
Produk di Transfer ke gudang = 2.200 liter
Produk dalam Proses Akhir = 160 liter
(100% bahan, 65% biaya konversi)
Produk Hilang Awal Proses = 40 liter
= 2.400 liter
2. Biaya Dibebankan
Elemen Biaya Total U.E B/unit

Biaya Bahan Rp. 1.650.000 2.360 L Rp. 699,15


Biaya Tenaga Kerja Rp. 1.450.000 2.304 L Rp. 629,34
B. Overhead Pabrik Rp. 600.000 2.304 L Rp. 260,42
Total Rp. 3.700.000 Rp. 1.588,91

3. Pertanggung Jawaban Biaya


HP selesai di transfer ke gudang
2.200 liter X Rp. 1.588,91 Rp. 3.495.602
HP produk dalam proses
Biaya Bahan : 160 X 100% X Rp. 699,15 = Rp. 111.864
Biaya Tenaga Kerja : 160 X 65% X Rp. 629,34 = Rp. 65.451,36
B. Overhead Pabrik : 160 X 65% X Rp. 260,42 = Rp. 27.083,68
Rp. 3.700.001,04
Pembulatan Rp. 3.700.000

12
Jurnal :
Departemen Produksi
1. Pencatatan Pembebanan Biaya
Produk Dalam Proses – Biaya Bahan Rp. 1.650.000
Produk Dalam Proses – Biaya T. Kerja Rp. 1.450.000
Produk Dalam Proses – BOP Rp. 600.000
Persediaan Bahan Rp. 1.650.000
Biaya Gaji dan Upah Rp. 1.450.000
BOP Rp. 600.000
2. Pencatatan Produk Dalam Proses
Persediaan Produk Dalam Proses Rp. 204.399,04
Produk Dalam Proses – Biaya Bahan Rp. 111.864
Produk Dalam Proses – Biaya T. Kerja Rp. 65.451,36
Produk Dalam Proses – BOP Rp. 27.083,68
3. Perencanaan Produk Selesai
Produk Dalam Proses – HP Dep. Produksi Rp. 3.495.600,96
Produk Dalam Proses – Biaya Bahan Rp. 1.538.136
Produk Dalam Proses – Biaya T. Kerja Rp. 1.384.548,64
Produk Dalam Proses – BOP Rp. 572.916,32

Perhitungan :
Rumus :
Biaya Masing-Masing Elemen – Biaya Produk Dalam Proses Masing-Masing
Elemen
Bahan = Rp. 1.650.000 – Rp. 111.864
Tenaga Kerja = Rp. 1.450.000 – Rp. 65.451,36
BOP = Rp. 600.000 – Rp. 27.083,68

13
2.3.3 Contoh Kasus Produk Hilang Akhir Proses
P.T. Kimia Abadi adalah perusahaan kimia, perusahaan memproduksi satu
jenis produk yang digunakan usaha pertanian. Perusahaan memproduksi
produknya di satu departemen yaitu departemen produksi. Data berikut
adalah data produksi dan biaya P.T. Kimia Abadi bulan September 2019 :

Data Produk
Departemen Produksi :
Produk Masuk Proses 2.400 Liter
Produk di Transfer ke gudang 2.200 Liter
Produk Dalam Proses Akhir 160 Liter
(Tingkat penyelesaian 100% biaya bahan, 65% biaya konversi)
Produk Hilang Akhir proses 40 Liter

Data Biaya Departemen


Elemen Biaya Produksi
Biaya Bahan Rp. 1.650.000
Biaya Tenaga Kerja Rp. 1.450.000
B. Overhead Pabrik Rp. 600.000
Total Rp. 3.700.000
Diminta :
1. Menghitung unit ekuivalen produksi departemen produksi
2. Menyusun laporan biaya produksi
3. Membuat jurnal

