BAB II
PENGUJIAN KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR
Tabel 2.1
Kekerasan Material berdasarkan Moh’s Method
Moh’s
scale of Material Chemical Formula Explanation
hardness
1 Talc Mg2(OH)2(Si2O5)2 Very soft, can be podered with finger
2 Gypsum CaSO4 Moderately soft, but can scratch lead
3 Calcite CaCO3 Can scratch a fingernail
4 Fluorite CaF2 Can scratch a copper coin
5 Apatite Ca5(PO4)3(Cl2F) Can only just scratch a knife blade
6 Feldspar KAlSi3O8 Can scratch a knife blade
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2F2SiO4 All material harder than 6 will scratch
9 Corundum Al2O3 window glass
10 Diamond C
Sumber : Mills, David (2004, p.506)
Skala Moh’s jarang digunakan dalam pengujian bahan karena interval skalanya
yang tinggi. Sehingga hasilnya kurang tepat, terutama untuk logam.
3. Resistance to Indentation
Metode ini dilakukan dengan penekanan permukaan suatu material dengan
menggunakan indentor (material penekan) (Avner, 1997, p.26). Uji kekerasan
dengan metode identasi ini terdiri dari :
• Pengujian Brinell
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bola baja yang diperkeras
(hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu. Menurut
standardnya, untuk material ferrous, digunakan indentor bola baja dengan
diameter 10 mm dan beban penekanan sebesar 3.000 kg selama 10 detik.
Sedangkan untuk material non-ferrous, digunakan indentor bola baja dengan
diameter 10 mm dan beban penekanan sebesar 500 kg selama 30 detik. Hasil
penekanan adalah jejak yang berbentuk lingkaran bulat yang harus dihitung
diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur jejak (Avner, 1974, p.26).
Jadi, rumus penghitungan pengujian metode Brinell :
𝐿
𝐻𝐵 = ........................................................................(2 – 1)
(𝜋𝐷/2) (𝐷− √𝐷2 − 𝑑 2 )
Keterangan:
HB = Hardness Brinell
L = Beban yang diberikan (kg)
D = Diameter indentor bola (mm)
d = Diameter jejak indentasi (mm)
(Avner, 1974, p.26).
Nilai kekerasan dari brinell dengan menggunakan bola baja standar adalah
terbatas pada sekitar 500 HB. Saat material bertambah keras, indentor akan
mengalami kecenderungan untuk berdeformasi, dan pembacaan nilai kekerasan
tidak akan akurat.
• Pengujian Vickers
Metode ini menggunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut
136 derajat. Menurut standardnya, pembebanannya sebesar 1 – 120 kg. Prinsip
pengujian metode ini hampir sama dengan metode Brinell yaitu berdasarkan
beban dan area dari bekas indentasi. Bekas indentasi yang dihasilkan berbentuk
bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal dari bujur sangkar akan diukur
menggunakan mikroskop yang memiliki lensa okuler. Pengujian dengan metode
ini bisa digunakan untuk mengukur kekerasan plat yang sangat tipis ataupun
material yang tebal. (Avner, 1974, p.32).
1,854 𝐿
𝐻𝑉 = …………………………………………………..….(2 – 2)
𝑑2
Keterangan:
HV = Hardness Vickers
L = Beban yang diberikan (kg)
d = Panjang diagonal hasil indentasi
• Pengujian Rockwell
Berbeda dengan metode Brinell dimana kekerasan suatu material dinilai dari
diameter/diagonal jejak yang dihasilkan, maka metode Rockwell menggunakan
pembacaan langsung berdasarkan prinsip pengukuran kedalaman diferensial.
Tes ini dilakukan dengan perlahan-lahan menaikkan spesimen terhadap
indentor sampai minor load telah diterapkan. Ini ditunjukkan pada dial gauge.
Kemudian major load diterapkan melalui sistem tuas. Setelah dial pointer
berhenti, major load dihilangkan dan minor load masih bekerja, nomor kekerasan
Rockwell dibaca pada dial gauge.
Karena urutan angka pada pengukur terbalik, bekas yang dangkal pada
material keras akan menghasilkan angka yang tinggi sementara bekas yang dalam
pada material yang lunak akan menghasilkan angka yang rendah. Ada dua mesin
Rockwell, penguji normal untuk bagian yang relatif tebal dan superficial tester
untuk bagian yang tipis. Minor load adalah 10 kg pada tester normal dan 3 kg
pada superficial rockwell. Berbagai indenters dan beban dapat digunakan,
dan setiap kombinasi menentukan skala Rockwell tertentu. (Avner, 1974, p.30)
Tabel 2.2
Skala indentor pengujian kekerasan Rockwell
Tabel 2.3
Skala Superficial Rockwell Hardness
Scale Symbols Indenter Major Load (kg)
15 N Diamond 15
30 N Diamond 30
45 N Diamond 41
15 T 1 15
in Bola Baja
16
30 T 1 30
in Bola Baja
16
45 T 1 45
in Bola Baja
16
15 W 1 15
in Bola Baja
16
30 W 1 30
in Bola Baja
8
45 W 1 45
in Bola Baja
8
4. Mikrostruktur
Mikrostruktur merupakan subjek pada pengamatan mikroskopik secara langsung,
menggunakan mikroskop optic ataupun mikroskop electron. Pada logam paduan,
mikrostruktur dikarakterkan berdasarkan jumlah fase yang ada, proporsinya, dan
bagaimana susunan atau persebarannya. Mikrostruktur suatu paduan bergantung pada
paduan yang diberikan, dan perlakuan panas. (Callister, 2009, p.284)
• Mikroskop Optik
Dengan mikroskop optik, mikroskop cahaya digunakan untuk mempelajari
struktur mikro; sistem optik dan iluminasi adalah elemen dasarnya. Untuk bahan
yang tidak tembus cahaya (semua logam, keramik dan polimer) hanya permukaan
yang dapat diamati, dan mikroskop cahaya harus digunakan dalam mode
pemantulan. Kontras dalam gambar yang dihasilkan dari hasil perbedaan
reflektifitas berbagai daerah mikro. Investigasi jenis ini sering disebut metalografi
karena logam pertama kali diperiksa menggunakan teknik ini (Callister, 2009,
p.108).
Permukaan spesimen harus terlebih dahulu digosok menjadi halus dan seperti
kaca. Ini dilakukan dengan menggunakan kertas dan serbuk abrasif yang halus.
Struktur mikro dapat terlihat menggunakan pereaksi kimia yang sesuai dalam
prosedur yang disebut etching. Reaktivitas kimia dari butiran beberapa bahan fase
Gambar 2.4 (a) Butir yang dipoles dan tergores karena mereka mungkin muncul ketika
dilihat dengan mikroskop optik. (b) Bagian yang diambil melalui biji-
bijian ini menunjukkan bagaimana karakteristik goresan dan tekstur
permukaan yang dihasilkan bervariasi dari biji-bijian ke biji-bijian karena
perbedaan orientasi kristalografi. (c) Photomicrograph dari spesimen
kuningan polikristalin, pembesaran 60x.
Sumber : Callister (2009, p.109)
Gambar 2.5 (a) Bagian dari batas butir dan alur permukaannya disebabkan
penggoresan; karakteristik pantulan cahaya di sekitar alur juga
ditunjukkan. (b) Photomicrograph dari permukaan spesimen
polikristalin poles yang dipoles dan digores dari paduan besi-kromium
di mana batas butir tampak gelap, perbesaran 100x
Sumber : Callister (2009, p.118)
1. Silicon
Dibawah 0.3% Si, akan meningkatkan kekuatannya tanpa banyak
mengurangi keuletannya. Diatas 0.4% akan mengurangi keuletan baja karbon.
(Akuan, 2009, p.4)
2. Phosphorus (P)
Phospor akan meningkatkan kekuatan. (Akuan, 2009, p.4)
3. Chromium (Cr)
Akan meningkatkan hardenability, dan ketahanan korosi. Selain itu juga
akan meningkatkan ketahan abrasi pada baja karbon tinggi. (Akuan, 2009, p.5)
3. Perlakuan Panas
Pengaruh perlakuan akan mempengaruhi kekerasan logam tergantung dari
banyaknya martensit yang terbentuk. Kekerasan diperoleh saat quenching terutama
tergantung kadar karbon bajanya. Jika laju pendinginan lebih rendah dari tingkat
kritisnya maka jumlah martensite akan berkurang sehingga menurunkan kekerasan
baja secara keseluruhan (Thelning, 1984, p.144).
4. Ukuran Butir
Kekerasan diukur dengan indentasi nanosize di bawah lekukan atom diperiksa
untuk kasus-kasus nanocrystalline nickel dengan menggunakan simulasi molecular
dynamics (MD). sampel dengan ukuran butir kecil menghasilkan area plastik yang
lebih besar, yang mengarah ke respon kekerasan yang lebih lembut. Kekuatan /
kekerasan yang meningkat telah dikaitkan dengan fraksi area peningkatan batas butir
(GB), yang bertindak sebagai penghalang kuat untuk gerakan dislokasi. (Liu, 2013,
p.1)
5. Homogenitas arah orientasi
Hal ini berhubungan dengan proses inter sisi atom karbon dalam hubungannya
dengan pergerakan dislokasi (orientasi arah atom berbeda) dan sebagian kecil proses
slip (Purnowidodo dan Setyabudi, 2014, p.49).
Ferrite adalah besi-baja karbon yang mengandung sedikit sekali karbon. Ferrite
stabil dalam temperature di bawah 912° C. kandungan maksimal karbon dalam fasa
ini adalah 0.025% pada suhu 1333° F dan hanya mengandung 0.008% karbon pada
suhu ruang. Fasa ini memiliki kekerasan paling rendah diantara fasa lain dalam
diagram Fe-Fe3C. Gambar 2.10 menunjukkan gambaran fasa ferrite. Kekerasan fasa
ini menurut Rockwell C adalah 0 dan atau Rockwell B = 90 (Avner, 1974, p.234).
2. Austenite
3. Cementite
Fasa cementite merupakan fasa besi – karbon (Fe3C) yang sangat keras dan getas.
Fasa ini mengandung karbon sebesar 6,7%. Fasa ini fasa yang keras dan brittle.
Struktur ini ada struktur yang paling keras pada diagram Fe-Fe3C. Struktur kristalnya
adalah orthorhombic (Avner, 1974, p.234).
4. Ledeburite
Fasa ini merupakan campuran eutectic dari austenite dan cementite. Fasa besi –
karbon ini memiliki kadar karbon sebesar 4.3 % dan terbentuk pada 2065 ° F.
Gambar 2.11 menunjukkan gambaran fasa ledeburite (Avner, 1974, p.234).
5. Pearlite
6. Besi Delta
Besi delta terjadi diantara 2795 dan 2535 oF. Besi delta memiliki struktur kisi
BCC dan bersifat magnetik. Pada pemanasan, perubahan allotropik terjadi ketika besi
gamma (FCC) berubah menjadi besi delta (BCC) dan kemudian disertai dengan
mengembangnya lattice. (Pollack, 1981, p.141)