Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN MANASIK HAJI


DENGAN MENERAPKAN
MODEL PEMBELAJARAN LEARNING TOGETHER
PADA SISWA KELAS X-2 SMA DARUSSYAHID
SAMPANG MADURA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Dosen Pengampu:
M Amin M.Pd

Disusun Oleh :
Moh Rasyad M.pd (Guru Patner)
Idris Abdau D01212018

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas merupakan salah satu tugas
utama guru. Pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan untuk membelajarkan
siswa. Dalam proses pembelajaran masih sering ditemui adanya dominasi guru
yang mengakibatkan siswa cenderung lebih bersifat pasif. Tugas guru di kelas
memberikan jalan kepada siswa agar mampu belajar sendiri.
Berdasarkan pandangan konsruktivisme tentang bagaimana pengetahuan
diperoleh atau dibentuk, belajar merupakan proses aktif dari peserta didik untuk
membangun pengetahuannya. Proses aktif yang dimaksud tidak hanya bersifat
secara mental tetapi juga keaktifan secara fisik. Artinya, melalui aktivitas secara
fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi
pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan (skemata) yang telah
dimiliki siswa dan ini berlangsung secara mental.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat berbentuk pemusatan
perhatian terhadap apa yang dijelaskan oleh guru, yang disertai dengan
perenungan serta penerapan dalam bentuk penyelesaian soal-soal. Keaktifan
siswa tidak harus berupa mondar-mandir dari suatu tempat ke tempat lain.

Guru harus mencari cara agar siswa aktif mengkomunikasikan


pengetahuan PAI yang dipilih. Oleh sebab itu guru harus menerapkan
pembelajaran learning together untuk mengumpulkan informasi tentang kinerja
siswa serta mengadakan penilaian secara rutin terhadap kemajuan yang diperoleh
siswa. Salah satu model pembelajaran yang memenuhi kebutuhan tersebut adalah
model pembelajaran yang menggunakan penilaian berbasis portofolio untuk
membantu para guru dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam
kegiatan proses pembelajaran PAI. Menerapkan pembelajaran learning together
dapat mendorong motivasi dan kreatifitas siswa, serta dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa. Berdasarkan observasi awal, kondisi kegiatan belajar
mengajar di SMA Darussyahid Sampang menunjukkan bahwa keaktifan belajar
siswa, khususnya siswa Kelas XII7 biasa-biasa saja, artinya dalam kegiatan
belajar mengajar guru lebih aktif dari pada siswanya. Berdasarkan informasi dari
guru hal tersebut disebabkan karena siswa hanya dapat menyelesaikan soal-soal
yang mirip dengan contoh-contoh yang telah diberikan. Siswa tidak memiliki
kreatifitas untuk menganalisa soal yang sedikit berubah dari madel contoh soal
dan mereka juga kurang memilik inisiatif untuk menyelesaikan soal-soal latihan.
Siswa menyelesaiakn soal latihan, jika mereka diberi tugas.

Salah satu usaha untuk meningkatkan aktivitas belajar PAI siswa dengan
menggunakan salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa
belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk
memperoleh pengalaman belajar melalui tugas-tugas. Pemberian tugas belajar
yang terorganisir secara sistematis dapat membantu siswa mengkonstruksi atau
merekonstruksi pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga mampu
merumuskan langkah-langkah untuk menyelesaikan soal yang dianggap sulit
baginya.

Atas dasar pemikiran di atas, maka penulis bersama dengan guru PAI
Kelas X27 di SMA Darussyahid akan melakukan penelitian kolaboratif dengan
tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dalam upaya meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar PAI dengan judul

“Upaya Meningkatkan Pemahaman Manasik Haji Dengan Menerapkan


Model Pembelajaran Learning Together Pada Siswa Kelas X-2SMA
Darussyahid Sampang Tahun Pelajaran 2014/2015”

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa kondisi Kelas X-2hampir


dikatakan tidak aktif dalam pembelajaran PAI dibandingkan dengan kelas X-1 .
Hal ini mungkin disebabkan oleh banyak faktor diantaranya usia siswa kelas X1
lebih tua dibandingkan dengan usia rata-rata siswa kelas X2 jumlah siswa laki-
laki di kelas tersebut lebih banyak dibandingkan dengan siswa perempuan, dan
siswa di kelas ini lebih hyperaktif dibandingkan dengan siswa kelas X lainnya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, guru PAI yang mengajar di kelas X-2
sebaiknya menggunakan cara mengajar yang berbeda. Salah satu cara yang
dianggap tepat untuk mengatasi rendahnya keaktifan siswa adalah “Penerapan
Pembelajaran Learning Together”.
C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka


dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana dengan penerapan pembelajaran Learning Together dapat