Penyelesaian :
1. Unit Ekuivalen
Produk Selesai + (PDP akhir X Tingkat penyelesaian) + Produk
Hilang Akhir Proses
Bahan : 2.200 liter + (160 liter X 100%) + 40 liter = 2.400 liter
Biaya Konversi : 2.200 liter + (160 liter X 65%) + 40 liter = 2.344 liter

14
P.T. Kimia Abadi
Laporan Biaya Produksi
Departemen Produksi
Bulan September 2019
1. Skedul Kuantitas
Produk Masuk Proses = 2.400 liter
Produk di Transfer ke gudang = 2.200 liter
Produk dalam Proses Akhir = 160 liter
(100% bahan, 65% biaya konversi)
Produk Hilang Akhir Proses = 40 liter
= 2.400 liter
2. Biaya Dibebankan
Elemen Biaya Total U.E B/unit
HP produk dalam proses
Biaya Bahan Rp. 1.650.000 2.400 L Rp. 687,5
Biaya Tenaga Kerja Rp. 1.450.000 2.344 L Rp. 618,6
B. Overhead Pabrik Rp. 600.000 2.344 L Rp. 255,97
Total Rp. 3.700.000 Rp 1.562,07
3. Pertanggung Jawaban Biaya
HP Selesai 2.200 liter X Rp. 1.562,07 Rp. 3.436.554
HP Hilang Akhir 40 liter X Rp. 1.562,07 Rp. 62.482,8
HP Di Transfer Ke Gudang 2.200 liter Rp. 3.499.036,8
HP Produk Dalam Proses
Biaya Bahan : 160 X 100% X Rp. 687,5 = Rp. 110.000
Biaya Tenaga Kerja : 160 X 65% X Rp. 618,6 = Rp. 64.334,4
B. Overhead Pabrik : 160 X 65% X Rp. 255,97 = Rp. 26.620,88
Rp. 3.699.992,08
Pembulatan Rp. 3.700.000

15
Jurnal
Departemen Produksi
1. Pencatatan Pembebanan Biaya
Produk Dalam Proses – Biaya Bahan Rp1.650.000
Produk Dalam Proses – Biaya T. Kerja Rp1.450.000
Produk Dalam Proses – BOP Rp. 600.000
Biaya Bahan Rp 1.650.000
Biaya Gaji dan Upah Rp 1.450.000
BOP Rp 600.000

2. Pencatatan Produk Dalam Proses


Persediaan Produk Dalam Proses Rp 200.620,88
Produk Dalam Proses – HP Dep. Pro Rp 110.000
Produk Dalam Proses – Biaya T. Kerja Rp 64.334,4
Produk Dalam Proses – BOP Rp 26.620,88

3. Perencanaan Produk Selesai


Produk Dalam Proses – HP Dep. Produksi Rp 3.499.044,75
Produk Dalam Proses – Biaya Bahan Rp 1.540.000
Produk Dalam Proses – Biaya T. Kerja Rp 1.385.665,6
Produk Dalam Proses – BOP Rp 573.379,12
Perhitungan :
Rumus :
Biaya Masing-Masing Elemen – Biaya Produk Dalam Proses Masing-Masing
Elemen
Bahan = Rp. 1.650.000 – Rp 110.000 = Rp 1.540.000
Tenaga Kerja = Rp. 1.450.000 – Rp 64.334,4 = Rp 1.385.665,6
BOP = Rp. 600.000 – Rp 26.620,88 = Rp 573.379,12

