Anda di halaman 1dari 25

Kelompok 09 Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Teori Dasar Pengujian Bahan


Pengujian bahan dilakukan untuk memastikan bahwa material yang digunakan
memenuhi atu melebihi sifat mekanik yang diinginkan. Pengujian dilakukan melalui
berbagai proses yang mencakup penarikan material hingga patah, pengompresian
hingga patah, pemelintiran, hingga pengugunaan X-ray dan pemindaian MRI untuk
rongga internal dan penggunaan mikroskop kualitas tinggi untuk melihat butiran
(Handley, Coon, Marshall, 2013, p.106). Pengertian material adalah bahan dasar untuk
membuat membentuk sesuatu. Atau secara umum material didefinisikan sebagai obyek
pengalaman indra dengan cirri-ciri keleluasan, masa, gerak, dan ditentukan oleh uang
dan waktu (Shadaly, 1983, p.5). Baja adalah sebuah besi paduan, lunak dibeberapa
temperature tertentu sebagai awal mulanya cast,mengandung mangan, biasanya karbon
dan juga beberapa elemen paduan lainya (Aver, 1974, p.685). Cara pengujian bahan
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu destructive test dan non-destructive test.

1.1.1 Pengujian Bahan


Cara pengujian yang dapat dilakukan pada suatu material dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu:
a. Pengujian Destruktif
Pengujian destruktif adalah sebuah jenis pengujian material yang melibatkan
pembebanan specimen ke titik kegagalan struktural sambil mengumpulkan data yang
menunjukkan sifat mekanik dari material (Handley, Coon, Marshall, 2013, p.106).
Contoh pengujian destruktif diantaranya :
 Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan untuk
mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya bahan uji
ditarik sampai putus (Purnomo, 2017, p.54).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Gambar 1.1 Tensile Tester

 Uji kelelahan adalah jenis tes yang menentukan relative bahan ketika mengalami
beban yang berulang atau berfluktuatif. Kelelahan tes secara luas digunakkan untk
mempelajari perilaku bahan tidak hanya untuk jenis beban yang berfluktiatif tetapi
juga untuk korosi, kondisi permukaan, suhu, ukuran, dan stress konsentrasi
(Avner, 1974, p.44).

Gambar 1.2 Direct-Force Fatigue Testing Machine


Sumber : Riihimäki (2013, p.19)

 Pengujian kejut, akan memberikan indikasi ketangguhan relatif serta berguna


untuk mengetahui ketahanan material saat menerima gaya secara tiba tiba.
Prinsipnya, yaitu memberikan energi pukulan melalui ayunan palu pemukul yang
ditumbukkan ke benda uji hingga patah. Dua jenis spesimen yang digunakan,
Charpy dan Izod. Spesimen Charpy ditempatkan di catok sehinggabalok
sederhana didukung pada ujung. Spesimen lzod ditempatkan dicatok sehingga itu
salah satu ujungnya gratis dan karena itu balok penopang (Avner, 1974, p.42).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Gambar 1.3 Impact Tester


Sumber : Avner (1974, p.44)

 Pengujian kekerasan merupakan pengujian material untuk mengetahui


kemampuan bahan untuk menahan penetrasi dari benda lainnya. Pada umumnya
tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui angka kekerasan suatu bahan. Di
dunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 3 macam metode
pengujian kekerasan, yakni :
a. Metode Penekanan
Dalam metode penekanan ini di bagi jadi 3 yaitu:
1. Metode Brinell, uji kekerasan Brinell biasanya terdiri dari tekanan hidrolik
vertikal yang dioperasikan tangan, yang dirancang untuk memaksa
indentor bolake dalam spesimen uji. Prosedur standar mensyaratkan bahwa
tes dilakukan dengan bola berdiameter 10 mm di bawah beban 3.000 kg
untuklogam besi, atau 500 kg untuk logam non besi (Avner, 1974, p.26).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Gambar 1.4 Brinell Hardness Tester


Sumber : Avner (1974, p.27)

2. Metode Vickers, Dalam tes ini, instrumen menggunakan penekan berbasis


persegi berlian-piramida dengan sudut termasuk 136° antara penampang
yang berlawanan arah. Kisaran beban biasanya antara 1 dan 120 kg
(Avner, 1974, p.31).

