Anda di halaman 1dari 109

LAPORAN PRAKTIK MANAJEMEN KEPERAWATAN

EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE (EBNP)

DI RUANG TERATAI RSUD dr. DORIS SYLVANUS

KOTAPALANGKA RAYA

Disusun Oleh :

Kelompok I :
1. Adelia Falentina
2. Angelina N. Deramika
3. Anggun Puja Fitriani
4. Ayu Novita Sari
5. Indra Wahyudi
6. Lia Oktaria
7. Karina Ayu Serin
8. Ribka Westinia
9. Julyanto Putra Admaja

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbingan-Nya
kami dapat meyelesaikan Laporan Praktik Manajemen Keperawatan Evidence Based Nursing
Practice (EBNP) di Ruang Teratai RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangka Raya
Terlaksananya praktek klinik Manajemen Keperawatan dan selesainya laporan ini
adalah berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada :
1. Indriati, S.Kep., Ns. M.Kep selaku Pembimbing Akademik Praktik Klinik Stase
Manajemen Keperawatan Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Semarang
2. Ns. Aida K, M.Kep, Sp.Kep.Mat selaku Pembimbing Akademik Praktik Klinik Stase
Manajemen Keperawatan Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
3. Tanti Setiawati, S.Kep.,Ns selaku Pembimbing Klinik di Ruang Teratai RSUD dr.Doris
Sylvanus Kota Palangka Raya
4. Seluruh tim pembimbing akademik atau dosen manajemen keperawatan yang dengan
sabar memberikan bimbingan, arahan dan dukungan moril selama praktek klinik stase
manajemen keperawatan
5. Seluruh perawat dan staf Rumah Sakit yang telah banyak membantu kami selama
praktek klinik manajemen keperawatan di RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangka
Raya
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan dan bantuan pada kami selama melaksanakan Praktek Klinik
Manajemen Keperawatan hingga terselesainya laporan ini. Kami menyadari laporan ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu berbagai masukan dan kritik sangat kami harapkan.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami khususnya.

Palangka Raya, Juni 2022.

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO-Ekspert Committee on Nursing dalam Kelompok Kerja
Keperawatan (KDIK) menjelaskan bahwa praktik keperawatan profesional sebagai
tindakan keperawatan profesional menggunakan pengetahuan teoritis yang manatap
dan kukuh dari berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu keperawatan selain berbagai
ilmu dasar antara lain biologi, fisika, ilmu boimedik, ilmu perilaku, ilmu sosial
sebagai landasan untuk melakukan pengkajian, membuat diagnosa keperawatan,
menyusun perencanaan, melaksanakan tindakan dan evaluasi hasil tindakan
keperawatan serta mengadakan penyesuaian atau revisi rencana asuhan keperawatan
(Sitorus R,2014).
Menurut surat keputusan menteri kesehatan RI No. 983/1992, tugas pokok
rumah sakit ialah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang di laksanakan secara serasi
dan terpadu dengan upaya rumah sakit sebagai unit usaha di bidang jasa terutama
untuk pemulihan, rehabilitasi, pemeliharaan, peningkatan pendidikan dan riset
kesehatan memerlukan pengelolaan secara profesional agar mutu pelayanan kepada
pasien dan keluarga menjadi baik.
Menurut Depkes RI (2014) keperawatan merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena itu tujuan pelayanan perawatan
merupakan salah satu bagian dari tujuan utama rumah sakit. Peranan tenaga perawat
didalam melaksanakan tugasnya atau dalam memberikan pelayanan perawatan pada
pasien harus mengerti dan memahami pendekatan proses keperawatan yang meliputi
empat yaitu: pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang masing-masing
berkesinambungan dan berkaitan satu sama lainnya.
Menurut Indonesian National Nurses Association standar praktik merupakan
salah satu perangkat yang diperlukan oleh setiap tenaga professional. Standar praktik
keperawatan adalah ekpektasi/ harapan-harapan minimal dalam memberikan asuhan
keperawatan yang aman, efektif dan etis. Pelayanan asuhan keperawatan sebagai
salah satu bentuk pelayanan profesional merupakan bagian integral yang tidak dapat
dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Disisi lain yakni
sebagai salah satu faktor penentu baik buruknya mutu dan citra rumah sakit, oleh
karenanya kualitas pelayanan asuhan keperawatan perlu dipertahankan serta
ditingkatkan seoptimal mungkin. Oleh karenanya Standar Asuhan Keperawatan harus
diterapkan oleh seluruh tenaga keperawatan sehingga pelayanan asuhan keperawatan
tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara profesional. Dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan maka dalam pemberian asuhan keperawatan, seluruh tenaga
keperawatan mutlak menerapkan Standar Asuhan Keperawatan (Depkes, 2011)
Pelayanan Keperawatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Rumah sakit memiliki kepentingan untuk
memberikan pelayanan keperawatan yang optimal melalui tenaga keperawatan yang
bertanggung jawab dalam meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan
keperawatan yang diberikan selama 24 jam, secara berkesinambungan di bawah
tanggung jawab seorang pemimpin keperawatan perawat sebagai salah satu dari
ujung tombak rumah sakit, memerlukan suatu sistem untuk melakukan tindakan
keperawatan. Sistem yang terdiri dari dari struktur, proses dan nilai-nilai profesional
akan mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan yang dapat
menopang pemberian asuhan keperawatan tersebut.
Pedoman sistem tersebut dikenal dengan Model Praktik Keperawatan
Profesional atau MPKP. Penerapan MPKP secara tepat akan berdampak kepada
peningkatan angka pemanfaatan tempat tidur rumah sakit atau Bed Occupancy Rate
(BOR) dan indikator mutu ruangan serta penurunan angka rata-rata lama hari seorang
pasien dirawat atau disebut juga dengan Average Length of Stay (ALOS) dan angka
rata-rata jumlah hari tempat tidur tidak ditempati dari saat diisi hingga saat terisi
berikutnya atau Turn Over Interval (TOI) yang merupakan indikator mutu pelayanan
rumah sakit yang baik dan berdampak pada kinerja perawat. Hal ini menunjukkan
bahwa dengan MPKP pelayanan kesehatan yang diberikan bermutu baik.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan Praktik manajemen keperawatan, mahasiswa
diharapkan dapat menerapkan prinsip-prinsip manajemen keperawatan dengan
menggunakan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP), secara
bertanggung jawab dan menunjukkan sikap kepemimpinan yang professional
serta langkah-langkah manajemen keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan kegiatan praktek kepemimpinan dan manajemen,
serta mampu:
a. Melaksanakan pengkajian di ruang rawat inap keperawatan
b. Melaksanakan analisis situasi dan identifikasi masalah manajemen
keperawatan
c. Melakukan kegiatan manajemen keperawatan diruangan dalam bentuk:
1) Mampu membuat fungsi perencanaan model praktek keperawatan
professional di ruangan antara lain:
a) Mampu membentuk rumusan filosofi, visi dan misi ruangan
b) Mampu membuat kebijakan kerja diruangan
c) Mampu menyiapkan peangkat kegiatan model praktek
keperawatan professional diruangan
d) Mampu mengembangkan system informasi manajemen
keperawatan diruangan dalam menerapkan model praktek
keperawatan professional
2) Mampu melaksanakan fungsi pengorganisasian di ruangan model
praktek keperawatan professional antara lain:
a) Membuat struktur organisasi di ruang model praktek keperawatan
professional
b) Membuat daftar dinas ruangan berdasarkan Tim di ruang, model
praktek keperawatan professional
c) Membuat daftar pasien berdasarkan Tim di ruang model praktek
keperawatan professional
3) Melaksanakan fungsi pengarahan dalam ruangan di ruangan model
praktek keperawatan professional antara lain:
a) Mampu menerapkan pemberian motivasi
b) Mampu membentuk manajemen konflik
c) Mampu melakukan supervise
d) Mampu melakukan pendelegasian dengan baik
e) Mampu melakukan komunikasi efektif antara lain:
(1) Operan
(2) Pre Conference
(3) Post Conference
(4) Ronde Keperawatan
(5) Supervisi Keperawatan
(6) Discharge Planning
(7) Dokumentasi Keperawatan
4) Melaksanakan fungsi pengendalian dalam bentuk audit hasil di ruangan
model praktek keperawatan professional antara lain:
a) Mampu memperhitungkan (BOR: bed occupancy rate), yaitu
pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu
b) Mampu Menghitung (ALOS: average length of stay), yaitu rata-
rata lama rawat seorang pasien
c) Mampu menghitung (TOI: turn over interval), rata-rata hari
tempat tidur tidak ditempati dari saat diisi kesaat terisi berikutnya
d) Mampu menghitung kejadian infeksi nosokomial
e) mampu menghitung kejadian cedera
f) mampu melakukan audit dokumentasi asuhan keperawatan
g) mampu melakukan survey masalah baru
h) mampu menganalisis kepuasan pasien dan keluarga

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Tercapainya pengalaman dalam pengelolaan suatu ruang rawat sehingga dapat
memodifikasi metode penugasan yang akan dilaksanakan.
b. Mahasiswa dapat mengorganisasikan pelaksanaan kegiatan keperawatan
c. Mahasiswa dapat Memilih dan menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai di
ruangan
d. Mahasiswa dapat menganalisis masalah dengan metode SWOT dan menyusun
rencana strategi penyelesaian masalah
e. Mahasiswa dapat melakukan perubahan kecil yang bermanfaat untuk ruangan
f. Mahasiswa dapat mengusulkan dan menerapkan alternatif tersebut kepada
manajer keperawatan
g. Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil penerapan alternatif pemecahan masalah

2. Bagi Perawat Ruangan


a. Tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal
b. Terbinanya hubungan yang baik antara perawat dengan perawat, perawat dengan
tim kesehatan lain, dan perawat dengan pasien serta keluarga
c. Melalui praktek profesi manajemen keperawatan dapat diketahui masalah-
masalah yang ada diruangan
d. Tumbuh dan terbinanya akuntabilitas dan displin diri perawat.

3. Bagi Pasien dan Keluarga


a. Pasien dan keluarga mendapatkan pelayanan yang memuaskan.
b. Tingkat kepuasan pasien dan keluarga terhadap pelayanan tinggi.

4. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai bahan masukan dan gambaran tentang pengelolaan ruangan dengan
pelaksanaan Model Manajemen Asuhan Keperawatan Profesional Tim.

D. Ruang Lingkup Kegiatan


1. Melaksanakan tugas sesuai dengan POA yang telah di buat
2. Melakukan tindakan asuhan keperawatan
E. Tempat dan waktu
Tempat praktek mahasiswa Profesi Ners Stase Manajemen Keperawatan
dilaksanakan di ruang Teratai RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya berlangsung
mulai 06 Juni-18 Juni 2022. Pelaksanaa pengkajian manajemen keperawatan dimulai
pada minggu pertama yaitu dari tanggal 06 Juni – 07 Juni 2022
Pada tanggal 09 Juni 2022 mahasiswa melakukan Seminar awal tentang hasil dari
pengkajian dan identifikasi masalah. Pelaksanaan role play berlangsung selama 14 hari
yang dimulai tanggal 06 Juni – 18 Juni 2022.

F. Tahap pelaksanaan
Mahasiswa yang melakukan praktik manajemen keperawatan adalah mahasiswa
program Studi Profesi Ners tahun 2022 oleh kelompok I dengan nama-nama sebagai
berikut:
1. Pembimbing akademik : Indriati, S.Kep., Ns. M.Kep
Ns. Aida Kusnaningsih, M.Kep., Sp.Kep. Mat
2. Pembimbing lahan : Tanti Setiawati, S.Kep., Ners
3. Ketua : Anggun Puja Fitriani
4. Sekertaris : Ayu Novita Sari
5. Bendahara : Lia Oktaria
6. Anggota :
1) Angelina Natalia Deramika
2) Ribka Westinia
3) Karina Ayu Serin
4) Julyanto Putra Admaja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Manajemen Keperawatan


1. Definisi Manajemen Keperawatan
Manajemen dapat di definisikan sebagai suatu proses koordinasi dan integrasi sember
daya keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai perawatan,
tujuan pelayanan dan objektif (Nursalam, 2014).
Manajemen Keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus di laksanakan oleh
pengelola keperawatan untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan serta
mengawasi sumber yang baik, baik sumber daya maupun dana sehingga dapat
memberikan pelayanan keperawatan yang efektif baim kepada pasien, keluarga dan
masyarakat (Suyanto, 2008).
Minujaya (2004), menyatakan bahwa manajemen mengandung tiga prinsip pokok
yang menjadi ciri utama penerapannya, yaitu efisien dalam pemanfaatan sumber daya,
efektif dalam memilih alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, dan
rasional dalam pengambilan keputusan manajerial.
Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif, karena manajemen
adalah pengguna waktu yang efektif, keberhasilan rencana perawat manajer klinis,
yang mempunyai teori atau sistematik dari prinsip dan metode yang berkaitan pada
institusi yang besar dan organisasi keperawatan didalamnya, termasuk setiap unit.
Teori ini meliputi pengetahuan tentang misi dan tujuan dari institusi tetap dapat
memerlukan pengembangan atau perbaikan termasuk misi atau tujuan devisi
keperawatan. Dari pernyataan pengertian yang jelas perawat manajer mengembangkan
tujuan yang jelas dan realistis untuk pelayanan keperawatan (Swanburg, 2000).
Menurut Swanburg (2000), keterampilan manajemen dapat di klasifikasikan dalam
tiga tingkat, yaitu:
a. Keterampilan intelektual, yang meliputi kemampuan atau penguasaan teori, keterampilan
berpikir.
b. Keterampilan tehnikal, meliputi : metode, prosedur atau teknis.
c. Keterampilan interpersonal, meliputi kemampuan kepemimpinan dalam berinteraksi dalam
individu ataupun kelompok.
2. Unsur Input (M1-M5)
a. Sumber Daya Manusia (M1/ MAN)
1) Umur
Semakin tua usia seseorang karyawan semakin kecil kemungkinan keluar dari
pekerjaan, karena semakin kecil alternatif untuk memperoleh kesempatan pekerjaan
lain. Di samping itu karyawan yang bertambah tua biasanya telah bekerja lebih lama,
memperoleh gaji yang lebih besar dan berbagai keuntungan lainnya. Hubungan usia
dengan kinerja atau produktivitas dipercaya menurun dengan bertambahnya usia. Hal
ini disebabkan karena ketrampilan-ketrampilan fisiknya sudah mulai menurun. Tetapi
produktivitas seseorang tidak hanya tergantung pada ketrampilan fisik serupa itu.
Karyawan yang bertambah tua, bisa meningkat produktivitasnya karena pengalaman
dan lebih bijaksana dalam mengambil keputusan (Mangkunegara, 2009).

2) Jenis Kelamin
Beberapa isu yang sering diperdebatkan, kesalahpahaman dan pendapat-
pendapat tanpa dukungan mengenai apakah kinerja wanita sama dengan pria ketika
bekerja. Misalnya ada/tidaknya perbedaan yang konsisten pria-wanita dalam
kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan, analisis, dorongan, motivasi,
sosiabilitas atau kemampuan bekerja (Robbins, 2005).
Secara umum diketahui ada perbedaan yang signifikan dalam produktifitas
kerja maupun dalam kepuasan kerja, tapi dalam masalah absen kerja karyawati lebih
sering tidak masuk kerja daripada laki-laki (Anonim, 2005). Alasan yang paling logis
adalah karena secara tradisional wanita memiliki tanggung jawab urusan rumah
tangga dan keluarga. Bila ada anggota keluarga yang sakit atau urusan sosial seperti
kematian tetangga dan sebagainya, biasanya wanita agak sering tidak masuk kerja.

3) Masa Kerja
Banyak studi tentang hubungan antara senioritas karyawan dan produktivitas.
Meskipun prestasi kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari prestasi kerja sebelumnya,
tetapi sampai ini belum dapat diambil kesimpulan yang meyakinkan antara dua
variabel tersebut. Hasil riset menunjukkan bahwa suatu hubungan yang positif antara
senioritas dan produktivitas pekerjaan. Masa kerja yang diekspresikan sebagai
pengalaman kerja, tampaknya menjadi peramal yang baik terhadap produktivitas
karyawan. Studi juga menunjukkan bahwa senioritas berkaitan negatif dengan
kemangkiran. Masa kerja berhubungan negatif dengan keluar masuknya karyawan
dan sebagai salah satu peramal tunggal paling baik tentang keluar masuknya
karyawan (Mangkunegara, 2009).

4) Pendidikan
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Hasbullah (2005) yaitu
tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber
daya keperawatan adalah melalui pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti
pelatihan perawatan keterampilan teknis atau keterampilan dalam hubungan
interpersonal. Sebagian besar pendidikan perawat adalah vokasional (D3
Keperawatan).
Untuk menjadi perawat profesional, lulusan SLTA harus menempuh
pendidikan akademik S1 Keperawatan dan Profesi Ners. Tetapi bila ingin menjadi
perawat vokasional, (primary nurse) dapat mengambil D3 Keperawatan/Akademi
Keperawatan. Lulusan SPK yang masih ingin menjadi perawat harus segera ke D3
Keperawatan atau langsung ke S1 Keperawatan. Selanjutnya, lulusan D3
Keperawatan dapat melanjutkan ke S1 Keperawatan dan Ners. Dari pendidikan S1 dan
Ners, baru ke Magister Keperawatan/spesialis dan Doktor/Konsultan (Gartinah et. al.,
2009).

5) Pelatihan Kerja
Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang
menggambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi maupun masyarakat.
Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan
dalam sistem pengembangan sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses
perencanaan, penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses
pengembangannya diupayakan agar sumberdaya manusia dapat diberdayakan secara
maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan hidup
manusia tersebut dapat terpenuhi.
Moekijat (1993) juga menyatakan bahwa “pelatihan adalah suatu bagian
pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan
keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat
dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori.
Alex S. Nitisemito (1982) mengungkapkan tentang tujuan pelatihan sebagai
usaha untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku dan pengetahuan,
sesuai dari keinginan individu, masyarakat, maupun lembaga yang bersangkutan.
Dengan demikian pelatihan dimaksudkan dalam pengertian yang lebih luas, dan tidak
terbatas sematamata hanya untuk mengembangkan keterampilan dan bimbingan saja.
Pelatihan diberikan dengan harapan individu dapat melaksanakan pekerjaannya
dengan baik. Seseorang yang telah mengikuti pelatihan dengan baik biasanya akan
memberikan hasil pekerjaan lebih banyak dan baik pula dari pada individu yang tidak
mengikuti pelatihan.
Dengan demikian, kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan
pengetahuan, keahlian/keterampilan (skill), pengalaman dan sikap peserta pelatihan
tentang bagaimana melaksanakan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Hal ini sejalan
dengan pendapat Henry Simamora (1995) yang menjelaskan bahwa pelatihan
merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian,
pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seorang individu atau kelompok
dalam menjalankan tugas tertentu.

6) Bed Occuption Rate (BOR)


BOR adalah indikator tinggi rendahnya pemanfaatan tempat tidur di rumah
sakit. Rumus untuk mencari BOR adalah sebagai berikut:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛
BOR/hari = 𝑥 100%
𝑇𝑇
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 30 ℎ𝑎𝑟𝑖
BOR/bulan = 𝑥 100%
𝑇𝑇𝑥30ℎ𝑎𝑟𝑖
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
BOR/tahun = 𝑥 100%
𝑇𝑇𝑥 365 ℎ𝑎𝑟𝑖

7) Kebutuhan Tenaga Keperawatan


a. Metode Gillies
Gillies (1989) mengemukakan rumus kebutuhan teanaga keperawatan di
satu unit perawatan adalagh sebagai berikut:
𝐴𝑥𝐵𝑥𝐶 𝐹
= =𝐻
(𝐶 − 𝐷) 𝑥 𝐸 𝐺
Keterangan:
A = Rata-rata jumlah perawatan/ pasien/ hari
B = Rata-rata jumlah pasien / hari
C = Jumlah hari/tahun
D = Jumlah hari libur masing-masing perawat
E = Jumlah jam kerja masing-masing perawat
F = Jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per tahun
G = Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H = Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut
Prinsip perhitungan rumus Gillies:
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk
pelayanan, yaitu:
1. Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang
ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual.
Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat maka dapat
diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu self care, partial care, total
care dan intensive care. Menurut Minetti Huchinson (1994) kebutuhan
keperawatan langsung setiap pasien adalah empat jam perhari sedangkan
untuk:
a. Self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam
b. Partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam
c. Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam : 4-6 jam
d. Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam
2. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana
perawatan, memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim,
menulis dan membaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari
hasil penelitian RS Graha Detroit (Gillies, 1989) = 38 menit/pasien/hari,
sedangkan menurut Wolfe & Young (Gillies, 1989) = 60 menit/pasien/hari
dan penelitian di Rumah Sakit John Hpokins dibutuhkan 60 menit/ pasien
(Gillies, 1994).
3. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi aktifitas,
pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies
(1994), waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15
menit/pasien/hari.

b. Metode Douglass
Klasifikasi pasien berdasarkan tingkat ketergantungan dengan Metode Douglas
(1984).
Tabel 2.1. Tingkat Ketergantungan Pasien
No. Klasifikasi dan Kriteria
1. Minimal Care (1-2 jam)
- Dapat melakukan kebersihan diri sendiri, mandi, ganti pakaian
dan minum.
- Pengawasan dalam ambulasi atau gerakan.
- Observasi Tanda vital setiap shift.
- Pengobatan minimal, status psikologi stabil.
- Persiapan prosedur pengobatan.
2. Parsial Care (3-4 jam)
- Dibantu dalam kebersihan diri, makan dan minum, ambulasi
- Observasi tanda vital tiap 4 jam
- Pengobatan lebih dari 1 kali
- Pakai foley kateter
- Pasang infuse, intake out-put dicatat
- Pengobatan perlu prosedur
3. Total Care (5-6 jam)
- Dibantu segala sesuatunya
- Posisi diatur
- Observasi tanda vital tiap 2 jam
- Pakai NG tube
- Terapi intravena, pakai suction
- 6. Kondisi gelisah / disorientasi / tidak sadar

KLASIFIKASI PASIEN

Minimal Parsial Total

Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam

0,17 0,14 0,10 0,27 0,15 0,07 0,36 0,30 0,20

c. Metode DEPKES
Pedoman cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat dan bidan menurut
direktorat pelayanan keperawatan Dirjen Yan-Med Depkes RI (2001) dengan
memperhatikan unit kerja yang ada pada masing-masing rumah sakit. Model
pendekatan yang digunakan adalah tingkat ketergantungan pasien berdasarkan
jenis kasus, rata-rata pasien per hari, jumlah perawatan yang
diperlukan/hari/pasien, jam perawatan yang diperlukan/ruanagan/hari dan jam
kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.
Contoh Perhitungan:
Rata-rata Jumlah jam
Jumlah jam perawatan
No. Kategori* jumlah perawat/
ruangan/ hari (c x d)
pasien/hari hari**
A B c d E
1 Askep Minimal 7 2,00 14,00
2 Askep sedang 7 3,08 21,56
3 Askep agak berat 11 4,15 45,65
4 Askep maksimal 1 6,16 6,16
Jumlah 26 87,37
Keterangan:
* : Uraian ada pada model Gillies di halaman depan
** : Berdasarkan penelitian di luar negeri
 Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛/ℎ𝑎𝑟𝑖 87,37
= = 12,5 perawat
𝐽𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡 7
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (factor koreksi)
dengan:
 Hari libur/ cuti/ hari besar (loss day)
(𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑔𝑔𝑢 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛+𝑐𝑢𝑡𝑖+ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟)x jumlah perawat tersedia
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓
(52+12+14)x 12,5
= 3,4
286

Perawat yang mengerjakan tugas-tugas non-profesi (non-nursing jobs) Seperti


membuat perincian pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan
pasien, dan lain-lain. Diperkirakan 25% dari jam pelayanan keperawatan.
(𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡 + 𝑙𝑜𝑠𝑠 𝑑𝑎𝑦)𝑥 25% = (12,5 + 3,4)𝑥 25% = 3,9
Jadi, jumlah tenaga yang diperlukan = Tenaga yang tersedia + Faktor koreksi =
12,5+3,4+3,9=19,8 (dibulatkan jadi 20 orang perawat).

b. Metode (M2/methode)
1) Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) merupakan suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai professional) yang memungkinkan perawat
profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk
menompang pemberian asuhan tersebut menurut (Hoffart & Woods, 1996).
Berdasarkan pengalaman mengembangkan model PKP di RSUPN Cipto
Mangunkusumo sejak 1996, dan masukan dari berbagai pihak telah dipikirkan
untuk mengembangkan suatu MPKP, sebagai transisi menuju model PKP yang
disebut model praktek keperawatan professional pemula (PKPP). Disamping
itu sehubungan dengan adanya pola pengembangan pendidikan tinggi
keperawatan antara lain rencana pembukaan pendidikan spesialis keperawatan,
maka perlu dipikirkan pemanfaatan tenaga ini nantinya di klinik. Oleh karena itu
direncanakan terdapat beberapa jenis MPKP, yaitu:
- Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan MPKP III dapat diberikan asuhan keperawatan
professional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan
kemampuan dokter dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk
melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan riset serta
memanfaat hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
- Model Praktek Keperawatan Profesional II
Pada model ini, akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional
tingkat II. Pada ketenagan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan
spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat
spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang asuhan
keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisasinya. Disamping itu
melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan
keperawatan. Jumlah perawatan spesialis direncanakan 1 orang untuk 10
perawat primer (1:10).
- Model Praktek Keperawatan Profesional I
Model praktek keperawatan professional pemula (MPKP), merupakan tahap
awal untuk menuju MPKP. Pada model ini mampu diberikan asuhan
keperawatan professional tingkat pemula. Pada model ini perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan profesional I dan untuk ini diperlukan
penataan 3 komponen utama, yaitu: ketenagaan keperawatan, metode
pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan. Model ini
merupakan model yang akan dikembangkan secara bertahap (Developmental
model) dan telah telah diuji coba di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSUP
Persahabatan.
2) Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh
pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Ada 5 metode
pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus
dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan.
Untuk memberikan asuhan keperawatan yang lazim dipakai meliputi metode
fungsional, metode tim, metode kasus, modifikasi metode tim-primer.
- Metode Fungsional (Bukan MAKP)
Metode fungsional merupakan manajemen klasik yang menekankan efisiensi,
pembagian tugas yang jelas, dan pengawasan yang baik. Metode ini sangat
baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga. Perawat senior
menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawatan pasien
diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengalaman.
Kelemahan dari metode ini adalah pelayanan keperawatan terpisah-pisah,
tidak dapat menerapkan proses keperawatan. Setiap perawat hanya
melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya merawat luka). Metode ini tidak
memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat dan persepsi
perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan
saja.
- Metode Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien.
Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga
profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling
membantu. Metode ini memungkinkan pemberian pelayanan keperawatan
yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, dan
memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah diatasi dan
memberi kepuasan kepada anggota tim.
Namun, komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk
dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk. Hal pokok dalam metode tim adalah
ketua tim sebagai perawat profesonal harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan, pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas
rencana keperawatan terjamin, anggota tim harus menghargai kepemimpinan
ketua tim, model tim akan berhasil bila didukung oleh kepala ruang.
Tujuan metode keperawatan tim adalah untuk memberikan perawatan yang berpusat pada
pasien. Perawatan ini memberikan pengawasan efektif dari memperkenalkan semua personel
adalah media untuk memenuhi upaya kooperatif antara pemimpin dan anggota tim. Melalui
pengawasan ketua tim nantinya dapat mengidentifikasi tujuan asuhan keperawatan,
mengindentifikasi kebutuhan anggota tim, memfokuskan pada pemenuhan tujuan dan
kebutuhan, membimbing anggota tim untuk membantu menyusun dan memenuhi standard
asuhan keperawatan.
Walaupun metode tim keperawatan telah berjalan secara efektif, mungkin pasien masih
menerima fragmentasi pemberian asuhan keperawatan jika ketua tim tidak dapat menjalin
hubungan yang lebih baik dengan pasien, keterbatasan tenaga dan keahlian dapat
menyebabkan kebutuhan pasien tidak terpenuhi.
- Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai pasien masuk sampai keluar rumah sakit.
Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan
dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-
menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, malakukan,
dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Konsep dasar metode primer
adalah ada tanggung jawab dan tanggung gugat, ada otonomi, dan ketertiban pasien dan
keluarga.
Metode primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan keterampilan manajemen,
bersifat kontinuitas dan komprehensif, perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang
tinggi terhadap hasil, dan memungkinkan pengembangan diri sehingga pasien merasa
dimanusiakan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Perawat primer
mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas setiap kebutuhan pasien,
mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan, dan
mengevaluasi keefektifan keperawatan. Sementara perawat yang lain memberikan
tindakan keperawatan, perawat primer mengkoordinasikan keperawatan dan
menginformasikan tentang kesehatan pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan
lainnya. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang
efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi.
- Metode Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat dinas. Pasien
akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa
pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan
kasus biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan
untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti: isolaso, intensivecare.
Kelebihannya adalah perawat lebih memahami kasus per kasus, sistem evaluasi dari
manajerial menjadi lebih mudah. Kekurangannya adalah belum dapat diidentifikasi
perawat penanggung jawab, perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai
kemampuan dasar yang sama.

Kepala Ruangan

Perawat Perawat Perawat

Pasien Pasien Pasien

Bagan Sistem Asuhan Keperawatan Case Method Nursing


- Metode Modifikasi Tim-Primer
Pada model MAKP tim digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut Ratna S.
Sudarsono (2000) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan:
1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus
mempunyai latar belakang pendidikan S1 Keperawatan atau setara.
2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan
keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.
3) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan keperawatan
dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer. Disamping itu, karena
saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan SPK, maka akan
mendapat bimbingan dari perawat primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan.
Adapun tugas dari Kepala Ruangan, Perawat Primer, dan Perawat Asociate menurut
MPKP Pemula adalah sebagai berikut ini:
1. Kepala Ruang Rawat
Ada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruang rawat adalah perawat dengan
kemampuan D3 keperawatan yang berpengalaman dan pada MPKP tingkat satu adalah
perawat dengan kemampuan SKP atau Ners yang berpengalaman. Kepala ruang rawat
bertugas sesuai jam kerja yaitu dinas pagi.
1) Mengatur pembagian tugas jaga perawat (jadwal dinas).
2) Mengatur dan mengendalikan kebersihan dan ketrampilan ruangan.
3) Mengadakan diskusi dengan staf untuk memecahkan masalah diruangan.
4) Bimbingan membimbing siswa atau mahasiswa (bekerja sama dengan pembimbing
klinik). Dalam pemberian askep diruangan, dengan mengikuti sistim MPKP yang
sudah ada.
5) Melakukan kegiatan administrasi dan surat menyurat.
6) Mengorientasikan pegawai baru residen, mahasiswa kedokteran atau keperawatan
yang akan melakukan praktik diruangan.
7) Menciptakan dan memelihara hubungan kerja yang harmonis dengan pasien/keluarga
dan tim kesehatan lain, antara lain kepala ruang rawat mengingatkan kembali pasien
dan keluarga tentang perawat tim yang bertanggung jawab terhadap mereka di
ruangan yang bersangkutan.
8) Memeriksa kelengkapan persediaan status keperawatan minimal lima set setiap hari.
9) Melaksanakan pembinaan terhadap PP dan PA dalam hal implementasi MPKP
termasuk sikap dan tingkah laku profesional.
10) Bila PP cuti, tugas dan tanggung jawab PP dapat didelegasikan kepasa PA senior
(wakil PP pemula yang ditunjuk) tetapi tetap dibawah pengawasan kepala ruang
rawat dan CCM.
11) Merencanakan dan memfasilitasi ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan diruangan.
12) Memantau dan mengevaluasi penampilan kerja semua tenaga yang ada diruangan,
membuat DP3 dan usulan kenaikan pangkat.
13) Merencanakan dan melaksanakan evaluasi mutu asuhan keperawatan (bersama
dengan CCM).
14) Membuat peta resiko diruangan.

2. Perawat Primer/Ketua Tim


Perawat rimer (PP) pemula adalah perawat lulusan DIII kepewatan dengan
pengalaman minimal 4 tahun dan pada MPKP minimal 1 tahun. PP dapat bertugas pada
pagi, sore atau malam hari. Namun sebaiknya PP hanya bertugas pada pagi atau sore
saja karena bila bertugas pada malam hari, PP akan libur beberapa hari sehingga sulit
untuk menilai perkembangan pasien. Melakukan konrak dengan pasien/keluarga pada
awal masuk ruangan sehingga tercipta hubungan terapeutik. Hubungan ini dibina secara
terus menerus. Pada saat melakukan pengkajian/tindakan pada pasien/ keluarga.
1) Melakukan pengkajian terhadap pasien baru atau melengkapi pengkajian yang sudah
dilakukan oleh PP pada sore, malam atau hari libur
2) Menetapkan rencana asuhan keperawatan berdasarkan analisis standar renpra sesuai
dengan hasil pengkajian
3) Menjelaskan renpra yang sudah ditetapkan kepada PA dibawah tanggung jawabnya
sesuai pasien yang dirawat
4) Menetapkan PA yang bertangung jawab ada setiap pasien, setia kali giliran jaga.
Pembaggian pasien berdasarkan jumlah pasien, tingkat ketergantungan pasien
5) Melakukan bimbingan dan evaluasi (mengecek) PA dalam melakkan tindakan
keperawatan, apakah sesuai dengan SOP
6) Memonitor dokumentasi yang dilakukan oleh PA
7) Membantu tindakan keperawatan yang bersikap terapi keperawatan dan tindakan
keperawatan yang tidak dapat dilakukan oleh PA
8) Mengatur pelaksanaan konsul dan pemeriksaan laboratorium
9) Melakukan kegiatan serah terima pasien dibawah tanggung jawabnya besama PA
10) Mendamingi dr visite pasien dibawah tanggung jawabnya. Bila PP tidak ada, visite
didampingi oleh PA sesuai dengan timnya
11) Melakukan evaluasi asuha keperawatan dan membuat catatan perkembangan pasien
setiap hari
12) Melakukan pertemuan dengan pasien/ keluarga minimal setiap dua hari untuk
membahas kondisi keperawatan pasien (bergantung pada kondisi pasien)
13) Bila PP cuti /libur, tugas-tugas PP didelegasikan kepada PA yang telah ditunjuk
(wakil PP) dengan bimbingan kepala ruang rawat atau CCM
14) Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien/ keluarga
15) Membuat perencanaan pulang pasien
16) Bekerja sama denganCCM dalam mengidentifikasi isu yang memerlukan pembuktian
sehingga tercipta Evidence Based Practice (EBP).

3. Perawat Acocciate/ Perawat Pelaksana


PA pada MPK pemula atau MPKP tingkat satu, sebaiknya adalah perawat dengan
kemampuan DIII Keperawatan. Namun, pada beberapa kondisi bila belum semua tenaga
mendapat pendidikan tambahan, beberapa MPKP, PA adalah perawat dengan pendidikan
dengan SPK tetapi memiliki pengalaman yang cukup lama dirumah sakit.
1) Membaca ranpra yang telah ditetakan PP
2) Membina hubungan tarapeutik dengan pasien/ keluarga, sebagai lanjutan kontrak
yang sudah dilakukan PP
3) Menerima pasien baru (kontrak dan memberikan informasi berdasarkan format
orientasi pasien/keluarga jika PP tidak ada di tempat
4) Memeriksa kerapian dan kelengkapan status keperawatan
5) Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan
mendokumentasikannya pada format yang tersedia
6) Mengikuti visite dokter jika PP tidak ada di tempat
7) Melakukan tinadakn keperawatan pada pasiennya berdasarkan renpra
8) Membuat laporan pergantian dinas setelah selesai dinas diparaf
9) Mengkomunikasikan kepada PP /PJ dinas bila menemukan masalah yang perlu
diselesaikan
10) Berperanserta dalam memberikan pendidikan kesehatan pada pasien/keluarga yang
dilakukan oleh PP
11) Melakukan inventarisasi fasilitas yang terkaitan dengan timny
12) Membantu tim lainyan yang membutuhkan
13) Memberikan resep dan meneria obat dari keluarga pasien yang menjadi tanggung
jawabnya dan berkoordinasi dengan PP

Sedangkan menurut JCIA (Joint Comition International Acreditation) tugas dari


Kepala Ruangan, Perawat Primer, dan Perawat Asociate adalah sebagai berikut ini:
1. Kepala Ruang Rawat
1) Mengobservasi dan memberi masukan kepada PP terkait dengan bimbingan yang
diberikan PP kepada PA. Apakah sudah baik
2) Memberikan masukan pada diskusi kasus yang dilakukan PP dan PA
3) Mempresentasikan isu-isu baru terkait dengan asuhan keperawatan
4) Mengidentifikasi fakta dan temuan yang memerlukan pembuktian
5) Mengidentifikasi masalah penelitian, merancang usulan dan melakukan penelitian
6) Menerapkan hasil-hasil penelitian dan memberikan asuhan keperawatan
7) Bekerjasama dengan kepala ruangan dalam hal melakukan evaluasi tentang mutu
asuhan keperawatan, mengarahkan dan mengevaluasi tentang implementasi MPKP
8) Mengevaluasi pendidikan kesehatan yang dilakukan PP dan memberikan masukan
untuk perbaikan
9) Merancang pertemuan ilmiah untuk membahas hasil evaluasi/penelitian tentang
asuhan keperawatan

2. Ketua Tim
1) Bersama anggota group melaksanakan ASKEP sesuai standar
2) Bersama anggota group mengadakan serah terima dengan group.tim (group petugas
ganti) mengawasi: kondisi pasien/anggota keluarga, logistik keperawatan,
administrasi rekam medik, pelayanan pemeriksaan penunjang, kolaborasi program
pengobatan
3) Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh group sebelumnnya
4) Merundingkan pembagian tugas dengan anggota groupnya
5) Menyiapkan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter
6) Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program pengobatan dokter
7) Membantu pelaksanaan rujukan
8) Melakukan orientasi terhadap pasien/anggota keluarga baru mengenai: tata tertib
ruangan RS, perawat yang bertugas
9) Menyiapkan orientasi pulang dan memberi penyuluhan kesehatan
10) Memelihara kebersihan ruang rawat dengan: mengatur tugas cleaning service,
mengatur tugas peserta didik, mengatur tata tertib ruangan yang ditunjukkan kepada
semua petugas, peserta didik dan pengunjung ruangan
11) Membantu karu membimbing peserta didik keperawatan
12) Membantu karu untuk menilai mutu pelayanan ASKEP serta tenaga keperawatan
13) Menulis laporan tim mengenai pasien/anggota keluarga dan lingkungan.

3. Perawat Pelaksana
1) Melakukan asuhan keperawatan sesuai standar
2) Mengadakan serah terima dengan group/tim lain (group petugas ganti) mengenai
kondisi pasien/anggota keluarga, logistik keperawatan, administrasi rekam medik,
pelayanan pemeriksaan penunjang, kolaborasi program pengobatan
3) Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh group sebelumnya
4) Merundingkan pembagian tugas dalam groupnya
5) Menyiapkan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter
6) Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program pengobatan dokter
7) Membantu pelaksanaaan rujukan
8) Melakukan orientasi terhadap pasien/anggota keluarga/keluarga baru mengenai: tata
tertib ruangan/RS, perawat yang bertugas
9) Menyiapkan pasien/anggota keluarga pulang dan memberikan penyuluhan kesehatan
10) Memelihara kebersihan ruang rawat dengan: mengatur tugas cleaning service dan
peserta didik
11) Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua petugas, peserta didik dan
pengunjung ruangan
12) Membantu kepala ruangan membimbing peserta didik keperawatan
13) Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan keperawatan serta
tenaga keperawatan
14) Menulis laporan tim/group mengenai kondisi pasien/anggota keluarga dan
lingkungannya
15) Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/anggota keluarga/keluarga

Menurut fungsi-fungsi manajemen tugas dari Kepala Ruangan, Perawat Primer, dan
Perawat Asociate adalah sebagai berikut ini:
1. Kepala Ruangan
1) Perencanaan
a. Menunjukkan ketua TIM akan bertugas di ruangan masing-masing
b. mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya
c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi dan persiapan
pulang, bersama ketua TIM
d. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan
kebutuhan pasien bersama ketua TIM, mengatur penugasan atau penjadwalan
e. Merencanakan strategi pelaksanaan perawatan
f. Mengikuti Visite dokter untukmnegetahui kondisi,patofisiologi, tindakan medis
yang dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
g. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
h. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
i. Membantu membimbing peserta didik keperawatan
j. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan Rumah Sakit
2) Pengorganisasian
a. Merumuskan metode penugasan yang digunakan
b. Merumuskan tujuan metode penugasan
c. Membuat rincian tugas ketua TIM dan anggota TIM secara jelas
d. Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 3 ketua TIM, dan ketua
TIM membawahi 2-3 perawat
e. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuatproses dinas,
mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lainnya
f. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
g. Mengatur dan mengendalikan dituasi tempat praktek
h. Mendelegasikan tugas, saat kepala ruangan tidak ada di tempat kepada ketua TIM
i. Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien
j. Mengatur penugasan jadwal post dan pakarnya
k. Identifikasi masalah dan penanganannya
3) Pengarahan
a. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua TIM
b. Memberi pujian kepada anggota TIM yang melakukan tugas dengan baik
c. Memberi motifasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
d. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan
ASKEP pasien
e. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
f. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya
g. Meninggkatkan kolaborasi dengan anggota TIM lain
4) Pengawasan
a. Melalui Komunikasi
b. Mengawasi dan berkomunikasi lansung dengan ketua TIM maupun pelaksanaan
mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
c. Melalui Supervisi
d. Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri atau
melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki atau mengawasi
kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga. Pengawasan tidak langsung yaitu
mengecek daftar hadir ketua TIM, membacadan memeriksa rencana keperawatan
serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laoran ketua TIM tentang pelaksanaan tugas.
Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun bersama ketua TIM dan Audit keperawatan.

2. Ketua TIM
1) Bertanggung jawab terhadap pengelolaan asuhan keperawatan pasien sejak masuk
sampai pulang
2) Mengorientasikan pasien yang baru dan keluarganya
3) Mengkaji kondisi kesehatan pasien dan keluarganya
4) Membuat diagnose keperawatan dan rencana keperawatan
5) Mengkomunikasikan rencana keperawatan kepada anggota tim
6) Mengarahkan dan membimbing anggota tim dalam melakukan tindakan keperawatan
7) Mengevaluasi tindakan dan rencana keperawatan
8) Melaksanakan tindakan keperawatan tertentu
9) Mengembangkan perencanaan pulang
10) Memonitor pendokumentasian tindakan keperawatan yang dilakukan oleh anggota
tim
11) Melakukan/mengikuti pertemuan dengan anggota tim/tim kesehatan lainnya untuk
membahas perkembangan kondisi pasien
12) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dan
memberikan bimbingan melalui konfrensi
13) Mengevaluasi pemberian ASKEP dan hasil yang di capai serta
pendokumentasiannya.

3. Anggota TIM
1) Menjalankan asuhan keperawatan sesuai standar
2) Membina hubungan terapeutik dengan pasien/keluarga
3) Mengikuti serah terima dengan group/tim lain (group petugas ganti) mengenai
kondisi pasien/anggota keluarga, logistic keperawatan, administrasi rekam medik,
pelayanan pemeriksaan penunjang, kolaborasi program pengobatan
4) Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh group sebelumnya
5) Menyiapkan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter
6) Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program pengobatan dokter
bila Kepala Group tidak ditempat
7) Membantu pelaksanaaan rujukan dan menyiapkan pasien untuk pemeriksaan
diaganostik, laboratorium, pengobatan, dan tindakan
8) Melakukan orientasi terhadap pasien/anggota keluarga/keluarga baru mengenai: tata
tertib ruangan/RS, perawat yang bertugas
9) Membuat laporan pergantian dinaas dan setelah selesai diparaf
10) Menyiapkan pasien/anggota keluarga pulang dan memberikan penyuluhan kesehatan
11) Memelihara kebersihan ruang rawat dengan: mengatur tugas cleaning service dan
peserta didik
12) Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua petugas, peserta didik dan
pengunjung ruangan
13) Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan keperawatan serta
tenaga keperawatan
14) Menulis laporan tim/group mengenai kondisi pasien/anggota keluarga dan
lingkungannya
15) Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien/anggota keluarga/keluarga
16) Mengkomunikasikan kepada Kepala Ruangan/Kepala Group jika ada masalah yang
belum terselesaikan
17) Memeriksa kelengakapan status keperawatan
18) Memberikan resep dan menerima obat dari keluarga pasien yang menjadi tanggung
jawabnya dan berkoordinasi dengan kepala group.
a. Timbang Terima
- Pengertian
Adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan)
yang berkaitan dengan keadaan pasien (Nursalam, 2011).
- Tujuan
1) Menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum pasien
2) Menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindak lanjuti oleh dinas
berikutnya
3) Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya
- Langkah-Langkah
1) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap
2) Shift yang akan menyerahkan dan mengoperkan perlu mempersiapkan hal-
hal apa yang akan disampaikan
3) Perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab shift
yang selanjutnya meliputi:
 Kondisi atau keadaan pasien secara umum
 Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan
 Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan
4) Penyampaian operan diatas harus dilakukan secara jelas dan tidak
terburu–buru
5) Perawat primer dan anggota kedua shift dinas bersama-sama langsung
melihat keadaan
- Prosedur
1) Persiapan
Sarana Prasarana
 Saat timbang terima perawat menyiapkan status pasien
 Perawat telah menyiapkan buku catatan dan peralatan tulis
Perawat
 Kedua kelompok dalam keadaan siap
 Timbang terima di pimpin oleh kepala ruangan pada pergantian shift dan
malam ke pagi dari pagi ke sore. Sedangkan pergantian shift dari sore ke
malam dipimpin oleh ketua tim atau perawat primer
2) Pelaksanaan
Urutan Pelaksanaan
 Dilaksanakan setiap pergantian shift
 Pelaksanaan dimulai dari nurse station
 Timbang terima di lanjutkan melihat langhsung kondisi pasien
 Hal-hal yang sifatnya khusus dicatat dan di serah terimakan pada perawat
shift berikutnya
 Perawat shift berikutnya validasi data kepasien
 Perawat menyapa pasien dan menanyakan kondisi/ keluhan yang dirasa saat
ini
 Waktu untuk timbang terima tidak lebih dari 5 menit kecuali pasien kondisi
khusus
 Penyampaian dilakukan singkat dan jelas
Isi Timbang Terima
 Perawat menyebutkan identitas pasien
 Perawat menyebutkan diagniosa medis
 Perawat menyebutkan data obyektif
 Perawat menyebutkan data penunjang lain
 Perawat menyebutkan masalah keperawatan yang belum dilaksanakan
 Perawat menyebutkan intervensi kolaboratif
 Perawat menyebutkan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan
selanjutnya
3) Post Timbang Terima
 Perawat kembali ke nurse station untuk mendiskusikan hasil validasi data
langsung
 Perawat yang memimpin timbang terima menyebutkan rencana kerja bagi
shift berikutnya
 Mendokumentasikan pelaksanaan timbang terima di buku laporan oleh
perawat primer atau ketua tim

Situation

Data Demografi Diagnosis Medis Diagnosa Keperawatan (Data)

Background

Riwayat Keperawatan

Assesment:
KU; TTV; DX Keperawatan (poin yang
penting)

Recomendation
1. Tindakan yang sudah
2. Dilanjutkan
3. Dihentikan
4. Dimodifikasi

Gambar Alur Timbang Terima (Nursalam, 2015)


b. Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
- Pengertian
Dokumentasi adalah bukti bahwa tanggung jawab hukum dan etik perawat terhadap
pasien sudah dipenuhi dan bahwa pasien menerima asuhan keperawatan yang bermutu
(Lyer, 2005).
Menurut Tungpalan (1983) dalam Handayaningsih (2009), dokumentasi adalah suatu
catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan
proses pendokumentasian merupakan pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa baik
dari objek maupun pemberi jasa yang dianggap berharga dan penting.
Menurut Fisbach (1991) dalam Hartati (2010), pelaksanaan dokumentasi keperawatan
adalah sebagai salah satu alat ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan
suatu pelayanan asuhan keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit.
- Tujuan dan Manfaat
Tujuan pencatatan dalam dokumentasi asuhan keperawatan adalah untuk
mengidentifikasi status kesehatan pasien (pasien) dalam rangka mencatat kebutuhan
pasien, merencanakan, melaksanakan tindakan asuhan keperawatan, dan mengevaluasi
tindakan, serta untuk penelitian, keuangan, hukum, dan etika.
Dokumentasi asuhan keperawatan harus dibuat dengan lengkap, jelas, obyektif, ada
tanggal, dan harus ditandatangani oleh perawat, karena mempunyai manfaat yang
penting bila dilihat dari berbagai aspek, yaitu:
a. Hukum: Data-data harus diidentifikasi secara lengkap, jelas, objektif, dan
ditandatangani oleh tenaga kesehatan (perawat), tanggal, dan perlu dihindari adanya
penulisan yang dapat menimbulkan interprestasi yang salah
b. Jaminan Mutu Pelayanan: Pendokumentasian data pasien yang lengkap dan akurat
akan memberikan jaminan mutu pelayanan
c. Komunikasi: Dokumentasi keadaan pasien merupakan alat “perekam” terhadap
masalah yang berkaitan dengan pasien
d. Keuangan: Semua asuhan keperawatan yang belum, sedang, dan telah diberikan
yang didokumentasikan dengan lengkap dan dapat dipergunakan sebagai acuan atau
pertimbangan dalam biaya keperawatan bagi pasien
e. Pendidikan: Dokumentasi mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut
kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai
bahan atau referensi pembelajaran
f. Penelitian: Data yang terdapat didalamnya mengandung informasi yang dapat
dijadikan sebagai bahan atau obyek riset dan pengembangan profesi keperawatan
g. Akreditasi: Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran
dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
(Nursalam, 2009).
- Komponen Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Komponen dokumentasi asuhan keperawatan meliputi komponen isi dokumentasi dan
komponen dalam konsep penyusunan dokumentasi. Komponen isi dokumentasi
meliputi: pengkajian, diagnosis keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan
tindakan keperawatan, evaluasi, tanda tangan dan nama terang perawat, catatan
keperawatan, resume keperawatan, dan catatan pasien pulang atau meninggal dunia
(Nursalam, 2009). Sedangkan komponen model dokumentasi yang digunakan mencakup
tiga aspek, yaitu:
1) Keterampilan berkomunikasi yang baik memungkinkan perawat untuk
mengkomunikasikan kepada profesi kesehatan lainnya mengenai apa yang sudah,
sedang, dan yang akan dikerjakan oleh perawat
2) Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah,
perencanaan, intervensi. Perawat kemudian mengobservasi dan mengevaluasi
respons pasien terhadap intervensi yang diberikan dan mengkomunikasikan
informasi tersebut kepada profesi kesehatan lainnya
3) Perawat memerlukan suatu standar dokumentasi untuk memperkuat pola
pendokumentasi, sebagai pedoman praktik pendokumentasian. (Nursalam, 2009).

- Tahap-Tahap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan


 Dokumentasi Pengkajian Keperawatan
Standar dokumentasi untuk pengkajian keperawatan adalah perawat
mendokumentasikan data pengkajian keperawatan dengan cara yang sistematis,
komprehensif, akurat, dan terus-menerus (Nursalam, 2009). Berikut adalah kriteria
penulisan dokumentasi pengkajian keperawatan:
 Gunakan format yang sistematis untuk mendokumentasikan pengkajian
 Gunakan format yang telah tersusun untuk mendokumentasikan pengkajian
 Kelompokkan data-data berdasarkan model pendekatan yang digunakan
 Tulis data objektif tanpa bias dan memasukkan pendapat pribadi
 Sertakan pernyataan yang mendukung interprestasi data objektif
 Jelaskan observasi dan temuan secara sistematis
 Ikuti aturan atau prosedur yang dipakai dan disepakati oleh instansi
 Tuliskan secara jelas dan ringkas

 Dokumentasi Diagnosis Keperawatan


Pendokumentasian diagnosis keperawatan merupakan daftar masalah kesehatan
pasien yang menyertakan catatan keperawatan (Nursalam, 2009). Kriteria penulisan
diagnosis keperawatan adalah sebagai berikut:
 Memakai PE dan PES (Problem, Etiologi, Sign/Symptom)
 Catat diagnosis keperawatan potensial dalam sebuah problem/format etiologi
 Memakai istilah yang telah distandarkan oleh NANDA
 Merujuk pada daftar yang dapat diterima
 Memulai penulisan pernyataan diagnosis sesuai dengan penulisan diagnosis
 Pastikan definisi karakteristik telah didokumentasikan
 Pernyataan awal dalam perencanaan keperawatan ditulis pada daftar masalah
 Hubungkan tiap-tiap diagnosis keperawatan bila saling merujuk
 Gunakan diagnosis keperawatan sebagai pedoman untuk pengkajian, intervensi,
dan evaluasi
 Catat bahan perawatan adalah dasar untuk pertimbangan dari langkah-langkah
proses keperawatan
 Pendokumentasian semua diagnosis keperawatan harus merefleksikan dimensi
dalam masalah yang berorientasi pada sistem pendokumentasian perawat
 Suatu agenda mungkin diperlukan untuk membuat diagnosis keperawatan dan
sistem pendokumentasian yang relevan

 Dokumentasi Rencana Keperawatan


Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan
meningkatkan kesehatan pasien dengan kriteria penulisan rencana asuhan
keperawatan yang efektif, yaitu:
 Sebelum menulis rencana asuhan keperawatan, kaji ulang data yang ada
 Daftar dan jenis masalah aktual, risiko, dan potensial
 Berilah gambaran dan ilustrasi khususnya diagnosis
 Kriteria hasil harus ditulis dengan jelas, khusus, dan terukur
 Rencana keperawatan harus selalu ditandatangani dan diberi tanggal
 Mulai rencana intervensi dengan menggunakan kata kerja (action verb)
 Alasan prinsip kekhususan (specificity)
 Tuliskan rasionalisasi dari rencana intervensi
 Rencana intervensi harus selalu tertulis dan ditandatangani
 Rencana intervensi harus didokumentasikan sebagai hal permanen
 Sertakan pasien dan keluarganya dalam perencanaan jika memungkinkan
 Rencana intervensi harus sesuai dengan waktu yang ditentukan dan
diusahankan untuk selalu diperbaharui (Nursalam, 2009).
 Dokumentasi Intervensi Keperawatan
Komponen penting pada dokumentasi intervensi adalah mengidentifikasi
mengapa sesuatu terjadi terhadap pasien, apa yang terjadi, kapan, bagaimana,
dan siapa yang melakukan intervensi (Nursalam, 2009).
 Why. Harus dijelaskan alasan intervensi harus dilaksanakan
 What. Ditulis secara jelas ringkas dari pengobatan/intervensi
 When. Pendokumentasian ketika melaksanakan intervensi sangat penting
 How. Intervensi dilaksanakan dalam penambahan pendokumentasian
 Who. Siapa yang melaksanakan intevensi harus selalu dituliskan pada
dokumentasi serta tanda tangan sebagai pertanggung jawaban
 Dokumentasi Evaluasi Keperawatan
Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa
perawat terhadap respon pasien segera pada saat dan setelah intervensi
keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan
memberi kesan apa yang terjadi saat itu. Sedangkan evaluasi somatif, yaitu
evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan pasien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan
pada tujuan keperawatan (Nursalam, 2009)
- Standar Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Standar dokumentasi asuhan keperawatan menurut Departemen Kesehatan
(1995) dalam Nursalam (2011) sebagai berikut:
Tabel Standar Dokumentasi Asuhan Keperawatan
No Standar Dokumentasi Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Mendokumentasikan data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian
2. Data dikelompokkan (bio-psiko-sosio-spriritual)
3. Data dikaji sejak pasien masuk sampai pulang
4. Masalah dirumuskan berdasarkan masalah kesenjangan antara status
kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan
B. DIAGNOSIS
1. Diagnosis keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan
2. Diagnosis keperawatan mencerminkan PE/PES
3. Merumuskan diagnosis keperawatan aktual/potensial
C. PERENCANAAN
1. Berdasarkan diagnosis keperawatan
2. Disusun menurut urutan prioritas
3. Rumusan tujuan mengandung komponen pasien/subjek, perubahan,
perilaku, kondisi pasien, dan/atau kriteria
4. Rencana intervensi mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci,
dan jelas, dan/atau melibatkan pasien/keluarga
5. Rencana intervensi menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga
6. Rencana intervensi menggambarkan kerja sama dengan tim kesehatan lain
D. INTERVENSI
1. Intervensi dilaksanakan mengacu pada rencana asuhan keperawatan
2. Perawat mengobservasi respons pasien terhadap intervensi keperawatan
3. Revisi intervensi berdasarkan hasil evaluasi
4. Semua intervensi yang telah dilaksanakan didokumentasikan dengan
ringkas dan jelas
E. EVALUASI
1. Evaluasi mengacu pada tujuan
2. Hasil evaluasi didokumentasikan
F. CATATAN ASUHAN KEPERAWATAN
No Standar Dokumentasi Asuhan Keperawatan
1. Menulis pada format yang baku
2. Pendokumentasian dilakukan sesuai dengan intervensi yang dilaksanakan
3. Pendokumentasian ditulis dengan jelas, ringkas, istilah yang baku dan
benar
4. Setiap melakukan intervensi/kegiatan perawat mencantumkan paraf dan
nama dengan jelas, serta tanggal dan waktu dilakukannya intervensi
5. Berkas catatan keperawatan disimpan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
Sumber: Nursalam (2015)
c. Ronde Keperawatan
- Pengertian
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan pasien yang
dilaksanakan oleh perawat, di samping pasien dilibatkan untuk membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus tertentu harus dilakukan
oleh perawat primer dan atau konsulen, kepala ruangan, perawat associate yang
perlu juga melibatkan seluruh anggota tim (Nursalam, 2009).
- Karakteristik:
 Pasien dilibatkan secara langsung
 Pasien merupakan fokus kegiatan
 Perawat associate, perawat primer dan konsulen melakukan diskusi bersama
 Konsulen memfasilitasi kreatifitas
 Konsulen membantu mengembangkan kemampuan perawat associate, perawat
primer untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah.
- Tujuan
 Tujuan Umum
Menyelesaikan masalah keperawatan yang ada pada pasien melalui pendekatan
berpikir kritis
 Tujuan Khusus
 Memudahkan cara berpikir kritis dan sistematis
 Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosa keperawatan
- Memudahkan pemikiran tentang keperawatan yang berasal dari
masalah pasien
- Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana asuhan
masalah pasien
 Meningkatkan kemampuan justifikasi
 Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
- Peran
 Perawat Primer dan Perawat Associate
Dalam melaksanakan pekerjaan perlu adanya sebuah peranan yang dapat
memaksimalkan kebersihan antara lain:
 Menjelaskan keadaan dan data demografi pasien
 Menjelaskan masalah keperawatan utama
 Menjelaskan intervensi yang belum akan dilakukan
 Menjelaskan tindakan selanjutnya
 Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil
 Peran Perawat Primer Lain dan Konsulen
 Memberikan justifikasi
 Memberikan reinforcement
 Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta
tindakan yang rasional
 Mengarahkan dan koreksi
 Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari
- Pelaksanaan
 Persiapan
 Penetapan kasus minimal sehari sebelum waktu pelaksanan ronde
 Pemberian informed consent kepada pasien dan keluarga
 Melakukan pengkajian
 Melakukan analisa data
 Membuat rencana keperawatan
 Melakukan implementasi asuhan keperawatan
 Membuat catatan perkembangan
 Pelaksanaan Ronde
 Penjelasan tentang ronde pasien oleh perawat primer dalam hal ini
penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana yang akan
atau dilaksanakan dan memiliki prioritas yang akan didiskusikan
 Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut
 Pemberi justifikasi oleh perawat primer atau perawat konselor/manajer
tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan
 Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah ada yang akan
ditetapkan
 Pasca Ronde
 Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada pasien tersebut serta
menetapkan tindakan yang perlu dilakukan
 Bagaimana peran perawat primer dan perawat associate dalam
pelaksanaan pengorganisasian ronde
Alur Pelaksanaan Ronde Keperawatan
PP
Tahap praronde

1. Penetapan Pasien

2. PersiapanPasien :
 Informed Concent
 HasilPengkajian/ Validasi data

Tahap Pelaksanaan di
Nurse Station 3. Penyajian Masalah
 Apa diagnosis keperawatan?
 Apa data yang mendukung?
 Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan?
 Apa hambatan yang ditemukan?

Tahap Pelaksanaan di
4. Validasi data di bed pasien
kamar pasien

PP, Konselor, KARU

Pascaronde 5. Lanjutan-Diskusi di Nurse Station

Simpulan dan rekomendasi


solusi masalah
Gambar Alur pelaksanaan ronde keperawatan
d. Pengelolaan Sentralisasi Obat
1. Pengertian
Kontroling terhadap penggunaan dan konsumsi obat, sebagai salah satu peran perawat
perlu dilakukan dalam suatu pola/ alur yang sistematis sehingga penggunaan obat
benar – benar dapat dikontrol oleh perawat sehingga resiko kerugian baik secara
material maupun secara non material dapat dieliminir (Nursalam, 2009).
2. Tujuan
a. Meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien, terutama dalam pemberian obat
b. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat secara hukum maupun secara moral
c. Mempermudah pengelolaan obat secara efektif dan efesien
d. Menyeragamkan pengelolaan obat
e. Mengamankan obat – obat yang dikelola
f. Mengupayakan ketepatan pemberian obat dengan tepat pasien, dosis, waktu, dan
cara
3. Teknik Pengelolaan
Tehnik pengelolaan obat kontrol penuh (sentralisasi) adalah pengelolaan obat dimana
seluruh obat yang akan diberikan pada pasien diserahkan sepenuhnya pada perawat.
Pengeluaran dan pembagian obat sepenuhnya dilakukan oleh perawat.
1) Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruangan yang secara
operasional dapat didelegasikan pada staf yang ditunjuk.
2) Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat.
3) Penerimaan Obat:
- Obat yang telah diresepkan dan telah diambil oleh keluarga diserahkan
kepada perawat dengan menerima lembar serah terima obat
- Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis obat, jumlah dan sediaan
dalam kartu kontrol dan diketahui oelh keluarga / pasien dalam buku masuk
obat. Keluarga atau pasien selanjutnya mendapatkan penjelasan kapan/
bilamana obat tersebut akan habis
- Pasien/ keluarga untuk selanjutnya mendapatkan salinan obat yang harus
diminum beserta sediaan obat
- Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh perawat dalam kotak
obat
4. Pembagian Obat
- Obat yang diterima untuk selanjutnya disalin dalam buku daftar pemberian obat
- Obat – obat yang telah disiapkan untuk selanjutnya diberikan oleh perawat dengan
memperhatikan alur yang etrcantum dalam buku daftar pemberian obat, dengan
terlebih dahulu dicocokkan dengan terapi di instruksi dokter dan kartu obat yang
ada pada pasien
- Pada saat pemberian obat, perawat menjelaskan macam obat, kegunaan obat,
jumlah obat dan efek samping
- Sediaan obat yang ada selanjutnya dicek tiap pagi oleh kepala ruangan/ petugas
yang ditunjuk dan didokumentasikan dalam buku masuk obat. Obat yang hampir
habis diinformasikan pada keluarga dan kemudian dimintakan kepada dokter
penanggung jawab pasien.
5. Penambahan Obat Baru
- Informasi ini akan dimasukkan dalam buku masuk obat dan sekaligus dilakukan
perubahan dalam kartu sediaan obat
- Obat yang bersifat tidak rutin maka dokumentasi hanya dilakukan pada buku masuk
obat dan selanjutnya diinformasikan pada keluarga dengan kartu khusus obat
6. Obat Khusus
- Sediaan memiliki harga yang cukup mahal, menggunakan rute pemberian obat yang
cukup sulit, memiliki efek samping yang cukup besar
- Pemberian obat khusus menggunakan kartu khusus
- Informasi yang diberikan kepada keluarga/ pasien: nama obat, kegunaan, waktu
pemberian, efek samping, penanggung jawab obat, dan wadah obat. Usahakan
terdapat saksi dari keluarga saat pemberian obat.

e. Supervisi Keperawatan
 Pengertian
Supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan
pengendalian (controlling). Swanburg (2000) melihat dimensi supervisi sebagai suatu
proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian suatu tugas
ataupun sekumpulan kegiatan pengambilan keputusan yang berkaitan erat dengan
perencanaan dan pengorganisasian kegiatan dan informasi dari kepemimpinan dan
pengevaluasian setiap kinerja karyawan (Muninjaya, 1999 dalam Universitas
Sumatera Utara, 2012).
Dalam bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu
meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang
ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan
asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan bimbingan
dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan para
perawat (Suyanto, 2008 dalam Universitas Sumatera Utara, 2012).

 Prinsip Supervisi
Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang keperawatan (Nursallam,
2011) antara lain:
1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.
2) Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan
antar manusia dan kemempuan menerapkan prinsip manajemen dan
kepemimpinan.
3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan dinyatakan melalui
petunjuk, peraturan urian tugas dan standard.
4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan
perawat pelaksana.
5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang spesifik.
6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif, kreatifitas
dan motivasi.
7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan
keperawatan yang memberi kepuasan pasien, perawat dan manajer.

 Sasaran Supervisi
Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati
berdasarkan struktur dan hirearki tugas. Sasaran atau objek dari supervisi adalah
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan
pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan,
maka disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang
melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya adalah
untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli dan
Bachtiar, 2009).
Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain: pelaksanaan
tugas keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, system dan
prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan wewenang,
penyimpangan/penyeleengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto,
2008 dalam Universitas Sumatera Utara, 2012).

 Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat.
Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja
ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan
bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih
harmonis antara atasan dan bawahan
b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi
kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan
bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang
sia-sia akan dapat dicegah.

Bagan Alur Supervisi Keperawatan


Sumber: Nursalam (2009)

f. Perencanaan Pulang (Discharge Planning)


 Pengertian
Perencanaan pulang meruakan suatu proses yang dinamis dan sistematis dari
penilaian, persiapan, serta koordinasi yang dilakukan untuk memberikan kemudahan
pengawasan pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial sebelum dan sesudah pulang
(Carpenito, 2000).
Menurut Hurts (2000) perencanaan pulang merupakan proses yang dinamis, agar tim
kesehatan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk menyiapkan pasien melakukan
perawatan mandiri di rumah.
Perencanaan pulang di dapatkan dari proses interaksi dimana perawat profesional,
pasien dan keluarga berkolaborasi untuk memberikan dan mengatur kontinuitas
keperawatan yang di perlukan oleh pasien di mana perencanaan harus berpusat pada
masalah pasien, yaitu pencegahan, teraupetik, rehabilitatif, serta perawatan rutin yang
sebenarnya (Swenberg, 2000).
 Tujuan
1) Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan sosial
2) Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga
3) Meningkatkan perawatan yang berkelanjutan pada pasien
4) Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain
5) Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan serta
sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan pasien
6) Melaksanakan rentang perawatan antar rumah sakit dan masyarakat
 Manfaat
a. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada pasien
yang dimulai dari rumah sakit.
b. Dapat memberikan tindak lanjut yang sistematis yang digunakan intuk menjamin
kontinuitas perawatan pasien
c. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan pasien
dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan perawatan baru
d. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan perawatan rumah
(Spath, 2003).
 Prinsip
1) Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan
kebutuhan dari pasien perlu di kaji dan di evaluasi
2) Kebutuhan dari pasien diidentifikasi, kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah
yang mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan
masalah yang tumbul di rumah dapat segera diantisipasi
3) Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif, perencanaan pulang merupakan
pelayanan multi disiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama
4) Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada.
Tindakan atau rencana yang akan di lakukan setelah pulang disesuaikan dengan
pengetahuan dari tenaga yang tersedia maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat
5) Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan. Setiap
pasien masuk tatanan pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan
 Jenis-Jenis
1) Conditioning Discharge (pulang sementara atau cuti), keadaan pulang ini dilakukan
apabila kondisi pasien baik dan tidak terdapat komplikasi. Pasien untuk sementara
dirawat dirumah namun harus ada pengawasan dari pihak rumah sakit atau
puskesmas terdekat
2) Absolute Discharge (pulang mutlak atau selamanya), cara ini merupakan akhir dari
hubungan pasien dengan rumah sakit. Namun apabila pasien perlu di rawat kembali,
maka prosedur perawatan dapat dilakukan kembali.
3) Judicial Discharge (pulang paksa), kondisi ini di perbolehkan pulang, tetapi pasien
harus di pantau dengan melakukan kerja sama dengan perawat puskesmas terdekat.

Menurut Neylor (2003), beberapa tindakan keperawatan yang dapat di berikan pada
pasien sebelum pasien di perbolehkan pulang antara lain:
a. Pendidikan kesehatan, diharapkan bisa mengurangi angka kambuh atau komplikasi dan
meningkatkan pengetahuan serta keluarga tentang perawaytan asien pulang
b. Program pulang bertahap, bertujuan untuk melatih pasien untuk kembali ke lingkung
keluarga dan masyarakat antara lain apa yang harus dilakukan pasien di rumah sakit
dan apa yang harus dilakukan keluarga
c. Rujukan, integritas pelayanan kesehatan harus mempunyai hubungan langsung antara
perawat komunitas atau praktik mandiri perawat dengan rumah sakit sehingga dapat
mengetahui perkembangan pasien di rumah
Bagan Alur Discharge Planning
(Sumber : Alur discharge planning (Nursalam, 2015)

Dokter dan tim Ners


kesehatan PP dibantu PA
lain

Penetuan keadaan pasien


1. Klinis dan pemeriksaan
penunjang lain
2. Tingkat ketergantungan
pasien

Perencanaan pulang

Penyelesaian Program HE Lain-lain


administrasi a. Kontrol dan obat / nersan
b. Nutrisi
c. Aktivitas dan istirahat
d. Perawatan diri

Monitor
(sebagai program service safety)
oleh keluarga dan petugas
c. Sarana dan Prasarana (M3/ MATERIAL)
1) Sarana dan Prasarana
Tabel. Standar Keperawatan Dan Kebidanan Di Ruang Rawat Inap
Menurut DEPKES (2001)

No. Nama Barang Ratio Pasien : Alat


1 Tensi meter 2/ruangan
2 Stetoskop 2/ruangan
3 Timbangan BB/TB 1/ruangan
4 Irigator set 2/ruangan
5 Sterilisator 1/ruangan
6 Tabung oksigen + flow meter 2/ruangan
7 Slym Zuiger 2/ruangan
8 V C set 2/ruangan
9 Gunting verband 2/ruangan
10 Korentang dan semptung 2 /ruangan
11 Bak instrument besar 2/ruangan
12 Bak instrument sedang 2/ruangan
13 Bak instrument keci 2/ruangan
14 Blas spuit 2/ruangan
15 Gliserin spuit 2/ruangan
16 Bengkok 2/ruangan
17 Pispot 1: ½
18 Urinal 1: ½
19 Set angka jahitan 1: ½
20 Set ganti balutan 5/ruangan
21 Thermometer 5/ruangan
22 Standar infuse 1:1
23 Eskap 1: ¼
24 Masker O2 2/ruangan
25 Nasal kateter 2/ruangan
26 Reflek hamer 2/ruangan

Tabel. Alat Tenun Menurut DEPKES (2001)


No. Nama Barang Ratio Pasien : Alat
1 Gurita 1: 1 ½
2 Gordyn 1:2
3 Kimono/ baju besar 1:5
4 Sprei besat 1:5
5 Manset dewasa 1: ¼
6 Manset anak 1: 1/3
7 Mitela/ topi 1: 1/3
8 Penutup sprei 1:5
9 Piyama 1:5
10 Selimut wool 1:1
11 Selimut biasa 1:5
12 Selimut anak 1:6-8
13 Sprei kecil 1:6-8
14 Sarung bantal 1: 6
15 Sarung guling 1:3
16 Sarung kasur 1:1
17 Sarung buli-buli panas 1: ¼
18 Sarung eskap 1: ¼
19 Sarung windring 1: 1/10
20 Sarung O2 1: 1/3
21 Taplak meja pasien 1:3
22 Taplak meja teras 1:3
23 Vitrase 1:2
No. Nama Barang Ratio Pasien : Alat
24 Tutup alat 1:2
25 Steek laken 1:6-8
26 Handuk 1:3
27 Waslap 1:5
28 Banak short 1: ½
29 Gurita dewasa 1: ½
30 Handuk fontanin 1: 1/5
31 Lap piring 1: ¼
32 Lap kerja 1: ½
33 Masker 1: ½
34 Popok bayi 1:15
35 Baju bayi 1:8
36 Duk 1: 1/3
37 Duk bolong 1: 1/3

Tabel. Alat Rumah Tangga Menurut DEPKES (2001)


No. Nama Barang Ratio Pasien : Alat
1 Kursi roda 2-3/ruangan
2 Komot 1/ruangan
3 Lemari obat emergency 1/ruangan
4 Light cast 1/ruangan
5 Meja pasien 1:1
6 Over bed table 1:1
7 Standard infuse 2-3/ruangan
8 Standard Waskom double 4-6/ruangan
9 Waskom mandi 8-12/ruangan
10 Lampu sorot 1/ruangan
11 Lampu senter 1-2/ruangan
12 Lampu kunci duplikat 1/ruangan
13 Nampan 2-3/ruangan
14 Tempat tidur fungsional 1:1ruangan
15 Tempat tidur biasa 1:1/2 /ruangan
16 Troly obat 1/ruangan
17 Troly balut 1/ruangan
18 Troly pispot 1/ruangan
19 Troly suntik 1/ruangan
20 Timbangan BB/TB 1/ruangan
21 Timbangan bayi 1/ruangan
22 Dorongan O2 1/ruangan
23 Plato/ piring makan 1:1/ruangan
24 Piring snack 1:1/ruangan
25 Gelas 1:2/ruangan
26 Tatakan dan tuutp gelas 1:2/ruangan
27 Sendok 1:2/ruangan
28 Garpu 1:2/ruangan
29 Kran air 1:1/ruangan
30 Baki 5/ruangan
31 Tempat sampah pasien 1:1/ruangan
32 Tempat sampah besar tertutup 4/ruangan
33 Senter 2/ruangan

Tabel. Alat Pencatatan dan Pelaporan di Ruang Rawat Inap Menurut DEPKES (2001)
No. Nama Barang Ratio Pasien: Alat
1 Formulir pengkajian awal 1:1
2 Formulir rencana keperawatan 1:5
3 Formulir catatan perkembangan pasien 1:10
4 Formulir observasi 1:10
5 Formulir resume keperawatan 1:1
6 Formulir catatan pengobatan 1:10
7 Formulir medik lengkap 1:1
8 Formulir laboratorium lengkap 1:3
9 Formulir rontgen 1:2
10 Formulir permintaan darah 1:1
11 Formulir keterangan kematian 5 lambar /bulan
12 Resep 10 buku / bulan
13 Formulir konsul 1;5
14 Formulir permintaan makanan 1:1
15 Formulir permintaan obat 1:1
16 Buku ekspidisi 10 / ruangan / tahun
17 Buku register pasien 4 / ruangan / tahun
18 Buku folio 4/ ruangan / tahun
19 White board 1/ ruangan
20 Perforator 1/ruangan
21 Steples 2/ ruangan
22 Pensil 5/ ruangan
23 Pensil merah biru 2/ ruangan
24 Spidol White board 6/ ruangan

d. Pembiayaan (M4/ MONEY)


1. Kompensasi
Kompensasi merupakan terminologi luas yang berhubungan dengan imbalan
finansial. Terminologi dalam kompensasi adalah:
a. Upah dan Gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam. Gaji
(salary) umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan
b. Insentif. Insentif (incentive) adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau
upah yang diberikan organisasi
c. Tunjangan
d. Fasilitas (Simamora, 2004).

2. Reward
Hazli (2002) mendefinisikan reward yaitu hadiah dan hukuman dalam situasi kerja,
hadiah menunjukkan adanya penerimaan terhadap perilaku dan perbuatan, sedangkan
hukuman menunjukkan penolakan perilaku dan perbuatannya. Wahyuningsih (2009)
juga mendefinisikan reward adalah penghargaan/hadiah untuk sesuatu hal yang
tercapai. Francisca (2006) memfokuskan definisi reward sebagai hadiah atau bonus
yang diberikan karena prestasi seseorang. Reward dapat berwujud banyak rupa. Paling
sederhana berupa kata-kata seperti pujian adalah salah satu
bentuknya. Reward biasanya digunakan untuk mengendalikan jam kerja seseorang
dalam organisasi (Raharja, 2006).
Artinya, dengan reward seseorang bekerja dapat dilakukan tanpa ada kendali
langsung dari pimpinan, melainkan dapat berjalan apa adanya sesuai evaluasi kinerja
sebelumnya. Selebihnya, dengan reward seseorang dapat meningkatkan cara kerjanya
tanpa harus dikendalikan pimpinan. Hal ini juga ditegaskan Gouillart & Kelly dalam
Raharja (2006) bahwa reward yang diperoleh atau diharapkan akan diperoleh sebagai
konsekwensi dari apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia secara
fundamental.

3. Punishment
Punishment adalah hukuman atas suatu hal yang tidak tercapai/ pelanggaran.
Hukuman seperti apa yang harus diberikan. Setiap orang pasti beda persepsi dan beda
pendapat (Wahyuningsih, 2009).
Punishment merupakan penguatan yang negatif, tetapi diperlukan dalam
perusahaan. punishment yang di maksud disini adalah tidak seperti hukuman dipenjara
atau potong tangan, tetapi punishment yang bersifat mendidik. Selain
itu punishment juga merupakan alat pendidikan regresif, artinya punishment ini
digunakan sebagai alat untuk menyadarkan karyawan kepada hal-hal yang benar. Ngalin
purwanto (1988:238) membagi punishment menjadi dua macam yaitu:
a. Hukuman prefentif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud atau supaya
tidak terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud untuk mencegah agar tidak
terjadi pelanggaran, sehingga hal ini dilakukannya sebelum terjadi pelanggaran
dilakukan. Contoh perintah, larangan, pengawasan, perjanjian dan ancaman
b. Hukuman refresif yaitu hukuman yang dilakukan, oleh karena adanya pelanggaran,
oleh adanya dosa yang telah diperbuat. Jadi hukuman itu terjadi setelah terjadi
kesalahan.

e. Pemasaran (M5/ marketing)


1. Indeks Kepuasan Masyarakat
Kepuasan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan
keberhasilan suatu badan usaha karena masyarakat adalah konsumen dari produk yang
dihasilkannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Hoffman dan Beteson (1997), yaitu:
”weithout custumers, the service firm has no reason to exist”. Definisi kepuasan masyarakat
menurut Mowen (1995,): ”Costumers satisfaction is defined as the overall attitudes
regarding goods or services after its acquisition and uses”. Oleh karena itu, badan usaha
harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat sehingga mencapai kepuasan
masyarakat dan lebih jauh lagi kedepannya dapat dicapai kesetiaan masyarakat. Sebab, bila
tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat sehingga menyebabkan
ketidakpuasan masyarakat mengakibatkan kesetiaan masyarakat akan suatu produk menjadi
luntur dan beralih ke produk atau layanan yang disediakan oleh badan usaha yang lain.
Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh
adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Dengan
ciri sebagai berikut:
a. Efektif
b. Sederhana
c. Kejelasan dan kepastian
d. Keterbukaan
e. Efisiensi
f. Ketepatan waktu
g. Responsif
h. Adaptif
Berkembangnya era servqual juga memberi inspirasi pemerintah Indonesia untuk
memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan sektor publik. Salah satu produk
peraturan pemerintah terbaru tentang pelayanan publik yang telah dikeluarkan untuk
melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kinerja unit pelayanan publik instansi pemerintah
adalah Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: KEP-
25/M.PAN/2/2004 tanggal 24 Pebruari 2004 tentang Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Ke-14 indikator yang akan dijadikan
instrumen pengukuran berdasarkan keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara di
atas adalah sebagai berikut:
a. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
b. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk
mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
c. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan
pelayanan (nama, jabatan, serta kewenangan dan tanggung jawab). Kedisiplinan petugas
pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap
konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku. Tanggung jawab petugas pelayanan yaitu
kejelasan wewenang dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
f. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas
dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.
g. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah
ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
h. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan
golongan/status masyarakat yang dilayani.
i. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan
menghormati.
j. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang
ditetapkan oleh unit pelayanan.
k. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang
telah ditetapkan.
l. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
m. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan
teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
n. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara
pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk
mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

Hak dan Kewajiban Pasien


1. Hak Pasien:
1) Hak untuk memperoleh informasi meliputi:
a. Diagnosa penyakit yang di deritanya
b. Tindakan medis yang akan atau telah dilakukan
c. Kemunginan penyakit yang timbul sebagai akibat tersebut serta rencana tindakan untuk
mengatasainya
d. Perkiraaan biaya pengobatan
2) Hak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya, sesuai dengan
peraturan yang berlaku dirumah sakit Pelabuhan Palembang
a. Hak untuk memberikan persetujuan/ menolak untuk tindakan atau pemeriksaan
yang akan dilakukan atas dirinya sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
b. Hak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi
kedokteran
c. Hak mendapat pelayanan yang manusiawi tanpa diskriminasi
d. Berhak memperoleh asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar profesi
keperawatan
e. Hak atas “Privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk rekam
medisnya
3) Kewajiban Pasien:
Pasien, dan keluarga tau penaggung jawab pasien berkewajiban:
a. Mentaati segala peraturan dan tata tertib Rumah Sakit Pelabuhan Palembang
b. Memberikan informasi yang jujur dan lengkap tentang penyakit yang diderita kepada
dokter dan para medis
c. Mematuhi segala petunjuk dokter, para medis, bidan yang merawat
d. Pasien dan atau penanggung jawabnya wajib melunasi semua biaya pelayanan pengobatan
e. Wajib mematuhi hal-hal yang telah disepakati bersama pihak Rumah Sakit sebelum dan
selama menjalani pengobatan.

2. Fungsi Manajemen
Manajemen berasal dari Manage, yaitu mengatur. Dimana dalam hal mengatur ada
beberapa pertanyaan; mengapa harus diatur dan apa tujuan pengaturan tersebut diadakan.
Manajemen merupakan usaha dari orang-orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan (Visi dan Misi) sehingga akan ada hubungan antara administrasi, manajemen, dan
organisasi. Manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen, semua
usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit. Ada tiga alasan utama
diperlukannya manajemen:
1. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan pribadi
2. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-
sasaran dan kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak berkepentingan
dalam organisasi, seperti pemilik dan karyawan, maupun kreditur, pelanggan,
konsumen, supplier, serikat kerja, asosiasi perdagangan, masyarakat dan pemerintah
3. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas suatu kerja organisasi dapat diukur dengan
banyak cara yang berbeda. Salah satu cara yang umum adalah efisiensi dan
efektivitas.
Pada fungsi manajemen keperawatan terdapat beberapa elemen utama
yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Staffing (Kepegawaian), Dire
cting (Pengarahan), Controlling (Pengendalian/Evaluasi).
1) Planning (Perencanaan)
Fungsi planning (perencanaan) adalah fungsi terpenting dalam manajemen, oleh
karena fungsi ini akan menentukan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Menurut Muninjaya,
(1999) fungsi perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara
keseluruhan. Tanpa ada fungsi perencanaan tidak mungkin fungsi manajemen lainnya akan
dapat dilaksanakan dengan baik. Perencanaan akan memberikan pola pandang secara
menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan,
dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian
tujuan secara efektif dan efesien. Swanburg (2000) mengatakan bahwa planning adalah
memutuskan seberapa luas akan dilakukan, bagaimana melakukan dan siapa yang
melakukannya.
Dibidang kesehatan perencanaan dapat didefenisikan sebagai proses untuk
menumbuhkan, merumuskan masalah-masalah kesehatan di masyarakat, menentukan
kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok,
dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut.
1. Tujuan Perencanaan
a. Untuk menimbulkan keberhasilan dalam mencapai sasaran dan tujuan
b. Agar penggunaan personel dan fasilitas yang tersedia lebih efektif
c. Membantu dalam koping dengan situasi kritis
d. Meningkatkan efektivitas dalam hal biaya
e. Membantu menurunkan elemen perubahan, karena perencanaan berdasarkan masa lalu dan
akan datang
f. Dapat digunakan untuk menemukan kebutuhan untuk berubah
g. Penting untuk melakukan kontrol yang lebih efektif
2. Tahap Dalam Perencanaan
a. Penting untuk melakukan kontrol yang lebih efektif
b. Analisis situasi, bertujuan untuk mengumpulkan data atau fakta.
c. Mengidentifikasi masalah dan penetapan prioritas masalah
d. Merumuskan tujuan program dan besarnya target yang ingin dicapai
e. Mengkaji kemungkinan adanya hambatan dan kendala dalam pelaksanaan program
f. Menyusun Rencana Kerja Operasional (RKO)
3. Jenis Perencanaan
a. Perencanaan Strategi
Perencanaan strategis merupakan suatu proses berkesinambungan, proses yang sistematis
dalam pembuatan dan pengambilan keputusan masa kini dengan kemungkinan pengetahuan
yang paling besar dari efek-efek perencanaan pada masa depan, mengorganisasikan upaya-
upaya yang perlu untuk melaksanakan keputusan ini terhadap hasil yang diharapkan
melalui mekanisme umpan balik yang dapat dipercaya. Perencanaan strategis dalam
keperawatan bertujuan untuk memperbaiki alokasi sumber-sumber yang langka, termasuk
uang dan waktu, dan untuk mengatur pekerjaan divisi keperawatan.
b. Perencanaan Operasional
Perencanaan operasional menguraikan aktivitas dan prosedur yang akan digunakan, serta
menyusun jadwal waktu pencapaian tujuan, menentukan siapa orang-orang yang
bertanggung jawab untuk setiap aktivitas dan prosedur. Menggambarkan cara menyiapkan
orang-orang untuk bekerja dan juga standard untuk mengevaluasi perawatan pasien. Di
dalam perencanaan operasional terdiri dari dua bagian yaitu rencana tetap dan rencana
sekali pakai. Rencana tetap adalah rencana yang sudah ada dan menjadi pedoman di dalam
kegiatan setiap hari, yang terdiri dari kebijaksanaan, standard prosedur operasional dan
peraturan. Sedangkan rencana sekali pakai terdiri dari program dan proyek.
4. Manfaat Perencanaan
a. Membantu proses manajemen dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
lingkungan
b. Memberikan cara pemberian perintah yang tepat untuk pelaksanaan
c. Memudahkan kordinasi
d. Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasional secara jelas
e. Membantu penempatan tanggungjawab lebih tepat
f. Membuat tujuan lebih khusus, lebih rinci dan lebih mudah dipahami
g. Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti
h. Menghemat waktu dan dana
5. Keuntungan Perencanaan
a. Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif
b. Dapat dipakai sebagai alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai
c. Memberikan suatu landasan pokok fungsi manajemen lainnya terutama fungsi keperawatan
d. Memodifikasi gaya manajemen
e. Fleksibilitas dalam pengambilan keputusan
6. Kelemahan Perencanaan
a. Perencanaan mempunyai keterbatasan dalam hal ketepatan informasi dan fakta-fakta
tentang masa yang akan datang
b. Perencanaan memerlukan biaya yang cukup banyak
c. Perencanaan mempunyai hambatan psikologis
d. Perencanaan menghambat timbulnya inisiatif
e. Perencanaan menyebabkan terhambatnya tindakan yang perlu diambil.

2) Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan
mengatur berbagai macam kegiatan, penetapan tugas-tugas dan wewenang seseorang,
pendelegasian wewenang dalam rangka mencapai tujuan. Fungsi pengorganisasian
merupakan alat untuk memadukan semua kegiatan yang beraspek personil, finansial,
material dan tata cara dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Muninjaya,
1999). Berdasarkan penjelasan tersebut, organisasi dapat dipandang sebagai rangkaian
aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha
kerjasama dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan yang harus
dilaksanakan serta menyusun jalinan hubungan kerja di antara para pekerjanya.
1. Manfaat Pengorganisasian
a. Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok
b. Hubungan organisatoris antara orang-orang di dalam organisasi tersebut melalui kegiatan
yang dilakukannya
c. Pendelegasian wewenang
d. Pemanfaatan staff dan fasilitas fisik
2. Langkah-langkah Pengorganisasian
a. Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. Tugas ini sudah tertuang dalam fungsi
perencanaan
b. Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan pokok untuk mencapai tujuan
c. Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan-satuan kegiatan yang praktis
d. Menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh staf dan menyediakan
fasilitas yang diperlukan
e. Penugasan personil yang tepat dalam melaksanakan tugas
f. Mendelegasikan wewenang

3) Staffing (Kepegawaian)
Staffing merupakan metodologi pengaturan staff, proses yang teratur, sistematis
berdasarkan rasional yang diterapkan untuk menentukan jumlah personil suatu organisasi
yang dibutuhkan dalam situasi tertentu (Swanburg, 2000). Proses pengaturan staff bersifat
kompleks. Komponen pengaturan staff adalah sistem kontrol termasuk studi pengaturan
staff, penguasaan rencana pengaturan staff, rencana penjadwalan, dan Sistem Informasi
Manajemen Keperawatan (SIMK). SIMK meliputi lima elemen yaitu kualitas perawatan
pasien, karakteristik dan kebutuhan perawatan pasien, perkiraan suplai tenaga perawat yang
diperlukan, logistik dari pola program pengaturan staf dan kontrolnya, evaluasi kualitas
perawatan yang diberikan.
Dasar perencanaan untuk pengaturan staff pada suatu unit keperawatan mencakup
personil keperawatan yang bermutu harus tersedia dalam jumlah yang mencukupi dan
adekuat, memberikan pelayanan pada semua pasien selama 24 jam sehari, 7 hari dalam
seminggu, 52 minggu dalam setahun. Setiap rencana pengaturan staff harus disesuaikan
dengan kebutuhan rumah sakit dan tidak dapat hanya dicapai dengan rasio atau rumusan
tenaga/pasien yang sederhana. Jumlah dan jenis staff keperawatan yang diperlukan
dipengaruhi oleh derajat dimana departemen lain memberikan pelayanan pendukung, juga
dipengaruhi oleh jumlah dan komposisi staff medis dan pelayanan medis yang diberikan.
Kebutuhan khusus individu, dokter, waktu dan lamanya ronde, jumlah test, obat-obatan dan
pengobatan, jumlah dan jenis pembedahan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas
personel perawat yang diperlukan dan mempengaruhi penempatan mereka.
Pengaturan staff kemudian juga dipengaruhi oleh organisasi divisi keperawatan.
Rencana harus ditinjau ulang dan diperbaharui untuk mengatur departemen beroperasi secara
efisien dan ekonomis dengan pernyataan misi, filosofi dan objektif tertulis, struktur
organisasi, fungsi dan tanggung jawab, kebijakan dan prosedur tertulis, pengembangan
program staff efektif, dan evaluasi periodik terencana.
Komponen yang termasuk dalam fungsi staffing adalah prinsip rekrutmen, seleksi,
orientasi pegawai baru, penjadwalan tugas, dan klasifikasi pasien. Pengrekrutan merupakan
proses pengumpulan sejumlah pelamar yang berkualifikasi untuk pekerjaan di perusahaan
melalui serangkaian aktivitas. Tujuan orientasi pegawai baru adalah untuk membantu
perawat dalam menyesuaikan diri pada situasi baru. Produktivitas meningkat karena lebih
sedikit orang yang dibutuhkan jika mereka terorientasi pada situasi kerja. Penjadwalan siklus
merupakan salah satu cara terbaik yang dipakai untuk memenuhi syarat distribusi waktu
kerja dan istirahat untuk pegawai. Pada cara ini dibuat pola waktu dasar untuk minggu-
minggu tertentu dan diulang pada siklus berikutnya. Jadwal modifikasi kerja mingguan
menggunakan shift 10-12 jam dan metode lain yang biasa.

4) Directing (Pengarahan)
Pengarahan adalah hubungan antara aspek-aspek individual yang ditimbulkan oleh
adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk dapat dipahami dan pembagian
pekerjaan yang efektif untuk tujuan perusahaan yang nyata. Kepemimpinan merupakan
faktor penting dalam keberhasilan manajemen. Menurut Stogdill dalam Swanburg (2000),
kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktivitas kelompok terorganisasi
dalam upaya menyusun dan mencapai tujuan. Gardner dalam Swanburg (2000), menyatakan
bahwa kepemimpinan sebagai suatu proses persuasi dan memberi contoh sehingga individu
(pimpinan kelompok) membujuk kelompoknya untuk mengambil tindakan yang sesuai
dengan usulan pimpinan atau usulan bersama.
Seorang manajer yang ingin kepemimpinannya lebih efektif harus mampu untuk
memotivasi diri sendiri untuk bekerja dan banyak membaca, memiliki kepekaan yang tinggi
terhadap permasalahan organisasi, dan menggerakkan (memotivasi) staffnya agar mereka
mampu melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi. Menurut Lewin dalam Swanburg
(2000), terdapat beberapa macam gaya kepemimpinan yaitu:
1. Autokratik
Pemimpin membuat keputusan sendiri. Mereka lebih cenderung memikirkan penyelesaian tugas
dari pada memperhatikan karyawan. Kepemimpinan ini cenderung menimbulkan permusuhan
dan sifat agresif atau sama sekali apatis dan menghilangkan inisiatif.
2. Demokratis
Pemimpin melibatkan bawahannya dalam proses pengambilan keputusan. Mereka berorientasi
pada bawahan dan menitikberatkan pada hubungan antara manusia dan kerja kelompok.
Kepemimpinan demokratis meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja.
3. Laissez faire
Pemimpin memberikan kebebasan dan segala serba boleh, dan pantang memberikan bimbingan
kepada staff. Pemimpin tersebut membantu kebebasan kepada setiap orang dan menginginkan
setiap orang senang. Hal ini dapat mengakibatkan produktivitas rendah dan karyawan frustasi.
Manajer perawat harus belajar mempraktekkan kepemimpinan perilaku yang merangsang
motivasi pada para pemiliknya, mempraktekkan keperawatan professional dan tenaga perawat
lainnya. Perilaku ini termasuk promosi autonomi, membuat keputusan dan manajemen
partisipasi oleh perawat professional.
5) Controlling (Pengendalian/Evaluasi)
Fungsi pengawasan atau pengendalian (controlling) merupakan fungsi yang terakhir
dari proses manajemen, yang memiliki kaitan yang erat dengan fungsi yang lainnya.
Pengawasan merupakan pemeriksaan terhadap sesuatu apakah terjadi sesuai dengan rencana
yang ditetapkan/disepakati, instruksi yang telah dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang telah
ditentukan, yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat
diperbaiki (Fayol, 1998).
Pengawasan juga diartikan sebagai suatu usaha sistematik untuk menetapkan standard
pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, merancang sistem informasi timbal balik,
membandingkan kegiatan nyata dengan standard yang telah ditetapkan sebelumnya,
menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan yang
digunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan
(Mockler, 2002).
Pengontrolan atau pengevaluasian adalah melihat bahwa segala sesuatu dilaksanakan
sesuai dengan rencana yang disepakati, instruksi yang telah diberikan, serta prinsip-prinsip
yang telah diberlakukan (Urwick, 1998). Tugas seorang manajemen dalam usahanya
menjalankan dan mengembangkan fungsi pengawasan manajerial perlu memperhatikan
beberapa prinsip berikut:
1. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staff dan hasilnya mudah diukur, misalnya
menepati jam kerja
2. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang amat penting dalam upaya mencapai tujuan
organisasi
3. Standard unjuk kerja yang akan diawasi perlu dijelaskan kepada semua staf, sehingga staf dapat
lebih meningkatkan rasa tanggung jawab dan komitmen terhadap kegiatan program
4. Kontrol sebagai pengukuran dan koreksi kinerja untuk meyakinkan bahwa sasaran dan
kelengkapan rencana untuk mencapai tujuan telah tersedia, serta alat untuk memperbaiki kinerja
5. Terdapat sepuluh karakteristik suatu sistem control yang baik:
a. Harus menunjukkan sifat dari aktivitas
b. Harus melaporkan kesalahan-kesalahan dengan segera
c. Harus memandang ke depan
d. Harus menunjukkan penerimaan pada titik kritis
e. Harus objektif
f. Harus fleksibel
g. Harus menunjukkan pola organisasi
h. Harus ekonomis
i. Harus mudah dimengerti
j. Harus menunjukkan tindakan perbaikkan
Untuk fungsi-fungsi control dapat dibedakan pada setiap tingkat manajer. Sebagai
contoh, manajer perawat kepala dari satu unit bertanggung jawab mengenai kegiatan
operasional jangka pendek termasuk jadwal harian dan mingguan, dan penugasan, serta
pengunaan sumber-sumber secara efektif. Kegiatan-kegiatan control ditujukan untuk
perubahan yang cepat. Dua metode pengukuran yang digunakan untuk mengkaji pencapaian
tujuan-tujuan keperawatan adalah:
1. Analisa tugas: Kepala perawat melihat gerakan, tindakan dan prosedur yang tersusun dalam
pedoman tertulis, jadwal, aturan, catatan, anggaran. Hanya mengukur dukungan fisik saja, dan
secara relatif beberapa alat digunakan untuk analisa tugas dalam keperawatan.
2. Kontrol kualitas: Kepala perawat dihadapkan pada pengukuran kualitas dan akibat-akibat dari
pelayanan keperawatan.
Apabila fungsi pengawasan dan pengendalian dapat dilaksanakan dengan tepat, maka
akan diperoleh manfaat:
1. Dapat diketahui apakah suatu kegiatan atau program telah dilaksanakan sesuai dengan standard
atau rencana kerja
2. Dapat diketahui adanya penyimpangan pada pengetahuan dan pengertian staf dalam
melaksanakan tugas-tugasnya
3. Dapat diketahui apakah waktu dan sumber daya lainnya telah mencukupi kebutuhan dan telah
digunakan secara benar
4. Dapat diketahui staf yang perlu diberikan penghargaan atau bentuk promosi dan latihan
lanjutan
Prinsip Dasar Manajemen Keperawatan
a. Manajemen keperawatan berlandaskan perencanaan
b. Tahap perencanaan terdiri atas pembuatan tujuan, pengalokasian anggaran, identifikasi
kebutuhan pegawai, dan penetapan struktur organisasi
c. Selama proses perencanaan, yang dapat dilakukan oleh pimpinan keperawatan adalah
menganalisis dan mengkaji system, mengatur strategi organisasi dan menentukan tujuan
jangka panjang dan pendek, mengkaji sumber daya organisasi, mengidentifikasi
kemampuan yang ada dan aktivitas yang spesifik serta prioritasnya
d. Manajemen keperawatan dilandaskan melalui penggunaan waktu yang efektif
e. Manajemen keperawatan melibatkan pengambilan keputusan
f. Manajemen keperawatan harus terorganisasi
g. Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif
h. Komunikasi yang dilakukan secara efektif mampu mengurangi kesalahpahaman, dan akan
memberikan persamaan pandangan arah dan pengertian diantara pegawai dalam suatu
tatanan organisasi
i. Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan
Komponen Manajemen Keperawatan
a. Input
Dalam proses manajemen keperawatan antara lain berupa informasi, personel, peralatan
dan fasilitas.
b. Proses
Pada umumnya merupakan kelompok manajer dari tingkat pengelola keperawatan
tertinggi sampai keperawatan pelaksana yang mempunyai tugas dan wewenang untuk
melakukan perencanaan, pengorganisasian pengarahan dan pengawasan dalam
pelaksanaan pelayanan keperawatan. Proses merupakan kegiatan yang cukup penting
dalam suatu system sehingga mempengaruhi hasil yang diharapkan suatu tatanan
organisasi.
c. Output
Umumnya dilihat dari hasil atau kualitas pemberian askep dan pengembangan staf, serta
kegiatan penelitian untuk menindaklanjuti hasil atau keluaran.
d. Kontrol
Diperlukan dalam proses manajemen keperawatan sebagai upaya meningkatkan kualitas
hasil. Control dalam manajemen keperawatan dapat dilakukan melalui penyusunan
anggaran yang proporsional, evaluasi penampilan kerja perawat, pembuat prosedur yang
sesuai standard akreditasi.
e. Mekanisme umpan balik
Mekanisme umpan balik diperlukan untuk menyelaraskan hasil dan perbaikan kegiatan
yang akan dating. Mekanisme umpan balik dapat dilakukan melalui laporan keuangan,
audit keperawatan, dan survey kendali mutu, serta penampilan kerja perawat.

B. Model Asuhan Keperawatan


1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur yakni:
standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan sistem MAKP. Definisi tersebut
berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini dan akan menetukan kualitas produksi/jasa
layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai suatu
pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan
dalam memenuhi kepuasan pasien tidak akan dapat terwujud.
Unsur-unsur dalam praktek keperawatan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Dalam
menetapkan suatu model, keempat hal terebut harus menjadi bahan pertimbangan karena
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dalam Perubahan MAKP


1. Kualitas Pelayanan Keperawatan
Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selal berbicara mengenai kualitas.
Kualitas amat diperlukan untuk:
a. Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen
b. Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi
c. Mempertahankan eksistensi institusi
d. Meningkatkan kepuasan kerja
e. Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan
f. Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar
2. Standar praktik keperawatan
Standar praktik keperawatan di Indonesia yang disusun oleh Depkes RI (1995) terdii atas
beberapa standar. Menurut JCHO (1999) terdapat delapan standar asuhan keperawatan yang
meliputi (Novuluri,1999):
a. Menghargai hak-hak pasien
b. Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit
c. Observasi keadaan pasien
d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
e. Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administrative
f. Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasive
g. Pendidikan kepada pasien dan keluarga
h. Pemberian asuhan secara terus menerus dan berkesinambungan

Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam


upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 kebutuhan dasar manusia dari Henderson)
meliputi:
a. Oksigen
b. Cairan dan elektrolit
c. Eliminasi
d. Keamanan
e. Kebersihan dan kenyaman fisik
f. Istirahat dan tidur
g. Aktivitas dan gerak
h. Spiritual
i. Emosional
j. Komunikasi
k. Mencegah dam mengatasi risiko psikologis
l. Pengobatan dan membantu proses penyembuhan
m. Penyuluhan
n. Rehabilitasi

3. Model Praktik
a. Praktik Keperawatan Rumah Sakit
Perawat professional (ners) mempunyai wewenang dan tanggun jawab melaksanakan praktik
keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu, perlu
dikembangkan pengertian praktik keperawatan rumah sakit dan lingkup cakupannya sebagai
bentuk praktik keperawatan profesional, seperti proses dan prosedur registrasi dan legislasi
keperawatan.
b. Praktik Keperawatan Rumah
Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan
keperawatan sebagai lanjutan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh
perawat profesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat professional yang
melakukan praktik keperawatan berkelompok
c. Praktik Keperawatan Berkelompok
Beberapa perawat profesinal membuka praktik keperawatan selama 24 jam kepada
masyarakat yang memerlukan asuhan keperawatan dengan pola yang diuraikan dalam
pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah. Bentuk praktik
keperawatan ini dihadapi oleh masyarakat dan dipandang perlu dimasa depan. Lama rawat
pasien dirumah sakit perlu dipersingkat karena biaya perawatan dirumah sakit diperkirakan
akan terus meningkat.
d. Praktik Keperawatan Individual
Pola pendekatan dan pelaksanaan sama seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan
rumah sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman secara sendiri/perorangan
membuka praktik keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberikan asuhan
keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi masyarakat yang memerlukan.
Praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal
jauh terpencil dari fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah.

Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional


Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh
pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan professional. Dengan semakin
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan
perkembangan iptek, maka metode pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efesien.
Ada beberapa metode system pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Mc
Laughhin, Thomas dan Bartern (1995) mengidentifikasi 8 model asuhan keperawatan, tetapi
model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan keperawatan total, keperawatan
tim dan keperawatan primer.
Dari beberapa metode yang ada, institusi pelayanan perlu mempertimbangkan
kesesuian metode tersebut untuk diterapkan. Tetapi, setiap unit keperawatan mempunyai
upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan
kesesuaian antara ketenagaan,sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Terdapat
enam unsurr yang utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan
(Marquis & Huston, 1998: 143).
1. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)
a. Sesuai dengan visi dan misi institusi.
Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi dan
misi rumah sakit.
b. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan keperawatan
pada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan
proses keperawatan.
c. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya.
Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam
kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa di tunjang biaya
memadai, maka tidak akan dapat hasil yang sempurna.
d. Terpenuhi kepuasaan pasien, keluarga dan masyarakat.
Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasaan pelanggan atau pasien trehadap asuhan
keperawatan dan di berikan oleh perawat. Oleh karena itu model yang baik adalah model
asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasaan pelanggan.
e. Kepuasaan dan kinerja perawat.
Kelancaran pelaksaan suatu model sangat di tentukan oleh motivasi dan kinerja perawat.
Model di pilihan harus meningkatkan kepuasaan perawat, bukan justru menambah beban kerja
dan frustasi dalam pelaksanaannya.
f. Terlaksana komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya.
Komunikasi secara professional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan
pertimbangan penentuan model asuhan keperawatan di harapkan akan dapat meningkatkan
hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan yang lainnya.
2. Metode Asuhan Keperawatan (MAKP) Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan
asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup
yang terdiri atas tenaga kerja professional, teknikal, dan pembantu dalam ssatu kelompok kecil
yang saling membantu.
Kelebihan:
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
c. Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi
kepuasan kepada anggota tim
Kelemahan :
Komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya
membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-waktu yang sibuk.
Konsep metode Tim :
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan.
b. Pentingkan komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berhasil bila didukung oleh
kepala ruang.
Tanggung jawab anggota tim :
a. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya
b. Kerja sama dengan anggota tim dan antartim
c. Memberikan laporan
Tanggung jawab ketua tim :
a. Membuat perencanaan
b. Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi
c. Mengenal/ mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien
d. Mengembangkan kemampuan anggota
e. Menyelenggarakan konferensi
Tanggung jawab kepala ruang :
a. Perencanaan
1) Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing
2) Mengikuti serah terima pasien pada shif sebelumnya
3) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien : gawat,transisi dan persiapan pulang,
bersama ketua tim
4) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan
pasien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan
5) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
6) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang
dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien
7) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk kegiatan membimbing
pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai
asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah serta memberikan
informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk
8) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
9) Membantu membimbing peserta didik keperawatan
10) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit
b. Pengorganisasian
1) Merumuskan metode penugasan yang digunakan
2) Merumuskan tujuan metode penugasan
3) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
4) Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim dan ketua tim
membawahi 2-3 perawat
5) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan : membuat proses dinas, mengatur tenaga
yang ada setiap hari, dan lain-lain
6) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
7) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
8) Mendelegasikan tugas, saat kepala ruangan tidak berada di tempat kepada ketua tim
9) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien
10) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
11) Identifikasi masalah dan cara penanganannya
c. Pengarahan
1) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
2) Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik
3) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap
4) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan askep pasien
5) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
6) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya
7) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
d. Pengawasan
1) Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun
pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
2) Melalui supervisi:
a) Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri dan melalui
laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang
ada saat itu juga
b) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim: membaca dan
memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses
keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang
pelaksanaan tugas
c) Evaluasi, mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana
keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim Audit keperawatan

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Anggota Anggota
Anggota

Pasien/Pasie Pasien/Pasien Pasien/Pasien


n
Sistem pemberian asuhan keperawatan “Team Nursing” (Marquis & Huston, 1998 : 138).

2) Model Praktik Keperawatan Profesional ( MPKP )


1. Pengertian MPKP
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses
dan nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian
asuhan keperawatan termasuk lingkungan, yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut
(Hoffart & Woods, 1996).
2. Tujuan dari MPKP
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap
tim keperawatan.
3. Macam-macam Metode Penugasan MPKP dalam Keperawatan
1) Metode Kasus
Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama kali
digunakan. Sampai perang dunia II metode tersebut merupakan metode pemberian
asuhan keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada metode ini satu perawat
akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara total dalam satu
periode dinas. Jumlah pasien yang dirawat oleh satu perawat bergantung pada
kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan pasien. (Sitorus, 2006).
Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari berbagai jenis
program meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit. Agar pemanfaatan
tenaga yang bervariasi tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang
diharapkan dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, kemudian
dikembangkan metode fungsional. (Sitorus, 2006).
2) Metode Fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas
untuk dilaksanakan kepada semua pasien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu
ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan
dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan pasien.
Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah
perawat sedikit, tetapi pasien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya.
(Sitorus, 2006).
Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang menekankan
pada pemenuhan kebutuhan holistik
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan
keperawatan terfragmentasi
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang
mengetahui tentang satu pasien secara komprehensif, kecuali mungkin kepala
ruangan.
4) Keterbatasan itu sering menyebabkan pasien merasa kurang puas terhadap
pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali pasien tidak mendapat
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan.
5) Pasien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.
Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa perawat
pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan keefektifan metode tersebut dalam
memberikan asuhan keperawatan profesional kemudian pada tahun 1950 metode tim
digunakan untuk menjawab hal tersebut (Sitorus, 2006).
3) Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang
perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif (Douglas, 1992). Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap
anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan
asuhan keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi
(Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006):
a. Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang
prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung
jawab ketua tim adalah :
- Mengkaji setiap pasien dan menetapkan renpra
- Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
- Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dan
memberikan bimbingan melalui konferensi
- Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta mendokumentasikannya
b. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi
yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra
tertulis yang merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
d. Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil baik
apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala ruang diharapkan telah :
- Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
- Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
- Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan kepemimpinan
- Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim keperawatan
- Menjadi narasumber bagi ketua tim
- Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
- Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka.
- Hasil penelitian Lambertson dalam Douglas (1992) menunjukkan bahwa
metode tim jika dilakukan dengan benar adalah metode pemberian asuhan
yang tepat untuk meningkatkan kemanfaatan tenaga keperawatan yang
bervariasi kemampuannya. (Sitorus, 2006).
- Kekurangan metode ini, kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal
sehingga pakar menge mbangkan metode keperawatan primer. (Sitorus,
2006).
4) Metode perawatan primer
Menurrut Gillies (1989) “Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian
asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan yang dekat dan berkesinambungan
antara pasien dan seorang perawat tertentu yang bertanggungjawab dalam perencanaan,
pemberian, dan koordinasi asuha keperawatan pasien, selama pasien dirawat” (Sitorus,
2006).
Pada metode keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab terhadap
pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse) disingkat
dengan PP. (Sitorus, 2006).
Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas, otonomi,
otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu kontinuitas, komunikasi, kolaborasi,
koordinasi, dan komitmen. (Sitorus, 2006).
Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 pasien dan bertanggungjawab selama
24 jam selama pasien tersebut dirawat dirumah sakit atau di suatu unit. Perawat akan
melakukan wawancara mengkaji secara komprehensif, dan merencanakan asuhan
keperawatan. Perawat yang peling mengetahui keadaaan pasien. Jika PP tidak sedang
bertugas, kelanjutan asuhan akan di delegasikan kepada perawat lain (associated
nurse). PP bertanggungjawab terhadap asuhan keperawatan pasien dan
menginformasikan keadaan pasien kepada kepala ruangan, dokter, dan staff
keperawatan. (Sitorus, 2006).
Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan
keperawatan, tetapi juga mempunyai kewengangan untuk melakukan rujukan kepada
pekerja sosial, kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal
perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain lain. Dengan diberikannya
kewenangan, dituntut akuntabilitas perawat yang tinggi terhadap hasil pelayanan
yang diberikan. Metode keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan
terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989). (Sitorus, 2006).
Keuntungan yang dirasakan pasien ialah mereka merasa lebih dihargai sebagai
manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang
bermutu tinggi dan tercapainya layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan,
proteksi, informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan karena (Sitorus, 2006):
a. Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan koordinasi
asuhan keperawatan
b. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 pasien
c. PP bertanggung jawab selama 24 jam
d. Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal
e. Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.
Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan bagi PP untuk
pengembangan diri melalui implementasi ilmu pengetahuan. Hal ini dimungkinkan
karena adanya otonomi dalam membuat keputusan tentang asuhan keperawatan pasien.
Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan metode ini karena senantiasa mendapat
informasi tentang kondisi pasien yang mutakhir dan komprehensif. (Sitorus, 2006).
Informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan
pasien. Keuntungan yang diperoleh oleh rumah sakit adalah rumah sakit tidak harus
memperkerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi harus merupakan perawat
yang bermutu tinggi. (Sitorus, 2006).
Huber (1996) menjelaskan bahwa pada keperawatan primer dengan asuhan
berfoukus pada kebutuhan pasien, terdapat otonomi perawat dan kesinambungan asuhan
yang tinggi. Hasil penelitian Gardner (1991) dan Lee (1993) dalam Huber (1996)
mengatakan bahwa mutu asuhan keperawatan lebih tinggi dengan keperawatan primer
daripada dengan metode tim. Dalam menetapkan seseorang menjadi PP perlu berhati-
hati karena memerlukan beberapa kriteria, yaitu perawat yang menunjukkan
kemampuan asertif, perawat yang mandiri, kemampuan menmgambil keputusan yang
tepat, menguasai keperawatan klini, akuntabel, bertanggung jawab serta mampu
berkolaborasi dengan baik dengan berbagai disiplin. Di negara maju pada umumnya
perawat yang ditunjuk sebagai PP adalah seorang spesialis perawat klinis (clinical nurse
specialist) dengan kualifikasi master keperawatan. Menurut Ellis dan Hartley (1995),
Kozier et al (1997) seorang PP bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang
terkait dengan asuhan keperawatan pasien oleh karena itu kualifikasi kemampuan PP
minimal adalah sarjana keperawatan/Ners. (Sitorus, 2006).
4. Differentiated Practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995) menjelaskan baha
differentiated practice adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjamin mutu asuhan
melalui pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat dua model yaitu
model kompetensi dan model pendidikan. Pada model kompetensi, perawat terdaftar
(registered nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan struktur peran yang sesuai
dengan kemampuannya. Pada model pendidikan, penetapan tugas keperawatan didasarkan
pada tingkat pendidikan. Bedasarkan pendidikan, perawat akan ditetapkan apa yang menjadi
tnggung jawab setiap perawat dan bagaimana hubungan antar tenaga tersebut diatur (Sitorus,
2006).
5. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan secara multi disiplin
yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim kesehatan dan
sumber-sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan kesehatan yang optimal.
ANA dalam Marquis dan Hutson (2000) mengatakan bahwa manajemen kasus merupakan
proses pemberian asuhan kesehatan yang bertujuan mengurangi fragmentasi, meningkatkan
kualitas hidup, dan efisiensi pembiayaan. Focus pertama manajemen kasus adalah integrasi,
koordinasi dan advokasi pasien, keluarga serta masyarakat yang memerlukan pelayanan yang
ektensif. Metode manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan
berfokus pada pasien, koordinasi asuhan dan pelayanan antar institusi, berorientasi pada
hasil, efisiensi sumber dan kolaborasi (Sitorus, 2006).
6. Komponen dari MPKP
Berdasarkan MPKP ysng sudah dikembangkan diberbagai rumah sakit Hoffart dan
Woods menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari lima komponen, yakni:
1) Nilai-nilai profesional
Nilai-nilai profesional menjadi komponen utama pada suatu praktik keperawatan
profesional. Nilai-nilai profesional ini merupakan inti dari MPKP. Nilai-nilai seperti
penghargaan atas otonomi pasien, menghargai pasien, dan melakukan yang terbaik
untuk pasien harus tetap ditingkatkan dalam suatu proses keperawatan.
2) Pendekatan manajemen
Dalam melakukan asuhan keperawatan adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia, yang bilamana ingin memenuhi kebutuhan dasar tersebut seorang perawat
harus melakukan pendekatan penyelesaian masalah, sehingga dapat diidentifikasi
masalah pasien, dan nantinya dapat diterapkan terapi keperawatan yang tepat untuk
masalah pasien.
3) Metode pemberian asuhan keperawatan
Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang profesional, digunakan
beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, misalnya metode kasus, fungsional,
tim, dan keperawatan primer, serta manajemen kasus. Dalam praktik keperawatan
profesional, metode yang paling memungkinkan pemberian asuhan keperawatan
profesional adalah metode yang menggunakan the breath of keperawatan primer.
4) Hubungan profesional
Pemberian asuhan kesehatan kepada pasien diberikan oleh beberapa anggota tim
kesehatan. Namun, fokus pemberian asuhan kesehatan adalah pasien. Karena
banyaknya anggota tim kesehatan yang terlibat, maka dari itu perlu kesepakatan
tentang cara melakukan hubungan kolaborasi tersebut.
5) Sistem kompensasi dan penghargaan
Pada suatu layanan profesional, seorang profesional mempunyai hak atas kompensasi
dan penghargaan. Pada suatu profesi, kompensasi yang didapat merupakan imbalan
dan kewajiban profesi yang terlebih dahulu dipenuhi. Kompensasi dan penghargaan
yang diberikan pada MPKP dapat disepakati di setiap institusi dengan mengacu pada
kesepakatan bahwa layanan keperawatan adalah pelayanan profesional.
7. Karakteristik MPKP
1) Penetapan jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga keperawatan
berdasarkan jumlah pasien sesuai dengan derajat ketergantungan pasien.
2) Penetapan jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat MPKP, terdapat
beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care
Manager (CCM), Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga
tersebut terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab terhadap
manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut. Peran dan fungsi masing-
masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang jelas
dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
3) Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar renpra perlu
ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi, penulisan renpra sangat menyita waktu
karena fenomena keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar manusia (Potter &
Perry, 1997).
4) Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP digunakan metode
modifikasi keperawatn primer, sehingga terdapat satu orang perawat profesional yang
disebut perawat primer yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan
keperawatan yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager (CCM)
yang mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan asuhan keperawatan.
CCM diharapkan akan menjadi peran ners spesialis pada masa yang akan datang.
8. Langkah-langkah dalam MPKP
1) Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang harus dilakukan,
yaitu (Sitorus, 2006).:
a. Pembentukan Tim
Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang digunakan sebagai
tempat proses belajar bagi mahasiswa keperawatan, sebaiknya kelompok kerja
ini melibatkan staf dari institusi yang berkaitan. Sehingga kegiatan ini
merupakan kegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi
pendidikan. Tim ini bisa terdiri dari seorang koordinator departemen, seorang
penyelia, dan kepala ruang rawat serta tenaga dari institusi pendidikan. (Sitorus,
2006).
2) Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan pasien/keluarga kepatuhan
perawat terhadap standar yang diniali dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat
dan angka infeksi noksomial. (Sitorus, 2006).
3) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian mutu asuhan
kepada pimpinan rumah sakit, departemen,staf keperawtan, dan staf lain yang terlibat.
Pada presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat implementasi
MPKP akan dilaksanakan. (Sitorus, 2006).
4) Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan tempat implementasi
MPKP, antara lain (Sitorus, 2006) :
a) Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal ini diperlukan
sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang
kerangka kerja MPKP
b) Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1 swasta dan 1
ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan bagi perawat
dari ruang rawat lain.
5) Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat ditetapkan dari
klasifikasi pasien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah
tenaga keperawtan di suatu ruangrawat didahului dengan menghitung jumlah pasien
derdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu tertentu, minimal selama 7 hari
berturut-turut. (Sitorus, 2006).
6) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah metode
modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam suatu ruang rawat terdapat
beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2006).:
a) Kepala ruang rawat
b) Clinical care manager
c) Perawat primer
d) Perawat asosiet
7) Pengembangan Standar rencana asuhan Keperawatan
Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi waktu perawat menulis,
sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dilakukan untuk melakukan tindakan sesuai
kebutuhan pasien. Adanya standar renpra menunjukan asuhan keperawtan yang
diberikan berdasarkan konsep dan teori keperwatan yang kukuh, yang merupakan salah
satu karakteristik pelayanan professional. Format standar renpra yang digunakan
biasanya terdiri dari bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnose keperawatan dan
data penunjang, tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan. (Sitorus, 2006).
8) Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar renpra, format dokumentasi keperawatan lain yang diperlukan adalah
(Sitorus, 2006) :
a) Format pengkajian awal keperawatan
b) Format implementasi tindakan keperawatan
c) Format kardex
d) Format catatan perkembangan
e) Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
f) Format laporan pergantian shif
g) Resume perawatan
9) Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan fasilitas
yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan yang di
perlukan adalah (Sitorus, 2006) :
a) Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim yang berisi nama PP
dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali sat melakukan
kontrak dengan pasien/keluarga.
b) Papan MPKP
Papan MPKP berisi darfat nama-nama pasien, PP, PA, dan timnya serta dokter
yang merawat pasien.
9. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus, 2006):
a. Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang yang sudah
ditentukan.
b. Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi
dilakukan setelah melaukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas
PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi
gangguan dari luar. (Sitorus, 2006).
c. Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde dengan
porawat asosiet (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan setiap hari. Ronde
ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk memperoleh
tambahan data tentang kondisi pasien. (Sitorus, 2006).
d. Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar renpra.
Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Semua masalah dan tindakan yang direncenakan mengacu pada standar tersebut.
(Sitorus, 2006).
e. Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan
pasien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan pasien/keuarga merupakan kesepakatan antara perawat dan
pasien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar
hubungan saling percaya antara perawat dan pasien dapat terbina. Kontrak diawali
dengan pemberian orientasibagi pasien dan keluarganya. (Sitorus, 2006).
f. Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus pasien yang
dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang
ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2006).
g. Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam membimbing PP dan
PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan implementasi MPKP
dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar terdapat kesinambungan bimbingan,
diperlukan buku komunikasi CCM. Buku ini menjadi sangat diperlukan karena CCM
terdiri dari beberapa orang yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk
memberikan bimbingan kepada PP dan PA. Bila sudah ada CCM tertentu untuk setiap
ruangan, buku komunikasi CCM tidak diperlukan lagi. (Sitorus, 2006).
h. Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat kepada pasien. Oleh
karena itu, pengisisan dokumentasi secara tepat menjadi penting.
10. Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen evsluasi MPKP oleh
CCM. Evaluasi prses dilakukan oleh CCM dua kali dalam seminggu. Evaluasi ini bertujuan
untuk mengidentifikasi secara dini maslah-masalah yang ditemukan dan dapat segera diberi
umpan balik atau bimbingan. Evluasi hasil (outcome) dapat dilakukan dengan (Sitorus,
2006):
a. Memberika instrumen evaluasi kepuasan pasien/keluarga untuk setiap pasien pulang.
b. Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai berdasarkan
dokumentasi.
c. Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang rawat).
d. Penilaian rata-rata lama hari rawat.
11. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian asuhan
keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih optimal, perlu
disertai dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada ruang MPKP diuji coba
ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah ada sistem yang tepat untuk menerapkannya.
(Sitorus, 2006).
a. MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP pemula
diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai kemampuan
sebagai SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan
sebagai PP (bukan PP pemula). (Sitorus, 2006).
b. MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP tingkat I, PP
adalah SKp/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu
dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners sepeialis yang akan
berperan sebagai CCM. Oleh karena itu, kemampuan perawat SKp/ Ners ditingkatkan
menjadi ners spesialis. (Sitorus, 2006).
c. MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini perawat
denga kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan.
Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan eksperimen yang
dapat meningkatkan asuhan keperwatan sekaligus mengembangkan ilmu keperawatan.
(Sitorus, 2006).
12. Tingkatan MPKP Menurut Sudarsono (2000),
Berdasarkan pengalaman mengembangkan model PKP dan masukan dari berbagai
pihak perlu dipikirkan untuk mengembangkan suatu model PKP yang disebut Model Praktek
Keperawatan Profesional Pemula (PKPP). Ada beberapa jenis model PKP yaitu:
1) Model Praktek Keperawatan Profesional III Melalui pengembangan model PKP III dapat
berikan asuhan keperawatan profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga
perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk
melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan riset sera memanfaatkan
hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
2) Model Praktek Keperawatan Profesional II Pada model ini akan mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat
dengan kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu.
Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan
kepada perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan
memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat
spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya.
Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan
asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat
primer (1:10).
3) Model Praktek Keperawatan Profesional I. Pada model ini perawat mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen
utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan yang
digunakan pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim
disebut tim primer. d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model Praktek
Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal untuk menuju model
PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula.
Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode
pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan.
4) Pilar-pilar MPKP
Pilar 1: Pendekatan manajemen keperawatan
Terdiri dari :
a. Perencanaan dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi
( perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan rencana jangka pendek, harian,
bulanan dan tahunan).
b. Pengorganisasian dengan menyusun struktur organisasi, jadwal dinas, dan daftar
alokasi pasien.
c. Pengarahan
d. Terdapat kegiatan delegasi, supervisi, menciptakan iklim motivasi, manajemen
waktu, komunikasi efektif yang mencakup pre dan post conference, dan
manajemen konflik.
Pilar 2: Sistem penghargaan
Manajemen sumber daya manusia diruang MPKP berfokus pada proses rekruitmen,
seleksi kerja orientasi, penilaian kerja, staf perawat. Proses ini selalu dilakukan
sebelum membuka ruang MPKP dan setiap ada penambahan perawatan baru.
Pilar 3: Hubungan profesional
Hubungan profesional dalam pemberian pelayanan keperawatan (tim kesehatan)
dalam penerimaan pelayanan keperawatan (pasien dan keluarga). Pada
pelaksanaannya hubungan profesional secara internal artinya hubungan yang terjadi
antara pembentuk pelayanan kesehatan misalnya perawat dengan perawat, perawat
dengan tim kesehatan lain, sedangkan hubungan profesional secara eksternal adalah
hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.
Pilar 4: Manajemen asuhan keperawatan
Manajemen asuhan keperawatan yang diterapkan di MPKP adalah asuhan
keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan.
5) SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawtan Professional)
a) Pengertian SP2KP
SP2KP adalah Sistem Pemberian Pelayanan Keperawtan Professional. SP2KP adalah
system pemberian pelayanan keperawatan professional yang merupakan pengembangan
dari MPKP (Model praktek Keperawatan Profesional) dimana dalam SP2KP ini terjadi
kerjasama professional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga
kesehatan lainnya.
b) Kelebihan SP2KP
Kelebihan dari SP2KP adalah pelayanan keperawatan kepada pasien lebih terstruktur dan
kinerja perawat lebih professional.
c) Mana yang Lebih Baik SP2KP atau MPKP
Lebih terstruktur, terorganisir SP2KP karena SP2KP merupakan bantuk pengembangan
dari MPKP yang lebih profesional dan lebih baik dalam memberikan tingkat pelayanan
asuhan keperawatan terhadap pasien
d) Perbedaan MPKP dan SP2KP
Dalam model MPKP tidak terdapat PP (perawat primer), jika di SP2KP mengenal
mengenai PP dan PA (perawat associate).
e) Hambatan dalam penerapan SP2KP dan MPKP
Adapun hambatan dalam penerapan MPKP dan SP2KP adalah kurangnya sumber daya
manusia yang kompeten
f) MPKP (model keperawatan tim) diubah menjadi SP2KP (model keperawatan
profesional)
1) Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan psecara
berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung
gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional
2) Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung jawab
dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada MPKP ,
perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
3) Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat ditingkatkan
terutama dengan profesi lain.
g) Kinerja Perawat Setelah Penerapan SP2KP
Lebih bertanggung jawab kepada pasien, lebih profesional dari pada sebelumnya.
h) Peran PP dalam SP2KP
Dalam pengembangan konsep SP2KP, perawat PP berugas dalam menjalankan
komunikasi dengan tenaga kesehatan lain seperti dokterm, ahli gizi, farkamasi, dll.
Dalam hal ini, perawat PP bertugas untuk memberikan hasil pemeriksaannya berdasarkan
hasil pengkajiannya dan yang berhubungan dengan perawatannya pasien, sehingga dapat
membantu dalam memutuskan tindakan medis nantinya.
i) Perkembangan SP2KP di rumah sakt di sekitar Semarang
Menurut sumber yang kami dapatkan bahwa Rumah Sakit di sekitar Semarang yang
sudah berhasil menerapkan MPKP dan SP2KP adalah Rumah Sakit Kariadi. Karena RS
Kariadi merupakan Rumah Sakit Pusat di Semarang dan mempunyai banyak sumber
daya manusia yang unggul.
j) Perbedaan dampak bagi pasien setelah penerapan SP2KP
Setelah diterapkannya SP2KP di rumah sakit memberikan dampak tersendiri bagi pasien.
Pasien di rumah sakit menjadi merasa lebih diperhatikan karena rumah sakit tekah
menggunakan metode yang lebih professional yakni metode moduler.
k) Renpra
Rencana asuhan keperawatan ( renpra ) selain berfungsi sebagai :
1) Pedoman bagi PP-PA
2) Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan berdasarkan ilmu
pengetahuan
Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai penunjuk
perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai media komunikasi PP
pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian
tindakan keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu, sangat sulit
untuk tim PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika PP tidak membuat
perencanaan asuhan keperawatan (renpra). Hal ini menunjukan bahwa renpra
sesungguhnya dibuat bukan sekedar memenuhi ketentuan ( biasanya ketentuan
dalam menentukan akreditasi rumah sakit ).
BAB III
Tinjauan Umum RS

A. Sejarah dan Perkembangan RS


Perkembangan RSUD dr Doris Sylvanus dimulai pada tahun 1959 dengan adanya
kegiatan klinik di rumah bapak Abdul Gapar Aden, Jl Suta Negara Nomor 447 yang
dikelolanya sendiri dibantu oleh isterinya ibu Lamus Lamon. Nama dr. Doris Sylvanus
sendiri diambil nama seorang dokter pertama asli Kalimantan Tengah.
Pada tahun1960 Klinik pindah ke Jl. Suprapto (rumah mantan Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi Kalimantan Tengah) dan pada tahun 1961 pindah lagi di Jl Bahutai
Dereh (sekarang Jl. dr Sutomo Nomor 9) dan berubah menjadi Rumah Sakit kecil
berkapasitas 16 tempat tidur yang dilengkapi dengan peralatan kesehatan beserta
laboratorium.
Sampai dengan tahun 1973 Rumah Sakit Palangka Raya masih dibawah
pengelolaan/milik Pemerintah Dati II Kodya Palangka Raya dan selanjutnya dialihkan
pengelolaannya/menjadi milik Pemerintah Propinsi Dati I Kalimantan Tengah.
Rumah Sakit terus dikembangkan menjadi 67 tempat tidur dan pada tahun 1977
secara resmi menjadi Rumah Sakit kelas D (sesuai dengan klasifikasi Departemen
Kesehatan RI) Kapasitas terus meningkat menjadi 100 tempat tidur pada tahun 1978.
Pada tahun 1980 kelas Rumah Sakit ditingkatkan menjadi kelas C sesuai dengan
kriteria Departemen Kesehatan RI dan SK Gubernur Kalimantan Tengah Nomor
641/KPTS/1980 dengan kapasitas 162 tempat tidur.
Sembilan belas tahun kemudian pada tahun 1999 sesuai Perda Nomor 11 tahun
1999 RSUD dr. Doris Sylvanus kelasnya ditingkatkan menjadi kelas B non pendidikan
walaupun belum diterapkan secara operasional karena pejabatnya belum dilantik
dengan dilantiknya pejabat pengelola pada 1 Mei 2001, maka kelas B non pendidikan
mulai diberlakukan secara operasional, pada Tahun 2011 RSUD dr. Doris Sylvanus
terakreditasi 12 pelayanan dan menjadi Badan Layanan Umum Daerah.
Pada tahun 2014 Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus sudah menjadi Rumah Sakit
Pendidikan sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI Nomor HK 02.03/I/0115/2014
Tentang penetapan RSUD dr. Doris Sylvanus sebagai Rumah Sakit Pendidikan.

B. Gambaran Umum RS
1. Organisasi RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya
Ditetapkan sebagai rumah sakit kelas B non pendidikan sesuai Perda No. 11
Tahun 1999, tanggal 17 Juli 1999.Namun kenyataannya secara operasional baru
berjalan mulai 1 Mei 2001. Dari segi pemilikan rumah sakit milik Pemerintah
Propinsi Kalimantan Tengah sedangkan dari segi tanggung jawab disebutkan bahwa
secara tehnis direktur bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan
sedangkan secara taktis operasional direktur bertanggung jawab kepada Gubernur
Secara umum tugas rumah sakit yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan dengan
mengutamakan kegiatan penyembuhan dan pemulihan keadaan cacat badan dan
jiwa yang dilaksanakan terpadu dengan upaya promotif dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan. Untuk melaksanakan tugas tersebut diatas maka
rumah sakit mempunyai fungsi : Menyelenggarakan pelayanan medis
‚Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis ‚Menyelenggarakan
pelayanan dan asuhan keperawatan ‚Menyelenggarakan pelayanan rujukan
‚Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan ‚Menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan ‚Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan Organisasi
rumah sakit terdiri dari unsur pimpinan, pelaksana tugas pokok dan unsur
penunjang pelaksana tugas pokok. Rumah sakit dipimpin oleh seorang direktur
serta dibantu oleh dua orang wakil direktur namun pada kenyataannya sampai
sekarang wakil direkturnya masih kosong.

2. Sumber Daya Manusia (SDM)


Dalam kegiatan pelayanan medik, RSUD Dr. Doris Sylvanus mempunyai
tenaga dokter spesialis sebanyak 16 orang.Tenaga dokter Umum sebanyak 19
orang, dokter gigi sebanyak 4 orang. Sedangkan tenaga paramedis perawatan
sebanyak 219 orang, tenaga paramedis non perawatan sebanyak 88 orang, tenaga
administrasi sebanyak 79 orang dan tenaga honor sebanyak 109 orang. Bila
dibandingkan dengan standar pelayanan medik untuk rumah sakit kelas B, tenaga
dokter spesialis minimal telah terpenuhi, selanjutnya untuk lebih meningkatkan
jenis pelayanan spesialistik pada waktu yang akan datang maka masih dibutuhkan
tenaga spesialis Jiwa, Ortopedi, Rehabilitasi Medik dan Radiologi. Sedangkan jenis
tenaga lainnyapun masih perlu ditambah guna meningkatkan pelayanan.

3. Pelayanan
Pelayanan Rawat Jalan terdiri dari 13 (tigabelas) Poliklinik yaitu : Jantung,
Telinga Hidung Tenggorokan (THT), Paru, Kulit dan Kelamin, Syaraf, Penyakit
Dalam, Gigi dan Mulut, Mata, Kesehatan Anak, Kebidanan dan Kandungan, Bedah,
Jiwa dan Poli Pegawai.
Pelayanan Rawat Inap terdiri dari 17 (tujuh belas) ruangan yang terdiri dari :
Penyakit Dalam Pria, Penyakit Dalam Wanita, Kebidanan dan Kandungan, Bedah
Pria, Bedah Wanita, Anak, Penyakit Paru, Syaraf-THT-Mata-Gigi dan Mulut,
Perinatologi, Kelas Utama, VIP I, VIP II, VIP III, ICU, ICCU, NICU (Neurology
Intensive Care Unit)dan Haemodialisa (ruang untuk cuci darah).
Penunjang Pelayanan (Instalasi) terdiri dari : Gawat darurat (IGD), Farmasi,
Patologi Klinik, Anestesi, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Bedah sentral, Gizi,
Pemeliharaan Sarana dan Sarana serta Kamar Jenazah.
Jam Pelayanan Loket :
Senin – Kamis : 07:30 – 12:00 WIB
Jumat : 07:30 – 09:30 WIB
Sabtu : 07:30 – 11:00 WIB

C. Visi, Misi dan Motto RS


1. Visi
Menjadi rumah sakit unggulan di Kalimantan Tengah.

2. Misi
1. Meningkatkan pelayanan yang bermutu prima dan berbasis Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi Kedokteran (IPTEKDOK).
2. Meningkatkan SumberDaya Manusia yang profesional dan berkomitmen tinggi.
3. Meningkatkan prasarana dan sarana yang modern.
4. Meningkatkan manajemen yang efektif dan efisien.
5. Menjadikan pusat pendidikan dan penelitian di bidang kesehatan.

3. Motto
“BAJENTA BAJORAH”

Memberikan pelayanan dan pertolongan kepada semua orang dengan ramah tamah,
tulus hati dan kasih sayang.

D. Sarana dan Prasarana RS


Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai
tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Untuk lebih
memudahkan membedakan keduanya. Sarana lebih ditujukan untuk benda-benda yang
bergerak seperti komputer dan mesin-mesin, sedangkan prasarana lebih ditujukan
untuk benda-benda yang tidak bergerak seperti gedung.
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dan bahan untuk
mencapai maksud dan tujuan dari suatu proses produksi. Prasarana adalah segala
sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya produksi.

1. Ruang Lingkup Sarana dan Prasarana


a. Peralatan/perlengkapan berbentuk lembaran/helaian
Yaitu kertas HVS, kertas folio bergaris, kertas karbon, kertas stensil, formulir,
kertas berkop, plastik transparan, kertas karton, kertas buffalo, amplop dan map.
b. Peralatan/perlengkapan berbentuk non lembaran
Peralatan/perlengkapan yang berbentuk non lembaran (bukan berupa kertas
lembaran), yaitu pulpen, pensil, spidol, penghapus, penggaris, rautan, gunting,
pemotong kertas (cutter), pembuka surat (letter opener), pelubang kertas dll.
c. Peralatan/perlengkapan berbentuk buku antara lain:
1) Buku catatan (block note), yaitu untuk menulis catatan harian sekretaris.
2) Buku pedoman organisasi, yaitu buku panduan tentang informasi yang
berkaitan dengan organisasi, mulai sejarah, struktur, produk dan jasa, hingga
prosedur kerja.
3) Buku agenda surat, yaitu buku yang mencatat keluar masuknya surat sehari-
hari.
E. Gambaran Umum Ruang Perawatan
1. Karakteristik Unit
a. Lokasi / Denah Ruangan
Lokasi penerapan proses manajerial keperawatan yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran manajemen keperawatan mahasiswa POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG) diruang Teratai BLUD RS dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dengan uraian sebagai berikut:
Batas :
Sebelah Timur : Ruang Nusa indah
Sebelah Selatan : Ruang Bougenville
Sebelah Barat : Ruang Wijaya Kususma 1
Sebelat Utara : Ruang Poli Covid

b. Denah ruangan

R. CS HCU R. T3
tindak
T5 an T2 T1

T6 R. kotor Nurse T7

station R. obat T8

Keterangan :

: Bed/brankar : R. kepala
ruangan

: WC/Kamar mandi : Dapur

: Pintu

c. Kapasitas Ruang
Ruang Teratai terdiri dari 1 ruang nurse station, 1 ruang kepala ruangan, 1 dapur,
8 ruang pasien dan 10 wc dan kamar mandi.

d. Sifat dan Jenis Pelayanan Ruang


1) Fokus Telaah
Ruang Teratai merupakan ruang rawat inap dengan kasus penyakit
dalam pria, CKD ON HD, Sirosis Hepatis. Ruang Teratai menggunakan
Metode Asuhan Keperawatan yang di adopsi dari SP2KP (Sistem Pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional). Ruangan ini merupakan pola
Modifikasi Tim yang mana terbagi atas 2 tim/grup, masing-masing diketuai
oleh perawat primer dan selanjutnya beranggotakan perawat asosiate atau
perawat pelaksana.

2) Lingkup Garapan
Ruang Teratai atau ruang rawat inap dengan kasus penyakit dalam pria.
Ruang ini diperuntukan bagi pasien pria yang menderita penyakit dalam
pria. Beberapa contoh penyakit terbanyak pada bulan januari sampai bulan
Juni yang sering ditemukan di Ruang teratai adalah CKD ON HD, Sirosis
Hepatis, Anemia, Hipertensi dan DM.

3) Basis Intervensi
Dalam menerapkan basis intervensi, Ruang Teratai (Penyakit dalam
pria) sudah mempunyai Standar Prosedur Operasional (SPO) dan Standar
Asuhan Keperawatan (SAK) untuk proses tindakan keperawatan.
Standar operasional prosedur yang sudah ada di ruangan Teratai
meliputi :
a) SPO Pemeriksaan EKG
b) SPO Pemasangan Infus
c) SPO pemasangan NGT dan Pemberian makanan lewat sonde
d) SPO Perawatan Luka
e) SPO rsusitasi jantung-paru
f) SPO memberikan obat melalui rectum
g) SPO mengambil darah vena
h) SPO pemasangan kateter
i) SPO pemasangan tranfusi darah
j) SPO penatalaksanaan suction
k) SPO terapi oksigen
l) SPO pemberian nebulizer
m) SPO perencanaan pasien pulang

Standar asuhan keperawatan (SAK) ruang Teratai (Penyakit dalam pria)


diantaranya:
a) SAK nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b) SAK ketidakefektifan pola nafas
c) SAK hipertemia
d) SAK gangguan ADL (Activity Daily Living)
e) SAK nyeri
f) SAK (Aktual/Resiko) kelebihan volume cairan tubuh
g) SAK (Aktual/Resiko) kerusakan integritas kulit/jaringan
h) SAK kecemasan
i) SAK intoleransi aktivitas

4) Model Layanan
Model Asuhan Keperawatan yang digunakan di Ruang Teratai adalah
SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional)
berdasarkan SK Menkes No.188.4/0146/Kep-KUM/2012 yang merupakan
perkembangan dari MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional) antara
Perawat Primer (PP) dan Perawat Asosiate (PA) serta tenaga kesehatan
lainnya. Metode modifikasi tim-primer yang terdiri dari: Kepala ruangan,
perawat primer dan perawat asosiate.

BAB IV
Pendekatan Pengkajian Terhadap Aspek Manajemen RS

A. Pengumpulan Data
1. M-1 (Man)
a. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas

BAGIAN ORAGANISASI DI RUANG RAWAT INAP TERATAI

(PENYAKIT DALAM PRIA)

Kepala Ruangan
Elvry marthalina ,S.kep.,Ners

Perawat Primer
Tanti setiawati ,S.Kep.,Ns

Perawat Assosiet Perawat Assosiet


1. Wahyudi Harmoko ,S. Kep., Ns 1. Sabar Lina purba A.Md.M.Kep
2. Yantri Breits,S. Kep.,Ns 2. Robby Nahasan A.Md.Kep
3. Eka Rahmayanti A.Md,M.Kep 3. Marduni A.Md. Kep
4. Rizka Yuniarty ,S. Kep.,NS 4. Candra Efendie A.Md,Kep
5. Edi A.md.,Kep 5. Rina Leloni A.Md.Kep
6. Winda permatasari S. Kep.,Ners 6. Julistha ,S. Kep.,Ners

Tenaga Keperawatan di Ruang Teratai


RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

NO NAMA PENDIDIKAN L/P


1. Elvry marthalina ,S.kep.,Ners S-1 P
2. Tantri setiawati ,S.Kep.,Ners S-1 P
3. Sabar Lina purba A.Md.M.Kep D-3 P
4. Robby Nahasan A.Md.Kep D-3 L
5. Marduni A.Md.Kep D-3 L
6. Candra Efendie A.Md.Kep D-3 L
7. Rina Leluni, A.Md.Kep D-3 P
8. Julistha ,S. Kep.,Ners S-1 P
9. Wahyudi Harmoko ,S. Kep., Ners S-1 L
10. Yantri Breits,S. Kep.,Ners S-1 P
11. Eka Rahmayanti A.Md.Kep D-3 P
12. Rizka Yuniarty ,S.Kep.,Ners S-1 P
13. Edy A.Md.Kep D-3 L
14. Winda permatasari S.Kep.,Ners S-1 P
15. Rika Fitriana, S.Kep., S-1 P
16. Noni Widyaningrum, A.Md.Kep D-3 P
17. Yoellana Dewi, A.Md.Kep D-3 P
JUMLAH D-3 = 9 / S-1= 8 / L= 5 / P= 10
Ners = 7

TENAGA KERJA DI RUANG TERATAI

NO TENAGA KERJA JUMLAH


1. Perawat 17
2. CS 2
3. Gizi 2
4. Farmasi 2
JUMLAH PASIEN RAWAT INAP

NO HARI/TANGGAL JUMLAH
1 Senin, 06 Juni 2022 22 Pasien
2 Selasa. 07 Juni 2022 18 Pasien
3 Rabu, 08 Juni 2022 24 Pasien
4 Kamis, 09 Juni 2022 21 Pasien
5 Jumat, 10 Juni 2022 23 Pasien
6 Sabtu, 11 Juni 2022 19 Pasien
7 Minggu, 12 Juni 2022 18 Pasien
8 Senin, 13 Juni 2022 21 Pasien
9 Selasa, 14 Juni 2022 22 Pasien
10 Rabu, 15 Juni 2022 18 Pasien
11 Kamis, 16 Juni 2022 15 Pasien
12 Jumat, 17 Juni 2022 Pasien
13 Sabtu, 18 Juni 2022 Pasien

a. Perhitungan Kebutuhan Tenaga Perawat dan Tenaga Penunjang


Presentase total pasien tingkat ketergantungan pasien di Ruang Teratai
berdasarkan pengkajian tanggal 06 Juni 2022.

HARI KE SELF CARE PARTIAL CARE TOTAL CARE


1 5 12 2
2 5 15 3
3 4 11 3
4 4 12 3
5 5 9 3
6 5 10 2
7 5 15 2
8 4 17 2
9 5 15 3
10 4 11 3
11 4 11 3
12 6 14 3
13 4 14 3
14 6 12 3
15 5 12 3
16 6 12 3
17 4 15 3
18 5 15 3
19 5 15 3
20 6 12 3
21 4 14 3
22 4 14 3
RATA 5 13 3
RATA
- Jumlah jam perawatan langsung : ( 5 x 2 ) + ( 13 x 3 ) + ( 3 x 6 ) = 67 jam
- Jumlah jam perawatan tak langsung : ( 21 x1 ) = 21 jam
- Pendidikan kesehatan : ( 21 x 0,25 ) = 5,25
- Total jam perawatan dalam satu tahun = 365 x ( 67+21+5,25 ) = 34.036 jam
- Jam perawatan yang di miliki oleh 1 orang perawat dalam 1 tahun
237 x 8 = 1.896 jam
- Tenaga perawat yang di butuhkan = 34.036 : 1.896 = 18 perawat
- Kebutuhan perwat di r. Teratai 18 + 20% = 4 18 + 4 = 22

b. Diagnosa Penyakit Terbanyak

NO DIAGNOSA YANG BISA YANG TIDAK KETERANGAN


DICEGAH BISA
DICEGAH
1 CKD 100% 0% CKD dicegah dengan pola
hidup yag sehat dan dengan
cuci darah
2 DM 100% 0% DM dicegah dengan pola
hidup
3 ANEMIA 100% 0% ANEMIA dicegah dengan
pola hidup dan pola makan
4 HIPERTENSI 100% 0% HIPERTENSI dicegah pola
hidup
5 Sirosis Hepatis 100% 0% Sirosis hepatis dapat
dicegah tetapi tidak bisa
sepenuhnya

c. Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Pasien


NO KASUS YANG YANG PASIEN PASIEN
BERISIKO TIDAK BERISIKO TIDAK
BERISIKO (PERSEN) BERISIKO
(PERSEN)
1 Risiko Jatuh 11 7 61,1% 38,9%
2 Kenyamanan 5 13 27,7% 72,2%
3 Kecemasan 8 10 44,4% 55,5%
4 Perawatan Diri 8 10 44,4% 55,5%
5 Pengetahuan 12 6 66,7% 33,3%
Jumlah Pasien Diruangan 18 Pasien
d. Kajian Indikator Mutu Ruangan
1) BOR
BOR (bed occupancy rate) adalah presentase pemakaian tempat tidur pada
satu satuan waktu tertentu,indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.standar internasional BOR
dianggap baik adalah 85-90 %.standar nasional BOR adalah 75-85%.
Hasil perhitungan BOR diruangan Teratai selama kelompok melaksanakan
praktik adalah :
Rumus Perhitungan BOR
BOR: Jumlah pasien_______ x 100%
Jumlah tempat tidur

No Shift HCU Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 BOR


1. Pagi 3 bed 4 Bed 5 bed 5 bed 20/26x100 =
(0 kosong) (2 kosong) (3 kosong) (4 kosong) 80%

2. Sore 1 bed 4 bed 5 bed 7 bed 17/26x100 =


(2 kosong) (2 kosong) (3 kosong) (2 kosong) 65%

3. Malam 2 bed 4 bed 5 bed 8 bed 20/26x100 =


(1 kosong) (2 kosong) (3 kosong) (1 kosong) 80%

2. M-2 material (Sarana dan Prasarana)


a. Fasilitas untuk Pasien
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 06 Juni 2022 didapatkan gambaran
kapasitas ruangan dan tempat tidur di ruang teratai terdapat 8 Ruangan rawat
inap dan 23 tempat tidur dengan rincian sebagai berikut :
1) Gambaran umum jumlah ruangan rawat inap di ruang Teratai
Kelas I : 4 Kamar
Kelas II : 2 Kamar
Kelas III : 1 Kamar
HCU : 1 Kamar
2) Gambaran umum jumlah tempat tidur di ruang Teratai
Kelas I : 1-2Bed
Kelas II : 4 Bed
Kelas III : 8 Bed
HCU : 3 Bed
3) Gambaran jumlah tempat tidur sesuai kelas di ruang Teratai
Kelas I : 4 Bed
Kelas II : 8 Bed
Kelas III : 8 Bed
HCU : 3 Bed
Secara keseluruhan ruang Teratai memiliki 8 ruangan yang terbagi dari 3
jenis fasilitas yang berbeda. Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut :
Fasilitas untuk pasien
No Nama Barang Jumlah Kondisi

Baik Kurang baik

1. Tempat Tidur 23 23 -
2. Kursi keluarga pasien 20 20 -
3. Bedside cabinet 23 23 -
4. Wc 11 11 -
5. Ac 12 12 -
6. Sampiran 4 4 -
7. Wastafel 8 8 -
8. Bantal 23 23 -
9. Dispenser 1 1 -
10. Jam dinding 1 1 -

Fasilitas untuk petugas kesehatan


Secara keseluruhan ruang Teratai memiliki ruangan untuk petugas kesehatan antara lain :
No Nama Barang Jumlah Baik Rusak
1. Ruang kepala ruangan 1 Kamar 1 Kamar -
2. Kamar mandi dan WC 2 kamar 2 kamar -
3. Telepon 2 buah 2 buah -
4. Kipas angin 1 buah 1 buah -
5. Meja kantor 10 buah 10 buah -
6. Kursi kantor 8 buah 8 buah -
7. Papan tulis 2 buah 2 buah -
8. Sofa 2 buah 2 buah -
9. Jam dinding 1 buah 1 buah -
10. Ac 2 buah 2 buah -
11. TV 1 buah 1 buah -
12. Cermin 1 buah 1 buah -
13. Wastafel 3 buah 3 buah -
14. Dispenser 1 buah 1 buah -
15. Rak sepatu 1 buah 1 buah -
16. Komputer 4 buah 4 buah -
17. Dapur 1 kamar 1 kamar -
18. Gudang 1 kamar 1 kamar -
19. Timbangan badan 1 buah 1 buah -
20 Kulkas 1 buah 1 buah -

Fasilitas peralatan dan bahan kesehatan yang ada diruangan Teratai :

No. Nama Alat Jumlah Kondisi


Baik Rusak Rusak
Ringan Berat
1. Brankar 1 1 - -
2. Stetoskop 3 3 - -
3. Termometer 3 3 - -
4. Tensimeter Digital 4 4 - -
5. EKG 1 1 - -
6. Ambubag 1 1 - -
7. Tabung Besar O2 3 3 - -
8. Oksigen Transfort 4 4 - -
9. Nebulizer 1 1 - -
10. Suction 3 3 - -
11. Infus Pump 3 3 - -
12. Syringe Pump 10 10 - -
13. Troli Instrumen 4 4 - -
14. Tiang Infus 26 26 - -
15. Gunting Verban 1 1 - -
16. Torniquet 3 1 2 -
17. Kursi Roda 4 1 3 -
18. Lemari Linen 1 1 - -
19. Lemari Obat 2 2 - -
20. Kulkas Obat 1 1 - -
21. Tempat Linen Kotor 1 1 - -
22. Bak Sampah Infeksius 4 4 - -
23. Bak Sampah Non Infeksius 12 12 - -
24. Selimut dewasa 30 30 - -
25. Baju Operasi 30 30 - -
26. Baju pasien dewasa 30 30 - -

Berdasarkan data dari pengkajian di atas, sebagian besar peralatan di Ruang Teratai
sebagian sudah memenuhi jumlah standar yang ditetapkan oleh RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya. Tidak semua peralatan ada standar jumlahnya dan tidak semua
alat yang ada standar jumlahnya tersedia di ruangan. Alat-alat yang sudah terpenuhi
sesuai standar telah dimanfaatkan oleh ruangan sesuai kebutuhan klien. Sebagian besar
pealatan dalam keadaan baik, namun terdapat juga beberapa peralatan dalam keadaan
rusak ringan. Tidak terdapat kotak saran , apar diluar ruangan, tidak terdapat denah
ruangan teratai dan tidak terdapat keset didepan wc atau kamar mandi pasien.
Mengenai fasilitas, 60 % perawat mengatakan bahwa peralatan yang ada sudah
lengkap untuk perawatan pasien. 40 % perawat tidak berencana untuk menambah
peralatan perawatan pasien. 53 % perawat mengatakan bahwa jumlah alat yang tersedia
sudah sesuai dengan rasio pasien. 73 % perawat sudah mengerti cara menggunakan
semua alat-alat perawatan pasien. Selain itu, administrasi penunjang yang tersedia di
ruangan sudah memadai.

3. Methode
a. Standar Asuhan Keperawatan
1) Penerapan Model Keperawatan Profesional
Unsur-unsur dalam praktek keperawatan dapat dibedakan menjadi empat,
yaitu standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan sistem Model
Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP). Dalam aplikasinya RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya memiliki visi, misi dan motto sebagai
pedoman dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan yang jelas dalam mencapai
tujuan organisasi yang telah ditentukan karena jika tidak, bisa terjadi
ketimpangan yang justru aan menambah ketidakjelasan arah pengembangan
manajemen keperawatan di masa depan. Ruangan atau bangsal sebagai salah
satu merupakan tempat yang memungkinkan bagi perawat untuk menerapkan
ilmu dan skilnya secara optimal (Nursalam, 2008).
Selain itu RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya juga selalu
mengadakan pelatihan untuk para perawat guna meningkatkan pengetahuan
perawat ruangan tentang manajemen keperawatan serta memberikan
kesempatan untuk meningkatkan jenjang pendidikan formal melalui program
khusus. Di Ruang Teratai memliki berbagai administrasi penunjang yang
mendukung pemberian MAKP yaitu berupa Standar Asuhan Keperawatan
(SAK), Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar Peleyanan Minimal
(SPM) (Nursalam, 2008).

Angket MAKP
1) Angket Ketenagaan

Memahami model asuhan


keperawatan yang digunakan ruangan
saat ini
150

100

50 100
0 0 0
0
YA Tidak

YA Tidak

Ya : Perawat memehami asuhan keperawatan yang berada diruangan


Tidak : Perawat tidak memahami asuhan keperawatan yang ada diruangan
2) Operan/Timbang Terima

100
100

50
0
0 0
0 0 0
0 0
Selalu
Kadang -
Kadang Tidak
pernah

Operan dilaksanakan setiap waktu / shift Column1

Selalu : Operan dilaksanakan 3 shif yaitu pagi dari pukul 7 sore dari pukul 14
Dan malam pukul 21.00
Kadang-kadang : Operan tidak dilaksanakan selama 3 shif atau operan dilakukan
1 sampai 2 shif
Tidak Pernah : Operan tidak dilakukan dalam 3 shif.

Operan selalu dihadiri oleh anggota shift


yang akan bertugas dan yang akan pulang
100
100
50
0
0 0
0
Selalu
Kadang
Tidak
-
pernah
Kadang

Selalu Kadang - Kadang Tidak pernah

Selalu : Operan dihadiri oleh perawat yang akan bertugas dan yang akan pulang
Kadang-kadang : Operan kadang kadang dihadiri oleh perawat yang akan
bertugas dan yang akan pulang
Tidak pernah : Operan tidak dihadiri oleh perawat yang akan bertugas dan yang
akan pulang
Pelaksanaan operan ada interkasi yang
berlangsung antara pasien dan petugas

80
100

50 20
0 0
0
Selalu
Kadang -
Kadang Tidak
pernah

Selalu Kadang - Kadang Tidak pernah

Selalu : Operan selalu ada interaksi antara pasien dan perawat


Kadang – kadang : Operan kadang kadang adanya interaksi antara pasien dan perawat
Tidak Pernah : Operan tidak ada interaksi antara pasien dan perawat

Masalah yang disampaikan dalam operan


berfokus pada masalah keperawatan pasien
100
100

50
0
0 0
0
Selalu
Kadang -
Kadang Tidak
pernah

Selalu Tidak pernah

Selalu : Operan selalu menfokuskan masalah keperawatan pasien


Tidak pernah : Saat operan tidak difokuskan masalah keperawatan

3) Ronde Keperawatan
Sebagian besar perawat di ruangan mengerti
dengan ronde keperawatan
100
100

50
0
0 0
0
YA
Tidak

YA Tidak

Ya : Perawat mengerti tentang Ronde Keperawatan


Tidak : Perawat tidak mengerti tentang Ronde Keperawatan

4) Sentralisasi Obat
Perawat selalu menginformasikan obat yang
telah digunakan dan sisanya kepada pasien /
keluarga

100 60
40
50
0 0
0
Selalu
Kadang -
Tidak
Kadang
pernah

Selalu Kadang - Kadang Tidak pernah

Selalu : Hanya sebagian perawat yang selalu menjelaskan tentangobat yang


digunakan oleh pasien
Kadang-kadang: Dan kadang-kadang perawat menjelaskan obat ketika pasien atau
keluarga pasien bertanya tentang apa kegunaan dari obat yang di berikan

Tidak pernah: Perawat tidak pernah menjelaskan tentang obat yang diberikan pada
pasien

Terjalin kerjasama yang baik


(serah terima obat) antara farmasi dan perawat
100
100

50
0
0 0
0
Selalu
Kadang -
Kadang Tidak
pernah

Selalu Kadang - Kadang Tidak pernah

Selalu: Dilakukan dengan baik oleh perawat dan farmasi

Kadang-kadang : perawat terkadang tidak memperhatikan ketika obat datang dari


depo farmasi

Tidak pernah: perawat tidak pernah melakukan serah terima obat

5) Supervisi

Supervise selalu dilakukan secara rutin oleh


kepala ruangan
100
100

50
0
0 0
0
Selalu
Kadang -
Kadang Tidak
pernah

Selalu Kadang - Kadang Tidak pernah

Selalu: Kepala ruangan selalu melaksanakan supervise dengan baik


Kadang-kadang : kepala ruangan terkadang melakukan seupervise saat ada kegiatan
Tidak pernah: kepala ruangan tidak pernah melakukan supervisi

Pelaksanaan supervise selalu memberikan feed


back kepada perawat
100
100

50
0
0 0
0
Selalu
Kadang -
Kadang Tidak
pernah

Selalu Kadang - Kadang Tidak pernah

Selalu: Supervise selalu memberikan umpan balik kepada perawat yang jaga
Kadang-kadang: perawat tidak terlalu megikuti feedback

Tidak pernah: pelaksanaan supervise tidak diberikan feedback ke perawat


Supervise yang dilakukan di ruangan membantu
meningkatkan kinerja perawat
100
100

50
0
0 0
0
Selalu
Kadang -
Kadang Tidak
pernah

Selalu Kadang - Kadang Tidak pernah

Selalu: diruangan selalu dilakukan supervise untuk meningkatkan kinerja


keperawatan diruangan
Kadang-kadang: dilakukan saat ada kepala ruangan
Tidak pernah: kepala ruangan tidakpernah melakukan supervise

6) Dischard Planing
Perawat selalu memberi promosi kesehatan
pada pasien yang pulang
100
100

50
0
0 0
0
YA
Tidak

YA Tidak

Ya : Perawat ruangan selalu member promosi kesehatan pada pasien yang pulang
Tidak: Perawat tidak pernah memberikan penkes pada saat pasien pulang

Pemberian brosur atau leaflet tentang


kesehatan saat pasien pulang

10
10

5 0
0 0
0
YA
Tidak

YA Tidak

Tidak: Perawat ruangan tidak ada memberikan brosur atau leaflet tentang kesehatan
pada saat pasien pulang.
Ya: Perawat selalu memberikan leaflet atau penkes saat pasien pulang
Selalu melakukan pendokumentasian pada pasien
perencanaan pulang pada buku yang telah
disediakan
100
100

50
0
0 0
0
YA
Tidak

YA Tidak

Ya: Perawat ruangan selalu melakukan pendokumentasian pada pasien


Perencanaan pulang pada buku yang telah disediakan
Tidak: Perawat ruangan tidak pernah melakukan pendokumentasi perencanaan
pulang pada buku yang disediakan

7) Dokumentasi Keperawatan

Format yang digunakan dalam dokumentasi bias


memudahkan perawat dalam melakukan
pengkajian pada pasien
100
100

50
0
0 0
0
YA
Tidak

YA Tidak
Ya : Format dokumentasi yang digunakan perawat ruangan bias memudahkan
perawat dalam melakukan pengkajian pada pasien
Tidak: Format dokumentasi tidak pernah digunakan pada pengkajian pasien
pelaksanakan pendokumentasian tepat waktu
setelah melakukan tindakan
100
100

50
0
0 0
0
YA
Tidak

YA Tidak

Ya : Perawat ruangan selalu melaksanakan pendokumentasian tepat waktu setelah


melakukan tindakan
Tidak : Perawat tidak melaksanakan dukomentasi tepat waktu pada saat tindakan

Model dokumentasi yang digunakan menyita


banyak waktu perawat
100
100

50

0
0 0
0
YA
Tidak

YA Tidak

Ya: Model dokumentasi yang digunakan perawat ruangan menyita banyak waktu
perawat
Tidak: Dokumentasi tidak lah menyita banyak waktu perawat

8) Penerimaan Pasien Baru


Perawat bersedia melakukan PPB
100
100

50

0
0 0
0
Ya
Tidak

Ya Tidak

Ya : Perawat ruangan bersedia melakukan PPB


Tidak: Perawat ruang tidak bersedia melakukan PPB

Pembagian brosur atau leaflet saat


melakukan PPB

100
100

50
0
0 0
0
Ya
Tidak

Ya Tidak

Ya: Perawat selalu memberi leaflet atau brosur saat pasien mau pulang
Tidak : Perawat ruangan tidak membagikan brosur atau leflet saat melakukan PPB
Setiap selesai melakukan PPB, perawat
melakukan pendokumentasian
100
100

50
0
0 0
0
Ya
Tidak

Ya Tidak

Ya: Setiap melakukan PPB perawat ruangan selalu melakukan pendokumentasian


Tidak: Sesudah melakukan PPB perawat tidak melakukan pendokumentasian PPB

4. Pembiayaan (M4-Money)
Untuk pembiayaan pasien rumah sakit bekerja sama dengan pihak BPJS, Jasaraharja,
Pemerintah Daerah (SKTM) dan Asuransi kesehatan lainnya,
Berdasarkan informasi dari kepala ruangan (Teratai) bahwa anggaran sarana dan
prasarana menggunakan RAB yang disediakan di rumah sakit. Untuk pembayaran pegawai
ada 3 sistem yaitu PNS, BLUD dan kontrak. Untuk PNS selain dari gaji, juga mendapatkan
uang jasa langsung maupun tidak langsung, sedangkan untuk tenaga kontrak BLUD dapat
gaji dan jasa langsung maupun tidak langsung. Untuk pemeliharan ruangan sarana dan
prasarana dan alat kesehatan serta perbaikan pengadaaan dana bagi ruangan (renovasi
ruangan) pendanaan alat kesehatan, biasanya kepala ruangan akan mengajukan surat untuk
meminta barang-barang atau alat yang digunakan pada bagian penunjang, setelah itu bagian
penunjang akan akan menyerahkan ke bagian medic atau non medik dan akan diproses oleh
bagian logistik.

5. Pemasaran (M5-Marketing/Mutu)
a) Keselamatan Pasien
1. Sasaran I : Ketetapan identifikasi pasien
Diruangan Teratai pasien menggunakan identitas yang berisi nama pasien, tanggal lahir
dan nomor rekam medis yang ditulis pada gelang identitas pasien. Perawat memastikan
kembali identitas pasien saat perawat akan memberikan obat oral, obat suntikan intra
vena, mengambil darah dan melakukan tindakan perawat terlebih dahulu menanyakan
identitas pasien untuk pencocokan data.
2. Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif
Perawat diruang Teratai berupaya melakukan komunikasi kepada pasien saat akan
melakukan tindakan keperawatan, seperti memasang infus dan tindakan yang lainnya
yang berhubungan langsung dengan pasien. Perawat diruang Teratai melakukan
komunikasi dengan rekan perawat lain saat melakukan timbang terima setiap pergantian
shift.
3. Sasaran III : Peningkatan keamaanan obat yang perlu diwaspadai
Pada ruang Teratai penyimpanan obat injeksi dan oral sudah disediakan ditempat
penyimpanan tersendiri, dengan kondisi tempat penyimpanan obat yang dingin dan ber
AC. Perawat sudah berhati-hati dalam memberikan obat-obatan yaitu memvalidasi
kembali obat yang diberikan untuk pasien, namun tempat penyimpanan obat oral sendiri-
sendiri.
4. Sasaran IV : Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien
Ruang Teratai sudah menggunakan tanda identitas ruangan untuk pasien laki-laki atau
perempuan dalam melakukan tindakan keperawatan dan tindakan kolaboratif perawat
melakukan sesuai prosedur. Dalam pemberian obat oral dan obat injeksi sudah
melakukan tindakan dengan benar, memberikan obat sesuai dosis dan sesuai jam
pemberian.
5. Sasaran V : Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Perawat menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) seperti handscone saat memberikan
tindakan keperawatan. Di ruang Teratai, wastafel ada disetiap ruangan dan hand srub
diletakkan disetiap depan pintu ruang kamar pasien dan juga sudah terpampang cara cuci
tangan 6 langkah dan petunjuk 5 momen.
6. Sasaran VI : Pengurangan resiko pasien jatuh
Tersedianya penanda bed dan stiker berwarna kuning untuk Resiko jatuh, maka perawat
selalu melakukan pengkajian penilaian resiko jatuh kembali setibanya pasien di ruangan
baik pasien masuk dari IGD atau dari poli. Secara rutin melakukan pemeriksaan terhadap
pagar pengaman pada tempat tidur pasien.
7. Sasaran VII : Tenaga kesehatan/keunggulan RS
Dari segi tenaga keperawatan secara umum perawat sudah mengikuti pelatihan-pelatihan
khusus tentang perawatan luka, kemoterapi dan BHD atau BTCLS. Pelatihan-pelatihan
tersebut diikuti untuk menambah pengetahuan dan juga untuk memenuhi syarat
memperpanjang STR (surat tanda registrasi).

B. Analisis SWOT

N ANALISA STRENGTH / WEAKNEES / OPPORTUNITY THREATS /


O KEKUATAN KELEMAHAN / KESEMPATAN ANCAMAN
1 MAKP  RS memiliki  Pelaksanaan Adanya Persaingan dengan
Visi, Misi Model Mahasiswa rumah sakit yang
dan Motto MAKP Profesi Ners semakin ketat.
sebagai sudah Praktik
acuan dilaksanakan manajemen
kegiatan  Pendokumen Keperawatan dan
pelayanan tasian proses kepercayaan dari
 Sudah ada keperawatan pasien dan
model masih masyarakat cukup
MAKP yang manual baik
digunakan  Penyediaan
yaitu TIM leaflet pada
 Supervisi saat
ruangan discharge
sudah planning
dilakukan hanya
kepala dilakukan
ruangan pada saat
 Terlaksana mahasiswa
nya Profesi Ners
komunikasi praktik
yang manajemen
adekuat, keperawatan
perawat dan
tim
kesehatan
lain
 Memiliki
standar
asuhan
keperawatan
(SAK),
standar
prosedur
operasional
(SOP)
2 Operan /  Adanya  Timbang Adanya Meningkatkan
Timbang laporan terima sudah kerjasama yang kesadaran
Terima jaga dilakukan baik antara masyarakat tentang
pershif dengan baik Mahasiswa tanggung jawab dan
 Timbang tetapi belum Profesi Ners tanggung gugat
terima bersifat dengan perawat perawat sebagai
sudah formal diruangan pemberi asuhan
merupaka keperawatan
n kegiatan
rutin
setiap
hari/shif

3. Ronde  Perawat  Perawat Adanya Adanya tuntutan


Keperawatan mengerti mengerti kerjasama yang yang lebih tinggi
tentang tentang ronde baik antara dari masyarakat
ronde tapi belum Mahasiswa untuk mendapatkan
keperawat dapat Profesi Ners pelayanan
an melaksanakan dengan perawat keperawatan yang
ronde diruangan dan profesional.
keperawatan juga paramedis,
langsung dan tenaga
diruang kesehatan
perawatan. lainnya.
 Ronde
keperawatan
sudah
dilakukan
tetapi belum
bersifat
formal
4 Sentralisasi Adanya buku  Resiko salah Adanya Adanya tuntutan
Obat injeksi dan obat pemberian kerjasama yang yang lebih tinggi
oral bekerja sama obat bisa baik antara dari masyarakat
dengan depo terjadi Mahasiswa untuk mendapatkan
farmasi  Perawat Profesi Ners pelayanan
kadang- Praktik dengan keperawatan yang
kadang perawat profesional.
menginformas diruangan dapat
ikan obat memberikan
yang infromasi terkait
diberikan saat pengobatan yang
klien atau diberikan.
kelurga klien
bertanya
tentang apa
kegunaannya.

5 Sepervisi Supervisi telah Supervisi  Adanya Adanya tuntutan


dilakukan secara diruangan teratai Mahasiswa yang lebih tinggi
rutin oleh kepala sudah terjadwal Profesi Ners dari masyarakat
ruangan/katim tetapi kadang Praktik untuk mendapatkan
ada beberapa manajemen pelayanan
katim yang tidak Keperawatan keperawatan yang
mlakukan  Adanya profesional.
supervisi teguran dari
kepala
ruangan bagi
perawat yang
tidak
melaksanakan
tugas dengan
baik
6 Dischard Perawat Kurang Adanya Adanya tuntutan
Planing memberikan lengkapnya atau kerjasama yang yang lebih tinggi
pendidikan tidak baik antara dari masyarakat
kesehatan kepada tersedianya Mahasiswa untuk mendapatkan
pasien/keluarga leaflet pasien Profesi Ners pelayanan
selama dirawat pulang dan Praktik dengan keperawatan yang
atau rencana tentang perawat profesional.
pulang pengelolaan diet diruangan
pada penyakit
yang diderita.
7 Dokumentasi Format asuhan Proses Adanya Adanya tuntutan
Keperawatan keperawatan dokumentasi Mahasiswa yang lebih tinggi
sudah tersedia sudah dilakukan Profesi Ners dari masyarakat
di komputer. Praktik untuk mendapatkan
manajemen pelayanan
Keperawatan keperawatan yang
profesional.

C. Identifikasi Masalah
1. Edukasi kesehatan (Pemberian brosur atau leaflet tentang diet pola makan terhadap
penyakit yang diderita).
2. Ronde Keperawatan belum dilaksanakan secara formal.
3. Pelaksanaan SOP Sentralisasi Obat terhadap kepuasan pasien.
4. Sistem sosialisasi peraturan pada pasien dan keluarga belum maksimal

D. Plan Of Action
NO MASALAH TUJUAN SASARAN PROGRAM INDIKATOR EVALUASI
/KEGIATAN KEBERHASILAN
1 Pemberian Agar pasien taat Pasien yang Mensosialisasikan Setelah dilakukan Hasil dan
brosur atau dan mengingat ada di tentang guna sosialisasi tentang edukasi
leaflet tentang ruangan pemberian brosur guna pemberian serta
tentang pentingnya atau leaflet pada brosur atau leaflet pemberian
kesehatan masalah pasien yang diharapkan pasien leaflet
saat pasien kesehatan yang pulang mampu pasien dan
pulang harus di jaga menerapkan keluarga
atau di hindari tentang kesehatan lebih
saat pasien pulang mengingat
hal yang
harus dijaga
atau
dihindari
pasca sakit
2 Ronde - Menumbuhkan Pasien yang Mensosialisasikan Peserta ronde Klien
Keperawatan cara berpikir ada di kasus yang mengikuti kegiatan merasa puas
belum kritis. ruangan dialami klien dan dari awal sampai dengan hasil
dilaksanakan - Meningkatkan juga untuk akhir. pelayanan
secara kemampuan memberikan Seluruh peserta dan kasus
formal dalam menilai perawatan guna berperan aktif klien dapat
hasil kerja. meningkatkan dalam kegiatan teratasi.
- Meningkatkan kemampuan ronde.
kemampuan dalam menilai
untuk hasil kerja /
memodifikasi keberhasilan
rencana dalam
perawatan. pengelolaan suatu
masalah.
3 Pelaksanaan Meningkatkan Perawat Menjelaskan / Terciptanya Pasien dan
SOP pelayanan yang yang ada di menginformasikan kepuasan terhadap keluarga
Sentralisasi berkualitas ruangan setiap obat injeksi pelayanan yang merasa puas
Obat sesuai dengan atau oral yang diberikan sehingga terhadap
keinginan pasien diberikan kepada rumah sakit dapat pelayanan.
sehingga pasien tentang memperoleh pasien
menjamin kegunaan obat yang lebih banyak
kepuasan pasien. yang diberikan. dan kemampuan
untuk
mempertahankan
pasiennya.
4 Sistem Bertujuan agar Pasien yang Mensosialisasikan Pasien, keluarga, Pasien,
sosialisasi pasien, keluarga ada peraturan pada dan pengunjung keluarga,
peraturan pasien, dan diruangan, pasien dan dapat mengikuti dan
pada pasien pengunjung keluarga, keluarga, serta tata tertib di pengunjung
dan keluarga dapat mengikuti dan memberikan tata ruangan. merasa puas
belum tata tertib yang pengunjung. tertib diruangan terhadap
ada diruangan. secara tertulis. pelayanan
maksimal
BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengkajian dan wawancara yang dilakukan Di ruang Teratai, telah
ditemukan prioritas masalah yaitu :
1. Berdasarkan hasil dari observasi kami di ruang Teratai sistem sosialisasi peraturan
pada pasien dan keluarga belum maksimal.
Menurut penelitian Balqis Wasliati, dkk (2021) dengan judul Sosialisasi Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di RSUD Lubuk Pakam Deli Serdang bawha Keseluruhan
tenaga kesehatan dan masyarakat memahami tentang bahaya merokok namun tetap
melaksanakan kegiatan merokok dengan alasan kecanduan dengan rokok. Sosialisasi
KTR memberikan pemahaman bahwa RSUD Deli Serdang memiliki peraturan untuk
menerapkan dan mendukung KTR yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kemenkes.
Selain itu, menurut penelitian Renata Anisa, dkk yang berjudul Media Informasi Dan
Promosi Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (2022) Media komunikasi yang dinilai
efektif oleh tim promosi kesehatan rumah sakit adalah media internal cetak seperti poster
atau baligo yang disimpan di depan rumah sakit, dimana informasi tersebut dapat dilihat
dan dijangkau seluruh pasien, keluarga, dan sdm rumah sakit.
Dari hasil pengamatan di ruang Teratai tidak ada peraturan secara resmi tertulis tersedia
di ruangan teratai namun ada beberapa tulisan himbauan yang mengatakan supaya tidak
ada penjual keluar masuk, tidak melepaskan alas kaki, selalu menjaga kebersihan
ruangan, jam kunjungan dan menghindari membawa anak usia dibawah 12 tahun.
Peraturan tata tertib rumah sakit masih belum tertulis secara baku di depan pintu masuk
ruangan sehingga masih tidak dapat dipatuhi optimal oleh keluarga pasien dan
pengunjung. Pada kenyataannya masih ada keluarga pasien yang membesuk diluar jam
kunjungan di ruangan, tidak menjaga kebersihan ruangan, dan masih ada yang
membawa anak usia dibawah 12 tahun ke rumah sakit. Untuk mengatasi masalah
tersebut diharapkan adanya kerjasama dengan petugas keamanan dalam hal mengontrol
kunjungan keluarga pasien. Selain itu, perlu ditambahkannya peraturan baru yaitu
keluarga atau pengunjung diharapkan selalu memakai pelindung kesehatan seperti
masker ketika berada di lingkungan infeksius terutama di ruang Teratai.
2. Berdasarkan hasil dari observasi kami di ruang Teratai Ronde keperawatan masih
belum dilaksanakan secara maksimal.
Penelitian 1
Judul : Peningkatan kualitas pelayanan keperawatan melalui ronde dan
pendokumentasian
Oleh : Tita Rohita, Krisna Yetti
Penilitian ini mengunakan metode yang digunakan dalam upaya peningkatan kualitas
pelayanan keperawatan di RSUD Kota Depok yaitu studi kasus dengan pendekatan
eksplorasi deskriptif untuk mengkaji data mengenai fungsi manajemen dan masalah
manajemen keperawatan di rumah sakit. Pada fase awal dilakukan identifikasi masalah
dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan menggunakan kuesioner. Kuesioner
dibagikan kepada 21 perawat sebagai responden. Data yang diperoleh dari hasil wawancara,
observasi dan kuesioner dikelompokkan dan dilakukan analisa. Analisa data menggunakan
analisa strengths, weaknesses, opportunities, dan threats (SWOT) serta diagram fish bone,
penentuan masalah manajemen keperawatan dilakukan dengan menggunakan metode Fokus
Group Discussion (FGD). Disepakati bersama prioritas masalah manajemen keperawatan
yang akan diselesaikan bersama dengan menggunakan suatu inovasi perubahan di RSUD
Kota Depok. Program inovasi dibuat secara rinci dalam bentuk Plan of Action (POA) yang
dibuat bersama pada saat FGD sehingga program tersebut menjadi program kerja bersama
yang akan dilakukan dan diupayakan bersama demi peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan di RSUD Kota Depok. Pemecahan masalah keperawatan yang diambil
menggunakan pendekatan Plan, Do, Check, and Action (PDCA).
Berdasarkan hasil kuesioner yang diberikan kepada perawat di ruangan sejumlah 21
orang, diperoleh data bahwa perawat sebagian besar berjenis kelamin perempuan (85,7%).
Perawat memiliki usia rata rata berumur 31 sd 40 tahun dengan latar belakang pendidikan
D3 keperawatan. Perawat di RSUD Kota Depok sebagian besar baru bekerja kurang dari 5
tahun (85,7%). Selain dari data dasar, terkaji juga pengetahuan perawat tentang pelaksanaan
ronde keperawatan dan pendokumentasian asuhan keperawatan melalui kuesioner, data di
peroleh terjadi peningkatan pengetahuan terkait definisi, tujuan, waktu, prosedure
pelaksanaan. Dari sebelum 68% menjadi 85%. Pelaksanaan ronde keperawatan merupakan
strategi yang efektif untuk melakukan perubahan dalam melakukan perawatan kepada pasien
(2). Hal ini merupakan peningkatan yang baik yang dapat menunjukkan bahwa
impelementasi yang dilakukan dinilai efektif untuk meningkatkan pengetahuan perawat,
serta menunjukan bahwa kepala ruangan, ketua tim dan perawat menyadari tentang
pentingnya pelaksanaan ronde keperawatan bagi perawat dan pasien di ruangan.
Penelitian 2

Judul : Motivasi perawat dan gaya kepemimpinan terhadap ronde keperawatan


Oleh : Rian Maylina Sari, M. Arifki Zainaro
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain Cross Sectional yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan motivasi perawat dan gaya kepemimpinan terhadap
ronde keperawatan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang
bekerja di Ruang Rawat Inap Bedah RSUD Raden Mattaher Jambi yang berjumlah 38 orang
perawat. Teknik pengambilan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total
sampling, sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 38 perawat. Pengumpulan data
dilakukan dengan kuesioner dan analisis data yang digunakan adalah analisis Univariat dan
Bivariat menggunakan uji statistik Chi-square.
Hasil penelitian pada gambaran ronde keperawatan, menunjukkan bahwa dari 38
responden, sebagian besar ikut serta melakukan ronde keperawatan sebanyak 22 (57,9%)
responden dan sebanyak 16 responden (42,1%) tidak ikut serta melakukan ronde
keperawatan. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah
melaksanakan ronde keperawatan yang dilakukan secara rutin 2 kali setiap bulannya.
Sedangkan sebagian kecil belum secara optimal melakukan ronde keperawatan di setiap
ruangannya. Hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya didapatkan Ronde keperawatandi
ruangan Dahlia RSUD Umbu Rara Meha Waingapu Sumba Timur dinyatakan kurang baik,
hal ini didapatkan pada 12 (100%) perawat. Berdasarkan hasil penelitian maka untuk
meningkatkan ronde keperawatan maka diperlukan persiapan bagi seluruh perawat dalam
melakukan ronde dengan menerapkan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan
ronde dan memberikan informed consent kepada klien atau keluarga (Andung, Sudiwati, &
Maemunah, 2017).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 38 responden, 55,3% memiliki motivasi
rendah, 71,1% dengan gaya kepemimpinan baik dan 57,9% yang melakukan ronde
keperawatan. Tidak terdapat hubungan motivasi perawat terhadap ronde keperawatan dengan
p value 0,002 > 0,05. Terdapat hubungan gaya kepemimpinan terhadap ronde keperawatan
karena nilai p value 0,002<0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan mempengaruhi ronde keperawatan.
Penelitian 3

Judul : Pengaruh pelatihan ronde keperawatan terhadap kinerja perawat dalam asuhan
keperawatan di rs royal prima medan
Oleh : Juwita Verawati Siahaan, Albiner Siagian, Evi Karota Bukit
Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperiment dengan pretest-posttest with
control group design. Lokasi penelitian adalah Rumah Sakit Royal Prima Medan dan
penelitian dilakukan pada tanggal 10 November-10 Desember 2016.
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 64 perawat yaitu 32 perawat pada
kelompok kontrol dan 32 perawat pada kelompok intervensi dengan cara peneliti terlebih
dahulu melakukan randomisasi yaitu peneliti mengalokasikan sampel penelitian ke dalam
dua kelompok berdasarkan kriteria yang telah ditentukan peneliti untuk menciptakan
karakteristik antar kelompok kontrol dengan kelompok intervensi hampir sama dalam
penelitian (Polit & Beck, 2012). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi: 1) Rentang
usia 21-45 tahun, 2) Masa kerja lebih dari 3 bulan sebagai perawat, 3) Pendidikan minimal
D-III keperawatan, dan 4) Perawat yang bekerja di ruang rawat inap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pelatihan ronde keperawatan
terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di RS. Royal Prima Medan. Hal ini
menunjukkan bahwa pelatihan ronde keperawatan telah memberi implikasi terhadap
peningkatan kemampuan perawat baik dari aspek pengetahuan maupun keterampilan
perawat dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga kinerja perawat dalam pemberian
asuhan keperawatan semakin optimal.
3. Berdasarkan hasil dari observasi kami di ruang Teratai sistem Pelaksanaan SOP
Sentralisasi Obat belum maksimal.
Penelitian 1

Judul : Penerapan Sop Sentralisasi Obat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap
Oleh : Maria Yulita Meo, Adelheid R.Herminsih, Handrianus Demu
Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan crosssectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua pasien rawat inap di Ruangan Flamboyan sebanyak 33 orang.
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pasien rawat inap di Ruangan Flamboyan
RSUD dr T.C. Hillers Maumere sebanyak 30 responden. Pengambilan menggunakan teknik
purposive. Analisa bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi square.
Hasil Analisa bivariat menggunakan uji chi square menunjukan bahwa ada hubungan
pelaksanaan SOP sentralisasi obat dengan kepuasan pasien. Hasil uji chi square diperoleh p
value (0,000) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan pelaksanaan sentralisasi obat dengan kepuasan pasien di Ruangan Flamboyan
RSUD dr. T.C Hillers Maumere. Nilai Z hitung 19.027 > Z tabel 3,841 maka H0 ditolak Ha
diterima. Pelaksanaan sentralisasi obat dengan kepuasan pasien adalah dua faktor yang
sejalan. Pelaksanaan sentralisasi obat yang dilaksanakan dapat menyebabkan kepuasan
pasien sedangkan pelaksanaan sentralisasi obat yang tidak dilaksanakan dapat menyebabkan
ketidakpuasan pasien. Hal ini didukung oleh penelitian Asmuji (2012) yang menyatakan
bahwa perawat harus mempunyai tanggung jawab besar dalam pelayanan yang berkualitas
sesuai keinginan pasien sehingga menjamin kepuasan pasien terhadap sentralisasi obat
Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan
dan mengolah suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan
untuk mempertahankan pasiennya. Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan
kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk mendapatkan
pelanggan (junaidi, 2012).
Penelitian 2

Judul : Ketepatan pemberian obat berhubungan dengan sentralisasi obat di rsud sidoarjo
Oleh : Aprilia, Nursalam, Candra Panji Asmoro
Desain penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif korelasional dengan
pendekatan cross-sectional dengan populasi adalah perawat rawat inap RSUD Sidoarjo.
Besar sampel sejumlah 114 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Pengambilan sampel menggunakan nonprobablity sampling tipe purposive sampling. Peneliti
menggunakan sampel sesuai dengan kriteria tertentu yang dikehendaki oleh peneliti.
Penelitian dilakukan pada tanggal 22–25 Juli 2016.
Variabel independen penelitian adalah sentralisasi obat, kepemimpinan tim tentang
sentralisasi obat, dan pengetahuan perawat tentang sentralisasi obat. Variabel dependen
penelitian adalah ketepatan pemberian obat. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner
meliputi kuesioner sentralisasi obat yang dikembangkan berdasarkan tahapan sentralisasi
obat yaitu tahap penerimaan obat dan tahap pembagian obat oleh Nursalam (2015),
kuesioner kepemimpinan tim tentang sentralisasi obat yaitu penugasan, pengarahan, dan
pendelegasian wewenang oleh Sari (2009), kuesioner pengetahuan perawat tentang
sentralisasi obat yaitu definisi, tujuan, dan teknik pengelolaan sentralisasi obat oleh
Nursalam (2015), dan kuesioner ketepatan pemberian obat yaitu tepat pasien, tepat obat,
tepat dosis, tepat rute, tepat waktu, tepat dokumentasi, dan waspada efek samping oleh Putri
(2014). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik Regresi Logistik Ganda
dengan tingkat signifikansi α > 0,05.
Tes biner Regresi Logistik menunjukkan tingkat signifikansi antara Sentralisasi obat
dengan ketepatan pemberian obat (P = 0,501), kepemimpinan tim dengan ketepatan
pemberian obat (P = 0,874), dan pengetahuan nurses`s dengan ketepatan pemberian obat (P =
0,243). Diskusi: Penelitian ini menyimpulkan Sentralisasi obat, kepemimpinan tim, dan
pengetahuan nurse`s yang baik. Tapi, ada perawat yang memiliki nilai negatif pada ketepatan
pemberian obat, obat namun tepat di RSUD Sidoarjo memiliki nilai positif mayoritas.
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil pengkajian dan wawancara yang dilakukan di ruang Teratai, telah
ditemukan masalah meliputi :
1. Edukasi Kesehatan (pemberian brosur atau leaflet tentang diet pola makan
terhadap penyakit yang diderita).
2. Ronde Keperawatan belum dilaksanakan secara formal.
3. Pelaksanaan SOP Sentralisasi Obat terhadap kepuasan pasien
4. Sistem sosialisasi peraturan pada pasien dan keluarga belum maksimal

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas kami berharap beberapa pihak sebagai berikut :


1. Kepala Ruang dan Ketua Tim
a. Melakukan audit keperawatan secara berkala pada pasien yang akan pulang atau
dalam proses perawatan
b. Melakukan supervisi kinerja pelaksana secara rutin dan berkala
c. Melaporkan kepada pihak rumah sakit mengenai jika adanya kerusakan fasilitas
rumah sakit yang perlu diperbaiki
2. Perawat Pelaksana
a. Melakukan asuhan keperawatan sesuai intervensi yang telah diberikan ketua
Tim dengan mempertimbangkan Evidence based
b. Disiplin dalam ketepatan waktu dinas, Sehingga, pre dan post conference dapat
terlaksana sesuai jadwal.
3. Mahasiswa Praktik
Mahasiswa yang akan datang diharapkan dapat memantau hasil residensi terdahulu
khususnya di ruang percontohan dan menambah kegiatan lain yang belum dapat
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Arwani & Heru Suprayitno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC

Balqis Wasliati, dkk. 2021. Sosialisasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di RSUD

Lubuk Pakam Deli Serdang . Jurnal Pengabdian Masyarakat .1(1)

Febriani, N., & Maulina, A. (2019). PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG


PENERAPAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN INSIDEN PADA PASIEN
RESIKO JATUH. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 2(1).

Gina Meirawaty, Kurniawan Yudianto. 2019. Field Experience : Manajemen Strategis pada

Proses Manajemen Keperawatan. MKK 2(2)

Neila Fauzia, Risna. 2020. Tingkat Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Standar

Operasional Prosedur Pemasangan Infus. JRR. 2(2)

Neri, R. A., Lestari, Y., & Yetti, H. (2018). Analisis Pelaksanaan Sasaran Keselamatan
Pasien Di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Padang Pariaman. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7, 48-55.

Renata Anisa, dkk. (2022) yang berjudul Media Informasi Dan Promosi Kesehatan Rumah

Sakit Umum Daerah.

Sugiyanto. 1999. Lokakarya Mutu Keperawatan dan Holistik Nursing: Mutu Pelayanan

Kesehatan. Surakarta

Suchri Suarli & Yanyan Bahtiar. 2007. Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan

Praktis. Bandung: Balatin Pratama

Yusnilawati. 2019. Hubungan Penerapan Metode Tim dengan Kinerja Perawat Pelaksana

diRSJD Provinsi Jambi dan RSUD Abdul Manafa Kota Jambi . Jurnal Ilmiah Ilmu

Terapan Universitas Jambi, 1(6).3

Anda mungkin juga menyukai