16
2.4 Rangkuman
2.4.1 Metode harga pokok pesanan adalah penentuan harga pokok produk
berdasarkan setiap proses pengolahan produk yang dilakukan jika
terdapat pesanan dari pelanggan. Sedangkan metode harga pokok
proses adalah penentuan harga pokok produk berdasarkan proses
produksi di departemen yang bersangkutan dan dilakukan secara
terus-menerus.
2.4.2 Ketika suatu produk dipindahkan ke departemen selanjutnya untuk
melanjutkan proses produksi ada kalanya departemen lanjutan tersebut
menambahkan bahan/material bahkan menambahkan unit produk
untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar perusahaan.
Penambahan barang atau unit tersebut dikenal dengan istilah akresi.
2.4.3 Penyebab kehilangan unit dapat dari sifat bahan yang mudah
menguap, menyusut atau karena proses pengolahan. Witjaksono
(2013:87) menyatakan menurut akuntansi biaya, unit (ekuivalen)
boleh saja berkurang (hilang), namun tidak untuk biayanya. Sehingga
kehilangan tersebut harus dihitung sebagai penggunaan sumber daya
dan harus ada pertanggungjawabannya.
2.4.4 Produk cacat adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi,
dimana produk yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar
mutu yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis produk tersebut dapat
diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu. Produk cacat
diperhitungkan dalam harga pokok produk selesai.
2.4.5 Produk rusak adalah produk yang tidak sesuai dengan standar mutu
perusahaan, produk tersebut masih dapat diperbaiki namun dengan
biaya yang lebih besar dari nilai jual produk setelah diperbaiki.
Produk rusak diperhitungkan dalam harga pokok produk selesai.

17
2.5 Latihan
1. Jelaskan yang dimaksud dengan Akresi!
2. Bagaimana perlakuan biaya produksi ketika terjadi produk hilang diawal
proses dan diakhir proses produksi pada perusahaan manufaktur?
3. PT. NCT memulai usahanya pada bulan Agustus 2019. Perusahaan
memproduksi satu jenis Lightstick melalui satu departemen produksi.
Karena sifat proses produksinya rumit tidak bisa dihindari terjadinya
produk cacat.
Berikut data produksi dan data biaya bulan Agustus 2019:

Departemen Produksi :
Produk Masuk Proses 4.200 unit
Produk baik ditransfer ke gudang 3.600 unit
Produk cacat 100 unit
Produk Dalam Proses Akhir 500 unit
(Tingkat penyelesaian 100% biaya bahan, 75% biaya konversi)

Data Biaya Departemen


Elemen Biaya Produksi
Biaya Bahan Rp 5.250.000
Biaya Tenaga Kerja Rp 3.925.000
B. Overhead Pabrik Rp 2.693.000
Total Rp11.868.000
Biaya Perbaikan:
Biaya bahan Rp 1.500.000
Biaya tenaga kerja Rp 515.000
Biaya overhead pabrik Rp 269.000
Diminta :
1. Hitunglah unit ekuivalen departemen produksi PT.NCT !
2. Susunlah laporan biaya produksi PT. NCT !
3. Buatlah jurnal yang diperlukan !

18
Jawaban
1. Akresi adalah penambahan bahan atau unit produksi yang dilakukan agar
dihasilkan produk yang sesuai dengan standar perusahaan.
2. Ketika terjadi produk hilang di awal proses produksi maka produk hilang
tersebut tidak dibebankan atau tidak dihitung biaya produksinya, karena
tidak melalui proses produksi sehingga tidak ada biaya produksi yang
digunakan. Sedangkan, jika produk hilang di akhir proses maka produk
hilang tersebut akan dibebankan biaya produksinya karena dianggap telah
melalui proses produksi sehingga telah menggunakan sumber daya
produksi, biaya produksi produk hilang akhir proses tersebut akan muncul
di laporan biaya produksi.
3. Penyelesaian :
Unit Ekuivalen
Produk Selesai + (PDP akhir X Tingkat penyelesaian) + Produk Cacat
Bahan : 3.600 unit + (500 unit X 100%) + 100 unit = 4.200 unit
Biaya Konversi : 3.600 unit + (500 unit X 75%) + 100 unit = 4.075 unit