Gambar 1.5 Vikers Identor


Sumber : Callister (2004, p.224)

3. Metode Rockwell, tes kekerasan ini menggunakan instrumen yang adapat


dibaca langsungberdasarkan prinsip pengukuran kedalaman diferensial
(Gbr.1.5). Tes dilakukan dengan perlahan-lahan menaikkan spesimen
melawanindentor sampai beban minor yang tetap telah diterapkan. Ini
ditunjukkan padapengukur dial (dial gauge) (avner, 1974, p.30).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Gambar 1.6 Rockwell Hardenest Tester


Sumber : Avner (1974, p.27)

b. Metode goresan, tes ini dikembangkan oleh Friedrich Mohs. Skala terdiridari
10 mineral standar yang berbeda diatur dalam angka meningkatkan kekerasan.
Talc adalah No 1, gypsum No. 2, dll, hingga 9 untuk korundum, 10 untuk
berlian. Jika bahan yang tidak diketahui tergores dengan jelas oleh No. 6 dan
tidak dengan No. 5, nilai kekerasannya adalah antara 5 dan 6. Tes ini belum
pernah dilakukan dalam metalurgi tetapi masih digunakan dalam mineralogi.
Itukerugian utama adalah bahwa skala kekerasan tidak seragam (Avner, 1974,
p.25).

Gambar 1.7 Scratch Test


Sumber : Tomas (2015, p.3)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

b. Pengujian Non-Destruktif
Pengujian Non-Destruktif adalah uji coba terhadap objek apapun dengan cara
tidak mengganggu kegunaannya untuk kedepannya, meskipun dengan banyak kasus
tidak mendapatkan pengukuran lasung sifat mekaniknya (Avner, 1974, p.45). Contoh
dari pengujian Non-Destruktive diantaranya :
 Pengujian visual adalah metode Non-Destructive pertama yang harus
dipertimbangkan sebelum menggunakan metode yang lebing canggih dan mahal.
Dalam metode inspeksi visual ini langsung diterapan ke permukaan objek dengan
bantuan optiki untuk mendeteksi kekurangan dan anomali. Jika terjadi cacat yang
signifikan selama uji coba inspeksi visual maka akan terdeteksi. Jika dengan uji
coba visual ini sudah terdeteksi maka tidak diperlukan untuk menerapkan metode
Non- Destructive lainya (Vienna, 1999, p.16).
 Radiografi adalah gambar bayangan material yang kurang lebih tembus terhadap
radiasi. Sinar X menggelapkan film sehingga daerah dengan kepadatan lebih
rendah memungkinkan penetrasi tampak gelap pada sisi negatif dibandingkan
dengan daerah yang kepaatannya lebih tinggi yang akan menyerap lebih banyak
radiasi (Avner, 1974, p.46).

Gambar 1.8 Hasil Radiorafi pada Sebuah Material


Sumber : Avner (1974, p.47)

 Magnetic partile adalah suatu metode untuk mendeteksi retakan, lap, robekan,
jahitan, inkusi, dan diskontinuitas untuk suatu material ferromagnetik seperti besi
dan baja. Metode ini akan mendeteksi diskontinuitas dengan mata telanjang dan
juga dapat mendeteksi diskontinuitas yang terletak dibawah permukaan (Avner,
1974, p.49).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Gambar 1.9 Magnetic Tester


Sumber : Avner (1974, p.50)

 Fluorescent penetrant inspection, digunakan untuk menemukan celah dan


penyusutan dalam casting, retakan dalam pembuatan dan penyesatan peralatan
karbida, retakan dan lubang lubang dalam struktur yang dilas, retakan pada blades
steam dan gas turbin (Avner, 1974, p.51).

