Anda di halaman 1dari 31

Kelompok 06 Pendahuluan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Teori Dasar Pengujian Bahan


Pada pengujian bahan, material-material di tes oleh para insinyur untuk memastikan
bahwa material yang dipasok atau didistribukan aman, dan juga beberapa alasan lain
yaitu bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia, menentukan kecocokan sebuah
material untuk pemilihan material agar dapat dilakukan dengan tepat untuk suatu
keperluan, dan menentukan data seperti nilai tegangan yang berguna untuk saat
mendesain sebuah benda. Cara pengujian bahan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
destructive test dan non- destructive test. (Kakani, 2004, p.246)
1.1.1 Pengujian Bahan
Dalam pengujian bahan ini terdapat dua macam pengujian jika ditinjau berdasarkan
sifat dari pengujian tersebut, yaitu :
A. Pengujian Destruktif
Pengujian destruktif adalah pengujian suatu bahan yang membuat bahan yang
diuji mengalami deformasi permanen dan biasanya terjadi kerusakan pada bahan
yang diuji (Callister, 2013, p.171). Pengujian destruktif terdiri dari :
1. Pengujian Tarik
Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan untuk
mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya bahan uji
ditarik sampai putus (Purnomo, 2017, p.54).

Gambar 1.1 Alat Pengujian Tarik

2. Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan (Hardness Test) adalah pengujian material untuk
mengetahui kemampuan suatu ketahanan material terhadap deformasi plastik

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 1
Kelompok 06 Pendahuluan

ataupun goresan yang terlokalisasi (Callister, 2013, p.191). Ada beberapa


macam metode dalam pengujian kekerasan, yaitu;
a. Metode Brinell
Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material
terhadap bola baja (indentor) yang ditekankan pada permukaan material uji
tersebut bola baja (indentor) yang ditekankan pada permukaan material uji
tersebut (specimen) (Sari, 2018, p.31).
Uji kekerasan Brinell biasanya terdiri dari tekanan hidrolik vertikal
yang dioperasikan tangan, yang dirancang untuk menekan indentor bola ke
permukaan spesimen uji. Prosedur standar tes dilakukan dengan bola
berdiameter 10 mm di bawah beban 3.000 kg untuk ferrous, atau 500 kg
untuk non-ferrous (Avner 1974, p.27).

Gambar 1.2 Brinell Test


Sumber : Avner (1974, p.27)

b. Metode Vickers

Dalam metode ini, instrumen menggunakan penekan berbasis


persegi berlian-piramida dengan sudut termasuk 136° antara penampang
yang berlawanan arah (lihat Gambar 1.3). Kisaran beban biasanya antara
1 dan 120 kg (Avner 1974, p.31).
Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan untuk
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material
terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 derajat yang
ditekankan pada permukaan pada material uji tersebut (Sari, 2018, p.36).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 2
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.3 Vickers Test Indentor


Sumber : Sari (2018, p.36)

c. Metode Rockwell

Tes kekerasan ini menggunakan instrumen yang adapat dibaca


langsung berdasarkan prinsip pengukuran kedalaman diferensial
(Gambar 1.4). Tes dilakukan dengan perlahan-lahan menaikkan
spesimen melawan indentor sampai beban minor yang tetap telah
diterapkan. Ini ditunjukkan pada pengukur dial (dial gauge) (Avner,
1974, p. 30).

Gambar 1.4 Rockwell Test


Sumber: Callister (2000, p.178)

3. Pengujian Pukul (Impact)


Pukul adalah pembebanan yang sangat cepat. Uji pukul untuk mengukur
ketangguhan suatu bahan asat pembebenan pukul / kejut. Uji pukul telah
distandartkan oleh Charpy dan Izod (Hadi, 2016, p.79). Ada 2 metode dalam
pengujian ini, yaitu charpy dan izod.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 3
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.5 Alat Uji Impact


Sumber: Callister (2000, p.252)

B. Pengujian Non-Destruktif
Pengujian Non-Destruktif adalah pengujian suatu material dengan segala cara
dengan tidak merusak atau menyebabkan cacat pada material tersebut (Avner,
1974, p.45). Contoh dari pengujian Non-Destruktif, diantaranya :
a. Pengujian Visual
Metode ini bertujuan untuk menemukan cacat atau retak serta melihat
korosi pada permukaan. Digunakan alat bantu optikal untuk dapat melihat
cacat atau retakan pada permukaan secara jelas.
b. Pengujian Cairan Penetrant
Cara ini dipakai untuk mendeteksi cacat dengan penembusan zat pada
celah cacat di permukaan. Cairan fluoresen atau non-fluoresen dipakai untuk
maksud ini. Yang pertama diamati di bawah sinar UV dengan panjang
geombang 330- 390 mm, dan yang terakhir diamati di bawah sinar tampak
terang (Shinroku, 1995, p.42).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 4
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.6 Uji cairan penetrant


