Anda di halaman 1dari 7

HANDGRIP STRENGTH SEBAGAI PREDIKTOR SURVIVAL PADA PASIEN KARSINOMA

HEPATOSELULER DENGAN SARKOPENIA


LANY ERTANTO
1
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel

parenkim hepar atau epitel saluran empedu. Karsinoma hepatoselular (KHS)

merupakan 80-90% keganasan hati primer. Sekitar 75% penderita karsinoma

hepatoselular mengalami sirosis hati (SH) , terutama tipe alkoholik dan paska

nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah memburuknya penyakit

pasien sirosis yang tidak diketahui sebabnya dan pembesaran hati dalam waktu

cepat (Lindseth, 2006: Budihusodo, 2009).

Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh

karsinoma yang ada. Sebaliknya,sekitar 80% dari kasus hepatoma di dunia berada

di negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah

yang diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Di Afrika

dan Asia, hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan, dengan angka

kejadian 100/100.000 populasi.Setiap tahun muncul 350.000 kasus baru di Asia,

sepertiganya terjadi di Republik Rakyat China. Di Eropa, kasus baru berjumlah

sekitar 30.000 per tahun, di Jepang 23.000 per tahun, di Amerika Serikat 7000 per

tahun dan kasus baru di Afrika 6x lipat dari kasus di Amerika Serikat. Lebih dari

80% pasien hepatoma menderita sirosis hati (Singgih, 2006: Budihusodo, 2009).

Hepatoma sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan

komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko

penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Pasien


HANDGRIP STRENGTH SEBAGAI PREDIKTOR SURVIVAL PADA PASIEN KARSINOMA
HEPATOSELULER DENGAN SARKOPENIA
LANY ERTANTO
2
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C (Singgih, 2006: Budihusodo,

2009).

Pada umumnya prognosis KHS adalah jelek. Tanpa pengobatan biasanya

terjadi kematian dalam 6-7 bulan sejak keluhan pertama ( Stuart,2010). Pasien

dengan hepatoma mengalami kondisi anoreksia yang menyebabkan berkurangnya

intake nutrisi , gangguan fisiologi hepar yang salah satunya adalah mensintesa

albumin, dan keadaan hiperkatabolik oleh sel-sel tumornya itu sendiri sehingga

pasien dapat mengalami cachexia dan sarkopenia (Meza-Junco et al., 2013).

Kondisi malnutrisi terjadi karena adanya gangguan metabolik, inadekuasi asupan

makanan serta malabsorbsi. Subjek dengan malnutrisi berisiko terjadi peningkatan

mortalitas dan morbiditas. Beberapa cara untuk kajian nutrisi sudah banyak

dilakukan walaupun masih terdapat kekurangan. Terapi nutrisi sudah banyak

dikembangkan, tetapi pada kenyataannya belum memperoleh hasil yang

memuaskan, karena progresifitas penyakit itu sendiri sangat mempengaruhi

asupan nutrisi (Jemal et al., 2011)

Sarkopenia merupakan sindrom yang ditandai dengan berkurangnya massa

otot rangka serta kekuatan otot secara progresif dan menyeluruh. Sarkopenia

umumnya diiringi dengan inaktivitas fisik, penurunan mobilitas, cara berjalan

yang lambat, dan enduransi fisik yang rendah (Setiati et al., 2010). Sarkopenia

dihubungkan dengan prognosis yang buruk pada keganasan termasuk hepatoma.

Hal ini bukan hanya disebabkan resistensi insulin yang secara patofisiologi

dipengaruhi oleh kondisi sarkopenia, tapi secara tidak langsung juga disebabkan

oleh pengurangan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (Hayashi et al., 2013).


HANDGRIP STRENGTH SEBAGAI PREDIKTOR SURVIVAL PADA PASIEN KARSINOMA
HEPATOSELULER DENGAN SARKOPENIA
LANY ERTANTO
3
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Komposisi tubuh diluar indeks masa tubuh (IMT) normal merupakan

faktor yang berpengaruh terhadap survival pasien-pasien KHS dan tidak

tergantung pada fungsi hati maupun derajat kanker (Fujiwara et al., 2015).

Sarkopenia merupakan faktor prognostik kuat untuk KHS sebelum dilakukan

tindakan operatif (Voron et al., 2012). Berkurangnya masa otot skelet dapat

memprediksi kejadian toksiksisitas obat sorafenib pada bulan pertama terapi pada

KHS Child Pugh A (Mir et al., 2012; Imai et al., 2015).