19
PT. NCT
Laporan Biaya Produksi
Departemen Produksi
Bulan Agustus 2019
4. Skedul Kuantitas
Produk Masuk Proses = 4.200 unit
Produk di Transfer ke gudang = 3.600 unit
Produk cacat = 100 unit
Produk Dalam Proses Akhir = 500 unit
(100% bahan, 65% biaya konversi)
= 4.200 unit
5. Biaya Dibebankan
Elemen Biaya Total U.E B/unit
HP produk dalam proses
Biaya Bahan Rp. 6.750.000 4.200 U Rp1.607,14
Biaya Tenaga Kerja Rp. 4.440.000 4.075 U Rp1.089,57
B. Overhead Pabrik Rp 2.962.000 4.075 U Rp. 726,87
Total Rp14.152.000 Rp3.423,58

Biaya bahan : Rp 5.250.000 + Rp 1.500.000 = Rp 6.750.000


Biaya tk : Rp 3.925.000 + Rp 515.000 = Rp 4.440.000
BOP : Rp 2.693.000 + Rp 269.000 = Rp 2.962.000

6. Pertanggung Jawaban Biaya


HP selesai produk baik: 3.600 unit X Rp 3.423,58 Rp 12.324.888
HP produk cacat diperbaiki: 100 unit X Rp 3.423,58 Rp. 342.358
Rp 12.667.246

HP Produk Dalam Proses


Biaya Bahan : 500 X 100% X Rp 1.607,14 = Rp. 803.570

20
Biaya Tenaga Kerja : 500 X 75% X Rp1.089,57 = Rp. 408.588,75
B. Overhead Pabrik : 500 X 75% X Rp. 726,87 = Rp. 272.526,25
Rp 14.151.981
Pembulatan Rp 14.152.000
Jurnal
Departemen Produksi
1. Pencatatan Pembebanan Biaya
Produk Dalam Proses – Biaya Bahan Rp7.250.000
Produk Dalam Proses – Biaya T. Kerja Rp5.540.625
Produk Dalam Proses – BOP Rp4.063.125
Biaya Bahan Rp7.250.000
Biaya Gaji dan Upah Rp5.540.625
BOP Rp4.063.125
2. Pencatatan Produk Dalam Proses
Persediaan Produk Dalam Proses Rp 873.750
Produk Dalam Proses – HP Dep. Pro Rp 435.000
Produk Dalam Proses – Biaya T. Kerja Rp 253.125
Produk Dalam Proses – BOP Rp 185.625
3. Perencanaan Produk Selesai
Produk Dalam Proses – HP Dep. Produksi Rp15.980.000
Produk Dalam Proses – Biaya Bahan Rp 6.815.000
Produk Dalam Proses – Biaya T. Kerja Rp 5.287.500
Produk Dalam Proses – BOP Rp 3.877.500
Perhitungan :
Rumus :
Biaya Masing-Masing Elemen – Biaya Produk Dalam Proses Masing-Masing
Elemen
Bahan = Rp. 7.250.000 – Rp 435.000 = Rp 6.815.000
Tenaga Kerja = Rp 5.540.625 – Rp 253.125 = Rp 5.287.500
BOP = Rp 4.063.125 – Rp 185.625 = Rp 3.877.500

21
DAFTAR PUSTAKA

Witjaksono, Armanto. 2013. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.


Bustami, Bastian dan Nurlela. 2007. Akuntansi Biaya: Kajian Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Raiborn, Cecily A dan Kinney, Michael R. 2011. Akuntansi Biaya: Dasar dan
Perkembangan. Jakarta Selatan: Penerbit Salemba Empat.
Kristanti, Noviana Endah. 2017. Analisis Produk Rusak Pada Perhitungan Harga
Pokok Produksi Di Perusahaan Rokok Cengkir Gading Tahun 2014-2016.
Simki-Economic Vol. 01. No. 07 Tahun 2017 ISSN: BBBB-BBBB.
Sari, Dian Indah. 2018. Perhitungan Harga Pokok Produksi Dengan Metode
Harga Pokok Proses Pada PT. Persada. eJournal Volume 5 No. 2 Oktober
2018 P-ISSN 2355-2700 E-ISSN 2550-0139.

22

Anda mungkin juga menyukai