Sumber: Avner(1974, p.53)

c. Pengujian Ultrasonik
Gelombang ultrasonik 1-5 MHz merambat dalam bahan dan memantul di
tempat cacat, dari deteksi gelombang pantulan dapat diketahui adanya cacat.
Untuk memancarkan dan menerima gelombang ultrasonik dipergunakan kristal
barium titanat atau lainnya yang mempunyai sifat efek piezoelektrik.
Gelombang ultrasonik memantul 100% dari celah dan retakan, oleh karena itu,
kepekaan pengamatan sangat tinggi dibandingkan dengan pengujian dengan
penyinaran yang tidak dapat mengamati cacat kecuali jika benda ujinya
mempunyai ketebalan 1-2 inch. Akan tetapi yang terdeteksi adalah puncak
gelombang pantulan yang memerlukan pengalaman untuk menentukan keadaan
cacat pada bahan (Shinroku, 1995, p.42).

Gambar 1.7 Ultrasonic tester


Sumber : Avner (1974, p.50)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 5
Kelompok 06 Pendahuluan

d. Pengujian dengan bubuk magnet


Pengujian ini menggunakan media magnet, misalnya pada baja, berada
dalam medan magnet, fluks magnet pada baja akan terputus oleh adanya retakan
atau inklusi di sekitar permukaan jadi bubuk magnet akan di serap, kepekaan
pengamatan sangat tinggi kalua kondisinya baik (Shinroku, 1995, p.42).

Gambar 1.8 Uji magnetic particles


Sumber: Avner (1974, p.47)

e. Pengujian Eddy Current


Kalau barang uji ditempatkan dalam lilitan yang dialiri arus listrik frekuensi
tinggi, maka arus Eddy yang mengalir pada batang uji berubah kalau ada cacat,
yang akan memberikan induksi perubahan tegangan listrik oleh impendansi
lilitan atau dalam lilitan sendiri, jadi dihasilkan sinyal listrik. Cara ini dipakai
untuk menentukan bagian yang tidak pejal dilihat dari amplitude dan fasa dari
sinyal tersebut (Shinroku, 1995, p.42).

Gambar 1.9 Uji Eddy Current


Sumber : Avner (1974, p. 57)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 6
Kelompok 06 Pendahuluan

f. Pengujian Radiography

Dengan mempergunakan sinar X, sinar gamma, dan sinar netron yang


memiliki daya tembus besar melalui benda, memungkinkan untuk mengetahui
adanya cacat dari bayangan pada film yang ditempatkan di belakang benda, yang
menunjukkan variasi intensitas, karena perbedaan absorpsi sinar oleh rongga dan
kepadatan di dalam benda (Shinroku, 1995, p.42).

Gambar 1.10 Uji Radiography


Sumber : Avner (1974, p.55)

1.2 Sifat Mekanik Logam


Sifat mekanik logam adalah sifat yang menyatakan perilaku mekanik dari suatu
bahan yang akan mencerminkan respon atau deformasi dalam kaiatannya dengan beban
yang diterapkan (Callister, 2013, p.169). Sifat-sifat mekanik logam antara lain:

1. Kekuatan (Strength)
Merupakan kemampuan suatu bahan untuk menerima tegangan tanpa
menyebabkan bahan tersebut patah (Callister, 2007, p.144).
2. Kekerasan (Hardness)
Yaitu kemampuan material logam menerima gaya berupa penetrasi,
indentasi, serta pengikisan atau penggoresan tanpa mengalami deformasi
(Callister, 2007, p.155).
3. Kekakuan (Stiffness)
Yaitu kemampuan suatu bahan menerima beban tegangan tanpa
menyebabkan perubahan bentuk / defleksi (Callister, 2007, p.138).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 7
Kelompok 06 Pendahuluan

4. Ketangguhan (Toughness)
Yaitu sifat yang menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap
sejumlah energi hingga patah (Callister, 2007, p.150).
5. Elastisitas (Elasticity)
Yaitu kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa
mengakibatkan perubahan bentuk permanen setelah beban atau tegangan
dihilangkan (Callister, 2007, p.138).
6. Plastisitas (Plasticity)
Yaitu kemampuan suatu bahan untuk mengalami sejumlah deformasi
permanen tanpa mengalami kerusakan dimensi (Callister, 2007, p.143).