Berdasarkan penelitian terdahulu didapatkan kontroversi kondisi

malnutrisi sebagai faktor risiko KHS, sebagian menyatakan obesitas sebagai

faktor risiko sedangkan pasien hepatitis C dengan IMT <18,5 kg/m2

(underweight) memiliki risiko paling rendah (Calle et al., 2003; Ohki et al.,

2008). Penelitian kohort pada pasien KHS menyatakan obesitas dan underweight

sebagai faktor risiko pemburukan penyakit (Tateishi et al., 2015). Sedangkan pada

sirosis sebagian besar subjek mengalami malnutrisi energi dan protein dengan

aktivitas fisik yang buruk, sehingga akan terjadi kehilangan massa dan kelemahan

otot (sarkopenia) serta perburukan kualitas hidupnya (Durand et al., 2014:

Nishikawa & Osaki, 2015).

Diantara metode pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosis sarkopenia adalah dengan mengukur massa otot menggunakan

pengukuran Skeletal Muscle Index Lumbal 3 (SMI-L3), DEXA (Double Emission

X-ray Assay), BIA (Bio Impedance Analysis) dan mengukur kekuatan otot

dengan handgrip strength test. Pengukuran handgrip strength lebih sederhana,

mudah, murah dan dengan portabilitas yang tinggi ( Johnson et al.,2013).


HANDGRIP STRENGTH SEBAGAI PREDIKTOR SURVIVAL PADA PASIEN KARSINOMA
HEPATOSELULER DENGAN SARKOPENIA
LANY ERTANTO
4
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Kondisi klinik lain yang terkait dengan survival pada SH dan KHS

diantaranya adalah progresifitas kerusakan sel hepatosit yang disebabkan oleh

reaktivasi dari etiologi, infeksi akibat kondisi immun yang turun disertai proses

inflamasi sel hepatosit yang berlangsung terus dan proses neo-angiogenesis akibat

adanya hipertensi portal yang berisiko terjadinya degenerasi maligna. Kondisi

klinik yang sering ditemui: ensefalopati hepatik, ruptur varises esofagus, ascites

refrakter, spontaneous bakterial peritonitis, hiponatremia serta sindroma

hepatorenal (Asrani & Kamath, 2013; Nishikawa & Osaki, 2015).

B. Pertanyaan penelitian

Apakah handgrip strength dapat digunakan sebagai prediktor survival

dalam kurun waktu 90 hari pada pasien karsinoma hepatoseluler dengan

sarkopenia?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui dan menganalisis handgrip strength sebagai assessment

klinis yang dapat digunakan sebagai prediktor survival dalam kurun waktu 90 hari

pada pasien karsinoma hepatoseluler dengan sarkopenia.

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi pasien: hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pasien

meningkatkan kualitas hidup dan angka harapan kesintasan dengan assessment

nutrisi yang tepat.

b. Bagi klinisi: dapat mendeteksi adanya malnutrisi dan atau sarkopenia yang dapat

diaplikasikan secara klinik untuk memprediksi survival pada karsinoma

hepatoseluler dalam kurun waktu 90 hari sehingga dapat melakukan


HANDGRIP STRENGTH SEBAGAI PREDIKTOR SURVIVAL PADA PASIEN KARSINOMA
HEPATOSELULER DENGAN SARKOPENIA
LANY ERTANTO
5
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

penatalaksanaan yang lebih komprehensif pada pasien karsinoma hepatoseluler

sarkopenia dan mendapatkan dasar terapi gizi medis yang tepat untuk pasien

tersebut.

c. Bagi peneliti: menambah pengetahuan metode deteksi adanya malnutrisi dan

atau sarkopenia yang dapat diaplikasikan secara klinik untuk memprediksi

survival pada karsinoma hepatoseluler dalam kurun waktu 90 hari sebagai

dasar penatalaksanaan komprehensif pasien karsinoma hepatoseluler

sarkopenia utuk dapat memperbaiki kualitas hidup dan kesintasan pasien.

d. Bagi institusi : Data dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan

dan pertimbangan bagi pemegang kebijakan untuk memperbaiki standar

pelayanan dan penatalaksanaan yang lebih menyeluruh dengan harapan

tercapai kualitas hidup dan kesintasan yang lebih baik dari pasien karsinoma

hepatoseluler dengan sarkopenia.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang pemeriksaan antropometri dan sarkopenia yang dapat

diaplikasikan secara klinik untuk memprediksi survival pada karsinoma

hepatoseluler dalam kurun waktu 90 hari, sejauh penelitian kepustakaan yang

peneliti lakukan belum pernah dilaporkan sebelumnya di Indonesia. Walaupun

sudah ada beberapa penelitian di luar negeri yang meneliti tentang prediksi

mortalitas pada kasus KHS, penelitian ini berbeda dalam hal rancangan

penelitiannya yaitu penelitian kasus-kontrol.


HANDGRIP STRENGTH SEBAGAI PREDIKTOR SURVIVAL PADA PASIEN KARSINOMA
HEPATOSELULER DENGAN SARKOPENIA
LANY ERTANTO
6
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel 1. Beberapa penelitian tentang profil klinik sarkopenia pada KHS.

Peneliti Rancangan Hasil

Durand et al., 2015 Retrospektif dari TPMP/height sebagai prediktor mortalitas


data 2 penelitian pasien SH. Tidak tergantung dengan
Prognostic value of muscle kohort MELD dan MELD-Na skor. Dapat
atrophy in cirrhosis using digunakan pada pasien SH dengan asites
psoas muscle thickness on refrakter
computed tomography

Imai et al., 2015 Prospektif Ada hubungan antara skeletal muscle


mass (L3 SMI) dan variabel klinis: L3
Skeletal Muscle Depletion SMI = −0,1896 × (usia) – 10,3441 ×
Predicts the Prognosis of (CPskor) – 9,3922 × (log (AFP)) +1,6139
Patients with Hepatocellular × (log (AFP)) × (CPskor) + 112,9166
Carcinoma Treated with
Sorafenib

Fujiwara et al., 2015 Retrospektif Sarcopenia, IMF deposition, dan visceral


kohort adiposity sebagai prediktor mortalitas
Sarcopenia, intramuscular fat yang independen pada pasien KHS. IMT
deposition, and visceral merupakan determinan mayor pada
adiposity independently pasien KHS..
predict the outcomes of
hepatocellular carcinoma

Durand et al., 2014 Kohort Ensefalopati hepatik, hiponatremia dan


Clinical profile and predictors tingginya INR mrupakan prediktor buruk.
of mortality in patients of MELD, SOFA dan APACHE skor dapat
acute-on-chronic liver failure memprediksi mortalitas 90 hari.

Kim et al., 2014 Retrospektif Mortalitas SH dengan sarkopenia lebih


tinggi dari pada SH tanpa sarkopenia (p=
0,01). BCAA supplementation
Sarcopenia impairs prognosis
berhubungan dengan perbaikan survival
of patients with liver cirrhosis
pada beberapa pasien.

Montano-Loza et al., 2014 Kohort Mortalitas SH dengan PMTH ≤ 14 mm/m


lebih tinggi dari pada PMTH > 14 mm/m
Sarcopenia as a Useful (HR, 5.398; 95% CI, 2.111-13.800, P <
Predictor for Long-Term 0.001). PMTH, merupakan faktor
Mortality in Cirrhotic Patients prediksi mortalitas jangka panjang yang
with Ascites independen pada kasus SH dengan asites.
HANDGRIP STRENGTH SEBAGAI PREDIKTOR SURVIVAL PADA PASIEN KARSINOMA
HEPATOSELULER DENGAN SARKOPENIA
LANY ERTANTO
7
Universitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel 1. lanjutan

Garg et al., 2012 Retospektif DLTs sarkopenia lebih banyak dari pada
non sarkopenia (82% vs. 31%; p =
Sarcopenia Predicts Early 0,005). Hari ke 28, median sorafenib
Dose-Limiting Toxicities and AUC (n = 17) lebih tingi pada pasien
Pharmacokinetics of Sorafenib sarkopenia (102,4 mg/l.h vs. 53,7 mg/l.h;
in Patients with Hepatocellular p = 0,013).
Carcinoma

Voron et al., 2012 Retrospektif Sarcopenia merupakan prediktor buruk


kohort yang independen terhadap survival (HR=
Sarcopenia Impacts on Short- 3.19; p=0,013) dan survival bebas
and Long-term Results of penyakit (HR= 2,60; p= 0,001) paska
Hepatectomy for hepatektomi.
Hepatocellular Carcinoma

Keterangan: TPMT: transversal psoas muscle thickness; IMF: intramuscular fat; IMT:
indeks masa tubuh; MELD: Model for end-stage liver disease : INR: international
normalized ratio; SOFA:Sequential Organ Failure Assessment ; APACHE: Acute
Physiologic Assessment and Chronic Health Evaluation; PMTH: psoas muscle thickness
measurement divided by height

Anda mungkin juga menyukai