meningkatkan pemahaman belajar PAI pada aspek manasik haji siswa Kelas
X-2 SMA Darussyahid ?
b. Bagaimana proses penerapan Learning Together dapat meningkatkan
pemahaman belajar PAI pada aspek manasik haji siswa Kelas X-2 SMA
Darussyahid ?
c. Bagaimana deskripsi perkembangan keaktifan belajar PAI pada aspek manasik
haji yang dicapai oleh siswa Kelas Kelas X-2 SMA Darussyahid dengan
penerapan pembelajaran learning together ?
d. Bagaimana peningkatan hasil belajar PAI pada aspek manasik haji siswa Kelas
X-2 SMA Darussyahid dengan penerapan pembelajaran learning together ?
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui aplikasi metode ‘’learning together’’ dalam meningkatkan
hasil belajar PAI materi manasik haji siswa Kelas X-2 SMA Darussyahid.
2. Untuk mengetahui seberapa penting aplikasi metode ‘’learning together’’
dalam meningkatkan hasil belajar PAI materi manasik haji siswa Kelas X-2
SMA Darussyahid.
E. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
upaya untuk meningkatkan pembelajaran PAI materi manasik haji siswa Kelas
X-2 SMA Darussyahid.
Adapun untuk mengetahui secara detail kegunaan-kegunaan tersebut adalah :
1. Lembaga atau Sekolah
Memberikan masukan pada sekolah yang berkaitan dengan penggunaan
metode ‘’learning together’’ untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan sebuah pengajaran yang lebih baik sehingga merasa aman
dalam proses belajar mengajar dan sekaligus meningkatkan mutu sekolah
melalui peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PAI.
2. Guru
Penggunaan metode ‘’learning together’’ ini sangat bermanfaat bagi para
guru dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan keaktifan,
kekreatifan bagi peserta didik dan juga pemahaman siswa sehingga terbentuk
proses pembelajaran yang diinginkan serta tercapainya hasil pembelajaran
yang optimal.
3. Siswa
Memberikan pengetahuan semangat, dorongan serta solusi untuk belajar
lebih giat atau lebih aktif lagi setiap mempelajari materi yang disampaikan
oleh guru sehingga siswa fokus pada pelajaran yang diajarkan oleh guru dan
sekaligus menjadikan proses belajar mengajar PAI siswa kelas X-2 SMA
Darussyahid lebih menarik dan menyenangkan.
4. Peneliti
Menambah pengetahuan atau wawasan mengenai penggunaan metode
‘’learning together’’ sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai bahan,
latihan, dan pengembangan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
F. HIPOTESIS TINDAKAN
Penelitian ini direncanakan terbagi ke dalam tiga siklus,setiap siklus
dilaksanakan mengikuti prosedur perencanaan (planning), tindakan (acting),
pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Melalui ketiga siklus
tersebut dapat diamati peningkatan hasil belajar siswa. Dengan demikian,
dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
“ Dengan diterapkan metode ‘’learning together’’ dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dalam mata pelajaran PAI materi manasik haji siswa Kelas
X-2 SMA Darussyahid.’’
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Model Pembelajaran Learning Together Dapat Meningkatkan Pemahaman Siswa