7. Kelelahan (Fatigue)
Yaitu kecenderungan logam untuk patah jika menerima tegangan atau
beban secara berulang-ulang atau beban dinamis dan fluktuatif (Callister,
2007, p.227).
8. Keuletan (Ductility)
Yaitu kemampuan suatu material untuk diregang atau ditekuk secara
permanen hingga mengalami patah (Avner, 1974, p.41).

9. Kegetasan (Brittleness)
Yaitu sifat kerapuhan pada material, yang berarti material tersebut
pecah dengan sedikit pergeseran permanen (Avner, 1974, p.669).
10. Mulur (Creep)
Yaitu deformasi plastis suatu material secara terus menerus pada
temperature tinggi ketika tegangan masih dibawah batas yield (Avner,
1974, p.45).
11. Keausan (Wearness)
Yaitu ketidaksengajaan pengikisan permukaan pada suatu material
karena penggunaan material (Avner, 1974, p.567).

Dalam sifat mekanik terdapat beberapa macam pembebanan, yaitu :


1. Pembebanan statik, yaitu pembebanan yang sifatnya statik atau besarnya tetap
dari waktu ke waktu.
2. Pembebanan dinamik, yaitu pembebanan yang besarnya beban dapat berubah-
ubah.
Ada berupa faktor yang mempengaruhi sifat mekanik logam, diantaranya:

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 8
Kelompok 06 Pendahuluan

1. Kadar karbon
Kandungan karbon ini juga mempengaruhi keuletan, ketangguhan dan sifat
mampu mesin karena semakin tinggi kadar karbon maka kekerasan akan semakin
tinggi namun akan menjadi rapuh.
2. Unsur kimia
Penambahan unsur kimia dapat mempengaruhi sifat mekanik logam karena
sifat dari unsur itu sendiri. Unsur – unsur kimianya antara lain:
a. Nikel (Ni)
- Meningkatkan kekuatan dan kekerasan.
- Meningkatkan kekerasan terhadap korosi.
- Meningkatkan keuletan dan ketahanan dari gesekan.
b. Krom (Cr)
- Meningkatkan kekerasan.
- Menambah karbida.
- Menambah keelastisan pada pegas.
c. Mangan (Mn)
- Meningkatkan kekerasan.
- Meningkatkan ketahanan terhadap suhu tinggi.
- Membuat bahan mengkilap.
d. Silikon (Si)
- Meningkatkan sifat mekanis.
- Membuat sifat logam menjadi kaku.
e. Karbon (C)
- Meningkatkan kekerasan dan kekuatan.
- Membentuk karbida Fe3C.
- Menurunkan elastisitas.
3. Homogenitas struktur mikro
Homogenitas akan mempengaruhi kekerasan, karena semakin homogen suatu
material atau semakin sama arah orientasi kristalnya maka material tersebut bersifat
semakin ulet. Bila strukturnya heterogen maka materialnya akan bersifat keras dan
getas.
4. Perlakuan panas
Perlakuan panas akan mempengaruhi kekerasan, karena semakin tergantung
pada perlakuan yang diberikan. Hardening akan meningkatkan kekerasan,
berikutnya tempering, lalu normalizing, dan yang paling lunak adalah annealing.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 9
Kelompok 06 Pendahuluan

1.3 Perlakuan Panas


Perlakuan panas adalah proses pemanasan, penahanan temperatur tertentu, dan
pendinginan pada suatu baja untuk memperoleh perbendaan kombinasi sifat-sifat
mekanik. Perlakuan panas dilakukan didalam tungku listrik dengan pengontrolan
temperatur yang tepat dan pendinginan ke suatu media pendingin sesuai dengan kondisi
dan spesifikasi bajanya. Macam-macam perlakuan panas yaitu :

A. Perlakuan panas fisik


1. Annealing
Istilah annealing mengacu pada perlakuan panas di mana bahan terkena
suhu tinggi untuk jangka waktu yang lama dan kemudian perlahan-lahan
didinginkan. Biasanya, proses ini dilakukan untuk (1) menghilangkan tekanan,
(2) meningkatkan kelembutan, keuletan, dan ketangguhan (3) menghasilkan
struktur mikro spesifik (Callister, 2000, p.388).

Gambar 1.11 Proses Annealling


Sumber: Callister (2000, p.216)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 10
Kelompok 06 Pendahuluan

2. Hardening
Hardening merupakan perlakuan panas yang bertujuan untuk memperoleh
kekerasan maksimum pada baja dengan dipanaskan hingga di atas temperatur
AC3 kemudian ditahan cukup lama agar mencapai temperatur austenite yang
seragam, setelah didinginkan secara cepat (quenching) dengan kecepatan
pendinginan di atas kecepatan pendinginan kritis agar terjadi pembentukan
martensite dan diperoleh kekerasan yang tinggi (Rosenberg, 1960, p.10).

Gambar 1.12 Daerah Temperatur Perlakuan Panas


Sumber : Callister (2000, p.303)

3. Normalizing

Normalizing pada baja dilakukan dengan memanaskan pada suhu


sampai 100°F-150°F diatas garis A3 dan didinginkan pada udara dengan
temperatur ruangan. Proses ini bertujuan untuk menghaluskan struktur butiran
yang mengalami pemanasan berlebihan, menghilangkan tegangan dalam,
meningkatkan permesinan, dan memperbaiki sifat mekanik material (Avner,
1974, p. 254).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 11
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.13 Diagram Normalizing


Sumber : Callister (1940, p.389)

4. Tempering
Dalam kondisi martensit ,baja bersifat brittle dan tidak dapat digunakan.
Bentukan martensite masih meninggalkan tekanan sisa yang tinggi. Oleh
karena itu, hardening dilanjutkan dengan proses Tempering yang memanaskan
baja pada di bawah temperatur kritis yang lebih rendah. Tempeing bertujuan
untuk mengurangi tegangan dalam dan melunakkan bahan setelah di-
hardening dan meningkatkan keuletan. Hal itu karena baja yang dikeraskan
dengan pembentukan martensit biasanya sangat getas sehingga tidak cukup
baik untuk berbagai pemakaian (Avner, 1974, p.305).

Gambar 1.14 Diagram Tempering


Sumber : Callister (2000, p.345)

Adapun macam-macam tempering adalah :


LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN
Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 12
Kelompok 06 Pendahuluan

a. Martempering
Metode untuk meminimalisir distorsi dan retakan selama pendinginan
dengan martempering atau marquenching. Pada proses pendinginan, baja di
quenching secara tepat hingga sedikit di atas garis Ms dalam cairan
elektrolit, lalu ditahan hingga suhu pada inti sama dengan suhu pada
permukaan, kemudian didinginkan dalam suhu kamar. Metode yang sangat
efektif lainnya untuk meminimalisi distorsi dan crack adalah dengan
menggunakan martempering atau marquenching. Dilakukan dengan
menggunakan suhu panas ke suhu austenite yang tepat, proses quenching,
yang cepat dalam cairan garam yang terjadi di atas temperature Ms, dan
ditahan selama beberapa waktu (Avner, 1974, p.340).

Gambar 1.15 Martempering


Sumber : Avner (1974, p.341)

b. Austempering
Austempering bertujuan untuk meningkatkan keuletan, ketahanan
impact, dan mengurangi distorsi. Struktur yang dihasilkan adalah bainit.
Pada proses pendinginan, baja diinginkan dalam media garam pada suhu di
atas garis Ms.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 13
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.16 Austempering


Sumber: Avner (1974, p.314)

B. Perlakuan Panas Kimiawi


Perlakuan panas yang dilakukan dengan bahan kimia seperti nitrogen, karbon,
dan sulfur. Jenis-jenis perlakuan panas kimia diantaranya:
1. Carburizing
Carburizing merupakan suatu proses penjenuhan lapisan baja dengan
karbon. Baja dengan kandungan karbon dibawah 0.20% ditempatkan di
atmosfer yang mengandung kandungan karbon yang besar (Avner, 1996,
p.317).

Jenis- jenis carburizing adalah sebagai berikut:


a. Pack Carburizing
Prosesnya material di kelilingi dengan senyawa carburizing di dalam
suatu ruang tertutup, kemudian di panaskan dalam waktu dan suhu tertentu
lalu didinginkan secara perlahan (Anver, 1996, p.319).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 14
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.17 Pack Carburizing


Sumber : Avner (1996, p.452)

b. Gas Carburizing
Logam dipanaskan dengan senyawa karbon monoksida atau
hidrokarbon yang mana telah terurai di Carburizing Temperature (Avner,
1996, p.323).

Gambar 1.18 Gas Carburizing


Sumber : Thelning (1984, p.461)

2. Nitriding
Silahkan mas fatur

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 15
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.18 Gas Carburizing


Sumber: Thelning (1984, p.461)

c. Liquid Carburizing
Proses carburizing pengerasan material dengan cara memasukan
material ke dalam cyanide panas lalu karbon akan ber difusi ke dalam
material (Avner, 1996, p.323).
2. Nitriding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan adanya
porsi yang sesuai antara amonia dan amonia yang telah terpisahkan (Avner,
1996, p.328).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 16
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.19 Proses Nitriding


Sumber: Thelning (1984, p.496)

3. Cyaniding
Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan terjadinya
kasus pembentukan karbon di dalam air garam (cyaniding) atau dengan gas
atmosfer (Carbonitrinding) (Avner, 1996, p.326).

C. Perlakuan Panas Pada Permukaan


1. Flame Hardening
Flame hardening adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan
baja pada nyala api di permukaan yang diinginkan ke sampai austenite, lalu di
dinginkan. Biasanya proses ini memakai material dengan kandungan karbon
0.30% sampai 0.60% (Avner, 1996, p.332).
2. Induction Surface Hardening
Pemanasan yang dilakukan dengan menggunakan arus listrik frekuensi
tinggi yang di induksikan pada bagian tertentu yang di tempatkan di medan
magnet yang berubah secara cepat. Perlakuan ini menyerupai trafo dimana
kumparan utama terbuat dari lilitan pipa tembaga yang di dinginkan oleh air
(Avner, 1996, p.334).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 17
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.20 Induction Surface Hardening


Sumber: Avner (1974, p.334)

3. Electrolite Bath Hardening


Pemanasan yang dilakukan dalam suatu larutan elektrolit, yang biasanya
digunakan adalah 5% - 10% sodium karbonat dan digunakan arus DC.
Prosesnya yaitu baja dipakai sebagai katoda, sehingga terbentuk gelembung
gelembung hidrogen tipis. Karena konduktivitas dari gelembung hidrogen
rendah maka arus meningkat cepat pada katoda, akibatnya katoda mengalami
pemanasan pada temperatur yang sangat tinggi. Logam yang dikeraskan
dicelupkan dalam elektrolit sedalam bagian yang akan dikeraskan. Setelah
proses dipanaskan, aliran listrik diputus dan elektrolit digunakan sebagai media
quenching.

1.4 Diagram Fasa Fe-Fe3C


Diagram fasa adalah diagram yang di mana terjadi perubahan fasa selama proses
pendinginan dan pemanasan. Besi murni, ketika dipanaskan akan melalui dua kali
perubahan kristal yang stabil dinamakan ferit atau besi-α (alfa) yang mempunyai
struktur kristal BCC (body centre cubic). Kemudian ferit bertransformasi secara
polymorphic menjadi sruktur FCC (face centre cubic) menjadi austenit atau besi-γ
(gamma) pada temperatur mendekati 912°C Pada temperature mendekati 1394°C,
austenit mengalami perubahan struktur kristal menjadi BCC dengan nama ferit-δ (delta),
yang selanjutnya akan meleleh pada temperature1538°C (Setyabudi, 2014, p.13).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 18
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.21 Diagram Fasa Fe-Fe3C

Dari gambar 1.19, dapat kita lihat pada proses pendinginan perubahan struktur
kristal dan struktur makro sangat bergantung pada komposisi kimia. Pada kandungan
karbon 0,83% sampai 6,67% terbentuk struktur makro yang dinamakan cementite Fe3C.
Angka 6,67 berasal dari :
12
𝐴𝑟𝐶 = 𝑥 100% = 6,67 %....................................................................... (1-1)
𝑀𝑟Fe3C 100

Keterangan diagram fasa Fe-Fe3C akan dijelaskan sebagai berikut:


0,008%C : batas kelarutan maksimum karbon pada ferrite dengan suhu kamar.
0,025%C : batas ketentuan maksimum karbon pada ferrite temperature 723°C.
0.83%C : titik eutectoid
2%C : batas kelarutan karbon pada besi gamma pada temperature 1403°C.
Garis A0 : garis temperatur dimana terjadi perubahan magnetic dari cementite.
Garis A1 : garis temperatur pendinginan perubahan austenite menjadi ferrite.
GarisA2 : garis temperatur dimana terjadi transformasi magnetic pada ferrite.
Garis A3 : garis dimana terjadi perubahan ferrite menjadi austenite (gamma)
pada pemanasan.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 19
Kelompok 06 Pendahuluan

Garis ACM : garis kelarutan karbon pada besi gamma.


