TEKSTIL
NRP : 12050010
GROUP : 3B1
ASISTEN : ENGKON
RYAN
BANDUNG
2014
1
BAB I
UJI KETIDAKRATAAN BENANG
Beberapa macam alat dapat dipakai untuk mengukur kerataan benang. Diantaranya adalah
alat-alat buatan Zellweger Uster, Brush dan Fielden Walker, semuanya menggunakan sistem
capasitance, sedang lainnya pacific tester dan saco Lowell menggunakan sistem mekanik.
Dari macam-macam alat tersebut, alat Uster Evenness Tester paling populer sekarang ini
terutama untuk pengukuran-pengukuran kerataan hasil-hasil proses dalam pemintalan kapas tau
serat staple sintetis.
Pacific tester populer digunakan dalam pabrik-pabrik pemintalan wol yang memproses
sliver, roving dan benang yang besar-besar.
Uster Evenness Tester salah satu alat yangmenggunakan sistem capasitance, dibuat oleh
Zellweger Company dikota Uster Switzerland. Alat ini terdiri dari :
1. tekan tombol range of scale (3) pada posisi eveness tester dan intergrator sesuai dengan
ketentuan
2. pasang benang melalui penghantar benang, peraba sambungan, dan tention
3. pilih slot yang sesuai dengan no. benang (lihat tabel) dan lewatkan pada penghantar benang,
rol penarik dan lilitkan pada penggulung benang.
4. atur kecepatan sesuai dengan yang ditentukan
5. lakukan penggulungan benang dengan menekan tombol “ON”
6. atur tombol average value hingga posisi jarum bergerak diantara 0% kemudian hentikan
pengggulungan dengan menekan tombol “OFF”
7. putar evaluating time pada integrator diposisi “NOL” tunggu hingga jarum U% mencapai angka
nol (0)
8. secara bersamaan jalankan penggulung benang dan evaluating time baca skala U% sampai
pada batas waktu yang ditentukan
Menentukan jumlah thin, thick, dan neps
B+ Exellent 120
C+ Good 100
C Fair 90
D+ Poor 80
D Very poor 70
BG Below grade 60
V. DATA PERCOBAAN
tabel slot dan No. benang
Menggunakan U Tester 1
Slot No. benang(Ne1)
Menit 12 %
1 0,015-0,06
2 Menit 11,5 %
2 0,2-0,047
3 Menit 11 %
3 0,65-0,18
4 Menit 12,5 %
4 3,7-0,53
5 Menit 12 %
5 9-3,7
6 28-9
7 73-28
8 150-73
No. U% (xi- x )2
1. 12 0,04
2. 11,5 0,09
3. 11 0,64
4. 12,5 0,49
5. 12 0,04
x 11,8 1,3
VI. PERHITUNGAN
SD =
(x x)2 =
1,3
n 1 5 1
= 0,325
= 0,57
SD
CV = 100%
x
0,57
= 100%
11,8
= 4,83 %
VII. DISKUSI
Pada praktikum ketidakrataan yeng menggunakan alat U Tesster ada beberapa kendala
yang dihadapi oleh praktikan salah satunya pada awal penjalankan alatnya. Ada beberpa hal yang
harus diperhatikan untuk menggunakan alat Uster Evenness antara lain :
1. Persiapan alat
Persiapan alat, peneraan dan cara-cara pengujian praktikan haruslah menuruti buku petunjuk
yang sesuai dengan model alatnya.
2. Pemilihan Slot
Terdapat 8 buah slot pada condensor pengukur, praktikan harus bisa memilih slot yag sesuai
VIII. KESIMPULAN
Pada praktikum ketidak rataan dapat disimpulkan bahwa benang yang diuji memiliki Neps
18/1000 meter, benang ini memiliki benang yang tidak rata atau dalam kata lain Thin Places (tipis
beneng) = 1, Thick Places (tebal benang) = 0. Ketidakrataan U % = 11,8 dan SD = 0,57 dan CV =
4,83%
BAB II
UJI NOMOR BENANG
tersebut dapat diketahui dari besar kecilnya diameter benang, kehalusan benangnya dan lain
lain.
Telah dikenal beberapa sistem penomeran benang akan tetapi secara garis besar sistem
penomeran benang dibagi menjadi dua yaitu :
a. Td atau Denier
Menyatakan berat setiap panjang 9000 meter.
9000xB(gram)
Rumus : Td
= P(meter)
b. Tex
Menyatakan berat benang setiap panjang 1000 meter
1000xB(gram)
Rumus : Tex = P(meter)
P(hank)
Rumus : Ne1
= B( pound)
300xP( yard)
Rumus : Ne2
= B( pound)
560xP( yard)
Rumus : Ne3
= B( pound)
256xP( yard)
Rumus : Ne4
= B( pound)
Dalam pengujian nomer benang perlu memperhatikan faktor faktor yang berhubungan
dengan ketegangan benang dan juga regain benang, karena akan mempengaruhi
pengujian nomer benangnya. Pengukuran panjang biasanya dilakukan setiap panjang
120 yard ( 1 Lea ) dengan menggunakan kincir atau skein reel yang sekali putar dapat
mengukur 1,5 yard. Untuk mengukur berat dipakai neraca Analitis.
Dari hasil panjang dan berat tersebut dapat dicari nomer benangnya.
V. DATA PERCOBAAN
VI. PERHITUNGAN
Panjang benang = 120 yard
1 hank = 768 m
= 0,143 hank
= 0,007183 lbs
P(meter) P(meter)
Nm = Nm =
B(gram) B(gram)
109,73 109,73
= 3,300 = 3,300
= 19,704841= 19,70
B(gram)
Tex = 1000 x 1000
Tex = Nm
P(meter)
3,300 1000
= 1000 x 109,73 = 33,25
= 270,6642 = 270,66
P(meter) P(meter)
Nm = Nm =
B(gram) B(gram)
109,73 109,73
= 3,237 = 3,237
= 20,038676= 20,03
B(gram)
Tex = 1000 x 1000
Tex = Nm
P(meter)
3,237 1000
= 1000 x 109,73 = 33,89
= 265,49
P(meter) P(meter)
Nm = Nm =
B(gram) B(gram)
109,73 109,73
= 3,125 = 3,125
= 20,756826= 20,75
B(gram)
Tex = 1000 x 1000
Tex = Nm
P(meter)
3,125 1000
= 1000 x 109,73 = 35,11
= 28,479 = 28,47 = 28,481914= 28,48
B(gram) Td = 9 x Tex
Td = 9000 x
P(meter)
= 9 x 28,48
3,125
= 9000 x = 256,32
109,73
= 256,311= 256,31
P(meter) P(meter)
Nm = Nm =
B(gram) B(gram)
109,73 109,73
= 3,476 = 3,476
= 18,660855= 18,66
B(gram)
Tex = 1000 x 1000
Tex = Nm
P(meter)
3,476 1000
= 1000 x = 31,56
109,73
= 31,6778 = 31,67 = 31,685678 = 31,68
B(gram) Td = 9 x Tex
Td = 9000 x
P(meter)
= 9 x 31,68
3,476
= 9000 x = 265,5
109,73
= 285,1002 = 285,10
P(meter) P(meter)
Nm = Nm =
B(gram) B(gram)
109,73 109,73
= 3,153 = 3,153
= 20,572284= 20,57
B(gram)
Tex = 1000 x 1000
Tex = Nm
P(meter)
3,153 1000
= 1000 x = 34,80
109,73
= 28,7342 = 28,73 = 28,735632 = 28,53
B(gram) Td = 9 x Tex
Td = 9000 x
P(meter)
= 9 x 28,53
3,153
= 9000 x = 258,57
109,73
= 258,6078 = 258,60
Untuk menghitung standar deviasi, cukup menggunakan data salah satu nomor benang saja, data
yang saya gunakan adalah Ne1
22,7433
SD = (x x) 2
CV =
SD
x 100 %
n 1 x
22,7433 2,38
= = x 100 %
4 21,89
= 5,685825 = 10,87 %
= 2,38
VII. DISKUSI
Pada waktu melakukan praktikum uji nomor benang, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh praktikan, yaitu pada waktu melakukan penimbangan benang contoh uji dan
pada waktu menggulung benang pada Reeling Machine harus dilakukan dengan hati hati,
karena kesalahan sedikit saja akan mempengaruhi hasil akhir dari pengujian tersebut, yaitu
akan melenceng dari standar baku nomor benang contoh uji tersebut.
VIII.KESIMPULAN
Dari hasil pengujian yang telah praktikan kerjakan, maka dapat disimpulkan bahwa :
Nm rata-rata = 33,72
antara lain : panjang stapel, kehalusan serat, kekuatan serat. Twist, kerataan, distribusi
panjang serat, pengerjaan finish serat, pengerjaan kimia terhadap benang, regain benang,
Demikian pula prinsip penguian kekuatan tarik per helai hampir sama dengan pengujian
kekuatan tarik per berkas. Tetapi untuk ketelitian, pengujian per helai lebih memakan waktu
dan biaya jika menggunakan mesin yang otomatis.
Akan tetapi kekuatan per helai menunjukkan kekuatan benang yang sebenarnya dan dalam
waktu yang sama memberikan beberapa petunjuk juga titik titik yang paling lemah pd benang.
Krn hasil pengujian perhelai menunjukkan variasi kekuatan benang, maka datanya akan
Ini berarti lebih banyak pengamatan yang dilakukan pada kekuatan per helai daripada
kekuatan per lea untuk benang yang sama dengan rata rata yang sama.
Beberapa faktor yang mempengaruhi sifat sifat kekuatan tarik bahan tekstil dan hasil yang
diperoleh dari alat penguji kekuatan :
3. Kapasitas mesin
Benang yang ditarik dengan mesin yang berkapasitas tinggi akan memberikan kekuatan
yang lebih besar karena waktu untuk memutuskan menjadi cepat sekali.
4. Mulur benang
Suata benang yang mulurnya besar akan memerlukan waktu yang lama untuk putus.
Karena itu hasil pengujian cenderung akan lebih rendah.
V. DATA PERCOBAAN
x =392,6 x =5,04
111,2 0,352
VI. PERHITUNGAN
KEKUATAN MULUR
SD = (x x) 2
SD = (x x) 2
n 1 n 1
111,2 0,352
= 4 = 4
= 27,8 = 0,088
= 5,27 = 0,29
SD SD
CV = x 100 % CV = x 100 %
x x
5,27 0,29
= x 100 % = x 100 %
392,6 5,04
= 1,34 % = 5,75 %
xkekuatan xkekuatan
Tenacity = xTex Tenacity = xdenier
19
DIII TEKNIK
TEKSTIL
392,6 270,81
= g/Tex = g/denier
30,09 30,09
Breaking Length
xkekuatan xNm
= 1000
392,6x33,23
= 1000 km
= 13,04 km
VII. DISKUSI
Pada waktu melakukan pengujian kekuatan per helai ini ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh praktikan, antara lain :
Perlu adanya ketelitian yang tinggi dalam membaca skala pada alat uji
Harus tepat atau benar dalam menjalankan alat uji yang digunakan dalam pengujian
Sebelum digunakan, praktikan harus terlebih dahulu menyetel alat uji pada posisi standar
(menstandarkan alat uji ).
Ternyata pengujian kekuatan per helai lebih bervariasi, karena terlihat jelas bagian benang
yang lemah akan langsung putus ( kekuatannya rendah ).
VIII.KESIMPULAN
Dari data yang didapat oleh praktikan, maka dapat disimpulkan :
20
BAB IV
pemakaian benang ( apakah untuk lusi, pakan atau rajut ) dan juga kenampakan ( appearance
) hasil akhirnya.
Jumlah twist mempengaruhi jumlah produksi, karena perubahan twist akan merubah
kecepatan rol depan. Makin tinggi twist, makin lambat. Yang berarti produksi makin kecil, dan
sebaliknya.
Arah twist pada benang dibedakan menjadi 2 yaitu : arah kanan atau arah Z dan arah kiri
Arah Z Arah S
1. Kekuatan
Penambahan twist menambah kekuatan benang sampai suatau titik tertentu, sesudah itu
penambahan twist akan mengurangi kekuatan.
Demikian juga bila jumlah twistnya dibawah twist optimum, maka kekuatannya akan rendah
/ turun.
2. Mulur
Twist yang tinggi menambah mulur benang sebelum putus pada waktu penarikan.
3. Pegangan
Twist yang rendah memberikan pegangan yang lembut, sedangkan twist yang tinggi
memberikan pegangan yang kaku.
4. Elastisitas
Twist yang rendah memberikan elastisitas yang kurang pada benang.
5. Kilat
Twist yang tinggi mengurangi kilat benang.
6. Absorbsi
Twist yang tinggi mengurangi absorbsi / daya serap benang terhadap zat warna, dan
menghambat dalam proses pencelupan.
7. Arah twist
Dalam konstruksi kain arah twist dapat mempengaruhi kenampakan ( apearance ) kain.
Twist pada lusi dan pakan searah akan memberikan garis twist yang bersilangan. Hal ini
akan mengurangi kilat bhan disamping memberikan pegangan yang kurang lembut.
Benang Tunggal
No
TPI TPM
VI. PERHITUNGAN
TPI
=
Ne1
15,75
=
21,89
15,75
= 4,67
= 3,37
VII. DISKUSI
Pada waktu melakukan praktikum uji TPI praktikan harus memperhatikan hal hal sebagai
berikut :
VIII.KESIMPULAN
Dari haril praktikum dan data data yang telah praktikan peroleh, maka dapat disimpulkan
bahwa :
B. TEORI DASAR
Kata “design” yang biasa digunakan dalam tekstil, mempunyai perbedaan sedikit dengan
arti umum yang biasa digunakan untuk istilah disain pada umumnya. Dalam tekstil, pengertian
“disain”adalah sama dengan pattern atau pola atau figure, dimana selalu diulangi baik kearah
vertical maupun arah horizontal didalam kainnya.
Pada umumnya, tekstil design dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
Structural design
Surface design
Dalam kehidupan sehari-hari kain merupakan salah satu bahan yang sangat penting dan
utama. Kain ini dapat dibuat produk apa saja, misalnya pakaian. Pakaian ini merupakan salah
satu kebutuhan primer yang harus selalu dipenuhi. Dengan fungsi pakaian itu sendiri yaitu
dapat melindungi tubuh dari sinar matahari, binatang buas, dan untuk menutupi aurat. Pakaian
ini bisa dibuat dengan cara ditenun, dirajut, disulam, dan non woven. Kain tenun merupakan
salah satu jenis kain tekstil tertua di dalam sejarah pakaian manusia. Bahkan kata “tekstil”
sendiri, berasal dari kata kerja bahasa latin “texere” berarti menenun yaitu membuat kain
dengan cara penyilangan atau penganyaman dua kelompok benang yang saling tegak lurus
sehingga membentuk anyaman benang-benang. Selanjutnya kata “kain tenun” itu sendiri
berubah menjadi “tekstil” atau “bahan tekstil” yang identik dengan pengertian “bahan pakaian”
karena pada umumnya kain tenun digunakan untuk bahan pakaian.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kain tenun dibentuk dengan cara
menyilangkan dan menganyamkan dua kelompok benang yang saling tegak lurus posisinya
sehingga membentuk kain tenun dengan konstruksi tertentu. Dua kelompok benang yang
dimaksud adalah kelompok benang yang membentuk ke arah panjang kain (vertical) yang
disebut benang lusi dan kelompok benang yang membentuk ke arah lebar kain (horizontal)
yang disebut benang pakan. Agar dihasilkan kain yang memiliki mutu, pola dan sifat seperti
yang dikehendaki, maka diperlukan unsur-unsur yang merupakan bangunan atau konstruksi
dari kain tersebut. Jenis kain tenun mempunyai berbagai macam variasi, yang satu sama lain
dapat berbeda mutu, sifat maupun polanya. Bahkan dengan jenis anyaman yang sama dapat
dibuat macam-macam variasi kain yang mempunyai rupa dan karakteristik berbeda.
Faktor yang mempengaruhi antara lain :
Jenis serat tekstil yang digunakan.
Jenis benang yang digunakan.
Ketentuan kain.
Persiapan.
Anyaman.
Pertenunan.
Pengubahan permukaan kain, dan sifat kain.
Bentuk design dan motif.
Anyaman tekstil dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu :
1. Anyaman dasar
Anyaman dasar
Anyaman keper
Anyaman satin
2. Anyaman turunan
Anyaman turunan dari anyaman polos. Anyaman ini dapat dibedakan dalam turunan
langsung dan turunan tidak langsung.
Anyaman turunan dari anyaman keperturunan anyaman keper . Ayaman ini dapat
dibedakan dalam turunan langsung dan turunan tidak langsung.
Anyaman turunan dari anyaman satin.
3. Anyaman campuran
4. Anyaman dengan benang berwarna
5. Anyaman untuk tenunan rangkap
6. Anyaman khusus
Misalnya : anyaman handuk, anyaman berbulu, anyaman dengan benang pengisi,
anyaman permadani dan lain-lain.
DEKOMPOSISI
Kain tenun merupakan hasil silangan antara benang lusi dan benang pakan, dimana silangan
itu memiliki variasi tertentu. Variasi tersebut dinamakan pola anyaman. Anyaman yang dibuat
mempengaruhi kain hasil. Anyaman yang paling banyak silangannya cenderung lebih kuat
daripada kain dengan silangan yang sedikit, ini disebabkan karena silangan tersebut saling
memperkuat antara benang satu dengan benang yang lainnya.
Fakor lain yang mempengaruhi sifat kain adalah tetal benang, tetal benang menunjukan
banyaknya benang per satuan panjang. Semakin tinggi tetal benang maka kain semakin padat
sehingga kekuatan kain akan semakin baik.
Benang yang menyusun kain mengalami pengkeretan, hal ini deisebabkan karena adanya
silngan-silangan antara benang lusi dan benang pakan. Mengkeret benang ditunjukan dengan
persentase perbandingan antara selisih panjang benang sesungguhnya berbanding dengan
panjang benang setelah menjadi kain.
Data-data diatas sangat perlu didapatkan jika akan membuat kain yang sesuai dengan kain
contoh, maka untuk mencari data-data diatas digunakan ilmu dekomposisi kain. Dekomposisi kain
adalah penelitian terhadap kain mengenai tetal benang, jenis anyaman, berat kain, no benang, dan
lainnya yang menyangkut produksi kain.
Perlu ilmu khusus ini karena benang sangat kecil sekali dan juga pola anyamannnya ada yang
sederhana dan ada yang rumit. Mendekomposisi kain arinya kita ingin mendapatkan data-data
mengenai kain sampel yang akan kita buat kembali supaya kain yang dibuat sesuai atau sama
dengan kain yang didekomposisi.
Proses dekomposisi harus dilakukan secara hati-hati dan diusahakan pada suhu dan
kelembapan yang stabil, karena sifat benang terpengaruh oleh suhu dan kelembapan. Ketelitian
orang yang mendekomposisi sangat diperlukan supaya hasil dari penelitian tentang kain tidak
salah. Jika salah melakukan pendekomposisian maka kain yang akan dibuat tidak akan sesuai
dengan kain yang didekomposisi.
Proses ini biasa dilakukan pada industry yang memproduksi kain, Pihak produsen biasnya
menerima contoh kain lalu diminta untuk membuat kain yang sama dengan contoh yang diberikan.
Maka proses dekomposisi merupaka begian yang penting bagi proses perencanaan pembuata
kain yang sesuai dengan sampel.
Alat – alat yang digunakan pada praktikum dekomposisi anyaman polos adalah
1. Lup
Lup merupakan alat yang digunakan untuk menghitung tetal kain. Alat ini terdiri dari 3
bagian pokok yaitu :
A. Bagian atas, sebagai tempat melihat orang yang akan mencari tetal. Dibagian ini ada satu
buah kaca pembesar untuk mempermudah penghitungan helai benang.
B. Bagian penyangga
Bagian penyangga berfungsi untuk memberi jarak antara kaca pembesar dengan bagian
untuk menentukan tetal dengan luas satu inchi
C. Bagian Bawah
Bagian yang menempel pada kain dimana ada bagian yang berlubang sebesar 1 inchi
berbentuk persegi agar memudahkan kita menandai jumlah helai benang dalam satu inchi
2. Jarum kasur
Jarum kasur adalah jarum yang ukurannya besar berfunsi untuk menisar dan juga
untuk menandai benang ketika melakukan penghitungan untuk menentukan tetal lusi atau
tetal pakan pada kain.
3. Gunting
Gunting befungsi untuk memotong kain seukuran yang telah ditentukan. Gunting yang
digunakan diusahakan gunting yang mempunyai gerigi kecil supaya ketika menggunting
kain tidak licin.
4. Mistar
Mistar berfungsi untuk mengukur panjang kain yang didekomposisi juga untuk
mengukur panjang benang yang akan dicari faktor mengkeretnya.
5. Timbangan mikrobalam
Timbangan mikrobalam digunakan untuk menimbang benang, timbangan ini digunakan
untuk menimbang benang karena memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik dari timbangan
analitik.
6. Timbangan analitik
Timbangan analitik digunakan untuk menimbang kain contoh yang kan didekomposisi,
timbangan ini hanya digunakan untuk menimbang kain saja tidak utuk menimbang benang
karena tingkat ketelitiannya hanya 0,01 g sedangkan benang membutuhkan timbangan
yang mempunyai keteliian lebih kecil dari itu.,
Bahan yang dipakai pada praktikum ini adalah kain yang mempunyai anyaman sesuai
dengan yang akan didekomposisi.
1. Contoh uji ditentukan arah lusi dan pakannya terlebih dulu, kemudian diberi tanda
panah untuk arah lusi.
Cara menentukan arah lusi dapat dilakukan seperti :
Ketika diraba permukaan bahan, maka permukaan yang paling halus merupakan arah
lusi. Pada kain anyaman polos, arah lusi dapat ditentukan dengan melihat arah sisiran
dan pinggir kain. Arah lusi dapat diketahui dengan menerawang kain kearah cahaya,
benang yang searah dengan sisiran yang berupa garis – garis cahaya merupaka benang
lusi. Jika pinggir kain masih terlihat maka benang yang searah adalah benang lusi. Ada
cara lain yang lebih baik yaitu kain ditiras sampai terlihat umbaian – umbaian kain, Maka
tetal benang yang paling besar merupakan benang lusi
2. Tetal lusi dan pakan dihitung pada 5 tempat yang berbeda dan keempat tempat itu
membentuk garis miring, kemudian dicari nilai rata-ratanya.
Pola daerah yang dihitung lusi dan pakannya.
3. Dibuat garis persegi dengan ukuran 10 x 10 cm lalu digunting seukuran 10,5 x 10,5 cm.
4. Ditiras setiap sisi sehingga sudut – sudut kain tegak lurus dengan ukuran 10 x 10 cm.
5. Kain ditimbang teliti menggunakan timbangan analitik.
6. Setiap pinggir kain ditiras dan diambil lima – lima sehingga diperoleh benang lusi
sepuluh dan pakan sepuluh.
7. Kemudian benang itu ditimbang, sehingga diperoleh berat 10 helai benang lusi dan
berat 10 helai benang pakan.
8. Benang – benang yang telah ditimbang lalu diluruskan dan dihitung panjang setiap
benang, dicari rata – rata benang pakan dan rata – rata banang lusi..
9. Mengkeret benang lusi dan pakan dihitung, dengan rumus:
Panjang benang dari kain contoh = Pk
Panjang benang setelah pelurusan = Pb, maka
Mengkeret benang = M Pb Pk
Pb
100%
=
10. Hitung nomor benang secara metrik (Nm), inggris (Ne1) dan untuk benang lusi dan
pakan.
Panjang(m)
Nm = Ne1 = 0,59 x Nm
Berat10helai(gram)
11. Berikutnya berat kain per meter persegi dihitung, baik secara penimbangan maupun
perhitungan.
a. Penimbangan
b. dengan perhitungan p p
b=
dasar perhitungan = Nm b Nm
tetal(helai/ cm)
100cm 10 100
0
100 mengkeret
bL = Nm 100 dalam gram/meter
12. Menentukan tetal lusi dalam Sisir dan No Sisir Hani yang digunakan, untuk
menghitung tetal lusi dalam sisir, jika TS adalah tetal sisir , Cp adalah mengkeret pakan,
TL adalah tetal lusi ( Helai / “ ), NSH adalah nomor sisir hani dan t adalah banyaknya
cucukan dalam lubang, maka :
Ts = x TL dan NSH =
ANYAMAN POLOS
Nama-nama lain yang biasanya digunakan pada anyaman polos yaitu : Anyaman blacu, plat,
tabby, taffeta (taffeta weave), plain (plain weave).
Anyaman polos mempunyai ciri-ciri dan karakteristik sebagai berikut:
1. Mempunyai rapot yang paling kecil dari semua jenis anyaman.
2. Paling tua dan sederhana
3. Paling luwes untuk kain
Dari jarang sampai dengan padat
Dari paling ringan sampai dengan paling berat
Dengan berbagai ragam disain
4. Bekerjanya benang-benang lusi dan pakan paling sederhana, yaitu: 1-naik, 1-turun.
5. Simetris
6. Kain relative kuat
7. Ulangan rapot : kearah horizontal (lebar kain) atau kearah pakan diulangi sesudah 2
helai pakan. Pengulangan ke arah vertikal (panjang kain) atau ke arah lusi, diulangi
sesudah 2 helai lusi.
8. Jumlah silangan paling banyak diantara jenis anyaman yang lain.
9. Jika faktor-faktor yang lain sama, maka anyaman polos mengakibatkan kain dengan
anyaman polos menjadi kain paling kuat daripada kain dengan anyaman lain dan
letak benang lebih teguh atau tak mudah berubah tempat.
10.Anyaman polos paling sering dikombinasikan dengan faktor-faktor konstruksi
kain yang lain daripada jenis anyaman yang lainnya.
11.Tetal lusi dan tetal pakan pada anyaman polos mempunyai perpencaran (range)
yang lebih besar daripada anyaman lain (10 helai/inch – 200 helai/inch).
Perpencaran berat kain lebih besar daripada anyaman lain (0,25 oz/yds2 – 52
oz/yds2).
12.Anyaman polos lebih sesuai untuk diberi rupa yang lain dengan jalan mengadakan
ubahan-ubahan desain, baik pengubahan pada structural design maupun
pengubahan pada surface design dibandingkan dengan anyaman lainnya.
13.Pada umumnya, kain dengan anyaman polos penutupan kainnya (fabric cover)
berkisar pada 25 % - 75 %.
14.Anyaman polos dapat dipakai untuk kain yang jarang dan tipis (open construction /
sheer texture) dengan hasil yang memuaskan dari anyaman yang lain.
15.Banyak gun yang digunakan minimum 2 gun, tetapi untuk tetal lusi yang tinggi
digunakan 4 gun atau lebih.
16.Anyaman polos banyak dipakai untuk kain dengan konstruksi medium, dengan
fabric covers 51 % - 75 %. Penutupan lusi dan pakan berkisar 31 % - 50 %.
17.Anyaman polos untuk kain padat (close construction), biasanya menggunakan
benang pakan yang lebih kasar daripada benang lusi.
Karakteristik dari jenis ini cenderung menunjukan rip (rusuk horizontal pada
permukaan kain.
Pada anyaman polos, penggunaan 2 gun jarang digunakan, terutama yang digunakan
untuk menenun kain katun dengan tetal lusi yang lebih besar dari 20 helai/cm. Untuk tetal
tersebut biasanya digunakan 4 gun. Padapertenunan sutera kadang-kadang tetal lusi
mencapai 120 helai/cm, untuk ini digunakan 6-8 gun dengan cucukan loncat. Untuk menenun
kain wol halus dengan tetal lusi di atas 40 helai/cm, digunakn 12 gun dengan cucukan loncat.
Kekuatan tarik kain adalah beban maksimal yang dapat ditahan suatu contoh uji kain
hingga kain tersebut putus, sedangkan mulur kain adalah penambahan panjang kain pada saat
kain putus, dibandingkan dengan panjang kain semula dinyatakan dalam persen. Kekuatan tarik
digunakan untuk kain tenun. Kekuatan tarik kain dapat diuji dengan tiga cara, yaitu Pengujian Cara
Cekau, Pengujian Cara Pita Tiras, Dan Pengujian Cara Pita Potong.
Pengujian cara pita tiras (jalur urai) biasa dilakukan dengan ukuran contoh uji 3 cm x 20 cm
ditiras menjadi 2,5 cm x 20 cm, atau 6 cm x 20 cm ditiras menjadi 5 cm x 20 cm. Cara ini
umumnya dipakai untuk kain yang tidak dilapisi dengan kata lain kain yang mudah diurai.
Pengujian kekuatan tarik dengan pita tiras pada saat terjadi penarikan benang pada bagian tengah
kain yang mengalami tarikan, sedangkan benang yang terdapat pada kedua sisi kain hanya
mengalami tarikan yang kecil. Hal ini terjadi karena contoh uji yang telah diurai tidak ada jalinan
yang memegang benang pada sisi kain, maka pada saat beban bertambah benang-benang sisi
kain hanya hilang keritingnya saja, baru setelah bagian tengah putus benang pada bagian pinggir
kain putus. Pengujian kekuatan cara pita tiras selalu menghasilkan kekuatan tarik yang lebih
rendah dari cara cekau namun masih lebih tinggi dari cara pita potong.
UJI KEKUATAN SOBEK KAIN CARA
ELMENDORF
Pengujian ketahan sobek kain adalah uji daya tahan kain terhadap sobekan. Pengujian
kekuatan sobek kain sangat diperlukan untuk kain-kain militer seperti kain untuk kapal terbang,
paying udara, dan tidak kalah pentingnya untuk kain sandang. Pegujian tahan sobek dapat
dilakukan dengan cara :
Cara Trapesium
Cara Lidah
Cara elmendorf.
Pengujian cara Elmendorf menggunakan alat khusus yaitu Elmendorf, dengan system
ayunan pendulum, berbeda dengan cara trapezium dan cara lidah yang mengunakan alat uji
kekuatan tarik kain untuk mengujinya
Pada uji kekuatan sobek cara elemendorf ini bahan dibuat seperti contoh yang disediakan
dimana ukurannya adalah 10,2 x 7,5 cm sebanyak 5 buah untuk tiap masing-masing arah lusi dan
pakan. Pada tengah-tengah pinggir yang panjangnya 10,2 cm dibuat kotak dengan ukuran 1,2 x
1,2 cm.
Dengan menggunakan cara elmendorf ini maka data yag didapat dalam satuan % tetapi
berdasarkan SII maka data diolah dalam satuan gram sehingga diguakan rumus :
Skala terbaca
Kek. sobek (gram) x beban yang digunakan.
100
Pengujian kekuatan sobek kain adalah menguji daya tahan kain terhadap sobekan.
Pengujian kekuatan sobekkain sangat diperlukan untuk kain-kain militer seperti kain untuk kapal
terbang, payung udara, dan tidak kalah pentingnya juga untuk kain sandang. Pengujian kekuatan
sobek kain dapat dikakukan dengan tiga cara, yaitu :
Kekuatan kain dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu kekuatan tarik dan daya tahan
terhadap tarikan, tahan sobek (daya tahan terhadap sobekan) dan kekuatan tahan pecah (tahan
terhadap gesekan/bursting).
Masing-masing dari ketiga car pengujian ini mempunyai kegunaan masing-masing, dimana
contoh-contoh uji dibuat khusus tergantung pada jenis kain dan penggunannya.
Kekuatan kain merupakan daya tahan kain tarhadap tarikan pada arah lusi maupun pakan.
Untuk mengetahui kekuatan tarik kain, dipakai dengan tiga cara pengujian yaitu:
Cara pita potong
Cara pita tiras (grab strip raveled)
Cara cekau (strip test)
Pengujian Cara Pita Potong
Pada pengujian cara potong, contoh uji tepat dipotong 2,5 cm. cara ini pada umumnya
dipakai untuk kain yang dilapis atau kain yang dikanji tebal yang sukar atau tidak mungkin untuk
diurai. Dalam pemotongan kain contoh uji harus benar-benar sejajar dengan arah benang yang
memanjang.
Kain tenun dipotong dengan ukuran (2,5 x 20) cm, pada kedua ujung contoh uji dijepit dan
diberi tegangan sampai kain tersebut menjadi putus. Jadi yang diukur adalah beban maksimum
yang dapat ditahan oleh kain, hingga kain tersebut putus. Pada saat putus, kain tersebut
mendapat pertambahan panjang yang disebut mulur kain. Jadi kekuatan kain yang diukur
merupakan kekuatan minimum dari kain tersebut,baik untuk arah lusi maupun arah pakan.
Sedangka mulur yang diukur merupakan mulur pada saat putus.
Sifat-sifat kain dapat diuji dan dinyatakan dalam angka-angka, seperti kekuatan tarik, mulur
kain, ketahanan terhadap zat kimia dan sebagainya. Tetapi ada beberapa sifat kain yang tidak
dapat dinyatakan dalam angka-angkan seperti kenampakan,kehalusan atau kekasaran, kekakuan
atau kelemasan, dan mutu draping yang baik atau yang jelek. Sifat-sifat kain diatas diperluakn
dalam pemilihan kain.
Dalam pemilihan kain ada beberapa hal yang dilakukan seperti memegang, mencoba,
kemudian menentukan mana yang sesuai dengan penggunaannya. Dengan memegang dan
merasakan kain sebenarnya telah dinilai beberapa sifat sekaligus secara subyektif. Menurut Pierce
apabila pegangan kain ditentukan, maka mencakup rasa kaku atau lembek, keras atau lunak, dan
kasar atau halus.
Drape agak berbeda artinya yaitu kemampuan kain untuk memberikan kenampakan indah
waktu dipakai. Tidak semua bahan pakaian harus mempunyai Drape yang baik. Kain untuk Bullet
Skirt atau Patti Coat kaku, tidak harus mempunyai Drape yang baik. Untuk menentukan besarnya
kekakuan dan Drape ternyata terdapat beberapa kesulitan. Penelitian dilakukan untuk menentukan
metode yang bias mengatasi kesulitan dalam penentuan pegangan dan Drape.
Untuk itu ada dua hal yang perlu diperhatikan :
Pemisahan macam-macam bahan yang memiliki pegangan dan Drape, dan disain
instrument yang cocok untuk mengukur sifat-sifat kain secara individu.
Menentukan teknik statistic untuk menentukan kesimpulan hubungan antara hasil-hasil
pengujian yang dinilai secara individu dan secara grup oleh tim penilai.
Kekakuan Kain
Prinsip penentuan kekakuan kain dengan Shirley Stiftness Tester adalah contoh uji kain
dengan ukuran 20 x 2,5 cm yang disangga oleh bidang datar bertepi. Pita kain tersebut digeser
kearah memanjang dan ujung pita melengkung karena beratnya sendiri. Setelah ujung pita kain
o
sampai pada bidang yang miring dengan sudut 41,5 terhadap bidang datar, maka dari panjang
kain yang menggantung tadi dan sudut dapat dipertimbangkan parameter-parameter :
C = I ( cos ½ θ / 8 tg θ ) 1/3
I adalah panjang pita kain yang menjulur keluar bidang datar. Pada Shirley Stiftness
Tester dipilih sudut 41,5 o sehingga harga fungsi sudut θ adalah 0,5 dan harga bending
length sama dengan 0,5 I.
b) Flexural Regidity (G)
Adalah ukuran kekakuan yang diasosiasikan dengan pegangan. Abott menyarankan
bahwa nilai Flexural Regidity yang ditentukan dengan alat menunjukkan hubungan
yang baik dengan penentuan kekakuan yang dilakukan yang dilakukan oleh orang.
G = 0,1 W C3mg.cm
KT =KL x KPmg.cm
Pengujian kekuatan sobek kain adalah menguji daya tahan kain terhadap sobekan.
Pengujian kekuatan sobek kain sangat diperlukan untuk kain-kain militer seperti kain untuk kapal
terbang, payung udara, dan tidak kalah pentingnya juga untuk kain sandang. Pengujian kekuatan
sobek kain dapat dikakukan dengan tiga cara, yaitu :
Ketiga cara pengujian ini berbeda dalam menyiapkan contoh dan pembebanan yang dipakai.
Keawetan kain (serviceability) adalah lamanya suatu kain bisa dipakai sampai tidak bisa
dipakai lagi, karena suatu sifat penting telah rusak. Keawetan kain misalnya ditentukan oleh daya
tembus air, keawetan kain kanvas atau kain sepatu benar-benar ditentukan oleh keusangan. Jadi
keawetan tidak diuji dan hanya bergantung dari lamanya dipakai atau jumlah kali pakai.
Sedangkan keusangan (wear) adalah jumlah kerusakan kain karena serat-seratnya putus atau
lepas. Dalam hal-hal tertentu, misalnya kain belt keawetan dan keusangan mungkin sama, tetapi
dalam banyak hal lainnya berbeda. Keusangan juga merupakan suatu mutu kain yang tidak diuji
sebab kondisi-kondisi sangat bervariasi disamping tidak dapat diketahui secara kuantitatif
pengaruh macam-macam faktor terhadap keusangan.
Pilling kain adalah istilah yang diberikan untuk cacat permukaan kain karena adanya “pills”
yaitu gundukan serat-serat yang mengelompok dipermukaan kain yang menyebabkan tidak baik
dilihat. Pills akan terbentuk ketika dipakai atau dicuci, karena kekusutan serat-serat lepas yang
menonjol di permukaan kain akibat gosokan. Faktor-faktor yang menyebabkan keausan antara lain
:
Gaya-gaya yang langsung pada kain, ini bisa terjadi pada keadaan tidak normal.
Pengaruh tumbukan, ini penting pada alas lantai seperti permadani.
Tekukan atau friksi antar serat dengan serat dan antar benang dengan benang karena kain
sering tertekuk.
Gosokan, friksi antar kain dengan kain, friksi antar kain dengan benda lain dan friksi antar
serat dengan kotoran, ini menyebabkan putus serat.
Berdasarkan uraian diatas, faktor gosokan dalam banyak hal merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan keusangan. Pengujian ketahanan gosokan kain hanya merupakan pengujian
yang sederhana terhadap mutu kain. Jadi harus diingat bahwa gosokan bukan hanya satu-satunya
faktor yang mempengaruhi keusangan dan keawetan.
Pembagian diatas hanya pembagian yang kasar saja karena sesungguhnya banyak dijumpai
pula gosokan campuran yang rumit. Pengujian ketahanan gosokan kain dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui kemampuan kain menahan gosokan yang berputar dengan tekanan tertentu.
Ada beberapa hal penting yang mempengaruhi hasil pengujian ketahanan gosokan kain,yaitu :
Keadaan contoh, jika tidak ditentukan maka keadaan contoh harus dikondisikan dalam
kondisi standar pengujian.
Pemilihan alat, tergantung pada karakter pengujian yang diperlukan, apakah menggunakan
gosokan datar, tekanan, dan lain-lain.
Karakter gerakan, apakah arah gerakan bolak-balik, maju saja, memutar atau macam-
macam gerakan.
Arah gerakan, arah gerakan apakah searah lusi, pakan atau membentuk sudut terhadap lusi
dan pakan.
Pemilihan bahan penggosok, kain penggosok bisa berupa kain itu sendiri, kain standar
(kanvas atau wool), baja, silicon carbide, kain amplas atau kertas amplas. Masing-masing
penggosok mempunyai kelebihan dan kelemahan,misalnya jika kain penggosok adalah kain
contoh itu sendiri, proses penggosokan memerlukan waktu lama dan hasil pengujiannya
tidak bisa dibandingkan.
Pelapis contoh, kain pelapis contoh mempengaruhi hasil pengujian.
Kebersihan alat daerah yang digosok harus bersih dari kotoran, karena akan mempengaruhi
hasil gosokan, misalnya serat yang tinggal di daerah permukaan.
Tegangan contoh, tegangan harus distandarkan sehingga hasilnya sesuai dengan standar.
Tekanan antara penggosok dengan contoh, tekanan sangat berpengaruh terhadap lamanya
penggosokan karena itu harus distandarisasi.
Beberapa cara untuk menilai kerusakan akibat gosokan, yaitu :
Kenampakan terhadap contoh yang tidak tergosok.
Jumlah gosokan sampai kain berlubang, benang putus atau contoh putus.
Kehilangan berat setelah penggosokan.
Perubahan tebal kain.
Kehilangan kekuatan kain.
Perubahan sifat-sifat lain seperti daya tembus udara, kilau dan lain-lain.
Pengujian mikroskopis mengenai kerusakan benang atau serat pada kain.
Serat selulosa merupakan serat yang mudah kusut dan usaha-usaha untuk memperbaiki
kekurangan ini banyakdilakukan dalam proses penyempurnaan. Wol merupakan serat yang
elastisitasnya sangat baik, sehingga mudah pulih dari kekusutan. Sifat ini menjadi dasar untuk
mengukur sudut kembali dari kekusutan.
Kemampuan kembali dari kekusutan adalah sifat dari kain yang memungkinkan untuk
kembali dari lipatan. Alat uji untuk ketahanan terhadap kekusutan ada dua jenis, yaitu :
Pengujian Tootal
Prinsip pengujian dengan cara ini adalah kain dipotong dengan ukuran 4 cm x 1 cm,
kemudian dilipat dan ditekan dengan beban 500 gram untuk mengusutkan selama 5 menit.
Kain diambil dan digantungkan pada kawat selama 3 menit supaya kembali dari
kekusutannya, setelah itu jarak antara dua ujung pita (V) diukur. Untuk wol yang
mempunyai mutu crease recovery yang baik jarak antara kedua ujung pita 33 – 35 mm.
Pengujian dengan alat Shirley Crease Recovery Tester
Prinsip pengujiannya sama seperti Tootal tetapi yang diukur adalah sudut (V) nya bukan
jaraknya. Alat terdiri dari beban pemberat dan piringan busur derajat yang dipasang dan
dapat berputar pada porosnya. Tepat pada 0 0 dipasang penjepit untuk menjepit contoh uji.
Tepat dibawah poros piringan, pada dudukan terdapat lempeng penunjuk. Disamping itu
terdapat pula garis penunjuk sudut pada skala.
Prinsip pengujiannya dengan cara kain dipotong berbentuk pita kemudian dilipat dan
ditekan dengan beban tertentu selamawaktu tertentu. Kemudian contoh uji dipasang pada
lempeng busur derajat, dibiarkan pulih dari lipatan dan diatur ujung contoh uji yang bebas
lurus dengan lempeng petunjuk. Setelah waktu tertentu atur kembali penunjuk sesuai arah
ujung kain dan baca sudut kembali dari kekusutan tersebut. Prinsip pengujian dan alat dari
Shirley dan AATCC sama tetapi kondisi pembebanan dan waktu pembebanan serta waktu
pembacaan sudut berbeda.
Pengujian slip jahitan dilakukan dengan cara contoh uji dilipat kemudian dijahit didekat dan
sejajar dengan lipatan, kemudian dipotong. Contoh uji ditarik kearah tegak lurus jahitan, sehingga
dapat ditentukan besarnya gaya yang menyebabkan terjadinya pergeseran benang selebar yang
ditentukan (3 mm atau 6 mm). Slip jahitan juga dapat diukur dengan berapa cm slip benang pada
jahitan setelah diberi beban tertentu (8 kg atau 12 kg). Kedua cara diatas bisa digunakan untuk
mencari besarnya slip jahitan. Saat ini cara yang dipilih adalah untuk menentukan gaya yang
diperlukan untuk pembukaan selebar 6 mm atau 3 mm.
Kekuatan jahitan adalah kemampuan suatu jahitan untuk menahan beban maksimum.
Stich jahitan diatur sedemikian rupa sehingga didapat stich jahitan 12 per inci. Kemungkinan yang
terjadi setelah kain diuji kekuatan jahitannya adalah kain putus, benang jahit yang putus, benang-
benang pada kain tergelincir dan gabungan dua atau tiga penyebab diatas.
Alat yang digunakan untuk pengujian kekuatan jahitan dan slip jahitan adalah alat uji
kekuatan tarik kain baik sistem laju tarik tetap maupun sistem mulur tetap.
Daya tembus udara penting untuk diuji karena susunan dari kain terdiri dari benang-benang
dan benang-benang terdiri dari serat-serat, maka bagian dari volume suatu kain sebenarnya terdiri
dari rongga udara. Jumlah ukuran dandistribusi dari ruang tersebut sangat mempengaruhi sifat-
sifat dari kain, seperti kehangatan dan perlindungan terhadap angin dan hujan serta efisiensi dari
penyaringan dari kain-kain untuk industry. Contoh kain untuk kantong-kantong vacuum cleaner
harus mudah dilalui udara tetapi mencegah masuknya kotoran. Meskipun jumlah ruang udara dari
dua macam kain sama, akan tetapi mungkin saja kain yang satu lebih sukar dilalui udara dari pada
kain yang lain dan karenanya akan lebih hangat dipakai.
Pengujian kekuatan jebol kain dilakukan pada kain rajut dan beberapa jenis kain tertentu,
misalnya kain-kain untuk militer dan payung terbang, selain itu dipakai pula untuk kertas.
Pengujian tahan jebol dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengujian dengan bola penekan dan
pengujian dengan diafragma.
Pengujian dengan bola penekan dilakukan dengan alat uji kekuatan tarik yang dilengkapi dengan
bola baja yang mendorong contoh yang dijepit oleh penjepit yang berbentuk cincin untuk
memegang contoh uji. Peralatan terpasang pada alat uji kekuatan tarik sedemikian rupa, sehingga
pada saat berjalan, bola yang berukuran satu inci akan mendorong kain keatas. Beban yang
diperlukan untuk memecah kain menunjukkan kekuatan jebol kain tersebut.
Pengujian dengan diafragma, penekan digunakan diafragma yang terbuat dari karet, yang
ditekan oleh cairan yang digerakkan oleh pompa, sehingga karet akan mendorong kain hingga
pecah. Besarnya tekanan yang terjadi diukur dengan pengukur tekanan tabung bourdon.
Kapasitas alat ini relative kecil.
Kekuatan jahitan adalah kemampuan suatu jahitan untuk menahan beban maksimum.
Stich jahitan diatur sedemikian rupa sehingga didapat stich jahitan 12 per inci. Kemungkinan yang
terjadi setelah kain diuji kekuatan jahitannya adalah kain putus, benang jahit yang putus, benang-
benang pada kain tergelincir dan gabungan dua atau tiga penyebab diatas.
Pengujian slip jahitan dilakukan dengan cara contoh uji dilipat kemudian dijahit didekat dan
sejajar dengan lipatan, kemudian dipotong. Contoh uji ditarik kearah tegak lurus jahitan, sehingga
dapat ditentukan besarnya gaya yang menyebabkan terjadinya pergeseran benang selebar yang
ditentukan (3 mm atau 6 mm). Slip jahitan juga dapat diukur dengan berapa cm slip benang pada
jahitan setelah diberi beban tertentu (8 kg atau 12 kg). Kedua cara diatas bisa digunakan untuk
mencari besarnya slip jahitan. Saat ini cara yang dipilih adalah untuk menentukan gaya yang
diperlukan untuk pembukaan selebar 6 mm atau 3 mm.
Alat yang digunakan untuk pengujian kekuatan jahitan dan slip jahitan adalah alat uji
kekuatan tarik kain baik sistem laju tarik tetap maupun sistem mulur tetap.
Sifat-sifat kain dapat diuji dan dinyatakan dalam angka-angka, seperti kekuatan tarik, mulur
kain, ketahanan terhadap zat kimia dan sebagainya. Tetapi ada beberapa sifat kain yang tidak
dapat dinyatakan dalam angka-angkan seperti kenampakan,kehalusan atau kekasaran, kekakuan
atau kelemasan, dan mutu draping yang baik atau yang jelek. Sifat-sifat kain diatas diperluakn
dalam pemilihan kain.
Dalam pemilihan kain ada beberapa hal yang dilakukan seperti memegang, mencoba,
kemudian menentukan mana yang sesuai dengan penggunaannya. Dengan memegang dan
merasakan kain sebenarnya telah dinilai beberapa sifat sekaligus secara subyektif. Menurut Pierce
apabila pegangan kain ditentukan, maka mencakup rasa kaku atau lembek, keras atau lunak, dan
kasar atau halus.
Drape agak berbeda artinya yaitu kemampuan kain untuk memberikan kenampakan indah
waktu dipakai. Tidak semua bahan pakaian harus mempunyai Drape yang baik. Kain untuk Bullet
Skirt atau Patti Coat kaku, tidak harus mempunyai Drape yang baik. Untuk menentukan besarnya
kekakuan dan Drape ternyata terdapat beberapa kesulitan. Penelitian dilakukan untuk menentukan
metode yang bias mengatasi kesulitan dalam penentuan pegangan dan Drape. Untuk itu ada dua
hal yang perlu diperhatikan :
Pemisahan macam-macam bahan yang memiliki pegangan dan Drape, dan disain
instrument yang cocok untuk mengukur sifat-sifat kain secara individu.
Menentukan teknik statistic untuk menentukan kesimpulan hubungan antara hasil-hasil
pengujian yang dinilai secara individu dan secara grup oleh tim penilai.
Langsai Kain (Drape)
Kelangsaian (Drape) adalah variasi dari bentuk atau banyaknya lekukan kain yang
disebabkan oleh sifat kekerasan, kelembutan, berat kain dan sebagainya apabila kain
digantungkan. Drape faktor adalah perbandingan selisih luas proyeksi vertical dengan luas
landasan contoh uji terhadap selisih contoh uji dengan luas landasan contoh uji.
The Fabris Research Laboratories of USA telah mengembangkan suatu metode untuk
mengukur Drape, hal ini dilakukan dengan cara menggabungkan karakteristik lusi dan pakan
menghasilkan suatu tekukan seperti terlihat ditoko apabila digantung pada gantungan bulat.
Pengujian dilakukan dengan cara selembar kain contoh uji ukuran diameter 25 cm atau 10
inchi disangga oleh sebuah cakra bulat berdiameter 12,5 cm, dimana bagian kain yang tidak
tersangga akan jatuh (Drape) seperti terlihat pada gambar.
A B
Bila tidak ada Drape yang terjadi maka proyeksi contoh akan tetap 25 cm,karena adanya
Drape maka terlihat seperti gambar B.
F = As – Ad F = koefisien Drape
AD – Ad AD = luas contoh
As = luas proyeksi contoh setelah diatas cakra
Ad = luas cakra penyangga
C. ALAT DAN BAHAN
KONSTRUKSI KAIN
1. Peralatan untuk dekomposisi anyaman polos :
Lup
Gunting
Jarum kasur
Mistar
Timbangan analitik
Timbangan mikrobalam
Alat tulis
2. Bahan yang dipakai pada praktikum ini adalah kain yang mempunyai anyaman polos.
4,5 cm 4,5 cm
2 cm
10,2 cm
1. Peralatan
Shirley Stiftness Tester
Gunting
Mistar
15 cm 10 cm
2,5 cm
2,5 cm
7,5 cm
1. Peralatan
Martindale Wear and Abrasion Tester, yang dilengkapi dengan :
Beban penekan 9 ± 0,2 kPa (untuk kain berat ≤ 150 g/m2) dan 12 ± 0,2 kPa (untuk
kain dengan berat 151 – 300 g/m2).
Alat stop motion setelah ditentukan jumlah gosokannya.
Pemotong/pisau berbentuk lingkaran dengan diameter 38 mm.
Neraca dengan ketelitian sampai 1 mg.
Kaca pembesar.
Kain penggosok standar, kain felt wool, berat 576 -678 g/m2 , tebal 2 mm.
Pelapis contoh uji busa poliuretan, tebal 3 mm, berat jenis 0,04 g/cm2.
35 cm 25 cm
10 cm 10 cm
10 cm
5 cm
2,5 cm
20 cm 1,3 cm
D. LANGKAH KERJA
KONSTRUKSI KAIN
Menentukan arah lusi dan arah pakan. (arah lusi diberi tanda panah).
Menghitung tetal lusi dan tetal pakan pada 5 lima tempat yang berbeda, dan mencari
harga rata-ratanya.
Kain contoh dipotong 10 x 10 cm, lalu ditimbang.
Benang lusi dan pakan diambil dari sisi yang berbeda, masing-masing 5 helai. Lusi 10
helai dan pakan 10 helai.
Benang lusi dan benang pakan hasil cara kerja point 4, ditimbang.
Menghitung mengkeret lusi dan pakan.
o panjang benang lusi/pakan dari kain contoh = Pk
o panjang benang lusi/pakan setelah diluruskan = Pb
Pb Pk 100%
o Mengkeret benang : M =
Pb
BB BK 100%
=
BB
b) Pengujian
Atur posisi tombol beban pada skala 10 kg atau 20 kg (sesuai dengan kekuatan
sobek kain).
Pasang kain contoh uji pada klem.
Pindahkan switch kekuatan tarik dan mulur pada posisi ON.
Atur kertas grafik sehingga kedudukan pena pada kertas grafik berada pada salah
satu titik potong absis dan ordinat grafik.
Tekan tombol UP sehingga mesin bergerak menarik contoh uji keatas.
Biarkan penarikan sampai selesai (dalam grafik didapat mulur 5 cm).
Setelah itu hentikan mesin dengan menekan tombol OFF.
Off kan switch kekuatan tarik dan mulur,kemudian turunkan klem dengan menekan
tombol down.
Lakukan pengujian pada lima sampel arah lusi dan pakan.
Beri tanda pada grafik 5 titik puncak tertinggi dan 5 puncak terendah dan hitung rata-
rata 5 titik puncak tertinggi dan 5 titik puncak terendah.
Hitung rata-rata, standar deviasi dan koefisien variasi dari data hasil pengujian.
Periksa kerusakan contoh uji setiap interval sesuai tabel diats menggunakan kaca
pembesar tanpa dilepas dari pemegang contoh uji, apakah sudah dua helai benang
putus atau belum.
Jika telah putus catat jumlah gosokan.
Pegang pemegang contoh uji dengan tangan kiri, contoh uji diletakkan dengan
menggunakan penjepit diantara lempeng pemegang contoh dan salah satu ujung
tepat berada dibawah garis 18 mm. Dengan menggunakan penjepit ujung yang bebas
dilipat ke belakang sampai tepat pada tanda garis 18 mm pada lempeng logam yang
lebih pendek dan dipegang dengan kuku ibu jari kiri. Harus dicegah agar contoh uji
tidak dipegang didekat daerah pelipatan meskipun menggunakan penjepit. Pada
bagian ini tidak boleh ada pelipatan atau penekanan tetapi harus ada dalam keadaan
melengkung.
Buka plastik penekan dengan tangan kanan kemudian pemegang dan contoh uji
dimasukkan kedalam plastik penekan sedemikian sehingga lempeng plastik yang
mempunyai tempelan plastik menempel dan sejajar dengan lempeng panjang dan
pemegang contoh. Bagian yang lebih tebal dari lempeng plastik diatur sehingga tepat
berada diatas contoh uji. Ujung lempeng plastik penekan ditutup perlahan-lahan, asal
cukup untuk memegang contoh uji sehingga garis pada lempeng pendek, pemegang
contoh uji, ujung bebas contoh uji,dan ujung plastik penekan terletak satu garis. Cara
ini harus membentuk lipatan kira-kira 1 mm dari ujung lempeng logam.
Letakkan penekan bersama-sama contoh uji diatas dan dengan perlahan-lahan
pemberat 500 gram diletakkan diatas bagian yang tebal. Setelah 5 menit ± 5 detik
pemberat diambil pemegang bersama penekan diambil bersama-sama, ujung
pemegang contoh dimasukkan pada penjepit yang terpasang pada permukaan
piringan alat uji. Plastik penekan segera dilepaskan. Ujung contoh uji dijaga supaya
tidak tergulung dan letak pemegang contoh uji diatur dengan baik.
Lipatan harus tepat terletak pada titik tengah piringan dan bagian contoh uji yang
tergantung harus segaris dengan garis penunjuk vertikal. Pengerjaan-pengerjaan ini
harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak menyentuh atau meniup bagian contoh
uji yang tergantung atau menempelkannya pada permukaan piringan dengan
menekan pemegang contoh uji kebelakang dan pengerjaan tersebut harus dilakukan
secepat mungkin.
Untuk menghilangkan pengaruh daya tarik bumi, bagian contoh uji yang tergantung
dibiarkan segaris dengan garis penunjuk vertikal selama 5 menit waktu kembali.
Apabila diperlukan hasil yang lebih teliti maka pengaturan setiap 15 detik pada menit
pertama dan selanjutnya setiap 1menit.
Setelah 5 menit ± 5 detik dari pengambilan beban (10 menit dari pembebanan)
bagian contoh uji yang tergantung diatur lagi segaris dengan garis vertikal untuk yang
terakhir, dan baca besarnya sudut kembali sampai derajat terdekat dari busur derajat.
KONSTRUKSI KAIN
Anyaman polos
Contoh kain
Perhitungan
Mengkeret Lusi dan Pakan
Pakan
B2 + B3 = B4 = 69,05 + 41,90
= 110,95 g/m2
Selisih berat
= 117,824 g/m
PENGUJIAN KEKUATAN TARIK DAN MULUR KAIN CARA PITA TIRAS
Rata – rata ( )= = 17 kg
Xi (xi- ) (xi - )2
16 -1 1
17 0 0
18 1 1
2
SD = = =1
Xi (xi- ) (xi - )2
21 0,7 0,49
20 -0,3 0,09
20 -0,3 0,09
0,67
SD = = = 0,57
3. Mulur Lusi ( cm )
Rata – rata ( )= = 3,6 kg
Xi (xi- ) (xi - )2
3,5 -0,1 0,01
3,8 0,2 0,04
3,5 -0,1 0,01
0,06
SD = = = 0,17
4. Mulur Pakan ( cm )
xi (xi- ) (xi - )2
4,5 0,3 0,09
4 -0,2 0,04
4 -0,2 0,04
0,17
SD = = = 0,29
Xi (xi- ) (xi - )2
20,5 0,67 0,4489
20 0,17 0,0289
19 -0,83 0,6889
1,1667
SD = = = 0,76
Xi (xi- ) (xi - )2
15,5 -0,66 0,4356
17 0,84 0,7056
16 -0,16 0,0256
1,1668
SD = = = 0,76
3. Mulur Lusi ( cm )
Xi (xi- ) (xi - )2
3,5 0,34 0,1156
3,5 0,34 0,1156
3 -0,16 0,0256
0,2568
SD = = = 0,35
4. Mulur Pakan ( cm )
Xi (xi- ) (xi - )2
3,5 0,34 0,1156
3 -0,16 0,0256
3 -0,16 0,0256
0,1662
SD = = = 0,28
1. Lusi
Xi (xi- ) (xi - )2
1,6 -0,075 0,005625
1,8 0,125 0,015625
1,6 -0,075 0,005625
1,7 0,025 0,000625
1,5 -0,175 0,030625
1,8 0,125 0,015625
1,5 -0,175 0,030625
1,7 0,025 0,000625
1,8 0,125 0,015625
1,6 -0,075 0,005625
1,7 0,025 0,000625
1,8 0,125 0,015625
0,1425
SD = = = 0,1138180368 = 0,11
Xi (xi- ) (xi - )2
1,7 0 0
1,7 0 0
1,8 0,1 0,01
1,6 -0,1 0,01
1,7 0 0
1,8 0,1 0,01
1,8 0,1 0,01
1,8 0,1 0,01
1,7 0 0
1,6 -0,1 0,01
1,6 -0,1 0,01
1,7 0 0
0,07
SD = = = 0,0797724037 = 0,07
KL = 0,1 x B x L3 mg.cm
= 0,1 x 105,2 x ( 1,675 )3
= 49,437918125 mg.cm
KP = 0,1 x B x P3 mg.cm
= 0,1 x 105,2 x ( 1,70 )3
= 51,68476 mg.cm
Kekakuan Total = mg.cm ( K )
=
= 50,548856893 mg.cm
Rata – rata ( )= = 14 kg
SD = = = 2,17
SD = = = 0,5
CV = x 100% = x 100% = 4 %
PENGUJIAN KEKUATAN SOBEK KAIN CARA ELMENDORF
b. 27%, mengkeret
c. 27%, mengkeret
xi (xi- ) (xi - )2
864 0 0
864 0 0
864 0 0
0
SD = = =0
CV = x 100% = x 100% = 0 %
b. 80 %, mengkeret
c. 77 %, mengkeret
xi (xi- ) (xi - )2
1312 37,4 1398,76
1280 5,4 29,16
1232 -42,6 1814,76
3242,68
SD = = = 40,27
Berat ( % ) = = 2,13 %
2. Ketebalan ( mm )
a. Awal
0,225 mm
0,22 mm
0,22 mm
0,22 mm
Rata-rata ketebalan awal = 0,22125 mm
b. Akhir
0,23 mm
0,23 mm
0,22 mm
0,22 mm
Rata-rata ketebalan akhir = 0,225 mm
Ketebalan ( % ) = = 1,7 %
Xi (xi- ) (xi - )2
8 -0,75 0,5625
10 1,25 1,5625
9 0,25 0,0625
8 -0,75 0,5625
2,75
SD = = = 0,95
Perhitungan : x 100%
1. Bagian Atas
Luas sample ( B ) = 50.670,75 mm2
Luas landasan ( A ) = 12.468,98 mm2
Luas Drape ( C ) = 30.196,49 mm2
Drape ( % ) = 46,40%
x 100% = 46,40 %
2. Bagian Bawah
Luas sample ( B ) = 50.670,75 mm2
Luas landasan ( A ) = 12.468,98 mm2
Luas Drape ( C ) = 30.094,94 mm2
Drape ( % ) = 46,14 %
x 100% = 46,14 %
xi (xi - ) (xi - )2
29,5 6,2 38,44
30 6,7 44,89
24 0,7 0,49
17,5 -5,8 33,64
15,5 -7,8 60,84
178,3
SD = = = 6,67
xi (xi - ) (xi - )2
16,5 3,2 10,24
17 3,7 13,69
13,5 0,2 0,04
11 -2,3 5,29
8,5 -4,8 23,04
52,3
SD = = = 3,61
Xi (xi - ) (xi - )2
24 5,3 28,09
26,5 7,8 60,84
16,5 -2,2 4,84
13,5 -5,2 27,04
13 -5,7 32,49
153,3
SD = = = 6,19
xi (xi - ) (xi - )2
12,5 3 9
12,5 3 9
8,5 -1 1
7,5 -2 4
6,5 -3 9
32
SD = = = 2,82
PENGUJIAN KEMAMPUAN KAIN UNTUK KEMBALI DARI KEKUSUTAN ATAU LIPATAN
1. Lusi
Muka = 160°
Belakang = 159°
Muka = 160°
Belakang = 158°
xi (xi- ) (xi - )2
160° 0,75 0,5625
159° -0,25 0,0625
160° 0,75 0,5625
158° -1,25 1,5625
2,75
SD = = = 0,95
2. Pakan
Muka = 158°
Belakang = 159°
Muka = 157°
Belakang = 158°
Xi (xi- ) (xi - )2
158° 0 0
159° 1 1
157° -1 1
158° 0 0
2
SD = = = 0,81
Xi (xi - ) (xi - )2
8,3 0 0
8,3 0 0
Jumlah 0
SD = = =0
CV = x 100% = x 100% = 0 %
= 72 + [ x ( 197 – 72 ) ]
= 72 + 59,6153846154
= 131,6153846154 /menit/ = 131,61 /menit/
Atau
= 72 + [ x ( 197 – 72 ) ] x 0,508
= 66,8606153846 /menit/ = 66,87 /menit/
Jadi harga daya tembus udara kain uji adalah sebesar 131,61 /menit/
1. Lusi
Bukaan 3 = 3 x 5 + 1 mm = 16 mm ( ≥ 20,4 kg )
Bukaan 6 = 6 x 5 + 1 mm = 31 mm ( ≥ 20,4 kg )
2. Pakan
Bukaan 3 = 3 x 5 + 4 mm = 19 mm ( 18 kg )
Bukaan 6 = 6 x 5 + 4 mm = 34 mm ( ≥ 20,4 kg )
F. DISKUSI
KONSTRUKSI KAIN
1. Pada saat menghitung tetal, harus dilakukan secara hati-hati agar diperoleh tetal yang
sesuai dengan kain yang didekomposisi. Dalam melakukan penghitungan tetal harus
dilakukan di tempat yang berbeda ( minimal 5 tempat yang berbeda pada kain ), karena
dimungkinkan adanya perbedaan jumlah tetal dalam kain tersebut sehingga kita akan
mampu mencari nilai rata – rata dari jumlah tetal tersebut.
2. Proses penimbangan kain dan benang harus diperhaikan dengan baik, jarum penunjuk
harus menunjukan angka nol sebelum dilakukan penimbangan supaya berat yang
didapat adalah berat yang sebenarnya. Sebab proses penimbangan ini sangatlah
berpengaruh dalam proses perhitungan.
3. Pemotongan kain ukuran 10 cm x 10 cm harus dilakukan seteliti mungkin karena hal ini
dapat berpengaruh pada proses perhitungan, usahakan pemotongan dilakukan lebih
dari 10 cm, agar luas kain yang dikehendaki ( ukuran 10 x 10 ) dapat dicapai, dan sisa
kain yang lebih tadi akan ditiras, penirasan adalah mengambil benang perhelai sampai
pada titik 10 cm sehingga tidak ada benang yang terpotong.
4. Dalam mengukur panjang benang sesungguhnya, harus diurut secara perlahan, hal ini
dilakukan karena masih ada lekukan – lekukan pada benang, mengurut benang jangan
terlalu keras karena itu akan menyebabkan benang bertambah panjang dari yang
sesungguhnya. Pengukuran panjang benang ini sangatlah berpengaruh pada
perhitungan terlebih pada pencarian nilai mengkeret benang.
5. Dalam menentukan pola anyaman, dilakukan dengan cara meniras satu per satu
benang lalu dilihat jalannya benang dan digambarkan pada kertas berpetak, hal ini
dilakukan terus sampai ditemukannya anyaman satu raport dari kain yang
didekomposisi.
6. Parameter keberhasilan dekomposisi dapat dilihat dari persentase selisih antar berat
hasil penimbangan dengan berat hasil perhitungan. Jika persentase itu dibawah 5%
maka proses dekomposisi benar, tetapi jika lebih dari 5% menunujukan proses
dekomposisi sudah salah.
Pengujian dilakukan untuk menentukan besarnya kekuatan tarik pada contoh uji
dengan cara pita tiras. Pengujian dilakukan dengan mesin dynamometer dengan
kecepatan 100 mm/Menit. Pada pengujian ini kain contoh uji ditiras sehingga pengujian
dapat dilakukan tepat pada arah lusi maupun arah pakannya.
Pengujian yang dilakukan pada jarak jepit 7,5 cm diperoleh nilai mulur pada arah
lusi rata-rata 48% pada beban 17 kg. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada arah lusi
memiliki rata – rata kekuatan maksimal pada beban 17 kg dengan mulur 48 %. Sedangkan
mulur pakan 55,53% dengan kekuatan tarik 20,3 kg, yang berarti bahwa pada arah pakan
memiliki rata – rata kekuatan pada pembebanan sebesar 20,3 kg dengan mulur 55,53%.
Dari data yang diperoleh terlihat bahwa pada kain contoh uji arah lusi memiliki
kekuatan tarik dan mulur yang lebih kecil daripada arah pakan. Besarnya mulur serta
kekuatan tarik pada kain contoh uji dipengaruhi oleh konstruksi kain. Konstruksi tersebut
meliputi konstruksi benang, baik dari jenis serat maupun jenis benangnya itu sendiri seperti
benang gintir atau benang rangkap yang lebih kuat daripada benang single.
Pada pengujian kekuatan tarik dengan cara pita tiras ini diperoleh hasil kekuatan
tarik yang lebih besar dibandingkan dengan pengujian kekuatan tarik dengan cara pita
potong, hal ini disebabkan pada cara pita tiras kain contoh uji lebih tepat sejajar kearah lusi
maupun pakan ( terfokus ), sedangkan cara pita potong kemungkinan arah benang kurang
tepat dan kurang sejajar, jadi kekuatannya lebih lemah.
PENGUJIAN KEKUATAN SOBEK KAIN CARA ELMENDORF
Percobaan dilakukan untuk menguji kekuatan sobek kain dengan alat Elmendorf
( pendulum ). Pada pengujian ini, kain contoh uji disobek dengan pendulum setelah
diberikan sobekan awal 1 cm. Penggunaan alat Elmendorf disesuaikan dengan kain
contoh yang akan diuji, yaitu pada beban yang akan digunakan pada pendulum.
Pengujian untuk beban 1600 gram akan menunjukkan nilai antara 20% - 80%, jika nilai
yang diperoleh melebihi batas tersebut harus digunakan beban yang lebih besar untuk
yang diatas 80% 9 3200 gram . Sedangkan untuk yang dibawah 20% harus digunakan
beban yang lebih kecil dari 1600 gram.
Pada praktikum ini, beban yang digunakan adalah 3200 gram untuk lusi dan 1600
gram untuk pakan . Pada arah lusi diperoleh rata-rata 864 gram dan arah pakan rata-rata
1274,6 gram. Dari data tersebut juga menunjukkan bahwa kekuatan sobek kain pada arah
pakan lebih besar dibandingkan arah lusi. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan pada
beban yang digunakan. Pada lusi beban yang digunakan adalah 3200 ini menunjukkan
bahwa rata – rata kekuatan sobek untuk lusi dapat dicapai pada beban 3200 ( lebih dari
80% ).
Hal ini dapat dipengaruhi oleh konstruksi kain, seperti pada benang yang terdiri dari
benang gintir atau benang rangkap sangat mempengaruhi kekuatan kain. Selaian itu jenis
serta kerapatan anyaman juga mempengaruhi kekuatan sobek kain.
Selain pada hal diatas, pada pakan memiliki kekuatan sobek kecil karena pada
percobaannya hanya satu data yang dapat diambil sehingga hal ini dapat mempengaruhi
perbandingan kekuatan sobek dengan lusi.
Pada percobaan ini juga, sobekan kain baik pada lusi maupun pakan mengalami
kerutan ( mengkeret ). Hal ini disebabkan karena konstruksi kain yang tidak seimbang
antara lusi dengan pakannya.
Pengujian ini dilakukan dengan alat Stiffness Tester. Pada percobaan ini didapat
kekakuan total adalah 50,548856893 mg.cm dengan bending modulus 56 kg/cm2. Nilai
bending modulus yang ditunjukkan adalah merupakan nilai dari kekakuan kain dalam kg
untuk setiap cm2. Sehingga dapat diartikan bahwa kekakuan kain adalah 56 kg/cm2.
Kekakuan ini dapat dipengaruhi oleh konstruksi benang baik itu lusi maupun pakannya.
Selain itu juga faktor kerapatan serta jenis anyaman juga berpengaruh pada kekakuan kain
tersebut. Makin besar nilai bending modulusnya maka makin kaku kain tersebut namun
dengan ketebalan kain yang relative kecil. Selain itu juga, kekakuan kain tenun (contoh uji )
juga disebabkan oleh proses pertenunan dimana benang lusinya dilakukan penganjian
sehingga apabila pada saat proses persiapan penyempurnaannya kurang baik
kemungkinan kanji masih tersisa sehingga pegangannya kaku.
Pengujian dilakukan untuk menentukan besarnya kekuatan tarik pada contoh uji
dengan cara pita potong. Pengujian dilakukan dengan mesin dynamometer dengan
kecepatan 100 mm/Menit.
Pengujian yang dilakukan pada jarak jepit 7,5 cm diperoleh nilai mulur pada arah
lusi rata-rata 42,23% pada beban 19,83 kg. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada arah
lusi memiliki rata – rata kekuatan maksimal pada beban 19,83 kg dengan mulur 42,23 %.
Sedangkan mulur pakan 42,23 % dengan kekuatan tarik 16,16 kg, yang berarti bahwa
pada arah pakan memiliki rata – rata kekuatan pada pembebanan sebesar 16,16 kg
dengan mulur 42,23%.
Dari data yang diperoleh terlihat bahwa pada kain contoh uji arah lusi memiliki
kekuatan tarik yang lebih besar daripada arah pakan. Besarnya mulur serta kekuatan tarik
pada kain contoh uji dipengaruhi oleh konstruksi kain. Konstruksi tersebut meliputi
konstruksi benang, baik dari jenis serat maupun jenis benangnya itu sendiri seperti benang
gintir atau benang rangkap yang lebih kuat daripada benang single.
Pada pengujian kekuatan tarik dengan cara pita potong ini diperoleh hasil kekuatan
tarik yang lebih kecil dibandingkan dengan pengujian kekuatan tarik dengan cara pita tiras,
hal ini disebabkan pada cara pita potong kemungkinan arah benang kurang tepat dan
kurang sejajar, jadi kekuatannya lebih lemah. sedangkan pada cara pita tiras kain contoh
uji lebih tepat sejajar kearah lusi maupun pakan ( terfokus ).
Pengujian dilakukan untuk menentukan besarnya kakuatan sobek kain contoh uji
dengan cara trapesium. Pada pengujian ini dilakukan dengan mesin instron dengan
kecepatan tarik 200mm/menit, dan beban 20 kg. Pada pengujian ini kain contoh uji dijepit
pada alat penjepit dengan posisi miring yang berlawanan pada penjepit atas dan penjepit
bawah. Kain contoh uji diberikan sobekan awal 1 cm untuk menentukan arah sobekan.
Pengujian dilakukan pada arah lusi dan arah pakan. Pada pengujian ini diperoleh
nilai rata-rata pada arah lusi 21 kg dan pada arah pakan 11,4 kg. hal tersebut menunjukkan
bahwa kekuatan sobek kain contoh uji pada arah lusi rata-tara 21 kg dan arah pakan 11,4
kg. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kekuatan sobek kain pada arah lusi lebih besar
dari pada arah pakan. Hal ini disebabken konstruksi benang pada arah lusi lebih kuat
daripada arah pakannya.
Perbandingan dengan pengujian kekuatan sobek yang telah dilakukan yaitu dengan
cara Elmendorf, cara trapesium ini diperoleh rata-rata kekuatan sobek yang lebih besar, hal
ini disebabkan karena pada cara trapesium digunakan mesin dengan beban sebagai
penarik sehingga diperlukan kekuatan yang lebih besar. Sedangkan pada cara Elmendorf
sobekan terjadi karena gesekan langsung dengan pendulum sehingga diperlukan kekuatan
yang lebih kecil daripada tarikan pada cara trapesium ini.
PENGUJIAN KETAHANAN GOSOK KAIN
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan gosokan pada kain contoh uji
dengan melihat besarnya pengurangan berat serta penambahan tebalnya. pengujian ini
dilakukan pada mesin dengan 500 kali gosokan dengan menggunakan beban 9 kPa.
pengujian dilakukan pada permukaan kain contoh uji yang berbeda sehingga nantinya akan
diperoleh nilai rata-rata.
Pada pengujian ketahanan gosokan ini diperoleh pengurangan berat rata-rata 2,13 %,
dan penambahan ketebalan rata-rata 1,7 %. Hasil yang didapat ini menunjukkan bahwa
ada pengurangan berat dan penambahan atau pengurangan tebalnya. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh konstruksi kain yang kuat ( dari jumlah tetalnya dan nomor benangnya ).
Dimana pada contoh uji yang digunakan, pada gosokan 500 kali bisa merubah berat
maupun ketebalan kainnya.
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kemampuan kain untuk kembali dari
kekusutan. Alat yang digunakan adalah crease recovery tester. Pada percobaan ternyata
didapat bahwa untuk lusi rata – rata nilainya untuk kembali dari kekusutan adalah 159,25
sedangkan pada pakan 158°. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan kain baik dari lusi
maupun pakannya untuk kembali dari kekusutan adalah cukup. Selain itu data yang
didapat bahwa selisih antara 2 sampel ( lusi ataupun pakan ) adalah kurang dari 15°
sehingga data harus dirata – rata menjadi satu. Lusi sendiri baik muka dan belakang serta
pakan sendiri baik muka dan belakangnya.
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam praktikum ini adalah waktu dan beban yang
digunakan. Faktor ini sangatlah berpengaruh pada penentuan nilai untuk kembali dari
kekusutan. Untuk waktu 5 menit beban yang digunakan adalah 500 gram sedangkan waktu
3 menit beban yang digunakan adalah 800 gram.
PENGUJIAN DAYA TEMBUS UDARA
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan daya tembus udara terhadap kain
contoh uji. pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Air Permeability Tester. Pada alat
tersebut besarnya kekuatan daya tembus udara ditunjukkan oleh nilai skala pada
manometer air yang dilihat berdasarkan pembanding dengan manometer minyak. Pada
percobaan ini ketetapan manometer minyak pada skala 5, maksudnya adalah skala
pembacaan manometer air pada saat nilai manometer minyak menunjukkan skala 5.
Pada pengujian daya tembus udara terhadap kain contoh uji ini ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yaitu :
Pengujian dilakukan untuk mengetahui besarnya slip jahitan pada kain (contoh uji).
Pengujian ini dilakukan dengan mesin Instron pada kecepatan 100mm/menit
dengan jarak jepit 7,5 cm dengan beban 50 Kg. Pada mesin ini akan ditunjukkan
besarnya gaya yang diperlukan untuk pembukaan slip jahitan selebar 3 mm dan 6
mm (bukaan 3 & bukaan 6 ) yang ditunjukkan oleh grafik.
Pada praktikum ini, hasil pembacaan grafik dan perhitungannya menunjukkan bahwa
kain contoh uji pada arah lusi untuk slip jahitan 3mm dan 6mm ( bukaan 3 dan bukaan 6 )
beban yang dibutuhkan adalah ≥ 20,4 Kg. Sedangkan pada arah pakan untuk slip jahitan 3
mm ( bukaan 3 ) beban yang dibutuhkan 18 Kg dan 6 mm ( bukaan 6 ) beban yang
dibutuhkan ≥ 20,4 Kg. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kain contoh uji yang memiliki slip
jahitan yang baik adalah ≥ 20,4 Kg. Untuk nilai slip jahitan 20,4 Kg termasuk kurang baik.
Besarnya slip jahitan pada kain tenun dipengaruhi oleh konstruksi kain yang meliputi
kerapatan anyaman, semakin rapat anyamannya maka slip jahitannya pun makin rendah.
Selain itu juga, slip jahitan juga dipengaruhi oleh jenis dari anyaman kain. Dimana,
konstruksi pada anyaman polos lebih kuat daripada anyaman keper.
Pengujian dilakukan untuk mengetahui besarnya kekuatan jebol kain ( kain rajut )
sebagai contoh ujinya. Pengujian dengan menggunakan Bursting Strength Tester akan
menunjukkan tekanan jebol dalam satuan Kg/cm2. Pada mesin tersebut kain contoh uji
akan dijebol pada diameter 30 cm.
Dari hasil pengujian diperoleh nilai rata-rata 8,75 Kg/cm2. Hal tersebut menunjukkan
nilai rata-rata beban maksimal untuk memecah kain adalah 8,75 Kg untuk tiap 1 cm 2.
Besarnya kekuatan jebol pada kain rajut dipengaruhi oleh konstruksi dari kain rajut tersebut
serta kekuatan dari benang rajut itu sendiri. Kekuatan jebol pada kain rajut lebih baik
daripada kekuatan jebol pada kain tenun, hal ini disebabkan karena sifat kain rajut yang
lebih elastic daripada kain tenun.
Pada pengujian ini dilakukan 4x pada permukaan kain yang berbeda agar diperoleh
data yang bervariasi. Hal tersebut untuk mendapatkan ketelitian data yang lebih baik dan
akurat. Dari perhitungan diperoleh nilai standar deviasi 0,95. Nilai tersebut menunjukkan
variasi data yang diperoleh nilainya saling mendekati (perbedaannya tidak jauh) dan juga
didapat coefficient varians sebesar 10,85 %
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kelangsaian pada kain contoh uji.
Dengan menggunakan Drape Tester akan menunjukkan nilai Drape yang merupakan
besarnya kelangsaian kain pada satuan persen.
Pada praktikum ini dilakukan 2x ( bagian atas dan bawah ), diperoleh data yang
berbeda. Nilai rata-rata yang ditunjukkan oleh computer adalah 46,40 % untuk bagian atas
( permukaan atas ) dan 46,14 % bagian bawah ( permukaan bawah ). Nilai tersebut
menunjukkan kelangsaian ( Drape ) pada kain contoh uji sebesar 46,40 % ( permukaan
atas ) dan 46,14 % ( permukaan bawah ) . Hal ini dapat disebabkan karena kelangsaian (
Drape ) pada kain tenun ( contoh uji ) dipengaruhi oleh konstruksi kain seperti nomor
benang dengan sifat kekakuan yang berbeda. Kerapatan anyaman juga mempengaruhi
kelangsaian, semakin rapat anyamannya maka kelangsaiannya pun makin rendah. Selain
itu juga, kekakuan kain tenun ( contoh uji ) juga disebabkan oleh proses pertenunan
dimana benang lusinya dilakukan penganjian sehingga apabila pada saat proses persiapan
penyempurnaannya kurang baik kemungkinan kanji masih tersisa sehingga pegangannya
kaku. Makin besar prosentase Drape maka kain makin kaku atau kurang langsai.
Percobaan ini dilakukan untuk menguji kekuatan jahitan pada kain (contoh uji).
Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin dinamometer diatur dengan jarak jepit
7,5 cm, dan beban 50 kg.
Kain contoh uji sebelumnya diberikan jahitan untuk diuji kekuatan jahitan
menanggung beban maksimal yang dapat diterima sebelum putus. Dari pengujian ini
diperoleh nilai rata-rata kekuatan jahit pada arah lusi 14 Kg ( jahitan putus ) dan pada arah
pakan 12,5 Kg ( jahitan putus ). Hal tersebut menunjukkan bahwa rata – rata beban
maksimal yang dapat ditahan oleh jahitan pada arah lusi adalah 14 Kg dan pada arah
pakan adalah 12,5 Kg. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kekuatan jahit pada arah
lusi lebih besar daripada arah pakan. Hal tersebut disebabkan oleh konstruksi benang lusi
yang lebih padat daripada benang pakan sehingga kekuatan pada arah lusi akan lebih
besar daripada arah pakannya.
Selain dari konstruksi benang, kekuatan jahitan juga dipengaruhi oleh jenis dari
anyaman kain. Konstruksi pada anyaman polos lebih kuat daripada anyaman keeper.
Pengujian dilakukan sebanyak 3x arah lusi dan juga pada arah pakan, hal tersebut
dimaksudkan untuk mendapatkan nilai rata-rata, sehingga ketelitian data yang diperoleh
lebih baik. Dari berbagai data diperoleh nilai standar deviasi 2,17 pada arah lusi dan 0,5
pada arah pakan. Selain itu juga didapat coefficient varians untuk arah lusi adalah 15,5 %
dan arah pakan adalah 4 %.
Pada pengujian kekuatan jahitan ini rata – rata pada arah lusi mengalami jahitan
putus setelah menerima tarikan sedangkan pada arah pakan megalami kain sobek setelah
menerima tarikan. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan kekuatan atau perbedaan
kekuatan konstruksi benang antara lusi dengan pakan. Kekuatan lusi lebih besar daripada
kekuatan pakannya.
G. KESIMPULAN
KONSTRUKSI KAIN
Dari perhitungan dekomposisi kain yang dilakukan disimpulkan :
Anyaman Polos
Tetal lusi 117 helai/inchi = 46 helai/cm
Tetal pakan 71 helai/inchi = 28 helai/cm
Mengkeret lusi 0,29%
Mengkeret pakan 0,29%
Nm lusi 66,9
Tex lusi 14,95
Td lusi 134,60
Ne1 lusi 39,44
Nm pakan 66,9
Tex pakan 14,95
Td pakan 134,60
Ne1 pakan 39,44
Selisih berat 5,46%
Gramasi kain (g/m) 117,824 g/m
Maka disini faktor – faktor yang berpengaruh pada perhitungan selisih berat adalah :
C. MULUR LUSI
Mulur : 44,4 %
D. MULUR PAKAN
Mulur : 42,13 %
A. LUSI
KL = 49,437918125 mg.cm
KP = 51,68476 mg.cm
Rata - rata : 14 kg
Standart deviasi 0
A. LUSI
B. PAKAN
A. LUSI
Bukaan 3 : ≥ 20,4 kg
Bukaan 6 : ≥ 20,4 kg
B. PAKAN
Bukaan 3 : 18 kg
Bukaan 6 : ≥ 20,4 kg
DAFTAR PUSTAKA
Jumaeri, Bk. Teks., Okim Djamhir, Bk. Teks., Wagimun, S.Teks, “Textile Design”, Institut
Teknologi Tekstil, Bandung, 1974.
Soekarso R. “Pengantar ilmu Anyaman Tekstil. Institut Teknologi Tekstil”. Bandung, 1974.
Jurnal Praktikum Desain Tekstil I, STTT. Bandung, 2002
LAMPIRAN
PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PITA TIRAS