Kelas X-2 Terhadap Materi Manasik Haji Di SMA Darussyahid Sampang

1. Belajar dan Pembelajaran


Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui
interaksi dengan lingkungan. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan
dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi
lebih luas dari itu, yakni mengalami. Belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2003).
Menurut Sanjaya (2006) belajar bukan hanya menyampaikan materi
pelajaran saja, akan tetapi merupakan pekerjaan yang bertujuan dan bersifat
kompleks. Belajar bukanlah sekadar mengumpulkan pengetahuan. Belajar
adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga
menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi
karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Dimyati
dan Mudjiono (2006) berpendapat bahwa belajar merupakan tindakan dan
perilaku siswa yang kompleks. sebagai tindakan maka belajar hanya dialami
oleh siswa sendiri. Belajar merupakan proses internal siswa dan pembelajaran
merupakan kondisi eksternal belajar. Dari segi siswa, belajar merupakan
kegiatan peningkatan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik menjadi
lebih baik. Dari segi guru, belajar merupakan akibat tindakan pembelajaran.
Djamarah (2002) berpendapat bahwa belajar adalah serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan menurut Syah
(2004), belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah
laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Belajar adalah proses
perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari
pengalaman. Sedangkan pembelajaran merupakan penataan lingkungan yang
memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara
optimal.
Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri
individu siswa, sedang proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja
direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku (Fontana, Tim MKPBM, 2001).
Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang
dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam
kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara siswa dengan siswa,
interaksi antara guru dan siswa, maupun interaksi antara siswa dengan sumber
belajar.
Diharapkan dengan adanya interaksi tersebut, siswa dapat membangun
pengetahuan secara aktif, pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, serta dapat memotivasi peserta didik
sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan (Widyantini, 2006). Dalam
arti sempit proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup
persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses sosialisasi
individu siswa dengan lingkungan sekolah seperti guru, sumber atau fasilitas,
dan teman sesama siswa (Tim MKPBM, 2001). Menurut Ivor K. Devais
(Sanjaya, 2006), salah satu kecenderungan yang sering dilupakan adalah
melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan
mengajarnya guru.
Menurut Hamalik (2003), dalam proses pengajaran, unsur proses
belajar memegang peranan vital. Mengajar adalah proses membimbing
kegiatan belajar, kegiatan mengajar akan bermakna apabila terjadi kegiatan
belajar murid. Menurut Sudjana (1996), mengajar adalah membimbing
kegiatan siswa belajar. Mengajar adalah mengatur dan mengorganisasi
lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan
menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar.
Secara deskriptif mengajar diartikan sebagai proses penyampaian
informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu
sering juga dianggap sebagai proses mentransfer ilmu. Untuk proses mengajar,
sebagai proses menyampaikan pengetahuan, akan lebih tepat diartikan dengan
menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang dikemukakan Smith bahwa
mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan (Sanjaya,
2006).
Menurut Sanjaya (2006), mengajar jangan diartikan sebagai proses
menyampaikan materi pembelajaran, atau memberikan stimulus sebanyak-
banyaknya kepada siswa, akan tetapi lebih dipandang sebagai proses mengatur
lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang
dimilikinya. Istilah mengajar bergeser pada istilah pembelajaran, yang dapat
diartikan sebagai proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk
mengubah perilaku siswa ke arah yang positif dan lebih baik sesuai dengan
potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa.
Menurut Gagne (Sanjaya, 2006), mengajar atau teaching merupakan
bagian dari pembelajaran (instruction), di mana peran guru lebih
ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai
sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa
dalam mempelajari sesuatu. Pembelajaran menurut makna leksikal berarti
proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensiil istilah ini dengan
pengajaran adalah pada tindak ajar. Pada pengajaran guru mengajar, peserta
didik belajar, sementara pada pembelajaran guru mengajar diartikansebagai
upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya belajar. Guru mengajar
dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi
peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah
peserta didik (Suprijono, 2010).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, Nasution (Djamarah, 2002)
mengemukakan berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
sebagai berikut:
Pertama, Faktor Lingkungan, yang terdiri dari: (a) Lingkungan alami
Lingkungan hidup adalah tempat tinggal anak didik, hidup dan berusaha di
dalamnya. Kesejukan udara dan ketenangan suasana kelas diakui sebagai
kondisi lingkungan kelas yang kondusif untuk terlaksananya kegiatan belajar
mengajar yang menyenangkan. (b) Lingkungan sosial budaya Lingkungan
sosial budaya di luar sekolah ternyata sisi kehidupan yang mendatangkan
problem tersendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah. Anak didik tidak
dapat berkonsentrasi dengan baik apabila berbagai gangguan seperti
kebisingan lalu lintas, keributan suasana pasar dan sebagainya selalu terjadi
di sekitar anak didik.
Kedua, Faktor instrumental, yang terdiri dari: (a) Kurikulum Muatan
kurikulum akan mempengaruhi intensitas dan frekuensi belajar anak didik.
Pemadatan kurikulum dengan alokasi waktu yang disediakan relatif sedikit
secara psikologis menggiring guru pada pilihan untuk melaksanakan
percepatan belajar anak didik untuk mencapai target kurikulum. Hal ini tidak
harus terjadi bila ingin meningkatkan kualitas belajar mengajar. (b) Program
Setiap sekolah mempunyai program pendidikan. Program pendidikan disusun
untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan di
sekolah tergantung dari baik tidaknya program pendidikan yang dirancang.
Program pendidikan disusun berdasarkan potensi sekolah yang tersedia baik
tenaga, finansial dan sarana prasarana. (c) Sarana dan fasilitas Sarana dan
fasilitas mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Anak didik
tentu dapat belajar lebih baik dan menyenangkan bila suatu sekolah dapat
memenuhi segala kebutuhan belajar anak didik. (d) Guru Guru yang
profesional lebih mengedepankan kualitas pengajaran daripada materiil
oriented.
Ketiga, Kondisi Fisiologis Kondisi fisiologis pada umumnya sangat
berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam
keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam
keadaan kelelahan.
Keempat, Kondisi Psikologis, yang terdiri dari: (a) Minat Minat belajar
yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, dan sebaliknya.
(b) Kecerdasan Berbagai hasil penelitian menunjukkan hubungan yang erat
antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Sekitar 25% hasil belajar di
sekolah dapat dijelaskan dari IQ, yaitu kecerdasan sebagaimana diukur oleh
tes intelegensi. (c) Bakat Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya
terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Hampir tidak ada orang yang
membantah bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat
memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. (d) Motivasi Motivasi
untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
belajar. (e) Kemampuan kognitif Ada tiga tujuan pendidikan yang sangat
dikenal dan diakui oleh para ahli pendidikan, yaitu ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Ranah kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut
kepada anak didik untuk dikuasai. Karena penguasaan kemampuan pada
tingkatan ini menjadi dasar bagi penguasaan ilmu pengetahuan.
3. Model Pembelajaran
Menurut Ismail (Widyantini, 2008), istilah model pembelajaran
mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur.
Suatu model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak
dipunyai oleh strategi atau metode tertentu, yaitu rasional teoritik yang logis
yang disusun oleh penciptanya, tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan, serta lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Menurut Tim MKPBM (2001), model pembelajaran adalah pola
interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi,
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut Suprijono (2010),
model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang
berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya
pada tingkat operasional di kelas.
Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan
untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk
kepada guru di kelas. Menurut Arends (Suprijono, 2010), model
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di
dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Beberapa model pembelajaran menurut Widdiharto (2004) antara lain
yaitu model penemuan terbimbing, model pemecahan masalah, model
pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kontekstual, model Missouri
Mathematics Project dan model pengajaran langsung.
4. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori
belajar kooperatif kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky
yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky
yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada
percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih
tinggi terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari teori Vigotsky adalah
dikehendakinya susunan kelas berbentuk kooperatif (Ratnasari, 2010). John
Dewey (Dimyati dan Mudjiono, 2006) mengemukakan bahwa belajar adalah
menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka
inisiatif harus datang dari siswa sendiri. Guru sekadar pembimbing dan
pengarah. Belajar sebaiknya dialami dengan melakukan perbuatan langsung.
Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun
kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem solving).
Piaget (Sanjaya, 2006) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap
individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai
subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan
pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan
menjadi pengetahuan yang bermakna. Pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu model pembelajaran yaitu siswa belajar dalam kelompok kecil
yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan berbeda.
Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama dan
membantu untuk memahami bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika
salah satu teman belum menguasai bahan pembelajaran (Amiroh, 2009).
Menurut Nurhadi dan Senduk (Wena, 2009), pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah
sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi
juga sesama siswa. Menurut Lie (Wena, 2009), pembelajaran kooperatif
adalah sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur
dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator. Wena (2009)
berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran
yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai sumber
belajar, di samping guru dan sumber belajar yang lain.
Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut
:(Ibrahim dkk, 2000) (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif
untuk menuntaskan materi belajarnya, (2) Kelompok dibentuk dari siswa
yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (3) Bilamana
mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin
berbeda-beda, (4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang
individu.
Menurut Ismail (2003) pengelolaan pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif, paling tidak ada tiga tujuan yang ingin dicapai,
yaitu: (1) Hasil belajar akademik, (2) Pengakuan adanya keragaman, (3)
Pengembangan keterampilan sosial. Roger dan David Johnson (Suprijono,
2009) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok dapat dianggap
pembelajaran kooperatif.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model
pembelajaran kooperatif harus diterapkan, yaitu: 1) Saling ketergantungan
positif Dalam sistem pembelajaran kooperatif, guru dituntut untuk mampu
menciptakan suasana belajar yang mendorong agar siswa merasa saling
membutuhkan. Siswa yang satu membutuhkan siswa yang lain, demikian
pula sebaliknya. Dalam hal ini kebutuhan antara siswa tentu terkait dengan
pembelajaran. Hubungan yang saling membutuhkan antara siswa satu dengan
siswa yang lain inilah yang disebut dengan saling ketergantungan positif
(Wena, 2009).
Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota
kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai denga tujuan
kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan tujuan
kelompoknya. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok
tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa
menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik
dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai
kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk
menyelesaikan tugas (Sanjaya, 2006).
Suprijono (2009) menguraikan beberapa cara membangun saling
ketergantungan positif, yaitu: a) Menumbuhkan perasaan peserta didik
bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika
semua anggota kelompok mencapai tujuan. Peserta didik harus bekerja sama
untuk dapat mencapai tujuan. Tanpa kebersamaan, tujuan mereka tidak akan
tercapai. b) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan
penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan. c)
Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok
hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. Artinya,
mereka belum dapat menyelesaikan tugas sebelum mereka menyatukan
perolehan tugas mereka menjadi satu. d) Setiap peserta didik ditugasi dengan
tugas atau peran yang saling mendukung dan saling berhubungan, saling
melengkapi, dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok.
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning Together (LT)
Slavin (2008) mengungkapkan bahwa David dan Roger Johnson dari
Universitas Minnesota mengembangkan model Learning Together dari
pembelajaran kooperatif (Jhonson and Jhonson 1987; Jhonson dan Jhonson &
Smith, 1991). David dan Roger Johnson menekankan pada empat unsur yakni
: (1) Interaksi tatap muka : para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok
yang beranggotakan empat sampai lima orang, (2) Interdependensi positif :
para siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan kelompok, (3)Tanggung
jawab individual : para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka secara
individual telah menguasai materinya, (4) Kemampuan-kemampuan
interpersonal dan kelompok kecil : para siswa diajari mengenai sarana-sarana
yang efektif untuk bekerja sama dan mendiskusikan seberapa baik kelompok
mereka bekerja dalam mencapai tujuan mereka.
Dalam hal ini penggunaan kelompok pembelajaran heterogen dan
penekanan terhadap interdependensi positif, serta tanggung jawab individual
metode-metode Johnson ini sama dengan STAD. Akan tetapi, mereka juga
menyoroti perihal pembangunan kelompok dan menilai sendiri kinerja
kelompok, dan merekomendasikan penggunaan penilaian tim ketimbang
pemberian sertifikat atau bentuk rekognisi lainnya. Metode ini membagi siswa
dalam kelompok heterogen dengan 4 - 5 anggota. Setiap kelompok ini
menerima satu lembar tugas, menerima pujian dan penghargaan berdasarkan
hasil kerja kelompok (Slavin, 1997).
Adapun sintaks dari Learning Together (Slavin, 2008) adalah: (1) Guru
menyajikan pelajaran. (2) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 sampai 5
orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan
lain-lain). (3) Masing-masing kelompok menerima lembar tugas dan
menyelesaikannya. (4) Beberapa kelompok mempresentasikan hasil
pekerjaannya. (5) Pemberian pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja
kelompok. Metode ini menekankan pada kegiatan-kegiatan pembinaan
kerjasama tim sebelum siswa mulai bekerja sama dan melakukan diskusi
terjadwal di dalam kelompok tentang seberapa jauh mereka berhasil dalam
bekerjasama.
Menurut Slavin (1997) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe
belajar bersama, yaitu: (1) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang diiringi
dengan memotivasi siswa dalam belajar. (2) Menyajikan informasi kepada
siswa tentang materi pembelajaran. (3) Membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat siswa mengerjakan tugas. (4) Mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang dipelajari dan mempresentasikan hasil kerjanya.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pengembangan penlitian ini disetting dalam penelitian tindakan kelas
(classroom action research). Tindakan kelas difokuskan pada penerapan
model pembelajaran learning together untuk meningkatkan pemahaman siswa
dalam belajar PAI materi haji. Prinsip dasar setiap tindakan dalam penelitian ini
mengacu pada aktivitas aksi refleksi siklus-spiral yang diadaptasi dari prinsip
aksi oleh Kemmis, Elliot, dan Whitehead (dalam McNiff, 1992:22). Prosedur
atau langkah-langkah tindakan meliputi kegiatan perencanaan, tindakan,
pengamatan, dan evaluasi-refleksi. Langkah-langkah tindakan yang ditempuh
merupakan kerja yang berulang (siklus) hingga diperoleh data untuk menjawab
permasalahan penelitian.

Siklus Pertama
A. Perencanaan
1. Refleksi Awal
Sebagai refleksi awal terhadap rendahnya hasil belajar siswa kelas
X-2 SMA Darussyahid yang diakibatkan oleh rendahnya tingkat
pemahaman belajar siswa pada materi manasik haji. Hal ini karena guru
hanya menggunakan metode ceramah pada saat menjelaskan materi
tersebut. Sehingga motivasi belajar siswa pada materi manasik haji rendah.
2. Refleksi Tindakan
Peneliti dan guru PAI di sekolah tersebut akan berkolaborasi
menerapkan model pembelajaran learning together untuk meningkatkan
pemahaman belajar siswa yang mengarah ke peningkatan hasil belajar
mereka.
B. Prosedur pelaksanaan tindakan dan pengamatan
Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap perencanaan sebagai
berikut:

1. Menelaah kurikulum berbasis kompetensi.


2. Menyusun rencana pengajaran dengan pendekatan kontekstual.
3. membuat format model pembelajaran learning together.
4. Rencana tindakan pembelajaran yang berorientasi pada rencana
pengajaran yang akan disusun berdasarkan format yang
diberlakukan di sekolah.
5. Membuat lembar observasi untuk pengamatan/pen-catatan data
mengenai aktivitas siswa serta kondisi pembelajaran pada saat
pelaksanaan tindakan.
Bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan terdiri atas:

 Pembelajaran PAI materi manasik haji.


 Pengembangan pemahaman-pemahaman siswa dalam belajar.
 Pemberian tugas-tugas portofolio secara individu.
 Setiap akhir siklus siswa membuat refleksi terhadap materi yang telah
dipelajari secara jelas dan singkat.
 Tiap pertemuan mencatat semua kejadian yang dianggap penting
seperti kehadiran siswa dan aktivitas siswa dalam mengikuti
pelajaran.
 Melaksanakan tes kemampuan pendidikan agama islam pada setiap
akhir siklus.
C. Observasi
Observasi selama pemberian tindakan akan mendokumentasikan
pengaruh tindakan yang diberikan selama proses pembelajaran
berlangsung dan akan memberikan dasar bagi refleksi selama putaran
pertama ini. Sifat observasi yang diterapkan adalah observasi responsive,
artinya terbuka pandangan dan pikiran peneliti untuk mengkritisi data
yang tak terduga. Fokus observasi adalah proses tindakan, pengaruh
tindakan, kendala tindakan dan persoalan lain yang dapat terjadi.

D. Subyek Penelitian
Subyek pada penelitian ini antara lain siswa kelas X-2 SMA
Darussyahid Sampang Madura dan guru PAI kelas X-2 SMA
Darussyahid Sampang Madura.
1. Siswa kelas X-2 SMA Darussyahid Sampang Madura merupakan
responden pada penelitian ini, karena siswa kelas X-2 SMA Darussyahid
Sampang Madura merupakan sasaran diterapkannya metode
pembelajaran Learning Together.
2. Guru mata pelajaran PAI kelas kelas X-2 SMA Darussyahid Sampang
Madura. Hal ini karena guru mata pelajaran PAI yang mengetahui dan
memahami dengan benar kondisi kelas tersebut.
E. Instrumen Penelitian
Sebelum PTK dilaksanakan maka dibuat beberapa instrumen
yang akan digunakan untuk memberlakukan dalam PTK, yaitu rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang akan dijadikan PTK. Selain itu,
untuk mendapatkan data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan,
dalam penelitian ini digunakan beberapa instrumen pembantu, seperti:
lembar pengamatan partisipasi siswa di kelas, soal pre test dan post test,
lembar observasi siswa dan guru di kelas, pedoman wawancara siswa
dan daftar skor tes siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan jalan
mengadakan pengamatan dan pencatatan sistematis terhadap kenyataan-
kenyataan yang akan diselidiki.
Metode observasi sering diartikan sebagai pengamatan, yaitu kegiatan
pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat
indra (penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap dan peraba).1
Dilihat dari hubungan antara observasi dan observan (yang diobservasi),
dapat dibedakan menjadi observasi partisipan dan observasi non partisipan.
a) Observasi Partisipan
Dalam observasi partisipan, observer berperan ganda yaitu sebagai
pengamat sekaligus menjadi bagian dari yang diamati.
b) Observasi Nonpartisipan
Observer hanya memerankan diri sebagai pengamat. Perhatian
peneliti terfokus pada bagaimana mengamati, merekam, memotret,
mempelajari, dan mencatat tingkah laku atu fenomena yang diteliti.2

1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Yogyakarta: Rineka Cipta,
2012), hlm.146.
Berkaitan dengan judul Penelitian Tindakan Kelas ini maka peneliti
melakukan kegiatan observasi dengan cara partisipatif. Jadi peneliti terjun
langsung ke lapangan dengan mengadakan pengamatan terhadap subyek
terteliti dengan mengambil bagian dalam suatu kegiatan.
Melalui teknik observasi ini diperoleh data tentang: keadaan SMA
Darussyahid sebagai obyek penelitian, yang meliputi: proses pembelajaran
di kelas, keadaan guru dan keadaan peserta didik, serta keadaan sarana
dan prasarananya.
Selain itu metode observasi ini juga dilakukan pada saat proses
pembelajaran yang berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui perilaku
siswa yang berkaitan dengan motivasi belajar siswa.
b. Wawancara (Interview)
Menurut Hadi, wawancara adalah metode pengumpulan data dengan
jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik, dan
berlandaskan kepada tujuan penyelidikan.3
Sementara Suharsimi menjelaskan bahwa: Interview yang sering juga
disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara (interview) untuk memperoleh informasi dari
terwawancara (interview).4
Dari kedua rujuan di atas, dapat memberi arahan dan landasan bagi
peneliti bahwa melalui kegiatan wawancara diharapkan memperoleh
pemahaman yang sama antara peneliti dengan subyek peneliti tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan informasi yang diperlukan.
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui interview
dengan kepala sekolah, waka kurikulum, guru PAI serta siswa kelas X-2 setiap
di akhir pembelajaran atau di awal pembelajaran tentang tanggapan siswa
mengenai metode yang telah diterapkan oleh seorang guru.
c. Tes
Tes ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan motivasi
belajar, tes tersebut juga sebagai salah satu rangkaian kegiatan dalam aplikasi
metode Learning Together.

2
Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan Wawancara (Malang: Banyumedia,
2004), hlm. 15
3
Op Cit., hlm. 63
4
Suharsimi, op.cit., hlm.132
Tes yang dimaksud meliputi tes awal/ pre test, yang akan digunakan
untuk mengetahui penguasaan konsep materi pelajaran sebelum pemberian
tindakan. Selanjutkan pre test tersebut juga akan dijadikan sebagai acuan
tambahan dalam mengelompokkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar,
disamping menggunakan nilai raport selanjutnya skor pre test ini juga akan
dijadikan sebagai skor awal bagi penentuan poin perkembangan individu
siswa.
Selain pre test juga dilakukan tes pada setiap akhir tindakan, hasil tes ini
akan digunakan untuk mengetahui tingkat motivasi dan pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran PAI melalui penerapan metode Learning Together.
d. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah yaitu data mengenai hal-hal atau variable
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, legger, agenda dan sebagainya.5
Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan
memanfaatkan dokumen yang ada (bahan tertulis, gambar-gambar penting
atau film yang mendukung objektivitas peneliti).6
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang:
1. Latar belakang Sekolah SMA Darussyahid Sampang Madura.
2. Data guru, siswa, karyawan dan struktur organisasi SMA Darussyahid
Sampang Madura.
3. Data program-program sekolah yang direncanakan dalm pembelajaran.
4. Nilai prestasi belajar siswa.
G. Tehnik Analisi Data
Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan
kualitatif. Analisis data kuantitiatif akan dideskripsikan sesuai dengan
pengkategorian yang dikemukakan oleh Suharsimi 1997, sebagaimana Tabel 1
di bawah ini.

5
Suharsimi, op.cit., hlm.236
6
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.
103
Tabel 1

Pengkategorian

Interval Kategori

80 – 100 Tinggi sekali

66 - 79 Tinggi

56 - 65 Cukup

40 - 55 Rendah

0 - 39 Sangat Rendah

Sedangkan analisis data secara kualitatif akan berlangsung selama peneliti


berada di lokasi penelitian hingga akhir pengumpulan data dan pada saat kegiatan
refleksi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa data yang bersifat kuantitatif
dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif, selanjutnya dimaknai dengan
menggunakan analisis kualitatif teknik Analisis Interaktif dengan langkah-
langkah: reduksi data, paparan, dan penarikan kesimpulan.

Gambar 1

Model Aktifitas Siklus


H. Penyiapan Partisipan
Jadwal Penelitian
Jadwal Kegiatan Penelitian Tindakan (Action Research)

No Kegiatan Okt 2014 Nop 2014 Des 2014


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penyusunan
Proposal
2 Revisi
Penyusunan
Proposal
3 Penggalian Data
Awal
4 Penyempurnaan
Proposal
5 Perencanaan
Umum
SIKLUS 1
6 Tindakan 1
7 Observasi dan
Evaluasi 1
8 Refleksi
9 Penyusunan
Laporan
10 Pameran hasil
Penelitian
BAB IV

PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Paparan Data
Hasil penelitian diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus
pembelajaran yang dilakukan dalam proses pembelajaran di kelas. Dalam
penelitian ini pembelajaran hanya bisa dilakukan melalui satu siklus saja, karena
keterbatasan waktu yang ada. Penelitian yang telah dilakukan penulis sebagai
peneliti dibantu oleh guru partner yang bertindak sebagai pengatur skenario dalam
penerapan metode learning together dan sekaligus berfungsi sebagai pembimbing
refleksi.
1. Siklus Pertama
Siklus pertama terdiri dari empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi.
a. Perencanaan
Adapun beberapa hal yang peneliti lakukan dalam tahap ini adalah:
1. Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah.
2. Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
3. Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar
mengajar.
4. Menentukan skenario pembelajaran dengan metode learning together
5. Mempersiapkan sumber, bahan dan alat bantu yang dibutuhkan
6. Membuat format evaluasi (pre test dan post tes)
7. Membuat format observasi pembelajaran.
b. Pelaksanaan
Pada saat awal siklus pertama pelaksanaan proses pembelajaran belum
sepenuhnya sesuai dengan rencana. Hal ini disebabkan:
1. Sebagian siswa terlihat kurang begitu memperhatikan perintah guru
2. Sebagian siswa belum mengetahui materi yang akan dimake a matchkan
karena tidak disiapkan sebelumnya untuk belajar di rumah
Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan upaya yaitu guru
menjelaskan tentang materi yang akan dipelajari serta menyimpulkan
materi
Pada akhir siklus pertama dari siklus pertama dari hasil pengamatan guru
dapat disimpulkan:
1. Siswa mulai terbiasa dengan kondisi belajar aktif dan partisipatif dengan
metode learning together
2. Siswa mampu menyimpulkan bahwa metode learning together memiliki
langkah-langkah tertentu dan lebih menyenangkan. hal ini dapat terlihat
dari hasil pengisian angket atau pedoman wawancara kepada siswa.
c. Pengamatan
Hasil pengamatan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran selama
siklus pertama dapat dilihat pada tabel berikut.

1. Hasil Observasi Siswa


Kegiatan Observasi dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan di atas
yang dilakukan oleh guru mitra sebagai kolaborator. Pada siklus pertama
jumlah siswa yang hadir sebanyak 24 siswa atau 100 % dari seluruh seluruh
jumlah siswa. Hasil observasi partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial siklus 1 adanya peningkatan skor rata-rata sebesar
14% (skor post test - skor pre test x 100% = 85-71 = 14%). Hal ini dapat
dilihat dari tabel perolehan berikut:

Tabel II

Lembar Observasi Partisipasi Siswa dalam PBM Siklus I

Kemampuan
menyimpulk
Partisipasi Kecakapan Kemampuan
an hasil
dalam make dalam Analisa dan
No Nama Siswa penerapan
a match bertindak berargumen
make a
match

K C B K C B K C B K C B

1 Abdul Hadi √ √ √ √
2 Muhaimin √ √ √ √

3 Farid Taqwim √ √ √ √

4 Ach. Rian Sarbini √ √ √ √

5 Ach. Nasihul Amin √ √ √ √

6 Erycha Rachim √ √ √ √

7 Dita Firdausiah √ √ √ √

8 Febryan Ainun Qolbi √ √ √ √

9 Moh. Imron √ √ √ √

10 Hasbullah Ali Masykur √ √ √ √

11 Ach. Rodi √ √ √ √

12 Ulfatur Rif’ah √ √ √ √

13 Lukman Firmansyah √ √ √ √

14 Luthfiyah √ √ √ √

15 Rohmatul Imamiyah √ √ √ √

16 Moh. Yunus √ √ √ √

17 Mega Susilowati √ √ √ √

18 M. Rizal Abdan Kamal √ √ √ √

19 M. Khoirur Rozikin √ √ √ √

20 M. Azrul Efendy √ √ √ √

21 M. Shoikhul Fanani √ √ √ √

22 Imam Bukhari √ √ √ √
23 Nanang Qosim √ √ √ √

24 Ach Farisi Zaini √ √ √ √

Keterangan

K: kurang

C : cukup

B : baik

Tabel III

Nilai Awal Siswa Sebelum Pembelajaran (Pre Test) Siklus 1

No Nama Siswa Nilai

1 Abdul Hadi 76

2 Muhaimin 65

3 Farid Taqwim 88

4 Ach. Rian Sarbini 74

5 Ach. Nasihul Amin 67

6 Erycha Rachim 60

7 Dita Firdausiah 70

8 Febryan Ainun Qolbi 75

9 Moh. Imron 80

10 Hasbullah Ali Masykur 70

11 Ach. Rodi 78

12 Ulfatur Rif’ah 60
13 Lukman Firmansyah 70

14 Luthfiyah 70

15 Rohmatul Imamiyah 85

16 Moh Yunus 75

17 Mega Susilowati 88

18 M. Rizal Abdan Kamal 78

19 M. Khoirur Rozikin 76

20 M. Azrul Efendy 70

21 M. Shoikhul Fanani 77

22 Imam Bukhari 57

23 Nanang Qosim 50

24 Ach Farisi Zaini 45

Total 1704

Rata-rata 71

Tabel IV

Perhitungan Poin Hasil Belajar dan Ketuntasan Belajar Siswa Siklus 1

(Post Test)

Ketuntasan Belajar
No Nama Siswa Skor Tes Siklus 1
Ya Tidak

1 Abdul Hadi 78 √
2 Muhaimin 81 √

3 Farid Taqwim 100 √

4 Ach. Rian Sarbini 85 √

5 Ach. Nasihul Amin 93 √

6 Erycha Rachim 86 √

7 Dita Firdausiah 88 √

8 Febryan Ainun Qolbi 83 √

9 Moh. Imron 88 √

10 Hasbullah Ali Masykur 100 √

11 Ach. Rodi 60 √

12 Ulfatur Rif’ah 98 √

13 Lukman Firmansyah 98 √

14 Luthfiyah 78 √

15 Rohmatul Imamiyah 88 √

16 Moh Yunus 100 √

17 Mega Susilowati 88 √

18 M. Rizal Abdan Kamal 85 √

19 M. Khoirur Rozikin 76 √

20 M. Azrul Efendy 77 √

21 M. Shoikhul Fanani 94 √

22 Imam Bukhari 78 √
23 Nanang Qosim 78 √

24 Ach Farisi Zaini 50 √

Total 2030

Rata-rata 85

Sebagian besar siswa Kelas X-2 Unggulan pada umumnya mempunyai


motivasi yang belum begitu baik dalam materi PAI karena dari hasil pre test
belum mencapai KKM PAI yakni 76. Pada pertemuan siklus 1 ini guru banyak
terlibat di dalam pembelajaran. Sedangkan siswa masih banyak yang belum
mengikuti kegiatan learning together sehingga pembelajaran kurang maksimal.