Garis solidus : garis yang menunjukkan awal dari proses pembekuan.
Garis liquidus : garis yang menunjukkan awal dari proses pendinginan.
Garis solvus : garis yang menunjukkan batas antara fasa padat dengan fasa padat
lainnya
Garis A : garis yang menunjukkan kandungan karbon minimum dari
transformasi baja hypoeutectoid
Garis B : garis yang menunjukkan kandungan karbon minimum dari
transformasi baja hypereutectoid.
Garis E : garis yang menunjukkan transformasi eutectoid.
(Sari, 2018, p.109).

Pada paduan besi karbon ada 3 macam tranformasi baja:


a. Reaksi Eutectoid
Transformasi yang dibahas adalah transformasi yang terjadi pada kondisi
equilibrium. Untuk pembahasan ini lihatlah diagram fasa Fe-Fe 3C.Reaksi
reversible terjadi setelah pemanasan, "eutektoid" adalah reaksi, bahwa satu fasa
padat bukan cairan berubah menjadi dua fasa padat lainnya pada suhu tunggal.
Reaksi eutektoid ditemukan dalam sistem besi-karbon yang sangat penting dalam
proses perlakuan panas baja (Callister. 1940, p.314).
Austenite → Ferite + Cementite (Pearlite) .................................................. (1-2)
Terbentuknya pearlite ini dimulai dengan terbentuknya inti cementite (biasanya
pada batas butir austenite). Inti ini akan bertumbuh dengan mengambil sejumlah
karbon dari asutenit disekitarnya. Austenite akan kehabisan karbon. Pada kadar
karbon yang sangat rendah, pada temperature tersebut austenite akan menjadi
ferrite (transformasi allotropic). Kemudian, ferrite juga akan mengikat karbon
dari austenite begitu terus berulang-ulang hingga seluruh austenite habis.
Kemudian yang terjadi adalah struktur yang berlapis-lapis (lamellar) yang terdiri
dari lamel-lamel
cementite-ferrite-cementite.Struktur ini dinamakan pearlite.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 20
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.22 Transformasi Baja


Eutectoid
Sumber: Callister (2010, p.322)
b. Reaksi Hypo Eutectoid (%C<0,8%)
Baja pada jenis ini apabila dipanaskan di atas suhu austenite maka akan terjadi
perubahan fase menjadi fase austenite dan apa bila di dinginkan hingga mencapai
titik A1 maka sebagian akan berubah menjadi ferrite tetapi sebagian masih berupa
austenite, dan pada saat di dinginkan hingga di bawah suhu austenite, maka sisa
austenite akan membentuk pearlite sehingga menyisakan hanya pearlite dan ferrite
(Setyabudi, 2014, p.25).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 21
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.23 Transformasi Baja Hypo-


Eutectoid
Sumber: Avner (1974, p.234)
c. Reaksi Hyper Eutectoid
Pada jenis ini baja apabila ferrite dipanaskan hingga suhu austenite maka akan
menjadi fasa austenite. Di dinginkan hingga suhu di bawah garis A cm maka
komposisi austenite telah mencapai komposisi eutektoid. Sehingga austenite akan
mengalami reaksi eutectoid menjadi perlite. Dan apa bila melewati garis A3,1 maka
perlite akan dikelilingi oleh cementite (Setyabudi, 2014, p.26).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 22
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.24 Transformasi Baja Hyper-


Eutectoid
Sumber: Avner (1974, p.240)
Jenis - jenis reaksi yang terdapat pada diagram fase Fe-Fe3C
1. Reaksi Eutectoid
Reaksi yang terjadi pada daerah dengan kadar karbon 0,8 % dan temperatur
723
˚C. Reaksi ini terdapat dua padatan yaitu α dan β menjadi padatan baru yaitu α,
begitu juga sebaliknya, padatan harus bereaksi menjadi α dan β.
α + β → L.........................................................................(1-3)
Solid 1 + Solid 2 →Solid 3
Ferite + Pearlite →Austenite
2. Reaksi Eutektik
Reaksi yang terjadi pada karbon 4,3% dan pada temperatur 1148˚C. Reaksi ini
terdapat dua fasa padat yaitu A dan B kemudian bereaksi menjadi fase cair L,
begitu juga sebaliknya.
A + B → L..............................................................(1-4)
Solid 1 + Solid 2 →Liquid
Ledeburite + Cementite
3. Reaksi Peritektik
Reaksi yang terjadi pada temperatur 1493˚C daerah eutectoid. Reaksi ini
terdapat dua padatan α dan δ yang bereaksi dan berubah menjadi fase cair (L),
begitu juga sebaliknya.

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 23
Kelompok 06 Pendahuluan

α + δ → L.........................................................................(1-5)
Solid 1 + Solid 2 →Liquid
Austenite + Delta
4. Solid Solution
Pada dasarnya suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut
(solvent). Sedangkan pada solid solution atau larutan padat, keadaan ini terjadi
karena terdiri dari dua atau lebih jenis atom yang berkombinasi. Jika dilihat pada
diagram fase Fe- Fe3C, solid solution terjadi pada fase austenite. Ketika suatu baja
dipanaskan melebihi suhu dari austenite, sebagian dari karbon akan terlarut dan jika
dipanaskan melebihi suhu austenite akan menjadi logam liquid.
5. Transformasi Allotropic
Transformasi allotropic adalah adanya transformasi dari suatu bentuk susunan
atom (sel satuan) kebentuk susunan atom lain. Transformasi allotropic yang pada
besi Fe(δ), Fe(γ) dan Fe(α) terjadi secara difusi sehingga membutuhkan waktu
tertentu pada temperatur konstan karena reaksi mengeluarkan panas laten.

1.5 Diagram TTT (Time Temperature Transformation)


Diagram TTT sangat penting untuk proses perlakuan panas. Namun, ini hanya
menggambarkan situasi ketika kesetimbangan telah terbentuk antara komponen karbon
dan besi. Dalam perlakuan panas yang luar biasa besar, parameter waktu adalah salah
satu faktor penentu, yang pengaruhnya ditunjukkan oleh apa yang disebut sebagai
diagram TTT. Dari diagram ini dimungkinkan untuk mengikuti efek waktu dan suhu
pada kemajuan transformasi. Demi kenyamanan sumbu waktu ditarik ke skala logaritma
(Thelning, 1984, p.6).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 24
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.25 Diagram Transformation Temperature Time TTT

Dari gambar 1.23, dapat dilihat bahwa di sebelah kiri kurva tidak terjadi deformasi,
austenite hanya berubah kestabilan. Selanjutnya austenite yang sudah tidak stabil
tersebut mengalami dekomposisi secara isothermal. Pendinginan yang sangat cepat
berpotensi terhadap hyper-eutectoid ukuran butiran anti kritis yang berubah
disamping
Ketika austenite didinginkan secara lambat, struktur yang terbentuk adalah pearlite.
Akibat dari laju pendinginan yang meningkat, maka temperature transformasi. Pearlite
akan lebih rendah. Mikrostruktur material akan berubah secara signifikan akibat
peningkatan laju pendinginan melalui sebuah pengujian pemanasan dan pendinginan.
Kita dapat mencatat transformasi dari austenite.
Pearlite yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi memiliki kekerasan yang
lebih rendah dibandingkan dengan pearlite yang halus. Hal ini erat kaitannya dengan
kelakuan presipitasi cementite dari austenite.
Bainite yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi memiliki kekerasan

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 25
Kelompok 06 Pendahuluan

yang lebih rendah dibanding dengan bainite yang terbentuk pada temperatur yang
lebih rendah. Struktur bainite yang terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi relatif
berbeda dengan struktur bainite yang terbentuk pada temperatur yang lebih rendah.
Pembentukan martensite sangat berbeda dibandingkan dengan pembentukan perlite
atau bainite. Pembentukan martensite hampir tidak tergantung pada waktu. Sebagai
contoh martensite mulai terbentuk sekitar 200°C (Ms) dan terus berlanjut sampai
temperatur mencapai 26°C yaitu pada saat martensite mencapai 100%
(Mf).Pembentukan martensite dikaitkan dengan waktu pada diagram dinyatakan dengan
garis horizontal. Pada 66°C hampir 60 % martensite telah terbentuk. Perbandingan ini
tidak berubah terhadap waktu sepanjang temperaturnya dijaga konstan.
Bentuk diagram tergantung dari komposisi kimia terutama kadar karbon dalam
baja. Posisi hidung dari diagram TTT dapat bergeser menurut kadar karbon. Posisi
hidung bergeser makin ke kanan menunjukkan karbon itu semakin mudah untuk
membentuk bainite atau martensite atau makin mudah untuk dikeraskan. Untuk baja
karbon kurang dari 0,83% yang ditahan suhunya pada titik tertentu akan menghasilkan
struktur pearlite dan ferite.
Garis sebelah kiri menunjukkan saat setelah berapa lama dimulai transformasi dan
garis disebelah kanannya adalah akhir transformasi (100%) pada tiap tiap suhu.

1.6 Diagram CCT (Continuous Cooling Transformation )


Diagram CCT adalah singkatan dari Continous Cooling Transformation, yang
berarti transformasi terjadi selama pendinginan berkelanjutan. Diagram seperti itu
melengkapi diagram TTT tetapi diagram CCT di bagian utama yang memainkan peran
yang sangat penting dalam perlakuan panas baja. Oleh karena itu mereka sering
digunakan lebih lanjut dalam buku ini (Thelning, 1984, p.20).

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 26
Kelompok 06 Pendahuluan

Gambar 1.26 Diagram Continous Cooling Transformation CCT


Sumber: Avner (1974, p.274)

Transformasi pada gambar 1.27 terlihat bahwa dengan menggeser nose, maka
proses
pendinginan yang relatif lebih lambat dibanding TTT. Diagram untuk perbandingan
kontinyu seringkali disebabkan oleh kelebihan diagram TTT yang memberikan
perkiraan terhadap klasifikasi mikrostruktur baja selama pendinginan kontinyu.
Pada proses laju pendinginan perlahan akan menghasilkan pearlite, pada proses laju
pendinginan yang sedang akan dihasilkan pearlite dan martensite. Pada laju
pendinginan cepat akan menghasilkan yang seluruhnya martensite

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 27
Kelompok 06 Pendahuluan

1.7 Pergeseran Titik Eutectoid


Diagram fase Fe-Fe3C dibuat tanpa unsur paduan, jika terdapat unsur paduan maka
diagram akan mengalami pergeseran, sedangkan pergeseran yang terjadi pada diagram
ini dapat ditentukan dengan bantuan diagram berikut ini.

Gambar 1.27 Pengaruh Komposisi Bahan


Sumber: Thelning (1984, p.98)

Dari gambar 1.25, terlihat bahwa komposisi unsur paduan mempengaruhi


komposisi eutectoid dan suhu pada gambar(b). Unsur paduan menggeser temperatur
eutectoid dari 723˚C menjadi naik atau turun tergantung jenis dari besarnya unsur
paduan yang ditambah. Pergeseran dari diagram fasa dapat dihitung dari pergeseran titik
eutectoid (perpotongan AC3 dan Acm pada diagram fasa) dengan rumus :
∑∞ 𝑇𝐶 𝑥 %𝐶 ∞ 𝑇𝐶 𝑥 %𝐶
∑𝑐=𝑎
𝑇𝐶 = 𝑐=𝑎 %𝐶 = .................................................... …..(1-6)
∑∞
∑∞
𝑐=𝑎 %𝐶 𝑐=𝑎 𝑇𝐶

Dimana:
TC = Suhu eutectoid (C)
%C = Persentase kadar karbon (%)

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 28
Kelompok 06 Pendahuluan

Contoh soal :
Spesimen dengan komposisi kimia Cr = 1,2%, Mn = 0,3%, Si = 0,2%. Tentukan
pergeseran titik eutectoidnya.
Penyelesaiannya :

Tabel 1.1
Contoh Komposisi Kimia Spesimen
Unsur % Paduan Suhu Eutectoid %C
Paduan
Cr ‘ 1,2% 799.25˚C 0,65
Mn 0,3% 720.00˚C 0,76
Si 0,2% 730.00˚C 0,74

∑∞
𝑐=𝑎 𝑇𝐶 𝑥 %𝐶
𝑇𝐶 = ∞ %𝐶
............................................................................................(1-7)
∑𝑐=𝑎
(799,25 𝑥 0,65)+(720,00𝑥0,76)+(730,00𝑥0,74)
𝑇𝐶‘= 0,65+0,76+0,74

𝑇𝐶‘= 747,4 ˚C
∑∞
𝑐=𝑎 𝑇𝐶 𝑥 %𝐶
%𝐶 = ∞ 𝑇𝐶
............................................................................................(1-8)
∑𝑐=𝑎
(799,25 𝑥 0,65)+(720,00𝑥0,76)+(730,00𝑥0,74)
%𝐶 =
799,25+720,00+730,00

%𝐶 = 0,76%

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 29
Kelompok 06 Pendahuluan

Keterangan : Pergeseran titik eutectoid dari titik A ke titik B


Garis x = %C
Garis y = Temperatur
Gambar 1.28 Grafik Pergeseran Tititk
Eutectoid

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2020/202 30
Kelompok 06 Pengujian Kemampukerasan

LABORATORIUM PENGUJIAN BAHAN


Material Testing Book Semester Ganjil 2019/2020 31

Anda mungkin juga menyukai