Gambar 1.10 Cara Uji Material Menggunakan Cairan Penetran


Sumber : Avner (1974, p.53)

 Ultrasonic inspection, metode melalui transmisi menggunakan tranduser


ultrasonic di setiap sisi objek yang di uji coba, jika aliran listrik dari frekuensi
yang diinginkan diterapkan ke Kristal transmisi, gelombang ultrasonic yang
dihasilkan akan melakukan perjalanan melalui specimen ke sisi lain. Transduser
penerima pada sisi yang berlawanan menerima getaran dan mengubahnya menjadi
sinyal listrik yang dapat diperkuat dan diamati pada tabung sinar katoda, jika
gelombang ultrasonic melalui specimen tanpa adanya kecacatan apapun, maka
LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

sinyal yang diterima relative besar. Jika ada keccatan di jalur gelombang
ultrasonic, bagian dari eneri akan dipantulkan dan sinyal yang diterima oleh
transduser akan berkurang (Avner, 1974, p.54).

Gambar 1.11 Ultrasonic tester


Sumber :Avner (1974,p.56)

 Magnetic Eddy Current Inspection : uji coba Eddy Curent dapat digunakan untuk
mendeteksi permukaan dan sub-permukaan yang cacat, ketebalan pelat, dan
ketebalan lapisan. Dalam pengujian Eddy Current medan magnet yang dihasilkan
apabila sumber arus bolak balik terhubung ke kumparan. Ketika medan ini
diletakkan di dekat specimen uji yang mampu menciptakan suatu arus listrik,
Eddy Current akan diinduksi dalam specimen. Pada waktunya Eddy Current akan
memproduksi medan magnet. Unit deteksi akan mengukur medan magnet yang
baru dan mengubah sinyal menjadi tegangan yang dapat dibaca alat penghitung
atau tabung sinar katoda (Avner, 1974, p.57).

Gambar 1.12 Eddy current tester


Sumber : Avner (1996,p.57)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

1.2 Sifat Mekanik Logam


Sifat mekanik suatu material mencerminkan hubungan antara respon atau
deformasi dengan beban atau gaya yang diberikan. Beberapa material dalam
penggunaannya akan mengalami penerimaan beban, oleh karena itu diperlukan untuk
mengetahui karakteristik matrial untuk mendesain darimana bahan tersebut dibentuk
sehingga deformasi yang terjadi tidak berlebihan dan patahan tidak aka terjadi (Callister,
2007, p.132). Sifat – sifat mekanik logam antara lain:
1. Kekuatan (strength)
Yaitu kemampuan material logam dalam menerima gaya berupa tegangan tanpa
mengalami patah (Callister, 2007,p.144).
2. Kekerasan (hardness)
Yaitu kemampuan material logam menerima gaya berupa penetrasi, indentasi,
serta pengikisan atau penggoresan tanpa mengalami deformasi (Callister,
2007,p.155).
3. Kekakuan (stiffness)
Kemampuan suatu bahan menerima beban tegangan tanpa menyebabkan
perubahan bentuk / defleksi (Callister, 2007,p.138).
4. Ketangguhan
Merupakan sifat yang menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah
energi hingga patah (Callister, 2007,p.150).
5. Elastisitas (elasticity)
Kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan perubahan
bentuk permanen setelah beban atau tegangan dihilangkan (Callister, 2007,p.138).
6. Plastisitas (plasticity)
Kemampuan suatu bahan untuk mengalami sejumlah deformasi permanen tanpa
mengalami kerusakan dimensi (Callister, 2007,p.143).
7. Kelelahan (fatique)
Merupakan kecenderungan logam untuk patah jika menerima tegangan atau
beban secara berulang-ulang baik beban dinamis maupun fluktuatif (Callister,
2007,p.227).
8. Keuletan (ductility)
Kemampuan kemampuan suatu material untuk diregang atau ditekuk secara
permanen hingga mengalami patah (Avner, 1974,p.41).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

9. Kegetasan (brittleness)
Sifat sifat kerapuhan pada material, yang berarti material tersebut pecah dengan
sedikit pergeseran permanen (Avner, 1974,p.669).
10. Mulur (Creep)
Kecenderungan deformasi plastis suatu material secara terus menerus pada
temperature tinggi ketika tegangan masih dibawah batas yield (Avner, 1974,p.45).
11. Keausan
Merupakan ketidaksengajaan pengikisan permukaan pada suatu material
karena penggunaan material (Avner, 1974,p.567).

1.3 Perlakuan Panas


Perlakuan panas pada dasarnya adalah pengubahan sifat-sifat bahan dengan
pemanasan (heating), ditahan pada suhu tetap (holding), pendinginan (cooling) tertentu
untuk menghasilkan sifat bahan tertentu dan sesuai batas kemampuan dari masing-
masing bahan (Thomas G. Digges and Samuel J. Rosenberg, 1960, p.8).
A. Perlakuan Panas Fisik
Perlakuan panas yang pada dasarnya dilakukan kepada logam dan paduannya
untuk mengubah sifatnya dengan cara pemanasan dan pendinginan (Chaturvedi,
2015, p.1).
1. Hardening
Baja bisa dikeraskan dengan cara yang sederhana yaitu dengan
pemanasan di atas transformasi Ac3, ditahan dengan cukup lama untuk
memastikan temperature yang merata dan larutan karbon di austenite dan juga
pendinginan dengan cepat (quenching), pengerasan sempurna bergantung pada
pendinginan cepat (Thomas G. Digges and Samuel J. Rosenberg, 1960, p.11).
2. Annealing
Annealing adalah proses yang melibatkan pemanasan dan pendinginan,
biasanya diterapkan untuk menghasilkan pelunakan. Proses annealing sering
disebut stressrelief annealing, biasanya diterapkan pada pekerjaan dingin baja
karbon rendah (hingga sekitar 0.25% karbon) untuk melunakkan baja
secukupya hingga memungkinkan coldworking lebih lanjut (Thomas G. Digges
and Samuel J. Rosenberg, 1960, p.9).
3. Normalizing

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Normalizing normalizing adalah proses dimana baja dipanaskan sampai


suhu di atas Ac3 dan kemudian didinginkan di udara tetap. Tujuan perlakuan
ini adalah untuk menghilangkan pengaruh apapun dari perlakuan panas
sebelumnya ataupun pengerjaan dingin (Thomas G. Digges and Samuel J.
Rosenberg, 1960, p.11).
4. Tempering
Tempering adalah proses pemanasan kembali (martensit) atau baja yang
dinormalkan kembali pada suhu di sekitar temperature di bawah kritis. Sebagai
suhu tempering meningkat, martensite dari baja yang dikeraskan melewati
tahap martensit temper dan secara bertahap diubah menjadi struktur yang
terdiri dari spheroid sementit dalam matriks ferit, sebelumnya disebut sorbite.
Perubahan ini disertai dengan penurunan kekerasan dan peningkatan
ketangguhan. Temperatur tempering tergantung pada sifat yang diinginkan dan
tujuan penggunaan baja (Thomas G. Digges and Samuel J. Rosenberg, 1960,
p.12).
a. Martempering
Metode untuk meminimalisir distorsi dan retakan selama pendinginan
dengan martempering atau marqunching.Pada proses pendinginan, baja di
quenchingsecara cepat hingga sedikit di atas garis Ms dalam cairan
elektrolit, lalu ditahan hingga suhu pada inti sama dengan suhu pada
permukaan, kemudian didinginkan dalam suhu kamar.Metode yang sangat
efektif lainnya untuk meminimalisasi distorsi dan crack adalah dengan
menggunakan martempering atau marquenching. Dilakukan dengan
menggunakan suhu panas ke suhu aunstenit yang tepat, proses quenching
yang cepat dalam cairan garam yang terjadi di atas temperatur Ms, dan
ditahan selama beberapa waktu ( Avner, 1974, p.340).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Gambar 1.13 Martempering


Sumber : Avner (1974, p.340)

c. Austempering
Austempering merupakan proses perlakuan panas yang merupakan
perkembangan dari diagram I-T untuk memperoleh struktur yang 100%
bainite. Itu dicapai dengan pemanasan pertama dari suhu austenite yang
diikuti dengan pendinginan cepat dalam air garam sampai temperature
bainitev (Avner, 1974, p.313)

Gambar 1.14 Austempering


Sumber : Avner (1974, p.314)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

B. Perlakuan Panas Kimiawi


Perlakuan panas yang pada dasarnya komposisi kimia dari lapisan bawahnya
diubah dengan perlakuan yang melibatkan karbon, nitrogen maupun karbon dan
ditrogen (Thomas G. Digges and Samuel J. Rosenberg, 1960, p.13).
1. Carburizing
Carburizing adalah proses yang memperkenalkan karbon menjadi paduan
besi padat dengan memanaskan logam yang bersentuhan dengan material karbon
ke suhu di atas Ac3 baja dan menahannya pada suhu tersebut. Kedalaman
penetrasi karbon tergantung pada suhu, waktu pada suhu, dan komposisi agen
karburator. Sebagai indikasi kasar, kedalaman karburasi sekitar 0,030 hingga
0,050 inci dapat diperoleh dalam waktu sekitar 4 jam pada 1.700 F, tergantung
pada jenis agen karburator, yang mungkin berupa padat, cair, atau gas (Thomas
G. Digges and Samuel J. Rosenberg, 1960, p.13). Macam-macam carburizing :
a) Pack Carburizing
Proses karburasi atau penambahan karbon pada permukaan benda kerja
dengan menggunakan karbon yang didapat dari bubuk arang. Proses material
dimasukkan dalam kotak yang berisi medium kimia aktif padat. Kotak
tersebut dipanaskan sampai 900-950OC. bahannya biasanya arang atau kokas.
b) Paste Carburizing
Medium kimia yang digunakan berbentuk pasta. Prosesnya yaitu bagian
yang dikeraskan ditutup dengan pasta dengan ketebalan 3-4 mm kemudian
dikeringkan dan dimasukkan dalam kotak. Prosesnya dilakukan pada 920-
930OC. pasta yang digunakan adalah aluminium oksida, kaolin dan saolin
sodium karbonat.
c) Gas Carbunizing
Di sini logam dilepaskan dalam atmosfir yang banyak mengandung
karbon yaitu gas alam maupun gas bainit kerja dipanaskan 850-900OC serta
juga bisa dengan gas hidrokarbon yang mudah terdifusi.
d) Liquid Carburizing
Proses carburizing dilakukan pada medium kimia aktif cair komposisi
medium kimianya adalah soda abu, NaCl, SiC, dan kadang kadang dilengkapi
NH4Cl. Suhu prosesnya antara 850-900OC.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

2. Nitriding
Proses Nitriding dari mesin dan baja yang dilakukan proses perlakuan
panas, yang terbebas dari dekarburasi permukaan, ke aksi media nitrogen,
biasanya gas ammonia, pada suhu sekitar 930oF hingga 1000oF, dimana
permukaan yang sangat keras akan diperoleh. Efek pengerasan permukaan
adalah karena penyerapan nitrogen dan perlakuan panas subsequent dari baja
yang tidak diperlukan. Waktu yang dibutuhkan relatif lama, biasanya 1 hingga
2 hari. Kasus ini bahkan setelah 2 hari nitridasi umumnya kurang dari 0,020
inchi dan kekerasan tertinggi ada dilapisan permukaan hingga kedalaman
hanya seperseribu inchi (Thomas G. Digges and Samuel J. Rosenberg, 1960,
p.15). Ada 2 macam nitriding yaitu :
a) Straight Nitriding, digunakan media besi paduan, besi tuang (meningkatkan
kekerasan, ketahanan gesek dan fatigue) melapisi hingga bagian permukaan.
b) Anti-Corrosion Nitriding, bahan yang digunaka biasanya besituang dan
baja paduan. Derajat dari kelarutan yang dicapai adalah 30%-70%.
Melapisi bagian ujung untuk mencegah terjadinya suatu proses korosi pada
benda.

3. Cyaniding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan unsur
karbon dan nitrogen, bertujuan untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan
gesek, dan kelelahan. Bila proses ini dilakukan diudara disebut carbon
nitriding (Thomas G. Digges and Samuel J. Rosenberg, 1960, p.14).

C. Perlakuan Panas pada Permukaan


Perlakuan panas yang pada dasarnya dilakukan hanya untuk mengerasakan
tanpa mengubah komposisi kimia dari lapisan permukaan (Thomas G. Digges and
Samuel J. Rosenberg, 1960, p.15) .
1. Flame Hardening
Pada dasarnya flame hardening adalah metode hardening dangkal.
Bagian baja yang akan dihardening dipanaskan hingga suhu austenite kemudain
diquenching sampai membentuk martensite oleh karena itu hanya dapat
digunakan pada bja yang dapat dikeraskan, pad flame hardening panas
diaplikasikan dari oxyacetylene torch seperti pada gambar 1.17, zona kedalaman

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

pengerasan dapat ditentukan dengan intensitas api, pemansan dan waktu (Avner,
1974, p.332).

Gambar 1.15 Flame Hardening


Sumber : Avner (1974, p.332)

2. Induction Hardening
Pemanasan yang dilakukan dengan menggunakan arus listrik frekuensi
tinggi. Logam berbentuk silindris diletakkan pada indikator ini. Jadi pemanasan
dari permukaan dipengaruhi oleh frekuensi dan waktu dari pemanasan.
Pendinginan dilakukan dengan penyemprotan air setelah pemanasan selesai
(Avner, 1974, p.333).

Gambar 1.16 Induction Surface Hardening


Sumber : Avner (1974 p.334)

3. Electrolityc Surface Hardening


Electrolityc Surface Hardening adalah penerasan permukaan fisik yang
bertujuan untuk mengeraskan permukaan baja untuk meningkatkan ketahanan
aus. Dibandingkan dengan perlakuan pengerasn kimia seperti karburasi dan
nitridasi, pengerasan permukaan terjadi tanpa mepengaruhi sifat kimia.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Pengerasan permukaan elektrolit berbeda dengan pengerasan nyala api dan


pengerasan laser karena mengeraskan permukaan umumnya tidak hanya 1 titik
tempat tertentu (Ijaetcs, 2017, p.1).

Gambar 1.17 Unit of Electrolityc Surface Hardening System


Sumber : Ijaetcs (2017, p.21)

1.4 Diagram Fasa Fe3C


Diagram fase yang paling sederhana adalah diagram tekanan-temperatur dari zat
tunggal, seperti air.Sumbu-sumbu diagram berkoresponden dengan tekanan dan
temperatur. Diagram fase pada ruang tekanan-temperatur menunjukkan garis
kesetimbangan dan fase antara tiga fase padat, cair, dan gas.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Gambar 1.18 Diagram fasa Fe-Fe3C


Sumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Universitas Brawijaya(2017)

Dari gambar 1.24, dapat kita lihat pada proses pendinginan perubahan struktur
kristal dan struktur makro sangat bergantung pada komposisi kimia. Pada kandungan
karbon 0,83% sampai 6,67% terbentuk struktur makro yang dinamakan cementit Fe3C.
Angka 6,67 berasal dari :
𝐴𝑟𝐶 12
= 𝑥 100% = 6,67 % .......................................................................... (1-1)
𝑀𝑟Fe 3C 100

Keterangan diagram fasa Fe-Fe3C akan dijelaskan sebagai berikut:


0,008%C : batas kelarutan maksimum karbon pada ferrite dengan suhu kamar.

0,025%C : batas ketentuan maksimum karbon pada ferrite temperature 7230C.


0.83%C : titik eutectoid

2%C : batas kelarutan karbon pada besi gamma pada temperature 14030C.
Garis A0 : garis temperature dimana terjadi perubahan magnetic dari cementit.
Garis A1 : garis temperature pendinginan perubahan austenite menjadi ferrite.
GarisA2 : garis temperature dimana terjadi transformasi magnetic pada ferrite.
Garis A3 : garis dimana terjadi perubahan ferrite menjadi austenite (gamma)
pada pemanasan.
GarisACM : garis kelarutan karbon pada besi gamma.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Garis solidus : garis yang menunjukkan awal dari proses pembekuan.


Garis liquidus : garis yang menunjukkan awal dari proses pendinginan.
Garis solvus : garis yang menunjukkan batas antara fasa padat dengan faas padat lain.
Garis A : garis yang menunjukkan kandungan karbon minimum dari transformasi
baja hypoeutectoid.
Garis B : garis yang menunjukkan kandungan karbon minimum dari transformasi
baja hypereutectoid.
Garis E : garis yang menunjukkan transformasi eutectoid.
(Nasmi Herlina, 2018, p.109)

a. Reaksi eutectoid
Transformasi yang dibahas adalah transformasi yang terjadi pada kondisi
equilibrium. Untuk pembahasan ini lihatlah diagram fasa Fe-Fe3C.Reaksi reversible
terjadi setelah pemanasan, "eutektoid" adalah reaksi, bahwa satu fasa padat bukan
cairan berubah menjadi dua fasa padat lainnya pada suhu tunggal. Reaksi eutektoid
ditemukan dalam sistem besi-karbon yang sangat penting dalam proses perlakuan
panas baja (D.Callister. 1940,p.314).
Reaksi eutektoid ini adalah transformasi padatanfase austenite menjadi besi Alfa
dan sementit (D.Callister.1940,p.321).
Reaksi eutectoid merupakan reaksi yang biasa terjadi pada saat kondisi solid.
Prosesnya hampir sama dengan eutektik tanpa menggunakan liquid. Disini fasa solid
akan berubah saat pendinginan menjadi 2 fasa solid yang baru (Avner, 1974, p.212).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Gambar 1.19 Transformasi baja eutectoid


Sumber : Avner (1974,p.212)

b. Reaksi Hypoeutectoid
Microstruktur untuk paduan besi-besi karbida memiliki selain komposisi
eutektoid sekarang dieksplorasi. dengan mempertimbangkan komposisi C0 di
sebelah kiri eutektoid, antara 0,022 dan 0,76% berat C; maka hal ini disebut dengan
paduan hypoeutectoid (kurang dari eutektoid) (D.Callister, 1940,p.324).
Baja pada jenis ini apabila dipanaskan di atas suhu austenite maka akan terjadi
perubahan fase menjadi fase austenite dan apa bila di dinginkan hingga mencapai
titik A1 maka sebagian akan berubah menjadi ferrit tetapi sebagian masih berupa
austenite, dan pada saat di dinginkan hingga dibawah suhu austenite, maka sisa
austenite akan membentuk pearlit sehingga menyisakan hanya pearlit dan ferrit.
(Purnawidodo dan Setyabudi, 2014, p.25).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

c. Reaksi Hypereutectoid

Gambar 1.20 Transformasi Baja Hyper-Eutectoid


Sumber: Avner (1996:240)

Pada mikrostruktur untuk paduan hypereutectoid mengandung antara 0,76 dan


2,14% berat C, yang didinginkan dari suhu dalam bidang fase (D.Callister
1940,p.327).
Pada jenis ini baja apabila ferrite dipanaskan hingga suhu austenite maka akan
menjadi fasa austenite. Di dinginkan hingga suhu dibawah garis Acm maka
komposisi austenite telah mencapai komposisi eutektoid. Sehingga austenit akan
mengalami reaksi eutectoid menjadi perlit. Dan apa bila melewati garis A3,1 maka
perlit akan dikelilingi oleh sementit. (Purnawidodo dan Setyabudi, 2014, p.26).

1.5 Diagram TTT


Diagram TTT sangat penting untuk proses perlakuan panas. Namun, ini hanya
menggambarkan situasi ketika kesetimbangan telah terbentuk antara komponen karbon
dan besi. Dalam perlakuan panas yang luar biasa besar, parameter waktu adalah salah
satu faktor penentu, yang pengaruhnya ditunjukkan oleh apa yang disebut sebagai
diagram TTT. Dari diagram ini dimungkinkan untuk mengikuti efek waktu dan suhu
pada kemajuan transformasi. Demi kenyamanan sumbu waktu ditarik ke skala logaritma
(Karl-Erik Thelning, 1984, p.6)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Gambar 1.21 Diagram Transformation Temperature Time TTT

Suhu memainkan peran penting dalam laju transformasi dari austenit ke perlit.
Komposisi paduan besi dalam komposisi eutektoid sangatlah bergantung pada waktu.
(Callister, 2014, p.371).

1.6 Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation )


Diagram CCT adalah singkatan dari Continous Cooling Transformation, yang
berarti transformasi terjadi selama pendinginan berkelanjutan. Diagram seperti itu
melengkapi diagram TTT tetapi diagram CCT di bagian utama yang memainkan peran
yang sangat penting dalam perlakuan panas baja. Oleh karena itu mereka sering
digunakan lebih lanjut dalam buku ini (Karl-Erik Thelning (1984,p.20))

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Gambar 1.22 Diagram Continous Cooling Transformation CCT


Sumber: Avner(1974, p.274)

Transformasi pada gambar 1.24terlihat bahwa dengan menggeser nose, maka proses
pendinginan yang relatif lebih lambat dibanding TTT. Diagram untuk perbandingan
kontinyu seringkali disebabkan oleh kelebihan diagram TTT yang memberikan
perkiraan terhadap klasifikasi mikrostruktur baja selama pendinginan kontinyu.
Pada proses laju pendinginan perlahan akan menghasilkan pearlit, pada proses laju
pendinginan yang sedang akan dihasilkan pearlit dan martensit. Pada laju pendinginan
cepat akan menghasilkan yang seluruhnya martensit.
Diagram Continous Cooling Transformation atau biasa disebut CCT diagram,
merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara laju pendingin kontinu
dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah terjadinya transformasi fasa secara
teoritis. Sebagian besar perlakuan panas pada baja melibatkan pendinginan terus
menerus hingga suhu ruangan. Diagram TTT hanya berlaku pada suhu konstan. Hal ini
harus dimodifikasi karena untuk transformasi yang terjadi karena suhu terus berubah
ubah. Untuk pendinginan terus menerus waktu yang diperlukan untuk memulai reaksi
ditunda sehingga kurva isotermal bergeser ke waktu yang lebih lama dan suhu lebih
rendah.(Callister, 2014, p.381).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

1.7 Pergeseran Titik Eutetectoid


Diagram fase Fe-Fe3C dibuat tanpa unsur paduan, jika terdapat unsur paduan maka
diagram akan mengalami pergeseran, sedangkan pergeseran yang terjadi pada diagram
ini dapat ditentukan dengan bantuan diagram berikut ini.

Gambar 1.23 Pengaruh Komposisi Bahan


Sumber: Avner (1974, p.353)

Dari diagram diatas terlihat komposisi unsur paduan mempengaruhi komposisi


eutectoid dan suhu pada gambar (b). Unsur paduanmenggeser temperatur eutectoid dari
723˚C menjadi naik atau turun tergantung jenis dari besarnya unsur paduan yang
ditambah. Pergeseran dari diagram Fasa dapat dihitung dari pergeseran titik eutectoid
(perpotongan AC3 dan Acm pada diagram fasa) dengan rumus :
∞ 𝑇𝐶 𝑥 %𝐶 ∞ 𝑇𝐶 𝑥 %𝐶
𝑐=𝑎 𝑐=𝑎
𝑇𝐶 = ∞ %𝐶 %𝐶 = ∞ 𝑇𝐶 …………………………………(1-1)
𝑐=𝑎 𝑐=𝑎

Contoh perhitungan :
Spesimen dengan komposisi kimia Cr = 1,2%, Mn = 0,3%, Si = 0,2%. tentukan
pergeseran titik eutectoidnya.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

Penyelesaiannya :
Tabel 1.1 Contoh Komposisi Kimia Spesimen
Unsur Paduan %Paduan Suhu Eutectoid %C
Cr 1.2% 799.25 0.65
Mn 0.3% 720.00 0.76
Si 0.2% 730.00 0.74


𝑐=𝑎 𝑇𝐶 𝑥 %𝐶
𝑇𝐶 = ∞ %𝐶
𝑐=𝑎

799,25 𝑥 0,65 + 720,00𝑥0,76 + 730,00𝑥0,74


𝑇𝐶 =
0,65 + 0,76 + 0,74
𝑇𝐶 = 747,4 ˚C

𝑐=𝑎 𝑇𝐶 𝑥 %𝐶
%𝐶 = ∞ 𝑇𝐶
𝑐=𝑎

799,25 𝑥 0,65 + 720,00𝑥0,76 + 730,00𝑥0,74


%𝐶 =
799,25 + 720,00 + 730,00
%𝐶 = 0,76%

Gambar 1.24 Grafik Pergeseran Tititk Eutectoid

Keterangan : Fe – Fe3C
Pergeseran Titik Eutectoid

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019
Kelompok 09 Pendahuluan

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book SemesterGanjil 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai