Anda di halaman 1dari 41

KOMUNIKASI PADA KLIEN LANSIA

Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia ( WHO ) mengelompokkan usia lanjut
menjadi 4 macam, meliputi :
- usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.
- usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60-70 tahun.
- usia lanjut usia (old), kelompok usia antara 75-90 tahun
- usia tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun

Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan usia namun perubahan-
perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek
fisik berupa perubahan neurologis dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran.
Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interpretasi
terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh pada
tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.

Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang
terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya :
- tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta keterangan yang diberikan
petugas kesehatan
- mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa, sehingga diterima keliru
- menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
- menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan yang
langsung mengikutsertakan dirinya.
- menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

Pendekatan Perawatan Lansia dalam Konteks


Komunikasi
Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang dialami, perubahan
fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan serta
penyakit yang bisa dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relatif lebih mudah dilaksanakan
dan dicari solusinya karena riil dan mudah di observasi.

Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini,
perawat berperan sebagai konselor, advokat, suporter, interpreter terhadap segala sesuatu
yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah rahsia yang pribadi dan sebagai
sahabat yang akrab bagi klien.

Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesama lansia maupun dengan petugas kesehatan.

Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau
agama yang dianutnya terutama bagi klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.
Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutapa bagi klien yang mempunyai kesadaran yang
tinggi dan latar belakang keagamaan yang baik.

Teknik Komunikasi pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang
memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunya
tehnik-tehnik khusus agar komunikasi yang dilakukan dpat berlangsung lancar dan sesuai
dengan tujuan yang di inginkan.
Beberapa tehnik komunikasi yang dapat diterapkan anatara lain :

1. Tehnik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukkan
sikap peduli, sabar mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud
komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti. Asertif merupakan pelaksanaan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan
yang terapeutik dengan klien lansia.

2. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang
perubahan tersebut, misalnya dengan mengajukan pertanyaan, "Apa yang sedang Bapak/Ibu
pikirkan saat ini ? Apa yang bisa saya bantu ?". Berespon berarti bersikap aktif, tidak
menunggu bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan
perasaan tenang bagi klien.

3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang
diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pernyataan-pernyataan diluar materi yang
diinginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu
diperhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan yang mungkin tidak relevan
untuk kepentingan petugas kesehatan

4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi klien relatif menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga
kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan menganggung
kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai
sesama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia
sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan
klien termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberi
dukungan baik secara moril maupun materil, petugas kesehatan jangan sampai terkesan
menggurui atau mengajari klien karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien kepada
perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya :
"Saya yakin Bapak/Ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu kami yakin Bapak/Ibu
mampu melaksanakan....dan bila diperlukan kami siap membantu".

5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi dengan lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan
memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat agar maksud
pembicaraan kita dapat diterima dan dipersepsikan sama oleh klien. "Bapak/Ibu bisa
menerima apa yang saya sampaikan tadi ? bisa minta tolong Bapak/Ibu untuk menjelaskan
kembali apa yang saya sampaikan tadi?"

6. Sabar dan Ikhlas


Seperti diketahui sebelumnya bahwa klien lansia umunya mengalami perubahan-perubahan
yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan. Perubahan ini bila tidak disikapi dengan
sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi
yang dilakukan tidak terpeutik, solutif, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung
emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada
sikap agresif dan sikap non asertif

1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-perilaku dibawah ini :
- berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawanbicara)
- meremehkan orang lain
- mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
- menonjolkan diri sendiri
- mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun tindakan

2. Non Asertif
Tanda-tanda dari sikap non asertif ini adalah :
- menarik diri bila diajak berbicara
- merasa tidak sebaik orang lain atau rendah diri
- merasa tidak berdaya
- tidak berani mengungkapkan keyakinan
- membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
- tampil diam atau pasif
- mengikuti kehendak orang lain
- mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga ghubungan baik dengan orang lain

Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring dengan
menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien. Namun sebagai tenaga profesional kesehatan,
perawat dituntut mampu mengatasi keadaan tersebut, untuk itu perlu adanya tehnik atai tips-
tips tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berlangsung efektif, antara lain :

 selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien


 keraskan suara anda jika perlu
 dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga dia dapat
melihat mulut anda
 atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi
gangguan visual dan auditori. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
 ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
 jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang
tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya
memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
 berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat pendek
dengan bahasa yang sederhana.
 bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual
 serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan
hasil tes yang diingingkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah
bagus seharusnya dibuktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang
menggembirakan ( misalnya dengan senyum, ceria atau tertawa secukupnya )
 ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut
 berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
 biarkan dia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan
anda untuk menyelesaikan kalimat
 jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkannya
 arahkan kesuatu topik pada suatu saat
 jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan bersama anda.
Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu
proses komunikasi.
 KOMUNIKASI LANSIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan
oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali
salah berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya
adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta
memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang
maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien
terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan
distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan
pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam
mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana
dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner &
Suddart, 2001 : 188)
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non
verbal dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga
pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry,
301 ). Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus waspada
terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola
komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat
mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam
dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap
suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “
komunikasi pada lansia.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian komunikasi dan Pengertian lansia?
2. Komunikasi pada lansia?
3. Teknik pendekatan dalam Perawatan lansia pada konteks komunikasi dan pada
reaksi penolakan?
4. Fase-fase komunikasi pada lansia?
C. Tujuan Penulisan
1. Pengertian komunikasi dan Pengertian lansia.
2. Komunikasi pada lansia.
3. Teknik pendekatan dalam Perawatan lansia pada konteks komunikasi dan pada
reaksi penolakan
4. Fase-fase komunikasi pada lansia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian komunikasi dan lansia
Komunikasi merupakan suatau hubungan atau kegiatankegiatan yang berkaitan
dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-menukar
pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik individu maupun
kelompok. (Widjaja, 1986 : 13) Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi
manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan
meningkatkan kontak dengan orang lain. (Potter & Perry, 2005 : 301) komunikasi
yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas tukar-menukar perilaku,
perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang terapeutik.
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran
dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada
beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60
tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun
sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan
seseorang telah disebut lanjut usia.Kelompok lanjut usia ( LANSIA ) adalah
kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi,
1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam
tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut
penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan
episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut
Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
1. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki
lansia.
2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
B. Komunikasi pada lansia
Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik, psikologi,
(lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi
yang tepat. disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan
waktu yang tepat.
a. Ketrampilan komunikasi
Listening/Pendengaran yang baik yaitu :
1) Mendengarkan dengan perhatian telinga kita.
2) Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih.
3) Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita.
b. Teknik komunikasi dengan lansia
1. Teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik
Kecepatan dan tekanan suara yang tepat dengan menyesuaikan pada topik
pembicaraan dan kebutuhan lansia,berbicara dengan lansia yang dimensia dengan
pelan.tetapi berbicara dengan lansia demensia yang kurang mendengar dengan lebih
keras hati-hati karena tekanan suara yang tidak tepat akan merubah arti
pembicaraan,pertanyaan yang tepat kurang pertanyaan yang lansia menjawab ya atau
tidak.
Berikan kesempatan orang lan untuk berbicara hindari untuk mendominasi ,pembicara
sebaiknya mendorontg lansia untuk berperan aktif ,Merubah topik pembicaaraan
dengan jitu menggunakan objek sekitar untuk topik pembicaraan bila lansia tidak
interest lagi
Contoh : siapa yang membelikan pakaian bapak/ibu yang bagus ini?
Gunakan kata-kata yang sederhana dan konkrit gunakan makan satu buah setelah
makan dari pada menggunakan makanan yang berserat
Gunakan kalimat yang simple dan pendek satu pesan untuk satu kalimat.
2. Teknik nonverbal komunikasi
1) Perilaku : ramah tamah, sopan dan menghormati, cegah supaya tidak acuh tak acuh,
perbedaan.
2) Kontak mata : jaga tetap kontak mata
3) Expresi wajah : mereflexsikan peraaan yang sebenarnya.
4) Postur dan tubuh : mengangguk, gerakan tubuh yang tepat, meletakan kursi dengan
tepat. Sentuhan : memegang tangan, menjbat tangan.
3. Teknik untuk meningkatkan komunikasi dengan lansia
1) Memulai kontak saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan.
2) Bila hanya menyentuh tangannya hanya untuk mengucapaka pesan-pesan verbal
dan merupak metode primer yang non verbal.
3) Jelaskan tujuan dari wawancara dan hubungan dengan intervensi keperawatan yang
akan diberikan.
4) Muali pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam.
5) Gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif.
6) Secara periodic mengklarifikasi pesan.
7) Mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan mendorong untuk
berfokus pada informasi.
8) Jangan berespon yang menonjolkan rasa simpati.
9) Bertanya tentang keadaan mental merupakan pertanyaan yang mengancam dan
akan mengakiri interview.
10) Minta ijin bila ingin bertanya secara formal.
4. Lingkungan wawancara
a) Posisi duduk berhadapan
b) Jaga privasi
c) Penerangan yang cukup dan cegah latar belakang yang silam
d) Kurangi keramaian dan berisik
e) Komunikasi dengan lansia kita mencoba untuk mengerti dan menjaga kita
mengekspresikan diri kita sendiri efek dari kmunikasi adalah pengaruh timbal balik
seperti cermin.
C. Teknik pendekatan dalam Perawatan lansia pada konteks komunikasi dan pada
reaksi penolakan
1. Teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada konteks komunikasi
a. Pendekatan fisik
Mencari kesehatan tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang di alami,
perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di
kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya.
b. Pendekatan psikologis
Pendekatan ini bersifat abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini,
perawat sebagai konselor, advokat terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai
pena,pung masalah pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan sosial
Pendekatan ini di laksanakan meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan
lingkungan. Mengadakan diskusi tukar fikiran bercerita serta bermain merupakan
implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia
maupun dengan petugas kesehatan,
d. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan
atau agama yang di anutnyaterutama pada saat klien sakit atau mendekati kematian.
2. Teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada reaksi penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan sesorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keiinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian – kejadian nyata
sesuatu yang merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi
pada dirinya.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
penolakan antara lain:
a. Penolakan segera reaksi penolakan klien.
Yaitu membiarkan lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Langkah –
langkah yang dapat di lakukan sebagai berikut :
1) Identifikasi pikiran yang paling membahayakan dengan cara observasi klien bila
sedang mengalami puncak reaksinya.
2) Ungkapakan kenyataan yang di alami klien secara perlahan di mulai dari kenyataan
yang merisaukan.
3) Jangan menyongkong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok
bagi klien dan bicarakan sesering mungkin jangan sampai menolak.
b. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan sendiri.
Langkah ini bertujuan mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan
yang akan di lakukan serta upaya untuk memandikan klien, antara lain:
1) Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya dalam perencanaan waktu,
tempat dan macam, perawatan.
2) Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal
kenyataan.
3) Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahaan atau perasaan sedihnya
dengan mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan menluangkan waktu
bersamanya.
c. Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat.
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperolah
sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana atau tindakan dapat
terealisasi dengan baik dan cepat. Upaya ini dapat di laksanakan dengan cara – cara
sebagai berikut :
1) Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan
perasaannya.
2) Meliangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang
apa yang sedang terjadi pada klien lansia serta hal – hal yang dapat di lakukan dalam
rangka membantu.
3) Hendaknya pihak – pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima
kenyataan.
4) Menyadarkan pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman fisik) apabila
klien lansia mempergunakan penolakan atau denial.
D. Fase Komunikasi pada Lansia
1. Fase Pra Interaksi
Dua orang perawat akan melakukan pemeriksaan dan melihat perkembangan kondisi
pada pasien lansia yang bernama Tn. N. Tn. N menderita penyakit hipertensi yang
dirawat di RSUD Lewoleba.
 2. Fase Orientasi
Perawat 1 dan Perawat 2 mendatangi pasien Tn. N di ruang perawatan.
P1 : Selamat pagi bapak, ibu (sambil tersenyum)
Keluarga : Pagi juga pak....!!
Kakek sedikit kebingungan melihat kedatangan perawat.
P1 : Pagi ke...!! Gimana kabar nek hari ini,, sehat ??
Tn. N : Pagi...!! Alhamdulillah sudah agak lumayan. Ini siapa ya...??
Kakek masih tampak kebingungan dan tampak berfikir.
P1 : Kakek... perkenalkan saya perawat Sebas
Perawat Sebas mencoba melakukan pendekatan kepada kakek dan juga juga
keluarganya.
P1 : Saya yang bertugas untuk merawat kakek pada hari ini.
Kake sudah makan belum pagi ini....??
Tn. N : Sudah...!!
P1 : Makan nya banyak atau sedikit kek...??
Tn. N : Cuma sedikit karena saya kurang selera makan pak.
Saya masih merasa agak mual...!!
P1 : Pagi ini obat nya sudah diminum kek...??
Tn. N : Iya sudah...!!
3. Fase Kerja
(Lima menit kemudian, perawat kembali ke kamar pasien)
P1 : Permisi kek..!! maaf ya kek.. kakek tiduran saja ya...
biar kakek lebih santai..
Tn. N : (langsung tiduran)
Setelah itu perawat langsung memberikan tindakan kepada kakek.
P1 : Kek.. tolong tangan kirinya sedikit diangkat ya kek...!!
(perawat 1 memasang manset tensi, kemudian mengukur tekanan darah).
P1 : cucu kakek sudah berapa kini? (perawat mencoba mengajak komunikasi pada
kakek)
Tn. N : eeehm,, sudah 3 pak, sudah besar-besar semua.
P1 : ooh sudah berkeluarga semua??
Tn. N : yang 1 orang sudah, terus yang duanya lagi masih kuliah dan masih kuliah.
Mereka cantik dan ganteng-ganteng pak.
P1 : ya iya dong. Kayak kakeknya.. (perawat dan kakek ketawa)
4. Fase terminasi
Setelah semua pemeriksaan sudah dilakukan, hasil pemeriksaan dicatat oleh perawat
dan semua peralatan dirapikan
Bapak : Bagaimana pak...??
P1 : keadaannya sudah membaik dari kemaren, tapi orang tua bapak harus banyak
minum air putih dan juga makan sayur-sayuran. Orang tua bapak dan ibu harus
banyak istirahat dan juga jangan dulu banyak pikiran, biar kakek cepat sembuh..!!
(dokter datang ke ruangan kamar pasien untuk melihat keadaan pasien)
P1 : Kalau begitu saya permisi dulu ya pak buk...!!
Kakek kami permisi dulu ya kek...
Nenek cepat sembuh ya kek...
Nanti kalau ada perlu bantuan panggil kami di ruang perawat...!!
Ibu : Ya pak.. terima kasih...!!
Akhirnya setelah perawat berpamitan, perawat langsung pergi meninggalkan ruangan
kamar Ny.N.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertaankan dan meningkatkan kontrak dengan oran
lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah
berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah
proses yang kompleks yang melibatkan tingka laku dan hubungan serta
memungkinkan individu berasosiasi denan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yan
maknanya dipacu dan ditransmisikan.
B. Saran
Komunikasi pada lansia baiknya dilakukan secara bertahap supaya mudah dalam
pemahamannya. Lansia merupakan kelompok yang sensitive dalam perasaannya oleh
sebab itu, saat komunikasi harus berhati-hati agar tidak menyinggung perasaannya.
DAFTAR PUSTAKA
· http//komunikasi pada lansia.com
· http//konsep komunikasi .co.id

STIKES WIRA MEDIKA 5


keluarga atau orang lain yang berpengaruh. Kekurangan : memerlukan waktu yang cukup
lama karena klien dalam reaksi penolakan. b.Model SMCR kelebihan : proses komunikasi
yang terjadi pada model ini relatif simpel. Model ini ini akan efektif bila kondisi lansia masih
sehat, belum banyak mengalami penurunan baik aspek fisik maupun psikis. kekurangan :
klien tidak memenuhi syarat yang tidak ditetapkan mempunyai ketrampilan, pengetahuan,
sikap, sistim sosial, dan kultur karena penolakannya. c.Model Leary model ini antara individu
saling mempengaruhi dan di pengaruhi dimana respon seseorang dipengaruhi oleh bagaimana
orang tersebut diperlakukan. Kelebihan : terjadi interaksi atau hubungan relationship
hubungan perawat klien lebih dekat sehingga masalah lebih dapat terselesai kan. Kekurangan
: perawat lebih dominan dan klien lansia patuh. d.Model Terapeutik model ini membantu
mendorong melaksanakan komunikasi dengan empati menghargai dengan harmonis.
Kelebihan : dengan tehnik komunikasi yang baik lansia akan lebih paham apa yang kita
bicarakan. Kekurangan : kondisi empati kurang cocok diterap kan oleh perawat
untuk perawat lansia dengan reaksi penolakan. e.Model Keyakinan Kesehatan menekan kan
pada persepsi klien untuk mencari sehat , menjauhi sakit, merasakan adanya ancaman /
manfaat untuk mempertahankan kesehatan. Kelebihan : lansia yang mengetahui adanya
ancaman kesehatan akan dapat bermanfaat dan sebagai barier dalam melaksanakan tindakan
pencegahan penyakit. Kekurangan : tidak semua lansia merasakan adanya ancaman
kesehatan. f.Model Komunikasi Kesehatan komunikasi yang berfokus pada transaksi antara
profesional kesehatan klien yang sesuai dengan permasalahan kesehatan klien. Kelebihan :
dapat menyelesaikan masalah klien klien lansia dengan tuntas klien lansia merasa sangat
sangat dengan perawat dan merasa sangat diperhatikan. kekurangan : membutuhkan waktu
yang lama untuk menyelesaikan permasalahan fasilitas dalam memberikan pelayanan harus
lengkap. g. Model Iteraksi King

STIKES WIRA MEDIKA 6


pada model ini intinya adalah kesepakatan sebelum mengadakan interaksi dengan klien
lansia. Kelebihan : komunikasi dapat sesuai dengan tujuan jika lansia sudah kooperatif.
Kelemahan : klien lansia dengan reaksi penolakan akan mengalami kesulitan untuk dilakukan
komunikasi model ini karena tidak kooperatif.

STIKES WIRA MEDIKA 7


BAB III

PENUTUP

A KESIMPULAN
Komunikasi adalah proses dimana informasi disampaikan kepada orang lain melalui simbul-
simbul, tanda-tanda atau tingkah laku (Haber"87) Communication is the process by which
message are transferred from a source to receiver the source transfer the ideas with an intent
to modify behavior of communication is to effects on of the receiver. (Roger B.SARAN
Kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang membangun dalam pembuatan makalah ini.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang

untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena

komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bawa

komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks

yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi

dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya.Hal itu merupakan peristiwa yang terus

berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan.

Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-

buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti

dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada

kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan

sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu.

( Bruner&Suddart, 2001:188 ) Komunikasi adalah proses interpersonal yang

melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu

tidak hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan

hubungan ( Potter-Perry, 301 ).

Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada

terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi.

Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan

kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi

proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal

tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi pada lansia “.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas penyusun mengambil judul untuk dibahas dalam makalah ini

yaitu tentang “ Nilai Kebenaran Dalam Pancasila “.


1.3 Tujuan Penulisan

a) Untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Keperawatan

b) Untuk mengetahui tata cara berkomunikasi pada lansia.

c) Dapat memberikan komunikasi terapeutik pada lansia.

d) Dapat membantu proses keperawatan pada lansia.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penyusunan makalah ini diharapakan memberikan informasi dan

pengetahuan Tentang cara berkomunukasi kepada pasien Lansia.

1.5 Sistematika Pembahasan

BAB I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,tujuan , manfaat dan

sistematika pembahasan

BAB II Pembahasan berisi tentang Komunikasi Keperawatan pada Pasien Lansia

BAB III Penutup

DAFTAR PUSTAKA

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan

dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping

itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.

2.2 Karakteristik Lansia

Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut

menjadi empat macam meliputi:


a) Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun

b) Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun

c) Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun

d) Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun

Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-

perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek

fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran.

Perubahan- perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interprestasi

terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami

kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada

tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.

Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi

yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:

a) Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di berikan

petugas kesehatan

b) Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima keliru

c) Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit

d) Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan yang mengikut

sertakan dirinya

e) Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila nasehat

tersebut demi kenyamanan klien.

2.3 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi

2.3.1 Pendekatan fisik

Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami,

peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan
serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di

laksanakan dan di carikan solusinya karena rill dan mudah di observasi

2.3.2 Pendekatan psikologis

Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku, maka

umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini

perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang

asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrap

bagi klien.

2.3.3 Pendekatan social

Pendekatan ini di lakukan untuk menikatkan keterampilan berinteraksi dalam

lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan

kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat

berinteraksi dengan sesama lisan maupun dengan petugas kesehatan.

2.3.4 Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan atau

agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

2.4 Teknik Komunikasi Pada Lansia

Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman

yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat juga harus

mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara

lancer dan sesuai dengan tujuan yang dim inginkan.

Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:

2.4.1 Teknik asertif

Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan

menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan
bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan

pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan

untuk menjaga hubungan yang terapetik dengan klien lansia.

2.4.2 Responsif

Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana

bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap

atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang

perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu

fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…? berespon berate bersikap aktif tidak menunggu

permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan

perasaan tenang bagi klien

2.4.3 Fokus

Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi

yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di

inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan meksud pembicaraan. Upaya ini perlu di

perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak

relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.

2.4.4 Supportif

Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik ataupun psikis secara

bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi

dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan , senyum dan

mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat

menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien

lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya dengan demikian di harapkan

klien termotovasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemapuannya selama memberi
dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui

atau mangajari klien karena ini dapat merendahan keparecayaan klien kepada perawat atau

petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan

kepercayaan diri klien tanpa terkesen menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin

bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya…….

dan bila diperlukan kami dapat membantu’.

2.4.5 Klarifikasi

Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak

berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan

memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud

pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa

menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan

kembali apa yang saya sampaikan tadi…?

2.4.6 Sabar dan Iklas

Seperti di ketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan

yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan

sabar dan iklas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang

di lakukan tidak terapetik, solute namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional

dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.

2.5. Hambatan Berkomunkasi Dengan Lansia

Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan tergannggu

apabila ada sikap agresif dan sikap nonasertif

2.5.1 Agresif

Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di bawah

ini:
a) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)

b) Meremehkan orang lain

c) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain

d) Menonjolkan diri sendiri

e) Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun tindakan

2.5.2 non asertif

Tanda tanda dari non aserti ini adalah

a) Menarik diri bila di ajak berbicara

b) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)

c) Merasa tidak berdaya

d) Tidak berani mengungkap keyakinaan

e) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya

f) Tampil diam (pasif)

g) Mengikuti kehendak orang lain

h) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.

Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan

menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat

dituntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tip-tip

tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif anatara lain

a) Selalu mulai komunokasi dengan mengecek pendengeran klien

b) Keraskan suara anda jika perlu

c) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut anda

d) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan

visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.


e) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan

menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.

f) Jangan berharap untuk berkomunikasi denagn cara yang sama dengan orang yang tidak

mengalami jangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi

klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.

g) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat pendek dengan

bahasa yang sederhana.

h) Bantulah kata-kata anada dengan isyarat visual.

i) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes

yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di

buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya

denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).

j) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.

k) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.

l) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda

menyelesaikan kalimat.

m) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.

n) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.

o) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang ini biasanya

paling akrap dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.

2.6 Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan

Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar

terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau

sesuatu yangmerupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia

menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu
memahami kondisi ini sehinggan dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak

menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.

Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan

reaksi penolakan, antara lain :

1) Kenali segera reaksi penolakan klien

Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini

merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta

lingkunganya.

2) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri

Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap

perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.

3) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat

Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh

sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi

dengan baik dan tepat

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

a) Komunikasi pada lansia tidaklah begitu sulit dibutuhkan teknik-teknik tersendiri untuk

melakukan komunikasi pada lansia banyak hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya :

Teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik.

b) Tehknik untuk wawancara.

c) Kendala dan hambatan dalam komunikasi.


d) Mood dan privasi

e) Aspek-aspek yang harus diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mundakir, (2006). Komunikasi keperawatan dalam pelayanaan: Yogyakarta. Graha Ilmu

2. http://ngandel.blogspot.com/2011/02/komunikasi-terapetik-pada-lansia.html

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan


seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain
karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bawa
komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks
yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi
dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus
berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki
interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi
kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk
menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam
mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat
dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001 :
188)
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non
verbal dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada
perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus waspada terhadap
perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi.
Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan
kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi
proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal
tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi pada lansia.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian komunikasi dan Pengertian lansia ?
2. Komunikasi pada lansia ?
3. Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi pada lansia ?
4. Teknik pendekatan dalam Perawatan lansia pada konteks komunikasi dan pada reaksi
penolakan ?
5. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ?
6. Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Pada Lansia ?

C. Tujuan Penulisan
1. Pengertian komunikasi dan Pengertian lansia.
2. Komunikasi pada lansia.
3. Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi pada lansia.
4. Teknik pendekatan dalam Perawatan lansia pada konteks komunikasi dan pada reaksi
penolakan.
5. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia.
6. Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Pada Lansia.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian komunikasi dan lansia
Komunikasi merupakan suatau hubungan atau kegiatankegiatan yang berkaitan
dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-menukar pendapat serta
dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. (Widjaja,
1986 : 13) Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain.
(Potter & Perry, 2005 : 301) komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya
sebatas tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang
terapeutik.
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran
dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa
pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70
tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut
usia.Kelompok lanjut usia ( LANSIA ) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu
di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut
penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode
terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari
Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
1. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

B. Komunikasi pada lansia


Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik, psikologi,
(lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang
tepat. disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang
tepat.
a). Ketrampilan komunikasi
Listening/Pendengaran yang baik yaitu :
a. Mendengarkan dengan perhatian telinga kita.
b. Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih.
c. Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita.
b). Tekhnik komunikasi dengan lansia
1. Tekhnik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik.
Kecepatan dan tekanan suara yang tepat dengan menyesuaikan pada topik
pembicaraan dan kebutuhan lansia,berbicara dengan lansia yang dimensia dengan pelan.tetapi
berbicara dengan lansia demensia yang kurang mendengar dengan lebih keras hati-hati
karena tekanan suara yang tidak tepat akan merubah arti pembicaraan,pertanyaan yang tepat
kurang pertanyaan yang lansia menjawab ya atau tidak..
Berikan kesempatan orang lan untuk berbicara hindari untuk mendominasi ,pembicara
sebaiknya mendorontg lansia untuk berperan aktif ,Merubah topik pembicaaraan dengan jitu
menggunakan objek sekitar untuk topik pembicaraan bila lansia tidak interest lagi
Contoh : siapa yang membelikan pakaian bapak/ibu yang bagus ini?
Gunakan kata-kata yang sederhana dan konkrit gunakan makan satu buah setelah makan dari
pada menggunakan makanan yang berserat
Gunakan kalimat yang simple dan pendek satu pesan untuk satu kalimat.
2. Teknik nonverbal komunikasi
1) Perilaku : ramah tamah, sopan dan menghormati, cegah supaya tidak acuh tak acuh,
perbedaan.
2) Kontak mata : jaga tetap kontak mata.
3) Expresi wajah : mereflexsikan peraaan yang sebenarnya.
4) Postur dan tubuh : mengangguk, gerakan tubuh yang tepat, meletakan kursi dengan tepat.
5) Sentuhan : memegang tangan, menjbat tangan.
3. Teknik untuk meningkatkan komunikasi dengan lansia.
1) Memulai kontak saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan.
2) Bila hanya menyentuh tangannya hanya untuk mengucapaka pesan-pesan verbal dan
merupak metode primer yang non verbal.
3) Jelaskan tujuan dari wawancara dan hubungan dengan intervensi keperawatan yang
akan diberikan.
4) Muali pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam.
5) Gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif.
6) Secara periodic mengklarifikasi pesan.
7) Mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan mendorong untuk berfokus
pada informasi.
8) Jangan berespon yang menonjolkan rasa simpati.
9) Bertanya tentang keadaan mental merupakan pertanyaan yang mengancam dan akan
mengakiri interview.
10) Minta ijin bila ingin bertanya secara formal.

c.) Lingkungan wawancara.


a) Posisi duduk berhadapan
b) Jaga privasi.
c) Penerangan yang cukup dan cegah latar belakang yang silam
d) Kurangi keramaian dan berisik
e) Komunikasi dengan lansia kita mencoba untuk mengerti dan menjaga kita
mengekspresikan diri kita sendiri efek dari kmunikasi adalah pengaruh timbal balik seperti
cermin.
C. Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia
1. Gangguan neurology serring menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat juga
karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
2. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat dan
respon pada pertanyaan seseorang.
3. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut membuat
tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
4. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
5. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya.
Gangguan sensoris dalam pendengarannya
6. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal.
7. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang
berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
8. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus pada
rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.
9. Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan dan
kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan
kontak dengan realita.
10. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak
informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya,
perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes

7. Teknik pendekatan dalam Perawatan lansia pada konteks komunikasi dan pada reaksi
penolakan.
a. teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada konteks komunikasi
1. Pendekatan fisik
Mencari kesehatan tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang di alami, perubahan
fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan serta
penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya.
2. Pendekatan psikologis
Pendekatan ini bersifat abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya
membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat sebagai
konselor, advokat terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai pena,pung masalah pribadi
dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
3. Pendekatan sosial
Pendekatan ini di laksanakan meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan lingkungan.
Mengadakan diskusi tukar fikiran bercerita serta bermain merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun dengan petugas
kesehatan,
4. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau
agama yang di anutnyaterutama pada saat klien sakit atau mendekati kematian.
b. teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada reaksi penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan sesorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keiinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian – kejadian nyata sesuatu
yang merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya.

Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
penolakan antara lain :
1. Penolakan segera reaksi penolakan klien.
Yaitu membiarkan lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Langkah –
langkah yang dapat di lakukan sebagai berikut :
a. Identifikasi pikiran yang paling membahayakan dengan cara observasi klien bila sedang
mengalami puncak reaksinya.
b. Ungkapakan kenyataan yang di alami klien secara perlahan di mulai dari kenyataan yang
merisaukan.
c. Jangan menyongkong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok bagi klien
dan bicarakan sesering mungkin jangan sampai menolak.
2. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan sendiri.
Langkah ini bertujuan mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan
yang akan di lakukan serta upaya untuk memandikan klien, antara lain :
a. Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya dalam perencanaan waktu, tempat dan
macam, perawatan.
b. Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal kenyataan.
c. Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahaan atau perasaan sedihnya dengan
mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan menluangkan waktu bersamanya.
3. Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat.
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperolah
sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana atau tindakan dapat terealisasi
dengan baik dan cepat. Upaya ini dapat di laksanakan dengan cara – cara sebagai berikut :
a. Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan
perasaannya.
b. Meliangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang apa yang
sedang terjadi pada klien lansia serta hal – hal yang dapat di lakukan dalam rangka
membantu.
c. Hendaknya pihak – pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima kenyataan.
d. Menyadarkan pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman fisik) apabila klien
lansia mempergunakan penolakan atau denial.

8. Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia.


a. Keterampilan Komunikasi Terapeutik, dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan
lama wawancara
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran
kemampuan untuk merespon verbal.
3 Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosiokulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir
abstrak
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon
nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress
yang ada
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara
pengkajian. 8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap, suara
berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang
lain yang sangat mengenal pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
b. Prinsip Gerontologis untuk komunikasi
• Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
• Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
• Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik.
• Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
• Jangan berbicara dengan keras/berteriak, bicara langsung dengan telinga yang dapat
mendengar dengan lebih baik.
• Berdiri di depan klien.
• Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana
• Beri kesempatan bagi klien untuk berfikir.
• Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang tua, kegiatan
rohani.
• Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
• Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian
9. Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut
adalah:
• Empati :istilah empati menyangkut pengertian :“simpati atas dasar pengertian yang
mendalam”.Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang
seorang lansia yang sakit dengan pengertian,kasih sayang dan memahami rasa penderitaan
yang dialami oleh penderita tersebut.Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar,tidak
berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan.Oleh karena itu
semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi dan patologik dari penderita lansia.
• Yang harus dan “jangan”: prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-malefecience dan
beneficence,pelayanan geriatric selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang
baik untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm)
bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere (“yang terpenting jangan membuat
seseorang menderita“).Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk
menghindari ras nyeri,pemberian analgesic (kalau perlu dengan devirat morfin) yang
cukup,pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungfkin mudah
dan praktis untuk dikerjakan.
• Otonomi :yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri.Tentu sekali saja hak tersebut mempunyai
batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan,apakah penderita
dapat membuat putusan secara mendiri/bebas.
• Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi
semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak
mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertaankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain
karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bawa
komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks
yang melibatkan tingka laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi denan
orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus
berlangsung secara dinamis yan maknanya dipacu dan ditransmisikan.
Komunikasi pada lansia tidaklah begitu sulit dibutuhkan teknik-teknik tersendiri untuk
melakukan komunikasi pada lansia banyak hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya :
1. Teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik.
2. Tehknik untuk wawancara.
3. Kendala dan hambatan dalam komunikasi.
4. Mood dan privasi
5. Aspek-aspek yang harus diperhatikan.
B. Saran
Komunikasi pada lansia baiknya dilakukan secara bertahap supaya mudah dalam
pemahamannya. Lansia merupakan kelompok yang sensitive dalam perasaannya oleh sebab
itu, saat komunikasi harus berhati-hati agar tidak menyinggung perasaannya.

DAFTAR PUSTAKA
 http//komunikasi pada lansia.com
 http//konsep komunikasi .co.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,
sehingga komunikasi perlu dikembangkan dan dipelihara terus-menerus. Dalam
berkomunikasi dengan klien, perawat harus menggunakan tehnik pendekatan khusus agar
tercapai pengertian dan perubahan prilaku klien.
Kondisi lansia yang telah mengalami penurunan dalam struktur anatomis maupun fungsi
dari organ tubuhnya menuntut pemahaman dan kesadaran tersendiri bagi tenaga kesehatan
selama memberikan pelayanan kesehatan. Perubahan yang terjadi baik secara fisik,
psikis/emosi, interaksi social maupun spiritual dari lansia membutuhkan pendekatan dan
tehnik tersendiri. Untuk interaksi dalam berkomunikasi dengan lansia secara baik, perawat
perlu memahami tentang karakteristik lansia, penggunaan tehnik komunikasi yang tepat, dan
model-model komunikasi yang memungkinkan dapat diterapkan sesuai dengan kondisi klien.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini diantaranya:
1. Bagaimana karakteristik lansia?
2. Bagaimana pendekatan keperawatan lansia dalam konteks komunikasi?
3. Bagaimana teknik komunikasi pada lansia?
4. Apa hambatan komunikasi pada lansia?
5. Bagaimana teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan?
6. Bagaimana penerapan model komunikasi pada lansia?
C. Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai penulis yaitu:
1. Untuk mengetahui karakteristik lansia
2. Untuk mengetahui pendekatan keperawatan lansia dalam konteks komunikasi
3. Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansia
4. Untuk mengetahui hambatan komunikasi pada lansia
5. Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan
6. Untuk mengetahui penerapan model komunikasi pada lansia

D. Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam menulis makalah ini, yaitu :
1. Metode Kepustakaan
Adalah metode pengumpulan data yang digunakan penulis dengan mempergunakan buku
atau refrensi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas.
2. Metode Media Informatika
Adalah metode dengan mencari data melalui situs-situs di internet.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komunikasi dengan Lansia


1. Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
menjadi empat macam, meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60 sampai 70 tahun.
c. Usia lanjut usai (old), kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun.
d. Usia tua (veryold), kelompok usia diatas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-
perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat diindentifikasi, misalnya perubahan pada
aspek fisik berupa perubahan neurologis & sensorik, perubahan visual, perubahan
pendengaran. Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan &
interpretasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh
pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi
yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a. Tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta keterangan yang diberikan
petugas kesehatan
b. Mengubah keterangan sedemikian rupa, sehingga diterima keliru
c. Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
d. Menolak ikutserta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan yang langsung
mengikutsertakan dirinya
e. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien
2. Pendekatan Keperawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang dialami, perubahan
fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan serta
penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini relatif lebih mudah
dilaksansakan dan dicarikan solusinya karena riil dan mudah diobservasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk meaksanakan pendekatan ini,
perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang
asing atau sebagai penampung masalah-masalah rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat
yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan ketrampilan berinteraksi dengan
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesame lansia maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau
agama yang dianutnya terutama bila klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.
Pendekatan spiritual ini cukup efektif terutama bagi klien yang mempunyai kesadaran yang
tinggi dan latar belakang keagamaan yang baik.
3. Tehnik Komunikasi pada Lansia
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan
sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar
maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti, asertif merupakan pelaksanaan dan
etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga
hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang
perubahan tersebut, misalnya dengan mengajukan pertanyaan, “apa yang sedang bapak/ibu
fikirkan saat ini? Apa yang bisa saya bantu?”. Berespon berarti bersikap aktif, tidak
menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan
menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang
diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang
diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pernyataan-pernyataan di luar materi yang
diinginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu
diperhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak
relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi klien relative menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan
menjaga kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan
mengangguk kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan
menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien
lansia sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian
diharapkan klien termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama
memberi dukungan baik secara materiil dan moril, petugas kesehatan jangan sampai terkesan
menggurui atau mengajari klien karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien kepada
perawat atau petugas kesehatan lainnya.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancer. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan
memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat agar maksud
pembicaraan kita dapat diterima dan dipersepsikan sama oleh klien.
f. Sabar dan ikhlas
Klien lansia mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-
kanakan, bila perubahan ini tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan
perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang dilakukan tidak terapeutik, solutif,
namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan
hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.
4. Hambatan Komunkiasi pada Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila
ada sikap agresif dan sikap nonasresif
a. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-perilaku di bawah ini :
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri
5) Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun tindakan
b. Nonasertif
Tanda-tanda dari sikap nonasertif ini adalah :
1) Menarik diri bila diajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkapkan keyakinan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring dengan
menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien. Namun sebagai tenaga kesehatan professional,
perawat dituntut mampu mengatasi hambatan tersebut, untuk itu perlu adanya tehnik atau tip-
tip tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berlangsung efektif, antara lain :
a. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien.
b. Kerakan suara anda jika perlu.
c. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga ia dapat melihat mulut
anda.
d. Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi gangguan
visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
e. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang tidak
mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai patner yang tugasnya memfasilitasi
klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
g. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat pendek dengan
bahasa yang sederhana.
h. Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i. Serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan hasil
tes yang diinginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya
dibuktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang mengembirakan (mislanya
dengan senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
j. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
l. Biarkan ia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan anda
untuk menyelesaikan kalimat.
m. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkannya.
n. Arahkan ke suatu topik pada suatu saat.
o. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan bersama anda. Orang ini
biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.
5. Teknik Perawatan Lansia pada Reaksi Penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian-kejadian nyata atau
sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia
menerima perubahan yang terjadi pada dirinya.
Perawat dalam menjalin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin
komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Adanya beberapa langkah yang bisa dilaksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
reaksi penolakan, antara lain:
a. Kenali segala reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan
mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta
lingkungannya, kemudian lakukan langkah-langkah berikut:
1) Identifikasi pikiran-pikiran yang paling membahayakan dengan cara mengobservasi klien
bila sedang mengalami puncak reaksinya.
2) Ungkapkan kenyataan-kenyataan yang dialami klien secara perlahan-lahan dimulai dari
kenyataan yang merisaukan.
3) Jangan menyokong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok bagi klien
dan bicarakan sesering mungkin bersamanya jangan sampai menolak.
b. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap
perawatan yang akan dilakukan serta upaya untuk memandirikan klien, dengan jalan sebagai
berikut:
1) Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya perencanaan waktu, tempat dan macam
perawatan.
2) Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal kenyataan.
3) Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahan atau perasaan sedihnya dengan
mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan meluangkan waktu bersamanya.
c. Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber
informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana/tindakan dapat terealisasikan dengan
baik dan cepat. Upaya ini dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan perasaan-
perasaannya.
2) Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang apa yang
sedang terjadi pada klien lansia serta hal-hal yang dapat dilakukan dalam rangka membantu.
3) Hendaknya pihak-pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima kenyataan.
4) Menyadarkan pihak-pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman fisik) apabila
klien lansia mempergunakan penolakan atau denial.
6. Penerapan Model Komunikasi pada Lansia
a. Model komunikasi Shanon Weaver
Tujuan komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan adalah adanya perubahan
perilaku lansia dari penolakan menjadi kooperatif. Dalam komunikasi ini diperlukan
keterlibatan anggota keluarga sebagai transmitter untuk mengenal lebih jauh tentang klien.
Kelebihan dalam komunikasi ini melibatkan anggota keluarga atau orang lain yang
berpengaruh. Kekurangan model komunikasi ini memerlukan waktu yang cukup lama karena
klien dalam reaksi penolakan. Tidak dapat melakukan evaluasi sejauhmana perubahan
perilaku yang terjadi pada klien, karena tidak ada feed back (umpan balik)
b. Model SMCR
Rumus S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah : S singkatan dari Source yang
berarti sumber atau komunikator ; M singkatan dari Message yang berarti pesan ; C singkatan
dari Channel yang berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari Receiver yang
berarti penerima atau komunikan
Kelebihan model ini adalah proses komunikasi yang terjadi relatif simple. Model ini akan
efektif bila kondisi lansia masih sehat, belum banyak mengalami penurunan baik aspek fisik
maupun psikis. Kekurangan model ini klien tidak memenuhi syarat seperti yang diterapkan
mempunyai keterampilan, pengetahuan, sikap, sistim social dan kultur; karena penolakannya.
Memerlukan proses yang lama dan tergantung kondisi klien lansia.
c. Model Leary
Model ini antar individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi, dimana respon seseorang
dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut diperlakukan. Oleh karena itu dalam
berkomunikasi dengan lansia harus hati-hati, jangan sampai menyinggung perasaannya.
Dalam berkomunikasi dengan klien lansia seseorang perawat diharapkan pada rentang love
yang banyak karena sifat social perawat sangat dibutuhkan oleh lansia. Lansia membutuhkan
perhatian yang lebih dalam berkomunikasi, untuk mengungkapkan perasaannya. Diharapkan
perawat harus lebih banyak mendengar apa yang diungkapkan.
Kelebihan model ini adalah terjadinya interaksi atau hubungan relationship; hubungan
perawat-klien lebih dekat sehingga masalah lebih dapat terselesaikan. Dan kelemahan model
ini perawat lebih dominan dank lien lansia patuh
d. Model terapeutik
Model ini membantu mendorong melaksanakan komunikasi dengan empati, meghargai
dan harmonis. Dimana dibutuhkan kondisi empati, kesesuaian dan penghargaan. Lansia
dengan penolakan sulit bagi kita melaksanakan empati. Kita tidak boleh menyokong
penolakan tetapi berikan perawatan yang cocok dan berbicara sesering mungkin, jangan
sampai menolak.
Kelebihan model ini lansia akan lebih paham apa yang kita bicarakan; kopingnya lebih
efektif. Sedangkan kelemahan model ini kondisi empati kurang cocok diterapkan oleh
perawat lansia dengan reaksi penolakan.
e. Model keyakinan kesehatan
Menekankan pada persepsi klien untuk mencari sehat, menjauhi sakit, merasakan adanya
ancaman/manfaat untuk mempertahankan kesehatannya. Padahal lansia dengan reaksi
penolakan, tidak mersakan adanya ancaman kesehatan, sehingga dalam berkomunikasi
dengan lansia dengan reaksi penolakan diperlukan motivasi yang kuat.
Kelebihan model komunikasi ini lansia yang mengetahui adanya ancaman kesehatan akan
dapat bermanfaat dan sebagai barrier dalam melaksanakan tindakan pencegahan penyakit.
Sedangkan kelemahannya tidak semua lansia merasakan adanya ancaman kesehatan.
f. Model komunikasi kesehatan
Komunikasi yang berfokus pada transaksi antara professional kesehatan-klien yang sesuai
dengan permasalahab kesehatan klien. Pandangan system komunikasi lebih luas yang
mencangkup tiga faktor mayor yaitu:
1) Relationship
Perawat professional mengadakan komunikasi dengan klien lansia haruslah menggunakan
ilmu psikososial dan teknik komunikasi dimana perawat haruslah ramah, rapi, bertanggung
jawab, tidak sembarangan mengeluarkan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan klien
lansia sehingga terjalin hubungan saling percaya. Dalam mengadakan hubungan transaksi
hendaknya seorang perawat professional mengetahui permasalahan yang dihadapi klien
lansia tersebut. Kemudian bersama-sama menyelesaikan masalah.
2) Transaksi
Dalam berkomunikasi dengan lansia hendaknya disepakati untuk menyelesaikan masalah
klien bukan untuk hal lain. Pada lansia dengan reaksi penolakan harus hati-hati mencari
informasi dari klien, memberikan feed back baik verbal maupun non verbal dan hendaknya
secara berkesinambungan.
3) Konteks
Perawat professional harus mengetahui situasi dan permasalahan yang dihadapi klien.
Apabila masalah bersifat individu haruslah diselesaikan secara individu dengan tidak
mengabaikan tempat/ruangan dan jenis pelayanan apa yang digunakan. Apabila masalah
bersifat umum/kelompok harus diselesaikan secara kelompok.
Kelebihan: dapat menyelesaikan masalah klien lansia dengan tuntas. Klien lansia merasa
sangat dekat dengan perawat dan merasa sangat diperhatikan. Kelemahan: membutuhkan
waktu yang lama untuk menyelesaikan permasalahan; fasilitas dalam memberikan pelayanan
harus lengkap.
g. Model interaksi King
Kesepakatan sebelum mengadakan interaksi dengan klien lansia. Perawat harus
mempunyai persepsi secara ilmiah tentang hal-hal yang akan dikomunikasikan. Persepsi ini
kemudian disepakati dengan klien sehingga dapat terjadi suatu aksi yang menyebabkan
terjadinya reaksi-interaksi dan transaksi. Kelebihan model ini dimana komunikasi dapat
sesuai dengan tujuan jika lansia sudah kooperatif. Sedangkan kelemahan model ini klien
lansia dengan reaksi penolakan akan mengalami kesulitan untuk dilakukan komunikasi model
ini, karena tidak kooperatif.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Tehnik komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan harus disertai pengetahuan
perawatan lansia baik fisik, psikologis, biologis dan spiritual. Klien lansia dengan reaksi
penolakan tidak menyadari adanya ancaman pada kesehatannya, karena itu model
komunikasi yang sesuai adalah model Leary.
B. Saran
Dalam tehnik komunikasi model Leary terdapat dua dimensi yang bertentangan,
diharapkan perawat dapat menyesuaikan situasi bagaimana seharusnya dia bertindak. Jika
klien dalam puncak penolakan maka perawat harus mengobservasi pikiran-pikiran klien, jika
klien lansia kooperatif maka perawat dapat berfungsi sebagai teman dan guru serta tempat
mencurahkan perasaan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Mundakir.2006.Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan.Surabaya: Graha Ilmu


http://yh4princ3ss.wordpress.com/2010/04/17/asuhan-keperawatan-pada-lanjut-usia-lansia/
(Diakses pada tanggal: 1 November 2012)
http://jurusankomunikasi.blogspot.com/2009/03/model-model-komunikasi.html

(Diakses pada tanggal: 2 November 2012)Makalah Keperawatan Lansia

Anda mungkin juga menyukai