I. TEORI DASAR
Benang staple kapas hasil pemintalan mempunyai antihan tertentu. Karena benang hasil
pemintalan tidak mengalami pemantapan twist antihan maka benang tersebut mempunyai
kecenderungan untuk kembali ke bentuk semula (snarling). Besarnya antihan yang kembali ke
bentuk semula ini dapat dihitung dihitung dengan skala pada alat crinkle factor.
Pada prinsipnya pengujian crinkle factor yaitu dengan cara menggantungkan benang
dengan dua ujung dan panjang tertentu kemudian diberi beban 5 gram untuk memberi tegangan
awal, kemudian setelah beban dilepas maka benang tersebut akan melilit dengan panjang lilitan
tertentu. Panjang lilitan ini dapat diukur dengan alat crincle factor.
Crincle factor (kesetimbangan twist) ini berpengaruh pada kelancaran proses persiapan
pertenunan dan proses pertenunan. Kringkle ini akan menyebabkan benang dapat melilit satu sama
lain sehingga pada saat proses penghanian jika benang saling melilit menyebabkan benang tersebut
putus saat di tarik melalui sisir hani. Pada proses pertenunan jika benang lusi saling melilit maka
pada saat pembukaan mulut lusi benang tersebut akan putus.
Didalam pertenunan banyak masalah yang ditemui diantaranya adalah peluncuran benang
pakan, masalah yang ditimbulkan dari peluncuran benang pakan misalnya adalah : crinkle
(snarling), pakan tidak sampai, pakan dobel, terbuka antihan dan putus pakan.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah snarling dan antihan terbuka
adalah dengan melakukan proses Steam Setting dengan alat VHS (Vacuum Heat setter) yaitu
pemantapan antihan dengan menggunakan tekanan uap panas. Proses ini terutama ditujukan untuk
benang-benang yang menggunakan serat sintetik seperti poliester, dengan maksud untuk
mendapatkan kestabilan antihan yang baik.
Pembuatan kain georgette pada umumnya menggunakan benang polyester dengan diberi
antihan tinggi. Poliester mempunyai sifat torque, yaitu kemampuan suatu bahan untuk melawan
pemberian antihan yang tinggi. Dengan adanya antihan yang tinggi, torquenya juga semakin tinggi
sehingga benang cenderung membentuk crinkle. Benang yang cenderung membentuk crinkle akan
menyulitkan dalam proses selanjutnya, selain juga akan mengakibatkan cacat pada kain.
Untuk mengetahui apakah benang yang telah diproses steam setting memiliki nilai crinkle
yang sesuai dengan yang dipersyaratkan atau tidak, dapat dilakukan pengujian dengan
menggunakan Cringkle Factor Meter.
Standar crinkle berdasarkan Manual Book Crinkle Factor Meter adalah seperti pada tabel berikut
ini:
Tabel 7.1 Nilai Crinkle
Dari hasil percobaan nilai crinkle dibawah 4,5 kemungkinan tidak akan ada masalah pada proses
selanjutnya yaitu proses pertenunan.
keterangan
A : Tombol pemutar cramp penjepit D : Dudukan pengencang
B : Penjepit No 1, 2 ,3, 4 , 5 E : Beban
C : Pengait benang bagian bawah F : Dudukan tempat benang
G, H : Pengantar benang I : Kunci pas
LANGKAH KERJA
Langkah-langkah dalam praktikumpengujian crinkle pada benang ini adalah antara lain:
Persiapan Contoh Uji
1. Kondisikan benang yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian sampai mencapai
keseimbangan lembab
Cara Uji
1. Letakkan benang pada dudukan benang
2. Putar tombol A pada posisi “Free”, Pegang ujung benang dengan tangan kiri dan tarik dari
bobinnya.
3. Jepitkan benang pada penjepit B1 ± 20 cm dari ujung benang. Prosedur ini dilakukan
kerena kemungkinan bagian pinggir benang terbuka antihannya.
4. Putar tombol A pada posisi “1 Cramp”
5. Dengan menggunakan pengantar G, arahkan benang pada pin C1, B2 dan seterusnya.
6. Bila sudah sampai B 6 putar tombol A pada posisi “1~5 Cramp”
7. Gantungkan beban pada benang masing-masing pada pin C1 sampai C5, dan keluarkan
benang dari pinnya dan benang akan melilit.
8. Setelah benang mencapai keseimbangan, baca masing-msasing ketinggian lilitan dari skala
pada papan.
9. Lakukan pengujian ini sebanyak 5 kali.
Laporan Hasil Uji
1. Standar cara uji
2. Nilai rata-rata crinkle
3. Standar deviasi dan koevisian variasi
IV. PENGOLAHAN DATA DAN PERHITUNGAN
DATA PENGAMATAN
No 1 2 3 4 5 ẍ kr (𝒙𝒊 − 𝒙
̅)2
1 0,7 1,8 2,2 1 1,6 2,6 0,03097
2 2,2 3,0 3,4 2,4 2,2 2,92 0,020736
3 3,4 3,0 3,0 3 2,8 3,16 0,14745
4 3,0 3,6 3,6 2,6 3,8 2,44 0,112896
5 3,7 3,2 3,6 3,2 3,4 2,76 0,000256
∑ 13 14,6 15,8 12,2 13,8 13,88 0,312308
ẍ 2,6 2,92 3,16 2,44 2,76 2,776 0,06246
PERHITUNGAN
Standar Deviasi (S)
VI. LAMPIRAN
VII. DAFTAR PUSTAKA
Wibowo Moerdoko, Isminingsih, Wagimun dan Suripto, 1973. Evaluasi
Tekstil bagian fisika. Sekolah tinggi Teknologi Tekstil ;Bandung.
N.M. Susyami Hitariat, Totong, Siti Rohmah, Widayat, 2006. Bahan
Ajar Praktikum Evaluasi Tekstil II (Evaluasi Benang). Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil; Bandung.
Jurnal Praktikum Pengujian dan Evaluasi Tekstil 2.
LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN DAN EVALUASI TEKSTIL 2
PENGUJIAN GRADE BENANG KAPAS
I. TEORI DASAR
Grade benang adalah kondisi benang pada konstruksi tertentu yang dinilai secara
visual dibandingkan dengan standar yang berlaku pada saat itu. Grade benang yang
dimaksud adalah untuk benang kapas single. Grade benang berupa contoh benang yang
dijajar pada papan hitam dengan kerapatan tertentu.Grade ini mempunyai masa berlaku 5
tahun.
Di dalam perdagangan kenampakan dari benang merupakan faktor yang penting
dalam menentukan mutu maupun harga dari benang. Pemeriksaan kenampakan benang
meliputi antara lain :
− Kebersihan, yaitu mengenai banyak sedikitnya kotoran (kulit biji, sisa-sisa daun dan
kotoran lainnya).
− Kerataan benang, yaitu meliputi banyak sedikitnya nep dan slub, rata tidaknya antihan
atau gintiran dan sebagainya.
− Berbulu atau tidak
− Warna
− Kilau
− Pegangan
− Cacat
Menilai kenampakan benang begitu saja memang sukar kerena sifat penilaian
yang subjektif. Bisa saja terjadi suatu benang dinilai bagus kenampakannya oleh seseorang
tetapi jelek oleh orang lain
Untuk menyeragamkan penilaian biasanya menggunakan alat pembanding.
Dalam hal kenampakan tertentu misalnya nep atau cacat dapat dengan cara menghitung
jumlah nep atau cacat tersebut setiap panjang tertentu.
Grade benang kapas ditentukan dengan cara membandingkan secara visual
dengan foto grade standar. Grade standar benang ini pada mulanya dibuat oleh
Departemen Pertanian USA yang kemudian dipakai dan disebarluaskan oleh American
Society for Testing And Material (ASTM).
Standard ini terdiri dari lima papan yang telah dibalut oleh benang yang memiliki
nomor tertentu dan dengan kerapatan per inci yang tertentu pula. Ketentuan tersebut sesuai
dengan table berikut ini :
Tabel 5.1 Jumlah Benang Per Inci Pada Grading Benang
Masing-masing papan tersebut terdiri dari lempat macam standard grade yaitu :
A, B, C, dan D, seperti terlihat pada gambar dibawah ini : Gambar 5.1 Standar Grade
Benang Kapas
Untuk keperluan analisa data biasanya penilaian grade diatas diberi nilai angka, angka-
angka index yang disarankan untuk masing-masing grade adalah sebagai berikut :
Tabel 5.2 Grade Benang dan Index-nya
KESIMPULAN
Didalam perdagangan agaknya kenampakan benang merupakan factor yangn
penting dalam penentuan mutu maupun harga dari benang.Grade benang harus dilakukan
sesuai standar (baik cara, ruang, maupun alat). Pengujian grade benang perlu dilakukan
pada ruang khusus yang mempunyai standar penyinaran.Karena penilaian grade
diadasarkan pada pengamatan secara visual.Jika tidak maka hasil pengujian kurang
solid.Selain itu grade benang harus diganti sesuai dengan masa berlakunya. Pada
pengujian yang dilakukan hanya untuk menunjukkan cara pengujian grade benang,
sehingga hasilnya tidak diperhatikan.
Dari praktikum uji grade benang dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
- Grade dari benang contoh uji adalah grade B (good)
- Index rata-rata adalah 110
VII. LAMPIRAN
Benang Pengujian
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Wibowo Moerdoko, Isminingsih, Wagimun dan Suripto, 1973. Evaluasi Tekstil bagian
fisika. Sekolah tinggi Teknologi Tekstil ;Bandung.
N.M. Susyami Hitariat, Totong, Siti Rohmah, Widayat, 2006. Bahan Ajar Praktikum
Evaluasi Tekstil II (Evaluasi Benang). Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil; Bandung.
Jurnal Praktikum Pengujian dan Evaluasi Tekstil 2.