2. Hasil Observasi Guru


Sedangkan hasil observasi kegiatan guru dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial, pada siklus 1 tergolong sedang dengan perolehan skor 42
atau 71% sedangkan skor idealnya adalah 60. Data hasil observasi bisa dilihat
dari hasil perbitungan dibawah ini:

Tabel V
Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Pada Siklus I

Skor
N
Pengamatan
o 4 3 2 1

Perencanaan
1 pembelajaran V

Penyiapan
2 media pembelajaran V

Penyampaian
3 materi V

Pengecekan
4 kehadiran siswa V

Pelaksanaan
5 apersepsi V
Pengungkapan
6 tujuan pembelajaran V

Pemberian
7 motivasi pembelajaran V

Penjelasan
8 materi V

Penerapan
9 strategi pembelajaran V

Pemberian
1 bimbingan dalam proses V
0 learning together
Penerapan
1 teknik bertanya
V
1
Pemberian
1 reward kepada siswa V
2
Menyimpulkan
1 materi ajar
3 V

Menutup
1 pembelajaran
V
4
Penggunaan
1 sistem penilaian V
5

Keterangan:

SB : Sangat Baik : Skor 4


B : Baik : Skor 3
C : Cukup : Skor 2
K : Kurang : Skor 1

𝑺𝒌𝒐𝒓 𝑷𝒆𝒓𝒐𝒍𝒆𝒉𝒂𝒏
Rumus : 𝑷𝒆𝒓𝒔𝒆𝒏𝒕𝒂𝒔𝒆 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
𝑺𝒌𝒐𝒓 𝑰𝒅𝒆𝒂𝒍
Skor Perolehan : 42

Skor Ideal : 60

Persentase : 71 %

Dari hasil di atas dapat dilihat bahwasannya kemampuan guru dalam


memotivasi, menerapkan teknik bertanya dan penerapan strategi pembelajaran
serta menyimpulkan materi ajar masih kurang maksimal. Hal itu dapat dilihat
dalam skor di atas.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan untuk mengamati keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan tindakan yang terjadi pada siklus 1 maka perlu perbaikan
diantaranya:
1. Guru harus lebih mampu menguasai kelas.
2. Siswa belum antusias terhadap metode yang digunakan.
3. Kemampuan guru dalam mengkondisikan siswa masih perlu perbaikan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah membahas, melakukan penelitian, dan menganalisis hasil-hasil
penelitian sebagaimana yang telah direncanakan, maka kesimpulannya adalah
sebagai berikut:

1. Proses penerapan pembelajaran menggunakan metode learning togethar dalam


meningkatkan motivasi belajar siswa kelas X-2 pada mata pelajaran PAI di
SMA Daruusyahid Sampang Madura ini diawali dengan merancang RPP
dengan menggunakan tahapan-tahapan learning together yang disesuaikan
dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, menyiapkan lembar evaluasi
yang berupa lembar pengamatan aktifitas peneliti dan siswa, tes hasil belajar,
angket yang menjadi media dalam pembelajaran ini.
2. Proses evaluasi pembelajaran menggunakan metode learning together dalam
meningkatkan aktifitas belajar siswa kelas X-2 pada mata pelajaran PAI di SMA
Daruusyahid Sampang Madura dilakukan dengan menggunakan instrument
lembar observasi dan setiap siklus pembelajaran yaitu yang diberikan kepada
teman sejawat.
B. Saran
1. Bagi Guru
Guru hendaknya tidak menggunakan metode pembelajaran yang monoton, akan
tetapi menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi salah satunya seperti
metode learning together yang dapat menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan dan lebih bermakna sehingga dapat menarik minat siswa
terhadap pelajaran. Hendaknya banyak menggunakan strategi atau metode yang
sesuai agar proses pembelajaran tidak membosankan. Guru dapat membuat
suasana belajar menjadi hidup dan menyenangkan serta dapat melibatkan siswa
secara aktif dalam proses pembelajaran yang sedng berlangsung.
2. Bagi Siswa
Hendaknya siswa lebih aktif dan lebih banyak terlibat dalam kegiatan
pembelajaran, tidak pasif menunggu informasi dari guru dan bisa berusaha
memperoleh pengalaman belajar sebanyak mungkin, bisa dari teman atau dari
sumber-sumber belajar yang lain, dapat menjalin komunikasi dan kerjasama
yang baik dalam kelompok agar dapat saling bertukar pendapat tentang
pengalaman belajar yang telah diperoleh
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta,


Jakarta.

Aryawan, B. 2009. Pembelajaran kooperatif Learning (Cooperative Learning) Untuk


Membangun Pengetahuan Siswa.
Dimyati dan Mudjiono. 2003. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Endah Budi

Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, 2004. Observasi dan Wawancara Malang:
Banyumedia
Lexy J. Moleong, 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya

Muhaimin dkk, 1996. Strategi Belajar Mengajar (Penerapannya dalam Pembelajaran


Pendidikan Islam). Surabaya: CV.Citra Media

Muhibbin, Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung:


Remaja Rosda Karya

O. Hamalik, 2011. Proses Belajar Mengajar . Jakarta: PT. Bumi Aksara

Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning. Nusa Media, Bandung. R.E. 1997.
Cooperatitive Learning Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media, Bandung.

Suharsimi Arikunto, 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Yogyakarta: Rineka Cipta
Suprijono, A. 2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.

Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan


Konseptual Operasional. Bumi Aksara, Jakarta.

http://riyadi.purworejo.asia/2009/07/pembelajaran-kooperatif-cooperative.html
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai