Anda di halaman 1dari 25

Pengujian Mutu Benang Jahit

(Kekuatan Perhelai)

I. Maksud dan Tujuan


Mengetahu kekuatan perhelai benang pada benang uji serta mengetahu beban
maksimal yang mampu ditahan oleh benang pada saat putus akibat penarikan
brenang tersebut.

II. Teori Dasar


Kekuatan benang adalah daya tahan benang terhadap gaya yang bekerja pada
benang secara maksimal sehingga benang putus. Kekuatan benang biasanya
didapatkan dengan beban maksimal yang mampu ditahan oleh benang yang
dinyatakan dalam satuan berat. Pada saat pengujian kekuatan Tarik biasanya
sering dilakukan pengujian mulur juga.

Faktor yang mempengaruhi kekuatan benang adalah :


1. Panjang staple
2. Kehalusan serat
3. Pengerjaan finish serat
4. Regain benang
5. Retak serat
6. Mulur serat

Pengujian serat dan mulur serat terdiri dari :


 Constant rate of loading (pengujian kekuatan tarik benang)
 Constant rate of traverse (pengujian kekuatan Tarik dengan menarik benang)
 Constant rate of elongation (pengujian dengan kekuatan Tarik dan mulur
tetap)

Pengujian kekuatan perhelai menunjukan kekuatan benang sebenarnya dan


dalam waktu yang sama memberikan beberapa juga titik titik paling lemah pada
benang. Pada mesin penguji kekuatan tarik akan selalu memiliki perataan untuk
menghasilkan beban. Memegang contoh uji untuk menunjukan hasil pengujian.
III. Alat dan Bahan
 Asano Meter
 Benang jahit contoh uji

IV. Cara Kerja


1. Kencangkan kunci pengatur mulur kemudian potong benang melalui
pengantar benang dan jepit pada kelem atas (pasif) dam kencangkan.
2. Lepaskan kunci pengatur mulur dan pasang benang pada klem bawah (aktif)
dengan membuat tegangan awal sampai pada batas yang kemudian
kencangkan.
3. Tarik handle ke arah belakang untuk menjalankanmesin dan membiarkan
benang hingga putus.
4. Bila benang putus, dorong handle ke posisi tengah dan baca skala kekuatan
tarik (gram) dan mulur (%).
5. Dorong handle kearah depan kemuadian kembalikan penunjuk skala ke
posisi semula sambil menarik handle penahan roda gigi rachet.

V. Perhitungan
Dik :
Jarak jepit = 50 cm
Kecepatan penarikan = 500 mm/menit
Beban = 500 gr
Kapasitas beban = 2000 gr

Benang Beban (gr) (𝒙 − 𝒙̅ )𝟐 Mulur % (𝒙 − 𝒙̅ )𝟐


kekuatan Mulur
1 1065 121 18 0,0081
2 1010 4356 18,10 0,0361
3 1170 8836 18,4 0,2401
4 1100 576 16,6 1,7161
5 1120 1936 17,6 0,0961
6 1050 676 18,4 0,2401
7 1075 1 18,4 0,2401
8 1020 3136 16,8 1,2321
9 1085 81 18,4 0,2401
10 1065 121 18,4 0,2401
∑ 19840 4289
𝒙̅ 1076 17,91

 Rata – Rata Kekuatan Mulur = 19,71 %


 Standar Deviasi (SD)

∑ (𝑥−𝑥̅ )2
SD = √
𝑛−1

SD (kekuatan) SD (Mulur)
19840 4289
SD = √ SD = √
10−1 10−1

= √2204,44 = √476,56
= 46,95 = 21,83
 Koefisien variasi (CV)
𝑆𝐷
CV = ̅ × 100 %
𝑋

CV (kekuatan) CV (Mulur)
46,95 21,83
CV = ̅̅̅̅̅̅̅ × 100 % CV = × 100 %
1984 0,4289

= 2,37 % = 50,9 %
VI. Diskusi
Kekuatan benang adalah daya tahan benang terhadap gaya yang bekerja pada
benang secara maksimal sehingga benang putus, Pada saat pengujian kekuatan
Tarik biasanya sering dilakukan pengujian mulur juga.
Setelah melakukan pengujian maka didapatkan hasil sebagai berikut, nomor
benang uji memiliki nilai 31,58 tex dan Ne 19 maka didapat standar nilai
maksimal untuk CV adalah 9 % sedangkan nilai hasil uji adalah 2,37 % adapun
nilai maksimal standar mulur yang terdapat dalam SNI adalah 17 % dan nilai
mulur hasil uji adalah 17,91 % maka pengujian mulur yang dilakukan nilainya
tidak sesuai dengan nilai standar pada SNI hal ini diakibatkan karena beberapa
masalah terkait teknis pengujian seperti mesin yang sudah mulai menurun
fungsinya akibat sudah terlalu lama dan sering dipakai maka akan
mengakibatkan penjepit benang yang sudah longgar sehingga nilai mulur pada
mesin yang didapatkan kurang akurat. Meskipun nilai uji mulur tidak sesuai
dengan standar yang ada namun hasil uji kekuatannya sudah memiliki nilai uji
lebih dari nilai SNI, yaitu nilai kekuatan tarik per helai menurut SNI adalah 966
gr dan hasil ujinya memiliki kekuatan tarik per helai sebesar 1.076 gr. Maka
nilai kekuatan tariknya telah memenuhi SNI

VII. Kesimpulan
Hasil pengujian mulur tidak sesuai dengan SNI karena beberapa factor
kesalahan pada teknis pengujian seperti penguji yang kurang teliti saat melihat
hasil uji pada skala Asanometer yang ada atau juga mesing yang fungsinya
mulai berkurang. Maka solusinya praktikan harus lebih teliti pada saat melihat
skala pada mesin dan perlunya perawatan secara rutin terhadap mesin untuk
menghindari kesalahan nilai hasil uji. Pengujian kekuatan tarik dan mulur kain
terdapat pada SNI 7650.
Lampiran
Pengujian Mutu Benang
Jahit (Crincle)

I. Maksud dan Tujuan


Mengetahu besarnya crinkle pada benang jahit dan pengarugnya terhadap mesin
jahit

II. Teori Dasar


Crincel adalah terbentuknya kerutan – kerutan pada benang jahit maka
mempengaruhi jalannya benang pada jarum dan kain akan berpengaruh pada
kekuatan tarik benang. Untuk mengatasinya dilakukan dengan cara proses
Steam Setting yaitu pemantapan antihan dengan menggunakan serat sintetis
seperti polyester dengan maksud untuk mendapatkan kestabilan antihan yang
baik.
Benang yang cenderung membentuk crincle akan menyulitkan dalam proses
selanjutnya untuk mengetahui apakah benang memiliki nilai crinkle yang sesuai
dengan persyaratan atau tidak. Semuanya dapat dilakukan dengan pengujian,
dengan alat Crincle Factor Meter. Crincle akan menyebabkan benag melilit satu
sama lain. Benang jahit paling banyak terbuat dari benang polyester sehingga
perlu dilakukan pengujian crinkle, karena polyester memiliki kenampakan
untuk melakukan pemberian antihan yang tinggi. Dengan adanya antihan yang
tinggi akan memiliki kecenderungan untuk membentuk crinkle, sehingga
benang tersebut akan berpengaruh pada proses penjahitan.

III. Alat dan Bahan


1. Crincle Factor Meter
2. Benang jahit

IV. Cara Kerja


1. Memusatkan handle ke posisi free.
2. Kaitkan benang pada pan atas yang pertama, lalu putar tombol pada posisi
“Crimp 1”.
3. Tarik bennag lalu kaitkan pada pan bawah lalu tarik kembali dan kaitkan
pada pen atas yang terakhir perhatikan tegangan benang yang terlalu kendor.
4. Setelah sampai pada pen bawah yang pertama lalu sampai pen yang teakhir.
Putar tombol pada posisi “1-5 Crimp”.
5. Susun benany yang dikaitkan pada pen bawah satu persatu diikuti oleh beban
sambil dilepaskan dari pen bawah sehingga akan menggantung dan benang
akan melilit.
6. Perhatikan lilitan benang yang terbentuk.

V. Perhitungan

Nomor Benang Jenis Serat Kr


20 Kapas 100 % 4,6
28 Kapas 100 % 4,6
34 Kapas 100 % 4,675
34 Kapas 100 % 3,95
34 Kapas 100 % 4,65
28 Campuran Kapas 84 % 4,425
34 Campuran Kapas 84 % 4,3
50 Campuran Kapas 84 % 3,925

Hasil Uji
Benang C1 C2 C3 C4 C5
1 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0
𝒙̅ 0 0 0 0 0
 Crinkle rata- rata = 0
 Standar Deviasi (SD) = 0
 Koefisien Variasi (CV) = 0
VIII. Diskusi
pengertian dari benang jahit menurut SNI tekstil – benang jahit. Benag jahit
yaitu benang dengan antihan dan gintiran yang seimbang, yang umumnya diberi
zat pelumas pada permukaan untuk membantu meningkatkan efisiensi proses
penjahitan. Sehingga nilai crincle yang didapat hasilnya 0 karena crinkle dapat
menggangu pada proses penjahitan seperti benang yang menggumpal akibat
benangnya melintir, hasil jahitan yang tidak rapih, dan lainnya. Pada pengujian
benang jahit yang dilakukan praktikan, nilai crinkle nya adalah 0. Maka benang
uji dapat memenuhi SNI sehingga benang tersebut layak untuk dijadikan
benang jahit.

IX. Kesimpulan
Nilai Crincle yang harus dimiliki oleh benang jahit adalah 0 seperti yang
tertera dalam SNI 08-0360-2000, Mutu Benang Jahit.
Lampiran
Pengujian Mutu Benang Jahit
(Twist / Antihan )

I. Maksud dan Tujuan


Mengetahui jenis atau arah punotiran benang dan pengaruh arah puntiran
terhadap jahitan.

II. Teori Dasar


Twist (antihan / puntiran) adalah puntiran yang diberikan pada suatu benang.
Twist pada benang mempengaruhi sifat – sifat fisik benang pada puntiran /
pilinan benang mengacu pada jumlah putaran persatuan panjang yang
dibutuhkan untuk menahan serat / lapisan satu dengan yang lainya, sehingga
memberikan kekuatan dan fleksibilitas yang diperlukan pada benang tenun.
Jumlah twist akan mempengaruhi pemakaian dan kenampakan akhir. Twist pada
benang dibedakan menjadi dua yaitu. Arah kanan “Z” dan arah kiri “S’

Pengaruh Twist pada benang dan jahitan yaitu diantaranya :


 Kekuatan
Penambahan twist menambahkan kekuatan benang sampai suatu titik
tertentu, sesudah itu pengurangan twist akan mengurangi kekuatan.
 Mulur
Twist yang tinggi menambah mulur benang sebelum putus pada waktu
penarikan.
 Elastisitas
Twist yang tinggi menmabah mulur benang sebelum putus pada waktu
penarikan. Twist yang rendah memberikan elastisitas yang kurang pada
benang.
 Kuat
Twist yang tinggi akan mengurangi kuat benang.
 Absorbsi
Twist yang tinggi akan mengurangi absorbsi atau daya serap benang
terhadap zat warna dan proses penceluopan.
 Arah Twist
Dalam kostruksi kain arah twist dapat mempengaruhi twist pada lusi dan
pakan searah akan memberikan garis twist yang bersilangan. Hal ini akan
mengurangi kuat bahan disamping memberikan pegangan yang kurang
lembut.

III. Alat dan Bahan


1. Twist Tester
2. Benang contoh uji

IV. Cara kerja


1. Hidupkan mesin denga menggunakan Switch Power ke posisi (1).
2. Atur posisi kedua switch pengatur arah putaran sesuai dengan arah twist
benang yang akan dibagi.
3. Atur posisi jarum pengaturan RPM motor pada skala (0). Kemudian counten
di nolkan dengan menekan tombol counter hazier.
4. Pasang benang pada dudukan benang, jepitkan pada penjepit pasif, agar
berada pada skala 3 – 4 mm.
5. Pasang benang pada dudukan benang, jepitkan pada penjepit pasif dan
penjepit aktif sambil mengatur posisi jaru penunjuk pada skala nol kemudian
potong ujung benang yang tidak terjepit.
6. Tekan tombl “Start” untuk memulai pengujian.
7. Atur kecepatan dengan memutar tombol “stop” bila komponen benang
tunggalnya telah sejajar.
8. Biasanya gintiran adalah angka yang terdapat pada counter dibagi (1 x 10)
V. Perhitungan

𝑁𝑒1 Td Beban (gr)


38 0 - 139 1
38 - 24 140 - 224 2
23 - 11 225 - 529 5
10 - 5 530 - 1129 10
4,7 - 3 1130 - 1799 15
2,9 - 1,9 1800 - 2999 20
1,8 - 1,5 3000 - 4000 30

Hasil uji
pengujian Jumlah twist
1 470
2 390
3 401
̅
𝒙 420,3

Twist Per Meter (TPM)


Benang Gintir Benang Single
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑥 100𝑚
𝑇𝑃𝑀𝑏1 = 𝑇𝑃𝑀𝑏1 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
50𝑐𝑚 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑗𝑒𝑝𝑖𝑡
470 𝑥 100
= = 470
50𝑐𝑚
= 940
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑥 100𝑚
𝑇𝑃𝑀𝑏2 = 𝑇𝑃𝑀𝑏2 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
50𝑐𝑚 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑗𝑒𝑝𝑖𝑡
390 𝑥 100
= = 390
50𝑐𝑚
= 780
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑥 100𝑚
𝑇𝑃𝑀𝑏2 = 𝑇𝑃𝑀𝑏3 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
50𝑐𝑚 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑗𝑒𝑝𝑖𝑡
401 𝑥 100
= = 401
50𝑐𝑚

= 802
Twist Per Inch (TPI)
Benang Gintir Benang Single
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
𝑇𝑃𝐼𝑏1 = ′′
𝑇𝑃𝐼𝑏1 = ′′
10 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑗𝑒𝑝𝑖𝑡 2 𝑥 10 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑗𝑒𝑝𝑖𝑡
470 470
= =
(10′′ ∶ 2.54) (2𝑥: 3,94)
= 119,28 = 79,93
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 390
𝑇𝑃𝐼𝑏2 = ′′
𝑇𝑃𝐼𝑏2 =
10 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑗𝑒𝑝𝑖𝑡 5,88
390
= = 66,32
3,94
= 96,45
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 401
𝑇𝑃𝐼𝑏2 = ′′ 𝑇𝑃𝐼𝑏3 =
10 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑗𝑒𝑝𝑖𝑡 5,88
401
= = 68,2
3,94
= 101,78
𝑇𝑃𝑀
TPI =
39,37
420,3
=
39,37
= 10,68

Standar deviasi
x (𝒙 − 𝒙̅ )𝟐

940 9866,44
780 3680,85
802 1495,36
∑ 15042,65

Standar Defiasi (SD) Koefisien Variasi (CV)


15042,65 86,73
SD = √ CV = × 100 %
3−1 840,67

= 86,73 = 10,32 %
VI. Diskusi
Data yang didapat dari hasil pengujian CV dari benang adalah10,32 % .
menurut SNI pengertian dari benang jagit adalah benanng yang diberi gintiran
secara seimbang. Dan hasil dari perhitungan yang dilakukan berdasarkan TPM
dan TPI setiap putarannya memiliki selisih yang berbeda sehingga gintiran
yang di berikan sudah cukup seimbang

VII. Kesimpulan
SNI 8213 : 2016 Teksti - Benang Jahit bagian 3 istilah dan definisi “Benang
jahit adalah benang dengan antihan atau gintiran yang seombang,…”
Lampiran
Pengujian Mutu Benang Jahit
(Nomor Benang)

I. Maksud dan Tujuan


1. Untuk mengetahui nomor benang yang diuji
2. Untuk mengetahu kehalusan dari nomor benang yang dihasilkan

II. Dasar Teori


Dari pengujian nomor benang, diketahui nomor benangnya dimana nomor
benang tersebut dapat diketahui dari besar kecilnya diameter benang, kehalusan
benangnya, dan lainya.
Telah dikenal beberapa system penomeran benanv, akan tetapi secra garis besar
penomeran dibagi menjadi dua, yaitu :
A. Penomeran Langsung
Penomeran yang menyatakan berat benang setiap satuan panjang tertentu
(panjang tetap)
 TD (denier)
Menyatakan berat benang setiap panjang 9.000 meter

9𝑜𝑜𝑜 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔𝑟)


TD =
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)

 Tex
Menyatakan berat benang setiap panjang 1.000 meter
1𝑜𝑜𝑜 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔𝑟)
Tex =
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)

B. Penomeran Tidak Langsung


 Cara Inggris 𝑁𝑒1 (untuk kapas)
Menyatakan bahwa panjang benang dalam satuan hank setiap berat 1 libs

𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (ℎ𝑎𝑛𝑘)


𝑁𝑒1 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑙𝑏𝑠)
 Cara Metrik
Menyatakan bahwa setiap beberapa meter panjang benang setiap 1 gram
biasanya digunakan dalam benang hasil pintalan (spinyarn)

𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑚)


𝑁𝑀 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑔𝑟𝑎𝑚)

Dalam pengujian nomor benang perlu diperhatikan factor factor yang


berhubungan dengan ketegangan benang dan regain benang, karena akan
berpengaruh pada pengujian nomor benangnya

III. Alat dan Bahan


1. Kinar 1 Skein Reel
2. Neraca analitis
3. Benang
4. Gunting

IV. Cara Kerja


1. Pasangkan benang pada alat dengan meletakanya pada lappet tension dan
ikatan pada kincir.
2. Setel panjang angka yang diinginkan dengan menekan tombol angka yang
tertera.
3. Naikkan posisi mam Switch untuk menghidupkan mesin.
4. Tekan tombol Starter untuk menjalankan mesin.
5. Lepaskan benang jika penggulungan telah selesai.
V. Perhitungan

Benang Berat Benang (gr)


1 0,15723
2 0,15789
3 0,15797
𝒙̅ 0,15833

Panjang benang : 50 cm
: 0,5 m x 10 (helai)
:5m

 Benang 1
Penomeran tidak langsung Penomeran Langsung
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑚) 9𝑜𝑜𝑜 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔𝑟)
𝑁𝑀 = TD =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)

5𝑚 9𝑜𝑜𝑜 𝑥 0,15723
= =
0,15723 𝑔𝑟 5

= 31,801 = 283,01

𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (ℎ𝑎𝑛𝑘) 1𝑜𝑜𝑜 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔𝑟)


𝑁𝑒1 = Tex =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑙𝑏𝑠) 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)

( 768:5 ) 1𝑜𝑜𝑜 𝑥 0,15723


= =
(0,15723∶453,6) 5

0,0065
= = 31,446
0,00035

= 18,57
 Benang 2
Penomeran tidak langsung Penomeran Langsung
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑚) 9𝑜𝑜𝑜 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔𝑟)
𝑁𝑀 = TD =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)

5𝑚 9𝑜𝑜𝑜 𝑥 0,15798
= =
0,15798 𝑔𝑟 5

= 31,65 = 284,364

𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (ℎ𝑎𝑛𝑘) 1𝑜𝑜𝑜 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔𝑟)


𝑁𝑒1 = Tex =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑙𝑏𝑠) 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)

( 768:5 ) 1𝑜𝑜𝑜 𝑥 0,15798


= =
(0,15798∶453,6) 5

0,0065
= = 31,6
0,00038

= 17,1

 Benang 3
Penomeran tidak langsung Penomeran Langsung
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑚) 9𝑜𝑜𝑜 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔𝑟)
𝑁𝑀 = TD =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑔𝑟𝑎𝑚) 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)

5𝑚 9𝑜𝑜𝑜 𝑥 0,15979
= =
0,15979 𝑔𝑟 5

= 31,29 = 287,22

𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (ℎ𝑎𝑛𝑘) 1𝑜𝑜𝑜 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑔𝑟)


𝑁𝑒1 = Tex =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔 (𝑙𝑏𝑠) 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 (𝑚)

( 768:5 ) 1𝑜𝑜𝑜 𝑥 0,15979


= =
(0,15979∶453,6) 5

0,0065
= = 31,96
0,00035

= 18,57
Rata - Rata Nomor Benang
Benang NM 𝑵𝒆𝟏 Tex TD
1 31,80 18,57 31,45 283,010
2 31,65 17,1 31,60 284,364
3 31,29 18,57 31,96 287,220
̅
𝒙 31,58 18,08 31,67 284,865

SD dan CV
𝑵𝒆𝟏 (𝒙 − 𝒙̅ )𝟐

18,57 0,1225
17,1 1,2544
18,57 0,1225
̅ = 18,08 ∑ = 1,4991
𝒙

Standar Defiasi (SD) Koefisien Variasi (CV)


1,9491 0,8659
SD = √ CV = × 100 %
3−1 18,08

= √0,7497 = 4,789 %
= 0,8659

VI. Diskusi
Penomeran benang dibagi menjadi 2 metode yaitu penomeran langsung dan
tidak langsung, pada pengujian nomer benang ni data yang dibutuhkan adalah
panjang dan berat benang. Pada pengujian nomor benang kali hanya menghitung
SD dan CV untuk penomeran benang Ne1 dikarenakan data yang dibutuhkan
hanyalah data tersebut untuk di proses pada beberapa pengujian setelahnya.
Didapatkan data SD benang yaitu 0,8659 dan CV benang yaitu 4,789 %.
VII. Kesimpulan
Data yang didapatkan oleh praktikan sesuai SNI ISO 2060, Tekstil-
benang dari gulungan – Cara uji nomor benang (berat per satuan
panjang ) dengan metode untaian.
Lampiran
Pengujian Mutu Benang Jahit
(Tebal Benang)

I. Maksud dan Tujuan


Mengetahui ketebalkan dari benang jahit

II. Teori Dasar


Ketebalan benang jahit akan berpengaruh pada saat proses penjahitan,.hasil
ketebalan yang sama akan menghasilkan benang yang rata yang bergerak
dengan lancer dan cepat. Benang yang tidak rata dapat menjadikan benang
mudah putus dan macet. Tebal bennag harus sesuai lubang jarum. Jumlah serat
yang dirangkat terhadap benang mempengaruhi kekuatannya.

III. Alat dan Bahan


1. Thickness tester
2. Benang contoh uji

IV. Cara Kerja


1. Letakan sehelai benang ke mulut thickness tester sebnayak 5 helai
2. Lihat besar diameternya
3. Ulangi hingga 5 kali

V. Perhitungan

Benang Tebal Rata rata (𝒙 − 𝒙̅ )𝟐


(mm)
1 0,19 0,000036
2 0,19 0,000036
3 0,20 0,000016
4 0,20 0,000016
5 0,20 0,000016
∑ 0,98 0,000120
̅
𝒙 0,196 0,000024
Standar Defiasi (SD) Koefisien Variasi (CV)
0,000120 0,0055
SD = √ CV = × 100 %
5−1 0,196

= 0,0055 = 2,81 %

VI. Diskusi
Ketebalan benang jahit akan berpengaruh pada saat proses penjahitan,.hasil
ketebalan yang sama akan menghasilkan benang yang rata yang bergerak
dengan lancer dan cepat. Benang yang tidak rata dapat menjadikan benang
mudah putus dan macet. Data yang didapat prektikan dilihat dari ukuran tebal
rata rata benang sudah relative sama. Sehingga benang layak untuk dijadikan
benang jahit

VII. Kesimpulan
Bennag memiliki ketebalan yang relative rata sehingga sudah layak dijadikan
benang jahit.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai