Anda di halaman 1dari 745

Kata Pengantar

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004


tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditetapkan bahwa
operasional BPJS Kesehatan dimulai sejak tanggal 1
Januari 2014.

BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksana merupakan


badan hokum publik yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Tujuan diberlakukannya
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar
oleh Pemerintah.

Masyarakat sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional


dan stakeholders terkait, khususnya fasilitas kesehatan
baik tingkat pertama maupun tingkat rujukan, perlu
mengetahui prosedur dan kebijakan pelayanan kesehatan
di era JKN. Untuk itu diperlukan Manual Pelaksanaan JKN
- BPJS Kesehatan yang berisi Kumpulan Panduan Praktis
Layanan BPJS Kesehatan dan Peraturan Pelaksanaannya.

iii
Adapun Manual Pelaksanaan JKN - BPJS Kesehatan ini
terdiri dari:
1. Panduan Layanan bagi Peserta BPJS Kesehatan,
2. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan (Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama, Tingkat Lanjutan dan
Pelayanan Kesehatan Lainnya),
3. Panduan Praktis Administrasi Klaim Fasilitas
Kesehatan BPJS Kesehatan (Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama, Tingkat Lanjutan dan Pelayanan
Kesehatan Lainnya),
4. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama,
5. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Tingkat
Lanjutan,
6. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Lainnya
7. Seputar BPJS Kesehatan (dalam bentuk kumpulan
tanya jawab),
8. Regulasi terkait BPJS Kesehatan.

Diharapkan Manual Pelaksanaan JKN - BPJS Kesehatan


yang berisi Kumpulan Panduan Praktis Layanan BPJS
Kesehatan dan Peraturan Pelaksanaannya ini, dapat
membantu pemahaman tentang hak dan kewajiban
stakeholders terkait baik Dokter/ Dokter Gigi yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, Fasilitas Kesehatan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, Peserta BPJS

iv
Kesehatan, maupun pihak-pihak yang memerlukan
informasi tentang program Jaminan Kesehatan Nasional.

Tentu saja, pada perkembangannya Manual Pelaksanaan


JKN - BPJS Kesehatan yang berisi Kumpulan Panduan
Praktis Layanan BPJS Kesehatan dan Peraturan
Pelaksanaannya ini dapat saja direvisi dan diterapkan
berdasarkan dinamika pelayanan yang dapat berkembang
menurut situasi dan kondisi di lapangan serta perubahan
regulasi terbaru.

Selamat membaca. Semoga bermanfaat.

Direktur Utama BPJS Kesehatan

Dr. dr. Fachmi Idris, M.Kes.

v
w
viii
BAB I KEPESERTAAN

1
2
PESERTA JAMINAN KESEHATAN
Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah
membayar iuran, meliputi :
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI)
: fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan
penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
(Non PBI), terdiri dari :
• Pekerja Penerima Upah dan anggota
keluarganya
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;

3
e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f. Pegawai Swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f
yang menerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia
paling singkat 6 (enam) bulan

• Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota


keluarganya
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja
mandiri; dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang
bukan penerima Upah
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia
paling singkat 6 (enam) bulan

• Bukan Pekerja dan anggota keluarganya


a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima Pensiun, terdiri dari :
- Pegawai Negeri Sipil yang berhenti
dengan hak pensiun;
- Anggota TNI dan Anggota Polri yang

4
berhenti dengan hak pensiun;
- Pejabat Negara yang berhenti dengan
hak pensiun;
- Janda, duda, atau anak yatim piatu dari
penerima pensiun yang mendapat hak
pensiun;
- penerima pensiun lain; dan
- Janda, duda, atau anak yatim piatu dari
penerima pensiun lain yang mendapat
hak pensiun.
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari
Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a
sd e yang mampu membayar iuran.

ANGGOTA KELUARGA YANG DITANGGUNG


1. Pekerja Penerima Upah :
• Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang
sah (anak kandung, anak tiri dan/atau anak
angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

5
• Anak kandung, anak tiri dari perkawinan
yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan
kriteria:
a. Tidak atau belum pernah menikah atau
tidak mempunyai penghasilan sendiri;
b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun
atau belum berusia 25 (dua puluh lima)
tahun yang masih melanjutkan pendidikan
formal.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja :
Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga
yang diinginkan (tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga
tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan seterusnya,
ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga
tambahan, yang meliputi kerabat lain seperti
Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll

HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA


Hak Peserta
1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah
untuk memperoleh pelayanan kesehatan;

6
2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang
hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan; dan
4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan
saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS
Kesehatan.

Kewajiban Peserta
1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta
membayar iuran yang besarannya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku ;
2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena
pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran,
pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan
tingkat I;
3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang
atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak.
4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara
pelayanan kesehatan.

7
PENDAFTARAN MENJADI PESERTA
Proses pendaftaran menjadi peserta BPJS Kesehatan
dapat dilakukan secara kolektif maupun perorangan,
dengan ketentuan sebagai berikut :

I. PEKERJA PENERIMA UPAH


A. Pendaftaran secara kolektif :
• Mengisi dan menyerahkan Formulir Daftar
Isian Peserta serta melampirkan Pas foto
berwarna terbaru ukuran 3 x 4 cm masing-
masing 1 (satu) lembar.
• Pendaftaran secara berkelompok kolektif
disampaikan dalam bentuk format data
yang disepakati.

B. Pendaftaran secara perorangan :

a. Pemberi Kerja Penyelenggara Negara, terdiri


dari :
1) Pejabat Negara : Mengisi Formulir Daftar
Isian Peserta (FDIP) dilampiri dengan pas
foto berwarna terbaru masing-masing
1 (satu) lembar ukuran 3 cm x 4 cm
(kecuali bagi anak usia balita), serta

8
menunjukkan / memperlihatkan
dokumen sebagai berikut :
a) Asli/foto copy petikan SK Penetapan
sebagai Pejabat Negara yang
dilegalisasi;
b) Asli/foto copy Daftar Gaji yang
dilegalisasi oleh pimpinan unit kerja;
c) Asli/foto copy KP4 yang dilegalisasi;
d) Asli/foto copy Kartu Keluarga dan
KTP (diutamakan KTP elektronik);
e) Foto copy surat nikah;
f) Foto copy akte kelahiran anak/surat
keterangan lahir/SK Pengadilan
Negeri untuk anak angkat;
g) Surat Keterangan dari sekolah/
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
usia ke 25 tahun).

2) Pegawai Negeri Sipil ; Mengisi Formulir


Daftar Isian Peserta (FDIP) yang di tanda
tangani oleh pimpinan unit kerja dan
stempel unit kerja. Daftar Isian Peserta
dilampiri dengan pas foto terbaru
masing-masing 1 (satu) lembar ukuran

9
3x4 cm (kecuali bagi anak usia balita);
serta menunjukkan/ memperlihatkan
dokumen sebagai berikut :
a) Asli/foto copy SK PNS terakhir;
b) Asli/foto copy Daftar Gaji yang
dilegalisasi oleh pimpinan unit kerja;
c) Asli/foto copy KP4 yang dilegalisasi
d) Asli/foto copy Kartu Keluarga dan
KTP (diutamakan KTP elektronik);
e) Foto copy surat nikah;
f) Foto copy akte kelahiran anak/surat
keterangan lahir/SK Pengadilan
Negeri untuk satu anak angkat yang
ditanggung;
g) Surat Keterangan dari sekolah/
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
usia ke 25 tahun).

3) Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan


pada BUMN/BUMD ; Mengisi Formulir
Daftar Isian Peserta (FDIP) yang di tanda
tangani oleh pimpinan unit kerja dan
stempel unit kerja. Daftar Isian Peserta

10
dilampiri dengan pas foto terbaru
masing-masing 1 (satu) lembar ukuran
3x4 cm (kecuali bagi anak usia balita);
serta menunjukkan/ memperlihatkan
dokumen sebagai berikut :
a) Asli/foto copy SK PNS yang
dipekerjakan pada BUMN/BUMD;
b) Asli/foto copy Daftar Gaji yang
dilegalisasi oleh pimpinan unit kerja;
c) Asli/foto copy Kartu Keluarga dan
KTP (diutamakan KTP elektronik);
d) Foto copy surat nikah;
e) Foto copy akte kelahiran anak/surat
keterangan lahir/SK Pengadilan
Negeri untuk anak angkat;
f) Surat Keterangan dari sekolah/
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
usia ke 25 tahun).

4) Anggota TNI dan POLRI ; Mengisi


Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP)
dengan melampirkan pas foto terbaru
masing-masing 1 (satu) lembar ukuran

11
3x4 cm (kecuali bagi anak usia balita)
serta menunjukkan/memperlihatkan
dokumen sebagai berikut :
a) Asli/foto copy SK kepangkatan
terakhir;
b) Asli/foto copy Daftar Gaji yang
dilegalisasi oleh pimpinan unit kerja;
c) Asli/foto copy KU 1 yang dilegalisasi;
d) Asli/foto copy Kartu Keluarga dan
KTP (diutamakan KTP elektronik);
e) Foto copy surat nikah;
f) Foto copy akte kelahiran anak/surat
keterangan lahir/SK Pengadilan
Negeri untuk satu anak angkat yang
ditanggung;
g) Surat Keterangan dari sekolah/
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
usia 25 tahun).

5) Pejabat Negara Non Pegawai Negeri


(Presiden, Menteri, Gubernur/Wkl
Gubernur, Bupati/Wkl Bupati, Walikota/

12
Wakil Walikota, DPR, DPD, DPRD) ;
Mengisi Formulir Daftar Isian Peserta
(FDIP) dengan melampirkan pas
foto berwarna terbaru ukuran 3x4
cm masing-masing 1 (satu) lembar
(kecuali bagi anak usia balita) serta
menunjukkan/memperlihatkan
dokumen sebagai berikut :
a. Asli/foto copy SK pengangkatan
sebagai pejabat Negara;
b. Asli/foto copy Kartu Keluarga dan
KTP (diutamakan KTP elektronik);
c. Foto copy surat nikah;
d. Foto copy akte kelahiran anak/surat
keterangan lahir/SK Pengadilan
Negeri untuk anak angkat;
e. Surat Keterangan dari sekolah/
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
usia 25 tahun).

6) Pegawai Pemerintah Non Pegawai


Negeri; Mengisi Formulir Daftar Isian

13
Peserta (FDIP) dengan melampirkan
pas foto berwarna terbaru ukuran 3x4
cm masing-masing 1 (satu) lembar
(kecuali bagi anak usia balita) serta
menunjukkan/memperlihatkan
dokumen sebagai berikut :
a) Asli/foto copy SK Pengangkatan dari
kementerian/lembaga;
b) Asli/foto copy Daftar Gaji yang
dilegalisasi oleh pimpinan unit kerja;
c) Foto copy KTP (diutamakan KTP
elektronik);
d) Foto copy surat nikah;Foto copy akte
kelahiran anak/surat keterangan
lahir/SK Pengadilan Negeri untuk
anak angkat;
e) Surat Keterangan dari sekolah/
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
usia 25 tahun).

b. Pegawai Swasta/Badan Usaha/Badan


Lainnya; Mengisi Formulir Daftar Isian
Peserta (FDIP) dengan melampirkan pas

14
foto berwarna terbaru ukuran 3x4 cm
masing-masing 1 (satu) lembar (kecuali
bagi anak usia balita) serta menunjukkan/
memperlihatkan dokumen sebagai
berikut :
1) Bukti diri sebagai Tenaga Kerja /
karyawan aktif pada perusahaan;
2) Perjanjian Kerja / SK pengangkatan
sebagai pegawai;
3) Asli/foto copy Kartu Keluarga dan KTP
(diutamakan KTP elektronik);;
4) Bukti potongan iuran Jaminan
Kesehatan;
5) Foto copy surat nikah;
6) Foto copy akte kelahiran anak/surat
keterangan lahir/SK Pengadilan Negeri
untuk anak angkat;
7) Bagi WNA menunjukan Kartu Ijin Tinggal
Sementara/Tetap (KITAS/KITAP).

II. PEKERJA BUKAN PENERIMA UPAH

A. Pendaftaran secara kolektif :

15
• Mengisi dan menyerahkan Formulir Daftar
Isian Peserta serta melampirkan Pas foto
berwarna terbaru ukuran 3 x 4 cm masing-
masing 1 (satu) lembar.
• Pendaftaran secara berkelompok kolektif
disampaikan dalam bentuk format data
yang disepakati.

B. Pendaftaran secara perorangan :

1) Pekerja diluar Hubungan Kerja atau Pekerja


Mandiri ; Mengisi Formulir Daftar Isian
Peserta (FDIP) serta melampirkan pas foto
terbaru masing-masing 1 (satu) lembar
ukuran 3x4 cm (kecuali bagi anak usia balita),
serta menunjukkan/memperlihatkan
dokumen sebagai berikut :
a) Asli/foto copy Kartu Keluarga dan KTP
(diutamakan KTP elektronik);
b) Foto copy surat nikah
c) Foto copy akte kelahiran anak/
surat keterangan lahir yang menjadi
tanggungan.

16
d) Bagi WNA menunjukan Kartu Ijin
Tinggal Sementara/Tetap (KITAS/
KITAP).

2) Kelompok Paguyuban/Koperasi/Asosiasi ;
Mengisi Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP)
dengan melampirkan pas foto terbaru
masing-masing 1 (satu) lembar ukuran 3
cm x 4 cm (kecuali bagi anak usia balita),
serta menunjukkan/memperlihatkan
dokumen sebagai berikut :
a) Asli/foto copy Kartu Keluarga dan KTP
(diutamakan KTP elektronik);
b) Bagi WNA menunjukan Kartu Ijin
Tinggal Sementara/Tetap (KITAS/
KITAP)

III. BUKAN PEKERJA

A. Pendaftaran secara kolektif :


• Jumlah anggota kelompok minimal 2 (dua)
anggota;
• Mengisi dan menyerahkan Formulir Daftar
Isian Peserta serta melampirkan Pas foto

17
berwarna terbaru ukuran 3 cm x 4 cm
masing-masing 1 (satu) lembar.
• Pendaftaran secara berkelompok kolektif
disampaikan dalam bentuk format data
yang disepakati.

B. Pendaftaran secara perorangan :

1) Investor ; Mengisi Formulir Daftar Isian


Peserta (FDIP) dan melampirkan Pas
foto terbaru ukuran 3 x 4 cm sejumlah
1 (satu) lembar, dengan menunjukan/
memperlihatkan :
a) Asli/foto copy Kartu Keluarga/KTP
b) Bagi WNA menunjukan Kartu Ijin Tinggal
Sementara/Tetap (KITAS/KITAP).

2) Pemberi Kerja ; Mengisi Formulir Daftar


Isian Peserta (FDIP)dan melampirkan pas
foto terbaru ukuran 3x4 cm sejumlah 1
(satu) lembar, dengan menunjukan/
memperlihatkan:

18
a) Asli/foto copy Kartu Keluarga/KTP
b) Bagi WNA menunjukan Kartu Ijin Tinggal
Sementara/Tetap (KITAS/KITAP).

3) Penerima Pensiun :
• Penerima Pensiun PNS ; Mengisi
Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP) serta
melampirkan pas foto terbaru ukuran 3
x 4 cm sejumlah 1 (satu) lembar, dengan
menunjukan/memperlihatkan:
a) Asli/foto copy Kartu Keluarga/KTP;
b) Asli/fotocopy surat tanda bukti
penerima pensiun atau KARIP;
c) Fotocopy surat nikah
d) Asli/Fotocopy akte kelahiran anak/
keterangan lahir, surat keputusan
pengadilan negeri untuk anak
angkat;
e) Surat keterangan sekolah /
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
25 tahun).

19
• Penerima Pensiun Pejabat Negara ;
Mengisi Formulir Daftar Isian Peserta
(FDIP) dan melampiri pas foto terbaru
ukuran 3 x 4 cm sejumlah 1 (satu)
lembar dengan menunjukan /
memperlihatkan :
a) Asli/foto copy Kartu Keluarga/KTP
b) Fotocopy surat tanda bukti penerima
pensiun atau KARIP
c) Fotocopy surat nikah, akte kelahiran
anak/keterangan lahir, surat
keputusan pengadilan negeri untuk
anak angkat .
d) Surat keterangan sekolah /
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
25 tahun).

• Penerima Pensiun TNI dan POLRI ;


Mengisi Formulir Daftar Isian Peserta
(FDIP) dan melampirkan pas foto
terbaru ukuran 3 x 4 cm sejumlah 1
(satu) lembar dengan menunjukan /
memperlihatkan :

20
a) Asli/foto copy Kartu Keluarga/KTP;
b) Fotocopy surat tanda bukti penerima
pensiun atau Kartu tanda peserta
ASABRI;
c) Fotocopy surat nikah;
d) Fotocopy akte kelahiran anak/
keterangan lahir, surat keputusan
pengadilan negeri untuk anak
angkat;
e) Surat keterangan sekolah /
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
25 tahun).

• Perintis Kemerdekaan; Mengisi


Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP) dan
melampiri pas foto terbaru ukuran 3 x
4 cm sejumlah 1 (satu) lembar dengan
menunjukan / memperlihatkan :
a) Asli/foto copy Kartu Keluarga/KTP;
b) SKEP Perintis Kemerdekaan;
c) Fotocopy surat nikah

21
d) Fotocopy akte kelahiran anak/
keterangan lahir, surat keputusan
pengadilan negeri untuk anak
angkat;
e) Surat keterangan sekolah /
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
25 tahun).

• Veteran; Mengisi Formulir Daftar Isian


Peserta (FDIP) dan melampirkan pas
foto terbaru ukuran 3 x 4 cm sejumlah
1 (satu) lembar dengan menunjukan /
memperlihatkan :
a) Asli/foto copy Kartu Keluarga/KTP;
b) Asli/foto copy piagam petikan SK
Pengesahan Gelar Kehormatan
Veteran RI;
c) Fotocopy surat nikah;
d) Fotocopy akte kelahiran anak/
keterangan lahir, surat keputusan
pengadilan negeri untuk anak
angkat;

22
e) Surat keterangan sekolah /
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
25 tahun).

• Penerima Program Pensiun Badan Usaha/


Badan Lainnya; Mengisi Formulir Daftar
Isian Peserta (FDIP) dan melampirkan
pas foto terbaru ukuran 3 cm x 4
cm sejumlah 1 (satu) lembar dengan
menunjukan /memperlihatkan asli/
foto copy Kartu Keluarga dan KTP.

• Janda/Duda/Anak Yatim/Anak Piatu


dan Anak Yatim Piatu dari Penerima
Pensiun PNS / TNI / Polri / Pejabat Negara
/ Veteran/Perintis Kemerdekaan; dengan
ketentuan mengisi Formulir Daftar Isian
Peserta (FDIP) dan melampiri pas foto
terbaru ukuran 3 x 4 cm sejumlah 1
(satu) lembar dengan menunjukan /
memperlihatkan:
a) Asli/foto copy Kartu Keluarga dan
KTP;

23
b) Surat Keputusan Janda/Duda/Anak
Yatim/Anak Piatu dan Anak Yatim
Piatu;
c) Fotocopy akte kelahiran anak/
keterangan lahir, surat keputusan
pengadilan negeri untuk anak
angkat;
d) Surat keterangan sekolah /
perguruan tinggi (bagi anak berusia
lebih dari 21 tahun sampai dengan
25 tahun).

4) Pekerja Informal ; Mengisi Formulir Daftar


Isian Peserta (FDIP) dan melampirkan pas
foto terbaru ukuran 3 x 4 cm sejumlah
1 (satu) lembar dengan menunjukan /
memperlihatkan asli/foto copy Kartu
Keluarga dan KTP

 Anggota Keluarga Lain


Anggota keluarga lain dapat diikutsertakan dengan
ketentuan : membayar iuran, mengisi Formulir
Daftar Isian Peserta (FDIP) dan melampirkan pas
foto terbaru ukuran 3 x 4 cm sejumlah 1 (satu)

24
lembar dengan menunjukan / memperlihatkan
asli/foto copy Kartu Keluarga dan KTP dan bagi
WNA menunjukan Kartu Ijin Tinggal Sementara/
Tetap (KITAS/KITAP).

PERUBAHAN DATA KEPESERTAAN


1. Peserta melapor ke BPJS Kesehatan dan akan
mendapatkan penggantian kartu apabila terjadi
hal-hal berikut ini :
a. Kartu Peserta hilang
• Surat pernyataan hilang dari yang
bersangkutan (bermaterai cukup)
• Menunjukan KTP atau Kartu Keluarga
yang berlaku

b. Kartu Peserta rusak / data pada kartu salah


• Menyerahkan kartu peserta yang rusak
/ data salah
• Menunjukkan Kartu Tanda
Penduduk(KTP) asli.

2. Peserta melapor ke BPJS Kesehatan tanpa


mendapatkan penggantian kartu apabila terjadi
hal-hal berikut ini :

25
a. Pindah Puskesmas/Dokter Keluarga/Dokter
Gigi
• Dapat dilakukan minimal setelah 3
(tiga) bulan peserta terdaftar pada
Puskesmas/Dokter Keluarga/Dokter
Gigi sebelumnya.
• Mengisi Formulir Perubahan Data
Peserta (FPDP) dan menunjukkan Asli/
foto copy Kartu Peserta
b. Pindah Tempat Tinggal
• Mengisi Formulir Perubahan Data
Peserta (FPDP) dan menunjukkan :
• Asli Kartu Peserta
• Asli KTP atau surat keterangan pindah
domisili
c. Pindah Tempat Bekerja
• Mengisi Formulir Perubahan Data
Peserta (FPDP) dan menunjukkan :
• Asli Kartu Peserta
• Asli SK mutasi/pindah tempat bekerja
d. Perubahan Golongan Kepangkatan
• Mengisi Formulir Perubahan Data
Peserta (FPDP) dan menunjukkan :
• Asli Kartu Peserta

26
• Asli SK kenaikan Golongan
Kepangkatan
e. Perubahan Jenis Kepesertaan (PNS aktif
menjadi Penerima Pensiun)
• Mengisi Formulir Perubahan Data
Peserta (FPDP) dan menunjukkan :
• Asli Kartu Peserta
• Asli SK Pensiun
f. Perubahan Daftar Susunan Keluarga
• Pernikahan
- Mengisi Formulir Perubahan Data
Peserta (FPDP) dan menunjukkan :
- Foto copy Surat Nikah
- Foto copy daftar gaji yang dilegalisir
(bagi PNS aktif)
- Pas foto berwarna terbaru bagi
Isteri/Suami ukuran 3x4 cm
sebanyak 1 (satu) lembar
- Foto copy akte kelahiran anak/
surat keterangan kelahiran/akta
dari pengadilan negeri apabila
terjadi penambahan anak maupun
anak angkat.
• Pergantian anak

27
Bagi Pekerja Penerima Upah, jumlah
anak yang dijamin maksimal 3 (tiga)
orang. Apabila terdapat pengurangan
jumlah anak karena sudah menikah/
telah mempunyai penghasilan sendiri/
meninggal dapat digantikan anak
lain, dengan melampirkan Pasfoto
berwarna terbaru ukuran 3 x 4 cm
sebanyak 1 (satu) lembar bagi anak
yang menggantikan (kecuali bagi anak
usia Balita) dan menyerahkan kartu
peserta anak yang akan digantikan
serta menunjukkan :
- Foto copy akte kelahiran anak /
surat keterangan kelahiran anak
yang menggantikan.
- Asli / Foto copy kartu keluarga
- Fotocopy daftar gaji yang dilegalisir

g. Pengurangan peserta
• Meninggal Dunia
- Foto copy Surat Keterangan
Kematian dan
- Menyerahkan kartu peserta yang
meninggal dunia.

28
• Perceraian
- Surat penetapan akta perceraian
dari Pengadilan
- Menyerahkan asli kartu peserta
isteri / suami.

IURAN

1. Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan


Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.

2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang


bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri,
pejabat negara, dan pegawai pemerintah non
pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji
atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3% (tiga
persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua
persen) dibayar oleh peserta.

3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang


bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar
4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau
Upah per bulan dengan ketentuan: 4% (empat

29
persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol
koma lima persen) dibayar oleh Peserta.

4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima


Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya,
ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar
sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau
upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja
penerima upah.

5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah


(seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah
serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
a. Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat
pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp. 42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat
pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c. Rp. 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima
ratus rupiah) per orang per bulan dengan
manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

30
6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis
Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim
piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan,
iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen)
dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan
masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan,
dibayar oleh Pemerintah.

7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10


(sepuluh) setiap bulan

DENDA KETERLAMBATAN PEMBAYARAN


IURAN

1. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja


Penerima Upah dikenakan denda administratif
sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran
yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3
(tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan
total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.

2. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta


Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja

31
dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua
persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak
paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang
dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang
tertunggak.

PENGHENTIAN PELAYANAN KESEHATAN

1. Bagi Pekerja Penerima Upah, jika terjadi


keterlambatan pembayaran iuran lebih dari 3 (tiga)
bulan, maka pelayanan kesehatan dihentikan
sementara.
2. Bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan
Pekerja, jika terjadi keterlambatan pembayaran
Iuran lebih dari 6 (enam) bulan, maka pelayanan
kesehatan dihentikan sementara.

32
GOLONGAN KEPANGKATAN
1.GOLONGAN KEPANGKATAN
Penyetaraan Golongan PNS dengan TNI dan POLRI :
1. Penyetaraan Golongan PNS dengan TNI dan POLRI :
GOL Ruang PNS POLRI TNI Angkatan Darat TNI Angkatan Laut TNI Angkatan Udara

IV X Perwira Tinggi

Jenderal Polisi Jenderal Laksamana Marsekal

X Komisaris Jenderal Polisi Letnan Jenderal Laksamana Madya Marsekal Madya

E Pembina Utama Inspektur Jenderal Polisi Mayor Jenderal Laksamana Muda Marsekal Muda

D Pembina Utama Madya Brigadir Jenderal Polisi Brigadir Jenderal Laksamana Pertama Marsekal Pertama

Perwira Menengah

C Pembina Utama Muda Komisaris Besar Polisi Kolonel Kolonel Kolonel

B Pembina Tkt I Ajun Komisaris Besar Polisi Letnan Kolonel Letnan Kolonel Letnan Kolonel

A Pembina Komisaris Polisi Mayor Mayor Mayor

Perwira Pertama

III D Penata Tingkat I

C Penata Ajun Komisaris Polisi Kapten Kapten Kapten

B Penata Muda Tingkat I Inspektur Polisi Satu Letnan Satu Letnan Satu Letnan Satu

A Penata Muda Inspektur Polisi Dua Letnan Dua Letnan Dua Letnan Dua

Bintara Tinggi

II F X Ajun Inspektur Polisi Satu Pembantu Letnan Satu Pembantu Letnan Satu Pembantu Letnan Satu

E X Ajun Inspektur Polisi Dua Pembantu Letnan Dua Pembantu Letnan Dua Pembantu Letnan Dua

Bintara

D Pengatur Tingkat I Brigadir Polisi Kepala Sersan Mayor Sersan Mayor Sersan Mayor

C Pengatur Brigadir Polisi Sersan Kepala Sersan Kepala Sersan Kepala

B Pengatur Muda Tingkat I Brigadir Polisi Satu Sersan Satu Sersan Satu Sersan Satu

A Pengatur Muda Brigadir Polisi Dua Sersan Dua Sersan Dua Sersan Dua

Tamtama Kepala

I F X Ajun Brigadir Polisi Kopral Kepala Kopral Kepala Kopral Kepala

E X Ajun Brigadir Polisi Satu Kopral Satu Kopral Satu Kopral Satu

D Juru Tingkat I Ajun Brigadir Polisi Dua Kopral Dua Kopral Dua Kopral Dua

Tamtama

C Juru Bhayangkara Kepala Prajurit Kepala Kelasi Kepala Prajurit Kepala

B Juru Muda Tingkat I Bhayangkara Satu Prajurit Satu Kelasi Satu Prajurit Satu

A Juru Muda Bhayangkara Dua Prajurit Dua Kelasi Dua Prajurit Dua

2. Pejabat Negara, Penerima Pensiun Pejabat Negara dan Perintis Kemerdekaan


disetarakan PNS Golongan IV.
3. Veteran disetarakan dengan PNS Golongan III.

33
11
2. Pejabat Negara, Penerima Pensiun Pejabat Negara
dan Perintis Kemerdekaan disetarakan PNS
Golongan IV.
3. Veteran disetarakan dengan PNS Golongan III.

FASILITAS KESEHATAN BAGI PESERTA


Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan terdiri dari:

1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama :


a. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Non Perawatan dan Puskesmas Perawatan
(Puskesmas dengan Tempat Tidur).
b. Fasilitas Kesehatan milik Tentara Nasional
Indonesia (TNI)
• TNI Angkatan Darat : Poliklinik kesehatan
dan Pos Kesehatan.
• TNI Angkatan Laut : Balai kesehatan A
dan D, Balai Pengobatan A, B, dan C,
Lembaga Kesehatan Kelautan dan Lembaga
Kedokteran Gigi.
• TNI Angkatan Udara : Seksi kesehatan TNI

34
AU, Lembaga Kesehatan Penerbangan
dan Antariksa (Laksepra) dan Lembaga
Kesehatan Gigi & Mulut (Lakesgilut)
c. Fasilitas Kesehatan milik Polisi Republik
Indonesia (POLRI), terdiri dari Poliklinik Induk
POLRI, Poliklinik Umum POLRI, Poliklinik Lain
milik POLRI dan Tempat Perawatan Sementara
(TPS) POLRI.
d. Praktek Dokter Umum / Klinik Umum, terdiri
dari Praktek Dokter Umum Perseorangan,
Praktek Dokter Umum Bersama, Klinik Dokter
Umum / Klinik 24 Jam, Praktek Dokter Gigi,
Klinik Pratama, RS Pratama.

2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan :


a. Rumah Sakit, terdiri dari RS Umum (RSU), RS
Umum Pemerintah Pusat (RSUP), RS Umum
Pemerintah Daerah (RSUD), RS Umum TNI, RS
Umum Bhayangkara (POLRI), RS Umum Swasta,
RS Khusus, RS Khusus Jantung (Kardiovaskular),
RS Khusus Kanker (Onkologi), RS Khusus
Paru, RS Khusus Mata, RS Khusus Bersalin, RS
Khusus Kusta, RS Khusus Jiwa, RS Khusus Lain

35
yang telah terakreditasi, RS Bergerak dan RS
Lapangan.
b. Balai Kesehatan, terdiri dari : Balai Kesehatan
Paru Masyarakat, Balai Kesehatan Mata
Masyarakat, Balai Kesehatan Ibu dan Anak dan
Balai Kesehatan Jiwa

3. Fasilitas kesehatan penunjang yang tidak


bekerjasama secara langsung dengan BPJS
Kesehatan namun merupakan jejaring dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan, meliputi :
a. Laboratorium Kesehatan
b. Apotek
c. Unit Transfusi Darah
d. Optik

MANFAAT AKOMODASI RAWAT INAP


1. Ruang perawatan kelas III bagi:

36
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk
Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
2. Ruang Perawatan kelas II bagi:
a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
b. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota
TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
c. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota
Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
d. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji
atau upah sampai dengan 1,5 (satu setengah)
kali penghasilan tidak kena pajak dengan status
kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota
keluarganya; dan

37
e. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk
Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II;

3. Ruang perawatan kelas I bagi:


a. Pejabat Negara dan anggota keluarganya;
b. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun
pegawai negeri sipil golongan ruang III
dan golongan ruang IV beserta anggota
keluarganya;
c. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota
TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III dan golongan ruang IV beserta
anggota keluarganya;
d. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota
Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III dan golongan ruang IV beserta
anggota keluarganya;
e. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta
anggota keluarganya;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran
atau Perintis Kemerdekaan;

38
g. Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan dan
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
dengan gaji atau upah diatas 1,5 (satu setengah)
sampai dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak
kena pajak dengan status kawin dengan 1
(satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan
h. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk
Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.

PELAYANAN KESEHATAN YANG DIJAMIN


1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi
pelayanan kesehatan non spesialistik yang
mencakup:
a. Administrasi pelayanan;
b. Pelayanan promotif dan preventif;
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
medis;
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif
maupun non operatif;

39
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan
medis;
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik
laboratorium tingkat pratama; dan
h. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan
indikasi medis.

2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan,


meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan dan
rawat inap, yang mencakup:
a. Administrasi pelayanan;
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi
spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis;
c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun
non bedah sesuai dengan indikasi medis;
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai;
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan
sesuai dengan indikasi medis;
f. Rehabilitasi medis;

40
g. Pelayanan darah;
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik;
i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal
setelah dirawat inap di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan bpjs kesehatan, berupa
pemulasaran jenazah tidak termasuk peti mati
dan mobil jenazah;
j. Perawatan inap non intensif; dan
k. Perawatan inap di ruang intensif.

3. Persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di


Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama maupun
Tingkat Lanjutan adalah persalinan sampai dengan
anak ketiga, tanpa melihat anak hidup/meninggal.

4. Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan


dari Fasilitas Kesehatan satu ke fasilitas kesehatan
lainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa
pasien.

41
ALUR PELAYANAN KESEHATAN

TATA CARA MENDAPATKAN PELAYANAN


KESEHATAN

1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama


a. Setiap peserta harus terdaftar pada satu fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang telah bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan.
b. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat
Peserta terdaftar.

42
c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat
inap di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
sesuai dengan indikasi medis.

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan


a. Peserta datang ke BPJS Center Rumah Sakit
dengan menunjukkan Kartu Peserta dan
menyerahkan surat rujukan dari Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama / surat perintah
kontrol pasca rawat inap
b. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
untuk mendapatkan pelayanan lanjutan.
c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat
inap di Fasilitas Kesehatan tingkat lanjutan
sesuai dengan indikasi medis.

3. Pelayanan Kegawat Daruratan (Emergency):


a. Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan
kesehatan yang harus diberikan secepatnya
untuk mencegah kematian, keparahan dan
atau kecacatan, sesuai dengan kemampuan
fasilitas kesehatan.

43
b. Peserta yang memerlukan pelayanan gawat
darurat dapat langsung memperoleh
pelayanan di setiap fasilitas kesehatan. Kriteria
kegawatdaruratan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
c. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan
di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan, akan segera dirujuk
ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat
daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi
dapat dipindahkan.
d. Biaya akibat pelayanan kegawatdaruratan
ditagihkan langsung oleh Fasiltas Kesehatan
kepada BPJS Kesehatan.

PELAYANAN KESEHATAN YANG TIDAK


DIJAMIN

1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa


melalui prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku;

44
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas
kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh
program jaminan kecelakaan kerja terhadap
penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau
hubungan kerja sampai nilai yang ditanggung
oleh program jaminan kecelakaan kerja;
4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh
program jaminan kecelakaan lalu lintas yang
bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh
program jaminan kecelakaan lalu lintas;
5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar
negeri;
6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat
ketergantungan obat dan/atau alkohol;
10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti
diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri;

45
11. Pengobatan komplementer, alternatif dan
tradisional, termasuk akupuntur, shin she,
chiropractic, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health
technology assessment);
12. Pengobatan dan tindakan medis yang
dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);
13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan
susu;
14. Perbekalan kesehatan rumah tangga;
15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada
masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah;
dan
16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada
hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan
yang diberikan.
17. Klaim perorangan.

46
PENYAMPAIAN INFORMASI DAN KELUHAN
Hubungi :

1. Kantor BPJS Kesehatan setempat dan Hotline


Service sesuai daftar alamat yang tercantum
dalam buku panduan ini.

2. Petugas BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan


yang bekerjasama.

3. Pusat Layanan Informasi BPJS


Kesehatan 500 400 : Senin s/d Jumat
(Pukul 06.00 s/d 22.00 WIB

47
48
BAB II PELAYANAN KESEHATAN
A. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
( Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama,
Lanjutan dan Pelayanan Kesehatan
Lainnya)

49
50
I Ketentuan Umum
1. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing
yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran.
2. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi
hak peserta dan/atau anggota keluarganya. Setiap
peserta berhak untuk memperoleh Jaminan
Kesehatan yang bersifat komprehensif (menyeluruh
yang terdiri dari:
a. pelayanan kesehatan pertama, yaitu Rawat
Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap
Tingkat Pertama (RITP)
b. pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan,
yaitu Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) dan
Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)
c. pelayanan persalinan
d. pelayanan gawat darurat
e. pelayanan ambulan bagi pasien rujukan dengan
kondisi tertentu antar fasilitas kesehatan
f. pemberian kompensasi khusus bagi peserta
di wilayah tidak tersedia fasilitas kesehatan
memenuhi syarat

51
3. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta
dalam bentuk pelayanan kesehatan yang
bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan
kebutuhan medik sesuai dengan standar pelayanan
medik.
4. Fasilitas kesehatan (Faskes) adalah fasilitas kesehatan
yang digunakan dalam menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan/atau Masyarakat.

Pelayanan Kesehatan
II
Tingkat Pertama
A. Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah:
1. Rawat Jalan Tingkat Pertama
a. Puskesmas atau yang setara;
b. praktik dokter;
c. praktik dokter gigi;

52
d. klinik Pratama atau yang setara termasuk
fasilitas kesehatan tingkat pertama milik
TNI/POLRI;dan
e. Rumah sakit Kelas D Pratama atau yang
setara.
2. Rawat Inap Tingkat Pertama
Fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan
fasilitas rawat inap.

B. Cakupan Pelayanan
1. Rawat Jalan Tingkat Pertama
a. administrasi pelayanan, meliputi biaya
administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penyediaan dan pemberian surat
rujukan ke fasilitas kesehatan lanjutan
untuk penyakit yang tidak dapat ditangani
di fasilitas kesehatan tingkat pertama;
b. pelayanan promotif preventif, meliputi:
1) kegiatan penyuluhan kesehatan
perorangan;
Penyuluhan kesehatan perorangan
meliputi paling sedikit penyuluhan

53
mengenai pengelolaan faktor risiko
penyakit dan perilaku hidup bersih dan
sehat.
2) imunisasi dasar;
Pelayanan imunisasi dasar meliputi
Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri
Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B
(DPTHB), Polio, dan Campak.
3) keluarga berencana;
a) Pelayanan keluarga berencana
meliputi konseling, kontrasepsi
dasar, vasektomi dan tubektomi
bekerja sama dengan lembaga yang
membidangi keluarga berencana.
b) Penyediaan dan distribusi vaksin
dan alat kontrasepsi dasar menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat
dan/atau pemerintah daerah.
c) BPJS Kesehatan hanya membiayai
jasa pelayanan pemberian vaksin dan
alat kontrasepsi dasar yang sudah
termasuk dalam kapitasi, kecuali

54
untuk jasa pelayanan pemasangan
IUD/Implan dan Suntik di daerah
perifer.
4) skrining kesehatan
a) Pelayanan skrining kesehatan
diberikan secara perorangan dan
selektif.
b) Pelayanan skrining kesehatan
ditujukan untuk mendeteksi risiko
penyakit dan mencegah dampak
lanjutan dari risiko penyakit tertentu,
meliputi:
1) diabetes mellitus tipe 2;
2) hipertensi;
3) kanker leher rahim;
4) kanker payudara; dan
5) penyakit lain yang ditetapkan
oleh Menteri.
c) Pelayanan skrining kesehatan
penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan
hipertensi dimulai dengan analisis
riwayat kesehatan, yang dilakukan

55
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun
sekali.
d) Jika Peserta teridentifikasi
mempunyai risiko penyakit diabetes
mellitus tipe 2 dan hipertensi
berdasarkan riwayat kesehatan,
akan dilakukan penegakan diagnosa
melalui pemeriksaan penunjang
diagnostik tertentu dan kemudian
akan diberikan pengobatan sesuai
dengan indikasi medis.
e) Pelayanan skrining kesehatan untuk
penyakit kanker leher rahim dan
kanker payudara dilakukan sesuai
dengan indikasi medis.
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
medis;
d. tindakan medis non spesialistik, baik
operatif maupun non operatif;
e. pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai;
f. pemeriksaan penunjang diagnostik
laboratorium tingkat pertama;

56
g. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui
dan bayi ;
h. upaya penyembuhan terhadap efek
samping kontrasepsi termasuk penanganan
komplikasi KB paska persalinan;
i. rehabilitasi medik dasar.
2. Pelayanan Gigi
a. administrasi pelayanan, meliputi biaya
administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penyediaan dan pemberian surat
rujukan ke fasilitas kesehatan lanjutan
untuk penyakit yang tidak dapat ditangani
di fasilitas kesehatan tingkat pertama
b. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
medis
c. premedikasi
d. kegawatdaruratan oro-dental
e. pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi)
f. pencabutan gigi permanen tanpa penyulit
g. obat pasca ekstraksi
h. tumpatan komposit/GIC
i. skeling gigi (1x dalam setahun)

57
3. Rawat Inap Tingkat Pertama
Cakupan pelayanan rawat inap tingkat pertama
sesuai dengan cakupan pelayanan rawat jalan
tingkat pertama dengan tambahan akomodasi
bagi pasien sesuai indikasi medis.
4. Pelayanan darah sesuai indikasi medis
Pelayanan transfusi darah di fasilitas kesehatan
tingkat pertama dapat dilakukan pada kasus:
a. Kegawatdaruratan maternal dalam proses
persalinan
b. Kegawatdaruratan lain untuk kepentingan
keselamatan pasien
c. Penyakit thalasemia, hemofili dan penyakit
lain setelah mendapat rekomendasi dari
dokter Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan

C. Prosedur
1. Ketentuan Umum
a. Peserta harus memperoleh pelayanan
kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama tempat Peserta terdaftar

58
b. Ketentuan di atas dikecualikan pada kondisi:
1) berada di luar wilayah Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama tempat
Peserta terdaftar; atau
2) dalam keadaan kegawatdaruratan
medis.
c. Peserta dianggap berada di luar wilayah
apabila peserta melakukan kunjungan
ke luar domisili karena tujuan tertentu,
bukan merupakan kegiatan yang rutin.
Untuk mendapatkan pelayanan di fasilitas
kesehatan tingkat pertama tempat tujuan,
maka peserta wajib membawa surat
pengantar dari Kantor BPJS Kesehatan
tujuan.
d. Dalam hal Peserta memerlukan pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan, Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama harus merujuk
ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat
lanjutan terdekat sesuai dengan sistem
rujukan yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang- undangan

59
e. Peserta yang melakukan mutasi pada
tanggal 1 s/d akhir bulan berjalan, tidak
dapat langsung mendapatkan pelayanan
di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
baru sampai dengan akhir bulan berjalan.
Peserta berhak mendapatkan pelayanan di
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
baru di bulan berikutnya.
f. Peserta dapat memilih untuk mutasi Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama selain Fasilitas
Kesehatan tempat Peserta terdaftar setelah
jangka waktu 3 (tiga) bulan atau lebih.
g. Untuk peserta yang baru mendaftar
sebagai peserta BPJS Kesehatan dan
sudah membayar iuran, maka pada bulan
berjalan tersebut peserta dapat langsung
mendapatkan pelayanan di fasilitas
kesehatan tingkat pertama tempat peserta
terdaftar
2. Rawat Jalan Tingkat Pertama dan Pelayanan
Gigi
a. Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS
Kesehatan (proses administrasi).

60
b. Fasilitas kesehatan melakukan pengecekan
keabsahan kartu peserta
c. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan
kesehatan/pemberian tindakan
d. Setelah mendapatkan pelayanan peserta
menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti
pelayanan disediakan oleh masing-masing
fasilitas kesehatan.
e. Bila diperlukan atas indikasi medis peserta
akan memperoleh obat.
f. Apabila peserta membutuhkan pemeriksaan
kehamilan, persalinan dan pasca melahirkan,
maka pelayanan dapat dilakukan oleh bidan
atau dokter umum.
g. Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta
memerlukan pemeriksaan ataupun tindakan
spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi
medis, maka fasilitas kesehatan tingkat
pertama akan memberikan surat rujukan
ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai
dengan sistem rujukan yang berlaku.

61
h. Surat rujukan dibutuhkan untuk pertama
kali pengobatan ke Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan, dan selanjutnya selama
masih dalam perawatan dan belum di rujuk
balik ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
tidak dibutuhkan lagi surat rujukan. Dokter
yang menangani memberi surat keterangan
masih dalam perawatan.
i. Fasilitas kesehatan wajib melakukan
pencatatan pelayanan dan tindakan yang
telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem
Informasi Manajemen yang telah disediakan
BPJS Kesehatan
j. Ketentuan Khusus Pelayanan pemeriksaan
kehamilan (ANC) dan pemeriksaan pasca
melahirkan (PNC)
1) Peserta memeriksakan kehamilan (ANC)
pada fasilitas kesehatan tingkat pertama
atau jejaringnya sesuai dengan prosedur
pemeriksaan di fasilitas kesehatan
tingkat pertama
2) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dan
pemeriksaan pasca melahirkan (PNC)

62
diharapkan dilakukan pada satu tempat
yang sama, misalnya pemeriksaan
kehamilan (ANC) dilakukan pada
bidan jejaring maka diharapkan proses
persalinan dan pemeriksaan pasca
melahirkan (PNC) juga dilakukan pada
bidan jejaring tersebut.
3) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dan
pemeriksaan pasca melahirkan (PNC)
pada tempat yang sama dimaksudkan
untuk :
a) Monitoring terhadap perkembangan
kehamilan
b) Keteraturan pencatatan partograf
c) Memudahkan dalam administrasi
pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan
3. Rawat Inap Tingkat Pertama
a. Peserta datang ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang memiliki fasilitas rawat inap
b. Fasilitas kesehatan dapat melayani peserta
yang terdaftar maupun peserta yang dirujuk
dari fasilitas kesehatan tingkat pertama lain

63
c. Peserta menunjukkan identitas BPJS
Kesehatan
d. Fasilitas kesehatan melakukan pengecekan
keabsahan kartu peserta
e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan,
perawatan, pemberian tindakan, obat dan
bahan medis habis pakai (BMHP)
f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta
menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti
pelayanan disediakan oleh masing-masing
fasilitas kesehatan.
g. Fasilitas kesehatan wajib melakukan
pencatatan pelayanan dan tindakan yang
telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem
Informasi Manajemen yang telah disediakan
BPJS Kesehatan
h. Peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan bila secara indikasi medis
diperlukan
4. Pelayanan darah sesuai indikasi medis
a. Darah disediakan oleh fasilitas pelayanan

64
darah yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan
b. Penggunaan darah sesuai indikasi medis
berdasarkan surat permintaan darah yang
ditandatangani oleh dokter yang merawat.

D. Alur Pelayanan
(Grafik Ada Dihalaman Berikutnya)

65
66
D. ALUR PELAYANAN
ALUR PELAYANAN RAWAT JALAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
PROSEDUR PELAYANAN RAWAT JALAN TINGKAT PERTAMA

PESERTA FASKES TINGKAT PERTAMA

Pemeriksaan
Mulai Peserta Penjaminan
eligibilitas Tidak
BPJS Pribadi
peserta

Ya
Identitas
Peserta BPJS
Peserta dapat dilayani
Peserta untuk 1 kali
terdaftar tidak pemeriksaan dengan
approval KC
YA

Pemeriksaan

Perlu
Mendapatkan Perlu pemeriksaan Ya
pemeriksaan Perlu rawat inap
resep obat penunjang dasar/ lanjutan/
pratama? spesialis?
Ya
Ya Ya
Diterbitkan surat Pasien dirawat inap
Pasien Pasien mendapatkan rujukan di faskes tk. 1 yang
mengambil pelayanan memiliki fasilitas
resep di apotek penunjang rawat inap
jaringan PPK
Tidak
Konsultasi hasil Merujuk alur
Tidak
penunjang Pelayanan pelayanan rawat inap
Tingkat Lanjutan tk.1
Tidak

Pasien Pulang

8
ALUR PELAYANAN RAWAT INAP DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
PROSEDUR PELAYANAN RAWAT INAP TINGKAT PERTAMA

PESERTA FASKES TINGKAT PERTAMA

Pemeriksaan
Mulai Peserta Penjaminan
eligibilitas Tidak
BPJS Pribadi
peserta

Ya
Identitas
Peserta BPJS
Peserta dapat dilayani
Peserta untuk 1 kali
terdaftar tidak pemeriksaan dengan
YA approval KC

Pemeriksaan

Diterbitkan
Ya Faskes memiliki Ya
surat perintah
Perlu rawat inap fasilitas rawat inap rawat inap

Dirujuk ke faskes
tk. 1 yang Pasien dirawat
memiliki fasilitas inap
rawat inap

Tida
Diterbitkan k Pasien
surat rujukan sembuh

Ya
Pelayanan
Tingkat Pasien Pulang
Lanjutan

67
Pelayanan Kesehatan Rujukan
III
Tingkat Lanjutan
A. Fasilitas Kesehatan
Pelayanan rawat jalan dan rawat inap dapat
dilakukan di:
1. klinik utama atau yang setara;
2. rumah sakit umum; dan
3. rumah sakit khusus.
Baik milik pemerintah maupun swasta yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

B. Cakupan Pelayanan
1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
a. administrasi pelayanan; meliputi biaya
administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penerbitan surat eligilibitas
peserta, termasuk pembuatan kartu pasien.
b. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi
spesialistik oleh dokter spesialis dan sub
spesialis;

68
c. tindakan medis spesialistik sesuai dengan
indikasi medis;
d. pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai;
e. pelayanan alat kesehatan;
f. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan
sesuai dengan indikasi medis;
g. rehabilitasi medis;
h. pelayanan darah;
i. pelayanan kedokteran forensik klinik
meliputi pembuatan visum et repertum
atau surat keterangan medik berdasarkan
pemeriksaan forensik orang hidup dan
pemeriksaan psikiatri forensik; dan
j. pelayanan jenazah terbatas hanya bagi
peserta meninggal dunia pasca rawat inap
di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama
dengan BPJS tempat pasien dirawat berupa
pemulasaran jenazah dan tidak termasuk
peti mati
2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan
Cakupan pelayanan rawat inap tingkat

69
lanjutan adalah sesuai dengan seluruh
cakupan pelayanan di RJTL dengan tambahan
akomodasi yaitu perawatan inap non intensif
dan perawatan inap intensif dengan hak kelas
perawatan sebagaimana berikut:
a. ruang perawatan kelas III bagi:
1) Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
2) Peserta Pekerja Bukan Penerima
Upah dan Peserta bukan Pekerja
yang membayar iuran untuk Manfaat
pelayanan di ruang perawatan kelas III.
b. ruang perawatan kelas II bagi:
1) Pegawai Negeri Sipil dan penerima
pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta
anggota keluarganya;
2) Anggota TNI dan penerima pensiun
Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang I dan golongan
ruang II beserta anggota keluarganya;
3) Anggota Polri dan penerima pensiun
Anggota Polri yang setara Pegawai

70
Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
4) Peserta Pekerja Penerima Upah dan
Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri dengan gaji atau upah sampai
dengan 1,5 (satu koma lima) kali
penghasilan tidak kena pajak dengan
status kawin dengan 1 (satu) anak,
beserta anggota keluarganya; dan
5) Peserta Pekerja Bukan Penerima
Upah dan Peserta bukan Pekerja
yang membayar iuran untuk Manfaat
pelayanan di ruang perawatan kelas II.
c. ruang perawatan kelas I bagi:
1) Pejabat Negara dan anggota
keluarganya;
2) Pegawai Negeri Sipil dan penerima
pensiun pegawai negeri sipil golongan
ruang III dan golongan ruang IV beserta
anggota keluarganya;
3) Anggota TNI dan penerima pensiun

71
Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang III dan golongan
ruang IV beserta anggota keluarganya;
4) Anggota Polri dan penerima pensiun
Anggota Polri yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang III dan
golongan ruang IV beserta anggota
keluarganya;
5) Veteran dan Perintis Kemerdekaan
beserta anggota keluarganya;
6) janda, duda, atau anak yatim piatu dari
Veteran atau Perintis Kemerdekaan;
7) Peserta Pekerja Penerima Upah dan
Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri dengan gaji atau upah di atas
1,5 (satu koma lima) sampai dengan 2
(dua) kali penghasilan tidak kena pajak
dengan status kawin dengan 1 (satu)
anak, beserta anggota keluarganya; dan
8) Peserta Pekerja Bukan Penerima
Upah dan Peserta bukan Pekerja
yang membayar iuran untuk Manfaat
pelayanan di ruang perawatan kelas I.

72
3. Alat Kesehatan di Luar Paket INA CBG’s
a. Tarif di luar paket INA CBG’s adalah besaran
pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan
kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
atas alat kesehatan yang digunakan secara
tidak permanen di luar tubuh pasien
b. Alat kesehatan di luar paket INA CBG’s
ditagihkan langsung oleh fasilitas kesehatan
ke BPJS Kesehatan
c. Alat kesehatan di luar paket INA CBG’s
adalah pelayanan yang dibatasi, yaitu:
a) Pelayanan diberikan atas indikasi medis,
b) Adanya plafon maksimal harga alat
kesehatan
c) Adanya batasan waktu pengambilan
alat kesehatan
d. Jenis alat kesehatan di luar paket INA CBG’s
adalah sebagai berikut:
1) Kacamata
2) Alat bantu dengar
3) Protesa alat gerak
4) Protesa gigi

73
5) Korset tulang belakang
6) Collar neck
7) Kruk
e. Tarif alat kesehatan di luar paket INA CBG’s
sebagaimana peraturan yang berlaku

C. Prosedur
1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
a. Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan
serta surat rujukan dari fasilitas kesehatan
tingkat pertama
b. Peserta melakukan pendaftaran ke RS
dengan memperlihatkan identitas dan surat
rujukan
c. Fasilitas kesehatan bertanggung jawab
untuk melakukan pengecekan keabsahan
kartu dan surat rujukan serta melakukan
input data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas
Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan
SEP
d. Petugas BPJS kesehatan melakukan
legalisasi SEP

74
e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan,
perawatan, pemberian tindakan, obat dan
bahan medis habis pakai (BMHP)
f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta
menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti
pelayanan disediakan oleh masing-masing
fasilitas kesehatan
g. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke
poli lain selain yang tercantum dalam surat
rujukan dengan surat rujukan/konsul intern.
h. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk
ke Fasilitas kesehatan lanjutan lain dengan
surat rujukan/konsul ekstern.
i. Apabila pasien masih memerlukan
pelayanan di Faskes tingkat lanjutan
karena kondisi belum stabil sehingga
belum dapat untuk dirujuk balik ke Faskes
tingkat pertama, maka Dokter Spesialis/Sub
Spesialis membuat surat keterangan yang
menyatakan bahwa pasien masih dalam
perawatan.

75
j. Apabila pasien sudah dalam kondisi stabil
sehingga dapat dirujuk balik ke Faskes
tingkat pertama, maka Dokter Spesialis/Sub
Spesialis akan memberikan surat keterangan
rujuk balik.
k. Apabila Dokter Spesialis/Sub Spesialis
tidak memberikan surat keterangan
yang dimaksud pada huruf i dan j maka
untuk kunjungan berikutnya pasien harus
membawa surat rujukan yang baru dari
Faskes tingkat pertama.
2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan
a. Peserta melakukan pendaftaran ke RS
dengan membawa identitas BPJS Kesehatan
serta surat perintah rawat inap dari poli atau
unit gawat darurat
b. Peserta harus melengkapi persyaratan
administrasi sebelum pasien pulang
maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak masuk
Rumah Sakit.
c. Petugas Rumah Sakit melakukan
pengecekan keabsahan kartu dan surat
rujukan serta melakukan input data ke

76
dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP)
dan melakukan pencetakan SEP
d. Petugas BPJS kesehatan melakukan
legalisasi SEP
e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan,
perawatan, pemberian tindakan, obat dan
bahan medis habis pakai (BMHP)

Peserta harus melengkapi persyaratan


administrasi sebelum pasien pulang,
maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak masuk
Rumah Sakit

f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta


menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti
pelayanan disediakan oleh masing-masing
fasilitas kesehatan
g. Dalam hal peserta menginginkan kelas
perawatan yang lebih tinggi daripada
haknya, maka Peserta dapat meningkatkan

77
haknya dengan mengikuti asuransi
kesehatan tambahan, atau membayar
sendiri selisih antara biaya yang dijamin
oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang
harus dibayar akibat peningkatan kelas
perawatan.
h. Kenaikan kelas perawatan lebih tinggi
daripada haknya atas keinginan sendiri
dikecualikan bagi peserta PBI Jaminan
Kesehatan

Kenaikan kelas perawatan lebih tinggi


daripada haknya atas keinginan sendiri
dikecualikan bagi peserta PBI Jaminan
Kesehatan

i. Jika karena kondisi pada fasilitas kesehatan


mengakibatkan peserta tidak memperoleh
kamar perawatan sesuai haknya, maka:
1) Peserta dapat dirawat di kelas perawatan
satu tingkat lebih tinggi.

78
2) BPJS Kesehatan membayar kelas
perawatan peserta sesuai haknya.
3) Apabila kelas perawatan sesuai hak
peserta telah tersedia, maka peserta
ditempatkan di kelas perawatan yang
menjadi hak peserta.
4) Perawatan satu tingkat lebih tinggi
paling lama 3 (tiga) hari.
5) Jika kenaikan kelas yang terjadi lebih
dari 3 (tiga) hari, maka selisih biaya yang
terjadi menjadi tanggung jawab Fasilitas
Kesehatan yang bersangkutan atau
berdasarkan persetujuan pasien dirujuk
ke Fasilitas Kesehatan yang setara
j. Penjaminan peserta baru dalam kondisi
sakit dan sedang dalam perawatan
1) Penjaminan diberikan mulai dari pasien
terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan
yang dibuktikan dengan tanggal bukti
bayar (bukan tanggal yang tercantum
dalam kartu peserta BPJS Kesehatan);
2) Peserta diminta untuk mengurus SEP
dalam waktu maksimal 3 x 24 jam hari

79
kerja sejak pasien terdaftar sebagai
peserta BPJS kesehatan;
3) Apabila peserta mengurus SEP lebih
dari 3 x 24 jam hari kerja sejak terdaftar
sebagai peserta BPJS Kesehatan, maka
penjaminan diberikan untuk 3 hari
mundur ke belakang sejak pasien
mengurus SEP;
4) Biaya pelayanan yang terjadi sebelum
peserta terdaftar dan dijamin oleh BPJS
Kesehatan menjadi tanggung jawab
pasien sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Fasilitas kesehatan tersebut.

Peserta mengurus Surat Elijibilitas Peserta


(SEP) di BPJS Center dalam waktu maksimal
3 x 24 jam hari kerja sejak pasien terdaftar
sebagai peserta BPJS kesehatan;

5) Untuk pasien baru yang sudah


mendapatkan pelayanan rawat inap,
maka tidak diperlukan surat rujukan

80
dari fasilitas kesehatan tingkat satu
atau keterangan gawat darurat. Untuk
penjaminan selanjutnya, peserta wajib
mengikuti prosedur pelayanan BPJS
Kesehatan yang berlaku.
6) Perhitungan penjaminan berdasarkan
proporsional hari rawat sejak pasien
dijamin oleh BPJS Kesehatan.
7) Besar biaya yang ditanggung oleh BPJS
Kesehatan adalah sejak pasien dijamin
oleh BPJS Kesehatan sampai dengan
tanggal pulang dibagi total hari rawat
kali tarif INA CBG’s.
3. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien
atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan
diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan
pasien di Fasilitas kesehatan tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang atau tindakan

81
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan
penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien
rujukan parsial, maka pada SEP pasien diberi
keterangan “Rujukan Parsial”, dan rumah
sakit penerima rujukan tidak menerbitkan
SEP baru untuk pasien tersebut.
d. Biaya rujukan parsial menjadi tanggung
jawab Fasilitas Kesehatan perujuk dan
pasien tidak boleh dibebani urun biaya.
e. BPJS Kesehatan membayar biaya pelayanan
sesuai dengan paket INA CBG’s ke Fasilitas
Kesehatan perujuk
4. Pelayanan Alat Kesehatan di luar paket INA
CBG’s
a. Dokter Spesialis menuliskan resep alat
kesehatan sesuai indikasi medis
b. Peserta mengurus legalisasi alat kesehatan
ke petugas BPJS Center atau Kantor BPJS
Kesehatan.
c. Peserta dapat mengambil alat kesehatan di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau di jejaring

82
fasilitas kesehatan penyedia alat kesehatan
di luar paket INA CBG’s yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan, Peserta wajib
membawa :
1) Surat Elijibilitas Peserta (SEP) atau
salinannya
2) Resep alat kesehatan yang telah
dilegalisir petugas BPJS Kesehatan
d. Fasilitas kesehatan melakukan verifikasi
resep dan berkas lainnya kemudian
menyerahkan alat kesehatan tersebut.
Peserta wajib menandatangani bukti
penerimaan alat kesehatan.

D. Alur Pelayanan
(Grafik Ada Dihalaman Berikutnya)

83
84
D. ALUR PELAYANAN
ALUR PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN
ALUR PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN

PESERTA FASKES TK. LANJUTAN BPJS Center KANTOR CABANG

Pengecekan
LOKET PENDAFTARAN
Mulai ulang status Peserta Konfirmasi status
Pemeriksaan eligilitas tidak
eligibilitas BPJS elijibel kepesertaan
peserta dan surat rujukan
peserta
ya
A. Identitas Peserta BPJS
B. surat rujukan (tidak
untuk pasien UGD) Peserta BPJS
tidak
elijibel Konfirmasi
eligibitas
ya Peserta BPJS?? Penyelesaian
kepesertaan
ya dengan pihak RS administrasi
kepesertaan sesuai
Peserta menunjukkan
tidak alur kepesertaan
identitas peserta BPJS
Penerbitan Surat
Eligibilitas Peserta Tidak dijamin
Untuk proses lebih
Tujuan Peserta : lanjut agar peserta
A. Poli Spesialis Surat Elijibilitas mengurus administrasi
B. UGD Peserta kepesertaan terlebih
B. Rawat inap dahulu
Legalisasi Surat
Elijibilitas
peserta

Pemberian pelayanan
kesehatan sesuai
indikasi medis dan
paket INA CBG’s
(UGD, rawat jalan
maupun rawat inap)

Prosedur Klaim
15
ALUR PELAYANAN RUJUKAN ANTAR FASILITAS KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN

ALUR PELAYANAN RUJUKAN ANTAR FASKES TINGKAT LANJUTAN

FASKES PERUJUK BPJS CENTER FASKES PENERIMA RUJUKAN

Proses pendaftaran Faskes


sesuai dengan alur menerima
pelayanan tingkat MULAI
pasien rujukan
lanjutan

Pasien rujukan
Peserta memerlukan parsial
rujukan ke faskes
tidak
lanjutan lain
ya

Diterbitkan surat rujukan Pasien diterbitkan


oleh dokter spesialis di SEP baru dan alur Pasien dilayani
RS pelayanan sesuai tanpa diterbitkan
alur pelayanan SEP baru
kesehatan tingkat
lanjutan
Surat rujukan Legalisasi Surat
Rujukan dan SEP
Selesai pelayanan
Peserta dirujuk pasien dirujuk balik
ke faskes ke faskes perujuk
lanjutan lain

Pasien
Perlu
tdk langsung
ambulan
dirujuk
ya
Catatan :
Sesuai alur Pelayanan ambulan
pelayanan tidak dijamin untuk
Ambulan pelayanan rujukan
parsial,

Faskes menerima
rujukan balik pasien
rujukan parsial

16

85
Pelayanan Persalinan Dan
IV
Penjaminan Bayi Baru Lahir
A. Pelayanan Persalinan
1. Persalinan merupakan benefit bagi peserta
BPJS Kesehatan tanpa pembatasan jumlah
kehamilan/persalinan yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan dan tidak dibatasi oleh status
kepesertaan (peserta/anak/tertanggung lain).
2. Penjaminan persalinan mengikuti sistem
rujukan berjenjang yang berlaku
3. Pelayanan persalinan ditagihkan oleh fasilitas
kesehatan yang memberikan pelayanan. Klaim
perorangan untuk kasus persalinan baik yang
dilakukan di fasilitas kesehatan yang bekerja
sama maupun yang tidak bekerja sama tidak
diperbolehkan.

Klaim pelayanan persalinan ditagihkan oleh


fasilitas kesehatan dan tidak diperkenankan
ditagihkan secara perorangan

86
B. Kepesertaan Bayi Baru Lahir
1. Bayi peserta PBI
Bayi baru lahir dari Peserta PBI secara otomatis
dijamin oleh BPJS Kesehatan. Bayi tersebut
dicatat dan dilaporkan kepada BPJS Kesehatan
oleh fasilitas kesehatan untuk kepentingan
rekonsiliasi data PBI.
2. Bayi peserta jamkesmas non Kuota
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan
RI Nomor: JP/Menkes/590/XI/2013 tentang
Jaminan Kesehatan Masyarakat tanggal 28
November 2013 2013 point E nomor 2 bahwa:
“Bila masih terdapat masyarakat miskin dan
tidak mampu di luar peserta Jaminan Kesehatan
Nasional yang berjumlah 86,4 juta jiwa maka
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
(sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013
Tentang Penyusunan APBD Tahun 2014)”,
maka:
a. Bayi yang lahir dari peserta Jamkesmas non
kuota menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah.

87
b. Peserta non kuota Jamkesmas, terhitung
mulai tanggal 1 Januari 2014 tidak dilayani
dalam penyelenggaraan program BPJS
Kesehatan, kecuali didaftarkan sebagai
peserta BPJS Kesehatan.
3. Peserta BPJS Kesehatan Pekerja Penerima Upah
anak ke-1 sd ke-3
Bayi anak ke-1 (satu) sampai dengan anak
ke-3 (tiga) dari peserta Pekerja Penerima Upah
secara otomatis dijamin oleh BPJS Kesehatan.
4. Bayi baru lahir dari :
a. Peserta pekerja bukan penerima upah;
b. peserta bukan pekerja; dan
c. anak ke-4 (empat) atau lebih dari peserta
penerima upah
Dijamin oleh BPJS Kesehatan jika pengurusan
kepesertaan dan penerbitan SEP dilakukan
dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak
kelahirannya atau sebelum pulang apabila bayi
dirawat kurang dari 7 (tujuh) hari.
Dalam pengurusan kepesertaan bayi dilakukan
pada hari ke-8 atau seterusnya, maka biaya

88
pelayanan kesehatan tersebut tidak dijamin
BPJS Kesehatan.

V Pelayanan Gawat Darurat


A. Fasilitas Kesehatan
1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
baik yang bekerjasama maupun tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

B. Cakupan Pelayanan
1. Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin
adalah sesuai dengan kriteria gawat darurat
yang berlaku.
2. Kriteria gawat darurat terlampir.
3. Cakupan pelayanan gawat darurat sesuai
dengan pelayanan rawat jalan dan rawat inap
di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun
tingkat lanjutan

89
C. Prosedur
1. Dalam keadaan gawat darurat, maka:
a. Peserta dapat dilayani di fasilitas kesehatan
tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan yang bekerjasama maupun
yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan
b. Pelayanan harus segera diberikan tanpa
diperlukan surat rujukan
c. Peserta yang mendapat pelayanan di
Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan harus segera dirujuk
ke Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan
gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam
kondisi dapat dipindahkan
d. Pengecekan validitas peserta maupun
diagnosa penyakit yang termasuk dalam
kriteria gawat darurat menjadi tanggung
jawab fasilitas kesehatan
e. Fasilitas kesehatan tidak diperkenankan
menarik biaya pelayanan kesehatan kepada
peserta

90
Pada kasus kegawatdaruratan medis
tidak diperlukan surat rujukan. Kriteria
kegawatdaruratan sebagaimana terlampir

2. Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Fasilitas


kesehatan yang Bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan
a. Pada keadaan gawat darurat (emergency),
seluruh fasilitas kesehatan baik yang
bekerjasama maupun yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, wajib
memberikan pelayanan kegawatdaruratan
sesuai indikasi medis
b. Pelayanan kegawatdaruratan di fasilitas
kesehatan tingkat pertama dapat diberikan
pada fasilitas kesehatan tempat peserta
terdaftar maupun bukan tempat peserta
terdaftar
c. Pelayanan kegawatdaruratan di fasilitas
kesehatan tingkat pertama maupun lanjutan
mengikuti prosedur pelayanan yang berlaku

91
3. Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Fasilitas
kesehatan Tingkat pertama dan Fasilitas
kesehatan Rujukan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan
a. Fasilitas kesehatan memastikan eligibilitas
peserta dengan mencocokkan data peserta
dengan master file kepesertaan BPJS
Kesehatan pada kondisi real time. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara:
1) Fasilitas kesehatan mengakses master
file kepesertaan melalui website BPJS
Kesehatan www.bpjs-kesehatan.go.id,
sms gateway dan media elektronik
lainnya.
2) Apabila poin (a) tidak dapat dilakukan
maka Fasilitas kesehatan menghubungi
petugas BPJS Kesehatan melalui telepon
atau mendatangi kantor BPJS Kesehatan
b. Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien
sudah teratasi dan pasien dalam kondisi
dapat dipindahkan, tetapi pasien tidak
bersedia untuk dirujuk ke Fasilitas Kesehatan

92
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
maka biaya pelayanan selanjutnya tidak
dijamin oleh BPJS. Fasilitas kesehatan
harus menjelaskan hal ini kepada peserta
dan peserta harus menandatangani surat
pernyataan bersedia menanggung biaya
pelayanan selanjutnya
c. Penanganan kondisi kegawatdaruratan di
fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
ditanggung sebagai pelayanan rawat jalan
kecuali kondisi tertentu yang mengharuskan
pasien dirawat inap.
d. Kondisi tertentu yang dimaksud diatas
adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada sarana transportasi untuk
evakuasi pasien.
2) Sarana transportasi yang tersedia
tidak memenuhi syarat untuk evakuasi
Kondisi a dan b dinyatakan oleh petugas
BPJS Kesehatan setelah dihubungi oleh
Fasilitas kesehatan, dan petugas BPJS
Kesehatan tersebut telah berusaha

93
mencari ambulan sesuai dengan
kebutuhan.
3) Kondisi pasien yang tidak memungkinkan
secara medis untuk dievakuasi, yang
dibuktikan dengan surat keterangan
medis dari dokter yang merawat.

Pada keadaan gawat darurat (emergency),


seluruh fasilitas kesehatan baik yang bekerja
sama maupun yang tidak bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan, wajib memberikan
pelayanan kegawatdaruratan sesuai
indikasi medis. Fasilitas kesehatan tidak
diperkenankan menarik biaya pelayanan
kesehatan kepada peserta

D. Alur Pelayanan
(Grafik Ada Dihalaman Berikutnya)

94
PENJAMINAN PELAYANAN EMERGENSI PADA PPK NON PROVIDER
Peserta PPK Non Provider Kantor Cabang

Unit Gawat
PESERTA Surat Permohonan
Darurat
Penjaminan

Tidak
Dirujuk ke poli yang Cek Kriteria
sesuai Emergensi
Validasi Bukan
Emergency Peserta
Kepesertaan

Peserta Bayar Pemberian


Pelayanan Peserta
Emergensi
Validasi
Validasi Kriteria
PULANG Bukan
Kepesertaan
Urgensi
Peserta ke KC
Tidak Peserta
Ya Tidak
Kondisi akhir
Pasien Pengajuan surat
Rujuk ke PPK Tidak jaminan pelayanan,
PROVIDER, dengan Stabil melengkapi Kartu
Stabil Aproval Surat Penolakan
membawa resume
Peserta, resume Jaminan Surat Jaminan
UGD, hasil pemerik-
Pasien dirawat medis, Srt Ket. Rawat Pelayanan Pelayanan
saan penunjang
inap Inap

Ya

95
VI Pelayanan Ambulan
A. Fasilitas Kesehatan
1. Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
mempunyai ambulan
2. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang
mempunyai ambulan
Dalam penyelenggaraan pelayanan ambulan,
fasilitas kesehatan dapat melakukan kerja sama
dengan pihak ketiga sebagai jejaring, antara lain:
a. Pemda atau Dinas Kesehatan Propinsi yang
mempunyai ambulan
b. Ambulan 118
c. Yayasan penyedia layanan ambulan

B. Cakupan Pelayanan
1. Pelayanan Ambulan diberikan pada
transportasi darat dan air bagi pasien dengan
kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan,
disertai dengan upaya atau kegiatan menjaga
kestabilan kondisi pasien dengan tujuan
penyelamatan nyawa pasien sesuai ketentuan

96
peraturan perundang-undangan.
2. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu pada
poin 1 di atas adalah :
a. kondisi pasien sesuai indikasi medis
berdasarkan rekomendasi medis dari dokter
yang merawat
b. kondisi kelas perawatan sesuai hak peserta
penuh dan pasien sudah dirawat paling
sedikit selama 3 hari di kelas satu tingkat di
atas haknya
c. pasien rujukan kasus gawat darurat dari
fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan tujuan penyelamatan nyawa pasien
atau sebagai perawatan lanjutan setelah
pasien diberikan pelayanan sampai dengan
kondisi kegawatdaruratan telah teratasi dan
dapat dipindahkan.
d. pasien rujuk balik rawat inap yang masih
memerlukan pelayanan rawat inap di
fasilitas kesehatan tujuan
Contoh :
pasien kanker rawat inap dengan terapi

97
paliatif di RS tipe A dirujuk balik ke RS tipe
di bawahnya untuk mendapatkan rawat
inap paliatif (bukan rawat jalan)
3. Pelayanan ambulan hanya diberikan untuk
rujukan antar Fasilitas kesehatan :
a. sesama fasilitas kesehatan tingkat pertama;
b. dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke
fasilitas kesehatan rujukan;
c. sesama fasilitas kesehatan rujukan sekunder;
d. dari fasilitas kesehatan sekunder ke fasilitas
kesehatan tersier;
e. dan rujukan balik ke fasilitas kesehatan
dengan tipe di bawahnya.

Pelayanan ambulan hanya diberikan untuk


rujukan antar Fasilitas Kesehatan

4. Fasilitas kesehatan perujuk adalah:


a. Fasilitas kesehatan tingkat pertama atau
fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

98
b. Fasilitas kesehatan tingkat pertama atau
Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan
yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan khusus untuk kasus gawat
darurat yang keadaan gawat daruratnya
telah teratasi dan pasien dalam kondisi
dapat dipindahkan
5. Fasilitas kesehatan Penerima Rujukan adalah
Fasilitas kesehatan tingkat pertama atau fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan
6. Pelayanan Ambulan yang tidak dijamin adalah
pelayanan yang tidak sesuai ketentuan di atas,
termasuk:
a. jemput pasien selain dari Fasilitas kesehatan
(rumah, jalan, lokasi lain)
b. mengantar pasien ke selain Fasilitas
kesehatan
c. rujukan parsial (antar jemput pasien atau
spesimen dalam rangka mendapatkan
pemeriksaan penunjang atau tindakan,
yang merupakan rangkaian perawatan
pasien di salah satu Fasilitas kesehatan).

99
d. Ambulan/mobil jenazah
e. Pasien rujuk balik rawat jalan

C. Prosedur
Dalam rangka evakuasi pasien, maka:
1. Fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas
ambulan dapat langsung memberikan
pelayanan ambulan bagi pasien
2. Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki
fasilitas ambulan, maka Fasilitas kesehatan
berkoordinasi dengan penyedia ambulan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan atau
petugas BPJS Kesehatan
3. Proses rujukan antar fasilitas kesehatan
mengikuti ketentuan sistem rujukan berjenjang
yang berlaku

D. Alur Pelayanan
(Grafik Ada Dihalaman Berikutnya)

100
D. ALUR PELAYANAN
ALUR PENJAMINAN DAN PROSEDUR PELAYANAN AMBULAN
ALUR PENJAMINAN DAN PROSEDUR KLAIM PELAYANAN AMBULAN

PESERTA FASKES PROVIDER AMBULAN BPJS KESEHATAN

Peserta berobat ke Menerima informasi


Mulai faskes primer atau kebutuhan ambulan
Menerima informasi
faskes lanjutan kebutuhan ambulan

Identitas Peserta BPJS


dan kelangkapan Peserta membutuhkan Ambulan
pelayanan ambulan tersedia tidak
berkas lain Mencari dan
ya menyediakan
fasilitas Ambulan
Faskes
ya mempunyai Mengirimkan unit
ambulan sesuai Mengkomunikasikan
ambulan dengan pihak RS dan
kebutuhan
BPJS Kesehatan Mengirimkan unit
Pelayanan Ambulan tidak ambulan sesuai
oleh faskes perujuk Pemberian pelayanan kebutuhan
Ambulan
Menghubungi Provider
pelayanan Ambulan yang
telah bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan (daftar
provider Ambulan
disediakan oleh BPJS
Kesehatan)

Menghubungi
BPJS
Kesehatan

Prosedur Klaim
23

101
VII Pelayanan Yang Tidak Dijamin
Pelayanan atau hal-hal lain yang tidak termasuk
jaminan yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah
sebagai berikut :
1. pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa
melalui prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku;
2. pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas
Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
3. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh
program jaminan kecelakaan kerja terhadap
penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau
hubungan kerja;
4. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh
program jaminan kecelakaan lalu lintas yang
bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh
program jaminan kecelakaan lalu lintas;
5. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
6. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
7. pelayanan untuk mengatasi infertilitas;

102
8. pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
9. gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergan-
tungan obat dan/atau alkohol;
10. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti
diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri;
11. pengobatan komplementer, alternatif dan
tradisional, termasuk akupuntur, shin she,
chiropractic, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health
technology assessment);
12. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan
sebagai percobaan (eksperimen);
13. alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan
susu;
14. perbekalan kesehatan rumah tangga;
15. pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa
tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah;
16. Kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah
(preventable adverse events) yang ditetapkan oleh
Menteri; dan

103
17. biaya pelayanan lainnya yang tidak ada
hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan
yang diberikan.

Pelayanan Di Wilayah Tidak


VIII Tersedia Faskes Memenuhi
Syarat
A. Penentuan Wilayah Tidak Tersedia Fasilitas
Kesehatan Memenuhi Syarat
1. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia
Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta,
BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi
2. Yang dimaksud dengan daerah tidak tersedia
fasilitas kesehatan memenuhi syarat adalah
sebuah Kecamatan yang tidak terdapat Dokter
atau Bidan atau Perawat
3. Penentuan daerah belum tersedia Fasilitas
Kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat atas

104
pertimbangan BPJS Kesehatan dan Asosiasi
Fasilitas Kesehatan
4. Penetapan daerah yang tidak tersedia fasilitas
kesehatan memenuhi syarat dilakukan dengan
keputusan Kepala Dinas Kesehatan. Keputusan
Kepala Dinas Kesehatan dapat ditinjau
sewaktu-waktu menyesuaikan dengan kondisi
ketersediaan fasilitas kesehatan di daerah
tersebut
5. Kompensasi diberikan dalam bentuk
penggantian uang tunai; atau pengiriman
tenaga kesehatan; atau penyediaan fasilitas
kesehatan tertentu.
6. Kompensasi dalam bentuk penggantian uang
tunai berupa klaim perorangan atas biaya
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan.
7. Besaran penggantian atas biaya pelayanan
kesehatan disetarakan dengan tarif Fasilitas
Kesehatan di wilayah terdekat dengan
memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis
pelayanan yang diberikan

105
8. Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga
kesehatan dan penyediaan Fasilitas Kesehatan
tertentu dilakukan dengan bekerja sama
dengan dinas kesehatan, organisasi profesi
kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan

Penetapan daerah yang tidak tersedia fasilitas


kesehatan memenuhi syarat dilakukan
dengan keputusan Kepala Dinas Kesehatan

B. Kompensasi Uang Tunai


1. Kompensasi uang tunai diberikan langsung
kepada peserta berdasarkan klaim yang
bersangkutan atas pelayanan yang diberikan
oleh Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama yang
tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
2. Besaran kompensasi disetarakan dengan tarif
Fasilitas Kesehatan di wilayah terdekat dengan
memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis
pelayanan yang diberikan
3. Dasar besaran penggantian kompensasi

106
adalah rata-rata tarif/unit cost pelayanan
di fasilitas kesehatan tingkat pertama di
wilayahnya,dengan tarif maksimal sesuai
ketentuan
4. Selisih biaya yang terjadi atas biaya pelayanan
menjadi tanggung jawab pasien
5. Untuk dapat memperoleh kompensasi uang
tunai, peserta yang tinggal di wilayah tidak
ada fasilitas kesehatan memenuhi syarat
harus mengikuti prosedur pelayanan rujukan
berjenjang sesuai ketentuan yang berlaku
6. Pembayaran untuk pelayanan kesehatan
tingkat lanjutan ditagihkan langsung oleh
fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan.
7. Prosedur Pelayanan Kesehatan
a. Untuk pertama kali mendapatkan
pelayanan, peserta mendatangi fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang terdekat.
b. Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama
terdekat tersebut adalah fasilitas kesehatan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,
maka biaya pelayanan kesehatan akan

107
ditagihkan ke BPJS Kesehatan, peserta tidak
dikenakan urun biaya.
c. Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama
terdekat tersebut adalah fasilitas kesehatan
yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, maka peserta membayarkan
biaya pelayanan kesehatan terlebih dahulu,
kemudian peserta menagih kepada BPJS
Kesehatan melalui klaim perorangan
d. Apabila dalam kondisi kegawatdaruratan,
peserta dapat langsung menuju RS tanpa
mengikuti sistem rujukan berjenjang yang
berlaku. Biaya yang timbul akibat pelayanan
RS akan ditagihkan oleh RS ke BPJS
Kesehatan, peserta tidak dikenakan urun
biaya
8. Prosedur Pengajuan Klaim Perorangan
a. Peserta mengajukan klaim ke Kantor
Operasional Kabupaten atau Kantor Cabang
BPJS Kesehatan terdekat
b. Klaim perorangan hanya diberlakukan pada
peserta yang mendapatkan pelayanan di

108
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
c. Kelengkapan administrasi klaim perorangan:
1) Formulir pengajuan klaim
2) Berkas pendukung berupa:
a) Salinan KTP/keterangan domisili
(untuk memastikan peserta berada
di wilayah tidak ada Fasilitas
Kesehatan memenuhi syarat sesuai
Surat Keputusan Dinas Kesehatan)
b) Kuitansi asli bermaterai cukup
c) Rincian pelayanan yang diberikan
serta rincian biaya

C. Kompensasi Pengiriman Tenaga Kesehatan


Dan Penyediaan Fasilitas Kesehatan Tertentu
1. Pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan
fasilitas kesehatan tertentu hanya diberikan ke
daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan
yang memenuhi syarat.
2. Penyediaan fasilitas kesehatan tertentu adalah
penyediaan sebuah tim tenaga kesehatan yang

109
dilengkapi dengan peralatan medis untuk
memberikan pelayanan medis tertentu sesuai
dengan kebutuhan di wilayah yang akan
dikunjungi
3. Pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan
fasilitas kesehatan tertentu yang dijamin BPJS
kesehatan adalah pengiriman tenaga kesehatan
yang bukan program pemerintah pusat maupun
daerah serta dapat dlakukan melalui kerjasama
dengan dinas setempat, instansi pemerintah
lainnya, maupun swasta
4. Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga
kesehatan dan penyediaan Fasilitas Kesehatan
tertentu dapat bekerja sama dengan dinas
kesehatan, organisasi profesi kesehatan, dan/
atau asosiasi fasilitas kesehatan
5. Pembayaran pengiriman tenaga kesehatan dan
penyediaan fasilitas kesehatan tertentu sesuai
ketentuan yang berlaku
6. Pembayaran kompensasi dalam bentuk
pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan
fasilitas kesehatan tertentu berupa klaim atas

110
pelayanan yang telah diberikan oleh tenaga
kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan
tertentu.

IX Koordinasi Manfaat
1. Koordinasi Manfaat atau Coordination of Benefit
(COB) adalah suatu proses dimana dua atau lebih
penanggung (payer) yang menanggung orang
yang sama untuk benefit asuransi kesehatan
yang sama, membatasi total benefit dalam jumlah
tertentu yang tidak melebihi jumlah pelayanan
kesehatan yang dibiayakan.
2. Peserta Koordinasi Manfaat/COB adalah Peserta
BPJS Kesehatan yang mempunyai program jaminan
kesehatan lain yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.
3. Prinsip Koordinasi Manfaat
a. BPJS Kesehatan sebagai penjamin pertama
BPJS Kesehatan menjamin Peserta sesuai
haknya sebagai Peserta BPJS Kesehatan,
selebihnya ditanggung oleh Asuransi tambahan
atau Badan Penjamin lain

111
1) Koordinasi manfaat diberlakukan bila
Peserta mengambil kelas perawatan lebih
tinggi dari haknya sebagai Peserta BPJS
Kesehatan, kecuali pelayanan di Rumah
sakit yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, diatur tersendiri antara BPJS
Kesehatan dengan Asuransi tambahan atau
Badan penjamin lainnya.
2) BPJS Kesehatan menanggung biaya
sesuai hak kelas Peserta, Penjamin lain
menanggung selisih biaya akibat kenaikan
kelas Peserta
3) Koordinasi manfaat dapat dilakukan pada
Fasilitas kesehatan yang belum kerjasama
dengan BPJS Kesehatan.
4) Pelayanan kesehatan dapat diberikan di:
a) Fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan dan Asuransi
tambahan atau Badan Penjamin lain
b) Fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan Asuransi tambahan atau Badan
Penjamin lain tetapi tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan

112
5) Koordinasi manfaat yang ditanggung oleh
BPJS Kesehatan hanya pelayanan yang
sesuai dengan ketentuan BPJS Kesehatan.
b. BPJS Kesehatan sebagai penjamin kedua
BPJS Kesehatan hanya menjamin selisih biaya
dari tarif sesuai hak sebagai Peserta BPJS
Kesehatan dan nilai yang ditanggung oleh
program jaminan kecelakaan lalu lintas.

UNTUK INFORMASI LEBIH LANJUT


HUBUNGI:

113
X Lampiran

KRITERIA GAWAT DARURAT


NO. BAGIAN DIAGNOSA
I ANAK 1 Anemia sedang / berat
2 Apnea / gasping
3 Bayi ikterus, anak ikterus
4 Bayi kecil/ premature
5 Cardiac arrest / payah jantung
6 Cyanotic Spell (penyakit jantung)
7 Diare profis (> 10/hari) disertai
dehidrasi ataupun tidak
8 Difteri
9 Ditemukan bising jantung, aritmia
10 Edema / bengkak seluruh badan
11 Epitaksis, tanda pendarahan lain
disertai febris
12 Gagal ginjal akut
13 Gangguan kesadaran, fungsi vital
masih baik
14 Hematuri
15 Hipertensi Berat
16 Hipotensi / syok ringan s/d sedang
17 Intoksikasi (minyak tanah, baygon)
keadaan umum masih baik

114
NO. BAGIAN DIAGNOSA
18 Intoksikasi disertai gangguan
fungsi vital (minyak tanah, baygon)
19 Kejang disertai penurunan
kesadaran
20 Muntah profis (> 6 hari) disertai
dehidrasi atau tidak
21 Panas tinggi >400 C
22 Sangat sesak, gelisah, kesadaran
menurun, sianosis ada retraksi
hebat (penggunaan otot pernafasan
sekunder)
23 Sesak tapi kesadaran dan keadaan
umum masih baik
24 Shock berat (profound) : nadi
tidak teraba tekanan darah terukur
termasuk DSS.
25 Tetanus
26 Tidak kencing > 8 jam
27 Tifus abdominalis dengan komplikasi
II BEDAH 1 Abses cerebri
2 Abses sub mandibula
3 Amputasi penis
4 Anuria
5 Apendicitis acute
6 Atresia ani (tidak bisa BAB sama
sekali)

115
NO. BAGIAN DIAGNOSA
7 BPH dengan retensio urin
8 Cedera kepala berat
9 Cedera kepala sedang
10 Cedera tulang belakang (vertebral)
11 Cedera wajah dengan gangguan
jalan nafas
12 Cedera wajah tanpa gangguan jalan
nafas, antara lain :
a. Patah tulang hidung/nasal
terbuka dan tertutup
b. Patah tulang pipi (zygoma)
terbuka dan tertutup
c. Patah tulang rahang (maxilla dan
mandibula) terbuka dan tertutup
d. Luka terbuka daerah wajah
13 Cellulitis
14 Cholesistitis akut
15 Corpus alienum pada :
a. Intra cranial b. Leher
b. Thorax
c. Abdomen
d. Anggota gerak
e. Genetalia
16 CVA bleeding
17 Dislokasi persendian
18 Drowning

116
NO. BAGIAN DIAGNOSA
19 Flail chest
20 Fraktur tulang kepala
21 Gastrokikis
22 Gigitan binatang / manusia
23 Hanging
24 Hematothorax dan pneumothorax
25 Hematuria
26 Hemoroid grade IV (dengan tanda
strangulasi)
27 Hernia incarcerate
28 Hidrochepalus dengan TIK
meningkat
29 Hirschprung disease
30 Ileus Obstruksi
31 Internal Bleeding
32 Luka Bakar
33 Luka terbuka daerah abdomen
34 Luka terbuka daerah kepala
35 Luka terbuka daerah thorax
36 Meningokel / myelokel pecah
37 Multiple trauma
38 Omfalokel pecah
39 Pankreatitis akut
40 Patah tulang dengan dugaan cedera
pembuluh darah

117
NO. BAGIAN DIAGNOSA
41 Patah tulang iga multiple
42 Patah tulang leher
43 Patah tulang terbuka
44 Patah tulang tertutup
45 Periappendicullata infiltrate
46 Peritonitis generalisata
47 Phlegmon dasar mulut
48 Priapismus
49 Prolaps rekti
50 Rectal bleeding
51 Ruptur otot dan tendon
52 Strangulasi penis
53 Tension pneumothoraks
54 Tetanus generalisata
55 Torsio testis
56 Tracheo esophagus fistel
57 Trauma tajam dan tumpul daerah
leher
58 Trauma tumpul abdomen
59 Traumatik amputasi
60 Tumor otak dengan penurunan
kesadaran
61 Unstable pelvis
62 Urosepsi

118
NO. BAGIAN DIAGNOSA
III Kardio- 1 Aritmia
vaskular
2 Aritmia dan shock
3 Cor Pulmonale decompensata yang
akut
4 Edema paru akut
5 Henti jantung
6 Hipertensi berat dengan komplikasi
(hipertensi enchephalopati, CVA)
7 Infark Miokard dengan komplikasi
(shock)
8 Kelainan jantung bawaan dengan
gangguan ABC (Airway Breathing
Circulation)
9 Kelainan katup jantung dengan
gangguan ABC (airway Breathing
Circulation)
10 Krisis hipertensi
11 Miokarditis dengan shock
12 Nyeri dada
13 Sesak nafas karena payah jantung
14 Syncope karena penyakit jantung

IV Kebidanan 1 Abortus
2 Distosia

119
NO. BAGIAN DIAGNOSA
3 Eklampsia
4 Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
5 Perdarahan Antepartum
6 Perdarahan Postpartum
7 Inversio Uteri
8 Febris Puerperalis
9 Hyperemesis gravidarum dengan
dehidrasi
10 Persalinan kehamilan risiko tinggi
dan atau persalinan dengan penyulit
V Mata 1 Benda asing di kornea mata /
kelopak mata
2 Blenorrhoe/ Gonoblenorrhoe
3 Dakriosistisis akut
4 Endoftalmitis/panoftalmitis
5 Glaukoma :
a. Akut
b. Sekunder
6 Penurunan tajam penglihatan
mendadak :
a. Ablasio retina
b. CRAO
c. Vitreous bleeding
7 Selulitis Orbita

120
NO. BAGIAN DIAGNOSA
8 Semua kelainan kornea mata :
a. Erosi
b. Ulkus / abses
c. Descematolis
9 Semua trauma mata :
a. Trauma tumpul
b. Trauma fotoelektrik/ radiasi
c. Trauma tajam/tajam tembus
10 Trombosis sinus kavernosis
11 Tumororbita dengan perdarahan
12 Uveitis/ skleritis/iritasi
VI Paru- 1 Asma bronchitis moderate severe
paru
2 Aspirasi pneumonia
3 Emboli paru
4 Gagal nafas
5 Injury paru
6 Massive hemoptisis
7 Massive pleural effusion
8 Oedema paru non cardiogenic
9 Open/closed pneumathorax
10 P.P.O.M Exacerbasi akut
11 Pneumonia sepsis
12 Pneumathorax ventil

121
NO. BAGIAN DIAGNOSA
13 Reccurent Haemoptoe
14 Status Asmaticus
15 Tenggelam
VII Penyakit 1 Demam berdarah dengue (DBD)
Dalam
2 Demam tifoid
3 Difteri
4 Disequilebrium pasca HD
5 Gagal ginjal akut
6 GEA dan dehidrasi
7 Hematemesis melena
8 Hematochezia
9 Hipertensi maligna
10 Keracunan makanan
11 Keracunan obat
12 Koma metabolic
13 Leptospirosis
14 Malaria
15 Observasi shock
VIII THT 1 Abses di bidang THT & kepala leher
2 Benda asing laring/trachea/bronkus,
dan benda asing tenggorokan
3 Benda asing telinga dan hidung
4 Disfagia

122
NO. BAGIAN DIAGNOSA
5 Obstruksi jalan nafas atas grade II/
III Jackson
6 Obstruksi jalan nafas atas grade IV
Jackson
7 Otalgia akut (apapun penyebabnya)
8 Parese fasialis akut
9 Perdarahan di bidang THT
10 Syok karena kelainan di bidang THT
11 Trauma (akut) di bidang THT ,Kepala
dan Leher
12 Tuli mendadak
13 Vertigo (berat)
IX Syaraf 1 Kejang
2 Stroke
3 Meningo enchepalitis

123
124
B. Panduan Praktis Admininstrasi Klaim
Faskes BPJS Kesehatan ( Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama, Lanjutan
dan Pelayanan Kesehatan Lainnya)

125
126
A Ketentuan Umum
1. Fasilitas Kesehatan mengajukan klaim setiap bulan
secara reguler paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya, kecuali kapitasi, tidak perlu diajukan
klaim oleh Fasilitas Kesehatan.
2. BPJS Kesehatan wajib membayar Fasiltas
Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada
peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja
sejak dokumen klaim diterima lengkap di Kantor
Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan.
3. Kendali Mutu dan Biaya.
a. Dalam rangka penyelenggaraan kendali mutu
dan kendali biaya, BPJS Kesehatan membentuk
tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri
dari unsur organisasi profesi, akademisi, dan
pakar klinis.
b. Tim kendali mutu dan kendali biaya dapat
melakukan:
1) sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan
dalam menjalankan praktik profesi sesuai
kompetensi;

127
2) utilization review dan audit medis; dan/atau
3) pembinaan etika dan disiplin profesi kepada
tenaga kesehatan.
c. Pada kasus tertentu, tim kendali mutu dan
kendali biaya dapat meminta informasi tentang
identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan Peserta
dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis
kepada Fasilitas Kesehatan sesuai kebutuhan.
4. Kadaluarsa Klaim
a. Klaim Kolektif
Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah
maupun Swasta, baik Tingkat Pertama
maupun Tingkat Lanjutan adalah 2 (dua)
tahun setelah pelayanan diberikan.
b. Klaim Perorangan
Batas waktu maksimal pengajuan klaim
perorangan adalah 2 (dua) tahun setelah
pelayanan diberikan, kecuali diatur secara
khusus.
5. Kelengkapan administrasi klaim umum
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

128
1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap
3 (tiga)
2) Softcopy data pelayanan bagi Fasilitas
Kesehatan yang telah menggunakan
aplikasi P-Care/aplikasi BPJS Kesehatan
lain (untuk PMI/UTD) atau rekapitulasi
pelayanan secara manual untuk Fasilitas
Kesehatan yang belum menggunakan
aplikasi P-Care.
3) Kuitansi asli bermaterai cukup
4) Bukti pelayanan yang sudah
ditandatangani oleh peserta atau
anggota keluarga.
5) Kelengkapan lain yang dipersyaratkan
oleh masing-masing tagihan klaim
b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap
3 (tiga),
2) Softcopy luaran aplikasi
3) Kuitansi asli bermaterai cukup
4) Bukti pelayanan yang sudah
ditandatangani oleh peserta atau
anggota keluarga.

129
5) Kelengkapan lain yang dipersyaratkan oleh
masing-masing tagihan klaim

Klaim Fasilitas Kesehatan


B
Tingkat Pertama
1. Klaim Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)
Biaya pelayanan RJTP dibayar dengan kapitasi,
yaitu berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar di
Fasilitas Kesehatan tersebut tanpa pengenaan iur
biaya kepada peserta.
Besaran kapitasi adalah sebagai berikut:

No Fasilitas Kesehatan Tarif


1 Puskesmas atau Rp 3.000,00 s.d Rp
fasilitas kesehatan 6.000,00
yang setara
2 RS Pratama, Klinik Rp 8.000,00 s.d Rp
Pratama, Praktek 10.000,00
Dokter atau Fasilitas
Kesehatan yang setara

130
No Fasilitas Kesehatan Tarif
3 Praktik Dokter Gigi Rp 2.000,00
di luar Fasilitas
Kesehatan no 1 atau 2

a. Tarif kapitasi Rp. 6.000,00 di Puskesmas (huruf


A1) dan Rp. 10.000,00 di RS Kelas D Pratama,
klinik pratama, atau fasilitas kesehatan yang
setara (huruf B1) dalam Lampiran I angka I
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun
2013, sudah termasuk dokter gigi.
b. Tarif kapitasi dokter gigi yang berpraktik di
luar fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud
pada huruf a sebesar Rp 2.000,00 per jiwa
c. BPJS Kesehatan membayar kapitasi setiap
bulan maksimal tanggal 15 (Lima Belas) bulan
berjalan tanpa perlu diajukan klaim oleh
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama.

131
Tarif kapitasi di Puskesmas, RS Kelas D
Pratama, Klinik Pratama atau fasilitas
kesehatan yang setara sudah termasuk dokter
gigi

2. Klaim Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)


a. Biaya pelayanan RITP dibayar dengan paket per
hari rawat dengan besaran Rp100.000,00 per
hari. Pasien tidak boleh ditarik iur biaya.
b. Pengajuan klaim RITP atas pelayanan yang
sudah diberikan kepada peserta pada bulan
sebelumnya diajukan secara kolektif setiap
bulan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
kepada Kantor Cabang/Kantor Operasional
Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan, dengan
menyampaikan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan lain
sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan, yang terdiri dari:
a) Nama penderita;
b) Nomor Identitas;

132
c) Alamat dan nomor telepon pasien;
d) Diagnosa penyakit;
e) Tindakan yang diberikan;
f) Tanggal masuk perawatan dan tanggal
keluar perawatan;
g) Jumlah hari rawat;
h) Besaran tarif paket;
i) Jumlah tagihan paket rawat inap tingkat
pertama (besaran tarif paket dikalikan
jumlah hari rawat);
Perhitungan hari rawat adalah tanggal
keluar dikurangi tanggal masuk.
j) Jumlah seluruh tagihan
2) Berkas pendukung masing-masing pasien
a) Salinan identitas peserta BPJS Kesehatan
b) Surat perintah rawat inap dari Dokter.

Perhitungan hari rawat adalah tanggal keluar


dikurangi tanggal masuk

133
3. Persalinan/maternal dan neonatal non kapitasi
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
a. Biaya pelayanan persalinan/maternal dan
neonatal non kapitasi adalah tarif tanpa
pengenaan iur biaya kepada peserta, sebagai
berikut:

Tarif
No Jenis Pelayanan
(Rp)
1 Pemeriksaan ANC 25,000
2 Persalinan Pervaginam Normal
600,000
3 Penanganan perdarahan paska
keguguran, persalinan pervaginam 750,000
dengan tindakan emergensi dasar
4 Pemeriksaan PNC/neonatus 25,000
5 Pelayanan tindakan paska
persalinan (mis. placenta manual) 175,000
6 Pelayanan pra rujukan pada
komplikasi kebidanan dan neonatal 125,000

134
Tarif
No Jenis Pelayanan
(Rp)
Pelayanan KB pemasangan:
7 - IUD/Implant 100,000
- Suntik 15,000
8 Penanganan komplikasi KB paska 125,000
persalinan

b. Tarif Pelayanan Kesehatan Kebidanan


dan Neonatal yang dilakukan oleh bidan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 (ANC),
angka 4 (PNC), dan angka 7 (pelayanan KB)
dalam Lampiran I angka II huruf B Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 hanya
berlaku untuk pelayanan kesehatan kebidanan
dan neonatal di luar Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (Puskesmas, RS Kelas D Pratama, klinik
pratama, atau fasilitas kesehatan yang setara)
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
c. Tarif persalinan adalah paket persalinan
termasuk akomodasi. Pasien tidak boleh ditarik
iur biaya.

135
c. Pengajuan klaim persalinan dan pelayanan
maternal/neonatal non kapitasi di Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama dapat dilakukan
oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang
memberikan pelayanan (Puskesmas/Puskesmas
PONED/Klinik/Dokter praktek perorangan
dengan jejaring).
d. Jejaring Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
berupa Polindes/Poskesdes dan bidan desa/
praktik mandiri mengajukan tagihan melalui
Fasilitas Kesehatan induknya.
e. Klaim diajukan secara kolektif setiap bulan
kepada Kantor Cabang/Kantor Operasional
Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan dengan
kelengkapan administrasi umum sesuai poin
A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan:
a) Nama penderita;
b) Nomor Identitas;
c) Alamat dan telepon pasien;
d) Tanggal pelayanan;
e) GPA (Gravid, Partus, Abortus)

136
f) Jenis persalinan (tanpa penyulit/dengan
penyulit);
g) Besaran tarif paket;
h) Jumlah seluruh tagihan
2) Berkas pendukung masing-masing pasien
yang terdiri dari:
a) Salinan identitas peserta BPJS Kesehatan
b) Salinan lembar pelayanan pada Buku KIA
sesuai pelayanan yang diberikan untuk
pemeriksaan kehamilan, pelayanan
nifas, termasuk pelayanan bayi baru
lahir dan KB pasca persalinan. Apabila
Peserta tidak memiliki buku KIA, dapat
digunakan kartu ibu atau keterangan
pelayanan lainnya pengganti buku KIA
yang ditandatangani ibu hamil/bersalin
dan petugas yang menangani.
c) Partograf yang ditandatangani oleh
tenaga kesehatan penolong persalinan
untuk pertolongan persalinan. Pada
kondisi tidak ada partograf dapat
digunakan keterangan lain yang

137
menjelaskan tentang pelayanan
persalinan yang diberikan
d) Surat keterangan kelahiran

Tarif Persalinan adalah paket persalinan


termasuk akomodasi. Pasien tidak boleh
ditarik iur biaya.

4. Pelayanan Darah
a. Tarif darah disesuaikan dengan tarif yang
diatur di masing-masing daerah, maksimal
Rp360.000,00 per kantong
b. Biaya pelayanan darah terdiri dari jasa, sarana
dan darah per kantong darah. Biaya jasa
dan bahan, alat medis habis pakai termasuk
transfusi set yang digunakan dalam pelayanan
transfusi darah sudah termasuk paket rawat
inap di Puskesmas atau Klinik.
c. Klaim darah diajukan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan secara kolektif setiap bulan oleh

138
PMI atau UTD setempat dengan kelengkapan
administrasi umum sesuai poin A.5. dan
kelengkapan lain sebagai berikut sebagai
berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan yang terdiri dari:
a) Nama penderita;
b) Nomor Identitas;
c) Alamat dan nomor telepon pasien;
d) Tanggal pelayanan;
e) Diagnosa penyakit;
f) Jumlah darah per kantong yang
dibutuhkan;
g) Besaran tarif paket;
h) Jumlah seluruh tagihan
2) Berkas pendukung masing-masing pasien
yang terdiri dari :
a) Salinan identitas peserta BPJS Kesehatan
b) Lembar permohonan darah dari dokter
yang merawat

139
Transfusi set yang digunakan dalam transfusi
darah sudah termasuk paket rawat inap/
kapitasi di Puskesmas atau Klinik

5. Pelayanan Obat Program Rujuk Balik


a. Tarif Obat Program Rujuk Balik sesuai e-catalog
ditambah faktor pelayanan dan embalage.
b. Peresepan obat Program Rujuk Balik sesuai
dengan Daftar Obat Program Rujuk Balik.
c. Harga dasar obat Program Rujuk Balik sesuai
dengan e-catalog atau sesuai ketentuan yang
berlaku .
d. Faktor pelayanan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, dengan ketentuan sebagai berikut:

Faktor
Harga Satuan Obat Pelayanan
Maksimal
Sampai dengan Rp50.000,- 0,20
> Rp50.000,- sampai dengan Rp250.000,- 0,15
> Rp250.000,- sampai dengan Rp500.000,- 0,10

140
Faktor
Harga Satuan Obat Pelayanan
Maksimal
> Rp500.000,- sampai dengan Rp1.000.000,- 0,05
> Rp1.000.000,- 0,02

e. Embalage sebagaimana dimaksud pada huruf


a, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) embalage untuk setiap resep (per R/) obat
jadi adalah Rp300,00
2) embalage untuk setiap resep obat racikan
adalah Rp500,00
f. Klaim obat PRB ditagihkan secara kolektif
oleh Apotek PRB/Depo Farmasi kepada
BPJS Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan
berikutnya.
g. Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/Kantor
Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan
secara kolektif setiap bulan oleh Apotek PRB
dengan kelengkapan administrasi umum sesuai
poin A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekap Tagihan Obat Program Rujuk Balik

141
2) Lembar Resep Obat Program Rujuk Balik
3) Data tagihan pelayanan dalam bentuk
softcopy sesuai Aplikasi dari BPJS Kesehatan

Harga Obat =
(harga dasar x faktor pelayanan) + embalage

6. Pelayanan Pemeriksaan Penunjang Program


Rujuk Balik
a. Pelayanan pemeriksaan penunjang Program
Rujuk Balik (PRB) yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan adalah pemeriksaan Gula Darah
Puasa, Gula Darah Post Prandial dan Gula
Darah Sewaktu.
b. Tarif pemeriksaan GDS, GDP dan GDPP
berdasarkan kesepakatan antara BPJS
Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan dengan
range tarif Rp10.000,00 - Rp20.000,00.
c. Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu, Glukosa
Darah Puasa (GDP) dan Glukosa Darah Post
Prandial (GDPP) dilakukan 1 (satu) bulan sekali

142
d. Pemeriksaan lain selain yang termasuk dalam
komponen paket kapitasi dan selain GDP,
GDPP dan GDS dilakukan di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan dan biayanya sudah termasuk
dalam paket INA CBG’s.
e. Klaim diajukan secara kolektif oleh
Laboratorium/Fasilitas Kesehatan kepada
BPJS Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan
berikutnya.
f. Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan
kelengkapan administrasi umum sesuai poin
A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekap Tagihan pelayanan laboratorium
Program Rujuk Balik
2) Lembar permintaan pemeriksaan
laboratorium Program Rujuk Balik oleh
dokter
3) Hasil pemeriksaan laboratorium
4) Salinan identitas peserta BPJS Kesehatan

143
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu yang
dibayar secara fee-for-service hanya untuk
Program Rujuk Balik. Pemeriksaan GDS yang
dilaksanakan di faskes tingkat pertama dan
bukan Program Rujuk Balik termasuk dalam
komponen kapitasi.

7. Pelayanan Pemeriksaan Penunjang Skrining


Kesehatan
a. Pelayanan pemeriksaan penunjang diberikan
kepada Peserta BPJS Kesehatan yang telah
mendapatkan analisis riwayat kesehatan
dengan hasil teridentifikasi mempunyai risiko
penyakit tertentu
b. Pelayanan pemeriksaan penunjang Skrining
Kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan
adalah:
1) Pemeriksaan IVA
2) Pemeriksaan Pap smear
3) pemeriksaan Gula Darah Puasa
4) pemeriksaan Gula Darah Post Prandial.

144
c. Tarif pemeriksaan berdasarkan kesepakatan
antara BPJS Kesehatan dengan Fasilitas
Kesehatan dengan range tarif sebagai berikut :
1) Pemeriksaan IVA:
Maksimal Rp25.000,00
2) Pemeriksaan Pap Smear:
Maksimal Rp125.000,00
3) Pemeriksaan Gula Darah:
Rp10.000,00 sd Rp20.000,00
d. Klaim diajukan oleh Laboratorium/Fasilitas
Kesehatan kepada Kantor Cabang/Kantor
Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan
secara kolektif maksimal tanggal 10 bulan
berikutnya dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan lain
sebagai berikut:
1) Rekap Tagihan pelayanan
2) Lembar permintaan pemeriksaan oleh
dokter
3) Hasil pemeriksaan laboratorium
4) Salinan identitas peserta BPJS Kesehatan

145
8. Pelayanan Lain di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama
a. Pelayanan lain di Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama yang dijamin oleh BPJS Kesehatan
adalah pelayanan terapi krio untuk kasus
pemeriksaan IVA positif
b. Tarif pelayanan terapi krio adalah Rp150.000,00
c. Pelayanan terapi krio diberikan kepada Peserta
BPJS Kesehatan yang telah teridentifikasi positif
IVA berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang
skrining kesehatan.
d. Pelayanan terapi krio diajukan secara kolektif
bersama dengan klaim tingkat pertama lainnya
oleh Fasilitas Kesehatan kepada BPJS Kesehatan
maksimal tanggal 10 bulan berikutnya.
e. Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan
kelengkapan administrasi umum sesuai poin
A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekap Tagihan pelayanan
2) Lembar permintaan pelayanan oleh dokter
3) Salinan identitas peserta BPJS Kesehatan

146
C Klaim Faskes Tingkat Lanjutan
1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
a. Biaya pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat
lanjutan dibayar dengan paket INA CBGs tanpa
pengenaan iur biaya kepada peserta.
b. Tarif paket INA CBG’s sesuai dengan ketetapan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam
Permenkes No 69 Tahun 2013 tentang
Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
c. Tarif paket INA CBGs sudah mencakup biaya
seluruh pelayanan yang diberikan kepada
peserta BPJS Kesehatan, baik biaya administrasi,
jasa pelayanan, sarana, alat/bahan habis pakai,
obat dan lain-lain.
d. Klaim diajukan secara kolektif oleh fasilitas
kesehatan kepada BPJS Kesehatan maksimal
tanggal 10 bulan berikutnya menggunakan
aplikasi INA CBGs Kementerian Kesehatan yang
berlaku.

147
e. Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan
kelengkapan administrasi umum sesuai poin
A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan
2) Berkas pendukung masing-masing pasien,
yang terdiri dari:
a) Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
b) Resume medis/laporan status pasien/
keterangan diagnosa dari dokter yang
merawat bila diperlukan
c) Bukti pelayanan lainnya, misal:
- Protokol terapi dan regimen (jadual
pemberian obat) pemberian obat
khusus
- Perincian tagihan Rumah Sakit
(manual atau automatic billing)
- Berkas pendukung lain yang
diperlukan

148
2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan
a. Biaya pelayanan kesehatan rawat inap tingkat
lanjutan dibayar dengan paket INA CBGs tanpa
pengenaan iur biaya kepada peserta.
b. Tarif paket INA CBGs sesuai dengan ketetapan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam
Permenkes No 69 Tahun 2013 tentang
Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Dan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
c. Tarif paket INA CBGs sudah mencakup biaya
seluruh pelayanan yang diberikan kepada
peserta BPJS Kesehatan, baik biaya administrasi,
jasa pelayanan, sarana, alat/bahan habis pakai,
obat, akomodasi dan lain-lain.
d. Klaim diajukan secara kolektif oleh fasilitas
kesehatan kepada BPJS Kesehatan maksimal
tanggal 10 bulan berikutnya dalam bentuk
softcopy (luaran aplikasi INA CBGs Kementerian
Kesehatan yang berlaku) dan hardcopy (berkas
pendukung klaim).

149
e. Tagihan klaim di fasilitas kesehatan lanjutan
menjadi sah setelah mendapat persetujuan
dan ditandatangani Direktur/Kepala Fasilitas
Kesehatan lanjutan dan Petugas Verifikator
BPJS Kesehatan.
f. Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan
kelengkapan administrasi umum sesuai poin
A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan
2) Berkas pendukung masing-masing pasien,
yang terdiri dari:
a) Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
b) Surat perintah rawat inap
c) Resume medis yang ditandatangani oleh
DPJP
d) Bukti pelayanan lain yang ditandatangani
oleh DPJP (bila diperlukan), misal:
- Laporan operasi
- Protokol terapi dan regimen (jadual
pemberian obat) pemberian obat

150
khusus
- Perincian tagihan Rumah Sakit
(manual atau automatic billing)
- Berkas pendukung lain yang
diperlukan

Klaim Pelayanan Gawat


D
Darurat
1. Pelayanan Gawat Darurat di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama yang Tidak Kerja Sama dengan
BPJS Kesehatan
a. BPJS Kesehatan menjamin pelayanan gawat
darurat di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
sesuai dengan Kriteria Gawat Darurat yang
berlaku.
b. Klaim diajukan secara kolektif oleh Fasilitas
Kesehatan kepada BPJS Kesehatan maksimal
tanggal 10 bulan berikutnya. Fasilitas Kesehatan
tidak boleh menarik bayar kepada pasien.
e. Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/

151
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan
kelengkapan administrasi umum sesuai poin
A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan, yang terdiri dari:
a) Nama penderita;
b) Nomor Identitas;
c) Alamat dan nomor telepon pasien;
d) Diagnosa penyakit;
e) Tindakan yang diberikan;
f) Tanggal masuk perawatan dan tanggal
keluar perawatan;
g) Jumlah tagihan per pasien
h) Jumlah seluruh tagihan
2) Salinan identitas peserta BPJS Kesehatan
f. Tarif pelayanan gawat darurat di Fasilitas
Kesehatan yang tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan setara dengan tarif yang
berlaku untuk fasilitas kesehatan yang setara di
wilayah tersebut dengan tarif Rp100.000,00 sd
Rp150.000,00 per kasus.

152
2. Pelayanan Gawat Darurat di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan Yang Tidak Kerja Sama dengan
BPJS Kesehatan
a. BPJS Kesehatan menjamin pelayanan gawat
darurat di Fasilitas Kesehatan tingkat lanjutan
yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
sesuai dengan Kriteria Gawat Darurat yang
berlaku.
b. Tarif pelayanan gawat darurat di Fasilitas
Kesehatan yang tidak bekerjasama sesuai paket
INA CBG’s untuk kelompok tarif RS yang setara
di wilayah tersebut tanpa pengenaan iur biaya
kepada pasien.
c. Fasilitas kesehatan yang belum memiliki
penetapan kelas Rumah Sakit, menggunakan
tarif INA CBG’s Rumah Sakit kelas D
d. Klaim diajukan secara kolektif oleh fasilitas
kesehatan kepada BPJS Kesehatan maksimal
tanggal 10 bulan berikutnya dalam bentuk
softcopy (luaran aplikasi INA CBGs Kementerian
Kesehatan yang berlaku) dan hardcopy (berkas
pendukung klaim).

153
e. Bagi Fasilitas Kesehatan yang belum dapat
mengajukan dalam bentuk softcopy luaran
INA CBG, maka klaim dientry oleh Fasilitas
Kesehatan tersebut di Kantor BPJS Kesehatan
terdekat.
f. Klaim diajukan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan secara kolektif setiap bulan dengan
kelengkapan administrasi umum sesuai poin
A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
1) Rekapitulasi pelayanan, yang terdiri dari:
a) Nama penderita;
b) Nomor Identitas;
c) Alamat dan nomor telepon pasien;
d) Diagnosa penyakit;
e) Tindakan yang diberikan;
f) Tanggal masuk perawatan dan tanggal
keluar perawatan;
g) Jumlah hari rawat (jika dirawat inap);
h) Jumlah tagihan per pasien;
i) Jumlah seluruh tagihan
2) Salinan identitas peserta BPJS Kesehatan

154
Pelayanan gawat darurat di Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama dan tingkat
lanjutan yang tidak bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan, klaimnya diajukan oleh Fasilitas
Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. Fasilitas
Kesehatan tidak boleh menarik bayar kepada
pasien.

3. Pelayanan Gawat Darurat di Fasilitas Kesehatan


yang Kerja Sama dengan BPJS Kesehatan
Adminitrasi pengajuan klaim sama dengan
kelengkapan administrasi pengajuan klaim kolektif
pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama dan di Fasilitas Kesehatan tingkat lanjutan.

E Klaim Alat Kesehatan


1. Alat kesehatan yang dapat diklaimkan kepada BPJS
Kesehatan adalah alat kesehatan diluar paket INA
CBGs yaitu alat kesehatan yang tidak termasuk
dalam paket layanan yang didasarkan kepada

155
pengelompokan diagnosis penyakit dan digunakan
secara tidak permanen di luar tubuh pasien.
2. Alat kesehatan di luar paket INA CBG’s ditagihkan
langsung oleh fasilitas kesehatan ke BPJS Kesehatan
3. Alat kesehatan di luar paket INA CBG’s adalah
pelayanan yang dibatasi, yaitu:
1) Pelayanan diberikan atas indikasi medis,
2) Adanya plafon maksimal harga alat kesehatan
3) Adanya batasan waktu pengambilan alat
kesehatan
4. Tarif alat kesehatan di luar paket INA CBG’s adalah:

No Alat Kesehatan Tarif (Rp) Ketentuan


1 Kacamata 1. PBI/Hak rawat 1. Diberikan paling
kelas 3: cepat 2 (dua)
Rp150.000,00 tahun sekali
2. Hak rawat kelas 2: 2. Indikasi medis
Rp200.000,00 minimal:
3. Hak rawat kelas1: - Sferis 0,5D
Rp300.000,00 - Silindris 0,25D
2 Alat bantu Maksimal Diberikan paling
dengar Rp1.000.000,00 cepat 5 (lima) tahun
sekali atas indikasi
medis

156
No Alat Kesehatan Tarif (Rp) Ketentuan
3 Protesa alat Maksimal 1. Protesa alat gerak
gerak Rp2.500.000,00 adalah:
a. Kaki palsu
b. Tangan palsu
2. Diberikan paling
cepat 5 (lima)
tahun sekali atas
indikasi medis
4 Protesa gigi Maksimal 1. Diberikan paling
Rp1.000.000,00 cepat 2 (dua)
tahun sekali atas
indikasi medis
untuk gigi yang
sama
2. Full protesa
gigi maksimal
Rp1.000.000,00
3. Masing-masing
rahang maksimal
Rp500.000,00
5 Korset tulang Maksimal Diberikan paling
belakang Rp350.000,00 cepat 2 (dua) tahun
sekali atas indikasi
medis
6 Collar neck Maksimal Diberikan paling
Rp150.000,00 cepat 2 (dua) tahun
sekali atas indikasi
medis

157
No Alat Kesehatan Tarif (Rp) Ketentuan
7 Kruk Maksimal Diberikan paling
Rp350.000,00 cepat 5 (lima) tahun
sekali atas indikasi
medis

5. Alat kesehatan:
a. Kacamata
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
dengan gangguan penglihatan sesuai
dengan indikasi medis yang merupakan
bagian dari pemeriksaan dan penanganan
yang diberikan pada fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan
2) Penjaminan pelayanan kacamata diberikan
atas rekomendasi dari dokter spesialis mata
dan dibuktikan dengan hasil pemeriksaan
mata.
3) Klaim diajukan secara kolektif oleh
fasilitas kesehatan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan

158
berikutnya dalam bentuk softcopy (luaran
aplikasi) dan hardcopy (berkas pendukung
klaim), dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan
lain sebagai berikut:
a) Surat Eligibilitas Peserta (tindasan NCR
atau salinannya)
b) Surat keterangan medis dari dokter yang
merawat (keterangan indikasi medis)
atau resep kacamata
c) Tanda tangan pasien atau anggota
keluarganya
b. Alat Bantu Dengar
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
dengan gangguan pendengaran sesuai
dengan indikasi medis
2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan
penanganan yang diberikan pada fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan yang bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan
3) Penjaminan pelayanan alat bantu dengar
diberikan atas rekomendasi dari dokter
spesialis THT

159
4) Alat bantu dengar dapat diberikan maksimal
sekali dalam 5 (lima) tahun per telinga
5) Klaim diajukan secara kolektif oleh
fasilitas kesehatan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan
berikutnya dalam bentuk softcopy (luaran
aplikasi) dan hardcopy (berkas pendukung
klaim), dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan
lain sebagai berikut:
a) Surat Eligibilitas Peserta (tindasan NCR
atau salinannya)
b) Surat keterangan medis dari dokter yang
merawat (keterangan indikasi medis)
atau resep alat bantu dengar
c. Protesa alat gerak
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
sesuai dengan indikasi medis
2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan
penanganan yang diberikan pada fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan yang bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan

160
3) Penjaminan pelayanan protesa alat gerak
diberikan atas rekomendasi dari dokter
spesialis bedah umum atau bedah tulang.
4) Protesa alat gerak dapat diberikan maksimal
sekali dalam 5 (lima) tahun untuk bagian
tubuh yang sama.
5) Klaim diajukan secara kolektif oleh
fasilitas kesehatan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan
berikutnya dalam bentuk softcopy (luaran
aplikasi) dan hardcopy (berkas pendukung
klaim), dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan
lain sebagai berikut:
a) Surat Eligibilitas Peserta (tindasan NCR
atau salinannya)
b) Surat keterangan medis dari dokter yang
merawat (keterangan indikasi medis)
atau resep protesa gerak

161
d. Protesa Gigi
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
yang kehilangan gigi sesuai dengan indikasi
medis
2) Pelayanan prothesa gigi diberikan oleh
fasilitas kesehatan tingkat pertama dan
fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
3) Penjaminan pelayanan protesa gigi
diberikan atas rekomendasi dari dokter gigi
4) Klaim diajukan secara kolektif oleh
fasilitas kesehatan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan
berikutnya dalam bentuk softcopy (luaran
aplikasi) dan hardcopy (berkas pendukung
klaim), dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan
lain sebagai berikut:
a) Surat Eligibilitas Peserta (tindasan NCR
atau salinannya)
b) Surat keterangan medis dari dokter yang

162
merawat (keterangan indikasi medis)
atau resep protesa gigi
5) Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang
belum menggunakan aplikasi P-Care
mengajukan klaim protesa gigi secara
manual
e. Korset Tulang Belakang
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
yang mengalami kelainan/gangguan tulang
atau kondisi lain sesuai dengan indikasi
medis
2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan
penanganan yang diberikan pada fasilitas
kesehatan rujukan yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan
3) Penjaminan pelayanan korset tulang
belakang diberikan atas rekomendasi
dokter spesialis bedah saraf atau spesialis
bedah tulang atau spesialis bedah umum.
4) Klaim diajukan secara kolektif oleh
fasilitas kesehatan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS

163
Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan
berikutnya dalam bentuk softcopy (luaran
aplikasi) dan hardcopy (berkas pendukung
klaim), dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan
lain sebagai berikut:
a) Surat Eligibilitas Peserta (tindasan NCR
atau salinannya)
b) Surat keterangan medis dari dokter yang
merawat (keterangan indikasi medis)/
resep korset
f. Collar Neck
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
sebagai penyangga kepala dan leher karena
trauma pada leher dan kepala ataupun
fraktur pada tulang cervix sesuai dengan
indikasi medis.
2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan
penanganan yang diberikan pada fasilitas
kesehatan rujukan yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan
3) Klaim diajukan secara kolektif oleh
fasilitas kesehatan kepada Kantor Cabang/

164
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan
berikutnya dalam bentuk softcopy (luaran
aplikasi) dan hardcopy (berkas pendukung
klaim), dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan
lain sebagai berikut:
a) Surat Eligibilitas Peserta (tindasan NCR
atau salinannya)
b) Surat keterangan medis dari dokter yang
merawat (keterangan indikasi medis)
atau resep collar neck
g. Kruk
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
sesuai dengan indikasi medis.
2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan
penanganan yang diberikan pada fasilitas
kesehatan rujukan yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan
3) Penjaminan pelayanan alat kesehatan kruk
diberikan atas rekomendasi dari dokter
spesialis bedah umum, spesialis orthopedi
atau spesial bedah tulang.

165
4) Klaim diajukan secara kolektif oleh
fasilitas kesehatan kepada Kantor Cabang/
Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan maksimal tanggal 10 bulan
berikutnya dalam bentuk softcopy (luaran
aplikasi) dan hardcopy (berkas pendukung
klaim), dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan
lain sebagai berikut:
a) Surat Eligibilitas Peserta (tindasan NCR
atau salinannya)
b) Surat keterangan medis dari dokter yang
merawat (keterangan indikasi medis)
atau resep kruk.

Klaim Kompensasi Pelayanan


Di Daerah Tidak Ada Fasilitas
F
Kesehatan Yang Memenuhi
Syarat
a. Kompensasi uang tunai diberikan langsung kepada
peserta berdasarkan klaim yang bersangkutan atas

166
pelayanan yang diberikan oleh Fasilitas kesehatan
Tingkat Pertama yang tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan.
b. Besaran kompensasi disetarakan dengan tarif
fasilitas kesehatan di wilayah terdekat dengan
memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis
pelayanan yang diberikan, dengan tarif sebesar:
1) Kompensasi uang tunai rawat jalan tingkat
pertama Rp50.000,00 sd Rp100.000,00
2) Kompensasi uang tunai rawat inap tingkat
pertama Rp100.000,00/hari
c. Pembayaran untuk pelayanan kesehatan tingkat
lanjutan ditagihkan langsung oleh fasilitas
kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan tarif
penggantian sesuai paket INA CBGs untuk
kelompok tarif Rumah Sakit yang setara di wilayah
tersebut. Fasilitas Kesehatan tingkat lanjutan tidak
boleh mengenakan iur biaya kepada pasien.
d. Klaim perorangan hanya diberlakukan pada
peserta yang mendapatkan pelayanan di Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan.

167
e. Kelengkapan administrasi klaim perorangan:
1) Formulir pengajuan klaim
2) Berkas pendukung berupa:
a) Salinan KTP/keterangan domisili (untuk
memastikan peserta berada di wilayah tidak
ada Fasilitas Kesehatan memenuhi syarat
sesuai Surat Keputusan Dinas Kesehatan)
b) Kuitansi asli bermaterai cukup
c) Rincian pelayanan yang diberikan serta
rincian biaya

Klaim perorangan hanya diberlakukan pada


peserta yang berada di daerah yang belum
tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi
syarat (sesuai ketentuan yang berlaku),
yang mendapatkan pelayanan di Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama yang tidak bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan.

168
G Klaim Ambulan
1. Pelayanan ambulan diberikan pada transportasi
darat dan air bagi pasien dengan kondisi tertentu
antar fasilitas kesehatan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Penggantian biaya pelayanan ambulan sesuai
dengan standar biaya ambulan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah.
3. Dalam hal belum terdapat tarif dasar ambulans
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, maka
tarif mengacu kepada tarif yang berlaku di
Kabupaten/Kota yang kondisi geografisnya relatif
sama
4. Klaim diajukan secara kolektif oleh fasilitas kesehatan
kepada Kantor Cabang/Kantor Operasional
Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan maksimal tanggal
10 bulan berikutnya dalam bentuk softcopy (luaran
aplikasi) dan hardcopy (berkas pendukung klaim),
dengan kelengkapan administrasi umum sesuai
poin A.5. dan kelengkapan lain sebagai berikut:
a. Surat keterangan medis dari dokter yang
merawat yang menerangkan kondisi medis

169
pasien pada saat akan dirujuk.
b. Salinan identitas peserta BPJS Kesehatan
c. Bukti pelayanan ambulan yang memuat
informasi tentang :
1) Identitas pasien
2) Waktu pelayanan (hari, tanggal, jam
berangkat dari Fasilitas Kesehatan perujuk
dan jam tiba di Fasilitas Kesehatan tujuan
3) Fasilitas Kesehatan perujuk
4) Fasilitas Kesehatan tujuan rujukan
5) Tandatangan dan cap dari Fasilitas
Kesehatan perujuk dan Fasilitas Kesehatan
penerima rujukan

Klaim pelayanan ambulan diajukan oleh


Fasilitas Kesehatan ke BPJS Kesehatan, bukan
oleh pihak ketiga penyelenggara pelayanan
ambulan yang merupakan jejaring Fasilitas
Kesehatan.

170
Klaim Continuous Ambulatory
H
Peritonial Dialysis (CAPD)
1. Pelayanan Continuous Ambulatory Peritonial
Dialysis (CAPD) diberikan kepada peserta BPJS
Kesehatan dengan kasus gagal ginjal.
2. Tarif pertama pemasangan CAPD sesuai dengan
tarif INA CBGs pada RS yang memberikan
pelayanan.
3. Tarif consumable CAPD sebagai berikut:
a) Consumables dan jasa pelayanan sebesar
Rp5.940.000,00/bulan
b) Transfer set sebesar Rp250.000,00/set
4. Klaim diajukan secara kolektif oleh fasilitas
kesehatan kepada Kantor Cabang/Kantor
Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan
secara kolektif Kesehatan maksimal tanggal 10
bulan berikutnya dengan kelengkapan administrasi
umum sesuai poin A.5. dan kelengkapan lain
sebagai berikut:
a. Rekapitulasi pelayanan
b. Berkas pendukung masing-masing pasien, yang

171
terdiri dari:
1) Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
2) Resep permintaan CAPD dari dokter yang
merawat
3) Protokol terapi dan regimen penggunaan
consumable CAPD
4) Berkas pendukung lain yang diperlukan

172
C. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
1. Edukasi Kesehatan

173
174
I Definisi
Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya
meningkatkan pengetahuan kesehatan perorangan
paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko
penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat
dalam upaya meningkatkan status kesehatan
peserta, mencegah timbulnya kembali penyakit dan
memulihkan penyakit.

II Tujuan
Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, kesadaran dan pemahaman peserta
terhadap pemeliharaan kesehatan serta meningkatkan
aktivitas fisik melalui kegiatan olahraga sehat.

III Bentuk
Edukasi Langsung :
• Olah Raga Sehat
• Promosi Kesehatan Keliling

175
Edukasi melalui Media:
• Media cetak
• Media elektronik

IV Sasaran Program
Peserta BPJS.

V Penanggung Jawab (PIC)


Kepala Bagian Manajemen Pelayanan Primer

VI Ruang Lingkup
• Peserta sebagai peserta terdaftar
• Instansi / Badan Usaha / Paguyuban Masyarakat /
Klub Sehat Peserta BPJS
• Fasilitas Kesehatan pengelola program, mencakup
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan/Spesialistik

176
VII Langkah Pelaksanaan
Indikator Pelaksanaan Proses :
• Frekuensi kegiatan edukasi langsung minimal sekali
tiap bulan
• Jumlah Peserta yang berpartisipasi dalam kegiatan
• Penyediaan materi promosi sesuai kebutuhan

177
• Penyebarluasan / distribusi materi promosi
kesehatan sesuai kebutuhan
• Efisiensi penggunaan anggaran

Output :
• Tingkat partisipasi peserta dalam kegiatan edukasi
• Tingkat pemahaman peserta terhadap materi
edukasi
• Indeks pemanfaatan media edukasi kesehatan
• Kesesuaian materi yang disampaikan dengan
kebutuhan peserta

178
VIII Implementasi Program
1. Kegiatan Edukasi Langsung
1.1. Olah Raga Sehat
a. Perencanaan
Langkah-langkah persiapan yang dilakukan
antara lain:
1) Menyusun Proposal : Membentuk tim /
panitia kegiatan olah raga sehat.
2) Mendapatkan persetujuan kegiatan
3) Membuat alternatif format pelaksanaan
kegiatan misalnya kerjasama dengan institusi
/ dinas, kerjasama dengan penyelenggara
acara atau kerjasama dengan organisasi
masyarakat kesehatan.
4) Membuat kerjasama dengan fasilitas
pelayanan kesehatan untuk pemberian
konsultasi dan pemeriksaan kesehatan
sederhana pada saat kegiatan berlangsung.
5) Melakukan Koordinasi dan mengundang
dengan instansi terkait/kelompok peserta
6) Menyiapkan Sarana dan Prasarana

179
180
7) Membuat publikasi untuk menyebarluaskan
informasi jadwal kegiatan.
8) Melaksanakan, mengevaluasi, dan
melaporkan kegiatan.

b. Pengorganisasian
1) Penanggung jawab kegiatan pada level
provinsi dimana terdapat kantor Divisi
Regional adalah Bidang Manajemen
Pelayanan Kesehatan sedang jika tidak ada
maka Kantor Cabang setempat.
2) Faskes tingkat Pertama berperan sebagai
pemberi pelayanan konsultasi atau
pemeriksaan kesehatan sederhana di lokasi
kegiatan.
3) Kerjasama dengan organisasi kemasyarakat-
an yang bersifat kesehatan dapat dilaksana-
kan untuk mengatur jadwal pelaksanaan
kegiatan.
4) Jika kegiatan dilakukan oleh penyelenggara
acara maka Bidang Manajemen Pelayanan
Kesehatan / Bagian Manajemen Pelayanan

181
Primer berperan sebagai pengawas untuk
memastikan kesesuaian format kegiatan
selama kegiatan berlangsung.

c. Pelaksanaan
1) Kegiatan dilaksanakan pada tiap Ibukota
Provinsi dan Kota/Kabupaten dengan
frekuensi yang disesuaikan dengan
ketersediaan anggaran.
2) Jenis kegiatan yang dapat diselenggarakan
antara lain: senam sehat, senam osteoporosis,
senam lansia, senam pernafasan, senam
diabetisi, dan sebagainya.
3) Tema penyelenggaraan yang ditetapkan
oleh Kantor Pusat (generik) adalah senam
lansia, senam pada hari Diabetes Melitus,
senam dalam rangka ulang tahun BPJS
Kesehatan / Pemerintah Provinsi dan Hari
Kesehatan Nasional. Untuk senam program
tertentu yang spesifik daerah (muatan lokal)
dapat ditentukan masing-masing.
4) Tempat penyelenggaraan di dalam atau luar

182
ruang yang tersedia pada instansi, badan
usaha, kantor dinas/pemerintah, lapangan
terbuka ataupun pada gelanggang olahraga
di wilayah setempat.
5) Konsultasi dan pemeriksaan kesehatan
dapat dilakukan setelah kegiatan.
6) Publikasi dapat dilakukan untuk mendukung
penyebarluasan informasi kegiatan.

d. Monitoring Dan Evaluasi


Penanggung jawab kegiatan memonitor
pelaksanaan kegiatan dengan pengentrian data
pada aplikasi pelaporan kegiatan dan membuat
dokumentasi kegiatan sesuai kebutuhan yang
telah ditentukan. Evaluasi kegiatan dilakukan
mereview :
1) Frekuensi dan jenis kegiatan
2) Jumlah peserta yang berpartisipasi
3) Materi edukasi langsung yang disampaikan

183
1.2. Promosi Kesehatan Keliling
a. Perencanaan
Langkah-langkah persiapan yang dilakukan
antara lain:
1) Mengidentifikasi sasaran kelompok Peserta
dan kebutuhan edukasi
2) Menyusun jadwal, tempat dan nara
sumber kegiatan yang kemungkinan dapat
didukung oleh operasional mobil promosi
kesehatan.
3) Membuat proposal kebutuhan biaya
operasional
4) Koordinasi dengan penanggung jawab
wilayah
5) Menyiapkan Sarana dan Prasarana
6) Melaksanakan, mengevaluasi, dan melapor-
kan kegiatan.

b. Pengorganisasian
1) Penanggung jawab kegiatan adalah Bidang
Manajemen Pelayanan Kesehatan Divisi
Regional selaku koordinator penetapan
target dan sasaran promosi keliling.

184
2) Bagian Manajemen Pelayanan Kesehatan
Kantor Cabang Primer berperan sebagai
pemberi usulan kegiatan promosi keliling.

c. Pelaksanaan
Aktivitas yang dapat dilakukan menggunakan
mobil promosi kesehatan, antara lain:
1) Kegiatan penyuluhan yang mendukung
kampanye aksi pencegahan diabetes dan
hipertensi dan upaya hidup sehat lainnya.
2) Penyebarluasan media promosi kesehatan
kepada khalayak umum, khususnya peserta
BPJS Kesehatan.
3) Pemutaran media elektronik ( video dan
filler) edukasi kesehatan
4) Pelayanan konsultasi dan pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan tenaga kesehatan
dalam kegiatan program pengelolaan
penyakit diabetes dan hipertensi.
5) Kegiatan lainnya pada saat pelaksanaan
senam sehat, penyuluhan pemasaran sosial,
pameran dan seminar kesehatan, serta saat
pertemuan kelompok risiko tinggi.

185
Alur Promkesling

Promosi Kesehatan Keliling

Institusi
Divisi Regional Kantor Cabang
Pemerintah/
Manajemen Kabag Manajemen
Organisasi
Pelkes Pelayanan Primer
Masyarakat

Menetapkan Mengindetifkasi
target sasaran

Menyusun jadwal tempat


Laporan
& Narasumber

d. Monitoring Dan Evaluasi


Penanggung jawab kegiatan memonitor
pelaksanaan kegiatan dengan pengentrian data
pada aplikasi pelaporan kegiatan dan membuat
dokumentasi kegiatan sesuai kebutuhan yang
telah ditentukan. Evaluasi kegiatan dilakukan
mereview:
1) Frekuensi dan jenis kegiatan
2) Materi edukasi yang disampaikan
3) Tingkat partisipasi peserta/pengunjung

186
1.3 .Edukasi Tidak Langsung Melalui Media
a. Perencanaan
Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:
• Menyusun Desain Media Promosi
 Mengidentifikasi kebutuhan Edukasi
Membuat rancangan desain kampanye
materi edukasi kesehatan yang berkaitan
dengan pencegahan risiko penyakit
tidak menular misalnya peningkatan
aktivitas fisik, pengaturan pola makan
untuk pencegahan obesitas dan
kegemukan, dan program pengelolaan
penyakit diabetes dan hipertensi
 Menetapkan strategi Edukasi
1. Membuat kerjasama dengan
fasilitas pelayanan primer, instansi
/ kantor dinas, badan usaha dalam
penempatan media promosi
2. Membuat kerjasama dengan media
periklanan dalam penempatan
materi pada iklan layanan masyarakat
misalnya airport tv, media informasi

187
gedung atau lift, dan tempat publik
lainnya.
 Mengumpulkan Bahan (Konten Edukasi)
 Merancang media edukasi
1. Setiap materi promosi kesehatan
menggunakan Tag Line Sadari Dini,
Deteksi Dini dan Cegah Sejak Dini
dengan penggunaan warna, bentuk,
model tulisan yang sama.
2. Membuat model dan desain media
promosi kesehatan misalnya leaflet
/ brosur, banner, poster dan stiker,
flipchart, filler dalam bentuk CD/
DVD, materi iklan radio dan televisi
yang memikat dan seragam serta
pembuatan buku saku / booklet
tentang perawatan dan pencegahan
penyakit secara umum.
3. Membuat tim panel materi untuk
mengkaji rancangan desain
kampanye tersebut dan bekerja sama
konsultan ahli dari perhimpunan /
organisasi profesi kesehatan

188
 Persetujuan Desain Media
• Pengadaan Media Edukasi
Pengadaan merujuk pada Pedoman yang
berlaku
• Distribusi Media Edukasi
 Identifikasi sasaran distribusi
 Menentukan jumlah media edukasi
persasaran
 Mendistribusikan media edukasi
 Membuat Laporan

b. Pengorganisasian
1) Penanggung jawab materi kampanye
kesehatan dan rancangan desain oleh
Kantor Pusat.
2) Terjemahan materi Kantor Pusat menjadi
spesifik daerah sesuai sosial budaya
setempat serta pembuatan materi muatan
lokal oleh Bidang Manajemen Pelayanan
Kesehatan
3) Konsultan ahli dari perhimpunan /
organisasi profesi sebagai narasumber

189
materi kesehatan.
4) Media periklanan sebagai pelaksana
produksi dan penempatan materi edukasi
kesehatan di tempat publik
5) Pendistribusian materi promosi kesehatan
untuk instansi / kantor dinas, badan usaha,
dan fasilitas kesehatan oleh jajaran BPJS
Kesehatan

c. Pelaksanaan
1) Tahap awal dengan kampanye kesadaran
kepada masyarakat, serta pengenalan
model dan desain media kampanye promosi
kesehatan.
2) Selanjutnya dilakukan penguatan materi
pencegahan risiko penyakit diabetes melitus
dan hipertensi misalnya kegemukan dan
obesitas, makanan rendah garam.
3) Penetapan bulan kampanye misalnya pada
saat peringatan hari diabetes dunia.
4) Mendukung pelaksanaan kegiatan edukasi
langsung terutama pada saat kegiatan
olahraga sehat.

190
d. Monitoring Dan Evaluasi
Penanggung jawab kegiatan memonitor
distribusi media dan membuat dokumentasi
kegiatan sesuai kebutuhan yang telah
ditentukan. Pelaporan dan pencatatan kegiatan
meliputi :
1) Jumlah dan jenis media.
2) Penempatan media.
3) Hasil evaluasi kuesioner pemanfaatan
media.

IX Hal-Hal Kritis
1. Promkesling
a. Informasi awal peserta sasaran edukasi (bisa
sesuai segmentasi peserta) sehingga tenaga
penyuluh mampu membuat strategi dan materi
penyuluhan yang sesuai
b. Penentuan jenis olahraga sehat yang sesuai
kebutuhan peserta
c. Peningkatan kegiatan Kemitraan dan koordinasi
lintas sektor dalam mensukseskan kegiatan

191
d. Pemantauan jumlah partisipasi peserta yang
berkurang dalam kegiatan (inventarisasi
penyebab dan mengetahui pengaruhnya
terhadap keberhasilan program)

2. Media
1. Memastikan kontinuitas materi media,
pemilihan jenis dan penetapan jumlah
pencetakan serta penempatan sarana promosi
kesehatan melalui media yang tepat sesuai
kebutuhan peserta.
2. Penyusunan konten materi edukasi sesuai
segmentasi dan kebutuhan peserta
3. Proses pengadaan media harus sesuai ketentuan
pengadaan barang dan jasa yang berlaku

192
2. Pelayanan Imunisasi

193
194
I Definisi
Imunisasi adalah memasukkan kuman penyakit yang
sudah dilemahkan ke dalam tubuh dengan cara suntik
atau minum dengan maksud agar terjadi kekebalan
terhadap jenis penyakit tertentu di dalam tubuh

II Landasan Hukum
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 pasal 21 (3)
Pelayanan imunisasi dasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi Baccile Calmett Guerin
(BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B
(DPT-HB), Polio, dan Campak.

III Tujuan
Bertujuan untuk meningkatkan cakupan balita yang
mendapatkan imunisasi

195
IV Sasaran
Sasaran program meliputi semua balita peserta BPJS

V Penanggung Jawab (PIC)


Bagian Manajemen Pelayanan Primer Kantor Cabang
BPJS Kesehatan

VI Ruang Lingkup
Imunisasi dasar diberikan kepada balita peserta BPJS
dengan penyediaan vaksin oleh Pemerintah melalui
Dinas Kesehatan setempat.
a. Imunisasi Dasar Lengkap 0 – 11 bulan
1) BCG 1 kali
2) DPT-HIB 3 kali
3) Polio 4 kali
4) Campak 1 kali
b. Imunisasi HB-0 bayi baru lahir agar satu paket
dengan persalinan, retriksi bukan untuk kasus Bayi
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

196
VII Indikator
Proses:
 Jumlah balita yang mendapat imunisasi
 Jumlah faskes primer pemberi layanan imunisasi
dasar

Output:
 Meningkatnya angka cakupan balita yang
mendapatkan imunisasi dasar

VIII Implementasi Program


Imunisasi Dasar
a. Perencanaan
Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:
1. Mapping data kebutuhan pelayanan imunisasi
termasuk memetakan fasilitas kesehatan
primer yang dapat melakukan imunisasi
dasar, berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan
setempat.

197
2. Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk
penyediaan dan distribusi vaksin.
a. Jenis vaksin yang disediakan oleh Pemerintah
• Vaksin BCG
• Vaksin Polio
• Vaksin Campak
• Vaksin DPT-HIB
b. Distribusi vaksin program pemerintah
• Distribusi ke seluruh faskes yang
melayani pemberian imunisasi.
• Fasilitas kesehatan harus mengutamakan
pemberian vaksin yang disuplai oleh
pemerintah
• Fasilitas kesehatan dapat menyediakan
vaksin di luar vaksin pemerintah namun
tidak ditanggung pemerintah dan
biayanya ditanggung oleh peserta.
3. Melakukan koordinasi dengan Faskes Tingkat
Pertama dalam penyelenggaraan pelayanan
Imunisasi.
4. Melakukan sosialisasi dan pemberian informasi
ke peserta BPJS Kesehatan yang memiliki Balita,

198
melalui Faskes tingkat pertama (Puskesmas/
Klinik/DokterKeluarga).
5. Membuat Laporan Kegiatan
Melakukan pencatatan balita yang telah
mendapat layanan imunisasi dan melaporkan
penggunaan vaksin ke Pemerintah

199
Alur Imunisasi

200
Dinas
KC/KOK
Kesehatan
Laporan Imunisasi

Mapping Data Faskes Balita Peserta


Balita Tingkat I BPJS
Imunisasi

Input Data Sosialisasi


Imunisasi Peserta BPJS

Laporan Imunisasi
Pengorganisasian
1. Kantor Cabang sebagai penanggung jawab :
a. Melakukan koordinasi dengan dokter
Faskes Tingkat Pertama,
b. Sosialisasi dan informasi kepada peserta,
c. Memonitor laporan pelayanan imunisasi
dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
2. Divisi Regional memonitor cakupan balita
peserta BPJS Kesehatan yang mendapatkan
imunisasi.

c. Pelaksanaan
1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama melayani
balita untuk diberikan imunisasi dasar
2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama mencatat
dan melaporkan pelayanan Imunisasi balita
peserta BPJS Kesehatan kepada KC/KOK BPJS
Kesehatan.
3. BPJS Kesehatan melakukan rekapitulasi dan
membuat laporan penggunaan vaksin kepada
pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

201
d. Monitoring Dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi kegiatan dalam bentuk
pencatatan dan pelaporan, diinput dalam aplikasi
P-Care, dengan kegiatan meliputi :
1) Jumlah faskes tingkat pertama yang melayani
imunisasi
2) Jumlah balita yang terlayani imunisasi
3) Jenis cakupan imunisasi dasar

202
203
Hal-hal yang harus
IX
diperhatikan
1. Penentuan mapping faskes yang dapat melayani
imunisasi dan mendapatkan laporan pelaksanaan
imunisasi
2. Memastiksan sosialisasi dan Informasi pemberian
Imunisasi sampai ke peserta BPJS Kesehatan
3. Memastikan komitmen Pemerintah Daerah dalam
penyediaan dan distribusi vaksin
4. Mekanisme pembayaran pelayanan imunisasi
harus dipahami oleh faskes primer bahwa sudah
termasuk dalam komponen kapitasi
5. Pencatatan yang akurat atas pelayanan imunisasi

204
3. Skrining Kesehatan

205
206
I Definisi
Skrining Kesehatan dibedakan menjadi 2 (dua) jenis,
yaitu:
1. Skrining untuk Preventif Primer - Skrining Riwayat
Kesehatan
Skrining Riwayat Kesehatan merupakan bentuk
deteksi dini untuk penyakit yang berdampak
biaya besar dan menjadi fokus pengendalian
BPJS Kesehatan yaitu Diabetes Melitus Tipe 2 dan
Hipertensi.
2. Skrining untuk Preventif Sekunder Selektif (Peserta
RISTI penyakit kronis berdasarkan hasil Skrining
Riwayat Kesehatan dan Deteksi Kanker)
Deteksi Kanker merupakan bentuk deteksi dini
untuk penyakit Kanker Leher Rahim pada wanita
yang sudah menikah dan Kanker Payudara.

II Tujuan
1. Mendeteksi faktor risiko penyakit kronis dalam
rangka mendorong peserta untuk sadari dini,

207
deteksi dini, dan cegah risiko secara dini terhadap
penyakit kronis.
2. Mendeteksi penyakit Kanker Leher Rahim dan
Kanker Payudara pada peserta yang memiliki faktor
risiko tinggi penyakit tersebut secara lebih dini.

III Sasaran
1. Sasaran Skrining Riwayat Kesehatan adalah semua
peserta BPJS Kesehatan yang berusia 30 tahun ke
atas.
2. Sasaran Deteksi Kanker adalah pada wanita
peserta BPJS Kesehatan, meliputi semua wanita
yang pernah menikah dan wanita yang berisiko
yang berusia 30 tahun ke atas.

IV Bentuk Pelaksanaan
1. Skrining Riwayat Kesehatan dilakukan dengan cara
pengisian riwayat kesehatan setiap 1 (satu) tahun
sekali bagi peserta BPJS Kesehatan.
2. Deteksi Kanker Leher Rahim dilakukan melalui

208
pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat (IVA) dan Pap
Smear.
3. Deteksi Kanker Payudara dilakukan melalui metode
Clinical Breast Examination (CBE).

Clinical Breast Examination (CBE)


adalah pemeriksaan payudara yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan
terlatih. Pemeriksaan ini digunakan
untuk mendeteksi kelainan-kelainan
yang ada pada payudara dan untuk
mengevaluasi kanker payudara pada
tahap dini sebelum berkembang ke
tahap yang lebih lanjut.

209
V Penanggungjawab
Penanggungjawab kegiatan Skrining untuk Preventif
Primer dan Skrining untuk Preventif Sekunder Selektif
adalah Kantor Cabang BPJS Kesehatan Bagian
Manajemen Pelayanan Primer.

VI Langkah Pelaksanaan
A. Skrining Riwayat Kesehatan
1. Perencanaan
Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:
a. Kantor Pusat melakukan koordinasi dengan
Perhimpunan/Ahli untuk penyusunan materi
kuesioner skrining masing-masing penyakit
b. Kantor Divisi Regional atau Kantor Cabang
melakukan pencetakan kuesioner Skrining
c. Kantor Cabang mendistribusikan kuesioner
skrining kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama

210
2. Pengorganisasian
a. Kantor Pusat berperan untuk membuat
skema pertanyaan kuesioner skrining
riwayat kesehatan
b. Kantor Divisi Regional bertugas
mengkoordinasi jumlah ketersediaan
Fasilitas Kesehatan di wilayahnya yang akan
melakukan kegiatan skrining
c. Kantor Cabang sebagai penanggung jawab
melakukan koordinasi dengan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama, sosialisasi dan
informasi kepada peserta dan memonitor
pelaksanaan skrining di wilayah kerja

3. Pelaksanaan oleh Kantor Cabang:


a. Melakukan identifikasi calon peserta sasaran
Skrining Riwayat Kesehatan
b. Mengadakan Formulir Skrining dan sarana
pendukung lainnya (oleh Divisi Regional
atau Kantor Cabang) sesuai dengan jumlah
sasaran peserta Skrining
c. Melakukan koordinasi dengan Fasilitas

211
Kesehatan Tingkat Pertama dalam rangka
pelaksanaan Skrining Riwayat Kesehatan
d. Mendistribusikan Formulir Skrining
Koordinator BPJS pada wilayah kerja
melakukan distribusi formulir kepada
peserta BPJS Kesehatan melalui Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama yang meliputi:
1) Peserta baru.
2) Peserta yang berobat di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (Dokter
Keluarga, Puskesmas, Klinik).
3) Peserta yang terindikasi memiliki faktor
risiko penyakit kronis.

Peserta akan diarahkan untuk


berkunjung ke Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama untuk mendapatkan
pelayanan Skrining Riwayat
Kesehatan

212
e. Mengumpulkan formulir Skrining
f. Entri data Skrining ke dalam Aplikasi
dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama
g. Kantor Cabang melakukan analisa hasil
Skrining (berdasarkan luaran Aplikasi),
serta menyampaikan hasil analisa Skrining
tersebut ke Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama untuk tindak lanjut
h. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
melakukan tindak lanjut Skrining dengan
melakukan pemeriksaan GDP dan GDPP
bagi peserta yang hasil analisa Skriningnya
berisiko tinggi Diabetes Melitus Tipe 2
i. Menyusun Laporan Hasil Skrining
Jika hasil Skrining Riwayat Kesehatan
mengindikasikan peserta memiliki faktor
risiko Diabetes Melitus Tipe 2 atau
Hipertensi, peserta di edukasi untuk turut
serta dalam Program Pengelolaan Penyakit
Kronis (PROLANIS) Diabetes Melitus Tipe 2
atau Hipertensi.

213
214
Alur Skrining Riwayat Kesehatan Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi:
Peserta berisiko tinggi Diabetes
Melitus Tipe 2 (hasil Skrining) akan
dilakukan pemeriksaan kadar Gula
Darah di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama

B. Deteksi Kanker
1. Perencanaan
Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:
a. Mempersiapkan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Memetakan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama yang dapat melakukan pemeriksaan
Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara
b. Melakukan pemetaan peserta wanita
sudah menikah dan wanita berisiko dengan
ketentuan:
1) Berisiko tinggi Kanker Leher Rahim,
antara lain: menikah/hubungan seksual
pada usia muda, sering melahirkan,

215
merokok, berganti-ganti pasangan
seksual, dan infeksi menular seksual
2) Berisiko tinggi Kanker Payudara,
antara lain: riwayat keluarga ada yang
menderita Kanker Payudara, menstruasi
dini, wanita yang mempunyai anak
pertama diatas usia 30 tahun, tidak
pernah menyusui, menopause usia
lanjut, riwayat tumor jinak payudara,
terapi hormon, pajanan radiasi,
kontrasepsi oral terlalu lama, alkohol
dan trauma terus menerus
3) Peserta mendapatkan rekomendasi dari
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
4) Peserta mendaftar dengan lembar
kesediaan Formulir Permohonan
Pelayanan Deteksi Kanker Leher Rahim
atau Kanker Payudara

2. Pengorganisasian
a. Kantor Divisi Regional bertugas mengkoor-
dinasi jumlah dan target sasaran

216
b. Kantor Cabang sebagai penanggung jawab
melakukan koordinasi dengan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama, sosialisasi dan
informasi kepada peserta, dan memonitor
pelaksanaan skrining

3. Pelaksanaan
a. Kantor Pusat menentukan sasaran peserta
per Kantor Regional.
b. Kantor Divisi Regional menentukan sasaran
peserta per Kantor Cabang.
c. Kantor Cabang melakukan:
1) Mengumumkan kepada calon peserta
melalui Instansi/Kelompok Peserta/
Faskes Tingkat Pertama.
2) Menjaring calon peserta, kemudian
dilakukan pencatatan untuk pendataan
dan identifikasi terhadap wanita
menikah dan berisiko yang bersedia
mendapat layanan IVA/Pap Smear,
serta melakukan pencatatan pendataan
terhadap wanita yang berisiko tinggi

217
menderita Kanker Payudara yang
bersedia mendapat layanan CBE.
3) Validasi calon peserta Deteksi Kanker.
4) Menetapkan peserta Deteksi Kanker.
5) Menyampaikan data peserta Deteksi
Kanker kepada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (Dokter atau Bidan).
6) Mengundang peserta melakukan
Deteksi Kanker.
Peserta terlebih dahulu menandatangani
formulir permohonan pelayanan peme-
riksaan Deteksi Kanker (IVA / Pap Smear).
7) Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
melayani wanita yang sudah menikah
dan berisiko untuk diberikan pemerik-
saan deteksi Kanker Leher Rahim atau
Kanker Payudara:
• Deteksi Kanker Leher Rahim
didahului dengan pemeriksaan IVA
oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama. Tindakan Pap Smear
merupakan langkah tindak lanjut

218
dari hasil pemeriksaan IVA, yang
akan dilakukan di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan.
• Deteksi Kanker Payudara, Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama
memberikan edukasi cara melakukan
CBE.
8) Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
mencatat dan menagihkan pelayanan
IVA kepada BPJS Kesehatan.
9) BPJS Kesehatan melakukan proses
verifikasi klaim tagihan.
10) BPJS Kesehatan melakukan entri
data hasil pemeriksaan ke dalam
Aplikasi P-Care dan melakukan proses
pembayaran klaim.
11) Menganalisa hasil Deteksi Kanker.
12) Menyampaikan hasil analisa Deteksi
Kanker ke Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama untuk tindaklanjut.
13) Menyusun laporan hasil pemeriksaan
Deteksi Kanker.

219
220
Alur Skrining untuk Deteksi Risiko Kanker Leher Rahim:

PESERTA IVA Terapi Krio


BPJS Kesehatan di Faskes Tk. Pertama (Krioterapi)
Pap Smear
di Faskes Tk. Lanjutan

Edukasi Pemeliharaan
Pengobatan Lanjutan
Kesehatan Mandiri

Peserta yang menderita Kanker Leher Rahim dapat dilakukan


krioterapi di Faskes Tingkat Pertama.
Krioterapi adalah perusakan sel-sel prakanker dengan cara dibekukan
(dengan membentuk bola es pada permukaan leher rahim). Tindakan
ini dapat dilakukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama seperti
Puskesmas oleh Dokter Umum/Spesialis Kebidanan terlatih
Pemeriksaan IVA bagi peserta BPJS
Kesehatan dilakukan setiap 5 (lima)
tahun sekali

221
222
Alur Skrining untuk Deteksi Risiko Kanker Payudara:

Risiko Risiko Risiko

PESERTA Skrining CBE / Pemeriksaan lanjutan oleh Mamografi di Faskes


BPJS Kesehatan Riwayat Sadari Faskes Tk. Pertama Tk. Lanjutan

Normal Normal Normal

Edukasi Pemeliharaan
Pengobatan
Kesehatan Mandiri
VII Indikator
A. Skrining Riwayat Kesehatan
1. Proses:
• Jumlah kuesioner yang terisi data skrining
• Jumlah peserta yang dilakukan pemeriksaan
tindak lanjut
2. Output:
• Cakupan peserta yang berisiko tinggi
B. Deteksi Kanker
1. Proses:
• Jumlah wanita yang mendapat pelayanan
deteksi Kanker Leher Rahim dan Kanker
Payudara
2. Output:
• Terlaksananya pemeriksaan deteksi Kanker
Leher Rahim dan Kanker Payudara serta
ditemukannya peserta berisiko tinggi oleh
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

223
Hal - Hal Yang Perlu
VIII
Diperhatikan
A. Skrining Riwayat Kesehatan
1. Pengadaan formulir Skrining Riwayat Kesehatan
diantisipasi supaya tidak terjadi keterlambatan
dalam pelaksanaan Skrining Riwayat Kesehatan.
2. Peserta sasaran diwilayah terpencil tidak
tercakup, karena kondisi geografis yang sulit
dijangkau.
3. Pengisian formulir Skrining Riwayat Kesehatan
tidak valid dan tidak lengkap (tidak sesuai
dengan kondisi kesehatan peserta).
4. Target tidak tercapai, karena peserta tidak
bersedia mengikuti program Skrining Riwayat
Kesehatan (takut kondisi kesehatan diketahui).
5. Luaran data tidak valid, disebabkan karena
proses entri yang tidak optimal.

B. Deteksi Kanker
1. Kesulitan mencari peserta sasaran (karena ada
budaya tabu, takut, malu).

224
2. Ketersediaan fasilitas kesehatan yang melayani
pemeriksaan Deteksi Kanker terutama didaerah
terpencil.
3. Ketersediaan tenaga kesehatan (Dokter atau
Bidan) yang mampu melakukan pemeriksaan
Deteksi Kanker (metode IVA).

225
226
4. Sistem Rujukan Berjenjang

227
228
I Definisi Dan Ketentuan Umum
A. Definisi
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbal balik baik
vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan
oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi
kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.

Alur Pelayanan Kesehatan

Rujuk/
Rujuk Balik
Peserta Faskes Primer

Emergency

Klaim

BPJS Kesehatan Rumah Sakit


Branch Office

229
B. Ketentuan Umum
1. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3
(tiga) tingkatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
merupakan pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan
pelayanan kesehatan spesialistik yang
dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang menggunakan pengetahuan dan
teknologi kesehatan spesialistik.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan
pelayanan kesehatan sub spesialistik yang
dilakukan oleh dokter sub spesialis atau
dokter gigi sub spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub
spesialistik.
5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan,

230
fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat
lanjutan wajib melakukan sistem rujukan
dengan mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku
6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan
yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat
dimasukkan dalam kategori pelayanan yang
tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak
dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
7. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan
sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan
melakukan recredentialing terhadap kinerja
fasilitas kesehatan tersebut dan dapat
berdampak pada kelanjutan kerjasama
8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara
horizontal maupun vertikal.
9. Rujukan horizontal adalah rujukan yang
dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam
satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang
sifatnya sementara atau menetap.

231
10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan
antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat
pelayanan yang lebih rendah ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang
lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih
tinggi dilakukan apabila:
a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan
spesialistik atau subspesialistik;
b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/
atau ketenagaan.
12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang
lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih
rendah dilakukan apabila :
a. permasalahan kesehatan pasien dapat
ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan

232
tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan
yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah
dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan
pelayanan jangka panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan sarana, prasarana,
peralatan dan/atau ketenagaan.

Sistem Rujukan Berjenjang

Pelayanan kesehatan sub


spesialistik oleh dokter sub
Kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis Tingkat spesialis di Faskes tingkat
lanjutan
& rencana terapi,
merupakan pelayanan
Ketiga
berulang dan hanya Pelayanan kesehatan
tersedia di faskes spesialistik oleh dokter
primer sub spesialis di Faskes
Tingkat Kedua tingkat lanjutan

Pelayanan kesehatan
Tingkat Pertama dasar oleh Faskes
tingkat Pertama

233
Tata Cara Pelaksanaan System
II
Rujukan Berjenjang
1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan
secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat
pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh
spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas
kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes
sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan
dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes
tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari
faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat
dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk
kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan
rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang
dan hanya tersedia di faskes tersier.

234
235
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat
dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan
yang berlaku
b. bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat dan atau Pemerintah Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien;
untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana
terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat
dapat memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan
rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali

236
dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan
permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi
di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi
pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau
spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan
lain dalam rangka menegakkan diagnosis
atau pemberian terapi, yang merupakan satu
rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang atau tindakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan
penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan
parsial, maka penjaminan pasien dilakukan
oleh fasilitas kesehatan perujuk.

237
Forum Komunikasi Antar
III
Fasilitas Kesehatan
1. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan
berjenjang, maka perlu dibentuk forum komunikasi
antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat
maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan
agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan
koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan
menggunakan sarana komunikasi yang tersedia
agar:
a. Faskes perujuk mendapatkan informasi
mengenai ketersediaan sarana dan prasarana
serta kompetensi dan ketersediaan tenaga
kesehatan serta dapat memastikan bahwa
penerima rujukan dapat menerima pasien
sesuai dengan kebutuhan medis.
b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi
secara dini terhadap kondisi pasien sehingga
dapat mempersiapkan dan menyediakan
perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.
2. Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh
masing-masing Kantor Cabang BPJS Kesehatan

238
sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk
Person In charge (PIC) dari masing-masing Faskes.
Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi
yang dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan

Pembinaan Dan Pengawasan


IV
Sistem Rujukan Berjenjang
1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi
bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan
tingkat pertama.
2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi
bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan
tingkat kedua.
3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan
tingkat ketiga.

239
Hal Yang Perlu Diperhatikan
V Dalam Sistem Rujukan
Berjenjang
1. Apakah pasien yang tidak mengikuti rujukan
berjenjang dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan?
Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan
yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat
dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak
sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat
dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, kecuali dalam
kondisi tertentu yaitu kondisi gawat darurat,
bencana, kekhususan permasalahan pasien,
pertimbangan geografis, dan pertimbangan
ketersediaan fasilitas.
2. Untuk pasien di perbatasan, apakah
diperbolehkan untuk merujuk pasien lintas
kabupaten?
Jika atas pertimbangan geografis dan keselamatan
pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan
rujukan dalam satu kabupaten, maka diperbolehkan
rujukan lintas kabupaten.

240
5. Kebidanan & Neonatal

241
242
I Definisi
Merupakan upaya untuk menjamin dan melindungi
proses kehamilan, persalinan, pasca persalinan,
penanganan perdarahan pasca keguguran dan
pelayanan KB pasca salin serta komplikasi yang terkait
dengan kehamilan, persalinan, nifas dan KB pasca
salin.
Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan
berjenjang berdasarkan rujukan.

II Cakupan Pelayanan
Pelayanan kebidanan dan neonatal adalah:
1. Pelayanan pemeriksaan kehamilan atau antenatal
care (ANC)
Salah satu fungsi terpenting dari perawatan
antenatal adalah untuk memberikan saran dan
informasi pada seorang wanita mengenai tempat
kelahiran yang tepat sesuai dengan kondisi
dan status kesehatannya. Perawatan antenatal
juga merupakan suatu kesempatan untuk

243
menginformasikan kepada para wanita mengenai
tanda – tanda bahaya dan gejala yang memerlukan
bantuan segera dari petugas kesehatan (WHO).
Tujuan Antenatal Care (ANC) adalah untuk menjaga
agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya,
persalinan dan nifas dengan baik dan selamat,
serta menghasilkan bayi yang sehat (Depkes RI)
sehingga mengurangi angka kematian ibu dan
angka kematian bayi dari suatu proses persalinan.
Pemeriksaan antenatal juga memberikan manfaat
bagi ibu dan janin, antara lain:
a. Bagi ibu
1. Mengurangi dan menegakkan secara dini
komplikasi kehamilan dan mengobati
secara dini komplikasi yang mempengaruhi
kehamilan.
2. Mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan mental dan fisik ibu hamil dalam
menghadapi persalinan.
3. Meningkatkan kesehatan ibu setelah
persalinan dan untuk dapat memberikan
ASI.

244
4. Memberikan konseling dalam memilih
metode kontrasepsi (Manuaba, 1999).
b. Bagi janin
Manfaat untuk janin adalah memelihara
kesehatan ibu sehingga mengurangi persalinan
prematur, berat badan lahir rendah, juga
meningkatkan kesehatan bayi sebagai titik
awal kualitas sumber daya manusia (Manuaba,
1999).
2. persalinan,
3. pemeriksaan bayi baru lahir
4. pemeriksaan pasca persalinan atau postnatal care
(PNC)
Pemeriksaan bayi baru lahir dan ibu pasca persalinan
sangat penting untuk memastikan kesehatan dan
keselamatan bayi dan ibu, terutama pada masa
nifas awal yaitu setelah kelahiran bayi dan selama
7 (tujuh) hari pertama setelah melahirkan. Namun
demikian, sepanjang periode nifas yaitu setelah
melahirkan hingga 28 hari setelah kelahiran adalah
masa-masa risiko tinggi. Kematian bayi lahir hidup
dalam masa 28 hari sejak kelahiran yang dikenal

245
sebagai tingkat kematian neonatal (neonatal
mortality rate) dilaporkan terjadi di seluruh dunia.
Begitu juga dengan kematian ibu karena komplikasi
pasca persalinan cukup tinggi.
Tujuan pemeriksaan pasca persalinan (PNC) adalah:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya
b. Melaksanakan skrining yang komprehensif,
mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk
bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
perawatan kesehatan diri, nutrisi, menyusui,
pemberian imunisasi kepada bayinya dan
perawatan bayi sehat.
5. pelayanan KB

Biaya Pelayanan Kebidanan


III
Dan Neonatal
Pelayanan Kebidanan dan Neonatal oleh:
1. Puskesmas/Puskesmas PONED/Klinik/Dokter praktik
perorangan beserta jejaringnya (Pustu, Polindes/

246
Poskesdes, Bidan desa/Bidan praktik Mandiri)
2. Bidan Praktik Mandiri yang menjadi jejaring faskes
tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan dan Bidan Praktik Mandiri pada daerah
tidak ada faskes (Berdasarkan SK Kepala Dinas
Kesehatan Kab/Kota setempat)
3. Rumah Sakit/Klinik yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan

Biaya Pelayanan Kebidanan


IV
Dan Neonatal
1. Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan (ANC) dan
Pemeriksaan Pasca Melahirkan (PNC)
a. Pelayanan ANC dan PNC di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (Puskesmas, RS Kelas D
Pratama, klinik pratama, atau fasilitas kesehatan
yang setara):
1) Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan di dalam
gedung atau menggunakan sarana Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas,
RS Kelas D Pratama, klinik pratama, atau

247
fasilitas kesehatan yang setara) maka
pembayarannya sudah termasuk dalam
kapitasi.
2) Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan jejaring
di luar gedung atau tidak menggunakan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(Puskesmas, RS Kelas D Pratama, klinik
pratama, atau fasilitas kesehatan yang
setara) maka pembayarannya ditagihkan per
tindakan (fee for service) dan penagihannya
melalui faske stingkat pertamanya.
Maksimal kunjungan ANC dan PNC yang
bisa ditagihkan secara fee for service adalah
masing-masing sebanyak 4 (empat) kali.
Kunjungan lebih dari 4 (empat) kali tidak
bisa ditagihkan kepada BPJS Kesehatan
secara fee for service, tetapi termasuk
dalam biaya kapitasi.

248
Pemeriksaan ANC dan PNC yang
dapat ditagihkan secara fee for
service kepada BPJS Kesehatan
masing-masing maksimal 4 (empat)
kali. Kunjungan lebih dari 4 kali
tidak dapat ditagihkan secara fee for
service, tetapi termasuk dalam biaya
kapitasi

b. Pelayanan ANC dan PNC di dokter praktek


tingkat pertama yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan.
1) Pelayanan ANC dan PNC oleh dokter praktek
tingkat pertama yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan maka pembayarannya
sudah termasuk dalam kapitasi
2) Pelayanan ANC dan PNC oleh bidan
jejaring dokter praktek tingkat pertama
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
maka pembayarannya adalah fee for service
dan penagihannya melalui faskes tingkat
pertamanya.

249
250
Puskesmas, klinik, RS
Pratama

BIDAN
FEE FOR
JEJARING SERVICE

ANC, PNC,
Pelayanan KB

KAPITASI
c. Pemeriksaan ANC dan PNC di fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjutan
Pada kondisi kehamilan normal ANC harus
dilakukan di faskes tingkat pertama. ANC di
tingkat lanjutan hanya dapat dilakukan sesuai
indikasi medis berdasarkan rujukan dari faskes
tingkat pertama.

Pemeriksaan ANC dan PNC


dilakukan di tempat yang sama,
kecuali dalam keadaan darurat.
Tujuannya untuk keteraturan
pencatatan partograf, monitoring
perkembangan kehamilan dan
memudahkan administrasi klaim
kepada BPJS Kesehatan

251
2. Pelayanan Persalinan dan Kebidanan Lainnya di
Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan
a. Pelayanan Persalinan dan Kebidanan Lainnya
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan

No Jenis Pelayanan Tarif (Rp)


1 Persalinan Pervaginam Normal 600.000
2 Penanganan perdarahan 750.000
paska keguguran, persalinan
pervaginam dengan tindakan
emergensi dasar
3 Pelayanan tindakan paska 175.000
persalinan (mis. placenta
manual)
4 Pelayanan pra rujukan pada 125.000
komplikasi kebidanan dan
neonatal

252
1) Besaran tarif persalinan merupakan tarif
paket termasuk akomodasi ibu/bayi dan
perawatan bayi. Pasien tidak boleh ditarik
iur biaya.
2) Besaran tarif paket termasuk akomodasi ibu/
bayi dan/atau perawatan bayi sebagaimana
point 1 adalah:
a) Persalinan per vaginam normal
b) Persalinan per vaginam dengan tindakan
emergensi dasar.

Tarif persalinan merupakan tarif


paket termasuk akomodasi ibu/bayi
dan perawatan bayi. Pasien tidak
boleh ditarik iur biaya.

3) Pengajuan klaim persalinan di Faskes


tingkat pertama dapat dilakukan oleh
Faskes tingkat pertama yang memberikan
pelayanan (Puskesmas/Puskesmas PONED/
Klinik/Dokter praktek perorangan dengan
jejaring).

253
4) Jejaring Faskes tingkat pertama berupa
Polindes/Poskesdes dan bidan desa/praktik
mandiri mengajukan tagihan melalui Faskes
induknya.
5) Kecuali pada daerah tidak ada Faskes
tingkat pertama (ditetapkan melalui
SK Kepala Dinas Kesehatan setempat),
maka bidan desa/bidan praktik mandiri
dapat menjadi faskes tingkat pertama
yang bekerjasama langsung dengan BPJS
Kesehatan dan mengajukan klaim langsung
ke BPJS Kesehatan

Penagihan klaim kebidanan dan


neonatal dilakukan oleh fasilitas
kesehatan. Pasien tidak boleh
ditarik bayar dan tidak ada klaim
perorangan dari Peserta ke BPJS
Kesehatan

254
b. Pelayanan Persalinan dan Kebidanan Lainnya
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
1) Persalinan normal diutamakan dilakukan di
faskes tingkat pertama
2) Penjaminan persalinan normal di faskes
rujukan tingkat lanjutan hanya dapat
dilakukan dalam kondisi gawat darurat
3) Yang dimaksud kondisi gawat darurat
di atas adalah perdarahan, kejang pada
kehamilan, ketuban pecah dini, gawat janin
dan kondisi lain yang mengancam jiwa ibu
dan bayinya
4) Biaya pelayanan kesehatan, termasuk
pelayanan kebidanan dan persalinan sesuai
dengan tarif INA CBGs yang ditentukan oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
5) Pada kasus persalinan normal pervaginam
dengan berat badan lahir bayi normal/sehat
(tidak ada masalah medis), maka:
a) Untuk pelayanan perawatan bayinya
sudah termasuk ke dalam paket
persalinan ibu sehingga tidakperlu

255
dibuatkan Surat Eligibilitas Peserta (SEP)
tersendiri.
b) Bagi peserta Pekerja Penerima Upah
pada persalinan anak 1 sampai dengan
3, setelah kelahiran anaknya, orang
tua harus segera melapor ke Kantor
Cabang/Kantor Operasional Kabupaten
BPJS Kesehatan untuk mengurus
kartu peserta BPJS Kesehatan dengan
membawa Surat Keterangan Lahir atau
Surat Akte Kelahiran.
c) Proses pendaftaran bayi menjadi peserta
BPJS Kesehatan mengikuti ketentuan
penambahan anggota keluarga yang
berlaku.
6) Pada kasus persalinan pervaginam normal
atau dengan penyulit, ataupun persalinan
operasi pembedahan caesaria, bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan/
atau bayi tidak sehat (mempunyai masalah
medis), maka untuk perawatan bayinya
dibuatkan SEP tersendiri.

256
a) Bayi peserta BPJS Kesehatan Pekerja
Penerima Upah anak ke-1 sampai
dengan ke-3
- Perawatan bayinya dapat langsung
dijamin oleh BPJS Kesehatan dan
diterbitkan SEP tersendiri.
- Segera setelah bayi lahir, orang tua
melapor ke Kantor Cabang atau
Kantor Operasional Kabupaten BPJS
Kesehatan untuk dapat diberikan
identitas nomor kartu peserta
(kartu peserta tidak dicetak) dengan
melampirkan Surat Keterangan
Kelahiran. Nama yang digunakan
untuk entry dalam masterfile
kepesertaan adalah Bayi Ny......
(nama ibunya).
- Identitas nomor kartu peserta ini
berlaku maksimal 3 (tiga) bulan.
- Orang tua bayi harus kembali ke
Kantor Cabang BPJS Kesehatan
untuk mengurus kartu kepesertaan

257
bayinya dengan melampirkan
salinan Akte Kelahiran atau Surat
Keterangan Lahir atau Kartu
Keluarga dalam waktu maksimal
3 bulan (sesuai dengan ketentuan
penambahan anggota keluarga yang
berlaku).
- Apabila setelah 3 bulan kartu
BPJS Kesehatan bayi belum diurus
maka penjaminan untuk bayinya
akan dihentikan sementara sampai
dilakukan pengurusan kartu.
b) Bayi peserta BPJS Kesehatan Pekerja
Penerima Upah anak ke-4 dan
seterusnya, Pekerja Bukan Penerima
Upah dan Bukan Pekerja (diluar Penerima
Pensiun PNS, Perintis Kemerdekaan
dan Veteran), untuk semua persalinan
dengan kondisi bayi mempunyai
masalah medis, maka:
- Orang tua bayi diminta segera
mendaftarkan bayi tersebut sebagai
peserta BPJS Kesehatan termasuk

258
pembayaran iuran dan selanjutnya
melapor ke petugas BPJS Center
untuk diterbitkan SEP. Proses
tersebut harus dilakukan dalam
waktu maksimal 7 (tujuh) hari
kalender sejak kelahirannya atau
sebelum pulang apabila bayi dirawat
kurang dari 7 hari.
- Apabila pengurusan kepesertaan
dan penerbitan SEP dilakukan pada
hari ke-8 dan seterusnya atau setelah
pulang, maka biaya pelayanan
kesehatan bayi tidak dijamin BPJS
Kesehatan.

Persalinan merupakan benefit


bagi peserta BPJS Kesehatan tanpa
pembatasan jumlah kehamilan/
persalinan.

259
V Prosedur Pelayanan
1. Di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Membawa identitas
peserta BPJS Kesehatan Fasilitas Kesehatan Tingkat I mendapatkan pelayanan
tempat terdaftar kesehatan

Membawa identitas
peserta BPJS Kesehatan Fasilitas Kesehatan Tingkat I mendapatkan pelayanan
tempat terdaftar kesehatan

2. Di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan

Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Membawa identitas peserta


Pertama memberikan surat rujukan Mendapatkan Surat Elijibilitas
BPJS Kesehatan dan surat
Peserta (SEP) di Rumah Sakit
rujukan

Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Membawa identitas peserta


Pertama memberikan surat rujukan Mendapatkan Surat Elijibilitas
BPJS Kesehatan dan surat
Peserta (SEP) di Rumah Sakit
rujukan

mendapatkan pelayanan
Selesai kesehatan

mendapatkan pelayanan
Selesai kesehatan

260
VI Frequently Asked Questions
1. Dimana saya bisa memeriksakan kehamilan
saya?
Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan di fasilitas
kesehatan tingkat pertama tempat terdaftar yang
tertera di kartu identitas peserta BPJS Kesehatan
atau jejaringnya.

Fasilitas kesehatan
tempat terdaftar

3. Apakah pemeriksaan kehamilan saya di


Rumah Sakit dijamin BPJS Kesehatan?
Pemeriksaan kehamilan di Rumah Sakit hanya
dijamin oleh BPJS Kesehatan jika dirujuk oleh
fasilitas kesehatan tingkat pertama karena adanya

261
masalah medis pada ibu/janin yang tidak bisa
ditangani oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
tersebut.

VII Daftar Istilah


1. Fee for service adalah sistem pembayaran
pelayanan kesehatan dimana biaya pelayanan
kesehatan dibayar per tindakan/item.
Contohnya: Jika biaya pemeriksaan kehamilan
(ANC) sebesar Rp 25.000 per tindakan, maka
bidan jejaring akan dibayar sebesar Rp 25.000
per pelayanan pemeriksaan kehamilan yang
telah diberikannya kepada seorang peserta BPJS
Kesehatan.
2. Sistem pembayaran Kapitasi adalah sistem
pembayaran pelayanan kesehatan dimana biaya
pelayanan kesehatan dibayar per kurun waktu
tertentu berdasarkan jumlah orang yang terdaftar
di fasilitas kesehatan itu.
Contohnya: Puskesmas Madapangga memiliki
jumlah peserta BPJS Kesehatan yang terdaftar

262
sebanyak 10.000 orang dimana tiap orang yang
terdaftar dibayar kapitasi Rp 6.000 per orang per
bulan. Maka biaya pelayanan kesehatan untuk
peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas Madapangga
adalah 10.000 orang x Rp 6.000 = Rp 60.000.000
per bulan. Biaya tersebut dibayarkan oleh BPJS
Kesehatan tanpa memperhitungkan berapa orang
yang sakit di Puskesmas Madapangga.
3. INA CBG’s adalah sistem pembayaran pelayanan
kesehatan dimana besaran tarif paket layanan
didasarkan kepada pengelompokan diagnosis
penyakit dan tingkat keparahannya.
4. ANC atau antenatal care adalah pemeriksaan
kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa
keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti
dengan upaya koreksi terhadap kegawatan yang
ditemukan
5. PNC atau postnatal care adalah pemeriksaan ibu
dan bayi setelah persalinan dan selama masa
nifas untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi serta
menangani komplikasi jika terjadi.
6. Surat Eligibilitas Peserta (SEP) adalah bukti
keabsahan peserta yang diterbitkan di fasilitas

263
kesehatan yang menyatakan bahwa seseorang
adalah benar peserta BPJS Kesehatan dan berhak
mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan
tersebut.

264
6. PROLANIS

265
266
I Definisi
PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan
dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara
terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas
Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka
pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan
yang menderita penyakit kronis untuk mencapai
kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien.

II Tujuan
Mendorong peserta penyandang penyakit kronis
mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator
75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes
Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada
pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2
dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga
dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit.

267
III Sasaran
Seluruh Peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit
kronis (Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi)

IV Bentuk Pelaksanaan
Aktifitas dalam Prolanis meliputi aktifitas konsultasi
medis/edukasi, Home Visit, Reminder, aktifitas klub
dan pemantauan status kesehatan.

V Penanggungjawab
Penanggungjawab adalah Kantor Cabang BPJS
Kesehatan bagian Manajemen Pelayanan Primer.

VI Langkah Pelaksanaan
Persiapan pelaksanaan PROLANIS
1. Melakukan identifikasi data peserta sasaran
berdasarkan:
a. Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan atau

268
b. Hasil Diagnosa DM dan HT (pada Faskes Tingkat
Pertama maupun RS)
2. Menentukan target sasaran
3. Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/
Puskesmas berdasarkan distribusi target sasaran
peserta
4. Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada
Faskes Pengelola
5. Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola
(Apotek, Laboratorium)
6. Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes
untuk melayani peserta PROLANIS
7. Melakukan sosialisasi PROLANIS kepada peserta
(instansi, pertemuan kelompok pasien kronis di RS,
dan lain-lain)
8. Penawaran kesediaan terhadap peserta
penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi
untuk bergabung dalam PROLANIS
9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data
diagnosa dengan form kesediaan yang diberikan
oleh calon peserta Prolanis
10. Mendistribusikan buku pemantauan status
kesehatan kepada peserta terdaftar PROLANIS

269
11. Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar
12. Melakukan entri data peserta dan pemberian flag
peserta PROLANIS
13. Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai
Faskes Pengelola
14. Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi
data pemeriksaan status kesehatan peserta,
meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah,
IMT, HbA1C. Bagi peserta yang belum pernah
dilakukan pemeriksaan, harus segera dilakukan
pemeriksaan
15. Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan
status kesehatan awal peserta per Faskes Pengelola
(data merupakan luaran Aplikasi P-Care)
16. Melakukan Monitoring aktifitas PROLANIS pada
masing-masing Faskes Pengelola:
a. Menerima laporan aktifitas PROLANIS dari
Faskes Pengelola
b. Menganalisa data
17. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS
18. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/
Kantor Pusat.

270
SKEMA PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS BAGI PESERTA BPJS KESEHATAN

Peserta BPJS Kesehatan Dokter Keluarga Apotek Lab / Rumah Sakit

Mapping Peserta
Sosialisasi
Peserta BPJS Kesehatan - Data Klaim/ Med-Rec
(Klub RISTI, Instansi, - Hasil MCU
Domisili, dll) - Surat Rujuk Balik
- Hasil Skrining
Seleksi
Peserta
Peserta Daftar (Form
Kesediaan) Pemeriksaan Penunjang G
Peserta RISTI berdasarkan
Entri Data Peserta G Registrasi Skrining Riwayat Kesehatan
Peserta di Dokter
Keluarga
Buku Pemantauan
Diagnosa DM
Tipe 2 dan atau
SIM
Panduan
Hipertensi
- Identitas Peserta Pelayanan RJTP G
- Status Kesehatan Klinis - Konsultasi (Promotif) G
G - Preventif/Kuratif/ Ambil Ya
Rehabilitatif Obat
- Resep Obat Kronis Kronis/
Rujuk - RJTL/RITL (Rujuk Balik) G
Pelayanan Balik - Penunjang Diagnostik
- KIE
- Pertemuan Klub Preventif
- Seminar Kesehatan
- Reminder Agenda Konsultasi
Dokter, Ambil Obat, Kegiatan2
dalam Program HASIL PEMERIKSAAN
Analisa
HASIL PEMERIKSAAN

Keterangan:
Status Kesehatan Peserta (Catat Status Kesehatan Peserta Status Kesehatan Peserta Proses Program
Buku Pemantauan) (Record BPJS Kesehatan) (Record Dokkel) Konektivitas Jaringan Komputerisasi
Kebutuhan Panduan Klinis sesuai jenis Penyakit Kronis
- G - Titik Kritis pelayanan

271
Aktifitas PROLANIS
1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis : jadwal konsultasi
disepakati bersama antara peserta dengan Faskes
Pengelola
2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis
Definisi : Edukasi Klub Risti (Klub Prolanis)
adalah kegiatan untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan dalam upaya
memulihkan penyakit dan mencegah
timbulnya kembali penyakit serta
meningkatkan status kesehatan bagi
peserta PROLANIS
Sasaran : Terbentuknya kelompok peserta (Klub)
PROLANIS minimal 1 Faskes Pengelola
1 Klub. Pengelompokan diutamakan
berdasarkan kondisi kesehatan Peserta
dan kebutuhan edukasi.
Langkah - langkah:
a. Mendorong Faskes Pengelola melakukan
identifikasi peserta terdaftar sesuai tingkat
severitas penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi
yang disandang

272
273
b. Memfasilitasi koordinasi antara Faskes
Pengelola dengan Organisasi Profesi/Dokter
Spesialis diwilayahnya
c. Memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam
Klub
d. Memfasilitasi penyusunan kriteria Duta
PROLANIS yang berasal dari peserta.
Duta PROLANIS bertindak sebagai motivator
dalam kelompok Prolanis (membantu Faskes
Pengelola melakukan proses edukasi bagi
anggota Klub)
e. Memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana
aktifitas Klub minimal 3 bulan pertama
f. Melakukan Monitoring aktifitas edukasi pada
masing-masing Faskes Pengelola:
1) Menerima laporan aktifitas edukasi dari
Faskes Pengelola
2) Menganalisis data
g. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS
h. Membuat laporan kepada Kantor Divisi
Regional/Kantor Pusat dengan tembusan
kepada Organisasi Profesi terkait diwilayahnya

274
3. Reminder melalui SMS Gateway
Definisi : Reminder adalah kegiatan untuk
memotivasi peserta untuk melakukan
kunjungan rutin kepada Faskes
Pengelola melalui pengingatan jadwal
konsultasi ke Faskes Pengelola tersebut
Sasaran : Tersampaikannya reminder jadwal
konsultasi peserta ke masing-masing
Faskes Pengelola
Langkah – langkah:
a. Melakukan rekapitulasi nomor Handphone
peserta PROLANIS/Keluarga peserta per
masing-masing Faskes Pengelola
b. Entri data nomor handphone kedalam aplikasi
SMS Gateway
c. Melakukan rekapitulasi data kunjungan per
peserta per Faskes Pengelola
d. Entri data jadwal kunjungan per peserta per
Faskes Pengelola
e. Melakukan monitoring aktifitas reminder
(melakukan rekapitulasi jumlah peserta yang
telah mendapat reminder)

275
f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah
peserta yang mendapat reminder dengan
jumlah kunjungan
g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi
Regional/Kantor Pusat
4. Home Visit
Definisi : Home Visit adalah kegiatan pelayanan
kunjungan ke rumah Peserta PROLANIS untuk
pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan
lingkungan bagi peserta PROLANIS dan keluarga
Sasaran:
Peserta PROLANIS dengan kriteria :
a. Peserta baru terdaftar
b. Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek
Perorangan/Klinik/Puskesmas 3 bulan berturut-
turut
c. Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3
bulan berturut-turut (PPDM)
d. Peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol
3 bulan berturut-turut (PPHT)
e. Peserta pasca opname

276
277
Langkah – langkah:
a. Melakukan identifikasi sasaran peserta yang
perlu dilakukan Home Visit
b. Memfasilitasi Faskes Pengelola untuk
menetapkan waktu kunjungan
c. Bila diperlukan, dilakukan pendampingan
pelaksanaan Home Visit
d. Melakukan administrasi Home Visit kepada
Faskes Pengelola dengan berkas sebagai
berikut:
1) Formulir Home Visit yang mendapat tanda
tangan Peserta/Keluarga peserta yang
dikunjungi
2) Lembar tindak lanjut dari Home Visit/lembar
anjuran Faskes Pengelola
e. Melakukan monitoring aktifitas Home Visit
(melakukan rekapitulasi jumlah peserta yang
telah mendapat Home Visit)
f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah
peserta yang mendapat Home Visit dengan
jumlah peningkatan angka kunjungan dan
status kesehatan peserta

278
g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi
Regional/Kantor Pusat

279
Hal-Hal Yang Perlu Mendapat
VII
Perhatian
1. Pengisian formulir kesediaan bergabung dalam
PROLANIS oleh calon peserta PROLANIS. Peserta
PROLANIS harus sudah mendapat penjelasan
tentang program dan telah menyatakan
kesediaannya untuk bergabung.
2. Validasi kesesuaian diagnosa medis calon peserta.
Peserta PROLANIS adalah peserta BPJS yang
dinyatakan telah terdiagnosa DM Tipe 2 dan atau
Hipertensi oleh Dokter Spesialis di Faskes Tingkat
Lanjutan.
3. Peserta yang telah terdaftar dalam PROLANIS harus
dilakukan proses entri data dan pemberian flag
peserta didalam aplikasi Kepesertaan. Demikian
pula dengan Peserta yang keluar dari program.
4. Pencatatan dan pelaporan menggunakan aplikasi
Pelayanan Primer (P-Care).

280
7. Program Rujuk Balik

281
282
I Pendahuluan
Sebagai salah satu program unggulan guna
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi
peserta BPJS Kesehatan serta memudahkan akses
pelayanan kesehatan kepada peserta penderita
penyakit kronis, maka dilakukan optimalisasi
implementasi Program Rujuk Balik. Pelayanan
Program Rujuk Balik diberikan kepada peserta BPJS
Kesehatan penderita penyakit kronis, khususnya
penyakit diabetes melitus, hipertensi, jantung, asma,
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsy,
stroke, schizophrenia, Systemic Lupus Erythematosus
(SLE) yang sudah terkontrol/stabil namun masih
memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan
dalam jangka panjang

II Landasan Hukum
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun
2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan
Kesehatan Nasional.

283
2. Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
3. Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor HK/
Menkes/32/I/2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan
Kesehatan bagi Peserta BPJS Kesehatan pada
Fasilitas Kesehatan Pertama dan Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Jaminan
Kesehatan.

III Definisi
Pelayanan Obat Rujuk Balik adalah pemberian obat-
obatan untuk penyakit kronis di Faskes Tingkat
Pertama sebagai bagian dari program pelayanan rujuk
balik

IV Filosofi Program Rujuk Balik


1. Pelayanan Rujuk balik adalah Pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada penderita di Fasilitas
Kesehatan atas rekomendasi/rujukan dari Dokter
Spesialis/Sub Spesialis yang merawat.

284
2. Pelayanan Program Rujuk Balik adalah Pelayanan
Kesehatan yang diberikan kepada penderita
penyakit kronis dengan kondisi stabil dan
masih memerlukan pengobatan atau asuhan
keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di
Faskes Tingkat Pertama atas rekomendasi/rujukan
dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang merawat.

V Manfaat Program Rujuk Balik


1. Bagi Peserta
a. Meningkatkan kemudahan akses pelayanan
kesehatan
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang
mencakup akses promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif
c. Meningkatkan hubungan dokter dengan
pasien dalam konteks pelayanan holistik
d. Memudahkan untuk mendapatkan obat yang
diperlukan

285
2. Bagi Faskes Tingkat Pertama
a. Meningkatkan fungsi Faskes selaku Gate
Keeper dari aspek pelayanan komprehensif
dalam pembiayaan yang rasional
b. Meningkatkan kompetensi penanganan medik
berbasis kajian ilmiah terkini (evidence based)
melalui bimbingan organisasi/dokter spesialis
c. Meningkatkan fungsi pengawasan pengobatan
3. Bagi Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan
a. Mengurangi waktu tunggu pasien di poli RS
b. Meningkatkan kualitas pelayanan spesialistik di
Rumah Sakit
c. Meningkatkan fungsi spesialis sebagai
koordinator dan konsultan manajemen
penyakit

286
Ruang Lingkup
VI
Program Rujuk Balik
1. Jenis Penyakit
Jenis Penyakit yang termasuk Program Rujuk Balik
adalah:
a. Diabetus Mellitus
b. Hipertensi
c. Jantung
d. Asma
e. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
f. Epilepsy
g. Schizophrenia
h. Stroke
i. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Sesuai dengan rekomendasi Perhimpunan Peneliti
Hati Indonesia dan Komite Formularium Nasional,
penyakit sirosis tidak dapat dilakukan rujuk balik ke
Faskes Tingkat Pertama karena :
a. Sirosis hepatis merupakan penyakit yang tidak
curabel

287
b. Tidak ada obat untuk sirosis hepatis
c. Setiap gejala yang timbul mengarah
kegawatdaruratan (misal : eshopageal bleeding)
yang harus ditangani di Faskes Rujukan Tingkat
Lanjutan
d. Tindakan-tindakan medik untuk menangani
gejala umumnya hanya dapat dilakukan di
Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan.
2. Jenis Obat
Obat yang termasuk dalam Obat Rujuk Balik
adalah:
a. Obat Utama, yaitu obat kronis yang
diresepkan oleh Dokter Spesialis/Sub Spesialis
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dan
tercantum pada Formularium Nasional untuk
obat Program Rujuk Balik
b. Obat Tambahan, yaitu obat yang mutlak
diberikan bersama obat utama dan diresepkan
oleh dokter Spesialis/Sub Spesialis di Faskes
Rujukan Tingkat Lanjutan untuk mengatasi
penyakit penyerta atau mengurangi efek
samping akibat obat utama.

288
VII Peserta Program Rujuk Balik
Peserta yang berhak memperoleh obat PRB adalah:
Peserta dengan diagnosa penyakit kronis yang telah
ditetapkan dalam kondisi terkontrol/stabil oleh Dokter
Spesialis/Sub Spesialis dan telah mendaftarkan diri
untuk menjadi peserta Program Rujuk Balik.

Mekanisme Pendaftaran
VIII
Peserta PRB
1. Peserta mendaftarkan diri pada petugas Pojok PRB
dengan menunjukan :
a. Kartu Identitas peserta BPJS Kesehatan
b. Surat Rujuk Balik (SRB) dari dokter spesialis
c. Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dari BPJS Kesehatan
d. Lembar resep obat/salinan resep
2. Peserta mengisi formulir pendaftaran peserta PRB
3. Peserta menerima buku kontrol Peserta PRB

289
290
Peserta BPJS
Kesehatan
POJOK PRB

BUKU
KONTROL PRB
Approval oleh
Petugas BPJS
1. Kartu
Identitas BPJS
2. SEP
Mengisi Formulir
3. SRB
Pendaftaran
4. Resep Rujuk
Peserta PRB
Balik
Mekanisme Pelayanan Obat
IX
PRB

1. Pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat


Pertama
a. Peserta melakukan kontrol ke Faskes Tingkat
Pertama (tempatnya terdaftar) dengan
menunjukkan identitas peserta BPJS, SRB dan
buku kontrol peserta PRB.
b. Dokter Faskes Tingkat Pertama melakukan
pemeriksaan dan menuliskan resep obat rujuk
balik yang tercantum pada buku kontrol peserta
PRB.

291
2. Pelayanan pada Apotek/depo Farmasi yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk
pelayanan obat PRB
a. Peserta menyerahkan resep dari Dokter Faskes
Tingkat Pertama
b. Peserta menunjukkan SRB dan Buku Kontrol
Peserta
3. Pelayanan obat rujuk balik dilakukan 3 kali berturut-
turut selama 3 bulan di Faskes Tingkat Pertama.
4. Setelah 3 (tiga) bulan peserta dapat dirujuk
kembali oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
untuk dilakukan evaluasi oleh dokter spesialis/sub-
spesialis.
5. Pada saat kondisi peserta tidak stabil, peserta dapat
dirujuk kembali ke dokter Spesialis/Sub Spesialis
sebelum 3 bulan dan menyertakan keterangan
medis dan/atau hasil pemeriksaan klinis dari dokter
Faskes Tingkat Pertama yang menyatakan kondisi
pasien tidak stabil atau mengalami gejala/tanda-
tanda yang mengindikasikan perburukan dan
perlu penatalaksanaan oleh Dokter Spesialis/Sub
Spesialis.

292
6. Apabila hasil evaluasi kondisi peserta dinyatakan
masih terkontrol/stabil oleh dokter spesialis/sub-
spesialis, maka pelayanan program rujuk balik
dapat dilanjutkan kembali dengan memberikan
SRB baru kepada peserta.

293
Ketentuan Pelayanan Obat
X
Program Rujuk Balik
1. Obat PRB diberikan untuk kebutuhan maksimal 30
(tiga puluh) hari setiap kali peresepan dan harus
sesuai dengan Daftar Obat Formularium Nasional
untuk Obat Program Rujuk Balik serta ketentuan
lain yang berlaku.
2. Perubahan/penggantian obat program rujuk balik
hanya dapat dilakukan oleh Dokter Spesialis/
sub spesialis yang memeriksa di Faskes Tingkat
Lanjutan dengan prosedur pelayanan RJTL. Dokter
di Faskes Tingkat Pertama melanjutkan resep yang
ditulis oleh Dokter Spesialis/sub-spesialis dan tidak
berhak merubah resep obat PRB. Dalam kondisi
tertentu Dokter di Faskes Tingkat Pertama dapat
melakukan penyesuaian dosis obat sesuai dengan
batas kewenangannya.
3. Obat PRB dapat diperoleh di Apotek/depo farmasi
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk
memberikan pelayanan Obat PRB.
4. Jika peserta masih memiliki obat PRB, maka peserta
tersebut tidak boleh dirujuk ke Faskes Rujukan

294
Tingkat Lanjut, kecuali terdapat keadaan emergency
atau kegawatdaruratan yang menyebabkan pasien
harus konsultasi ke Faskes Rujukan Tingkat Lanjut.

295
XI Question And Answer
Q : Apa yang dimaksud dengan kondisi stabil/
terkontrol dalam Program Rujuk Balik ?
A : Kondisi terkontrol/stabil adalah suatu kondisi
dimana penderita penyakit kronis berdasarkan
diagnosis mempunyai parameter-parameter
yang stabil sesuai dengan yang ditetapkan oleh
dokter Spesialis/Sub Spesialis
Q : Apakah peserta PRB yang masih memiliki
obat PRB dapat berobat ke Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan ?

296
A : Tidak, kecuali terdapat gejala/tanda-tanda yang
mengindikasikan terjadi perburukan penyakit
sehingga memerlukan penatalaksanaan oleh
Dokter Spesialis di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan.
Q : Apakah peserta yang menderita penyakit
lain yang tidak tercantum di dalam cakupan
PRB dapat mengikuti Program Rujuk Balik?
A : Tidak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku
untuk saat ini Program Rujuk Balik yang dikelola
BPJS Kesehatan terbatas pada 10 jenis penyakit
saja.
Q : Apakah jasa konsultasi medis pelayanan PRB
dapat ditagihkan oleh Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama kepada BPJS Kesehatan
atau kepada peserta ?
A : Tidak, karena jasa konsultasi medis/jasa
pelayanan sudah termasuk di dalam komponen
paket kapitasi yang telah dibayarkan kepada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
Q : Apakah peserta PRB dapat memperoleh
obat di luar Formularium Nasional untuk
obat Program Rujuk Balik?

297
A : Tidak, obat PRB yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan adalah obat yang tercantum di dalam
Formularium Nasional untuk Program Rujuk
Balik sesuai dengan restriksi dan peresepan
maksimal serta ketentuan lain yang berlaku. Jika
pasien diresepkan obat di luar daftar tersebut
oleh Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama, maka biaya obat sudah termasuk di
dalam komponen kapitasi yang dibayarkan BPJS
Kesehatan kepda Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama.
Q : Mengapa setiap 3 bulan sekali peserta PRB
perlu dilakukan rujukan kembali kepada
Dokter Spesialis/Sub Spesialis di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan?
A : Tujuan dilakukan rujukan rujukan kembali
kepada Dokter Spesialis/Sub Spesialis setiap 3
bulan sekali adalah agar Dokter Spesialis/Sub
Spesialis dapat melakukan evaluasi terhadap
kondisi perkembangan Peserta dan dapat
melakukan perubahan jenis atau dosis obat jika
diperlukan.

298
Q : Apa yang harus dilakukan peserta ketika
mendapatkan kesulitan dalam pelayanan
obat Program Rujuk Balik?
A : Apabila peserta BPJS Kesehatan memerlukan
informasi lebih lanjut mengenai PRB atau peserta
mengalami kesulitan dalam pelayanan PRB,
maka peserta dapat menghubungi :
1. Petugas BPJS Center atau Petugas Pojok PRB di
Rumah Sakit setempat
2. Petugas BPJS Kesehatan Kantor Cabang atau
Kantor Layanan Operasional Kota/Kabupaten
setempat
3. Pusat Layanan Informasi BPJS Kesehatan 500
400

299
300
8. Kredensialing Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama

301
302
I Pendahuluan

UU No 40/2004 pasal 24 menyebutkan bahwa Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali
mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan, kesehatan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

Sebagai badan pelaksana, BPJS berkewajiban melakukan pengembangan


pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya berusaha memenuhi ketersediaan
provider penyedia layanan kesehatan dan memperkecil gap antara fasilitas
kesehatan yang tersedia sebagai provider penyedia layanan kesehatan
dengan tuntutan yang semakin tinggi dari peserta untuk mempermudah
akses dan memperbaiki disparitas fasilitas kesehatan. Dengan bertambahnya
jumlah dan kebutuhan peserta BPJS tentu akan menuntut BPJS untuk
semakin meningkatkan jaringan layanan kesehatan baik dalam kualitas
fasilitas kesehatan maupun peranan fasilitas kesehatan dalam upaya kendali
mutu layanan kesehatan.

Sebagai persiapan transformasi menuju implementasi SJSN, salah satu upaya


yang harus dilakukan PT Askes (Persero) ialah melakukan kredensialing fasilitas
kesehatan yang menjadi mitra BPJS Kesehatan untuk memastikan pelayanan
kesehatan dengan mutu yang optimal dengan biaya yang terkendali.

Dalam rangka penyempurnaan mekanisme Seleksi Faskes untuk BPJS


mencakup aktivitas credentialing & recredentialing, maka diatur beberapa
ketentuan meliputi:

• Standar dan Kriteria Faskes BPJS

• Prosedur pengajuan & penawaran Kerja Sama

• Mekanisme penilaian Calon Faskes

303
II Pengertian Teknis

KREDENSIALING

1. Apakah yang dimaksud dengan kredensialing?

Kredensialing adalah proses seleksi awal melalui penilaian terhadap


pemenuhan persyaratan bagi fasilitas kesehatan yang akan bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan.

2. Apa tujuan dari dilakukan kredensialing?

Kredensialing dan rekredensialing bertujuan untuk memperoleh fasilitas


kesehatan yang berkomitmen dan mampu memberikan pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien melalui metode dan standar penilaian
yang terukur dan objektif.

3. Apakah yang menjadi landasan hukumkegiatankredensialing?

1. UU 40/2004

a. Pasal 23 Ayat (1), Manfaat jaminan kesehatan diberikan pada


Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin
kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71


Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan
Kesehatan NasionalPasal 5 ayat :

(1) Untuk dapat melakukan kerja sama dengan BPJS


Kesehatan, Fasilitas Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan.

(2) Selain ketentuan harus memenuhi persyaratan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan
dalam melakukan kerja sama dengan Fasilitas Kesehatan
juga harus mempertimbangkan kecukupan antara jumlah

304
Fasilitas Kesehatan dengan jumlah Peserta yang harus
dilayani.

2. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan


Kesehatan

a. Pasal 35

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas


ketersediaan fasilitas kesehatan

b. Pasal 36

BPJS Kesehatan dalam memenuhi kebutuhan jaringan pemberi


pelayanan kesehatan bagi Peserta BPJS memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:

- Fasilitas kesehatann pemerintah dan pemerintah daerah


yang memenuhi persyaratan wajib bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan

- Fasilitas kesehatan swasta yang memenuhi persyaratan


dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

- BPJS kesehatan dengan fasilitas kesehatan membuat


perjanjian tertulis sebagai landasan kerjasama

- Persyaratan sebagai fasilitas kesehatan mengacu pada


peraturan menteri kesehatan yang berlaku

c. Pasal 45

Fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan


bagi peserta BPJS Kesehatan mengutamakan hal-hal yang
menjadi aspek kinerja provider sebagai berikut:

- Pemenuhan standar mutu pelayanan kesehatan (sumber


daya manusia, sarana, prasarana, dan standar operasional
prosedur tindakan medis)

305
- Keamanan Pasien (patient safety)

- Kesesuaian pelayanan kesehatan dengan kebutuhan


pasien

- Efektivitas tindakan

4. Apakah kriteria kredensialing faskes tingkat pertama?

Terdapat dua kriteria kredensialing faskes tingkat pertama yaitu kriteria


mutlak dan teknis.

5. KriteriaKredensialing administrasi/mutlak apa saja yang wajib


dipenuhi oleh faskestingkat pertama?

- Surat Ijin Operasional

- Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi dan Surat Ijin Praktik
atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain

- Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dalam hal klinik
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian

- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan

- Perjanjian kerjasama dengan jejaring, jika diperlukan

- Surat Pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait


dengan Jaminan Kesehatan Nasional

6. Kriteria teknis apa saja yang wajib dipenuhi oleh faskes tingkat
pertama?

a. Sumber Daya Manusia : ketenagaan, pelatihan kompetensi,


pengalaman kerja, pengalaman kerjasama dengan asuransi,
penghargaan yang dimiliki.

b. Sarana dan Prasarana : bangunan, ruangan pendukung,


perlengkapan praktek, perlengkapan penunjang administrasi dan
perlengkapan penunjang umum.

306
c. Peralatan Medis dan Obat-obatan : peralatan medis mutlak,
peralatan kedaruratan, obat-obatan, peralatan medis tambahan,
peralatan kunjungan rumah dan perlengkapan edukasi.

d. Lingkup Pelayanan : konsultasi/pemeriksaan, pelayanan gigi,


pelayanan obat, pelayanan laboratorium sederhana, pelayanan
imunisasi, pelayanan KB, promosi kesehatan dan kunjungan rumah.

e. KomitmenPelayanan : pemenuhan jam praktek, penggunaan aplikasi


SIM, kepatuhan terhadap panduan klinik, penyelenggaraan prolanis,
mendukung aktifitas kesehatan masyarakat yang dilaksanakan BPJS
Kesehatan.

7. Bagaimana proses pendaftaran Faskes untuk menjadi Provider


BPJS Kesehatan ?

• Penawaran kerjasama sesuai hasil analisa kebutuhan faskes

• Faskes melakukan pendaftaran ke Cabang BPJS terdekat dengan


melampirkan syarat administrasi dan mengisi formulir pendaftaran

• Kantor Cabang melakukan verifikasi dan validasi ketentuan


administrasi (terutama ijin praktek)

• Bila semua syarat administrasi terpenuhi maka Faskes diberikan


formulir self assessment

• Setelah dilakukan penilaian self assessment oleh faskes tersebut,


Kantor Cabang melakukan validasi dan scoring di isian self
assessment dengan format kredensialing melalui kunjungan
lapangan oleh Tim Kredensialing.

• Setelah ada keputusan kerjasama/tidak, dikirimkan surat


penerimaan/penolakan ke faskes tersebut.

307
8. Apakah semua faskes yang melakukan pendaftaran untuk
menjadi provider BPJS dilakukan kredensialing?

Hanya Faskes yang lolos syarat administrasi saja yang dilakukan


kredensialing.

9. Kapan dilakukan kredensialing pertama kali untuk persiapan


BPJS?

Proses kredensialing dimulai sejak Semester II tahun 2013, Selanjutnya


Kredensialing dilakukan sepanjang tahun sesuai kebutuhanpenambahan
fasilitas kesehatan sejalan dengan pertambahan peserta.

10. Siapa pelaksanakegiatan kredensialing?

Kegiatan kredensialing dan rekredensialing dilakukan oleh Tim Seleksi


dan penilaian kinerja Fasilitas Kesehatan yang ditetapkan oleh Kepala
Kantor Cabang dengan jumlah anggota disesuaikan dengan kebutuhan.
Tim Seleksi diketuai Kepala Unit Manajemen Pelayanan Rujukan,
melibatkan Kepala Unit lainnya di Kantor Cabang dan Kepala Kantor
Layanan Operasional Kabupaten/Kota sebagai ketua sub tim serta
beranggotakan staf Kantor Cabang yang jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan.

REKREDENSIALING

11. Apakah yang dimaksud dengan rekredensialing?

Rekredensialing adalah proses seleksi ulang terhadap pemenuhan


persyaratan dan kinerja pelayanan bagi fasilitas kesehatan yang telah
dan akan melanjutkan kerjasama dengan BPJS Kesehatan.

12. Apa tujuan dari dilakukan rekredensialing?

Rekredensialing bertujuan untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang


berkomitmen dan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang

308
efektif dan efisien melalui metode dan standar penilaian yang terukur
dan objektif.

13. Apakah kriteria Rekredensialing faskes tingkat pertama?

Terdapat dua kriteria kredensialing faskes primer yaitu kriteria mutlak


dan teknis.

14. Kriteria Rekredensialing administrasi/mutlak apa saja yang wajib


dipenuhi oleh faskes tingkat pertama?

Updating Surat Ijin Praktek dan Surat Ijin Operasional

15. Kriteria Rekredensialing teknis apa saja yang wajib dipenuhi oleh
faskes tingkat pertama?

a. Sumber Daya Manusia (updating) : ketenagaan, pelatihan


kompetensi, pengalaman kerja, penghargaan yang dimiliki.

b. Sarana dan Prasarana (updating) : bangunan, ruangan pendukung,


perlengkapan praktek, perlengkapan penunjang administrasi dan
perlengkapan penunjang umum.

c. Peralatan Medis dan Obat-obatan (updating) : peralatan medis


mutlak, peralatan kedaruratan, obat-obatan, peralatan medis
tambahan, peralatan kunjungan rumah dan perlengkapan edukasi.

d. Lingkup Pelayanan(updating) : konsultasi/pemeriksaan, pelayanan


gigi, pelayanan obat, pelayanan laboratorium sederhana, pelayanan
imunisasi, pelayanan KB, promosi kesehatan dan kunjungan rumah.

e. Realisasi Komitmen Pelayanan : pemenuhan jam praktek,


penggunaan aplikasi SIM, kepatuhan terhadap panduan klinik,
penyelenggaraan prolanis, mendukung aktifitas kesehatan
masyarakat yang dilaksanakan BPJS Kesehatan.

f. Kinerja Faskes : Angka kepuasan pasien, angka rujukan, angka


keberkunjungan prolanis, ketepatan waktu penyampaian laporan

309
16. Kapan dilakukan Rekredensialing faskes tingkat pertama?

Proses Rekredensialing dilakukan 3 bulan sebelum kontrak dengan


faskes berakhir.

17. Siapa pelaksana kegiatan kredensialing?

Kegiatan rekredensialing dilakukan oleh Tim Seleksi dan penilaian kinerja


Fasilitas Kesehatan yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Cabang

III Langkah-Langkah Pelaksanaan

1. Apa saja tahapan kredensialing Faskes Primer ?

a. Pembentukan Tim Kredensialing di Cabang

b. Penentuan target Faskes yang akan dilakukan kredensialing

c. Pengiriman format self assessment kepada faskes yang akan


dilakukan kredensialing

d. Pelaksanaan kredensialing

e. Pnyusunan ranking Faskes berdasarkan scoring kredensialing

f. Penetapan Faskes yang lolos hasil kredensiang

g. Penetapan Faskes yang akan dilakukan kerjasama

h. Pemberitahuan hasil kredensialing kepa faskes baik yang lolos


kredensialing maupun yang tidak

i. Laporan hasil kredensialing ke Divre/ Kantor Pusat.

310
2. Apa saja tahapan pembentukan Tim Kredensialing?

No Aktifitas PIC
1 Membuat draft usulan tim seleksi fasilitas staf
kesehatan
2 Memberikan persetujuan ka.unit
3 Membuat konsep SK Tim Seleksi Fasilitas ka.unit
4 Memberikan persetujuan kacab
5 Menetapkan SK Tim Seleksi Fasilitas kacab
6 Menggandakan SK Tim Seleksi fasilitas kesehatan staf
7 Mendistribusikan SK Tim Fasilitas Kesehatan staf

3. Apa saja tahapan pendaftaran faskes?

No Aktifitas PIC
1 Membuat surat penawaran kerjasama Faskes BPJS staf
(berdasarkan hasil analisa kebutuhan faskes )
2 Memberikan persetujuan ka.unit
3 Menandatangani surat penawaran kacab
4 Menyampaikan surat penawaran kerjasama staf
5 Mengajukan surat penawaran kerjasama faskes
6 Menerima berkas permohonan kerjasama staf
7 Melakukan verifikasi dokumen permohonan staf
kerjasama
8 Melakukan pemeriksaan kelengkapan administratif staf
9 Menyusun hasil pemeriksaan kelengkapan staf
administratif
10 Memberikan persetujuan ka.unit

311
No Aktifitas PIC
11 Membuat konsep hasil pemeriksaan kelengkapan ka.unit
administratif

4. Apa saja tahapan pelaksanaan kredensialing?

No Aktifitas PIC
1 Menyampaikan surat pemberitahuan kredensialing, staf
dilampiri form self assesment kredensialing
2 Melakukan kunjungan faskes untuk verifikasi dan tim
validasi form kredensialing seleksi
3 Membuat laporan hasil kunjungan kredensialing tim
seleksi
4 Melakukan pembahasan hasil kunjungan tim
kredensialing seleksi
5 Memberikan persetujuan hasil kunjungan kacab
kredensialing
6 Menginput data hasil kunjungan kredensialing staf
faskes melalui aplikasi Electronic Contract
Management
7 Memberikan persetujuan ka.unit
8 Melakukan approval kredensialing melalui aplikasi ka.unit
ECM
9 Memberikan persetujuan kacab
10 Melakukan approval kredensialing melalui aplikasi kacab
ECM
11 Memberikan persetujuan kabid
12 Melakukan approval kredensialing melalui aplikasi kabid
ECM

312
No Aktifitas PIC
13 Melakukan print out rekapitulasi hasil penilaian staf
kredensialing faskes
14 Memberikan persetujuan ka.unit
15 Menyampaikan print out rekapitulasi hasil penilaian ka.unit
kredensialing faskes
16 Memberikan persetujuan kacab
17 Menetapkan hasil kredensialing kacab
18 Menyampaikan surat pemberitahuan hasil staf
kredensialing kepada faskes yang dikredensialing
19 Menyampaikan laporan hasil kredensialing kepada staf
divre

5. Apa langkah-langkah Rekredensialing?

No Aktifitas PIC
1 Menginventarisir faskes yang akan staf
direkredensialing
2 Menyusun daftar faskes yang akan staf
direkredensialing
3 Memberikan persetujuan ka.unit
4 Menyampaikan daftar faskes yang akan ka.unit
direkredensialing
5 Memberikan persetujuan kacab
6 Menetapkan daftar faskes yang akan kacab
direkredensialing
7 Menyusun konsep surat pemberitahuan staf
rekredensialing

313
No Aktifitas PIC
8 Memberikan persetujuan ka.unit
9 Menyusun KV surat pemberitahuan kredensialing ka.unit
10 Memberikan persetujuan kacab
11 Menandatangani surat pemberitahuan kacab
kredensialing
12 Menyampaikan surat pemberitahuan staf
rekredensialing, dilampiri form self assesment dan
hasil penilaian kinerja
13 Melakukan kunjungan faskes untuk verifikasi dan tim
validasi form rekredensialing seleksi
14 Membuat laporan hasil kunjungan rekredensialing tim
seleksi
15 Melakukan pembahasan hasil kunjungan tim
rekredensialing seleksi
16 Mengajukan persetujuan hasil kunjungan tim
rekredensialing seleksi
17 Memberikan persetujuan hasil kunjungan kacab
rekredensialing
18 Menginput data rekredensialing faskes melalui staf
aplikasi ECM
19 Memberikan persetujuan kabag
20 Melakukan approval rekredensialing melalui kabag
aplikasi ECM
21 Memberikan persetujuan kacab
22 Melakukan approval rekredensialing melalui kacab
aplikasi ECM

314
No Aktifitas PIC
23 Memberikan persetujuan kabid
24 Melakukan approval rekredensialing melalui kabid
aplikasi ECM
25 Melakukan print out rekapitulasi hasil penilaian staf
rekredensialing faskes
26 Memberikan persetujuan kabag
27 Menyampaikan print out rekapitulasi hasil penilaian kabag
rekredensialing faskes
28 Memberikan persetujuan kacab
29 Menetapkan hasil rekredensialing kacab
30 Menyampaikan surat pemberitahuan hasil staf
rekredensialing kepada faskes yang dikredensialing
31 Menyampaikan laporan hasil rekredensialing staf
kepada divre

6. Apa langkah-langkah metode scoring pada hasil kredensialing?

a) Mengisi form penilaian Penilaian calon Pemberian rekomendasi


Calon Faskes

b) Membuat scoring yang paling sesuai pada setiap komponen


penilaian

c) Menghitung scoring akhir sesuai bobot yang telah ditentukan pada


setiap komponen

d) Score maksimal dalam penilaian kriteria teknis adalah 100

e) Score akhir setiap Faskes akan direkap dan di urutkan berdasarkan


score tertinggi antar faskes

315
f) Catatan khusus tim seleksi faskes merupakan analisa tambahan
terhadap kondisi faskes

g) Faskes yang diterima sebagai provider BPJS adalah mulai dari


peringkat tertinggi dan berurut sesuai score setingkat dibawahnya,
sampai terpenuhi kebutuhan Faskes

7. Bagaimana hasil penilaian kredensialing/Rekredensialing?

Hasil penilaian kredensialing dan rekredensialing dikelompokkan dalam


kategorisasi sebagai berikut:

1. Skor 85 – 100 = Kategori A (sangat direkomendasikan)

2. Skor 70 – 84 = Kategori B (direkomendasikan)

3. Skor 60 – 69 = Kategori C (dapat direkomendasikan)

4. Skor < 60 = Kategori D ( tidak direkomendasikan)

8. Apayang menjadi pertimbangan dalam menetapkan kelulusan


hasil kredensialing?

Selain faskes yang berkualitas, BPJS Kesehatan juga harus memastikan


ketersediaan faskes sesuai kebutuhan peserta.Oleh karena itu BPJS
Kesehatan menetapkan standar kelulusan yang ditingkatkan secara
bertahap sesuai kondisi masing-masing wilayah s.d. terpenuhinya target
ideal tahun 2019.

316
IV Hal-Hal Kritis

1. Apa saja hal-hal kritis yang harus diperhatikan dalam proses


kredensialing?
- Objektifitas (tidak ada benturan kepentingan)
Penilaian Kredensialing harus bersifat obyektif sehingga tidak ada
unsur kepentingan pribadi atau kelompok baik dalam penilaian
maupun pengambilan keputusan berdasarkan hasil penilaian.
- Transparansi
Proses kredensialing/rekredensialing harus bersifat transparan,
dalam artian semua pihak harus mengetahui dasar pengambilan
keputusan. Proses transparansi dimulai dari pemberian format self
assessment kepada faskes sebelum dimulai proses kredensialing
sehingga faskes mempunyai kesempatan untuk menilai diri sendiri.
Hasil Kredensialing/ Rekredensialing juga dapat diketahui oleh pihak
faskes.
- Evidense
Semua proses kredensialing/rekredensialing harus disertai dan
dilengkapi dengan bukti tertulis/ evidens yang harus tersimpan dan
terarsip dengan rapi sehingga dapat menjadi dasar untuk audit.
- Kedisiplinan dalam entri aplikasi ECM
Semua hasil kredensialing/rekredensinaling harus dientri dalam
aplikasi ECM
2. Apakah syarat mutlak administrasi untuk dilakukan kredensialing?
Surat ijin praktek dan surat ijin operasional yang masih berlaku.

3. Apakah semua faskes yang akan dilakukan kerjasama wajib


dilakukan kredensialing?
Ya.

317
318
9. Gate Keeper Concept

319
320
I Ketentuan Umum
1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar
oleh pemerintah.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
yang selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan
adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.
3. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing
yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran.
4. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi
hak Peserta dan/atau anggota keluarganya.
5. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan
perorangan, baik promotif, preventif, kuratif

321
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
Masyarakat.
6. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah
pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non
spesialistik (tingkat pertama) meliputi pelayanan
rawat jalan dan rawat inap.
7. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
adalah upaya pelayanan kesehatan perorangan
yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik
yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat
inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang
perawatan khusus.
8. Sistem Rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan
tanggung jawab pelayanan kesehatan secara
timbal balik baik vertikal maupun horizontal.

II Definisi
Gatekeeper Concept adalah konsep sistem pelayanan
kesehatan dimana fasilitas kesehatan tingkat pertama

322
yang berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan
dasar berfungsi optimal sesuai standar kompetensinya
dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar
pelayanan medik.

Tujuan Implementasi
III
Gatekeeper
1. Mengoptimalkan peran fasilitas kesehatan tingkat
pertama dalam sistem pelayanan kesehatan
2. Mengoptimalkan fungsi fasilitas kesehatan untuk
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
standar kompetensinya
3. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
di fasiltias kesehatan tingkat lanjutan dengan
melakukan penapisan pelayanan yang perlu dirujuk
sehingga mengurangi beban kerja rumah sakit.
4. Menata sistem rujukan
5. Meningkatkan kepuasan peserta dengan
memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

323
IV Pelaksana Gatekeeper
1. Puskesmas atau yang setara
2. Praktik dokter baik praktik perorangan maupun
praktik bersama
3. Praktik dokter gigi baik praktik perorangan maupun
praktik bersama
4. Klinik Pratama atau yang setara
5. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara

Empat Fungsi Pokok Fasilitas


V Kesehatan Tingkat Pertama
Sebagai Gatekeeper
1. Kontak pertama pelayanan (First Contact)
Fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan
tempat pertama yang dikunjungi peserta setiap kali
mendapat masalah kesehatan.
2. Pelayanan berkelanjutan (Continuity)
Hubungan fasilitas kesehatan tingkat pertama
dengan peserta dapat berlangsung secara
berkelanjutan/kontinyu sehingga penanganan

324
penyakit dapat berjalan optimal
3. Pelayanan paripurna (Comprehensiveness)
Fasilitas kesehatan tingkat pertama memberikan
pelayanan yang komprehensif terutama untuk
pelayanan promotif dan preventif.
4. Koordinasi pelayanan (Coordination)
Fasilitas kesehatan tingkat pertama melakukan
koordinasi pelayanan dengan penyelenggara
kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada peserta sesuai kebutuhannya.
Dokter yang bertugas berfungsi sebagai pengatur
pelayanan (care manager).

325
Peran Penting Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama
VI
Dalam Sistem Pelayanan
Kesehatan
1. Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berfungsi
optimal biasanya akan memberikan iuran kualitas
kesehatan yang lebih baik kepada peserta
2. Fasilitas kesehatan tingkat pertama akan
mengurangi beban negara dalam pembiayaan
kesehatan karena mampu menurunkan angka
kesakitan dan mengurangi kunjungan ke fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan
3. Fasilitas kesehatan tingkat pertama terdistribusi
lebih besar dibandingkan dengan fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan sehingga akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan lebih
tinggi.

326
Kompetensi Fasilitas
VII Kesehatan Sebagai
Gatekeeper
a. Kompetensi yang wajib dimiliki oleh semua
Gatekeeper adalah :
Standar kompetensi dokter umum sesuai dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor
11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi
Dokter Indonesia yaitu pada kompetensi level 4A
(kompetensi yang dicapai saat lulus dokter) dimana
pada level tersebut dokter mampu mendiagnosis
dan melakukan penatalaksanaan secara mandiri
dan tuntas.
b. Kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh semua
Gatekeeper adalah :
1) Standar Kompetensi Dokter Keluarga
2) Advance Trauma Life Support (ATLS)
3) Advance Cardiac Life Support (ACLS)
4) Sertifikat Keahlian Medis Endokrin
5) Pelatihan Kesehatan Kerja
6) Sertifikat Pelatihan Kesehatan Lainnya

327
VIII Tugas Dan Fungsi Gatekeeper
Tugas Gatekeeper :
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar
untuk memenuhi kebutuhan kesehatan peserta
secara paripurna, terpadu dan bermutu
2. Mengatur akses kepada pelayanan kesehatan
lanjutan melalui sistem rujukan
3. Penasehat, konselor, dan pendidik untuk
mewujudkan keluarga sehat
4. Manajer sumber daya
Fungsi Gatekeeper:
1. Kontak pertama pasien
2. Penapis Rujukan
3. Kendali Mutu dan Biaya

Ruang Lingkup Pelayanan


IX
Gatekeeper
1. Promosi kesehatan (promotif)
2. Pencegahan penyakit dan proteksi khusus

328
(Preventive dan Specific protection)
3. Pengobatan (Curative)
4. Pembatasan kecacatan (disability limitation)
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitative)

Implementasi Gate Keeper


X
Concept
1. Setiap fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan wajib melalui
proses kredensialing dan re-kredensialing sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Penguatan fungsi kontak pertama (first contact)
a. Fasilitas kesehatan diupayakan untuk tidak
memiliki beban kerja yang berlebihan
(overload) yang akan mempengaruhi kualitas
pelayanan yang diberikan, untuk itu harus
dipertimbangkan jumlah pasien yang dilayani
baik peserta BPJS Kesehatan maupun bukan
peserta BPJS Kesehatan, jumlah dokter yang
bertugas, lama kerja dokter dan ada tidaknya
double job dokter.

329
b. Setiap peserta hanya boleh memilih dan
mendaftar pada satu fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
c. Fasilitas kesehatan tingkat pertama harus
mudah diakses secara geografis oleh peserta.
d. Peserta menjadikan Fasilitas kesehatan tingkat
pertama sebagai tempat pertama untuk
mengakses pelayanan kesehatan, berkonsultasi
dan menyampaikan keluhannya, hal ini dapat
dinilai dengan indikator sebagai berikut :
1) Angka kunjungan
2) Jumlah peserta yang datang ke fasilitas
kesehatan tingkat pertama lain
3) Pasien datang langsung ke RS meskipun
tidak dalam kondisi gawat darurat
4) Tidak ada keluhan peserta yang tidak
mendapatkan pelayanan dari dokternya
Data di atas diperoleh melalui laporan, survey,
walk through audit, dll
e. Mengutamakan fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang dapat diakses selama 24 jam.
f. Mendorong agar fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang tidak beroperasi 24 jam tetap

330
dapat diakses walaupun di luar jam praktek
formal dalam bentuk konsultasi jarak jauh,
misalnya: konsultasi melalui telepon, surat
elektronik (email), sms atau sarana komunikasi
lainnya .
g. Fasilitas kesehatan tingkat pertama mempunyai
komitmen untuk melakukan kunjungan
ke rumah pasien (home visit) yang dalam
kondisi tertentu tidak memungkinkan untuk
mengunjungi dokter.
h. Perencanaan konsultasi non akut yaitu
fasilitas kesehatan tingkat pertama membuat
jadwal konsultasi untuk peserta berdasarkan
dokumentasi informasi family folder yang ada
padanya.
i. Fasilitas kesehatan tingkat pertama melakukan
klasifikasi peserta terdaftar berdasarkan
beberapa kriteria misalnya kondisi kesehatan
peserta, demografi, tingkat pendidikan dan
lain-lain. Hal ini digunakan untuk membuat
perencanaan penjadwalan pelayanan peserta
dan edukasi secara langsung maupun tidak
langsung melalui berbagai media.

331
3. Penguatan fungsi pelayanan berkelanjutan
(continuity)
a. Meningkatkan kepercayaan peserta kepada
fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk
datang kembali melakukan kunjungan ulang
atas permasalahan kesehatan yang dialaminya.
b. Meningkatkan kualitas hubungan fasilitas
kesehatan tingkat pertama dengan peserta
sehingga pelayanan kesehatan dapat
berlangsung dengan kontinyu dan berjalan
optimal
c. Fasilitas kesehatan memiliki Family folder atau
informasi kesehatan per keluarga, dengan
tujuan:
1) Pelayanan kesehatan berorientasi pada
keluarga (family centeredness)
2) Pelayanan kesehatan menjadi lebih terfokus
kepada peserta dan bukan pada penyakit
yang diderita. Keterlibatan pasien dalam
pengambilan keputusan akan membuat
pelayanan lebih efektif
3) Fasilitas kesehatan lebih mengenal pasien

332
secara individu dan keluarga sehingga dokter
lebih mudah mengetahui permasalahan
dan penanganan kesehatan
4) Fasilitas kesehatan dapat menjalankan
program promotif dan preventif yang lebih
baik dan terfokus pada individu
d. Rata-rata waktu konsultasi setiap pasien
minimal 15 menit
e. Jumlah ideal peserta terdaftar adalah 3.000
jiwa per dokter
f. Minimal terdaftar selama 3 bulan tanpa
ada keinginan untuk berpindah ke fasilitas
kesehatan tingkat pertama lain (trust building)
g. Fasilitas kesehatan tingkat pertama mempunyai
tanggung jawab terhadap kebutuhan medik
peserta yang terdaftar padanya
h. Indikator atas menguatnya fungsi pelayanan
yang berkelanjutan adalah:
1) Jumlah peserta yang berpindah ke fasilitas
kesehatan pertama lain bukan karena
pindah domisili rendah

333
2) Keluhan peserta terhadap pelayanan
dokternya rendah
3) Indeks kepuasan peserta terhadap dokter
dan fasilitas kesehatan meningkat

PENGUATAN FUNGSI GATEKEEPER

•Data riwayat penyakit •Mencari tahu


dan riwayat ekspektasi dan opsi
kunjungan diperoleh pasien
dari aplikasi p-care
BPJS Kesehatan dan
FAMILY FOLDER

DATA KOMUNIKASI

PROMOTIF
KOORDINASI
PREVENTIF • Mencegah duplikasi
intervensi
• mengurangi bahaya
•Data riwayat akibat penanganan
kesehatan yang tumpang tindih
•Mengenal lingkungan • Memastikan
kontinuitas pelayanan
tempat tinggal • Sarana untuk meminta
•melibatkan komunitas saran treatment
sebelum dirujuk

334
4. Penguatan fungsi pelayanan paripurna
(comprehensiveness)
a. Pelayanan yang paripurna dapat mengurangi
rujukan untuk pelayanan non-spesialisasi yang
bisa diberikan di fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
b. Fasilitas kesehatan tingkat pertama memberikan
pelayanan yang komprehensif terutama untuk
pelayanan promotif dan preventif, hal ini dapat
dinilai dengan indikator sebagai berikut:
1) Jumlah fasilitas kesehatan tingkat pertama
yang mempunyai fasilitas pendukung
pelayanan yang menyeluruh yaitu dokter
gigi, laboratorium dan apotik/depo farmasi
dalam satu lokasi (One Stop Service)
2) Dokter atau tenaga medis di fasilitas
kesehatan tingkat pertama harus mampu
membuat diagnosa klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit secara mandiri
dan tuntas minimal 144 DaftarPenyakit
sesuai level kompetensi 4a dalam Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tahun

335
2012 berpedoman pada Panduan Praktik
Klinis
3) Pada pelayanan promotif, preventif,kuratif
dan rehabilitatif, dokter pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama sebagai manager
untuk memberikan edukasi, promosi
kesehatan dan program pengelolaan
Penyakit kronis. Fasilitas kesehatan tingkat
pertama juga harus memiliki program
yang terorganisasi dan terukur untuk
pengelolaan terkait dengan edukasi,
promosi, pembentukan klub risti, frekuensi
pemberian informasi yang teratur, sarana
penyampaian informasi melalui berbagai
media termasuk menjadi motivator bagi
peserta untuk hidup sehat
4) Fasilitas kesehatan tingkat pertama rutin
melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap status kesehatan peserta yang
terdaftar padanya.
5. Penguatan fungsi koordinasi pelayanan
(coordination)
a. Fungsi koordinasi pelayanan:

336
1) Mencegah duplikasi pelayanan dan
mengurangi bahaya akibat pelayanan yang
tumpang tindih
2) Memudahkan dan mendekatkan pelayanan
untuk orang dengan fleksibilitas terbatas
3) Memastikan kontinuitas pelayanan
terutama jika pasien dilayani di fasilitas
kesehatan lain
4) Sarana untuk meminta saran penanganan
pasien (treatment) sebelum diputuskan
untuk dirujuk
b. Koordinasi antar fasilitas kesehatan tingkat
pertama
1) Fasilitas kesehatan Tingkat pertama dengan
Jejaringnya
Memastikan koordinasi antara dokter
dengan jejaringnya (dokter gigi,
laboratorium, apotek, bidan, perawat,
paramedis maupun non medis lainnya)
dapat berfungsi dengan optimal
2) Antar fasilitas kesehatan tingkat pertama
satu dengan yang lain

337
Membentuk Forum komunikasi fasilitas
kesehatan tingkat pertama dalam
satu wilayah. Hal ini berfungsi untuk
meningkatkan pelayanan pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama, misalnya :
• Media sharing informasi, peer group
review, forum group discussion,dll
• Sebagai alternatif dokter pengganti
apabila dokter berhalangan praktek
• Koordinasi dalam memberikan
pelayanan kepada peserta
c. Koordinasi fasilitas kesehatan tingkat pertama
dengan fasilitas kesehatan rujukan
1) Fasilitas kesehatan tingkat pertama
melakukan koordinasi dengan dokter
spesialis di fasilitas kesehatan rujukan,
petugas BPJS Kesehatan Center dan Kantor
Cabang /Kantor Operasional Kabupaten/
Kota BPJS Kesehatan setempat.
2) Fasilitas kesehatan tingkat pertama harus
berfungsi sebagai penapis rujukan dengan
indikator pencapaian diukur dari rasio

338
rujukan dan tingkat (rate) rawat jalan tingkat
lanjutan pasien yang terdaftar pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama tersebut.
3) Fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagai
coordinator pelayanan program rujuk balik
4) Mengupayakan fasilitas kesehatan tingkat
pertama untuk menggunakan aplikasi sistem
informasi manajemen (Aplikasi Primary Care
BPJS Kesehatan) yang terintegrasi dengan
pelayanan rujukan.
5) Mengupayakan fasilitas kesehatan
lanjutan untuk berkoordinasi dengan
fasilitas kesehatan tingkat pertama dalam
menyusun tata laksana penanganan pasien
pasca dirawat inap di rumah sakit (discharge
planning)
6) Fasilitas kesehatan tingkat pertama
melakukan home visit ke pasien pasca rawat
inap

339
PERAN RUMAH SAKIT DALAM PENGUATAN FUNGSI GATEKEEPER

MERUJUK
BALIK
PENDERITA
KRONIS YANG
STABIL

RS FOKUS
MENANGANI
KASUS SESUAI
hanya kasus yang MEMBANTU KOMPETENSI
tidak bisa
diselesaikan secara
MENERIMA
RUJUKAN RUMAH PENINGKATAN
KOMPETENSI
tuntas di faskes
tingkat pertama
BERJENJANG
TERSELEKSI SAKIT DOKTER
FASKES TK I
(kompetensi 4A) BEBAN KERJA
RS MENURUN

KOORDINASI
DAN
KEMITRAAN
DENGAN
FASKES TK I

6. Peningkatan kompetensi fasilitas kesehatan tingkat


pertama
Untuk menunjang pemberian pelayanan kesehatan
yang berkualitas, tenaga medis dan paramedis di
fasilitas kesehatan tingkat pertama harus terus
meningkatkan kompetensinya, melalui:
a. Seminar/Workshop bagi Fasilitas kesehatan
tingkat pertama Berbasis Kedokteran Keluarga
b. Pelatihan dokter Program Penanganan Diabetes

340
Mellitus Tipe 2 (PPDM Tipe 2) dan Program
Penanganan Hipertensi (PPHT) BPJS Kesehatan
c. Seminar Kedokteran dan Obat
d. Pertemuan Kemitraan Fasilitas Kesehatan BPJS
Kesehatan
7. Kendali Mutu dan Biaya
a. Dalam rangka penyelenggaraan kendali mutu
dan kendali biaya, BPJS Kesehatan membentuk
tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri
dari unsur organisasi profesi, akademisi, dan
pakar klinis.
b. Tim kendali mutu dan kendali biaya dapat
melakukan:
1) sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan
dalam menjalankan praktik profesi sesuai
kompetensi;
2) utilization review dan audit medis; dan/atau
3) pembinaan etika dan disiplin profesi kepada
tenaga kesehatan.
c. Penyelenggaraan kendali mutu dan kendali
biaya oleh BPJS Kesehatan dilakukan melalui:
1) pemenuhan standar mutu Fasilitas
Kesehatan;

341
2) pemenuhan standar proses pelayanan
kesehatan; dan
3) pemantauan terhadap luaran kesehatan
Peserta.
d. Pada kasus tertentu, tim kendali mutu dan
kendali biaya dapat meminta informasi tentang
identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan Peserta
dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis
kepada Fasilitas Kesehatan sesuai kebutuhan.

342
XI Daftar Pustaka
1. Starfield, B., (1998), “Primary Care: Balancing
Health Needs, Services, and Technology”, Oxford
University Press
2. Saltman B., Rico A., Boerma W., (2006), “European
Observatory on Health System and Policy Series:
Primary Care in the driver’s seat? ”, Open University
Press
3. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar, (2012),
“Buku Saku Gatekeeper Dalam Pelaksanaan SJSN”,
Kementerian Kesehatan RI

343
344
D. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut
1. Analisa Kebutuhan Faskes

345
346
I Pendahuluan

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 Tentang


Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan perubahan yang mendasar bagi
perasuransian di Indonesia khususnya Asuransi Sosial dimana salah satu
program jaminan sosial adalah jaminan kesehatan. Dalam Pasal 19 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 dinyatakan bahwa jaminan
kesehatan diselenggarakan dengan tujuan agar peserta memperolah manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
kesehatan dasar, hal ini merupakan salah satu bentuk atau cara agar
masyarakat dapat dengan mudah melakukan akses ke fasilitas kesehatan
atau mendapatkan pelayanan kesehatan.

Sebagai upaya untuk mewujudkan sistem pembiayaan yang efektif dan


efisien masih perlu diterapkan mekanisme jaminan kesehatan yang berbasis
asuransi sosial. Penyelenggaraan program ini melibatkan beberapa pihak yaitu
Pemerintah Pusat (Kementerian Kesehatan), Pemerintah Daerah, Pengelola
Jaminan Kesehatan BPJS Kesehatan, dan Fasilitas Kesehatan yaitu Puskesmas
dan Rumah Sakit dimana masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi
yang berbeda dengan tujuan yang sama yaitu mewujudkan pelayanan
kesehatan dengan biaya dan mutu yang terkendali

Penyediaan jaringan Fasilitas Kesehatan yang melayani peserta didasari pada


2 (dua) tujuan yang mendasar yaitu pertama menyediakan akses layanan
kesehatan kepada peserta melalui Fasilitas Kesehatan Provider dan kedua
sebagai alat kendali mutu dan biaya dalam meningkatkan mutu layanan
kesehatan dan derajat kesehatan peserta baik melalui upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Oleh karena itu diperlukan petunjuk pelaksanaan penataan fasilitas kesehatan


di masing-masing daerah supaya dapat dijadikan dasar dan pertimbangan
dalam melakukan perluasan jaringan pelayanan kesehatan di masing-masing
daerah

347
II Pengertian Teknis

1. Apakah yang dimaksud dengan Fasilitas Kesehatan?

Fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan


untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.

2. Apakah yang dimaksud dengan Faskes Tingkat pertama?

Fasilitas Kesehatan tingkat pertama adalah fasilitas kesehatan yang


digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan
rawat jalan dan rawat inap.

3. Apakah yang menjadi landasan hukum pelaksanaan analisa


kebutuhan faskes?

1. UU 40/2004 Pasal 23

Ayat 1, Manfaat jaminan kesehatan diberikan pada fasilitas milik


Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013


tentang Jaminan Kesehatan Sebagaimana Telah Diubah Dengan
Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan
Kesehatan

a. Pasal 35 ayat (1)

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab


atas ketersediaan Fasilitas Kesehatan dan penyelenggaraan

348
pelayanan kesehatan untuk pelaksanaan program Jaminan
Kesehatan.

b. Pasal 36

(1) Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua


Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS
Kesehatan.

(2) Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah dan Pemerintah


Daerah yang memenuhi persyaratan wajib bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan.

(3) Fasilitas Kesehatan milik swasta yang memenuhi


persyaratan dapat menjalin kerjasama dengan BPJS
Kesehatan.

(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat


(3) dilaksanakan dengan membuat perjanjian tertulis.

(5) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat


(3) diatur dengan Peraturan Menteri.

4. Siapa saja yang dimaksud dengan faskes tingkat pertama?

1. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau yang setara

2. Praktik Dokter Umum / Klinik Umum / Praktik Dokter Umum


Perseorangan

3. Praktik Dokter Gigi

4. Klinik Pratama atau yang setara

5. Faskes tingkat pertama milik TNI/POLRI

6. Faskes Tingkat Pertama milik Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)

7. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara

349
5. Apakah yang dimaksud dengan faskes tingkat lanjutan?

Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah fasilitas kesehatan yang


digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi
rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap
di ruang perawatan khusus.

6. Siapa saja yang dimaksud dengan faskes tingkat lanjutan?

a. Klinik Utama atau yang setara

b. Balai Kesehatan

c. Rumah Sakit Umum

d. Rumah Sakit Khusus

7. Bagaimana tahapan analisa kebutuhan faskes?

- Mapping

- Profiling

- Perhitungan kebutuhan faskes

MAPPING FASILITAS KESEHATAN

8. Apakah yang dimaksud dengan mapping fasilitas kesehatan?

Proses pembuatan pemetaan sebaran fasilitas kesehatan yang terdapat


di suatu wilayah kerja.

9. Apakah tujuan mapping faskes?

Mapping fasilitas kesehatan ialah kegiatan yang bertujuan untuk


mendapatkan gambaran ketersediaan dan sebaran fasilitas kesehatan
baik fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan
pada tiap-tiap kabupaten / kota sebagai dasar perhitungan kebutuhan
penyediaan fasilitas kesehatan BPJS Kesehatan.

350
10. Apa saja Komponen data yang dibutuhkan untuk melakukan
mapping fasilitas kesehatan ?

- Nama Fasilitas Kesehatan

- Jenis Fasilitas Kesehatan ( Tingkat Pertama/Tingkat Lanjutan/


Penunjang)

- Kode dan nama desa

- Kode dan nama kecamatan

- Kode dan nama kabupaten

- Kode dan nama propinsi

- Kode Pos

PROFILING FASILITAS KESEHATAN

11. Apakah yang dimaksud dengan profiling faskes?

Proses pembuatan gambaran profil fasilitas kesehatan yang terdapat


pada wilayah kerja.

12. Apakah tujuan dilakukan profiling Fasilitas Kesehatan ?

Profiling fasilitas kesehatan bertujuan untuk mendapatkan informasi


profil dan kapasitas pelayanan dari setiap fasilitas kesehatan baik fasilitas
kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan pada tiap - tiap
kabupaten / kota sebagai dasar perhitungan kebutuhan penyediaan
fasilitas kesehatan BPJS Kesehatan

13. Apa saja Komponen data yang dibutuhkan untuk melakukan


profiling Faskes Tingkat Pertama ?

- Foto fasilitas kesehatan (tampak luar dan dalam)

- Kepemilikan

- Ketenagaan ( dokter, dokter gigi, perawat,bidan, apoteker)

351
- Cakupan Pelayanan

- Waktu Pelayanan

- Akses Pelayanan

14. Apa saja Komponen data yang dibutuhkan untuk melakukan


profiling Faskes Tingkat Lanjutan?

- Foto fasilitas kesehatan (tampak luar dan dalam)

- Kepemilikan

- Ketenagaan ( dokter, dokter gigi, dokter spesialis )

- Cakupan Pelayanan

- Jumlah Tempat Tidur

ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS KESEHATAN

15. Apakah yang dimaksud dengan analisa kebutuhan faskes?

Analisa kebutuhan faskes ialah serangkaian kegiatan untuk menganalisa


kecukupan faskes di suatu wilayah.

16. Mengapa perlu dilakukan analisa kebutuhan Fasilitas Kesehatan?

Analisa kebutuhan faskes bertujuan untuk memastikan kecukupan


fasilitas kesehatan bagi peserta. Penyediaan Fasilitas Kesehatan bagi
peserta Askes bertujuan untuk mempermudah akses bagi peserta
untuk mendapatkan layanan kesehatan dan memberikan perlindungan
kesehatan yang paripurna.

Bagi BPJS Kesehatan, manajemen fasilitas kesehatan diperlukan


untuk menjaga kualitas mutu layanan, untuk kendali biaya dan
sebagai kepastian hukum bagi pemberi layanan kesehatan.

352
17. Apa yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan penataan
fasilitas kesehatan?

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai dasar


pertimbangan penentuan kebijakan, yaitu:

• Ketersediaan (Available)

• Kelayakan (appropriate)

• Kesinambungan (continue)

• Penerimaan (acceptable)

• Ketercapaian (achievable)

• Keterjangkauan (affordable)

• Efisien (efficiency)

• Efektif (effectivity) ( CR, Nasution ; 2012)

18. Darimana didapatkan data-data untuk analisa kebutuhan faskes?

- Puskes TNI setempat

- Bidokkes Polda setempat

- Data Keanggotaan Asosiasi Fasilitas Kesehatan

- Data Penerbitan STR dari Konsil Kedokteran Indonesia

- Data Penerbitan Surat Ijin Praktek / Surat Ijin Operasional dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota

- Faskes bersangkutan (Rumah Sakit/Klinik/Dokkel)

19. Kapan dilaksanakan Analisa kebutuhan Faskes?

Analisa dilakukan sejak semester 2 tahun 2013 persiapan pelaksanaan


JKN sebagai BPJS Kesehatan dan dilakukan updating analisa kebutuhan
faskes dilakukan setiap tahun sesuai perkembangan peserta dan program

353
jaminan kesehatan secara bertahap. Updating analisa dapat dilakukan
berkala setiap satu tahun, terutama bila terdapat penambahan secara
signifikan program jaminan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan

III Langkah-Langkah Pelaksanaan

1. Apa langkah-langkah pemetaan faskes ?

Pemetaan Faskes Kantor Cabang

No Aktifitas PIC
1 Melakukan pengumpulan data fasilitas kesehatan staf
bersumber dari berbagai data referensi
2 Melakukan validasi data fasilitas kesehatan staf
3 Mengelompokkan data fasilitas kesehatan staf
berdasarkan jenisnya
4 Melakukan sinkronisasi dengan data fasilitas staf
kesehatan yang telah bekerjasama dengan BPJS
5 Membuat konsep pemetaan data fasilitas staf
kesehatan berdasarkan lokasi per kecamatan,
kabupaten/kota
6 Memberikan persetujuan ka.unit
7 Menyampaikan konsep pemetaan data fasilitas ka.unit
kesehatan berdasarkan lokasi per kecamatan,
kabupaten/kota
8 Memberikan persetujuan kacab

354
Pemetaan Faskes Kantor Cabang

No Aktifitas PIC
9 Menetapkan data pemetaan fasilitas kesehatan per kacab
kecamatan, kabupaten/kota
10 Mengirimkan data pemetaan fasilitas kesehatan staf
per kecamatan, kabupaten/kota ke Divre

Pemetaan Faskes Kantor Divre

No Aktifitas PIC
1 Menerima data pemetaan fasilitas kesehatan dari staf
KC
2 Memverifikasi data pemetaan fasilitas kesehatan staf
dari KC
3 Menggabungkan data pemetaan fasilitas staf
kesehatan dari KC
4 Memberikan persetujuan analis
5 Membuat konsep pemetaan data fasilitas analis
kesehatan berdasarkan lokasi per kecamatan,
kabupaten/kota dan propinsi
6 Memberikan persetujuan kabid
7 Menyampaikan konsep pemetaan data fasilitas kabid
kesehatan berdasarkan lokasi per kecamatan,
kabupaten/kota dan propinsi
8 Memberikan persetujuan kadivre
9 Menetapkan data pemetaan fasilitas kesehatan per kadivre
kecamatan, kabupaten/kota dan propinsi

355
Pemetaan Faskes Kantor Divre

No Aktifitas PIC
10 Mengirimkan data pemetaan fasilitas kesehatan staf
per kecamatan, kabupaten/kotadan propinsi ke
Kantor Pusat

2. Apa langkah-langkah profiling Faskes?

Profiling Faskes Kantor Cabang

No Aktifitas PIC
1 Melakukan pengumpulan data profil fasilitas staf
kesehatan berdasarkan hasil mapping faskes
2 Melakukan pengolahan data profil faskes staf
3 Memberikan persetujuan ka.unit
4 Melakukan analisa data profil fasilitas kesehatan ka.unit
5 Menyusun konsep Profil Fasilitas Kesehatan ka.unit
6 Memberikan persetujuan kacab
7 Menetapkan profil fasilitas kesehatan per kacab
kecamatan dan kabupaten/kota
8 Mengirimkan profil fasilitas kesehatan per staf
kecamatan dan kabupaten/kota ke Divre

Profiling Faskes Kantor Divre

No Aktifitas PIC
1 Melakukan pengumpulan data profil fasilitas staf
kesehatan berdasarkan hasil mapping faskes
2 Melakukan pengolahan data profil faskes staf

356
Profiling Faskes Kantor Divre

No Aktifitas PIC
3 Memberikan persetujuan ka.unit
4 Melakukan analisa data profil fasilitas kesehatan ka.unit
5 Menyusun konsep Profil Fasilitas Kesehatan ka.unit
6 Memberikan persetujuan kacab
7 Menetapkan profil fasilitas kesehatan per kacab
kecamatan dan kabupaten/kota
8 Mengirimkan profil fasilitas kesehatan per staf
kecamatan dan kabupaten/kota ke Divre
9 Menetapkan data profiling fasilitas kesehatan per kadivre
kecamatan, kabupaten/kota dan propinsi
10 Mengirimkan data profiling fasilitas kesehatan staf
per kecamatan, kabupaten/kota dan propinsi ke
Kantor Pusat

3. Apa langkah-langkah analisa kebutuhan faskes?

Analisa Kebutuhan Faskes Kantor Divre

No Aktifitas PIC
1 Menerima data kebutuhan jumlah fasilitas staf
kesehatan per kecamatan dan kabupaten/kota
dari KC
2 Menggabungkan data kebutuhan jumlah fasilitas staf
kesehatan per kecamatan dan kabupaten/kota
dari KC
3 Memberikan persetujuan analis

357
Analisa Kebutuhan Faskes Kantor Divre

No Aktifitas PIC
4 Merumuskan kebutuhan jumlah fasilitas kesehatan analis
per kecamatan, kabupaten/kota dan propinsi
5 Memberikan persetujuan kabid
6 Membuat konsep kebutuhan jumlah fasilitas kabid
kesehatan per kecamatan, kabupaten/kota dan
propinsi
7 Memberikan persetujuan kadivre
8 Menetapkan kebutuhan jumlah fasilitas kesehatan kadivre
per kecamatan, kabupaten/kota dan propinsi
9 Mengirimkan data kebutuhan jumlah fasilitas staf
kesehatan per kecamatan, kabupaten/kota dan
propinsi

Analisa Kebutuhan Faskes Kantor Cabang

No Aktifitas PIC
1 Membuat analisa ketersediaan fasilitas kesehatan staf
berdasarkan hasil mapping dan profiling.
2 Memetakan jumlah peserta pada masing-masing staf
kecamatan dan kabupaten/kota
3 Membandingkan ketersediaan fasilitas kesehatan staf
dengan kebutuhan pelayanan oleh peserta
berdasarkan rasio utilisasi yang ditetapkan.
4 Merumuskan kebutuhan jumlah fasilitas kesehatan staf
per kecamatan, kabupaten/kota
5 Memberikan persetujuan ka.unit

358
Analisa Kebutuhan Faskes Kantor Cabang

No Aktifitas PIC
6 Membuat konsep kebutuhan jumlah fasilitas ka.unit
kesehatan per kecamatan dan kabupaten/kota
7 Memberikan persetujuan kacab
8 Menetapkan kebutuhan jumlah fasilitas kesehatan kacab
per kecamatan dan kabupaten/kota
9 Mengirimkan kebutuhan jumlah fasilitas kesehatan staf
per kecamatan dan kabupaten/kota ke divre

IV Hal-Hal Kritis

1. Apa saja yang harus diperhatikan dalam analisa kebutuhan


faskes?

a. Pertumbuhan jumlah peserta

b. Karakterisitik peserta tiap wilayah seperti komposisi usia, jenis


kelamin dan angka kesakitan.

c. Jumlah dan keadaan Faskes yang berada di wilayah cabang.

d. Demand peserta

e. Pendataan tentang keadaan khusus yang menjadi karakteristik


di masing-masing wilayan seperti keadaan geografis, kepadatan
penduduk, keadaan politik di wilayah tersebut, kerjasama dengan
pemda atau masalah-masalah lainnya yang dapat berdampak pada
arah kebijakan tentang fasilitas

f. Jumlah dan keadaan faskes yang telah kerjasama

359
2. Apa saja yang dapat menjadi pertimbangan analisa kebutuhan
faskes tingkat pertama ?

- Rate kunjungan ke Faskes tingkat pertama

- Angka Rujukan

- Ratio Rujukan

- Rata-rata jumlah peserta terdaftar per faskes tingkat pertama.

- Hasil penilaian kinerja Faskes tingkat pertama yang telah kerjasama.

- Pelayanan RJTP dilaksanakan dengan sistem kapitasi; oleh sebab


itu dalam menetapkan jumlah peserta terdaftar di satu Dokter
Keluarga harus menjamin kualitas pelayanan dan jumlah dana
kapitasi bermakna

3. Apa saja yang dapat menjadi pertimbangan analisa kebutuhan


faskes tingkat lanjutan ?

- Hasil penilaian kinerja RS yang telah kerjasama

- BOR RS yang tinggi

4. Output apa saja yang menjadi target kebutuhan faskes?

- Kecukupan kebutuhan dan distribus Faskes di masing-masing


Kecamatan

- Spesifikasi Faskes yang akan dilakukan kerjasama (Dokter praktek


perorangan atau klinik, Rumah Sakit Tipe A/B atau C/D, RS Umum/
Khusus )

360
2. Kredensialing Faskes Lanjutan

361
362
I Pendahuluan

UU No 40/2004 pasal 24 menyebutkan bahwa Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali
mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan, kesehatan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

Sebagai badan pelaksana, BPJS berkewajiban melakukan pengembangan


pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya berusaha memenuhi ketersediaan
provider penyedia layanan kesehatan dan memperkecil gap antara fasilitas
kesehatan yang tersedia sebagai provider penyedia layanan kesehatan
dengan tuntutan yang semakin tinggi dari peserta untuk mempermudah
akses dan memperbaiki disparitas fasilitas kesehatan. Dengan bertambahnya
jumlah dan kebutuhan peserta BPJS tentu akan menuntut BPJS untuk
semakin meningkatkan jaringan layanan kesehatan baik dalam kualitas
fasilitas kesehatan maupun peranan fasilitas kesehatan dalam upaya kendali
mutu layanan kesehatan.

Sebagai persiapan transformasi menuju implementasi SJSN, salah satu upaya


yang harus dilakukan PT Askes (Persero) ialah melakukan kredensialing fasilitas
kesehatan yang menjadi mitra BPJS Kesehatan untuk memastikan pelayanan
kesehatan dengan mutu yang optimal dengan biaya yang terkendali.

Dalam rangka penyempurnaan mekanisme Seleksi Faskes untuk BPJS


mencakup aktivitas credentialing & recredentialing, maka diatur beberapa
ketentuan meliputi:

• Standar dan Kriteria Faskes BPJS

• Prosedur pengajuan & penawaran Kerja Sama

• Mekanisme penilaian Calon Faskes

363
II Pengertian Teknis

KREDENSIALING

1. Apakah yang dimaksud dengan kredensialing?

Kredensialing adalah proses seleksi awal melalui penilaian terhadap


pemenuhan persyaratan bagi fasilitas kesehatan yang akan bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan.

2. Apa tujuan dari dilakukan Kredensialing?

Kredensialing dan rekredensialing bertujuan untuk memperoleh fasilitas


kesehatan yang berkomitmen dan mampu memberikan pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien melalui metode dan standar penilaian
yang terukur dan objektif.

3. Apakah yang menjadi landasan hukumkegiatankredensialing?

1. UU 24/2011 Pasal 11

a. huruf d, Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan


mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu
pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;

b. huruf e, membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan


fasilitas kesehatan;

2. UU 40/2004 Pasal 23

Ayat 1, Manfaat jaminan kesehatan diberikan pada fasilitas


kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS.

3. UU 40/2004 Pasal 24

a. Ayat 1, Besar pembayaran berdasarkan kesepakatan BPJS


dengan Asosiasi Faskes wilayah

364
b. Ayat 2, BPJS wajib membayar faskes paling lambat 15 hari

c. Ayat 3, BPJS mengembangkan sistem pelkes, kendali mutu,


dan sistem pembayaran pelkes untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas jamkes

Catatan: Terkait Faskes berdasarkan penjelasan Pasal 24 ayat 3


bahwa BPJS membayar faskes yang efektif dan efisien

4. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan


Kesehatan

a. Pasal 35

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas


ketersediaan fasilitas kesehatan

b. Pasal 36

BPJS Kesehatan dalam memenuhi kebutuhan jaringan pemberi


pelayanan kesehatan bagi Peserta BPJS memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:

- Fasilitas kesehatann pemerintah dan pemerintah daerah


yang memenuhi persyaratan wajib bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan

- Fasilitas kesehatan swasta yang memenuhi persyaratan


dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

- BPJS kesehatan dengan fasilitas kesehatan membuat


perjanjian tertulis sebagai landasan kerjasama

- Persyaratan sebagai fasilitas kesehatan mengacu pada


peraturan menteri kesehatan yang berlaku

c. Pasal 45

Fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan

365
bagi peserta BPJS Kesehatan mengutamakan hal-hal yang
menjadi aspek kinerja provider sebagai berikut:

- Pemenuhan standar mutu pelayanan kesehatan (sumber


daya manusia, sarana, prasarana, dan standar operasional
prosedur tindakan medis)

- Keamanan Pasien (patient safety)

- Kesesuaian pelayanan kesehatan dengan kebutuhan


pasien

- Efektivitas tindakan

4. Apakah kriteria kredensialing faskes tingkat lanjutan?

Terdapat dua kriteria kredensialing faskes lanjutan yaitu kriteria mutlak


dan teknis.

5. Kriteria Kredensialing administrasi/mutlak apa saja yang wajib


dipenuhi oleh faskes tingkat lanjutan?

a. Surat Ijin Operasional (Bagi Klinik Utama)

b. Surat Ijin Tetap Penyelenggaraan RS

c. Surat Penetapan Kelas RS

d. Surat Akreditasi RS

e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Badan

f. Kontrak kerjasama dengan jejaring (jika diperlukan)

g. Surat Pernyataan Kesediaan mematuhi ketentuan Program Jaminan


Kesehatan Nasional.

6. Kriteria teknis apa saja yang wajib dipenuhi oleh faskes tingkat
lanjutan?

a. Sumber Daya Manusia : ketenagaan, klasifikasi RS, akreditasi

366
RS, sertifikasi ISO, pengalaman kerjasama dengan asuransi,
penghargaan yang dimiliki.

b. Sarana dan Prasarana : bangunan, jumlah tempat tidur, perlengkapan


penunjang administrasi, ruangan penunjang klinik.

c. Sisitem dan Prosedur : Hospital bylaws, KPRS, Mediko Legal dan


Kode Etik, Pencatatan dan Pelaporan Kejadian Tidak Diharapkan,
pelaksanaan panduan klinis, SPO Edukasi, standar asuhan
keperawatan, regulasi hak pasien & keluarga, SIM RS, Survei
Kepuasan.

d. Komitmen Pelayanan : penggunaan aplikasi SIM, kepatuhan


terhadap panduan klinik, penyelenggaraan rujuk balik, mendukung
aktifitas kesehatan masyarakat yang dilaksanakan BPJS Kesehatan.

7. Bagaimana proses pendaftaran Faskes untuk menjadi Provider


BPJS Kesehatan?

• Penawaran kerjasama sesuai hasil analisa kebutuhan faskes

• Faskes melakukan pendaftaran ke Cabang BPJS terdekat dengan


melampirkan syarat administrasi dan mengisi formulir pendaftaran

• Kantor Cabang melakukan verifikasi dan validasi ketentuan


administrasi (terutama ijin praktek)

• Bila semua syarat administrasi terpenuhi maka Faskes diberikan


formulir self assessment

• Setelah dilakukan penilaian self assessment oleh faskes tersebut,


Kantor Cabang melakukan validasi dan scoring di isian self
assessment dengan format kredensialing melalui kunjungan
lapangan oleh Tim Kredensialing.

• Setelah ada keputusan kerjasama/tidak, dikirimkan surat


penerimaan/penolakan ke faskes tersebut.

367
8. Apakah semua faskes yang melakukan pendaftaran untuk
menjadi provider BPJS dilakukan kredensialing?

Hanya Faskes yang lolos syarat administrasi saja yang dilakukan


kredensialing.

9. Kapan dilakukan kredensialing pertama kali untuk persiapan


BPJS?

Proses kredensialing dimulai sejak Semester II tahun 2013, selanjutnya


kredensialing dilakukan sepanjang tahun sesuai kebutuhan penambahan
fasilitas kesehatan sejalan dengan pertambahan peserta.

10. Siapa pelaksana kegiatan kredensialing?

Kegiatan kredensialing dan rekredensialing dilakukan oleh Tim Seleksi


dan penilaian kinerja Fasilitas Kesehatan yang ditetapkan oleh Kepala
Kantor Cabang dengan jumlah anggota disesuaikan dengan kebutuhan.
Tim Seleksi diketuai Kepala Unit Manajemen Pelayanan Rujukan,
melibatkan Kepala Bagian lainnya di Kantor Cabang dan Kepala Kantor
Layanan Operasional Kabupaten/Kota sebagai ketua sub tim serta
beranggotakan staf Kantor Cabang yang jumlahnya disesuaikan dengan
kebutuhan)

REKREDENSIALING

11. Apakah yang dimaksud dengan Rekredensialing ?

Rekredensialing adalah proses seleksi ulang terhadap pemenuhan


persyaratan dan kinerja pelayanan bagi fasilitas kesehatan yang telah
dan akan melanjutkan kerjasama dengan BPJS Kesehatan.

12. Apa tujuan dari dilakukan Rekredensialing?

Rekredensialing bertujuan untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang


berkomitmen dan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang
efektif dan efisien melalui metode dan standar penilaian yang terukur
dan objektif.

368
13. Apakah kriteria Rekredensialing faskes tingkat lanjutan?

Terdapat dua kriteria kredensialing faskes primer yaitu kriteria mutlak


dan teknis.

14. Kriteria Rekredensialing administrasi/mutlak apa saja yang wajib


dipenuhi oleh faskes tingkat lanjutan?

Updating Surat Ijin Operasional (Bagi Klinik Utama), Surat Penetapan


Kelas RS dan Surat Akreditasi RS

15. Kriteria Rekredensialing teknis apa saja yang wajib dipenuhi oleh
faskes tingkat lanjutan?

a. Sumber Daya Manusia (updating) : ketenagaan, klasifikasi RS,


akreditasi RS, sertifikasi ISO, penghargaan yang dimiliki.

b. Sarana dan Prasarana (updating) : bangunan, jumlah tempat tidur,


perlengkapan penunjang administrasi, ruangan penunjang klinik.

c. Sistem dan Prosedur (updating) : Hospital bylaws, KPRS, Mediko


Legal dan Kode Etik, Pencatatan dan Pelaporan Kejadian Tidak
Diharapkan, pelaksanaan panduan klinis, SPO Edukasi, standar
asuhan keperawatan, regulasi hak pasien & keluarga, SIM RS, Survei
Kepuasan.

d. Realisasi Komitmen Pelayanan : penggunaan aplikasi SIM, kepatuhan


terhadap panduan klinik, penyelenggaraan rujuk balik, mendukung
aktifitas kesehatan masyarakat yang dilaksanakan BPJS Kesehatan.

e. Kinerja : Angka kepuasan, ketepatan waktu pengajuan klaim, BOR,


ALOS, BTO, TOI, NDR, CDR.

16. Kapan dilakukan Rekredensialing faskes tingkat lanjutan?

Proses Rekredensialing dilakukanan sejak 3 bulan sebelum kontrak


dengan faskes berakhir.

369
17. Siapa pelaksana kegiatan kredensialing?

Kegiatan rekredensialing dilakukan oleh Tim Seleksi dan penilaian kinerja


Fasilitas Kesehatan yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Cabang

III Langkah-Langkah Pelaksanaan

1. Apa saja tahapan kredensialing Faskes tingkat lanjutan?

a. Pembentukan Tim Kredensialing di Cabang

b. Penentuan target Faskes yang akan dilakukan kredensialing

c. Pengiriman format self assessment kepada faskes yang akan


dilakukan kredensialing

d. Pelaksanaan kredensialing

e. Pnyusunan ranking Faskes berdasarkan scoring kredensialing

f. Penetapan Faskes yang lolos hasil kredensiang

g. Penetapan Faskes yang akan dilakukan kerjasama

h. Pemberitahuan hasil kredensialing kepa faskes baik yang lolos


kredensialing maupun yang tidak

i. Laporan hasil kredensialing ke Divre/ Kantor Pusat.

2. Apa saja tahapan pembentukan Tim Kredensialing?

No Aktifitas PIC
1 Membuat draft usulan tim seleksi fasilitas staf
kesehatan
2 Memberikan persetujuan ka.unit

370
No Aktifitas PIC
3 Membuat konsep SK Tim Seleksi Fasilitas ka.unit
4 Memberikan persetujuan ka.unit
5 Menetapkan SK Tim Seleksi Fasilitas ka.unit
6 Menggandakan SK Tim Seleksi fasilitas kesehatan staf
7 Mendistribusikan SK Tim Fasilitas Kesehatan staf

3. Apa saja tahapan pendaftaran faskes?

No Aktifitas PIC
1 Membuat surat penawaran kerjasama Faskes BPJS staf
(berdasarkan hasil analisa kebutuhan faskes )
2 Memberikan persetujuan ka.unit
3 Menandatangani surat penawaran kacab
4 Menyampaikan surat penawaran kerjasama staf
5 Mengajukan surat penawaran kerjasama faskes
6 Menerima berkas permohonan kerjasama staf
7 Melakukan verifikasi dokumen permohonan staf
kerjasama
8 Melakukan pemeriksaan kelengkapan administratif staf
9 Menyusun hasil pemeriksaan kelengkapan staf
administratif
10 Memberikan persetujuan ka.unit
11 Membuat konsep hasil pemeriksaan kelengkapan ka.unit
administratif

371
4. Apa saja tahapan pelaksanaan kredensialing?

No Aktifitas PIC
1 Menyampaikan surat pemberitahuan kredensialing, staf
dilampiri form self assesment kredensialing
2 Melakukan kunjungan faskes untuk verifikasi dan tim
validasi form kredensialing seleksi
3 Membuat laporan hasil kunjungan kredensialing tim
seleksi
4 Melakukan pembahasan hasil kunjungan tim
kredensialing seleksi
5 Memberikan persetujuan hasil kunjungan kacab
kredensialing
6 Menginput data hasil kunjungan kredensialing staf
faskes melalui aplikasi Electronic Contract
Management
7 Memberikan persetujuan ka.unit
8 Melakukan approval kredensialing melalui aplikasi ka.unit
ECM
9 Memberikan persetujuan kacab
10 Melakukan approval kredensialing melalui aplikasi kacab
ECM
11 Memberikan persetujuan kabid
12 Melakukan approval kredensialing melalui aplikasi kabid
ECM
13 Melakukan print out rekapitulasi hasil penilaian staf
kredensialing faskes
14 Memberikan persetujuan ka.unit

372
No Aktifitas PIC
15 Menyampaikan print out rekapitulasi hasil penilaian ka.unit
kredensialing faskes
16 Memberikan persetujuan kacab
17 Menetapkan hasil kredensialing kacab
18 Menyampaikan surat pemberitahuan hasil staf
kredensialing kepada faskes yang dikredensialing
19 Menyampaikan laporan hasil kredensialing kepada staf
divre

5. Apa langkah-langkah Rekredensialing?

No Aktifitas PIC
1 Menginventarisir faskes yang akan staf
direkredensialing
2 Menyusun daftar faskes yang akan staf
direkredensialing
3 Memberikan persetujuan ka.unit
4 Menyampaikan daftar faskes yang akan ka.unit
direkredensialing
5 Memberikan persetujuan kacab
6 Menetapkan daftar faskes yang akan kacab
direkredensialing
7 Menyusun konsep surat pemberitahuan staf
rekredensialing
8 Memberikan persetujuan ka.unit
9 Menyusun KV surat pemberitahuan kredensialing ka.unit
10 Memberikan persetujuan kacab

373
No Aktifitas PIC

11 Menandatangani surat pemberitahuan kacab


kredensialing
12 Menyampaikan surat pemberitahuan staf
rekredensialing, dilampiri form self assesment dan
hasil penilaian kinerja
13 Melakukan kunjungan faskes untuk verifikasi dan tim
validasi form rekredensialing seleksi

14 Membuat laporan hasil kunjungan rekredensialing tim


seleksi

15 Melakukan pembahasan hasil kunjungan tim


rekredensialing seleksi

16 Mengajukan persetujuan hasil kunjungan tim


rekredensialing seleksi

17 Memberikan persetujuan hasil kunjungan kacab


rekredensialing
18 Menginput data rekredensialing faskes melalui staf
aplikasi ECM
19 Memberikan persetujuan ka.unit

20 Melakukan approval rekredensialing melalui ka.unit


aplikasi ECM
21 Memberikan persetujuan kacab

22 Melakukan approval rekredensialing melalui kacab


aplikasi ECM
23 Memberikan persetujuan kabid

24 Melakukan approval rekredensialing melalui kabid


aplikasi ECM

374
No Aktifitas PIC
25 Melakukan print out rekapitulasi hasil penilaian staf
rekredensialing faskes
26 Memberikan persetujuan ka.unit
27 Menyampaikan print out rekapitulasi hasil penilaian ka.unit
rekredensialing faskes
28 Memberikan persetujuan kacab
29 Menetapkan hasil rekredensialing kacab
30 Menyampaikan surat pemberitahuan hasil staf
rekredensialing kepada faskes yang dikredensialing
31 Menyampaikan laporan hasil rekredensialing staf
kepada divre

6. Apa langkah-langkah metode scoring pada hasil kredensialing?

a) Mengisi form penilaian Penilaian calon Pemberian rekomendasi


Calon Faskes

b) Membuat scoring yang paling sesuai pada setiap komponen


penilaian

c) Menghitung scoring akhir sesuai bobot yang telah ditentukan pada


setiap komponen

d) Score maksimal dalam penilaian kriteria teknis adalah 100

e) Score akhir setiap Faskes akan direkap dan di urutkan berdasarkan


score tertinggi antar faskes

f) Catatan khusus tim seleksi faskes merupakan analisa tambahan


terhadap kondisi faskes

375
g) Faskes yang diterima sebagai provider BPJS adalah mulai dari
peringkat tertinggi dan berurut sesuai score setingkat dibawahnya,
sampai terpenuhi kebutuhan Faskes

7. Bagaimana hasil penilaian kredensialing/Rekredensialing?

Hasil penilaian kredensialing dan rekredensialing dikelompokkan dalam


kategorisasi sebagai berikut :

1. Skor 85 – 100 = Kategori A (sangat direkomendasikan)

2. Skor 70 – 84 = Kategori B (direkomendasikan)

3. Skor 60 – 69 = Kategori C (dapat direkomendasikan)

4. Skor < 60 = Kategori D ( tidak direkomendasikan)

8. Apa yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan kelulusan


hasil kredensialing?

Selain faskes yang berkualitas, BPJS Kesehatan juga harus memastikan


ketersediaan faskes sesuai kebutuhan peserta. Oleh karena itu BPJS
Kesehatan menetapkan standar kelulusan yang ditingkatkan secara
bertahap sesuai kondisi masing-masing wilayah s.d. terpenuhinya target
ideal tahun 2019.

IV Hal-Hal Kritis

1. Apa saja hal-hal kritis yang harus diperhatikan dalam proses


kredensialing?

- Objektifitas (tidak ada benturan kepentingan)

Penilaian kredensialing harus bersifat obyektif sehingga tidak ada

376
unsur kepentingan pribadi atau kelompok baik dalam penilaian
maupun pengambilan keputusan berdasarkan hasil penilaian.

- Transparansi

Proses kredensialing/rekredensialing harus bersifat transparan,


dalam artian semua pihak harus mengetahui dasar pengambilan
keputusan. Proses transparansi dimulai dari pemberian format self
assessment kepada faskes sebelum dimulai proses kredensialing
sehingga faskes mempunyai kesempatan untuk menilai diri sendiri.
Hasil kredensialing/rekredensialing juga dapat diketahui oleh pihak
faskes.

- Eviden

Semua proses kredensialing /rekredensialing harus disertai dan


dilengkapi dengan bukti tertulis/ evidens yang harus tersimpan dan
terarsip dengan rapi sehingga dapat menjadi dasar untuk audit.

- Kedisiplinan dalam entri aplikasi ECM

Semua hasil kredensialing/ rekredensialing harus dientri dalam


aplikasi ECM

2. Apakah syarat mutlak administrasi untuk dilakukan kredensialing?

Surat ijin praktek dan surat ijin operasional yang masih berlaku.

3. Apakah semua faskes yang akan dilakukan kerjasama wajib


dilakukan kredensialing?

Ya.

377
378
E. Pelayanan Kesehatan Lainnya
1. Penjaminan Pelayanan Kesehatan
Darurat Medis

379
380
I Definisi Dan Landasan Hukum
A. Definisi
Pelayanan Kesehatan Darurat Medis adalah
pelayanan kesehatan yang harus diberikan
secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan,
dan/atau kecacatan sesuai dengan kemampuan
Fasilitas kesehatan.
Penjaminan pelayanan di Fasilitas kesehatan
yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
di Fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun
Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan
dilakukan hanya untuk pasien yang dalam
keadaan gawat darurat.

381
B. Landasan Hukum
1. Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2013 Pasal
25 poin b, pasal 33, dan pasal 40
2. Permenkes Nomor 71 tahun 2013 pasal 29
3. Surat Edaran Nomor HK/MENKES/31/I/2014
tentang Pelaksanaan Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama dan
Fasilitas kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

II Cakupan Pelayanan
1. Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin
adalah sesuai dengan kriteria gawat darurat yang
berlaku.
2. Cakupan pelayanan gawat darurat diberikan sesuai
dengan kewenangan dan kompetensi Faskes sesuai
tingkatannya, yaitu:
a. administrasi pelayanan;
b. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
c. tindakan medis baik non operatif maupun
operatif;

382
d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e. pelayanan alat kesehatan;
f. pelayanan penunjang diagnostik sesuai dengan
indikasi medis;
g. pelayanan darah;
h. akomodasi sesuai indikasi medis jika diperlukan;
dan
i. pelayanan ambulan antar Faskes untuk rujukan
pasien dengan kondisi yang telah teratasi
kegawatdauratannya dan dapat dipindahkan
ke Faskes yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.

383
III Prosedur Pelayanan Kesehatan
1. Dalam keadaan gawat darurat, maka:
a. Peserta dapat dilayani di Faskes tingkat
pertama maupun Faskes tingkat lanjutan yang
bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan
b. Pelayanan harus segera diberikan tanpa
diperlukan surat rujukan
c. Peserta yang mendapat pelayanan di Fasilitas
kesehatan yang tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan harus segera dirujuk ke Fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya
teratasi dan pasien dalam kondisi dapat
dipindahkan
d. Pengecekan validitas peserta maupun diagnosa
penyakit yang termasuk dalam kriteria gawat
darurat dilakukan oleh Fasilitas kesehatan
e. Fasilitas kesehatan tidak diperkenankan
menarik biaya pelayanan kesehatan kepada
peserta

384
Biaya atas pelayanan gawat darurat yang
dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak
menjalin kerjasamadengan BPJS Kesehatan
ditagihkan langsung oleh Fasilitas kesehatan
kepada BPJS Kesehatan. Fasilitas kesehatan
tidak diperkenankan menarik biaya pelayanan
kegawatdaruratan kepada Peserta.

2. Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Faskes yang


Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
a. Pada keadaan gawat darurat (emergency),
seluruh Fasilitas kesehatan baik yang
bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama
dengan dengan BPJS Kesehatan, wajib
memberikan pelayanan kegawatdaruratan
sesuai indikasi medis
b. Pelayanan kegawatdaruratan di Faskes tingkat
pertama dapat diberikan pada Faskes tempat
peserta terdaftar maupun bukan tempat
peserta terdaftar

385
c. Pelayanan kegawatdaruratan di Faskes tingkat
pertama maupun lanjutan mengikuti prosedur
pelayanan yang berlaku

Pada keadaan gawat darurat (emergency),


seluruh fasilitas kesehatan baik yang
bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan, wajib memberikan
pelayanan kegawatdaruratan sesuai indikasi
medis

3. Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Faskes


Tingkat pertama dan Faskes Rujukan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
a. Pada kasus gawat darurat peserta BPJS dapat
langsung mendapatkan pelayanan di Faskes
terdekat meskipun Faskes tersebut tidak
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
b. Pelayanan gawat darurat di Faskes rujukan
dapat langsung diberikan tanpa surat rujukan
dari Faskes tingkat pertama.

386
c. Peserta melaporkan status kepesertaan BPJS
Kesehatan-nya kepada Fasilitas kesehatan
dalam jangka waktu:
1) Pelayanan rawat jalan: pada saat diberikan
pelayan gawat darurat
2) Pelayanan rawat inap: pada saat diberikan
pelayan gawat darurat atau sebelum pasien
dirujuk ke Faskes yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan
d. Faskes memastikan status kepesertaan BPJS
Kesehatan dengan cara:
1) Faskes mengakses master file kepesertaan
melalui:
(a) website BPJS Kesehatan yaitu
www.bpjs-kesehatan.go.id;
(b) sms gateway; dan
(c) media elektronik lainnya.
2) Apabila poin (1) tidak dapat dilakukan
maka Faskes menghubungi petugas BPJS
Kesehatan melalui telepon atau mendatangi
kantor BPJS Kesehatan

387
e. Jika kondisi kegawatdaruratan peserta telah
teratasi dan dapat dipindahkan, maka harus
segera dirujuk ke Fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
f. Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien
sudah teratasi dan pasien dalam kondisi dapat
dipindahkan, tetapi pasien tidak bersedia untuk
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan, maka biaya pelayanan
selanjutnya tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Faskes harus menjelaskan hal ini kepada
peserta dan peserta harus menandatangani
surat pernyataan bersedia menanggung biaya
pelayanan selanjutnya
g. Penanganan kondisi kegawatdaruratan di
Faskes yang tidak bekerjasama ditanggung
sebagai pelayanan rawat jalan kecuali kondisi
tertentu yang mengharuskan pasien dirawat
inap.
h. Kondisi tertentu yang dimaksud diatas adalah
sebagai berikut:
1) Tidak ada sarana transportasi untuk
evakuasi pasien.

388
2) Sarana transportasi yang tersedia tidak
memenuhi syarat medis untuk evakuasi
3) Kondisi pasien yang tidak memungkinkan
secara medis untuk dievakuasi, yang
dibuktikan dengan surat keterangan medis
dari dokter yang merawat.
4. Bagi pasien dengan kondisi kegawatdaruratan
sudah teratasi serta dapat dipindahkan akan tetapi
masih memerlukan perawatan lanjutan, maka
pasien dapat dirujuk ke Faskes yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan menggunakan ambulan
yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

389
390
Pasien melapor
Pasien datang ke Faskes status kepesertaan
yang tidak kerjasama Pasien diberi pelayanan kepada petugas RS
Pasien gawat Darurat dengan BPJS Kesehatan kegawat daruratan

Pasien dalam kondisi Kondisi kegawat


Pasien Pulang
dapat dipindahkan daruratan pasien
dan membutuhkan telah tertangani Pasien boleh
perawatan lanjutan pulang

Pasien dirujuk ke Faskes


yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan Peserta dirujuk ke Faskes yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,
kecuali dalam kondisi:
1) Tidak ada sarana transportasi untuk
evakuasi pasien. Pasien mendapatkan perawatan lebih
2) Sarana transportasi yang tersedia lanjut di Faskes yangbekerjasama
tidak memenuhi syarat medis untuk
evakuasi
dengan BPJS Kesehatan
3) Kondisi pasien yang tidak
memungkinkan secara medis untuk
dievakuasi, yang dibuktikan dengan
surat keterangan medis dari dokter
yang merawat
IV Hal Yang Perlu Diperhatikan
1. Bagaimana jika kondisi pasien tidak termasuk
dalam kriteria gawat darurat sesuai ketentuan
BPJS Kesehatan?
Sesuai dengan Perpres Nomor 12 tahun 2013 pasal
25 huruf b, bahwa pelayanan yang tidak dijamin
adalah pelayanan yang dilakukan di fasilitas
kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, kecuali dalam kondisi gawat darurat.
Oleh karena itu jika pasien tidak dalam kondisi
gawat darurat, maka biaya pelayanan pasien tidak
dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan.

2. Apakah diperbolehkan klaim perorangan


untuk pelayanan gawat darurat di Faskes
yang tidak bekerjasama?
Sesuai dengan Perpres Nomor 12 tahun 2013
pasal 40, bahwa untuk pelayanan gawat darurat
di Faskes yang tidak kerjasama, biaya pelayanan
ditagihkan langsung oleh fasilitas kesehatan ke
BPJS Kesehatan dan tidak diperkenankan menarik

391
biaya pelayanan kesehatan kepada peserta,
sehingga tidak ada klaim perorangan dari peserta
ke BPJS Kesehatan.

392
V Lampiran

KRITERIA GAWAT DARURAT


NO. BAGIAN DIAGNOSA
I ANAK 1 Anemia sedang / berat
2 Apnea / gasping
3 Bayi ikterus, anak ikterus
4 Bayi kecil/ premature
5 Cardiac arrest / payah jantung
6 Cyanotic Spell (penyakit jantung)
7 Diare profis (> 10/hari) disertai
dehidrasi ataupun tidak
8 Difteri
9 Ditemukan bising jantung, aritmia
10 Edema / bengkak seluruh badan
11 Epitaksis, tanda pendarahan lain
disertai febris
12 Gagal ginjal akut
13 Gangguan kesadaran, fungsi vital
masih baik
14 Hematuri
15 Hipertensi Berat
16 Hipotensi / syok ringan s/d sedang
17 Intoksikasi (minyak tanah, baygon)
keadaan umum masih baik

393
NO. BAGIAN DIAGNOSA
18 Intoksikasi disertai gangguan
fungsi vital (minyak tanah, baygon)
19 Kejang disertai penurunan
kesadaran
20 Muntah profis (> 6 hari) disertai
dehidrasi atau tidak
21 Panas tinggi >400 C
22 Sangat sesak, gelisah, kesadaran
menurun, sianosis ada retraksi
hebat (penggunaan otot pernafasan
sekunder)
23 Sesak tapi kesadaran dan keadaan
umum masih baik
24 Shock berat (profound) : nadi
tidak teraba tekanan darah terukur
termasuk DSS.
25 Tetanus
26 Tidak kencing > 8 jam
27 Tifus abdominalis dengan komplikasi
II BEDAH 1 Abses cerebri
2 Abses sub mandibula
3 Amputasi penis
4 Anuria
5 Apendicitis acute

394
NO. BAGIAN DIAGNOSA
6 Atresia ani (tidak bisa BAB sama
sekali)
7 BPH dengan retensio urin
8 Cedera kepala berat
9 Cedera kepala sedang
10 Cedera tulang belakang (vertebral)
11 Cedera wajah dengan gangguan
jalan nafas
12 Cedera wajah tanpa gangguan jalan
nafas, antara lain :
a. Patah tulang hidung/nasal
terbuka dan tertutup
b. Patah tulang pipi (zygoma)
terbuka dan tertutup
c. Patah tulang rahang (maxilla dan
mandibula) terbuka dan tertutup
d. Luka terbuka daerah wajah
13 Cellulitis
14 Cholesistitis akut
15 Corpus alienum pada :
a. Intra cranial b. Leher
b. Thorax
c. Abdomen
d. Anggota gerak
e. Genetalia

395
NO. BAGIAN DIAGNOSA
16 CVA bleeding
17 Dislokasi persendian
18 Drowning
19 Flail chest
20 Fraktur tulang kepala
21 Gastrokikis
22 Gigitan binatang / manusia
23 Hanging
24 Hematothorax dan pneumothorax
25 Hematuria
26 Hemoroid grade IV (dengan tanda
strangulasi)
27 Hernia incarcerate
28 Hidrochepalus dengan TIK
meningkat
29 Hirschprung disease
30 Ileus Obstruksi
31 Internal Bleeding
32 Luka Bakar
33 Luka terbuka daerah abdomen
34 Luka terbuka daerah kepala
35 Luka terbuka daerah thorax
36 Meningokel / myelokel pecah
37 Multiple trauma

396
NO. BAGIAN DIAGNOSA
38 Omfalokel pecah
39 Pankreatitis akut
40 Patah tulang dengan dugaan cedera
pembuluh darah
41 Patah tulang iga multiple
42 Patah tulang leher
43 Patah tulang terbuka
44 Patah tulang tertutup
45 Periappendicullata infiltrate
46 Peritonitis generalisata
47 Phlegmon dasar mulut
48 Priapismus
49 Prolaps rekti
50 Rectal bleeding
51 Ruptur otot dan tendon
52 Strangulasi penis
53 Tension pneumothoraks
54 Tetanus generalisata
55 Torsio testis
56 Tracheo esophagus fistel
57 Trauma tajam dan tumpul daerah
leher
58 Trauma tumpul abdomen
59 Traumatik amputasi

397
NO. BAGIAN DIAGNOSA
60 Tumor otak dengan penurunan
kesadaran
61 Unstable pelvis
62 Urosepsi
III Kardio- 1 Aritmia
vaskular
2 Aritmia dan shock
3 Cor Pulmonale decompensata yang
akut
4 Edema paru akut
5 Henti jantung
6 Hipertensi berat dengan komplikasi
(hipertensi enchephalopati, CVA)
7 Infark Miokard dengan komplikasi
(shock)
8 Kelainan jantung bawaan dengan
gangguan ABC (Airway Breathing
Circulation)
9 Kelainan katup jantung dengan
gangguan ABC (airway Breathing
Circulation)
10 Krisis hipertensi
11 Miokarditis dengan shock
12 Nyeri dada
13 Sesak nafas karena payah jantung

398
NO. BAGIAN DIAGNOSA
14 Syncope karena penyakit jantung

IV Kebidanan 1 Abortus
2 Distosia
3 Eklampsia
4 Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
5 Perdarahan Antepartum
6 Perdarahan Postpartum
7 Inversio Uteri
8 Febris Puerperalis
9 Hyperemesis gravidarum dengan
dehidrasi
10 Persalinan kehamilan risiko tinggi
dan atau persalinan dengan penyulit
V Mata 1 Benda asing di kornea mata /
kelopak mata
2 Blenorrhoe/ Gonoblenorrhoe
3 Dakriosistisis akut
4 Endoftalmitis/panoftalmitis
5 Glaukoma :
a. Akut
b. Sekunder

399
NO. BAGIAN DIAGNOSA
6 Penurunan tajam penglihatan
mendadak :
a. Ablasio retina
b. CRAO
c. Vitreous bleeding
7 Selulitis Orbita
8 Semua kelainan kornea mata :
a. Erosi
b. Ulkus / abses
c. Descematolis
9 Semua trauma mata :
a. Trauma tumpul
b. Trauma fotoelektrik/ radiasi
c. Trauma tajam/tajam tembus
10 Trombosis sinus kavernosis
11 Tumororbita dengan perdarahan
12 Uveitis/ skleritis/iritasi
VI Paru- 1 Asma bronchitis moderate severe
paru
2 Aspirasi pneumonia
3 Emboli paru
4 Gagal nafas
5 Injury paru
6 Massive hemoptisis

400
NO. BAGIAN DIAGNOSA
7 Massive pleural effusion
8 Oedema paru non cardiogenic
9 Open/closed pneumathorax
10 P.P.O.M Exacerbasi akut
11 Pneumonia sepsis
12 Pneumathorax ventil
13 Reccurent Haemoptoe
14 Status Asmaticus
15 Tenggelam
VII Penyakit 1 Demam berdarah dengue (DBD)
Dalam
2 Demam tifoid
3 Difteri
4 Disequilebrium pasca HD
5 Gagal ginjal akut
6 GEA dan dehidrasi
7 Hematemesis melena
8 Hematochezia
9 Hipertensi maligna
10 Keracunan makanan
11 Keracunan obat
12 Koma metabolic
13 Leptospirosis
14 Malaria

401
NO. BAGIAN DIAGNOSA
15 Observasi shock
VIII THT 1 Abses di bidang THT & kepala leher
2 Benda asing laring/trachea/bronkus,
dan benda asing tenggorokan
3 Benda asing telinga dan hidung
4 Disfagia
5 Obstruksi jalan nafas atas grade II/
III Jackson
6 Obstruksi jalan nafas atas grade IV
Jackson
7 Otalgia akut (apapun penyebabnya)
8 Parese fasialis akut
9 Perdarahan di bidang THT
10 Syok karena kelainan di bidang THT
11 Trauma (akut) di bidang THT ,Kepala
dan Leher
12 Tuli mendadak
13 Vertigo (berat)
IX Syaraf 1 Kejang
2 Stroke
3 Meningo enchepalitis

402
2. Pelayanan Gigi dan Prothesa Gigi

403
404
I Definisi
Pelayanan Kedokteran Gigi Primer adalah suatu
pelayanan kesehatan dasar paripurna dalam bidang
kesehatan gigi dan mulut yang bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut setiap
individu dalam keluarga binaannya. (Panduan Dokter Gigi di
Faskes Primer, Direktorat BUK Dasar Kemenkes RI, 2013)

II Prinsip Pelayanan
Prinsip pelayanan kedokteran gigi primer adalah :

Kontak
Pertama
Koordinasi Layanan
dan Bersifat
Kolaborasi Pribadi
Kedokteran Gigi Family and
community
Primer
Berke- Oriented
Pelayanan
sinambun- Paripurna/
gan menyeluruh
Paradigma
Sehat

405
Penjelasan :
1. Kontak pertama/first contact
Dokter gigi sebagai pemberi pelayanan yang
pertama kali ditemui oleh Pasien dalam masalah
kesehatan gigi dan mulut
2. Layanan bersifat pribadi/personal care
Adanya hubungan yang baik dengan pasien dan
seluruh keluarganya member peluang Dokter Gigi
Keluarga untuk memahami masalah pasien secara
lebih luas.
3. Pelayanan paripurna/comprehensive
Dengan cara memberikan pelayanan menyeluruh
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitative) sesuai kebutuhan pasien. Dengan
demikian pelayanan kesehatan gigi keluarga
berorientasi pada paradigma sehat.
4. Paradigma sehat
Dokter Gigi mampu mendorong masyarakat
untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan
mereka sendiri.

406
5. Pelayanan berkesinambungan/continous care
Prinsip ini melandasi hubungan jangka panjang
antara Dokter Gigi dan pasien dengan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut yang berkesinambungan
dalam beberapa tahap kehidupan pasien.
6. Koordinasi dan kolaborasi
Dalam upaya mengatasi masalah pasiennya,
Dokter Gigi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
perlu berkonsultasi dengan disiplin lain, merujuk ke

407
spesialis dan memberikan informasi yang sejelas-
jelasnya kepada pasien
7. Family and community oriented
Dalam mengatasi masalah pasiennya, Dokter
Gigi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
mempertimbangkan kondisi pasien terhadap
keluarga tanpa mengesampingkan pengaruh
lingkungan social dan budaya setempat.

III Pemberi Pelayanan


Peserta BPJS Kesehatan mendapatkan pelayanan gigi
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama maupun di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan.

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama :


1. Dokter Gigi di Puskesmas; atau
2. Dokter Gigi di Klinik; atau
3. Dokter Gigi Praktek Mandiri/Perorangan
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan:
1. Dokter Gigi Spesialis/Sub Spesialis

408
IV Pelayanan Gigi
A. Cakupan Pelayanan
1. administrasi pelayanan, meliputi biaya
administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penyediaan dan pemberian surat
rujukan ke faskes lanjutan untuk penyakit yang
tidak dapat ditangani di faskes tingkat pertama
2. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
medis
3. premedikasi
4. kegawatdaruratan oro-dental
5. pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi)
6. pencabutan gigi permanen tanpa penyulit
7. obat pasca ekstraksi
8. tumpatan komposit/GIC
9. Skeling gigi (1x dalam setahun)

409
B. Prosedur
1. Pendaftaran

PKM/Klinik

Dokter Praktek
Mandiri/Perorangan
Peserta
BPJS Kesehatan

Dokter Gigi Praktek


Mandiri/Perorangan

Penjelasan :
1. Jika peserta memilih terdaftar di Puskesmas/
Klinik sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertamanya, maka:
a) Puskesmas/Klinik wajib menyediakan
jejaring (Dokter Gigi/Lab/Bidan dan sarana
penunjang lain)

410
b) Peserta mendapatkan pelayanan gigi
di Dokter Gigi yang menjadi jejaring
Puskesmas/klinik
c) Tidak ada pendaftaran peserta ke Dokter
Gigi lain.
2. Jika peserta memilih terdaftar di Dokter Praktek
Perorangan (Dokter Umum) sebagai Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertamanya, maka:
a) Peserta dapat mendaftar ke Dokter Gigi
Praktek Mandiri/Perorangan sesuai pilihan
dengan mengisi Daftar Isian Peserta (DIP)
yang disediakan oleh BPJS Kesehatan.
b) Pelayanan gigi kepada peserta diberikan
oleh Dokter Gigi sesuai pilihan Peserta.
c) Penggantian Fasilitas Kesehatan Dokter Gigi
diperbolehkan minimal setelah terdaftar 3
(tiga) bulan di Fasilitas Kesehatan tersebut.

411
2. Pelayanan
1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

+
Fasilitas Kesehatan
Membawa identitas
Tingkat I tempat
Peserta peserta BPJS Peserta terdaftar
Kesehatan

Bila diperlukan atas


indikasi medis, pasien Mendapatkan
Pasien Pulang akan memperoleh pelayanan kesehatan
obat

Note : gambar ini hanya ilustrasi

Penjelasan :
a) Peserta datang ke Puskesmas/Klinik atau ke
Dokter Gigi Praktek Mandiri/Perorangan sesuai
pilihan Peserta.

412
b) Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS
Kesehatan (proses administrasi).
c) Fasilitas Kesehatan melakukan pengecekan
keabsahan kartu peserta.
d) Fasilitas Kesehatan melakukan pemeriksaan
kesehatan/pemberian tindakan/pengobatan.
e) Setelah mendapatkan pelayanan peserta
menandatangani bukti pelayanan pada lembar
yang disediakan oleh Fasilitas Kesehatan.
f) Bila diperlukan atas indikasi medis peserta akan
memperoleh obat.
g) Rujukan kasus gigi dapat dilakukan jika atas
indikasi medis memerlukan pemeriksaan/
tindakan spesialis/sub spesialis. Rujukan
tersebut hanya dapat dilakukan oleh Dokter
Gigi, kecuali Puskesmas/Klinik yang tidak
memiliki Dokter Gigi.

413
2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan

+ Membawa surat
rujukan dari Faskes
Tingkat Pertama dan Mendapatkan SEP
Peserta identitas peserta BPJS (Surat Elijibilitas
Kesehatan Peserta) di Rumah

Bila diperlukan atas


Mendapatkan
indikasi medis, pasien
Pasien Pulang pelayanan kesehatan
akan memperoleh
obat

Note : gambar ini hanya ilustrasi

Penjelasan :
a) Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan
serta surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama
b) Peserta melakukan pendaftaran ke RS

414
dengan memperlihatkan identitas dan surat
rujukan
c) Fasilitas Kesehatan bertanggung jawab
untuk melakukan pengecekan keabsahan
kartu dan surat rujukan serta melakukan
input data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas
Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan
SEP.
d) SEP akan dilegalisasi oleh Petugas BPJS
Kesehatan di Rumah Sakit.
e) Peserta mendapatkan pelayanan kesehatan
berupa pemeriksaan dan/atau perawatan
dan/atau pemberian tindakan dan/atau
obat dan/atau Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP).
f) Setelah mendapatkan pelayanan, Peserta
menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan oleh masing-masing
Fasilitas Kesehatan.

415
Pelayanan Protesa Gigi/Gigi
V
Palsu
A. Cakupan Pelayanan
1. Protesa gigi/gigi palsu merupakan pelayanan
tambahan/suplemen dengan limitasi/plafon/
pembatasan yang diberikan kepada peserta
BPJS Kesehatan
2. Pelayanan Protesa gigi/gigi palsu dapat diberikan
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan.
3. Protesa gigi/gigi palsu diberikan kepada Peserta
BPJS Kesehatan yang kehilangan gigi sesuai
dengan indikasi medis dan atas rekomendasi
dari Dokter Gigi.
4. Tarif maksimal penggantian prothesa gigi
adalah sebesar Rp. 1.000.000,- dengan
ketentuan sebagai berikut:

416
Tariff untuk masing-masing rahang maksimal
Rp. 500.000,-
Rincian per rahang :
- 1 sampai dengan 8 gigi : Rp. 250.000,-
- 9 sampai dengan 16 gigi : Rp. 500.000,-

gan
Contoh Perhitun

Kasus 1 :
Penggantian untuk 2 gigi rahang atas dan 1 gigi rahang bawah,
diganti sebesar Rp. 500.000,- dengan rincian :
Penggantian untuk 2 gigi rahang atas sebesar Rp. 250.000,-
Penggantian untuk 1 gigi rahang bawah sebesar Rp. 250.000,-

Kasus 2 :
Penggantian untuk 1 gigi rahang atas dan 10 gigi rahang
bawah, diganti sebesar Rp. 750.000,- dengan rincian:
Penggantian untuk 1 gigi rahang atas sebesar Rp. 250.000,-
Penggantian untuk 10 gigi rahang bawah sebesar Rp. 500.000,-

417
B. Prosedur Pelayanan
1. Prosedur pelayanan dapat dilihat pada bab IV.
Pelayanan gigi poin B.2. Prosedur Pelayanan
halaman 12.
2. Bila diperlukan atas indikasi medis peserta akan
memperoleh resep protesa gigi/gigi palsu yang
mencantumkan jumlah dan lokasi gigi.
3. Protesa gigi/gigi palsu dapat diperoleh dari :
a. Dokter Gigi praktek mandiri/perorangan;
b. Puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan
dokter gigi dan/atau jejaring dokter gigi;
c. Klinik yang memiliki tenaga kesehatan dan/
atau jejaring dokter gigi; atau
d. Rumah Sakit.
4. Peserta menandatangani bukti tanda terima,
setelah mendapatkan protesa gigi/gigi palsu
5. Protesa gigi/gigi palsu dapat diberikan kembali
paling cepat 2 (dua) tahun sekali atas indikasi
medis untuk gigi yang sama.

418
Pelayanan Gigi Yang Tidak
VI
Dijamin
1. pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui
prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan
yang berlaku;
2. pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas
Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
3. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
4. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
5. pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
6. biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan
dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang
diberikan.

VII Pembayaran
BPJS Kesehatan melakukan pembayaran ke Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama melalui pola pembayaran
kapitasi dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Dokter Gigi Praktek Mandiri/Perorangan dibayarkan

419
langsung ke Dokter Gigi berdasarkan jumlah
peserta terdaftar.
b) Dokter Gigi di Klinik/Puskesmas tidak dibayarkan
langsung ke Dokter Gigi yang menjadi jejaring
melainkan melalui Klinik /Puskesmas sebagai
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertamanya.

Hal-Hal Yang Perlu


VIII
Diperhatikan
1. Apakah masih ada klaim perorangan untuk
protesa gigi?
Jawab : Tidak ada. Sesuai dengan Permenkes No.
71 Tahun 2013 pasal 27 bahwa "Alat Kesehatan
yang tidak masuk dalam paket Indonesian Case
Based Groups (INA-CBG’s) dibayar dengan
klaim tersendiri". Klaim dilakukan oleh Fasilitas
Kesehatan pemberi resep, jadi bukan dilakukan
oleh peserta.

2. Apabila saya sebagai peserta memilih


Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan

420
Tingkat Pertama, namun di Puskesmas
tersebut tidak tersedia Dokter Gigi. Apakah
saya bisa memilih Dokter Gigi Praktek Mandiri
juga?
Jawab : Tidak bisa. Sesuai Permenkes No. 71
Tahun 2013 pasal 3 ayat (3) bahwa "Dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan
komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), bagi Fasilitas Kesehatan yang tidak memiliki
sarana penunjang wajib membangun jejaring
dengan sarana penunjang".

3. Terkait pertanyaan nomor 2, jika saya


memerlukan pemeriksaan gigi, saya harus
kemana?
Jawab : Puskesmas / Klinik wajib menyediakan
jejaring Dokter Gigi. Jika dalam kondisi tertentu,
Puskesmas/Klinik tidak memiliki jejaring, maka
pelayanan gigi dirujuk ke Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan.

421
422
3. Pelayanan Alat Kesehatan

423
424
I Pengertian Alat Kesehatan
1) Salah satu hal yang dijamin oleh BPJS Kesehatan
bagi pesertanya adalah pelayanan alat kesehatan,
2) Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus,
mesin dan/atau implan yang tidak mengandung
obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
3) Alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada point
2 dapat dipergunakan di dalam tubuh melalui
prosedur operasi maupun dipergunakan di luar
tubuh
4) Alat kesehatan yang dipergunakan di luar tubuh
merupakan manfaat tambahan (suplemen) dengan
pembatasan/limitasi baik jenis maupun harganya.

II Sasaran
Semua peserta BPJS Kesehatan yang mendapatkan
pelayanan alat kesehatan di luar tubuh yang diberikan

425
pada fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun
fasilitas kesehatan tingkat lanjutan sesuai ketentuan
yang berlaku.

Ruang Lingkup Pelayanan


III
Alat Kesehatan
a. Alat kesehatan diberikan kepada peserta BPJS
Kesehatan atas dasar indikasi medis.
b. Jenis dan plafon harga alat kesehatan ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan.

IV Jenis jenis Alat kesehatan


Jenis alat kesehatan diluar tubuh yang dijamin oleh
BPJS Kesehatan adalah:
1) Kacamata
2) Alat bantu dengar (hearing aid)
3) Prothesa gigi/gigi palsu
4) Penyangga leher (collar neck/cervical collar/neck
brace)
5) Jaket Penyangga Tulang (Corset)

426
6) Prothesa alat gerak (kaki dan/atau tangan tiruan)
7) Alat bantu gerak berupa kruk penyangga tubuh

427
V Alur pelayanan Alat Kesehatan
1) Pelayanan kesehatan dilakukan dengan sistem
rujukan berjenjang termasuk pelayanan alat
kesehatan.

Faskes Faskes
Tingkat Tingkat
Pertama Lanjutan
• Klinik Utama
• Dokter/dokter gigi
• RS Umum
• Puskesmas
• RS Khusus
• Klinik (RS Swasta /
• RS D Pratama Pemerintah)

2) Pelayanan Alat Kesehatan dapat diberikan pada


pelayanan kesehatan rawat jalan dan/atau rawat
inap baik di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
maupun Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat
lanjutan berdasarkan rekomendasi dari Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP).

428
Prosedur pelayanan Alat
VI
Kesehatan

a. Kacamata
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
dengan gangguan penglihatan sesuai dengan
indikasi medis
2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan
penanganan yang diberikan pada fasilitas

429
kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan
3) Penjaminan pelayanan kacamata diberikan atas
rekomendasi dari dokter spesialis mata dan
dibuktikan dengan hasil pemeriksaan mata.
4) Ukuran kacamata yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan adalah:
i. Untuk lensa spheris, minimal 0.5 Dioptri
ii. Untuk lensa silindris minimal 0.25 Dioptri
5) Kacamata dapat diberikan maksimal 1 kali
dalam 2 (dua) tahun

b. Alat bantu dengar (hearing aid)


1) Diberikan kepada peserta BPJS
Kesehatan dengan gangguan
pendengaran sesuai dengan
indikasi medis
2) Merupakan bagian dari
pemeriksaan dan penanganan
yang diberikan pada fasilitas
kesehatan rujukan yang bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan

430
3) Penjaminan pelayanan alat bantu dengar
diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis
THT.
4) Alat bantu dengar dapat diberikan maksimal
sekali dalam 5 (lima) tahun per telinga

c. Prothesa gigi/gigi palsu


1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan yang
kehilangan gigi sesuai dengan indikasi medis
2) Pelayanan prothesa gigi diberikan pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas
Kesehatan tingkat lanjutan yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan
3) Penjaminan pelayanan prothesa gigi/gigi
palsu diberikan atas
rekomendasi dari
dokter gigi
4) Prothesa gigi/gigi
palsu dapat diberikan
paling cepat 2 (dua)
tahun sekali untuk
gigi yang sama.

431
d. Penyangga leher (collar neck/cervical collar/
neck brace)
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
sebagai penyangga kepala dan leher karena
trauma pada leher dan kepala ataupun fraktur
pada tulang cervix/tulang leher sesuai dengan
indikasi medis.
2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan
penanganan yang diberikan pada fasilitas
kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan
3) Penyangga leher dapat diberikan maksimal 1
kali dalam 2 (dua) tahun

432
e. Jaket Penyangga Tulang (Corset)
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan yang
mengalami kelainan/gangguan tulang atau
kondisi lain sesuai dengan indikasi medis.
2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan
penanganan yang diberikan pada fasilitas
kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan
3) Jaket penyangga tulang dapat diberikan
maksimal 1 kali dalam 2 (dua) tahun

f. Prothesa alat gerak (kaki dan/atau tangan


tiruan)
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
sesuai dengan indikasi medis.
2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan
penanganan yang diberikan pada fasilitas
kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan
3) Diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis
orthopedi
4) Prothesa alat gerak dapat diberikan paling

433
cepat 5 (lima) tahun sekali untuk bagian tubuh
yang sama

g. Alat bantu gerak berupa kruk penyangga


tubuh
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
sesuai dengan indikasi medis.
2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan
penanganan yang diberikan pada fasilitas
kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan
3) Diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis
bedah Tulang (orthopedic)
4) Prothesa alat gerak dapat diberikan paling
cepat 5 (lima) tahun sekali untuk bagian tubuh
yang sama

VII Penyedia Alat Kesehatan


Alat kesehatan disediakan oleh Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan dengan mutu sesuai kebutuhan medis

434
VIII Pembiayaan Alat Kesehatan
Besaran biaya alat kesehatan yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan merupakan plafon/batas maksimal, dengan
rincian sebagai berikut :

Jenis
No Tarif (Rp) Ketentuan
Pelayanan
1 Kacamata Kelas III: 150.000 1. Diberikan paling
Kelas II : 200.000 cepat 2 (dua)tahun
Kelas I : 300.000 sekali
2. Indikasi medis
minimal:
- Spheris 0.5 D
- Silindris 0.25 D
2 Alat Bantu Maksimal Rp Diberikan paling cepat 5
Dengar 1.000.000,00 tahun sekali atas indikasi
medis
3 Prothesa Maksimal Rp. 1. Protesa alat gerak
Anggota 2.500.000,00 adalah :
Gerak a. Kaki palsu
b. Tangan palsu
2. Diberikan paling
cepat 5 (lima) tahun
sekali atas indikasi
medis

435
Jenis
No Tarif (Rp) Ketentuan
Pelayanan
4 Prothesa Gigi Maksimal Rp. Diberikan paling cepat 2
1.000.000,00 tahun sekali atas indikasi
medis untuk gigi yang
sama
Full protesa gigi
maksimal
Rp. 1.000.000,00
Masing masing rahang
masimal Rp. 500.000,00
Rincian per rahang
adalah :
• 1 - 8 gigi :
Rp. 250.000,-
• 9 - 16 gigi :
Rp. 500.000,-
5 Korset tulang Maksimal Diberikan paling cepat 2
belakang Rp. 350.000,00 (dua) tahun sekali atas
indikasi medis
6 Collar Neck Maksimal Diberikan paling cepat 2
Rp. 150.000,00 (dua) tahun sekali atas
indikasi medis
7 Kruk Maksimal Diberikan paling cepat 5
Rp. 350.000,00 (lima) tahun sekali atas
indikasi medis

Mekanisme pembayaran
Alat kesehatan dilayani oleh Fasilitas Kesehatan dengan

436
plafon/batas harga sesuai ketentuan yang berlaku.
Fasilitas Kesehatan mengajukan penggantian biaya
kepada BPJS Kesehatan (Peserta tidak menagihkan
langsung kepada BPJS Kesehatan)

IX Question and Answer


1) Apakah peserta dapat langsung menagihkan
alat kesehatan yang dipergunakan diluar
tubuh kepada BPJS Kesehatan?
Jawab : Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 71 Tahun 2013 pasal 27 disebutkan
bahwa fasilitas kesehatan wajib menyediakan alat
kesehatan yang dibutuhkan peserta sesuai indikasi
medis. Alat kesehatan yang diberikan kepada
peserta yang berada di luar paket INA CBG’s dan
di luar kapitasi ditagihkan dengan klaim tersendiri
oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan
secara kolektif. Peserta tidak menagihkan langsung
kepada BPJS Kesehatan.
2) Apakah saya boleh mendapat alat bantu
dengar sebelum 5 tahun?
Jawab : Sesuai dengan surat edaran Menteri
Kesehatan RI nomor HK/MENKES/31/2014 untuk
penjaminan alat bantu dengar diberikan paling
cepat 5 tahun sekali atas indikasi medis/hasil
pemeriksaan dari dokter spesialis THT.
3) Apakah saya boleh mendapatkan protesa alat
gerak, misal kaki palsu untuk kaki kanan dan
kaki kiri pada saat bersamaan?
Jawab : Penjaminan protesa alat gerak sesuai
surat edaran Menteri Kesehatan RI nomor HK/
MENKES/31/I/2014 diberikan paling cepat 5 tahun
sekali atas indikasi medis. Penjaminan diberikan
untuk masing-masing alat gerak. Sehingga apabila
sesuai indikasi medis dibutuhkan kaki palsu untuk
kedua kaki, maka keduanya dapat dijamin dan
penjaminan berikutnya paling cepat 5 tahun
kemudian.

438
4. Pelayanan Ambulan

439
440
I Pendahuluan
Pelayanan ambulan merupakan pelayanan transportasi
pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar
fasilitas kesehatan yang disertai dengan upaya atau
kegiatan untuk menjaga kestabilan kondisi pasien
untuk kepentingan keselamatan pasien.

II Landasan Hukum
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Pasal 20
Manfaat non medis meliputi Manfaat akomodasi dan
ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien
rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi
tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013


Pasal 29
Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan
transportasi pasien rujukan dengan kondisi tertentu
antar Fasilitas Kesehatan disertai dengan upaya atau
kegiatan menjaga kestabilan kondisi pasien untuk

441
kepentingan keselamatan pasien. Pelayanan Ambulan
hanya dijamin bila rujukan dilakukan pada Fasilitas
Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS atau pada
kasus gawat darurat dari Fasilitas Kesehatan yang
tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dengan
tujuan penyelamatan nyawa pasien.

III Sasaran
Peserta BPJS Kesehatan yang memenuhi kriteria untuk
mendapatkan fasilitas pelayanan ambulan.

IV Ketentuan Pelayanan Ambulan


1. Pelayanan ambulan diberikan kepada peserta BPJS
dalam kondisi tertentu berdasarkan rekomendasi
medis dari dokter yang merawat.
2. Diberikan pada transportasi darat dan air bagi
pasien dengan kondisi tertentu antar fasilitas
kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu pada poin

442
“2” di atas adalah :
1) Kondisi pasien sesuai indikasi medis berdasarkan
rekomendasi medis dari dokter yang merawat.
2) Kondisi kelas perawatan sesuai hak peserta
penuh dan pasien sudah dirawat paling sedikit
selama 3 hari di kelas satu tingkat di atas
haknya.
3) Pasien rujuk balik rawat inap yang masih
memerlukan pelayanan rawat inap di faskes
tujuan. Contoh : Pasien kanker rawat inap
dengan terapi paliatif di RS tipe A dirujuk balik
ke RS tipe di bawahnya untuk mendapatkan
rawat inap paliatif (bukan rawat jalan).
4. Pelayanan ambulan hanya diberikan untuk rujukan
antar Faskes :
a. Antar faskes tingkat pertama.
b. Dari faskes tingkat pertama ke faskes rujukan.
c. Antar faskes rujukan sekunder.
d. Dari faskes sekunder ke faskes tersier.
e. Antar faskes tersier.
f. Dan rujukan balik ke faskes dengan tipe di
bawahnya.

443
5. Faskes perujuk adalah:
a. Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan
tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.
b. Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan
tingkat lanjutan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan khusus untuk kasus
gawat darurat yang keadaan gawat daruratnya
telah teratasi dan pasien dalam kondisi dapat
dipindahkan.

444
6. Faskes Penerima Rujukan adalah Faskes tingkat
pertama atau faskes tingkat lanjutan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

445
Penyelenggara Pelayanan
V
Ambulan
BPJS Kesehatan melakukan kerjasama dengan fasilitas
kesehatan dalam penyediaan ambulan baik fasilitas
kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan.
1. Fasilitas Kesehatan dapat menggunakan ambulan
milik sendiri atau membuat jejaring dengan pihak
ketiga penyelenggara pelayanan ambulan. Pihak
ketiga, antara lain :
a. Pemda atau Dinas Kesehatan Propinsi yang
mempunyai ambulan.
b. Ambulan 118.
c. Yayasan penyedia layanan ambulan.
2. Kerjasama dengan pemberi pelayanan ambulan
dilakukan melalui perjanjian kerjasama antara
BPJS Kesehatan Kantor Cabang dengan fasilitas
kesehatan, bukan antara BPJS Kesehatan Kantor
Cabang dengan pihak ketiga penyelenggara
ambulan.

446
Penatalaksanan Pelayanan
VI
Ambulan
1) Pelayanan Ambulan hanya dijamin bila rujukan
dilakukan pada faskes yang bekerjasama dengan
BPJS kecuali untuk Faskes yang tidak bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan yang mengevakuasi
kasus gawat darurat yang sudah teratasi keadaan
kegawatdaruratannya dan pasien dalam kondisi
dapat dipindahkan.
2) Pelayanan Ambulan yang tidak dijamin adalah
pelayanan yang tidak sesuai ketentuan di atas,
termasuk:
a. Jemput pasien selain dari Faskes (rumah, jalan,
lokasi lain)
b. Mengantar pasien ke selain Faskes
c. Rujukan parsial (antar jemput pasien atau
spesimen dalam rangka mendapatkan
pemeriksaan penunjang atau tindakan, yang
merupakan rangkaian perawatan pasien di
salah satu Faskes).
d. Ambulan/mobil jenazah.

447
e. Pasien rujuk balik rawat jalan.
3) Penggantian biaya pelayanan ambulan sesuai
dengan standar biaya ambulan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah.
4) Dalam hal belum terdapat tarif dasar ambulans
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, maka
tarif mengacu kepada tarif yang berlaku di
Kabupaten/Kota yang kondisi geografisnya relatif
sama dalam satu wilayah Provinsi.

448
Hal – Hal yang Perlu
VII
Diperhatikan
1. Apakah pelayanan rujukan ambulan dari
faskes yang tidak bekerjasama ke faskes yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dijamin?
Dijamin, hanya untuk kasus gawat darurat yang
sudah teratasi keadaan kegawatdaruratannya dan
pasien dalam kondisi dapat dipindahkan ke Faskes
yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

2. Apakah pelayanan ambulan untuk kejadian


kecelakaan di tempat kerja/rumah/ kecelakaan
lalu lintas dijamin?
Tidak dijamin

3. Apakah pelayanan ambulan jenazah termasuk


pelayanan ambulan yang dijamin?
Tidak dijamin

449
4. Apakah penjemputan pasien dari rumah dan
pengantaran pasien pulang kerumah dapat
dijamin?
Tidak dijamin

5. Apakah peserta BPJS Kesehatan harus


membayar terlebih dahulu kemudian
menagihkan penggantiannya kepada BPJS
Kesehatan?
Peserta tidak perlu membayar terlebih dahulu,
peserta dapat langsung mendapatkan pelayanan
ambulan. Penagihan klaim diajukan oleh fasilitas
kesehatan ke BPJS Kesehatan.

450
5. Penjaminan Di Wilayah Tidak Ada
Faskes Penuhi Syarat

451
452
I Latar Belakang
Dengan kondisi geografis wilayah Indonesia yang
sangat luas dan kepulauan belum didukung dengan
distribusi ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan
yang merata. Hal ini menyebabkan ada sebagian
peserta BPJS Kesehatan tidak mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis. Oleh
karena itu program Jaminan Kesehatan Nasional
memberikan jaminan pelayanan kesehatan kepada
peserta yang berada di daerah tersebut, karena tidak
terdapat fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat.

Penentuan Daerah Tidak


II Tersedia Faskes Yang
Memenuhi Syarat
1. Yang dimaksud dengan daerah tidak tersedia
Faskes memenuhi syarat adalah sebuah Kecamatan
yang tidak terdapat Puskesmas, Dokter, Bidan atau
Perawat.
2. Penentuan daerah tersebut ditetapkan oleh dinas

453
kesehatan setempat atas pertimbangan BPJS
Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan.
3. Daerah yang tidak tersedia Faskes memenuhi
syarat ditetapkan dengan surat keputusan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan dapat
ditinjau sewaktu-waktu menyesuaikan dengan
kondisi ketersediaan Faskes di daerah tersebut.

III Prosedur Pelayanan


1. Peserta yang tinggal di daerah tidak ada Faskes
memenuhi syarat harus mengikuti prosedur
pelayanan rujukan berjenjang sesuai ketentuan
yang berlaku.
2. Prosedur Pelayanan Kesehatan
a. Untuk pertama kali mendapatkan pelayanan,
peserta mendatangi Faskes tingkat pertama
yang terdekat.
b. Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama
terdekat tersebut adalah Faskes yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka
biaya pelayanan kesehatan akan ditagihkan ke

454
BPJS Kesehatan, peserta tidak dikenakan urun
biaya.
c. Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama
terdekat tersebut adalah Faskes yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan:
1) Bila pasien dalam kondisi kegawatdaruratan
medis maka peserta dilayani dan Faskes
menagihkan biaya pelayanan kesehatan ke
BPJS Kesehatan, pasien tidak ditarik biaya.
2) Bila pasien tidak dalam kondisi
kegawatdaruratan medis maka pasien
membayarkan biaya pelayanan kesehatan
terlebih dahulu, kemudian peserta menagih
kepada BPJS Kesehatan melalui klaim
perorangan.

BPJS Kesehatan memberikan kompensasi


berupa penggantian uang tunai melalui
klaim perorangan bagi peserta yang tinggal
di daerah tidak ada Faskes memenuhi
syarat, sesuai ketentuan yang berlaku

455
456
457
Kompensasi Untuk Daerah
Yang Belum Tersedia Fasilitas
IV
Kesehatan Yang Memenuhi
Syarat
1. Kompensasi untuk daerah yang belum tersedia
fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat diberikan
dalam bentuk:
a. penggantian uang tunai;
b. pengiriman tenaga kesehatan; atau
c. penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu.
2. Penggantian uang tunai
a. Kompensasi dalam bentuk penggantian uang
tunai berupa klaim perorangan atas biaya
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang tidak
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
b. Prosedur Pengajuan Klaim Perorangan
1) Peserta mengajukan klaim ke Kantor
Operasional Kabupaten atau Kantor
Cabang BPJS Kesehatan terdekat
2) Klaim perorangan hanya diberlakukan pada

458
peserta yang mendapatkan pelayanan
di faskes tingkat pertama yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
3) Syarat pengajuan klaim :
a) Formulir pengajuan klaim
b) Berkas pendukung :
(1) Menunjukkan identitas peserta BPJS
Kesehatan
(2) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk
(untuk memastikan peserta
berada di wilayah tidak ada faskes
memenuhi syarat sesuai SK Kepala
Dinas Kesehatan)
(3) Kwitansi asli bermaterai cukup
(4) Rincian pelayanan
c. Besaran penggantian biaya klaim perorangan
mengikuti ketentuan yang berlaku
3. Pengiriman tenaga kesehatan
a. BPJS Kesehatan akan memberikan kompensasi
pengiriman tenaga kesehatan bekerjasama
dengan dinas kesehatan, organisasi profesi
kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan.

459
b. Tenaga kesehatan yang dikirim berupa:
1) dokter spesialis; atau
2) dokter umum; atau
3) bidan; atau
4) perawat; atau
5) tenaga kesehatan lain.
4. Penyediaan fasilitas kesehatan tertentu
a. BPJS Kesehatan akan memberikan kompensasi
penyediaan fasilitas kesehatan tertentu
bekerjasama dengan dinas kesehatan,
organisasi profesi kesehatan, dan/atau asosiasi
fasilitas kesehatan.
b. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas kesehatan tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan medis peserta yang berada di
daerah tersebut.

460
V Pertanyaan
1. Bagaimana untuk pelayanan bagi peserta
BPJS Kesehatan dari luar wilayah yang sedang
berkunjung ke daerah tidak tersedia faskes
memenuhi syarat dan memerlukan pelayanan
kesehatan?
Peserta mengikuti prosedur pelayanan sesuai
dengan ketentuan diatas dan dapat mengajukan
klaim perorangan dengan menyertakan surat
keterangan dari RT/RW/Kepala Desa setempat
bahwa peserta melakukan kunjungan ke daerah
tersebut.

2. Apakah klaim perorangan dapat diajukan


oleh peserta yang tinggal/berada di daerah
yang tidak ditetapkan sebagai daerah tidak
tersedia faskes yang memenuhi syarat?
 Klaim perorangan hanya dapat diajukan oleh
peserta yang berada/tinggal di daerah yang
telah ditetapkan sebagai daerah tidak tersedia
faskes yang memenuh isyarat.

461
 Dalam kondisi gawat darurat, sesuai dengan
Perpres Nomor 12 tahun 2013 pasal 33 dan 40,
bahwa Peserta yang memerlukan pelayanan
gawat darurat dapat langsung memperoleh
pelayanan di setiap Fasilitas Kesehatan baik yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maupun
yang tidak bekerjasama. Biaya pelayanan
kesehatan ditagihkan langsung oleh fasilitas
kesehatan dan peserta tidak diperkenankan
ditarik biaya pelayanan kesehatan.

462
BAB III KEUANGAN

463
464
SURAT EDARAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN
NOMOR : 15/ED/0114

TENTANG
PROSEDUR PENYETORAN IURAN BPJS KESEHATAN
OLEH PESERTA PENERIMA UPAH (PPU) BADAN USAHA,
PESERTA BUKAN PENERIMA UPAH, DAN PESERTA BUKAN
PEKERJA

Kepada Yth.
Kepala Divisi Regional BPJS Kesehatan
Kepala Kantor Cabang BPJS Kesehatan
Di
Seluruh Indonesia

Dalam upaya memberikan layanan yang terbaik


kepada peserta, bersama ini disampaikan Prosedur
Penyetoran Iuran BPJS Kesehatan oleh Peserta Penerima
Upah (PPU) Badan Usaha, Peserta Bukan Penerima Upah,
dan Peserta Bukan Pekerja sebagai berikut :

465
I. Prosedur Umum
1. Penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan dilakukan
melalui jaringan layanan (channel) Perbankan.
2. BPJS Kesehatan akan memberikan Nomor
Virtual Account (VA) kepada calon peserta yang
mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.
3. Nomor Virtual Account adalah nomor rekening
bank tujuan pembayaran Iuran yang berfungsi
sebagai nomor identifikasi peserta ketika
melakukan penyetoran Iuran di Bank Mitra BPJS
Kesehatan yaitu Bank Mandiri, Bank BRI dan
Bank BNI.
4. Nomor Virtual Account dinyatakan aktif dan
dapat digunakan setelah data peserta diinput
secara lengkap ke aplikasi kepesertaan.
5. Penyetoran Iuran dapat dilakukan melalui Bank
Mitra BPJS Kesehatan maupun melalui Bank Lain
yang bukan Bank Mitra BPJS Kesehatan.

II. Prosedur Penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan


Oleh Peserta Penerima Upah (PPU) Badan Usaha
1. Peserta Penerima Upah (PPU) Badan Usaha
menerima Nomor Virtual Account sebagai nomor
identifikasi Badan Usaha, bukan identifikasi per
peserta.

466
2. BPJS Kesehatan mengakui pembayaran Iuran
Jaminan Kesehatan PPU Badan Usaha setelah
penerimaan iuran dinyatakan efektif apabila :
- Pembayaran Iuran dilakukan secara tunai
pada Teller Bank maka tanggal efektif
adalah tanggal validasi bank di slip setoran.
- Pembayaran Iuran melalui setoran kliring,
maka tanggal efektif adalah tanggal
tercatatnya iuran di rekening virtual
account.
3. Apabila penyetoran Iuran dilakukan dengan
menggunakan Warkat Bank Lain di loket
atau teller Bank Mitra BPJS Kesehatan, maka
pembayaran ke Bank Mitra BPJS Kesehatan harus
dilakukan paling lambat tanggal 9 setiap awal
bulan untuk mengantisipasi resiko kegagalan
kliring.

A. Penyetoran Iuran pada Bank Mitra BPJS


Kesehatan
Penyetoran Iuran pada Bank Mitra BPJS
Kesehatan dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1) Pembayaran secara tunai di Teller Bank
a. Badan Usaha menyetorkan Iuran
Jaminan Kesehatan secara tunai di Teller
Bank Mitra BPJS Kesehatan.

467
b. Badan Usaha mengisi formulir / slip
setoran tunai yang didalamnya berisi
informasi :
- Nama Badan Usaha
- Nomor Virtual Account
- Nominal Iuran yang disetor
c. Waktu transfer untuk sampai ke rekening
tujuan adalah Real Time Online (tercatat
saat itu juga di rekening virtual account).

2) Transfer Antar Rekening Bank


a. Transfer antar rekening bank dapat
dilakukan bila Badan Usaha memiliki
rekening bank di salah satu Bank Mitra
BPJS Kesehatan.
b. Badan Usaha dapat melakukan transfer
dengan menggunakan warkat Bank
dan Surat Perintah Pemindahbukuan
ke Nomor Virtual Account Badan Usaha
tersebut di loket atau teller Bank Mitra
BPJS Kesehatan.
c. Warkat Bank yang digunakan adalah cek
/ bilyet giro yang diterbitkan oleh Bank
Mitra BPJS Kesehatan.

468
d. Waktu transfer untuk sampai ke rekening
tujuan adalah Real Time Online (tercatat
saat itu juga di rekening virtual account).

B. Penyetoran Iuran melalui Bank Lain yang bukan


Bank Mitra BPJS Kesehatan
1) Penyetoran Iuran melalui Bank Lain yang
bukan Bank Mitra BPJS Kesehatan dapat
dilakukan apabila Badan Usaha tidak memiliki
rekening di Bank Mitra BPJS Kesehatan.
2) Penyetoran Iuran dilakukan menggunakan
sistem Kliring dengan cara sebagai berikut:

a. Penyetoran Iuran dengan menggunakan


Warkat Bank Lain di loket atau teller
Bank Lain.
- Badan Usaha melakukan transfer
kliring dengan menggunakan warkat
Bank ke Nomor Virtual Account
Badan Usaha tersebut di loket atau
teller Bank Lain.
- Warkat Bank yang digunakan adalah
cek / bilyet giro yang diterbitkan oleh
Bank Lain (Misal : Bank BCA, Bank
Danamon, dll.)

469
- Badan Usaha melampirkan surat
pengantar (slip setoran) Kliring yang
memuat informasi :
• Nama Badan Usaha
• Nomor Virtual Account
• Kode Bank yang dituju dan
• Nominal Iuran yang disetor.
- Penyetoran bisa menggunakan
pilihan kliring secara RTGS atau SKN,
dimana transaksi diatas 100 juta
wajib menggunakan RTGS.
- Waktu transfer kliring untuk sampai
ke rekening tujuan :
• Untuk RTGS (Real Time Gross
Settlement) : 1-3 jam di hari
yang sama setelah transfer
dilaksanakan.
• Untuk SKN (Sistem Kliring
Nasional) : membutuhkan waktu
1-2 hari, tetapi bisa diterima
pada hari yang sama ( sore hari)
apabila transfer kliring dilakukan
sebelum jam 11.00 pagi.

470
b. Penyetoran Iuran dengan menggunakan
Warkat Bank Lain di loket atau teller
Bank Mitra BPJS Kesehatan.
- Badan Usaha melakukan transfer
kliring dengan menggunakan warkat
Bank ke Nomor Virtual Account
Badan Usaha tersebut di loket atau
teller Bank Mitra BPJS Kesehatan.
- Warkat Bank yang digunakan adalah
cek / bilyet giro yang diterbitkan oleh
Bank Lain (Misal : Bank BCA, Bank
Danamon, dll.).
- Badan Usaha melampirkan Surat
Pengantar Kliring yang memuat
informasi:
• Nama Badan Usaha
• Nomor Virtual Account
• Nominal Iuran yang disetor.
- Waktu transfer kliring untuk sampai
ke rekening tujuan paling cepat
adalah 1 (satu) hari kerja karena
Bank Mitra BPJS Kesehatan harus
menyelesaikan proses tersebut
dalam 2 tahap.

471
• Tahap Pertama : bank Mitra
BPJS Kesehatan harus melakukan
posting ke Bank Lain melalui
kliring Bank Indonesia dan
hasilnya baru diketahui setelah
proses kliring selesai.
• Tahap Kedua : setelah proses
kliring berhasil dan tidak ada
masalah, maka Bank Mitra BPJS
Kesehatan melakukan posting ke
rekening Virtual Account.

III. Prosedur Penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan


Oleh Peserta Bukan Penerima Upah dan Peserta
Bukan Pekerja
1. Peserta Bukan Penerima Upah dan Peserta
Bukan Pekerja menerima Nomor Virtual Account
sebagai nomor identifikasi per nama peserta.
2. Bila keluarga ikut didaftarkan sebagai peserta,
maka Nomor Virtual Account yang diterima oleh
Peserta adalah sebanyak jumlah orang yang
didaftarkan.
3. BPJS Kesehatan mengakui pembayaran Iuran
Jaminan Kesehatan Peserta Bukan Penerima

472
Upah dan Peserta Bukan Pekerja setelah
penerimaan iuran dinyatakan efektif apabila :
- Pembayaran Iuran dilakukan secara tunai
pada Teller Bank maka tanggal efektif
adalah tanggal validasi bank di slip setoran.
- Pembayaran Iuran melalui setoran kliring,
maka tanggal efektif adalah tanggal
tercatatnya iuran di rekening virtual
account.

A. Penyetoran Iuran pada Bank Mitra BPJS


Kesehatan
Penyetoran Iuran pada Bank Mitra BPJS
Kesehatan dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :

1) Pembayaran secara tunai di Teller Bank


a. Penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan
secara tunai dapat dilakukan di loket /
teller Bank Mitra BPJS Kesehatan.
b. Peserta mengisi formulir / slip setoran
tunai yang didalamnya berisi informasi :
- Nama Peserta
- Nomor Virtual Account
- Nominal Iuran yang disetor

473
c. Waktu transfer untuk sampai ke rekening
tujuan adalah Real Time Online (tercatat
saat itu juga di rekening virtual account).

2) Transfer Antar Rekening Bank


a. Penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan
melalui transfer antar rekening bank
dapat dilakukan bila peserta memiliki
rekening bank di salah satu Bank Mitra
BPJS Kesehatan.
b. Peserta dapat melakukan transfer
dengan mengisi formulir / slip transfer
yang tersedia di loket Bank dengan
mencantumkan informasi :
- Nama Peserta
- Nomor Virtual Account
- Nominal Iuran yang akan disetorkan
c. Waktu transfer untuk sampai ke rekening
tujuan adalah Real Time Online (tercatat
saat itu juga di rekening virtual account).

3) Anjungan Tunai Mandiri (ATM)


a. Penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan
menggunakan fasilitas Anjungan Tunai
Mandiri (ATM) dapat dilakukan di gerai
ATM Bank Mitra BPJS Kesehatan.

474
b. Cara penyetoran mengikuti petunjuk
pembayaran iuran dari masing-masing
Bank Mitra BPJS Kesehatan, seperti yang
dijelaskan di Lampiran.

4) Internet Banking
a. Penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan
menggunakan fasilitas internet banking
dapat dilakukan di Bank Mitra BPJS
Kesehatan.
b. Cara penyetoran mengikuti petunjuk
pembayaran iuran dari masing-masing
Bank Mitra BPJS Kesehatan, seperti yang
dijelaskan di Lampiran.

5) Auto Debet Pemegang Rekening


a. Penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan
dapat dilakukan dengan Auto Debet
Rekening bagi peserta yang memiliki
rekening bank di salah satu Bank Mitra
BPJS Kesehatan.
b. Peserta dapat mengisi formulir
permohonan untuk auto debet iuran
BPJS Kesehatan oleh Bank Mitra BPJS
Kesehatan.

475
c. Formulir permohonan auto debet iuran
BPJS Kesehatan dapat diperoleh di
loket pelayanan BPJS Kesehatan untuk
kemudian diteruskan kepada Bank Mitra
BPJS Kesehatan yang telah dipilih oleh
peserta untuk ditindaklanjuti oleh Bank
tersebut.
d. Dengan pilihan Auto Debet Rekening
maka pembayaran iuran BPJS Kesehatan
dari peserta dapat terlaksana secara
rutin dan tepat waktu.

6) Mesin EDC
a. Penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan
dapat dilakukan dengan menggunakan
fasilitas mesin EDC (Electronic Data
Captures).
b. Penyetoran Iuran Jaminan Kesehatan
menggunakan mesin EDC dapat
dilakukan bagi peserta bukan penerima
upah dan peserta bukan pekerja yang
memiliki kartu Debit / ATM di Bank Mitra
BPJS Kesehatan.
c. Fasilitas mesin EDC sebagai mini
ATM hanya dapat digunakan untuk

476
penyetoran Iuran BPJS Kesehatan
dan tidak dapat digunakan untuk
penyetoran/ pembayaran transaksi lain.
d. Fasilitas Mesin EDC tersedia di loket
pelayanan Kantor Cabang BPJS Kesehatan
di seluruh Indonesia.
e. Proses penyetoran Iuran Jaminan
Kesehatan dengan Kartu Debit atau Kartu
ATM menggunakan mesin EDC dilakukan
oleh petugas BPJS Kesehatan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
o Memilih Menu mini ATM
o Memilih jenis transaksi
pembayaran
o Memilih Virtual Account
o Melakukan swipe kartu debit
peserta
o Minginput nomor Virtual Account
hingga muncul data peserta dalam
EDC (Electronic Data Capture)
o Mempersilahkan peserta
menginput nomor PIN
o Menginput nominal jumlah
pembayaran
o Setelah data peserta dan nominal

477
pembayaran dipastikan benar,
peserta melanjutkan ttransaksi
dengan memilih Ya sehingga
notifikasi transaksi berhasil muncul
dilayar dan struk tercetak.
o Mempersilahkan peserta
menandatangani struk
o Meregister pembayaran
o Menyampaikan copy struk kepada
peserta dan menyimpan struk asli.
f. Pengamanan Mesin EDC
Untuk menjaga keamanan dan
menghindari penyalahgunaan mesin
EDC, agar dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
- Mesin EDC ditempatkan di meja kasir
pada jam operasional pelayanan di
Kantor Cabang BPJS Kesehatan.
- Petugas yang bertanggung jawab
dalam mengoperasikan mesin EDC
adalah kasir.
- Pada setiap akhir hari, mesin EDC
disimpan di dalam brankas BPJS
Kesehatan oleh kasir.

478
B. Penyetoran Iuran melalui Bank Lain yang bukan
Bank Mitra BPJS Kesehatan
1) Penyetoran Iuran melalui Bank Lain yang
bukan Bank Mitra BPJS Kesehatan dapat
dilakukan apabila peserta bukan penerima
upah dan peserta bukan pekerja tidak
memiliki rekening di Bank Mitra BPJS
Kesehatan.
2) Penyetoran Iuran dilakukan menggunakan
sistem Kliring dengan cara sebagai berikut:
a. Penyetoran Iuran dengan menggunakan
Warkat Bank Lain di loket atau teller
Bank Lain.
- Peserta bukan penerima upah dan
peserta bukan pekerja melakukan
transfer kliring dengan menggunakan
warkat Bank ke Nomor Virtual
Account peserta di loket atau teller
Bank Lain.
- Warkat Bank yang digunakan adalah
check / bilyet giro yang diterbitkan
oleh Bank Lain (Misal : Bank BCA,
Bank Danamon, dll.)
- Peserta mengisi formulir / slip
transfer yang tersedia di loket Bank

479
dan mencantumkan :
• nama peserta,
• nomor virtual account per nama
peserta,
• kode bank yang dituju
• nominal iuran yang disetor.
- Penyetoran bisa menggunakan
pilihan kliring secara RTGS atau SKN,
dimana transaksi diatas 100 juta
wajib menggunakan RTGS.
- Waktu transfer kliring untuk sampai
ke rekening tujuan :
• Untuk RTGS (Real Time Gross
Settlement) : 1-3 jam di hari
yang sama setelah transfer
dilaksanakan.
• Untuk SKN (Sistem Kliring
Nasional) : membutuhkan waktu
1-2 hari, tetapi bisa diterima
pada hari yang sama ( sore hari)
apabila transfer kliring dilakukan
sebelum jam 11.00 pagi.
b. Penyetoran Iuran dengan menggunakan
Warkat Bank Lain di loket atau teller
Bank Mitra BPJS Kesehatan.

480
- Peserta bukan penerima upah dan
peserta bukan pekerja melakukan
transfer kliring dengan menggunakan
warkat Bank ke Nomor Rekening
Virtual per nama peserta tersebut
di loket atau teller Bank Mitra BPJS
Kesehatan.
- Warkat Bank yang digunakan adalah
check / bilyet giro yang diterbitkan
oleh Bank Lain (Misal : Bank BCA,
Bank Danamon, dll.).
- Peserta mengisi formulir / slip
transfer yang tersedia di loket Bank
dan mencantumkan
• nama peserta
• nomor virtual account per nama
peserta
• kode bank yang dituju
• nominal iuran yang disetor.
- Waktu transfer kliring untuk sampai
ke rekening tujuan paling cepat
adalah 1 (satu) hari kerja karena
Bank Mitra BPJS Kesehatan harus
menyelesaikan proses tersebut
dalam 2 tahap.
Tahap Pertama : bank Mitra
BPJS Kesehatan harus melakukan

481
posting ke Bank Lain melalui kliring
Bank Indonesia dan hasilnya baru
diketahui setelah proses kliring
selesai.
Tahap Kedua : Proses kliring berhasil
dan tidak ada masalah, maka Bank
Mitra BPJS Kesehatan melakukan
posting ke Virtual Account per nama
peserta.

Demikian Surat Edaran ini dibuat untuk diketahui


dan dilaksanakan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 30 Januari 2014
DIREKTUR KEUANGAN DAN INVESTASI
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN

RIDUAN
Tembusan :
1. Direksi BPJS Kesehatan
2. Kepala Grup Akuntansi BPJS Kesehatan
3. Kepala Grup Investasi BPJS Kesehatan

482
Petunjuk Pembayaran Melalui
Bank Mandiri

483
484
CARA PEMBAYARAB MELALUI ATM
STEP 1 ( INDIVIDU )

Bank Mandiri Conditidential, page 1

485
486
CARA PEMBAYARAB MELALUI ATM
STEP 2 ( INDIVIDU )

Bank Mandiri Conditidential, page 2


CARA PEMBAYARAB MELALUI ATM
STEP 3 ( INDIVIDU )

Bank Mandiri Conditidential, page 3

487
488
CARA PEMBAYARAB MELALUI ATM
STEP 4 ( INDIVIDU )

Bank Mandiri Conditidential, page 4


CARA PEMBAYARAB MELALUI ATM
STEP 5 ( INDIVIDU )

Bank Mandiri Conditidential, page 5

489
490
CARA PEMBAYARAB MELALUI ATM
STEP 1 ( BADAN USAHA )

Bank Mandiri Conditidential, page 6


CARA PEMBAYARAB MELALUI ATM
STEP 2 ( BADAN USAHA )

Bank Mandiri Conditidential, page 7

491
492
CARA PEMBAYARAB MELALUI ATM
STEP 3 ( BADAN USAHA )

Bank Mandiri Conditidential, page 8


CARA PEMBAYARAB MELALUI ATM
STEP 1 BANKING ( INDIVIDU )

Bank Mandiri Conditidential, page 9

493
494
CARA PEMBAYARAB MELALUI INTERNET
STEP 1 BANKING ( INDIVIDU )

Bank Mandiri Conditidential, page 10


CARA PEMBAYARAB MELALUI INTERNET
STEP 1 BANKING ( INDIVIDU )

Bank Mandiri Conditidential, page 10

495
496
CARA PEMBAYARAB MELALUI INTERNET
STEP 1 BANKING ( BADAN USAHA )

Bank Mandiri Conditidential, page 10


CARA PEMBAYARAB MELALUI INTERNET
STEP 1 BANKING ( BADAN USAHA )

Bank Mandiri Conditidential, page 10

497
498
499
500
501
502
Petunjuk Pembayaran Melalui
Bank BRI

503
504
Penerimaan Iuran Peserta
BPJS Kesehatan Melalui
Virtual Account BRI via
Internet Banking BRI

505
506
Penerimaan Iuran Peserta BPJS
Transaksi VIA Internet Banking
Kesehatan melalui BRIVA

Masukkan User
ID & Password
Penerimaan Iuran Peserta BPJS
Transaksi VIA Internet Banking
Kesehatan melalui BRIVA
“Klik” Pembayaran
pada Menu di bagian
atas layar, lalu pilih
Asuransi pada menu
bagian kiri samping,
kemudian pilih BPJS
Kesehatan

1. Masukkan No Rekening
yang akan didebet, kemudian
masukkan Kode Briva
(88888) dilanjutkan dengan
11 digit nomor Virtual
Account peserta BPJS
Kesehatan(ex:
8888800000000001)

507
508
Penerimaan Iuran Peserta BPJS Kesehatan melalui BRIVA
Transaksi VIA Internet Banking

Masukkan Jumlah
Pembayaran

Isi password dan


Mtoken,
Setelah terisi semua
pilih “kirim”
Penerimaan Iuran Peserta BPJS Kesehatan melalui BRIVA
Transaksi VIA Internet Banking

Pembayaran Berhasil, silahkan simpan


resi ini sebagai bukti pembayaran
yang sah.

509
510
Penerimaan Iuran Peserta BPJS Kesehatan melalui BRIVA
Transaksi VIA Mobile Banking
Penerimaan Iuran Peserta BPJS Kesehatan melalui BRIVA
Transaksi VIA Mobile Banking

511
512
513
514
Petunjuk Pembayaran Melalui
Bank BNI

515
516
Petunjuk pembayaran Iuran melalui ATM Bank BNI
1. Masukkan kartu ATM pada mesin ATM
2. Masukkan nomor Pin
3. Tekan menu Tansaksi lainnya:

4. Tekan menu Pembayaran

517
5. Tekan menu Berikutnya

6. Tekan menu Berikutnya

518
7. Pada layar akan muncul tagihan tekan tombol enter

8. Masukkan Nomor Virtual account

519
9. Menu Konfirmasi akhir apabila benar tekan Ya

10. Tekan Menu Tabungan

520
11. Dalam Layar akan muncul menu

12. Transaksi selesai Tekan Menu Tidak

521
522
DAFTAR LAMPIRAN
Frequently Asked Question

523
524
1 Apa yang dimaksud dengan Sistem Jaminan Sosial
Nasional?

Program Negara yang bertujuan memberikan


kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat.

2 Apa yang dimaksud dengan Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial?

BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk


menyelenggarakan program jaminan sosial.
BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.

3 Apa yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan


program jaminan sosial?

Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang


Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang
Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.

4 Apa yang dimaksud dengan Jaminan Sosial?

Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan


sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

5 Apa yang dimaksud dengan BPJS Kesehatan?

BPJS Kesehatan adalah badan publik yang


menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.

6 Apa yang dimaksud dengan BPJS Ketenagakerjaan?

SEPUTAR BPJS KESEHATAN 01


525
BPJS Ketenagakerjaan adalah badan publik yang
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pension, dan jaminan
kematian.

7\ Apa yang dimaksud dengan jaminan kesehatan?

Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional


berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas

8\ Kapan BPJS Kesehatan mulai operasional?

BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada tanggal 01


Januari 2014.

9\ Siapa saja yang akan menjadi peserta BPJS?

Peserta BPJS adalah setiap orang, termasuk orang


asing yang bekerja paling singkat enam bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran.

10 \ Ada berapa kelompok peserta BPJS Kesehatan?

Peserta BPJS Kesehatan ada dua kelompok, yaitu:


a. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
b. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan
Kesehatan

11 \ Apa yang dimaksud dengan iuran?

Iuran adalah sejumlah uag yang dibayar secara teratur


oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerinah.

12 \ Apa yang dimaksud dengan bantuan iuran?

526
Bantuan
Bantuan
iuraniuran
adalah
adalah
iuraniuran
yangyang
dibayar
dibayar
oleh oleh
Pemerintah
Pemerintah
bagi bagi
fakir fakir
miskinmiskin
dan orang
dan orang
tidaktidak
mampumampu
sebagai
sebagai
peserta
peserta
program
program
Jaminan
Jaminan
SosialSosial

13 13Bagaimana
 Bagaimana
pembayaran
pembayaran
iuraniuran
program
program
jaminan
jaminan
sosialsosial
untukuntuk
fakirfakir
miskin?
miskin?

IuranIuran
program
program
jaminan
jaminan
sosialsosial
bagi bagi
fakir fakir
miskinmiskin
dan dan
orangorang
yangyang
tidaktidak
mampumampu
dibayar
dibayar
oleh oleh
pemerintah.
pemerintah.

14 14Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
PBI Jaminan
PBI Jaminan
Kesehatan?
Kesehatan?

PBI adalah
PBI adalah
peserta
peserta
Jaminan
Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
bagi bagi
fakir fakir
miskin
miskin
dan orang
dan orang
tidaktidak
mampumampu
sebagaimana
sebagaimana
diamanatkan
diamanatkan
UU SJSN
UU SJSN
yangyang
iurannya
iurannya
dibayari
dibayari
pemerintah
pemerintah
sebagai
sebagai
peserta
peserta
program
program
Jaminan
Jaminan
Kesehatan.
Kesehatan.

15 15Siapa
 Siapa
saja yang
saja yang
lain yang
lain yang
berhak
berhak
menjadi
menjadi
peserta
peserta
PBI Jaminan
PBI Jaminan
Kesehatan?
Kesehatan?

YangYang
berhak
berhak
menjadi
menjadi
peserta
peserta
PBI Jaminan
PBI Jaminan
kesehatan
kesehatan
lainnya
lainnya
adalah
adalah
yangyang
mengalami
mengalami
cacatcacat
total total
tetaptetap
dan dan
tidaktidak
mampu.
mampu.

16 16Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
cacatcacat
totaltotal
tetaptetap
dan dan
siapasiapa
yangyang
berwenang
berwenang
menetapkannya?
menetapkannya?

CacatCacat
total total
tetaptetap
merupakan
merupakan
kecacatan
kecacatan
fisik dan
fisik dan
atau atau
mental
mental
yangyang
mengakibatkan
mengakibatkan
ketidakmampuan
ketidakmampuan
seseorang
seseorang
untukuntuk
melakukan
melakukan
pekerjaan.
pekerjaan.
Penetapan
Penetapan
cacatcacat
total total
tetaptetap
dilakukan
dilakukan
oleh oleh
dokter
dokter
yangyang
berwenang.
berwenang.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN0303
KESEHATAN
527
17  Siapa saja peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan?

Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan terdiri atas:


a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya.
b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota
keluarganya.
c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya.

18  Apa yang dimaksud dengan pekerja?

Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan


menerima gaji atau upah.

19  Apa yang dimaksud dengan pekerja penerima


upah?

Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang


bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji
atau upah.

20  Siapa saja yang termasuk pekerja penerima upah?

a. Pegawai Negeri Sipil


b. Anggota TNI
c. Anggota Polri
d. Pejabat Negara
e. Pegawai pemerintah non pegawai Negeri
f. Pegawai swasta
g. Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja
penerima upah.

04 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


528
21 21Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
pekerja
pekerja
bukan
bukan
penerima
penerima
upah?
upah?

Pekerja
Pekerja
bukan
bukan
penerima
penerima
upahupah
adalah
adalah
setiap
setiap
orangorang
yangyang
bekerja
bekerja
atau atau
berusaha
berusaha
atas atas
resiko
resiko
sendiri.
sendiri.

22 
22Siapa
 Siapa
saja yang
saja yang
termasuk
termasuk
pekerja
pekerja
bukan
bukan
penerima
penerima
upah?
upah?

Pekerja
Pekerja
bukan
bukan
penerima
penerima
upahupah
adalah
adalah
setiap
setiap
orangorang
yangyang
bekerja
bekerja
atau atau
berusaha
berusaha
atas atas
resiko
resiko
sendiri.
sendiri.

23 
23Siapa
 Siapa
saja yang
saja yang
termasuk
termasuk
pekerja
pekerja
bukan
bukan
penerima
penerima
upah?
upah?

Pekerja
Pekerja
bukan
bukan
penerima
penerima
upahupah
terdiri
terdiri
atas:atas:
a. Pekerja
a. Pekerja
di luar
di hubungan
luar hubungan
kerjakerja
atau atau
pekerja
pekerja
mandiri
mandiri
b. Pekerja
b. Pekerja
lain yang
lain yang
memenuhi
memenuhi
criteria
criteria
pekerja
pekerja
bukan
bukan
penerima
penerima
upahupah

24 
24Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
bukan
bukan
pekerja?
pekerja?

BukanBukan
pekerja
pekerja
adalah
adalah
setiap
setiap
orangorang
yangyang
tidaktidak
bekerja
bekerja
tapi mampu
tapi mampu
membayar
membayar
iuraniuran
Jamianan
Jamianan
Kesehatan.
Kesehatan.

25 
25Siapa
 Siapa
saja yang
saja yang
termasuk
termasuk
bukan
bukan
pekerja?
pekerja?

a. Investor
a. Investor
b. Pemberi
b. Pemberi
kerjakerja
c. Penerima
c. Penerima
pension
pension
d. Veteran
d. Veteran
e. Perintis
e. Perintis
kemerdekaan
kemerdekaan

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN0505
KESEHATAN
529
f. Bukan pekerja lain yang memenuhi criteria bukan
pekerja penerima upah

26  Siapa saja yang dimaksud dengan pegawai


pemerintah non Pegawai Negeri Sipil?

Pegawai pemerintah non pegawai negeri sipil


adalah pegawai tidak tetap, pegawai honorer, staf
khusus, dan pegawai lain yang dibayarkan oleh
Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah.

27  Siapa yang dimaksud dengan pemberi kerja?

Pemberi kerja adalah orang perseorangan,


pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara
Negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan
membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk
lainnya.

28  Siapa yang dimaksud dengan anggota keluarga?

Anggota keluarga yang dimaksud meliputi:


a. Satu orang istri atau suami yang sah dari peserta
b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat
yang sah dari peserta, dengan kriteria:
- Tidak atau belum pernah menikah atau tidak
mempunyai penghasilan sendiri dan
- Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun
atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun
yang masih melanjutkan pendidikan formal.

06 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


530
29 
29Berapa
 Berapa
jumlah
jumlah
peserta
peserta
dan anggota
dan anggota
keluarganya
keluarganya
yangyang
ditanggung?
ditanggung?

Jumlah
Jumlah
peserta
peserta
dan anggota
dan anggota
keluarga
keluarga
yangyang
ditanggung
ditanggung
oleh oleh
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
paling
paling
banyak
banyak
lima lima
orang.
orang.

30 
30Bagaimana
 Bagaimana
bila jumlah
bila jumlah
peserta
peserta
dan anggota
dan anggota
keluarganya
keluarganya
lebihlebih
dari lima
dari lima
orang?
orang?

Peserta
Peserta
yangyang
memiliki
memiliki
jumlah
jumlah
anggota
anggota
keluarga
keluarga
lebihlebih
dari lima
dari lima
orangorang
termasuk
termasuk
peserta,
peserta,
dapatdapat
mengikutsertakan
mengikutsertakan anggota
anggota
keluarga
keluarga
yangyang
lain dengan
lain dengan
membayar
membayariuraniuran
tambahan.
tambahan.

31 31Apakah
 Apakah
bolehboleh
penduduk
penduduk
Indonesia
Indonesia
tidaktidak
menjadi
menjadi
peserta
peserta
BPJSBPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

TidakTidak
boleh,
boleh,
karena
karena
kepesertaan
kepesertaan
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
bersifat
bersifat
wajib.wajib.
Meskipun
Meskipun
yangyang
bersangkutan
bersangkutan
sudahsudah
memiliki
memiliki
Jaminan
Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
lain. lain.

32 
32Apa
 Apa
yangyang
terjadi
terjadi
kalaukalau
kita tidak
kita tidak
menjadi
menjadi
peserta
peserta
BPJSBPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

KetikaKetika
sakitsakit
dan harus
dan harus
berobat
berobat
atau atau
dirawat
dirawat
makamaka
semua semua
biayabiaya
yangyang
timbul
timbul
harusharus
dibayar
dibayar
sendiri
sendiri
dan dan
kemungkinan
kemungkinanbisa sangat
bisa sangat
mahal
mahal
diluardiluar
kemampuan
kemampuan
kita. kita.

33 
33Bagaimanakah
 Bagaimanakah
perhitungan
perhitungan
besaran
besaran
iuraniuran
BPJSBPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

Besarnya
Besarnya
iuraniuran
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
untukuntuk
peserta
peserta
penerima
penerima
upahupah
ditentukan
ditentukan
berdasarkan
berdasarkan
persentase
persentase

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN0707
KESEHATAN
531
dari upah sampai batas tertentu, yang secara
bertahap ditanggung bersama oleh pekerja dan
pemberi kerja.

34  Bagaimana perhitungan besaran iuran jaminan


kesehatan untuk peserta yang tidak menerima
upah?

Besaran iuran ditentukan berdasarkan nominal yang


ditinjau secara berkala.

35  Bagaimana dengan pendaftaran peserta untuk yang


jumlah anggota keluarganya lebih dari lima orang?

Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari


lima orang dan ingin mengikutsertakan anggota
ekluarga yang lain wajib membayar tambahan iuran.

36  Apa yang dimaksud dengan nomor identitas


tunggal?

Nomor yang diberikan secara khusus oleh BPJS


kepada setiap peserta untuk menjamin tertib
administrasi atas hak dan kewajiban setiap peserta.
Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua
program Jaminan Sosial.

37  Kapan seluruh penduduk Indonesia sudah harus


menjadi peserta BPJS Kesehatan?

Paling lambat tahun 2019 seluruh penduduk


Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan
yang dilakukan secara bertahap.

08 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


532
38 
38Bagaimana
 Bagaimana
pentahapan
pentahapan
kepesertaan
kepesertaan
BPJSBPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

TahapTahap
pertama
pertama
mulaimulai
tanggal
tanggal
01 Januari
01 Januari
2014,2014,
paling
paling
sedikit
sedikit
meliputi:
meliputi:
a. PBI
a. Jaminan
PBI Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
b. Anggota
b. AnggotaTNI/Pegawai
TNI/Pegawai
Negeri
Negeri
Sipil Sipil
di lingkungan
di lingkungan
Kementerian
Kementerian
Pertahanan
Pertahanan
dan anggota
dan anggota
keluarganya.
keluarganya.
c. Anggota
c. Anggota
POLRI/Pegawai
POLRI/Pegawai
Negeri
Negeri
Sipil Sipil
di di
lingkungan
lingkungan
Kementerian
Kementerian
Pertahanan
Pertahanan
dan anggota
dan anggota
keluarganya.
keluarganya.
d. Peserta
d. Peserta
asuransi
asuransi
kesehatan
kesehatan
perusahaan
perusahaan
PT Askes
PT Askes
Persero
Persero
(Askes)
(Askes)
dan anggota
dan anggota
keluarganya.
keluarganya.
e. Peserta
e. Peserta
jaminan
jaminan
pemeliharaan
pemeliharaan
kesehatan
kesehatan
perusahaan
perusahaan
PT Jamsostek
PT Jamsostek
(Persero)
(Persero)
dan anggota
dan anggota
keluarganya.
keluarganya.
Tahap
Tahap
keduakedua
meliputi
meliputi
seluruh
seluruh
penduduk
penduduk
yangyang
belumbelum
masuk
masuk
sebagai
sebagai
peserta
peserta
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
paling
paling
lambat
lambat
padapada
tanggal
tanggal
01 Januari
01 Januari
2019.2019.

39 
39Siapa
 Siapa
yangyang
harusharus
mendaftarkan
mendaftarkan
Penerima
Penerima
Bantuan
Bantuan
IuranIuran
(PBI)(PBI)
ke BPJS
ke BPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

Pemerintah
Pemerintah
mendaftarkan
mendaftarkan
PBI Jaminan
PBI Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
sebagai
sebagai
peserta
peserta
kepada
kepada
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
dilaksanakan
dilaksanakan
sesuai
sesuai
dengan
dengan
ketentuan
ketentuan
Peraturan
Peraturan
Perundang-
Perundang-
undangan.
undangan.

40 40
 Siapa
 Siapa
yangyang
harusharus
mendaftarkan
mendaftarkan
peserta
peserta
bukan
bukan
penerima
penerima
bantuan
bantuan
iuraniuran
dan bukan
dan bukan
pekerja
pekerja
kepada
kepada
BPJSBPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN0909
KESEHATAN
533
Setiap orang bukan pekerja wajib mendaftarkan
dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta
jaminan kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan
membayar iuran.

41  Siapa yang harus mendaftarkan pekerja ke BPJS


Kesehatan?

Setiap pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan


pekerjanya sebagai peserta jaminan pemeliharaan
kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan
membayar iuran.

42  Apa buktinya seseorang sudah terdaftar sebagai


peserta di BPJS Kesehatan?

Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS


Kesehatan berhak mendapatkanidentitas peserta.
Identitas peserta paling sedikit memuat nama dan
nomor identitas tunggal.

43  Apa yang harus dilakukan peserta bila terjadi


perubahan daftar susunan keluarganya?

a. Peserta pekerja penerima upah wajib


menyampaikan perubahan daftar susunan
keluarganya kepada pemberi kerja paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak terjadi
perubahan data kepesertaan.
b. Pemberi kerja wajib melaporkan perubahan
data kepesertaan dan perubahan daftar
susunan keluarganya kepada BPJS Kesehatan
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
diterimanya perubahan data peserta.

10 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


534
c. Peserta
c. Peserta
pekerja
pekerja
bukanbukan
penerima
penerima
upahupah
wajibwajib
menyampaikan
menyampaikan perubahan
perubahan
daftar
daftar
susunan
susunan
keluarganya
keluarganya
kepadakepada
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
14 (empat
14 (empat
belas)
belas)
hari kerja
hari kerja
sejaksejak
terjadi
terjadi
perubahan
perubahan
data data
kepesertaan.
kepesertaan.

44 
44bagaimana
 bagaimana
jika terjadi
jika terjadi
perubahan
perubahan
status
status
kepesertaan
kepesertaan
dari peserta
dari peserta
PBI menjadi
PBI menjadi
bukanbukan
peserta
peserta
PBI atau
PBI atau
sebaliknya?
sebaliknya?

a. perubahan
a. perubahan
status
status
kepesertaan
kepesertaan
deri peserta
deri peserta
PBI PBI
Jaminan
Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
menjadi
menjadi
bukanbukan
perserta
perserta
PBI Jaminan
PBI Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
dilakukan
dilakukan
melalui
melalui
pendaftaranke
pendaftaranke
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
dengan
dengan
membayar
membayar
iuraniuran
pertama.
pertama.
b. Perubahan
b. Perubahanstatus
status
kepesertaan
kepesertaan
dari bukan
dari bukan
peserta
peserta
PBI Jaminan
PBI Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
menjadi
menjadi
peserta
peserta
PBI PBI
Jaminan
Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
dilakukan
dilakukan
sesuai
sesuai
dengandengan
ketentuan
ketentuan
peraturan
peraturan
perundang-undangan.
perundang-undangan.
c. Perubahan
c. Perubahanstatus
status
kepesertaan
kepesertaan
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud
dimaksud
tidaktidak
mengakibatkan
mengakibatkan
terputusnya
terputusnya
manfaat
manfaat
jaminan
jaminan
kesehatan.
kesehatan.

45 
45Apakah
 Apakah
peserta
peserta
yangyang
pindah
pindah
tempat
tempat
kerjakerja
atau atau
pindah
pindah
tempat
tempat
tinggal
tinggal
tetaptetap
dijamin
dijamin
oleh oleh
BPJSBPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

Peserta
Peserta
yangyang
pindah
pindah
tempat
tempat
kerjakerja
atau atau
pindah
pindah
tempat
tempat
tinggal
tinggal
masih masih
menjadi
menjadi
peserta
peserta
program
program
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
selama
selama
memenuhi
memenuhikewajiban
kewajiban
membayar
membayar
iuran.iuran.
Peserta
Peserta
yangyang
pindah
pindah
kerjakerja
wajibwajib
melaporkan
melaporkan
perubahan
perubahanstatus
status
kepesertaannya
kepesertaannya
dan identitas
dan identitas
pemberi
pemberi
kerjakerja
yangyang
baru baru
kepadakepada
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
dengan
dengan
menunjukan
menunjukan
identitas
identitas
perserta.
perserta.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN11
KESEHATAN 11 535
IURAN

46  Apa yang dimaksud dengan iuran?

Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang


dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi
kerja dan/atau pemerintah untuk program jaminan
kesehatan.

47  Kapan iuran harus dibayar?

Pemberi kerja wajib membayar lunas iuran jaminan


keehatan seluruh peserta yang menjadi tanggung
jawabnya pada setiap bulan yang dibayarkan paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada
BPJS Kesehatan. Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh
pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja
berikutnya.

48  Bagaimana jika terlambat?

a. Keterlambatan pembayaran lunas iuran jaminan


kesehatan sebagaimana dimaksud, dikenakan
denda administratif 2% (dua persen) per bulan
dari total iuran yang tertunggak dan ditanggung
pemberi kerja
b. Dalam hal keterlambatan pembayaran lunas iuran
jaminan kesehatan disebabkan karena kesalahan
pemberi kerja, maka pemberi kerja wajib
membayar pelayanan kesehatan pekerjannya
sebelum dilakukan pelunasan pembayaran iuran
oleh pemberi kerja.

12 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


536
49 
49Peserta
 Peserta
pekerja
pekerja
bukan
bukan
penerima
penerima
upahupah
dan peserta
dan peserta
bukanbukan
pekerja
pekerja
tanggal
tanggal
berapa
berapa
membayar
membayar
iuraniuran
setiap
setiap
bulannya?
bulannya?

Peserta
Peserta
Pekerja
Pekerja
BukanBukan
Penerima
Penerima
UpahUpah
dan Peserta
dan Peserta
bukan
bukan
Pekerja
Pekerja
wajibwajib
membayar
membayarIuranIuran
Jaminan
Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
padapada
setiap
setiap
bulanbulan
yangyang
dibayarkan
dibayarkan
paling
paling
lambat
lambat
tangal
tangal
10 (sepuluh)
10 (sepuluh)
setiap
setiap
bulanbulan
kepada
kepada
BPJSBPJS
Kesehatan.
Kesehatan.

50 
50Besaran
 Besaran
IuranIuran
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
sebagaimana
sebagaimana
tersebut
tersebut
di atas
di atas
berlaku
berlaku
sampai
sampai
kapan?
kapan?

Besaran
Besaran
iuraniuran
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud
dimaksud di atas
di atas
ditinjau
ditinjau
paling
paling
lamalama
2 (dua)
2 (dua)
tahuntahun
sekalisekali
yangyang
ditetapkan
ditetapkan
dengan
dengan
Peraturan
Peraturan
Presiden.
Presiden.

51 51Bagaiman
 Bagaiman
jika terjadi
jika terjadi
kelebihan
kelebihan
atau atau
kekurangan
kekurangan
iuraniuran
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
sesuai
sesuai
dengan
dengan
gaji atau
gaji atau
upahupah
peserta?
peserta?

a. BPJS
a. BPJS
Kesehatan
Kesehatan
menghitung
menghitung
kelebihan
kelebihan
atau atau
kekurangan
kekurangan
iuraniuran
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
sesuai
sesuai
dengan
dengan
gaji atau
gaji atau
upahupah
peserta.
peserta.
b. Dalam
b. Dalamhal terjadi
hal terjadi
kelebihan
kelebihan
atau atau
kekurangan
kekurangan
pembayaran
pembayaran iuraniuran
sebagaimana
sebagaimanadimaksud,
dimaksud,
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
memberitahukan
memberitahukan secara
secara
tertulis
tertulis
kepadakepada
pemberi
pemberi
kerjakerja
dan/atau
dan/atau
peserta
peserta
selambat-lambatnya
selambat-lambatnya 14 (empat
14 (empat
belas)
belas)
hari sejak
hari sejak
diterimanya
diterimanya
iuran.iuran.
c. Kelebihan
c. Kelebihan
atau atau
kekurangan
kekurangan
pembayaran
pembayaran
iuraniuran
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud
dimaksud
padapada
ayat ayat
(2) (2)
diperhitungkan
diperhitungkan
dengan
dengan
pembayaran
pembayaran
iuraniuran
bulanbulan
berikutnya.
berikutnya.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN13 13
KESEHATAN
537
52  Apa yang dimaksud dengan manfaat?

Manfaat adalah faedah jaminan yang menjadi hak


peserta dan anggota keluargannya.

53  Manfaat apa saja yang diperoleh olehpeserta dan


keluargannya?

Setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan


kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan
perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif,
kuatif dan rehibilitatif termasuk pelayanan obat
dan bahan medis pakai sesuai dengan kebutuhan
medis yang diperlukan. Manfaat jaminan kesehatan
sebagaimana dimaksud terdiri atas manfaat medis
dan non medis. Manfaat medis tidak terikat dengan
besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non medis
meliputi manfaat akomodasi dan ambulans.

54  Apakah manfaat akomodasi dibedakan berdasarkan


besaran iuran?

Ya. Manfaat akomodasi dibedakan berdasarkan skala


besaran iuran yang dibayarkan.

55  Bagaimana dengan ambulans?

Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari


fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang
ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

56  Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi


apa saja?

14 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


538
Manfaat
Manfaat
pelayanan
pelayanan
promotif
promotif
dan preventif
dan preventif
meliputi
meliputi
pemberian
pemberian
pelayanan
pelayanan
: :
a. Penyuluhan
a. Penyuluhan
kesehatan
kesehatan
perseorangan
perseorangan
b. Imunisasi
b. Imunisasi
dasardasar
c. Keluarga
c. Keluarga
berencana
berencana
dan skrining
dan skrining
kesehatan
kesehatan

57 57Meliputi
 Meliputi
apa saja
apa penyuluhan
saja penyuluhan
kesehatan
kesehatan
perorangan
perorangan
itu? itu?

Penyuluhan
Penyuluhan
kesehatan
kesehatan
perorangan
perorangan
meliputi
meliputi
paling
paling
sedikit
sedikit
penyuluhan
penyuluhan
mengenai
mengenai
pengelolaan
pengelolaan
faktor
faktor
resiko
resiko
penyakit
penyakit
dan perilaku
dan perilaku
hiduphidup
bersih
bersih
dan sehat
dan sehat

58 
58Apa
 Apa
saja yang
saja yang
termasuk
termasuk
dalam
dalam
pelayanan
pelayanan
imunisasi
imunisasi
dasar?
dasar?

Pelayanan
Pelayanan
imunisasi
imunisasi
dasardasar
meliputi
meliputi
Baccile
Baccile
Calmett
Calmett
Guerin
Guerin
(BCG),
(BCG),
Difteri
Difteri
Pertusis
Pertusis
Tetanus
Tetanus
dan Hepatitis-B
dan Hepatitis-B
(DOT-HB),
(DOT-HB),
PolioPolio
dan Campak.
dan Campak.

59 
59Apa
 Apa
saja yang
saja yang
dijamin
dijamin
untuk
untuk
program
program
keluarga
keluarga
berencana?
berencana?

Pelayanan
Pelayanan
keluarga
keluarga
berencana
berencana
yangyang
dijamin
dijamin
meliputi
meliputi
konseling,
konseling,
kontrasepsi
kontrasepsi
dasar,dasar,
vasektomi
vasektomi
dan tubektomi
dan tubektomi
bekerja
bekerja
samasama
dengan
dengan
lembaga
lembaga
yangyang
membidangi
membidangi
keluarga
keluarga
berencana.
berencana.

60 60
 Bagaimana
 Bagaimana
dengan
dengan
manfaat
manfaat
skrining
skrining
kesehatan?
kesehatan?

Pelayanan
Pelayanan
skrining
skrining
kesehatan
kesehatan
diberikan
diberikan
secarasecara
selektif
selektif
yangyang
ditujukan
ditujukan
untukuntuk
mendeteksi
mendeteksi
resikoresiko
penyakit
penyakit
dan mencegah
dan mencegahdampak
dampak
lanjutan
lanjutan
dari resiko
dari resiko
penyakit
penyakit
tertentu.
tertentu.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN15 15
KESEHATAN
539
Ketentuan mengenai tata cara pemberian pelayanan
skrining kesehatan jenis penyakit, dan waktu
pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud
diatur dalam Peraturan Menteri.

61  Meliputi apa saja pelayanan kesehatan yang


dijamin?

Pelayanan kesehatan yang dijamin meliputi :


a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu
pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup :
1) Administrasi pelayanan
2) Pelayanan promotif dan preventif
3) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi
medis
4) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif
maupun non operatif
5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
6) Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan
medis
7) Pemeriksaan penunjang diagnosis
laboratorium tingkat pertama
8) Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan
indikasi.
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan,
yaitu pelayanan kesehatan mencakup :
1) Rawat jalan yang meliputi :
a) Administrasi pelayanan
b) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi
spesialistik oleh dokter spesialis dan sub-
spesialis

16 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


540
c) Tindakan
c) Tindakan
medismedis
spesialistik
spesialistik
sesuai
sesuai
dengan
dengan
indikasi
indikasi
medismedis
d) Pelayanan
d) Pelayanan
obatobat
dan bahan
dan bahan
medis
medis
habishabis
pakaipakai
e) Pelayanan
e) Pelayanan
alat kesehatan
alat kesehatan
implant
implant
f) Pelayanan
f) Pelayanan
penunjang
penunjang
diagnostik
diagnostik
lanjutan
lanjutan
sesuai
sesuai
dengan
dengan
indikasi
indikasi
medismedis
g) Rehabilitasi
g) Rehabilitasi
medis
medis
h) Pelayanan
h) Pelayanan
darahdarah
i) Pelayanan
i) Pelayanan
kedokteran
kedokteran
forensic
forensic
j) Pelayanan
j) Pelayanan
jenazah
jenazah
di fasilitas
di fasilitas
kesehatan.
kesehatan.
2) Rawat
2) Rawat
inap inap
yangyang
meliputi
meliputi
: :
a) Perawatan
a) Perawatan
indapindap
non intensif
non intensif
b) Perawatan
b) Perawatan
inap inap
di ruang
di ruang
intensif.
intensif.
c) Pelayanan
c) Pelayanan
kesehatan
kesehatan
lain ditetapkan
lain ditetapkan
oleh oleh
Menteri.
Menteri.

62 
62Bagaimana
 Bagaimana
dengan
dengan
pelayanan
pelayanan
kesehatan
kesehatan
yangyang
sudah
sudah
ditanggung
ditanggung
dalam
dalam
program
program
pemerintah?
pemerintah?

DalamDalam
hal pelayanan
hal pelayanan
kesehatan
kesehatan
lain yang
lain yang
telahtelah
ditanggung
ditanggung
dalamdalam
program
program
pemerintah,
pemerintah,
makamaka
tidaktidak
termasuk
termasuk
dalamdalam
pelayanan
pelayanan
kesehatan
kesehatan
yangyang
dijamin.
dijamin.

63 
63Apakah
 Apakah
BPJSBPJS
juga juga
menjamin
menjamin
alat bantu
alat bantu
kesehatan?
kesehatan?

Dalam
Dalam
hal diperlukan,
hal diperlukan,
peserta
peserta
juga juga
berhak
berhak
mendapatkan
mendapatkan pelayanan
pelayanan
berupa
berupa
alat bantu
alat bantu
kesehatan
kesehatan
yangyang
jenis jenis
dan plafon
dan plafon
harganya
harganya
ditetapkan
ditetapkan
oleh oleh
Menteri.
Menteri.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN17 17
KESEHATAN
541
64  Kelas perawatan berapa yang ditanggung ketika
harus dirawat inap?

1. Di ruang perawatan kelas III bagi :


a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan
b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk
manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas
III.
2. Di ruang perawatan kelas II bagi :
a. Pegawai negeri sipil dan penerima pensiun
pegawai negeri sipil golongan ruag I
dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya
b. Anggota TNI dan penerima pensiunan
anggota TNI yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II
beserta anggota keluarganya
c. Anggota POLRI dan penerima pensiun
anggota POLRI yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II
beserta anggota keluarganya
d. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta
anggota keluarganya
e. Peserta Pelerja Penerima Upah bulanan
sampai dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak
kena pajak dengan status kawin dengan 1
(satu) anak, beserta anggota keluarganya

18 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


542
f. Peserta
f. Peserta
Pekerja
Pekerja
BukanBukan
Penerima
Penerima
UpahUpah
dan dan
Peserta
Peserta
bukanbukan
Pekerja
Pekerja
dengan
dengan
iuraniuran
untukuntuk
manfaat
manfaat
pelayanan
pelayanan
di ruang
di ruang
perawatan
perawatan
kelaskelas
II II
3. Di
3. ruang
Di ruang
perawatan
perawatan
kelaskelas
I bagiI bagi
: :
a. Pejabat
a. Pejabat
Negara
Negara
dan anggota
dan anggota
keluarganya
keluarganya
b. Pegawai
b. Pegawai
Negeri
Negeri
Sipil Sipil
dan penerima
dan penerima
pensiun
pensiun
Pegawai
Pegawai
Negeri
Negeri
Sipil Sipil
golongan
golongan
III dan
III dan
golongan
golongan
IV beserta
IV beserta
anggota
anggota
keluarganya
keluarganya
c. Anggota
c. Anggota TNI dan
TNI penerima
dan penerima
pensiun
pensiun
anggota
anggota
TNI yang
TNI yang
setarasetara
Pegawai
Pegawai
Negeri
Negeri
Sipil Sipil
golongan
golongan
III dan
III golongan
dan golongan
IV beserta
IV beserta
anggota
anggota
keluarganya
keluarganya
d. Anggota
d. Anggota POLRIPOLRI
dan penerima
dan penerima
pensiun
pensiun
anggota
anggota
POLRIPOLRI
yangyangsetara
setara
Pegawai
Pegawai
Negeri
Negeri
Sipil Sipil
golongan
golongan
III dan
III golongan
dan golongan
IV beserta
IV beserta
anggota
anggota
keluarganya
keluarganya
e. Pegawai
e. Pegawai pemerintah
pemerintah
non pegawai
non pegawai
negerinegeri
yangyang
setarasetara
Pegawai
Pegawai
Negeri
Negeri
Sipil Sipil
golongan
golongan
III dan
III golongan
dan golongan
IV beserta
IV beserta
anggota
anggota
keluarganya
keluarganya
f. Veteran
f. Veteran
dan perintis
dan perintis
kemerdekaan
kemerdekaan
beserta
beserta
anggota
anggota
keluarganya
keluarganya
g. Peserta
g. Peserta
pekerja
pekerja
penerima
penerima
upahupah
bulanan
bulanan
lebihlebih
dari 2dari
(dua)
2 (dua)
kali PTKP
kali PTKP
dengan
dengan
status
status
kawinkawin
dengandengan
2 (dua)
2 (dua)
anal anal
dan anggota
dan anggota
keluarganya
keluarganya
h. Peserta
h. Peserta
pekerja
pekerja
bukanbukan
penerima
penerima
upahupah
dan dan
peserta
peserta
bukanbukan
pekerja
pekerja
dengan
dengan
iuraniuran
untukuntuk
manfaat
manfaat
pelayanan
pelayanan
di ruang
di ruang
perawatan
perawatan
kelaskelas
I. I.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN19 19
KESEHATAN
543
65  Pelayanan apa saja yang tidak dijamin?

1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa


melalui prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas
kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh
program jaminan kecelakaan kerja terhadap
penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau
hubungan kerja
4. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar
negeri
5. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/
atau estetik
6. Pelayanan utnuk mengatasi infertilitas
(memperoleh keturunan)
7. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
8. Gangguan kesehatan/penyakit akibat
ketergantungan obat dan/atau alkohol
9. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti
diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri
10. Pengobatan komplementer, alternatif dan
tradisinal, termasuk akupuntur, shin she,
chiropractic, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan
(health technology assessment/HTA)
11. Pengobatan dan tindakan medis yang
dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen)

20 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


544
12. Alat
12. kontrasepsi,
Alat kontrasepsi,
kosmetok,
kosmetok,
makanan
makanan
bayi bayi
dan dan
susu susu
13. Perbekalan
13. Perbekalan
kesehatan
kesehatan
rumah
rumah
tangga
tangga
14. Pelayanan
14. Pelayanan
kesehatan
kesehatan
yangyang
sudah sudah
dijamin
dijamin
dalam
dalam
program
program
kecelakaan
kecelakaan
lalulintas
lalulintas
sesuai
sesuai
dengan
dengan
ketentuan
ketentuan
perundang-undangan
perundang-undangan
15. Pelayanan
15. Pelayanan
kesehatan
kesehatan
akibat
akibat
bencana,
bencana,
kejadian
kejadian
luar biasa/wabah
luar biasa/wabah
16. Biaya
16. Biaya
pelayanan
pelayanan
lainnya
lainnya
yangyang
tidaktidak
ada hubungan
ada hubungan
dengan
dengan
manfaat
manfaat
jaminan
jaminan
kesehatn
kesehatn
yangyang
diberikan
diberikan

66 
66Bagaimana
 Bagaimana
dengan
dengan
pasien
pasien
kecelakaan
kecelakaan
lalulintas?
lalulintas?

BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
membayar
membayarselisih
selisih
biayabiaya
pengobatan
pengobatan
akibat
akibat
kecelakaan
kecelakaan
lalulintas
lalulintas
yangyang
telahtelah
dibayarkan
dibayarkan
oleh oleh
program
program
jaminanjaminan
kecelakaan
kecelakaan
lalu lintas
lalu lintas
sesuai
sesuai
dengan
dengan
tarif yang
tarif yang
diberlakukan
diberlakukan
BPJSBPJS
Kesehatan.
Kesehatan.

67 
67Bagaimana
 Bagaimana
jika peserta
jika peserta
pindah
pindah
kelaskelas
rawatan
rawatan
ke ke
yangyang
lebihlebih
tinggi?
tinggi?

DalamDalam
hal peserta
hal peserta
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
menghendaki
menghendaki
kelaskelas
oerawatan
oerawatan
yangyang
lebihlebih
tinggi,
tinggi,
selisih
selisih
biayabiaya
menjadi
menjadi
bebanbeban
peserta
peserta
dan/atau
dan/atau
asuransi
asuransi
swasta
swasta
yangyang
diikuti
diikuti
peserta.
peserta.

Ketentuan
Ketentuan
mengenai
mengenai
tata cara
tata cara
pembayaran
pembayaran
selisih
selisih
biayabiaya
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud
dimaksud
diatur
diatur
dalamdalam
Peraturan
Peraturan
Menteri.
Menteri.

68 
68Apakah
 Apakah
peserta
peserta
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
dapat
dapat
mengikuti
mengikuti
program
program
asuransi
asuransi
kesehatan
kesehatan
tambahan
tambahan
lainnya?
lainnya?

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN21 21
KESEHATAN
545
Peserta jaminan kesehatan dapat mengikuti program
asuransi kesehatan tambahan.

69  Pada peserta jaminan kesehatan yang mampunyai


asuransi kesehatan tambahan ketika sakit dan harus
dirawat siapa yang akan menjamin biayanya?

BPJS Kesehatan dan penyelenggara program asuransi


kesehatan tambahan dapat melakukan koordinasi
dalam memberikan manfaat untuk peserta jaminan
kesehatan yang memiliki hak atas perlindungan
program asuransi kesehatan tambahan

70  Apa yang dimaksud dengan fasilitas kesehatan?

Fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan


kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
diberlakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.

71  Pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang


mana untuk pertama kali peserta terdaftar?

1. Untuk pertama kali setiap peserta terdaftar pada


satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
ditetapkan oleh BPJS Kesehatan kabupaten/kota
setempat
2. Dalam jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan
selanjutnya peserta berhak memilih fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang diinginkan

22 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


546
3. Peserta
3. Peserta
harusharus
memperoleh
memperolehpelayanan
pelayanan
kesehatan
kesehatan
padapada
fasilitas
fasilitas
kesehatan
kesehatan
tingkat
tingkat
pertama
pertama
tempat
tempat
pesertapeserta
terdaftar,
terdaftar,
kecuali
kecuali
berada
berada
di luar
di luar
wilayah
wilayah
fasilitas
fasilitas
kesehatan
kesehatan
tingkat
tingkat
pertama
pertama
tempat
tempat
pesertapeserta
terdaftar,
terdaftar,
atau atau
dalamdalam
keadaan
keadaan
kegawatdaruratan
kegawatdaruratan medismedis

72 72Bagaimana
 Bagaimana
jika peserta
jika peserta
butuhbutuh
penanganan
penanganan
lanjutan?
lanjutan?

DalamDalam
hal peserta
hal peserta
memerlukan
memerlukanpelayanan
pelayanan
kesehatan
kesehatan
tingkat
tingkat
lanjutan,
lanjutan,
fasilitas
fasilitas
kesehatan
kesehatan
tingkat
tingkat
pertama
pertama
harusharus
merujuk
merujuk
ke fasilitas
ke fasilitas
kesehatan
kesehatan
rujukan
rujukan
tingkat
tingkat
lanjutan
lanjutan
terdekat
terdekat
sesuaisesuai
dengandengan
sistemsistem
rujukan
rujukan
yangyang
diatur
diatur
dalamdalam
ketentuan
ketentuan
peraturan
peraturan
perundang-
perundang-
undangan
undangan

73 73Apakah
 Apakah
peserta
peserta
yangyang
dirawat
dirawat
inap inap
memperoleh
memperoleh
obatobat
dan bahan
dan bahan
medis
medis
habishabis
pakaipakai
yangyang
dibutuhkan?
dibutuhkan?

Fasilitas
Fasilitas
kesehatan
kesehatan
wajibwajib
menjamin
menjamin
peserta
peserta
yangyang
dirawat
dirawat
inap inap
mendapatkan
mendapatkan
obatobat
dan bahan
dan bahan
medismedis
habishabis
pakaipakai
yangyang
dibutuhkan
dibutuhkan
sesuai
sesuai
dengan
dengan
indikasi
indikasi
medis.
medis.

74 
74Bagaimana
 Bagaimana
bila fasilitas
bila fasilitas
kesehatan
kesehatan
rawatrawat
jalanjalan
tidaktidak
memiliki
memiliki
sarana
sarana
penunjang?
penunjang?

Fasilitas
Fasilitas
kesehatan
kesehatan
rawatrawat
jalanjalan
yangyang
tidaktidak
memiliki
memiliki
saranasarana
penunjang,
penunjang,
wajibwajib
membangun
membangun jejaring
jejaring
dengan
dengan
fasilitas
fasilitas
kesehatan
kesehatan
penunjang
penunjang
untukuntuk
menjamin
menjamin
ketersediaan
ketersediaan
obat,obat,
bahanbahan
medismedis
habishabis
pakai,pakai,
dan dan
pemeriksaan
pemeriksaanpenunjang
penunjang
yangyang
dibutuhkan
dibutuhkan

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN2323
KESEHATAN
547
75  Bagaimana dengan obat dan bahan medis habis
pakai untuk peserta?

1. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai


untuk peserta jaminan kesehatan pada fasilitas
kesehatan berpedoman pada daftar dan
harga obat dan bahan medis habis pakai yang
ditetapkan oleh Menteri.
2. Daftar harga obat dan bahan medis habis
pakai sebagaimana dimaksud ditinjau dan
disempurnakan paling lambat 2 (dua) tahun
sekali.

76  Bagaimana dengan peserta yang memerlukan


pelayanan gawat darurat?

1. Peserta yang memerlukan pelayanan gawat


darurat dapat langsung memperoleh pelayanan
di setiap fasilitas kesehatan.
2. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di
fasilitas yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, harus segera dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya
teratasi dan pasien dalam kondisi dapat
dipindahkan.

77  Bagaimana bila belum tersedia fasilitas kesehatan


yang memenuhi syarat untuk memenuhi kebutuhan
medis peserta?

Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas


kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi
kebutuhan medis sejumlah peserta, BPJS Kesehatan
wajib memberikan kompensasi.

24 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


548
78 
78Kompensasi
 Kompensasi
apa saja
apa yang
saja yang
diberikan
diberikan
kepada
kepada
peserta?
peserta?

Kompensasi
Kompensasiyangyang
dimaksud
dimaksud
berupa
berupa
biayabiaya
transportasi
transportasi
bagi bagi
pasien,
pasien,
satu satu
orangorang
pendamping
pendamping
keluarga
keluarga
dan dan
tenaga
tenaga
kesehatan
kesehatan
sesuai
sesuai
indikasi
indikasi
medis.
medis.
Ketentuan
Ketentuan
lebihlebih
lanjutlanjut
mengenai
mengenai
pemberian
pemberian
kompensasi
kompensasi
diatur
diatur
dengadenga
Peraturan
Peraturan
Menteri.
Menteri.

79 
79Siapa
 Siapa
yangyang
bertanggung
bertanggung
jawab
jawab
terhadap
terhadap
ketersediaan
ketersediaan
fasilitas
fasilitas
kesehatan
kesehatan
dan dan
penyelenggaraan
penyelenggaraanpelayanan
pelayanan
kesehatan
kesehatan
untuk
untuk
pelaksanaan
pelaksanaan
program
program
jaminan
jaminan
kesehatan?
kesehatan?

Pemerintah
Pemerintah
dan pemerintah
dan pemerintah
daerahdaerah
bertanggung
bertanggung
jawab
jawab
atas atas
ketersediaan
ketersediaan
fasilitas
fasilitas
kesehatan
kesehatan
dan dan
penyelenggaraa
penyelenggaraa
pelayanan
pelayanan
kesehatan
kesehatan
untukuntuk
pelaksanaan
pelaksanaan
program
program
jaminan
jaminan
kesehatan.
kesehatan.

80 
80Bagaimana
 Bagaimana
dengan
dengan
fasilitas
fasilitas
kesehatan
kesehatan
swasta?
swasta?

Pemerintah
Pemerintah
dan pemerintah
dan pemerintah
daerah
daerah
dapatdapat
memberikan
memberikan
kesempatan
kesempatan
kepada
kepada
swasta
swasta
untk untk
berperan
berperan
sertaserta
memenuhi
memenuhi
ketersediaan
ketersediaan
fasilitas
fasilitas
kesehatan
kesehatan
dan penyelenggaraan
dan penyelenggaraan
pelayanan
pelayanan
kesehatan.
kesehatan.

81 81Apakah
 Apakah
semua
semua
fasilitas
fasilitas
kesehatan
kesehatan
wajibwajib
kerjasama
kerjasama
dengan
dengan
BPJSBPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

Fasilitas
Fasilitas
kesehatan
kesehatan
milikmilik
Pemerintah
Pemerintah
dan Pemerintah
dan Pemerintah
Daerah
Daerah
yangyang
memenuhi
memenuhi
persyaratan
persyaratan
wajibwajib
bekerjasama
bekerjasama
dengan
dengan
BPJSBPJS
Kesehatan.
Kesehatan.
Fasilitas
Fasilitas
kesehatan
kesehatan
milikmilik
swasta
swasta
yangyang
memenuhi
memenuhi
persyaratan
persyaratan
dapatdapat
menjalin
menjalin
kerjasama
kerjasama
dengan
dengan
BPJSBPJS
Kesehatan.
Kesehatan.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN2525
KESEHATAN
549
82  Bagaimana bentuk kerjasama serta apa syaratnya?

Kerjasama sebagaimana dimaksud dilaksanakan


dengan membuat perjanjian tertulis. Persyaratan
kerjasama ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

83  Berapa besaan pembayaran kepada fasilitas


kesehatan oleh BPJS?

Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan


berdasarkan kesepakatan BPJS Kesehatan dengan
asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut
dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan
oleh Menteri.

84  Apakah sebagai peserta BPJS Kesehatan masih


dikenai biaya tambahan dari fasilitas kesehatan?

Tidak boleh dikenai biaya tambahan, kecuali peserta


tidak mengikuti standar peraturan yang telah
ditetapkan

85  Bagaimana dengan mutu pelayanan, efektifitas


tindakan dan efisiensi biaya?

Pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan


kesehatan harus memperhatikan mutu pelayanan,
berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektifitas
tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien, serta
efisiensi biaya.

86  Meliputi apa saja kendali mutu yang dilakukan?

Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan


kesehatan dilakukan secara menyeluruh meliputi

26 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


550
pemenuhan
pemenuhan
standar
standar
mutumutu
fasilitas
fasilitas
kesehatan,
kesehatan,
memastikan
memastikan
proses
proses
pelayanan
pelayanan
kesehatan
kesehatan
berjalan
berjalan
sesuai
sesuai
satndar
satndar
yangyang
ditetapkan,
ditetapkan,
sertaserta
pemantauan
pemantauan
terhadap
terhadap
iuraniuran
kesehatan
kesehatan
peserta.
peserta.
Ketentuan
Ketentuan
mengenai
mengenai
penerapan
penerapan
sistem
sistem
kendali
kendali
mutumutu
pelayanan
pelayanan
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
sebagaimana
sebagaimana
dimaksud
dimaksud
diatur
diatur
dalamdalam
peraturan
peraturan
BPJS.BPJS.

87 
87Siapa
 Siapa
yangyang
bertanggung
bertanggung
jawab
jawab
terhadap
terhadap
kendali
kendali
mutumutu
dan biaya,
dan biaya,
sertaserta
apa saja
apa yang
saja yang
dilakukan
dilakukan
untuk
untuk
itu? itu?

Dalam
Dalam
rangka
rangka
menjamin
menjamin
kendali
kendali
mutumutu
dan biaya,
dan biaya,
Materi
Materi
bertanggung
bertanggung
jawab
jawab
untukuntuk
: :
1. Penilaian
1. Penilaian
teknologi
teknologi
kesehatan
kesehatan
(Health
(Health
Technology
Technology
Assessment)
Assessment)
2. Pertimbangan
2. Pertimbanganklinisklinis
(clinical
(clinical
advisory)
advisory)
dan dan
manfaat
manfaat
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
3. Perhitungan
3. Perhitungan
standar
standar
tarif tarif
4. Monitoring
4. Monitoring
dan evaluasi
dan evaluasi
penyelenggaraan
penyelenggaraan
pelayanan
pelayanan
jaminan
jaminan
kesehatan.
kesehatan.

88 
88Siapa
 Siapa
saja yang
saja yang
dilibatkan
dilibatkan
dalam
dalam
proses
proses
monitoring
monitoring
dan evaluasi?
dan evaluasi?

Dalam
Dalam
melaksanakan
melaksanakan
monitoring
monitoring
dan evaluasi
dan evaluasi
penyelenggaraan
penyelenggaraan
pelayanan
pelayanan
jaminan
jaminan
kesehatan,
kesehatan,
Menteri
Menteri
berkordinasi
berkordinasi
dengan
dengan
DewanDewan
Jaminan
Jaminan
SosialSosial
Nasional
Nasional
(DJSN).
(DJSN).

89 
89Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
DJSN?
DJSN?

DewanDewan
Jaminan
Jaminan
SosialSosial
Nasional
Nasional
yangyang
selanjutnya
selanjutnya
disingkat
disingkat
DJSNDJSN
adalah
adalah
Dewan Dewan
yangyang
berfungsi
berfungsi
untukuntuk

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN2727
KESEHATAN
551
membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umu
dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan
Sosial Nasional.

90  Bila peserta tidak puas dengan pelayanan yang


diberikan oleh fasilitas kesehatan kemana harus
menyampaikan pengaduan?

Dalam hal peserta tidak puas terhadap pelayanan


jaminan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, peserta dapat menyampaikan pengaduan
kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dan/atau
BPJS Kesehatan.

91  Bila tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari


BPJS bagaimana?

Dalam hal peserta dan/atau fasilitas kesehatan


tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari BPJS
Kesehatan, dapat menyampaikan pengaduan kepada
Menteri.

92  Berapa lama waktu yanng dibtutuhkan untuk


menangani pengaduan?

Penyampaian pengaduan harus memperoleh


penanganan dan penyelesaian secara memadai dan
dalam waktu yang singkat serta diberikan umpan
balik ke pihak yang menyampaikan. Penyampaian
pengaduan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

28 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


552
93 
93Dalam
 Dalam
hal terjadi
hal terjadi
sengketa
sengketa
anatara
anatara
peserta
peserta
dengan
dengan
fasilitas
fasilitas
kesehatan,
kesehatan,
peserta
peserta
dengandengan
BPJSBPJS
Kesehatan,
Kesehatan,
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
dengan
dengan
fasilitas
fasilitas
kesehatan
kesehatan
atau atau
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
dengan
dengan
asosiasi
asosiasi
fasilitas
fasilitas
kesehatan,
kesehatan,
bagaimana
bagaimanapenyelesaiannya?
penyelesaiannya?

DalamDalam
hal terjadi
hal terjadi
sengketa
sengketa
antara
antara
para para
pihakpihak
seperti
seperti
tersebut
tersebut
di atas
di atas
diselesaikan
diselesaikan
dengan
dengan
cara cara
musyawarah
musyawaraholeh oleh
para para
pihakpihak
yangyang
bersengketa.
bersengketa.
DalamDalam
hal sengketa
hal sengketa
tidaktidak
dapatdapat
diselesaikan
diselesaikan
secara
secara
musyawarah,
musyawarah,sengketa
sengketa
diselesaikan
diselesaikan
dengan
dengan
cara cara
mediasi
mediasi
atau atau
melalui
melalui
pengadilan.
pengadilan.
Cara Cara
penyelesaian
penyelesaian
sengketa
sengketa
melaluimelalui
mediasi
mediasi
atau atau
melalui
melalui
pengadilan
pengadilan
dilaksanakan
dilaksanakan
sesuaisesuai
ketentuan
ketentuan
peraturan
peraturan
perundang-
perundang-
undangan.
undangan.

94 
94BPJS
 BPJS
menyelenggarakan
menyelenggarakan
Sistem
Sistem
Jaminan
Jaminan
Sosial
Sosial
Nasional
Nasional
berdasarkan
berdasarkan
asas asas
apa saja?
apa saja?

AsasAsas
kemanusiaan,
kemanusiaan,
manfaat,
manfaat,
dan keadilan
dan keadilan
sosialsosial
bagi bagi
seluruh
seluruh
rakyat
rakyat
Indonesia.
Indonesia.

95 
95Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
asas asas
kemanusiaan?
kemanusiaan?

AsasAsas
yangyang
terkait
terkait
dengan
dengan
penghargaan
penghargaan
terhadap
terhadap
martabat
martabat
manusia.
manusia.

96 
96Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
asas asas
manfaat?
manfaat?

AsasAsas
yangyang
bersifat
bersifat
operasional
operasional
menggambarkan
menggambarkan
pengelolaan
pengelolaan
yangyang
efisien
efisien
dan efektif.
dan efektif.

97 
97Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
asas asas
keadilan
keadilan
sosial?
sosial?

AsasAsas
yangyang
bersifat
bersifat
idiil. idiil.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN2929
KESEHATAN
553
98  Sebutkan prinsip penyelenggaraan Sistem Jaminan
Sosial Nasional?

a. Kegotongroyongan
b. Nirlaba
c. Keterbukaan
d. Kehati-hatian
e. Akuntabilitas
f. Portabilitas
g. Kepesertaan bersifat wajib
h. Dana amanat
i. Hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan
program dan untuk sebesar-besar kepentingan
peserta.

99  Apa yang dimaksud dengan kebutuhan dasar


hidup?

Kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup


layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

100  Apa yang dimaksud dengan prinsip


kegotongroyongan?

Prinsip kebersamaan antar peserta dalam


menanggung beban biaya jaminan sosial, yang
diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta
membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah,
atau penghasilannya.

30 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


554
101 101
 Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
prinsip
prinsip
nirlaba?
nirlaba?

Prinsip
Prinsip
pengelolaan
pengelolaan
usaha usaha
yangyang
mengutamakan
mengutamakan
penggunaan
penggunaan
hasil hasil
pengembangan
pengembangan
danadana
untukuntuk
memberikan
memberikan
manfaat
manfaat
sebesar-besarnya
sebesar-besarnya
bagi bagi
seluruh
seluruh
peserta.
peserta.

102102
 Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
prinsip
prinsip
keterbukaan?
keterbukaan?

Prinsip
Prinsip
mempermudah
mempermudahaksesakses
informasi
informasi
yangyang
lengkap,
lengkap,
benar,
benar,
dan jelas
dan jelas
bagi bagi
setiap
setiap
peserta.
peserta.

103103
 Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
prinsip
prinsip
kehati-hatian?
kehati-hatian?

Prinsip
Prinsip
pengelolaan
pengelolaan
danadana
secara
secara
cermat,
cermat,
teliti,teliti,
aman, aman,
dan tertib.
dan tertib.

104104
 Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
prinsip
prinsip
akuntabilitas?
akuntabilitas?

Prinsip
Prinsip
pelaksanaan
pelaksanaan
program
program
dan dan
pengelolaan
pengelolaan
keuangan
keuangan
yangyang
akurat
akurat
dan dapat
dan dapat
dipertanggungjawabkan.
dipertanggungjawabkan.

105105
 Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
prinsip
prinsip
portabilitas?
portabilitas?

Prinsip
Prinsip
memberikan
memberikan
jaminan
jaminan
yangyang
berkelanjutan
berkelanjutan
meskipun
meskipun
peserta
peserta
berpindah
berpindah
pekerjaan
pekerjaan
atau atau
tempat
tempat
tinggal
tinggal
dalamdalam
wilayah
wilayah
Negara
Negara
Kesatuan
Kesatuan
Republik
Republik
Indonesia.
Indonesia.

106106
 Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
prinsip
prinsip
kepesertaan
kepesertaan
bersifat
bersifat
wajib?
wajib?

Prinsip
Prinsip
yangyang
mengharuskan
mengharuskan
seluruh
seluruh
penduduk
penduduk
menjadi peserta
menjadi jaminan
peserta sosialsosial
jaminan yangyang
dilaksanakan
dilaksanakan
secara bertahap.
secara bertahap.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN31 31
KESEHATAN
555
107  Apa yang dimaksud dengan prinsip dana amanat?

Iuran dan hasil pengembangannya merupakan


dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-
besarnya bagi kepentingan peserta Jaminan Sosial.

108  Bagaimana yang dimaksud dengan manfaat


jaminan kesehatan?

Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan


perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative, termasuk obat dan bahan medis habis
pakai yang diperlukan.

109  Bagaimana cara mengakses manfaat jaminan


kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS
Kesehatan?

Manfaat jaminan kesehatan dapat diakses melalui


fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang
menjalin kerjasama dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.

110  Dalam kondisi darurat, apakah peserta tetap hanya


dapat mengakses melalui fasilitas kesehatan yang
telah menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan?

Dalam keadaan darurat pelayanan kesehatan dapat


diakses pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin
kerjasama dengan BPJS Kesehatan.

111  Bagaimana pola pemberian pelayanan kesehatan


yang diberikan oleh BPJS Kesehatan?

32 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


556
Pola Pola
pemberian
pemberian
pelayanan
pelayanan
kesehatan
kesehatan
yangyang
akanakan
dikelola
dikelola
oleh oleh
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
adalah
adalah
pola pola
rujukan
rujukan
berjenjang.
berjenjang.

112 112
 Apa
 Apa
yangyang
dimaksud
dimaksud
dengan
dengan
pola pola
rujukan
rujukan
berjenjang?
berjenjang?

Pola Pola
rujukan
rujukan
berjenjang
berjenjang
adalah adalah
pola pola
pemberian
pemberian
layanan
layanan
kesehatan
kesehatan
dimana
dimana
pelayanan
pelayanan
primer
primer
diberikan
diberikan
oleh oleh
PPK PPK
tingkat
tingkat
I, namun
I, namun
apabila
apabila
diperlukan
diperlukan
rujukan
rujukan
spesialistik
spesialistik
akanakan
dirujuk
dirujuk
ke PPK
ke PPK
lanjutan.
lanjutan.

113 113
 Bagaimana
 Bagaimana
dengan
dengan
sistem
sistem
pembayaran
pembayaran
BPJSBPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

System
System
pembayaran
pembayaran
PPK PPK
tingkat
tingkat
I menggunakan
I menggunakan
sistem
sistem
pembayaran
pembayaran
kapitasi,
kapitasi,
sedangkan
sedangkan
system
system
pembayaran
pembayaran
PPK PPK
lanjutan
lanjutan
menggunakan
menggunakansistem
sistem
pembayaran
pembayaran
INA CBG’s.
INA CBG’s.

114 114
 Apa
 Apa
delapan
delapan
sasaran
sasaran
pokok
pokok
petapeta
jalanjalan
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
nasional
nasional
padapada
01 Januari
01 Januari
2014?2014?

Delapan
Delapan
sasaran
sasaran
pokokpokok
peta peta
jalanjalan
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
nasional
nasional
padapada
01 Januari
01 Januari
2014,2014,
adalahadalah
(UU No
(UU No
40/2004,
40/2004,
penjelasan
penjelasan
pasalpasal
19, ayat
19, ayat
1): 1):
1. BPJS
1. BPJS
Kesehatan
Kesehatan
mulaimulai
beroperasi
beroperasi
2. BPJS
2. BPJS
Kesehatan
Kesehatan
mengelola
mengelola
Jaminan
Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
setidaknya
setidaknya
bagi bagi
121,6 121,6
juta jiwa
juta (sekitar
jiwa (sekitar
50 juta
50 jiwa
juta jiwa
masihmasih
dikelola
dikelola
oleh oleh
Badan Badan
lain).lain).

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN3333
KESEHATAN
557
3. Paket manfaat medis yang dijamin adalah
seluruh pengobatan untuk seluruh penyakit.
Namun masih ada perbedaan kelas perawatan di
rumah sakit bagi yang mengiur sendiri dan bagi
Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya
dibayarkan oleh Pemerintah.
4. Rencana aksi pengembangan fasilitas kesehatan
tersusun dan mulai dilaksanakan.
5. Seluruh peraturan pelaksanaan (PP, Perpres,
Peraturan Menteri, dan Peraturan BPJS) yang
merupakan turunan UU SJSN dan UU BPJS telah
diundangkan dan diterbitkan.
6. Paling sedikit 75% peserta menyatakan puas,
baik dalam layanan di BPJS maupun layanan di
fasilitas kesehatan yang dikontrak BPJS.
7. Paling sedikit 65% tenaga dan fasilitas kesehatan
menyatakan puas, baik dalam layanan di BPJS
maupun layanan di fasilitas kesehatan yang
dikontrak BPJS.
8. BPJS dikelola secara terbuka, efisien, dan
akuntabel.

115  Apa delapan sasaran pokok peta jalan jaminan


kesehatan nasional pada 2019?

Delapan sasaran pokok peta jalan jaminan kesehatan


nasional pada 2019, adalah (UU No 40/2004,
penjelasan pasal 19, ayat 1):
1. BPJS Kesehatan beroperasi dengan baik.
2. Seluruh penduduk Indonesia (yang pada 2019
diperkirakan sekitar 257,5 juta jiwa) mendapat
jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatan.

34 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


558
3. Paket
3. Paket
manfaat
manfaat
medis
medis
dan non
dan medis
non medis
(kelas(kelas
perawatan)
perawatan)
sudah
sudah
sama,sama,
tidaktidak
ada perbedaan,
ada perbedaan,
untukuntuk
mewajibkan
mewajibkan
keadilan
keadilan
sosialsosial
bagi bagi
seluruh
seluruh
rakyat.
rakyat.
4. Jumlah
4. Jumlah
dan sebaran
dan sebaran
fasilitas
fasilitas
pelayanan
pelayanan
kesehatan
kesehatan
(termasuk
(termasuk
tenaga
tenaga
dan alat-alat)
dan alat-alat)
sudahsudah
memadai
memadai
untukuntuk
menjamin
menjamin
seluruh
seluruh
penduduk
penduduk
memenuhi
memenuhi
kebutuhan
kebutuhan
medis
medis
mereka.
mereka.
5. Semua
5. Semuaperaturan
peraturan
pelaksanaan
pelaksanaan
telahtelah
disesuaikan
disesuaikan
secara
secara
berkala
berkala
untukuntuk
menjamin
menjamin
kualitas
kualitas
layanan
layanan
yangyang
memadai
memadai
dengan
dengan
hargaharga
keekonomian
keekonomianyangyang
layak.layak.
6. Paling
6. Paling
sedikit
sedikit
85% 85%
peserta
peserta
menyatakan
menyatakan
puas,puas,
baik baik
dalam dalam
layanan
layanan
di BPJS
di BPJS
maupun
maupun
layanan
layanan
di di
fasilitas
fasilitas
kesehatan
kesehatan
yangyang
dikontrak
dikontrak
BPJS.BPJS.
7. Paling
7. Paling
sedikit
sedikit
80% 80%
tenaga
tenaga
dan fasilitas
dan fasilitas
kesehatan
kesehatan
menyatakan
menyatakan
puas,puas,
dan mendapat
dan mendapatpembayaran
pembayaran
yangyang
layaklayak
dari BPJS.
dari BPJS.
8. BPJS
8. BPJS
dikelola
dikelola
secara
secara
terbuka,
terbuka,
efisien,
efisien,
dan dan
akuntabel.
akuntabel.

116 116
 Apa
 Apa
visi BPJS
visi BPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

“CAKUPAN
“CAKUPAN
SEMESTA
SEMESTA
2019”
2019”
Dengan
Dengan
penjelasan:
penjelasan:
Paling
Paling
lambat
lambat
01 Januari
01 Januari
2019,2019,
seluruh
seluruh
penduduk
penduduk
Indonesia
Indonesia
memiliki
memiliki
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
nasional
nasional
untukuntuk
memperoleh
memperoleh
manfaat
manfaat
pemeliharaan
pemeliharaan
kesehatan
kesehatan
dan dan
perlindungan
perlindungan
dalamdalam
memenuhi
memenuhi
kebutuhan
kebutuhan
dasardasar
kesehatannya
kesehatannya
yangyang
diselenggarakan
diselenggarakan
oleh oleh
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
yangyang
handal,
handal,
unggul,
unggul,
dan terpercaya.
dan terpercaya.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN3535
KESEHATAN
559
117  Apa Misi BPJS Kesehatan?

a. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai


lembaga dan mendorong partisipasi masyarakat
dalam perluasan kepesertaan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).
b. Menjalankan dan memantapkan system jaminan
pelayanan kesehatan yang efektif, efisien, dan
bermutu kepada peserta melalui kemitraan yang
optimal dengan fasilitas kesehatan.
c. Mengoptimalkan pengelolaan dana program
jaminan sosial dan dana BPJS Kesehatan secara
efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk
mendukung kesinambungan program.
d. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif
berlandaskan prinsip-prinsip tata kelola
organisasi yang baik dan meningkatkan
kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja
unggul.

118  Apa tiga sasaran pokok BPJS Kesehatan?

a. Tercapainya kepesertaan semesta sesuai peta


jalan menuju Jaminan Kesehatan Nasional tahun
2019.
b. Tercapainya jaminan pemeliharaan kesehatan
yang optimal dan berkesinambungan.
d. Terciptanya kelembagaan BPJS Kesehatan yang
handal, unggul, dan terpercaya.

36 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


560
119 119
 Kenapa
 Kenapa
BPJSBPJS
perluperlu
dibentuk?
dibentuk?

• Sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 28


• Sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 28
H ayat
H ayat
(3) yang
(3) yang
menyatgakan
menyatgakan “Setiap“Setiap
orangorang
berhak
berhak
atas atas
jaminan
jaminan
sosialsosial
yangyang memungkinkan
memungkinkan
pengembangan
pengembangan dirinya
dirinya
secara secara
utuh utuh
sebagai
sebagai
manusia
manusia
yangyangbermartabat
bermartabat” , maka” , maka
untukuntuk
mewujudkan
mewujudkan hal tersebut
hal tersebut
pemerintah
pemerintah
menetapkan
menetapkan SistemSistem
Jaminan
Jaminan SosialSosial
Nasional
Nasional
(SJSN)
(SJSN)
yangyang
bertujuan
bertujuan
untukuntukmemberikan
memberikan
jaminan
jaminan
sosialsosial
yangyang
menyeluruh
menyeluruh bagi bagi
seluruh
seluruh
rakyat
rakyat
Indonesia.
Indonesia.
Melalui
Melalui
Undang Undang – Undang
– Undang
NomorNomor
40 Tahun
40 Tahun
2004. 2004.
Dengan Dengan sistem
sistem
ini ini
diharapkan
diharapkan
setiapsetiap
orangorang
untukuntukmengembangkan
mengembangkan
dirinya
dirinya
secarasecara
utuh utuh
sebagai
sebagai
manusia manusia
yangyang
bermartabat.
bermartabat.LebihLebih
lanjut,
lanjut,
untukuntuk dapatdapat
menyelenggarakan
menyelenggarakan sistemsistem
tersebuttersebut
makamaka
diperlukan
diperlukan
badan badan
hukum hukum
yangyang akanakanmenjadi
menjadi
penyelenggara
penyelenggara jaminan
jaminan
sosialsosial
kesehatan
kesehatan
yaituyaitu
BPJSBPJS
Kesehatan.
Kesehatan.

120120
 Kebijakan
 Kebijakan
– kebijakan
– kebijakan
apa saja
apa yang
saja yang
melandasi
melandasi
pembentukan
pembentukan
BPJSBPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

• UUD 1945 No 40 Tahun 2004 tentang Sistem


• UUD 1945 No 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan
Jaminan
SosialSosial
Nasional
Nasional
• UUD 1945 No 24 Tahun 2011 tentang Badan
• UUD 1945 No 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggaraan
Penyelenggaraan
Jaminan
Jaminan
SosialSosial
• Undang – Undang No 29 Tahun 2004 tentang
• Undang – Undang No 29 Tahun 2004 tentang
Praktik
Praktik
Kedokteran
Kedokteran
• Undang – Undang No 36 Tahun 2009 tentang
• Undang – Undang No 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
Kesehatan

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN3737
KESEHATAN
561
• Undang – Undang No 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
• Undang – Undang No 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
• Undang – Undang No 17 Tahun 2003 tetang
Keuangan Negara
• Undang – Uindang No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah
• Undang – Undang No 33 Tahuin 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan
Pemerintah Daerah
• Undang – Undang No 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara
• Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah

121  Siapa yang bertanggungjawab atas pendirian BPJS


Kesehatan?

• BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik


yang didirikan oleh penguasa Negara dengan
undang – undang, yaitu UU SJSN dan UU
BPJS. Penguasa Negara yang dimaksud adalah
pemerintah, memberikan mandat melalui UU
BPJS kepada Komisaris dan Direksi PT Askes
(Persero) untuk melaksanakan pendirian BPJS
Kesehatan pada masa peralihan.

122  Kapan pendirian BPJS Kesehatan dilaksanakan?

• Pendirian BPJS Kesehatan dilaksanakan pada


masa peralihan yaitu terhitung mulai 26
Nopember 2011 hingga 31 Desember 2013.

38 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


562
123123
 Mandat
 Mandat
UU BPJS
UU BPJS
kepada
kepada
PT Askes
PT Askes
(Persero)?
(Persero)?

• UU BPJS memberikan keleluasaan waktu 25


• UU BPJS memberikan keleluasaan waktu 25
bulanbulan
masamasa
peralihan
peralihan
bagi bagi
PT Askes
PT Askes
(Persero)
(Persero)
untukuntuk
mempersiapkan
mempersiapkantransformasi
transformasi
kelembagaan
kelembagaan
dan membangun
dan membangunsistem
sistem
operasional
operasional
program
program
Jaminan
Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
Nasional.
Nasional.
Terdapat
Terdapat
3 mandat
3 mandat
pokokpokok
yangyang
tidaktidak
teridentifikasi
teridentifikasi
padapada
RJPPRJPP
PT PT
AskesAskes
(Persero)
(Persero)
th.2009
th.2009
– 2013,
– 2013,
yaitu:yaitu:
1. Pembubaran
1. Pembubaran
PT Askes
PT Askes
(Persero)
(Persero)
2. Pendirian
2. Pendirian
PT Askes
PT Askes
(Persero)
(Persero)
3. Penyiapan
3. Penyiapan
Sistem
Sistem
Operasi
Operasi
Penyelenggaraan
Penyelenggaraan
Program
Program
Jaminan
Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
Nasional.
Nasional.

124124
 Bagaimana
 Bagaimana
status
status
DutaDuta
Askes
Askes
di masa
di masa
peralihan
peralihan
PT PT
Askes
Askes
(Persero)
(Persero)
menjadi
menjadi
BPJS?
BPJS?

• Status kepegawaian PT Askes (Persero) pada


• Status kepegawaian PT Askes (Persero) pada
masamasaperalihan
peralihan
PT Askes
PT Askes
(Persero)
(Persero)
tetaptetap
berstatus
berstatus
sebagai
sebagai
pegawai
pegawai
PT Askes
PT Askes
(Persero,
(Persero,
hal hal
ini sesuai
ini sesuai
dengan
dengan
UU BPJS.
UU BPJS.

125125
 Setelah
 Setelah
PT Askes
PT Askes
(Persero)
(Persero)
dibubarkan
dibubarkan
dan efektif
dan efektif
menjadi
menjadi
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
padapada
tanggal
tanggal
1 Januari
1 Januari
2014,2014,
bagaimanakah
bagaimanakah
status
status
kepegawaian
kepegawaian
dutaduta
Askes?
Askes?

• Sesuai UU BPJS, Duta Askes pada masa BPJS


• Sesuai UU BPJS, Duta Askes pada masa BPJS
Kesehatan
Kesehatan
seluruhnya
seluruhnya
menjadi
menjadi
pegawai
pegawai
BPJSBPJS
Kesehatan.
Kesehatan.

126126
 Bagaimanakah
 Bagaimanakah
Hak dan
Hak Kewajiban
dan Kewajiban
pegawai
pegawai
di BPJS
di BPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN3939
KESEHATAN
563
• Sebagaimana yang dijelaskan di Pasal 44 ayat (7)
UU BPJS mendelegasikan pengaturan tentang
gaji atau upah dan manfaat tambahan lainnya
serta insentif bagi karyawan ke Peraturan Direksi.
Sehingga hal – hal terkait gaji atau upah dan
insentif bagi karyawan akan mengikuti ketentuan
yang berlaku pada saat BPJS Kesehatan
diberlakukan.

127  Apakah yang disebut dengan transformasi PT Askes


(Persero)?

• Perubahan bentuk PT Askes (Persero) yang


menyelenggarakan program jaminan sosial,
menjadi BPJS. Perubahan bentuk bermakna
perubahan karakteristik badan penyelenggara
jaminan sosial sebagai penyesuaian atas
perubahan filosofi penyelenggaraan program
jaminan sosial.
• Pada proses transformasi ini diikuti adanya
pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas,
serta hak dan kewajiban dari program – program
yang saat ini ada.

128  Berapa lama waktu yang tersedia untuk melakukan


transformasi?

• Waktu yang diberikan adalah 25 bulan dari 26


Nopember 2011 s.d 31 Desember 2013.

129  Apakah tujuan melakukan transformasi Askes?

40 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


564
• Mempersiapkan transformasi kelembagaan dan
• Mempersiapkan transformasi kelembagaan dan
membangun
membangun
sistem
sistem
operasional
operasional
program
program
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
nasional.
nasional.

130130
 Proses
 Proses
apa saja
apa yang
saja yang
berlangsung
berlangsung
selama
selama
transformasi?
transformasi?

• Transformasi PT Askes (Persero) akan


• Transformasi PT Askes (Persero) akan
berlangsung
berlangsung
melalui
melalui
prosesproses
pembubaran
pembubaran
PT PT
AskesAskes
(Persero),
(Persero),
Pendirian
Pendirian
BadanBadan
Hukum
Hukum
Publik
Publik
Otonom
Otonom
BPJSBPJS
Kesehatan,
Kesehatan,
dan beroperasinya
dan beroperasinya
BPJSBPJS
Kesehatan.
Kesehatan.

131 131
 Bagaimana
 Bagaimana
proses
proses
pembubaran
pembubaran
PT Askes
PT Askes
(Persero)?
(Persero)?

• PT Askes (Persero) dinyatakan bubar dan


• PT Askes (Persero) dinyatakan bubar dan
menjadi
menjadi
BPJSBPJS
Kesehatan
Kesehatan
padapada
1 Januari
1 Januari
2014.2014.
UU BPJS
UU BPJS
memberikan
memberikan
masamasa
peralihan
peralihan
2 (dua)
2 (dua)
tahuntahun
sejaksejak
diundangkannya
diundangkannya
UU BPJS
UU BPJS
padapada
25 25
Nopember
Nopember
2011. 2011.

132132
 Apa
 Apa
kegiatan
kegiatan
yangyang
dilakukan
dilakukan
padapada
masamasa
peralihan?
peralihan?

• Masa peralihan diperuntukan bagi penyelesaian


• Masa peralihan diperuntukan bagi penyelesaian
peraturan
peraturan
pelaksanaan
pelaksanaan
UU BPJS
UU BPJS
terkait
terkait
penyelenggaraan
penyelenggaraan
program
program
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
nasional,
nasional,
penyiapan
penyiapan
organisasi
organisasi
dan sistem
dan sistem
operasi
operasi
BPJSBPJS
Kesehatan,
Kesehatan,
sertaserta
penyiapan
penyiapan
pengalihan
pengalihan
program
program
– program
– program
pelayanan
pelayanan
kesehatan
kesehatan
yangyang
telahtelah
diselenggarakan
diselenggarakan
oleh oleh
Program
Program
Jaminan
Jaminan
Kesehatan
Kesehatan
PT Jamsostek
PT Jamsostek
(Persero),
(Persero),
dan program
dan program
Pelayanan
Pelayanan
Kesehatan
Kesehatan
TNI dan
TNI Kepolisian
dan Kepolisian
RI. RI.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN41 41
KESEHATAN
565
133  Ketentuan apa saja yang mengatur pembubaran PT
Askes (Persero)?

• UU BPJS mengatur tata cara pembubaran


PT Askes (Persero). Sementara ketentuan
pembubaran BUMN diatur dalam PP No.43 Tahun
2005 dan pembubaran Perseroan Terbatas diatur
dalam PP No.27 Tahun 1998 tidak berlaku.
• Ketentuan pembubaran PT Askes (Persero) dan
perubahannya menjadi BPJS Kesehatan adalah
sebagai berikut:
1. Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi
pada 1 Januari 2014, PT Askes (Persero)
dinyatakan bubar tanpa likuidasi.
2. Semua aset dan liabilitas serta hak dan
kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi
aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban
hukum BPJS Kesehatan.
3. Semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi
Pegawai BPJS Kesehatan.
4. Menteru Badan Usaha Milik Negara
selaku Rapat Umum Pemegang Saham
mengesahkan laporan posisi keuangan
penutup PT Askes (Persero) setelah
dilakukan oleh audit oleh kantor akuntan
publik.
5. Menteri Keuangan mengesahkan laporan
posisi keuangan BPJS Kesehatan dan laporan
posisi keuangan pembukaan Dana Jaminan
Kesehatan.

134  Apa yang dimaksud dengan Badan Hukum Publik


Otonom?

42 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


566
• BPJS Kesehtan adalah badan hukum publik otonom
• BPJS Kesehtan adalah badan hukum publik otonom
yangyang
didirikan
didirikan
oleh Penguasa
oleh Penguasa
Negara
Negara
dengandengan
UU UU
SJSNSJSN
dan UUdanBPJS.
UU BPJS.
Pendirian
Pendirian
BPJSBPJS
tidaktidak
didaftarkan
didaftarkan
padapada
notaris
notaris
dan tidak
dan tidak
perluperlu
pengabsahan
pengabsahan
dari dari
lembaga
lembaga
pemerintah.
pemerintah.
Berbeda
Berbeda
dengan
dengan
PT Askes
PT Askes
(Persero)
(Persero)
yangyang
merupakan
merupakan
badanbadan
privatprivat
prolaba
prolaba
menjadi
menjadi
BPJSBPJS
Kesehatan.
Kesehatan.
• BPJS Kesehatan memiliki kewenangan – kewenangan
• BPJS Kesehatan memiliki kewenangan – kewenangan
publikpublik
yangyang
ditetapkan
ditetapkan
dalamdalam
UU, yaitu:
UU, yaitu:
1. Berfungsi
1. Berfungsi
untukuntuk
menyelenggarakan
menyelenggarakankepentingan
kepentingan
umum,umum,
yaitu yaitu
SistemSistem
Jaminan
Jaminan
SosialSosial
Nasional
Nasional
(SJSN)
(SJSN)
yangyang
berdasarkan
berdasarkan
asas kemanusiaan,
asas kemanusiaan,
manfaat
manfaat
dan keadilan
dan keadilan
sosialsosial
bagi seluruh
bagi seluruh
rakyatrakyat
Indonesia.
Indonesia.
2. Diberi
2. Diberi
delegasi
delegasi
kewenangan
kewenangan
untukuntuk
membuat
membuat
aturan
aturan
yangyang
mengikat
mengikat
umum.
umum.
3. Bertugas
3. Bertugas
mengelola
mengelola
danadana
publik,
publik,
yaitu yaitu
danadana
Jaminan
Jaminan
SosialSosial
untukuntuk
kepentingan
kepentingan
peserta.
peserta.
4. Berwenang
4. Berwenangmelakukan
melakukan
pengawasan
pengawasan
dan dan
pemeriksaan
pemeriksaan
atas kepatuhan
atas kepatuhan
peserta
peserta
atau pemberi
atau pemberi
kerja kerja
yangyang
tidaktidak
memenuhi
memenuhi
kewajibannya.
kewajibannya.
5. Berwenang
5. Berwenang
melakukan
melakukan
sanksisanksi
administrative
administrative
kepada
kepada
peserta
peserta
atau pemberi
atau pemberi
kerja kerja
yangyang
tidaktidak
memenuhi
memenuhi
kewajibannya.
kewajibannya.
6. Pengangkatan
6. Pengangkatan anggota
anggota
dewandewan
pengawas
pengawas
dan dan
anggota
anggota
Direksi
Direksi
oleh Presiden,
oleh Presiden,
setelah
setelah
melalui
melalui
proses
proses
seleksi
seleksi
publik.
publik.
7. Bertindak
7. Bertindak
mewakili
mewakili
Negara
Negara
RI sebagai
RI sebagai
anggota
anggota
organisasi
organisasi
atau lembaga
atau lembaga
internasional.
internasional.
• BPJS Kesehatan bersifat otonom, memiliki
• BPJS Kesehatan bersifat otonom, memiliki
kewenangan
kewenangan
yangyang
ditetapkan
ditetapkan
oleh Undang
oleh Undang
– Undang
– Undang
dan hanya
dan hanya
dapatdapat
diintervensi
diintervensi
melalui
melalui
Peraturan
Peraturan
perundang
perundang
– undangan.
– undangan.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN4343
KESEHATAN
567
135  Persiapan Operasional apa yang dilakukan PT Askes
(Persero)?

• Sesuai UU BPJS Pasal 58 Huruf a merinci lebih


lanjut penyiapan operasional BPJS Kesehatan,
antara lain mencakup:
1. Menyusun sistem dan prosedur operasional
yang diperlukan untuk beroperasinya BPJS
Kesehatan.
2. Melakukan sosialisasi kepada seluruh
pemangku kepentingan jaminan kesehatan.
3. Menentukan program jaminan kesehatan
yang sesuai dengan ketentuan UU SJSN
untuk peserta PT Askes (Persero).
4. Berkoordinasi dengan Kementerian
Kesehatan untuk mengalihkan
penyelenggaraan program jaminan
kesehatan masyarakat ke BPJS Kesehatan.
5. Berkoordinasi dengan Kemhan, TNI dan
POLRI untuk mengalihkan penyelenggaraan
program yankes bagi anggota TNI, POLRI
dan keluarganya ke BPJS Kesehatan.
6. Berkoordinasi dengan PT Jamsostek
(Persero) untuk mengalihkan
penyelenggaraan program JPK ke BPJS
Kesehatan.

136  Bagaimanakah pembangunan sistem dan prosedur


operasional BPJS Kesehatan?

• Pembenahan sistem dan prosedur operasional


yang dipersiapkan oleh PT Askes (Persero)
bersifat adaptif terhadap perubahan tata

44 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


568
peraturan,
peraturan,
pemangku
pemangku kepentingan
kepentingan
BPJSBPJS
Kesehatan,
Kesehatan,
dan risiko
dan risiko
finansial.
finansial.
• Sistem dan prosedur operasional yang akan
• Sistem dan prosedur operasional yang akan
dibangun
dibangun
bertujuan
bertujuan
untukuntuk
mendukung
mendukung
operasional
operasional
BPJSBPJS
Kesedhatan
Kesedhatan
yangyang
cost cost
effective,
effective,
berkelanjutan,
berkelanjutan,
berorientasi
berorientasi
hasil hasil
layanan.
layanan.
Hal ini
Hal ini
disesuaikan
disesuaikan
dengan
dengan
tujuan
tujuan
penyelenggaraan
penyelenggaraan
jaminan
jaminan
kesehatan
kesehatan
dan sesuai
dan sesuai
dengandengan
prinsip
prinsip
– –
prinsip
prinsip
Sistem
Sistem
Jaminan
Jaminan
SosialSosial
Nasional.
Nasional.

137137
 Fungsi
 Fungsi
– fungsi
– fungsi
apa yang
apa yang
terdapat
terdapat
padapada
proses
proses
bisnis
bisnis
BPJSBPJS
Kesehatan?
Kesehatan?

• Proses Bisnis BPJS Kesehatan meliputi Fungsi –


• Proses Bisnis BPJS Kesehatan meliputi Fungsi –
fungsi
fungsi
utama
utama
sebagai
sebagai
berikut:
berikut:
1. Fungsi
1. Fungsi
Hukum
Hukum
dan Regulasi,
dan Regulasi,
2. Fungsi
2. Fungsi
Hubungan
Hubungan
Kelembagaan,
Kelembagaan,
3. Fungsi
3. Fungsi
Kepesertaan
Kepesertaan
dan Iuran,
dan Iuran,
4. Fungsi
4. Fungsi
Pembelian
Pembelian
Pelayanan
Pelayanan
(strategic
(strategic
purchasing)
purchasing)
5. Fungsi
5. Fungsi
Manajemen
Manajemen
Sistem
Sistem
Informasi,
Informasi,
6. Fungsi
6. Fungsi
Pengawasan
Pengawasan
dan Pemeriksaan,
dan Pemeriksaan,
7. Fungsi
7. Fungsi
Investasi
Investasi
(perencanaan,
(perencanaan,
penempatan,
penempatan,
monitoring
monitoring
dan evaluasi),
dan evaluasi),
8. Fungsi
8. Fungsi
pembangunan
pembangunan
kapasitas
kapasitas
kelembagaan
kelembagaan
(Organisasi,
(Organisasi,
SDMSDM
dan dan
Teknologi)
Teknologi)
9. Fungsi
9. Fungsi
Keuangan
Keuangan
10. Fungsi
10. Fungsi
Riset,Riset,
Perencanaan
Perencanaan
dan dan
Pengembangan
Pengembangan
11. Fungsi
11. Fungsi
Manajemen
Manajemen
Risiko
Risiko
Badan.
Badan.

SEPUTAR BPJS
SEPUTAR BPJS KESEHATAN4545
KESEHATAN
569
138  Adakah Kompetensi inti yang dapat dikembangkan
yang dapat mendukung pencapaian misi di masa
peralihan?

• Kompetensi inti yang perlu dikembangkan adalah


kemampuan mengelola dana jaminan sosial
secara hati – hati dan membeli pelayanan secara
strategis.

46 SEPUTAR BPJS KESEHATAN


570
Regulasi










        

           
      
        
         

     


         


 
     
     




 
    
      
    



 







     


    
    
      
      

      
     
    

      
      
       



       
       


       




       




       





       




      


     
    
     
      


         
      
      
     
   
      
      





     


     
     
     
     


       


   


       


      
    


     


    

     
    


       



      





      

     
     


      


     
     




      


     



     


    


     


    
      
    





 
     
    
    


      


     


     
















 
 







     


        


     








      


       
       


 
      

 

      




 
 
 
 
 



 
       

 

       

        

       

 
 
 
 
 
 

 

       

       

 
        




        
     
      


        





      


       




      



 
       

        

         
       


      











      





      



       

 
 
   

     

 
   

    
    
     


      


     










        


       
      


       


     


       


        
     





      





      













      


     
     


     


     


       


     
    








     




     


     
    






       





       


    
    


      


     
    
     


 
     
     





       




       


      




      
      




      



      
     

       

    
    

       
    




      


      
     






     


     
      
         
    











       



      
      

       


      
     
        








      


     
      


      
        

     
       

     

       
       

       
     
      


     




       
     








     


     

      
     
     
      

     
     




      


      









      


    
    
      
      


     


        


       




       




      


      


 
     
     








      




 
 
 
 
    

    


     


        
      


     


       
      


       



    






     
        
     
     

      
     
    




 
     
    

  
  
     

       

  
      






    

       

     

  
 
    
    

     

      

 
    

 
 
 
 
  
 
 
      




      

     


      


      
     


       


      




     



 
 
       
     


 
 





       
       

       
       

 
      

      
       
       

       
     

 
 
 
       

       
       

       
       




 
      

      

 
      


       
     




      


      
     
       
       





       
     



       
     

  
     

  
  
  
  
     

       
     

      
     
    

       

  
 
       

        






     


    
     

      


      
    
      








      



 
    
     
    
     






     


      
     











       




   

        
    

      
     

     
       





      

 

     


     

      
    


 
     




      


      
      


       


     
    
      






     


      
       








        


     
       

         









      


     




      
     
      










        


     
     

      

 
 
 
      
       

     













     
     
   

     
    
    








     


     

      
    




      
     


       


     


 








     



     
      


       


     
    


     










       








     


     
     


       


    
    
     
    


     


    





       
    
      
    





 
     


 
     


     



       


 
     


     


    
     










     


     

     
     
   
     




     


    
     


      
    
    
    
     



      





       



     

 

 
    

     
   





     


    
      
      









       


     

    


 
     
    


 
       
      
       


 
     














 
 
 
 
     



       
    

      
     
    








       






    
    
    




























PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 111 TAHUN 2013

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013


TENTANG JAMINAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden


Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
perlu disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan
jaminan kesehatan nasional;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan;

Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);

3. Undang-Undang …
-2-

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256);

4. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang


Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 29);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS


PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013
TENTANG JAMINAN KESEHATAN.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 12


Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 29),
diubah sebagai berikut:
1. Diantara Pasal 1 dan Pasal 2 disisipkan 1 (satu)
pasal, yakni Pasal 1A sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 1A

BPJS Kesehatan merupakan badan hukum publik


yang bertanggung jawab kepada Presiden.

2. Ketentuan …
-3-

2. Ketentuan Pasal 4 ayat (4) dan ayat (5) diubah


sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
merupakan Peserta yang tidak tergolong fakir
miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota
keluarganya;
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota
keluarganya; dan
c. bukan Pekerja dan anggota keluarganya.

(2) Pekerja Penerima Upah sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f. pegawai swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai
dengan huruf f yang menerima Upah.

(3) Pekerja Bukan Penerima Upah sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. Pekerja …
-4-

a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja


mandiri; dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang
bukan penerima Upah.

(4) Bukan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf c terdiri atas:

a. investor;
b. Pemberi Kerja;
c. penerima pensiun;
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari
Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
g. bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a
sampai dengan huruf e yang mampu
membayar iuran.

(5) Penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada


ayat (4) huruf c terdiri atas:

a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak


pensiun;
b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti
dengan hak pensiun;
c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak
pensiun;

d. janda …
-5-

d. janda, duda, atau anak yatim piatu dari


penerima pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, dan huruf c yang
mendapat hak pensiun;
e. penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan
huruf c; dan
f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari
penerima pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf e yang mendapat hak pensiun.
(6) Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b termasuk warga negara asing
yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)
bulan.
(7) Jaminan Kesehatan bagi Pekerja warga negara
Indonesia yang bekerja di luar negeri diatur
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan tersendiri.

3. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 5

(1) Anggota keluarga sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 4 ayat (1) huruf a meliputi istri/suami yang
sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan
yang sah, dan anak angkat yang sah, sebanyak-
banyaknya 5 (lima) orang.
(2) Anak…
-6-

(2) Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang


sah, dan anak angkat yang sah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dengan kriteria:
1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak
mempunyai penghasilan sendiri; dan
2. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau
belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang
masih melanjutkan pendidikan formal.
(3) Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat
mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.
(4) Anggota keluarga yang lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) meliputi anak ke 4
(empat) dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.

4. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 6

(1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib


dan mencakup seluruh penduduk Indonesia.
(2) Kepesertaan Jaminan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mulai tanggal 1 Januari
2014 paling sedikit meliputi:
a. PBI Jaminan Kesehatan;
b. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Kementerian Pertahanan dan
anggota keluarganya;

c. Anggota …
-7-

c. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di


lingkungan Polri dan anggota keluarganya;
d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan
Persero (Persero) Asuransi Kesehatan
Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya;
dan
e. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan anggota
keluarganya.

(3) Kewajiban melakukan pendaftaran kepesertaan


Jaminan Kesehatan selain Peserta sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), bagi:

a. Pemberi Kerja pada Badan Usaha Milik Negara,


usaha besar, usaha menengah, dan usaha
kecil paling lambat tanggal 1 Januari 2015;
b. Pemberi Kerja pada usaha mikro paling lambat
tanggal 1 Januari 2016; dan
c. Pekerja bukan penerima upah dan bukan
Pekerja paling lambat tanggal 1 Januari 2019.

(4) BPJS Kesehatan mulai tanggal 1 Januari 2014


tetap berkewajiban menerima pendaftaran
kepesertaan yang diajukan oleh Pemberi Kerja
serta Pekerja Bukan Penerima Upah dan bukan
Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

5. Diantara …
-8-

5. Diantara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 1 (satu)


pasal, yakni Pasal 6A sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 6A

Penduduk yang belum termasuk sebagai Peserta


Jaminan Kesehatan dapat diikutsertakan dalam
program Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan
oleh pemerintah daerah provinsi atau pemerintah
daerah kabupaten/kota.

6. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) diubah, diantara ayat (2)


dan ayat (3) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (2a)
dan ayat (2b), sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 11

(1) Pemberi Kerja sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (3)


dan ayat (4) wajib mendaftarkan dirinya dan
Pekerjanya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan
kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.
(2) Dalam hal Pemberi Kerja secara nyata-nyata tidak
mendaftarkan Pekerjanya kepada BPJS
Kesehatan, Pekerja yang bersangkutan berhak
mendaftarkan dirinya sebagai Peserta Jaminan
Kesehatan.
(2a) Pekerja …
-9-

(2a) Pekerja yang mendaftarkan dirinya sebagai


Peserta Jaminan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), iurannya dibayar sesuai
ketentuan Peraturan Presiden ini.

(2b) Dalam hal Pekerja belum terdaftar pada BPJS


Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung
jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat yang
diberikan oleh BPJS Kesehatan.

(3) Setiap Pekerja Bukan Penerima Upah wajib


mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya
secara sendiri-sendiri atau berkelompok sebagai
Peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan
dengan membayar iuran.

(4) Setiap orang bukan Pekerja wajib mendaftarkan


dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta
Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan
dengan membayar iuran.

7. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 16 disisipkan 1


(satu) ayat, yakni ayat (1a), di antara ayat (3) dan ayat
(4) Pasal 16 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a),
ketentuan ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 16
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16 …
- 10 -

Pasal 16

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI


Jaminan Kesehatan dibayar oleh Pemerintah.

(1a) Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang


didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dibayar oleh
Pemerintah Daerah.

(2) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja


Penerima Upah dibayar oleh Pemberi Kerja dan
Pekerja.

(3) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja


Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja
dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

(3a) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


tidak berlaku bagi:

a. penerima pensiun sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a, huruf b, huruf
c, dan huruf d; dan
b. Veteran dan Perintis Kemerdekaan.

(4) Dihapus.

8. Diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 9


(sembilan) pasal, yakni Pasal 16A, Pasal 16B, Pasal
16C, Pasal 16D, Pasal 16E, Pasal 16F, Pasal 16G,
Pasal 16H, dan Pasal 16I sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 16A …
- 11 -

Pasal 16A

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan


Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh
Pemerintah Daerah sebesar Rp 19.225,00 (sembilan
belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per
orang per bulan.

Pasal 16B

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja


Penerima Upah yang terdiri atas Pegawai Negeri
Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara,
dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per
bulan.
(2) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibayar dengan ketentuan sebagai berikut:
a. 3% (tiga persen) dibayar oleh Pemberi Kerja;
dan
b. 2% (dua persen) dibayar oleh Peserta.
(3) Kewajiban Pemberi Kerja dalam membayar iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
dilaksanakan oleh:
a. Pemerintah untuk Iuran Jaminan Kesehatan
bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat, Anggota TNI,
Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri Pusat; dan

b. Pemerintah …
- 12 -

b. Pemerintah Daerah untuk Iuran Jaminan


Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah
dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
Daerah.

Pasal 16C

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja


Penerima Upah selain Peserta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16B ayat (1) yang
dibayarkan mulai tanggal 1 Januari 2014 sampai
dengan 30 Juni 2015 sebesar 4,5% (empat koma
lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan
dengan ketentuan:
a. 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja;
dan
b. 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh
Peserta.
(2) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dibayarkan mulai tanggal 1 Juli 2015 sebesar 5%
(lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan
dengan ketentuan:
a. 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja;
dan
b. 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.

(3) Iuran …
- 13 -

(3) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan


ayat (2) dibayarkan secara langsung oleh Pemberi
Kerja kepada BPJS Kesehatan.

Pasal 16D

Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang


digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran
Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima
Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16C dan
pegawai pemerintah non pegawai negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16B ayat (1) sebesar 2 (dua)
kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan
status kawin dengan 1 (satu) orang anak.

Pasal 16E

(1) Gaji atau Upah yang digunakan sebagai dasar


perhitungan Iuran Jaminan Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B ayat (1)
terdiri atas Gaji atau Upah pokok dan tunjangan
keluarga, kecuali bagi Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri.
(2) Iuran Jaminan Kesehatan untuk Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan
penghasilan tetap.
(3) Gaji …
- 14 -

(3) Gaji atau Upah yang digunakan sebagai dasar


perhitungan Iuran Jaminan Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16C terdiri
atas Gaji atau Upah pokok dan tunjangan tetap.

(4) Tunjangan tetap sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) merupakan tunjangan yang dibayarkan
kepada Pekerja tanpa memperhitungkan
kehadiran Pekerja.

Pasal 16F

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan


Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja:

a. sebesar Rp 25.500,00 (dua puluh lima ribu lima


ratus rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat
pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

b. sebesar Rp 42.500,00 (empat puluh dua ribu lima


ratus rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat
pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

c. sebesar Rp 59.500,00 (lima puluh sembilan ribu


lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan
Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

Pasal 16G …
- 15 -

Pasal 16G

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi penerima pensiun


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5)
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari besaran pensiun
pokok dan tunjangan keluarga yang diterima per
bulan.

(2) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dibayar oleh Pemerintah dan penerima pensiun
dengan ketentuan sebagai berikut:

a. 3% (tiga persen) dibayar oleh Pemerintah; dan


b. 2% (dua persen) dibayar oleh penerima
pensiun.

(3) Iuran Jaminan Kesehatan bagi penerima pensiun


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5)
huruf e dan huruf f, mengikuti ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16F.

(4) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis


Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim
piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan,
iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari
45% (empat puluh lima persen) gaji pokok
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan
masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan,
dibayar oleh Pemerintah.

Pasal 16H …
- 16 -

Pasal 16H

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi anggota keluarga


yang lain dibayar oleh Peserta.

(2) Besaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi anggota


keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari
Gaji atau Upah Peserta Pekerja Penerima Upah
per orang per bulan.

(3) Besaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi anggota


keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima
Upah dan Peserta bukan Pekerja ditetapkan
sesuai Manfaat yang dipilih mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16F.

Pasal 16I

Besaran Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 16A, Pasal 16B, Pasal 16C,
Pasal 16F, Pasal 16G, dan Pasal 16H ditinjau paling
lama 2 (dua) tahun sekali yang ditetapkan dengan
Peraturan Presiden.

9. Judul …
- 17 -

9. Judul Bagian Kedua dari Bab IV Iuran diubah,


sehingga berbunyi sebagai berikut:

Bagian Kedua
Tata Cara Pembayaran Iuran

10. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 17

(1) Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari


Pekerjanya, membayar iuran yang menjadi
tanggung jawabnya, dan menyetor iuran tersebut
kepada BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10
(sepuluh) setiap bulan.

(2) Untuk Pemberi Kerja pemerintah daerah,


penyetoran iuran kepada BPJS Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui rekening kas negara paling lambat tanggal
10 (sepuluh) setiap bulan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara penyetoran iuran


dari rekening kas negara kepada BPJS Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.

(4) Apabila …
- 18 -

(4) Apabila tanggal 10 (sepuluh) sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur,
maka iuran dibayarkan pada hari kerja
berikutnya.

(5) Keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan


Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara,
dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua
persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak
paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang
dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang
tertunggak oleh Pemberi Kerja.

(6) Dalam hal keterlambatan pembayaran Iuran


Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) lebih dari 3 (tiga) bulan, penjaminan
dapat diberhentikan sementara.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara


pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi
Peserta Pekerja Penerima Upah diatur dengan
Peraturan BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi
dengan kementerian/ lembaga terkait.

11. Diantara Pasal 17 dan Pasal 18 disisipkan 2 (dua)


pasal, yakni Pasal 17A dan Pasal 17B sehingga
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17A …
- 19 -

Pasal 17A

(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja


Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16F
dibayarkan setiap bulan paling lambat tanggal 10
(sepuluh) kepada BPJS Kesehatan.
(2) Iuran Jaminan Kesehatan dapat dibayarkan
untuk lebih dari 1 (satu) bulan yang dilakukan di
awal.
(3) Keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua
persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak
paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang
dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang
tertunggak.
(4) Dalam hal keterlambatan pembayaran Iuran
Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) lebih dari 6 (enam) bulan, penjaminan
dapat diberhentikan sementara.
(5) BPJS Kesehatan wajib mengembangkan
mekanisme penarikan iuran yang efektif dan
efisien bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah
dan Peserta bukan Pekerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(6) Ketentuan …
- 20 -

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara


pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta bukan Pekerja diatur dengan Peraturan
BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi dengan
kementerian/lembaga terkait.

Pasal 17B

(1) Ketentuan mengenai penyediaan, pencairan, dan


pertanggungjawaban Iuran Jaminan Kesehatan
yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.

(2) Ketentuan mengenai pengaturan penyetoran


Iuran Jaminan Kesehatan dari pegawai negeri,
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri, dan
pemerintah daerah diatur oleh Menteri Keuangan
dan Menteri Dalam Negeri baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama sesuai dengan
kewenangannya.

12. Ketentuan Pasal 18 ayat (1) diubah dan di antara ayat


(1) dan ayat (2) Pasal 18 disisipkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (1a), sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 18 …
- 21 -

Pasal 18

(1) BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau


kekurangan Iuran Jaminan Kesehatan sesuai
dengan Gaji atau Upah Pekerja.

(1a)Perhitungan kelebihan atau kekurangan Iuran


Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada daftar Gaji atau Upah
Pekerja.

(2) Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan


pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), BPJS Kesehatan memberitahukan secara
tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
diterimanya iuran.

(3) Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran


sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan
berikutnya.

13. Ketentuan Pasal 19 dihapus.

14. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 22 …
- 22 -

Pasal 22

(1) Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas:

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi


pelayanan kesehatan non spesialistik yang
mencakup:
1. administrasi pelayanan;
2. pelayanan promotif dan preventif;
3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
medis;
4. tindakan medis non spesialistik, baik
operatif maupun non operatif;
5. pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai;
6. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan
medis;
7. pemeriksaan penunjang diagnostik
laboratorium tingkat pratama; dan
8. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan
indikasi medis.

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan,


meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup:

1. administrasi pelayanan;
2. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi
spesialistik oleh dokter spesialis dan
subspesialis;
3. tindakan ..
- 23 -

3. tindakan medis spesialistik, baik bedah


maupun non bedah sesuai dengan indikasi
medis;
4. pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai;
5. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan
sesuai dengan indikasi medis;
6. rehabilitasi medis;
7. pelayanan darah;
8. pelayanan kedokteran forensik klinik;
9. pelayanan jenazah pada pasien yang
meninggal di Fasilitas Kesehatan;
10. perawatan inap non intensif; dan
11. perawatan inap di ruang intensif.

c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh


Menteri.

(2) Dalam hal pelayanan kesehatan lain sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c telah ditanggung
dalam program pemerintah, maka tidak termasuk
dalam pelayanan kesehatan yang dijamin.
(3) Dalam hal diperlukan, selain pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Peserta juga berhak mendapatkan pelayanan
berupa alat kesehatan.
(4) Jenis dan plafon harga alat kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
oleh Menteri.
15. Ketentuan …
- 24 -

15. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 23

Manfaat akomodasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 20 ayat (5) berupa layanan rawat inap sebagai
berikut:
a. ruang perawatan kelas III bagi:
1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta
penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah
Daerah; dan
2. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan
kelas III.
b. ruang Perawatan kelas II bagi:
1. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
2. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota
TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
3. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota
Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II
beserta anggota keluarganya;
4. Peserta …
- 25 -

4. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai


Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji
atau Upah sampai dengan 1,5 (satu koma
lima) kali penghasilan tidak kena pajak
dengan status kawin dengan 1 (satu) anak,
beserta anggota keluarganya; dan
5. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan
kelas II.

c. ruang perawatan kelas I bagi:

1. Pejabat Negara dan anggota keluarganya;


2. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun
pegawai negeri sipil golongan ruang III dan
golongan ruang IV beserta anggota
keluarganya;
3. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota
TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III dan golongan ruang IV beserta
anggota keluarganya;
4. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota
Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang III dan golongan ruang IV
beserta anggota keluarganya;
5. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta
anggota keluarganya;
6. janda …
- 26 -

6. janda, duda, atau anak yatim piatu dari


Veteran atau Perintis Kemerdekaan;
7. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji
atau Upah di atas 1,5 (satu koma lima)
sampai dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak
kena pajak dengan status kawin dengan 1
(satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan
8. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan
kelas I.

16. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 25

(1) Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi:


a. pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa
melalui prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku;
b. pelayanan kesehatan yang dilakukan di
Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam
keadaan darurat;

c. pelayanan …
- 27 -

c. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh


program jaminan kecelakaan kerja terhadap
penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja
atau hubungan kerja;
d. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh
program jaminan kecelakaan lalu lintas yang
bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung
oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas;
e. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar
negeri;
f. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
g. pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
h. pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
i. gangguan kesehatan/penyakit akibat
ketergantungan obat dan/atau alkohol;
j. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti
diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri;
k. pengobatan komplementer, alternatif dan
tradisional, termasuk akupuntur, shin she,
chiropractic, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan
(health technology assessment);
l. pengobatan dan tindakan medis yang
dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);
m. alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan
susu;
n. perbekalan …
- 28 -

n. perbekalan kesehatan rumah tangga;

o. pelayanan kesehatan akibat bencana pada


masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah;

p. biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak


diharapkan yang dapat dicegah (preventable
adverse events); dan

q. biaya pelayanan lainnya yang tidak ada


hubungan dengan Manfaat Jaminan
Kesehatan yang diberikan.

(2) Kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah


(preventable adverse events) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf p ditetapkan oleh
Menteri.

17. Di antara Pasal 27 dan Pasal 28 disisipkan 2 (dua)


pasal, yakni Pasal 27A dan Pasal 27B sehingga
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27A

BPJS Kesehatan melakukan koordinasi Manfaat


dengan program jaminan sosial di bidang kecelakaan
kerja dan kecelakaan lalu lintas.

Pasal 27B …
- 29 -

Pasal 27B

Dalam hal Fasilitas Kesehatan tidak bekerja sama


dengan BPJS Kesehatan, maka mekanisme
penjaminannya disepakati bersama antara BPJS
Kesehatan dan asuransi kesehatan tambahan atau
badan penjamin lainnya.

18. Ketentuan Pasal 28 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 28

Ketentuan mengenai tata cara koordinasi Manfaat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal
27A diatur dalam perjanjian kerjasama antara BPJS
Kesehatan dan penyelenggara program jaminan sosial
di bidang kecelakaan kerja dan kecelakaan lalu lintas
atau penyelenggara program asuransi kesehatan
tambahan atau badan penjamin lainnya.

19. Judul Bagian Kedua dari Bab VII Penyelenggaraan


Pelayanan Kesehatan diubah, sehingga berbunyi
sebagai berikut:

Bagian Kedua
Pelayanan Obat, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai

20. Ketentuan …
- 30 -

20. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 32

(1) Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis


habis pakai untuk Peserta Jaminan Kesehatan
pada Fasilitas Kesehatan berpedoman pada daftar
dan harga obat, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Sebelum ditetapkan oleh Menteri, daftar dan


harga obat, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun secara transparan dan akuntabel oleh
komite nasional.

(3) Komite nasional sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) terdiri atas unsur Kementerian
Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan,
BPJS Kesehatan, asosiasi profesi, perguruan
tinggi dan tenaga ahli.

(4) Daftar obat, alat kesehatan, dan bahan medis


habis pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam Formularium Nasional dan
Kompendium Alat Kesehatan.

21. Ketentuan Pasal 34 ayat (3) diubah sehingga Pasal 34


berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34 …
- 31 -

Pasal 34

(1) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia


Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta,
BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa :
a. penggantian uang tunai;
b. pengiriman tenaga kesehatan; atau
c. penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu.
(3) Penggantian uang tunai sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a digunakan untuk biaya
pelayanan kesehatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

22. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 38

(1) BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas


Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada
Peserta paling lambat:
a. tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan
bagi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang
menggunakan cara pembayaran praupaya
berdasarkan kapitasi; dan
b. 15 …
- 32 -

b. 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim


diterima lengkap bagi Fasilitas Kesehatan
rujukan tingkat lanjutan.
(2) BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi
kepada Fasilitas Kesehatan sebesar 1% (satu
persen) dari jumlah yang harus dibayarkan untuk
setiap 1 (satu) bulan keterlambatan.

23. Ketentuan Pasal 43 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:

Pasal 43

(1) Dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya,


Menteri bertanggung jawab dalam:
a. penilaian teknologi kesehatan (health
technology assessment);
b. pertimbangan klinis (clinical advisory);
c. penghitungan standar tarif; dan
d. monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
pelayanan Jaminan Kesehatan.
(2) Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
pelayanan Jaminan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan
oleh Menteri dan/atau Dewan Jaminan Sosial
Nasional sesuai kewenangan masing-masing.

24. Diantara …
- 33 -

24. Diantara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 1 (satu)


pasal, yakni Pasal 43A sehingga berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 43A

(1) BPJS Kesehatan mengembangkan teknis


operasionalisasi sistem pelayanan kesehatan,
sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem
pembayaran pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas Jaminan
Kesehatan.

(2) Dalam melaksanakan pengembangan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS
Kesehatan berkoordinasi dengan kementerian/
lembaga terkait.

25. Ketentuan Pasal 44 dihapus.

Pasal II

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal 1


Januari 2014.

Agar …
- 34 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Presiden ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 255

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIAT KABINET RI
Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat,

ttd.

Siswanto Roesyidi
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 71 TAHUN 2013

TENTANG

PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (7), Pasal


22 ayat (1) huruf c, Pasal 26 ayat (2), Pasal 29 ayat (6), Pasal
31, Pasal 34 ayat (4), Pasal 36 ayat (5), Pasal 37 ayat (3), dan
Pasal 44 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan
Kesehatan Nasional;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5256);

6. Peraturan...
-2-

6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang


Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 264,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5372);
8. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 29);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17
Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 473);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 501);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 671);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PELAYANAN


KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL.

BAB I...
-3-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada
setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.
3. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
4. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak Peserta dan/atau
anggota keluarganya.
5. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.
6. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat
jalan dan rawat inap.
7. Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non spesialistik yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, dan/atau
pelayanan kesehatan lainnya.
8. Rawat Inap Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan,
dan/atau pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan/atau anggota
keluarganya dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari.

9. Pelayanan...
-4-

9. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan adalah upaya pelayanan


kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang
meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan
rawat inap di ruang perawatan khusus.
10. Pelayanan Kesehatan Darurat Medis adalah pelayanan kesehatan yang
harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan,
dan/atau kecacatan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan.
11. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
12. Formularium Nasional adalah daftar obat yang disusun oleh komite
nasional yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, didasarkan pada bukti
ilmiah mutakhir berkhasiat, aman, dan dengan harga yang terjangkau yang
disediakan serta digunakan sebagai acuan penggunaan obat dalam
jaminan kesehatan nasional.
13. Sistem Rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

BAB II
PENYELENGGARA PELAYANAN KESEHATAN

Pasal 2
(1) Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan
yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama dan Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
(2) Fasilitas Kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. puskesmas atau yang setara;
b. praktik dokter;
c. praktik dokter gigi;

d. klinik...
-5-

d. klinik pratama atau yang setara; dan


e. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara.
(3) Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. klinik utama atau yang setara;
b. rumah sakit umum; dan
c. rumah sakit khusus.

Pasal 3
(1) Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan komprehensif.
(2) Pelayanan kesehatan komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif,
pelayanan kebidanan, dan Pelayanan Kesehatan Darurat Medis, termasuk
pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana
dan pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan komprehensif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), bagi Fasilitas Kesehatan yang tidak memiliki
sarana penunjang wajib membangun jejaring dengan sarana penunjang.
(4) Dalam hal diperlukan pelayanan penunjang selain pelayanan penunjang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diperoleh melalui rujukan ke
fasilitas penunjang lain.

BAB III
KERJA SAMA FASILITAS KESEHATAN DENGAN BPJS KESEHATAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4
(1) Fasilitas Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mengadakan
kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
(2) Kerja sama Fasilitas Kesehatan dengan BPJS Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perjanjian kerja sama.

(3) Perjanjian...
-6-

(3) Perjanjian kerja sama Fasilitas Kesehatan dengan BPJS Kesehatan


dilakukan antara pimpinan atau pemilik Fasilitas Kesehatan yang
berwenang dengan BPJS Kesehatan.
(4) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang kembali atas
kesepakatan bersama.

Pasal 5
(1) Untuk dapat melakukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, Fasilitas
Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi
persyaratan.
(2) Selain ketentuan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPJS Kesehatan dalam melakukan kerja sama dengan
Fasilitas Kesehatan juga harus mempertimbangkan kecukupan antara
jumlah Fasilitas Kesehatan dengan jumlah Peserta yang harus dilayani.

Bagian Kedua
Persyaratan, Seleksi dan Kredensialing

Pasal 6
(1) Persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1), bagi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama terdiri atas:
a. untuk praktik dokter atau dokter gigi harus memiliki:
1. Surat Ijin Praktik;
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
3. perjanjian kerja sama dengan laboratorium, apotek, dan jejaring
lainnya; dan
4. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait
dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
b. untuk Puskesmas atau yang setara harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi, Surat Ijin Praktik
Apoteker (SIPA) bagi Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin
Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;
3. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan
4. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait
dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

c. untuk...
-7-

c. untuk Klinik Pratama atau yang setara harus memiliki:


1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi dan Surat Ijin Praktik
atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;
3. Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dalam hal klinik
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian;
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
5. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan
6. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait
dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
d. untuk Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara harus memiliki :
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
4. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan
5. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait
dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama juga harus telah terakreditasi.

Pasal 7
Persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1), bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdiri atas:
a. untuk klinik utama atau yang setara harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
4. perjanjian kerja sama dengan laboratorium, radiologi, dan jejaring lain
jika diperlukan; dan
5. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan
Jaminan Kesehatan Nasional.
b. untuk rumah sakit harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Penetapan Kelas Rumah Sakit;
3. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
5. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan;
6. sertifikat akreditasi; dan

7. surat...
-8-

7. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan


Jaminan Kesehatan Nasional.

Pasal 8
(1) Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan
penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS
Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan dan/atau praktik
perawat untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sesuai
dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan di suatu wilayah tertentu,
BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan.
(3) Persyaratan bagi praktik bidan dan/atau praktik perawat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas:
a. Surat Ijin Praktik (SIP);
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya; dan
d. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan
Jaminan Kesehatan Nasional.

Pasal 9
(1) Dalam menetapkan pilihan Fasilitas Kesehatan, BPJS Kesehatan
melakukan seleksi dan kredensialing dengan menggunakan kriteria teknis
yang meliputi:
a. sumber daya manusia;
b. kelengkapan sarana dan prasarana;
c. lingkup pelayanan; dan
d. komitmen pelayanan.
(2) Kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk
penetapan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, jenis dan luasnya
pelayanan, besaran kapitasi, dan jumlah Peserta yang bisa dilayani.
(3) BPJS Kesehatan dalam menetapkan kriteria teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri.

Pasal 10
(1) Perpanjangan kerja sama antara Fasilitas Kesehatan dengan BPJS
Kesehatan setelah dilakukan rekredensialing.
(2) Rekredensialing...
-9-

(2) Rekredensialing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan


menggunakan kriteria teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
dan penilaian kinerja yang disepakati bersama.
(3) Rekredensialing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling
lambat (tiga) bulan sebelum masa perjanjian kerja sama berakhir.

Pasal 11
(1) Fasilitas kesehatan dapat mengajukan keberatan terhadap hasil
kredensialing dan rekredensialing yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
(2) Dalam menindaklanjuti keberatan yang diajukan oleh Fasilitas Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat membentuk tim penyelesaian keberatan.
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari unsur dinas
kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan.

Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban

Pasal 12
(1) Perjanjian kerja sama antara Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan
memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak.
(2) Hak Fasilitas Kesehatan paling sedikit terdiri atas:
a. mendapatkan informasi tentang kepesertaan, prosedur pelayanan,
pembayaran dan proses kerja sama dengan BPJS Kesehatan; dan
b. menerima pembayaran klaim atas pelayanan yang diberikan kepada
Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim
diterima lengkap.
(3) Kewajiban Fasilitas Kesehatan paling sedikit terdiri atas:
a. memberikan pelayanan kesehatan kepada Peserta sesuai ketentuan
yang berlaku; dan
b. memberikan laporan pelayanan sesuai waktu dan jenis yang telah
disepakati.
(4) Hak BPJS Kesehatan paling sedikit terdiri atas:
a. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan Fasilitas
Kesehatan; dan

b. menerima...
- 10 -

b. menerima laporan pelayanan sesuai waktu dan jenis yang telah


disepakati.
(5) Kewajiban BPJS Kesehatan paling sedikit terdiri atas:
a. memberikan informasi kepada Fasilitas Kesehatan berkaitan dengan
kepesertaan, prosedur pelayanan, pembayaran dan proses kerja sama
dengan BPJS Kesehatan; dan
b. melakukan pembayaran klaim kepada Fasilitas Kesehatan atas
pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas)
hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban diatur oleh BPJS
Kesehatan.

BAB IV
PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 13
(1) Setiap Peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup
pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan
obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang
diperlukan.
(2) Pelayanan kesehatan bagi Peserta yang dijamin oleh BPJS Kesehatan
terdiri atas:
a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
b. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, yang terdiri atas:
1. pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik); dan
2. pelayanan kesehatan tingkat ketiga (subspesialistik);
c. pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Kedua
Prosedur Pelayanan Kesehatan

Pasal 14
(1) Pelayanan kesehatan bagi Peserta dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis dimulai dari Fasilitas Kesehatan tingkat pertama.
(2) Pelayanan...
- 11 -

(2) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama bagi Peserta diselenggarakan oleh


Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar.
(3) Dalam keadaan tertentu, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku bagi Peserta yang:
a. berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat
Peserta terdaftar; atau
b. dalam keadaan kedaruratan medis.
(4) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memilih Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama selain Fasilitas Kesehatan tempat Peserta
terdaftar pertama kali setelah jangka waktu 3 (tiga) bulan atau lebih.

Pasal 15
(1) Dalam hal Peserta memerlukan Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan atas indikasi medis, Fasilitas Kesehatan tingkat pertama harus
merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai
dengan Sistem Rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan
dari Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
(3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikecualikan
pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan
fasilitas.
(5) Tata cara rujukan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pasal 16
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama merupakan pelayanan kesehatan non
spesialistik yang meliputi:
a. administrasi pelayanan;
b. pelayanan promotif dan preventif;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;

d. tindakan...
- 12 -

d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;


e. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
f. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
g. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
h. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.

Pasal 17
(1) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 untuk pelayanan medis mencakup:
a. kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama;
b. kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan
rujukan;
c. kasus medis rujuk balik;
d. pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan pelayanan kesehatan gigi
tingkat pertama;
e. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita oleh
bidan atau dokter; dan
f. rehabilitasi medik dasar.
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan panduan klinis.
(3) Panduan klinis pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 18
Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf h mencakup:
a. rawat inap pada pengobatan/perawatan kasus yang dapat diselesaikan
secara tuntas di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
b. pertolongan persalinan pervaginam bukan risiko tinggi;
c. pertolongan persalinan dengan komplikasi dan/atau penyulit pervaginam
bagi Puskesmas PONED;
d. pertolongan neonatal dengan komplikasi; dan
e. pelayanan transfusi darah sesuai kompetensi Fasilitas Kesehatan dan/atau
kebutuhan medis.

Pasal 19...
- 13 -

Pasal 19
(1) Obat dan Alat Kesehatan Program Nasional yang telah ditanggung oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, tidak ditanggung oleh BPJS
Kesehatan.
(2) Obat dan Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. alat kontrasepsi dasar;
b. vaksin untuk imunisasi dasar; dan
c. obat program pemerintah.

Bagian Keempat
Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

Pasal 20
(1) Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi :
a. administrasi pelayanan;
b. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
spesialis dan subspesialis;
c. tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai
dengan indikasi medis;
d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
f. rehabilitasi medis;
g. pelayanan darah;
h. pelayanan kedokteran forensik klinik;
i. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan;
j. perawatan inap non intensif; dan
k. perawatan inap di ruang intensif.
(2) Administrasi pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas biaya pendaftaran pasien dan biaya administrasi lain yang
terjadi selama proses perawatan atau pelayanan kesehatan pasien.
(3) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis
dan subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk
pelayanan kedaruratan.
(4) Jenis pelayanan kedokteran forensik klinik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf h meliputi pembuatan visum et repertum atau surat
keterangan medik berdasarkan pemeriksaan forensik orang hidup dan
pemeriksaan psikiatri forensik.
(5) Pelayanan...
- 14 -

(5) Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i terbatas hanya bagi Peserta
meninggal dunia pasca rawat inap di Fasilitas Kesehatan yang bekerja
sama dengan BPJS tempat pasien dirawat berupa pemulasaran jenazah
dan tidak termasuk peti mati.

Pasal 21
(1) Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada
haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi
kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang
dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelas perawatan.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi
Peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan tidak diperkenankan
memilih kelas yang lebih tinggi dari haknya.

Pasal 22
(1) Dalam hal ruang rawat inap yang menjadi hak Peserta penuh, Peserta
dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi.
(2) BPJS Kesehatan membayar kelas perawatan Peserta sesuai haknya dalam
keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila kelas perawatan sesuai hak Peserta telah tersedia, maka Peserta
ditempatkan di kelas perawatan yang menjadi hak Peserta.
(4) Perawatan satu tingkat lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lama 3 (tiga) hari.
(5) Dalam hal terjadi perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) lebih
dari 3 (tiga) hari, selisih biaya tersebut menjadi tanggung jawab Fasilitas
Kesehatan yang bersangkutan atau berdasarkan persetujuan pasien
dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang setara.

Bagian Kelima
Pelayanan Obat, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai

Pasal 23
(1) Peserta berhak mendapat pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis.
(2) Pelayanan...
- 15 -

(2) Pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan pada pelayanan
kesehatan rawat jalan dan/atau rawat inap baik di Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama maupun Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
(3) Pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
diberikan kepada Peserta berpedoman pada daftar obat, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Daftar obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Formularium Nasional dan
Kompendium Alat Kesehatan.
(5) Penambahan dan/atau pengurangan daftar obat, Alat Kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dalam Formularium Nasional dan Kompendium
Alat Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 24
(1) Pelayanan obat, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada
Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu
komponen yang dibayarkan dalam paket Indonesian Case Based Groups
(INA-CBG’s).
(2) Dalam hal obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis pada Fasilitas
Kesehatan rujukan tingkat lanjutan tidak tercantum dalam Formularium
Nasional, dapat digunakan obat lain berdasarkan persetujuan Komite
Medik dan kepala/direktur rumah sakit.

Pasal 25
(1) BPJS Kesehatan menjamin kebutuhan obat program rujuk balik melalui
Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan.
(2) Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar BPJS Kesehatan di luar
biaya kapitasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelayanan obat program rujuk
balik diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan.

Pasal 26
(1) Pelayanan Alat Kesehatan sudah termasuk dalam paket Indonesian Case
Based Groups (INA-CBG’s).

(2) Fasilitas...
- 16 -

(2) Fasilitas Kesehatan dan jejaringnya wajib menyediakan Alat Kesehatan


yang dibutuhkan oleh Peserta sesuai indikasi medis.
(3) Dalam hal terdapat sengketa indikasi medis antara Peserta, Fasilitas
Kesehatan, dan BPJS Kesehatan, diselesaikan oleh dewan pertimbangan
klinis yang dibentuk oleh Menteri.
Pasal 27
(1) Alat Kesehatan yang tidak masuk dalam paket Indonesian Case Based
Groups (INA-CBG’s) dibayar dengan klaim tersendiri.
(2) Alat Kesehatan yang tidak masuk dalam paket Indonesian Case Based
Groups (INA-CBG’s) ditetapkan oleh Menteri.
(3) Dalam kondisi khusus untuk keselamatan pasien, Alat Kesehatan yang
tidak masuk dalam paket Indonesian Case Based Groups (INA-CBG’s)
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan oleh dewan
pertimbangan klinis bersama BPJS Kesehatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelayanan Alat Kesehatan yang
tidak masuk dalam paket Indonesian Case Based Groups (INA-CBG’s) diatur
dengan Peraturan BPJS Kesehatan.

Bagian Keenam
Pelayanan Skrining Kesehatan

Pasal 28
(1) Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara perorangan dan selektif.
(2) Pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak
lanjutan dari risiko penyakit tertentu, meliputi:
a. diabetes mellitus tipe 2;
b. hipertensi;
c. kanker leher rahim;
d. kanker payudara; dan
e. penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dan huruf b dimulai dengan analisis riwayat kesehatan, yang dilakukan
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
(4) Dalam hal Peserta teridentifikasi mempunyai risiko berdasarkan riwayat
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan penegakan
diagnosa melalui pemeriksaan penunjang diagnostik tertentu.
(5) Peserta...
- 17 -

(5) Peserta yang telah terdiagnosa penyakit tertentu berdasarkan penegakan


diagnosa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan pengobatan
sesuai dengan indikasi medis.
(6) Pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
sampai dengan huruf e dilakukan sesuai dengan indikasi medis.

Bagian Ketujuh
Pelayanan Ambulan

Pasal 29
(1) Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan
dengan kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan disertai dengan upaya
atau kegiatan menjaga kestabilan kondisi pasien untuk kepentingan
keselamatan pasien.
(2) Pelayanan Ambulan hanya dijamin bila rujukan dilakukan pada Fasilitas
Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS atau pada kasus gawat darurat
dari Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
dengan tujuan penyelamatan nyawa pasien.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian pelayanan
ambulan ditetapkan dengan Peraturan BPJS Kesehatan.

Bagian Kedelapan
Pemberian Kompensasi

Pasal 30
(1) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang
memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta,
BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi.
(2) Penentuan daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi
syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta ditetapkan oleh
dinas kesehatan setempat atas pertimbangan BPJS Kesehatan dan Asosiasi
Fasilitas Kesehatan.
(3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk :
a. penggantian uang tunai;
b. pengiriman tenaga kesehatan; dan
c. penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu.

(4) Kompensasi...
- 18 -

(4) Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai sebagaimana dimaksud


pada ayat (3) huruf a berupa penggantian atas biaya pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan.
(5) Besaran penggantian atas biaya pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) disetarakan dengan tarif Fasilitas Kesehatan di
wilayah terdekat dengan memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis
pelayanan yang diberikan.
(6) Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan
Fasilitas Kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
dan huruf c dapat bekerja sama dengan dinas kesehatan, organisasi profesi
kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria kompensasi ditetapkan dengan
Peraturan BPJS Kesehatan.

Bagian Kesembilan
Pengaturan Lebih Lanjut

Pasal 31
Ketentuan mengenai prosedur dan tata laksana pelayanan kesehatan bagi
Peserta sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB V
SISTEM PEMBAYARAN PELAYANAN KESEHATAN

Pasal 32
(1) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan yang
memberikan layanan kepada Peserta.
(2) Besaran pembayaran yang dilakukan BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di
wilayah Fasilitas Kesehatan tersebut berada serta mengacu pada standar
tarif yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Asosiasi fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas Kesehatan rujukan
tingkat lanjutan ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(4) Kesepakatan...
- 19 -

(4) Kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan antara BPJS Kesehatan
dengan perwakilan asosiasi fasilitas kesehatan di setiap provinsi.
(5) Dalam hal besaran pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
disepakati oleh asosiasi fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan maka
besaran pembayaran atas program Jaminan Kesehatan sesuai dengan tarif
yang ditetapkan oleh Menteri.

BAB VI
KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA

Pasal 33
(1) Dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya, Menteri berwenang
melakukan:
a. penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment);
b. pertimbangan klinis (clinical advisory);
c. penghitungan standar tarif;
d. monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan jaminan
kesehatan.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dimaksudkan agar tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, Fasilitas Kesehatan
rujukan tingkat lanjutan telah sesuai dengan kewenangan dan standar
pelayanan medis yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 34
(1) Penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a dilakukan dalam rangka
pengembangan penggunaan teknologi dalam penyelenggaraan jaminan
kesehatan untuk peningkatan mutu dan efisiensi biaya serta penambahan
Manfaat jaminan kesehatan.
(2) Penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan usulan dari asosiasi
fasilitas kesehatan, organisasi profesi kesehatan, dan BPJS Kesehatan.
(3) Penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim Health Technology Assessment
(HTA) yang dibentuk oleh Menteri.
(4) Tim...
- 20 -

(4) Tim Health Technology Assessment (HTA) sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) bertugas melakukan penilaian terhadap pelayanan kesehatan yang
dikategorikan dalam teknologi baru, metode baru, obat baru, keahlian
khusus, dan pelayanan kesehatan lain dengan biaya tinggi.
(5) Tim Health Technology Assessment (HTA) memberikan rekomendasi kepada
Menteri mengenai kelayakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) untuk dimasukkan sebagai pelayanan kesehatan yang
dijamin.
(6) Pelayanan kesehatan yang dijamin sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 35
(1) Pertimbangan klinis (clinical advisory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (1) huruf b dimaksudkan agar pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada pasien efektif dan sesuai kebutuhan.
(2) Pertimbangan klinis (clinical advisory) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan oleh Tim yang dibentuk Menteri yang terdiri atas unsur
organisasi profesi dan akademisi kedokteran.
(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertugas memberikan
rekomendasi terkait dengan permasalahan teknis medis pelayanan
kesehatan.

Pasal 36
Kendali mutu dan kendali biaya pada tingkat Fasilitas Kesehatan dilakukan
oleh Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan.

Pasal 37
Penyelenggaraan kendali mutu dan biaya oleh Fasilitas Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dilakukan melalui:
a. pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik
profesi sesuai kompetensi;
b. utilization review dan audit medis;
c. pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan; dan/atau
d. pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, Alat Kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala yang
dilaksanakan melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan.

Pasal 38...
- 21 -

Pasal 38
(1) Penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya oleh BPJS Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dilakukan melalui:
a. pemenuhan standar mutu Fasilitas Kesehatan;
b. pemenuhan standar proses pelayanan kesehatan; dan
c. pemantauan terhadap luaran kesehatan Peserta.
(2) Dalam rangka penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan membentuk tim
kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri dari unsur organisasi profesi,
akademisi, dan pakar klinis.
(3) Tim kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat melakukan:
a. sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik
profesi sesuai kompetensi;
b. utilization review dan audit medis; dan/atau
c. pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan.
(4) Pada kasus tertentu, tim kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat meminta informasi tentang identitas,
diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan
Peserta dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis kepada Fasilitas
Kesehatan sesuai kebutuhan.

BAB VII
PELAPORAN DAN UTILIZATION REVIEW

Pasal 39
(1) Fasilitas Kesehatan wajib membuat laporan kegiatan pelayanan kesehatan
yang diberikan secara berkala setiap bulan kepada BPJS Kesehatan.
(2) BPJS Kesehatan wajib menerapkan Utilization Review secara berkala dan
berkesinambungan dan memberikan umpan balik hasil Utilization Review
kepada Fasilitas Kesehatan.
(3) BPJS Kesehatan melaporkan hasil Utilization Review kepada Menteri dan
DJSN.
(4) Ketentuan mengenai mekanisme pelaporan dan Utilization Review
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan
Peraturan BPJS Kesehatan.
BAB VIII...
- 22 -

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 40
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, seluruh Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama milik TNI/Polri dinyatakan sebagai klinik pratama.
(2) Fasilitas Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menyesuaikan dengan perizinan klinik pratama dalam jangka waktu 2
(dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.

Pasal 41
(1) Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan dikecualikan dari kewajiban terakreditasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2); dan
b. seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
dikecualikan dari persyaratan sertifikat akreditasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf b angka 6.
(2) Fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai
berlaku.
(3) Rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus
menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 416/Menkes/Per/II/2011 tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Bagi
Peserta PT Askes (Persero) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 117) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 029 Tahun 2012 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 43...
- 23 -

Pasal 43
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 November 2013

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NAFSIAH MBOI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 November 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1400


- 24 -

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 71 TAHUN 2013
TENTANG
PELAYANAN KESEHATAN PADA
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

PROSEDUR DAN TATA LAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA


JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

A. Persyaratan Umum
1. Peserta wajib memiliki identitas sebagai Peserta BPJS Kesehatan.
2. Peserta wajib terdaftar di 1 (satu) Fasilitas Kesehatan tingkat pertama.
3. Untuk pertama kali setiap Peserta didaftarkan oleh BPJS Kesehatan
pada satu Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh
BPJS Kesehatan setelah mendapat rekomendasi dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat. Apabila tidak terdapat rekomendasi dari
dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama akan ditetapkan oleh Menteri.
4. Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar, kecuali dalam
keadaan tertentu yaitu:
a. berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat
Peserta terdaftar; atau
b. dalam keadaan kedaruratan medis.
5. Peserta harus memperlihatkan identitas Peserta yang berlaku untuk
mendapatkan pelayanan.
6. Apabila sesuai dengan indikasi medis Peserta memerlukan pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjutan, Peserta wajib membawa surat
rujukan dari Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan tingkat pertama lain
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan
gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien,
dan pertimbangan geografis.
7. Seluruh Fasilitas Kesehatan baik tingkat pertama maupun tingkat
lanjutan berkewajiban meneliti kebenaran identitas Peserta dan
penggunaannya.
- 25 -

8. Seluruh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan


baik yang bekerja sama maupun yang tidak bekerja sama yang telah
memberikan pelayanan berkewajiban membuat surat bukti pelayanan
yang harus ditandatangani oleh pemberi pelayanan dan Peserta atau
anggota keluarganya.
9. Peserta wajib menyetujui penggunaan informasi tentang kesehatan dan
pelayanan kesehatan yang diterimanya oleh BPJS Kesehatan untuk
kepentingan administrasi pembayaran pelayanan kesehatan.

B. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama


1. Rawat Jalan Tingkat Pertama
a. Untuk mendapatkan pelayanan, Peserta menunjukkan kartu
identitas yang berlaku (proses administrasi).
b. Setelah mendapatkan pelayanan Peserta menandatangani bukti
pelayanan pada lembar yang disediakan.
c. Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata Peserta memerlukan
pemeriksaan ataupun tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai
dengan indikasi medis, maka Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
akan memberikan surat rujukan ke Fasilitas Kesehatan tingkat
lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan
Sistem Rujukan yang berlaku.
2. Rawat Inap Tingkat Pertama
a. Persyaratan mendapatkan pelayanan :
Menyerahkan surat pengantar untuk dirawat dari Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama.
b. Kewajiban sesudah pelaksanaan pelayanan :
1) Fasilitas Kesehatan membuat surat bukti rawat yang menyatakan
bahwa Peserta telah mendapat perawatan, dimana tercantum
tanggal masuk, tanggal keluar dan diagnosa penyakit.
2) Peserta menandatangani surat bukti perawatan.

C. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan


1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
a. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan merupakan kelanjutan dari
pelayanan tingkat pertama yang berdasarkan surat rujukan dari
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi tertentu
sehingga Peserta tidak perlu membawa surat rujukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
b. Kewajiban sesudah mendapatkan pelayanan :
1) Peserta diwajibkan menandatangani surat bukti pelayanan yang
menerangkan bahwa Peserta tersebut telah mendapat pelayanan
dari Fasilitas Kesehatan yang bersangkutan.
- 26 -

2) Dokter di Fasilitas Kesehatan penerima rujukan berkewajiban


memberikan jawaban surat rujukan kepada dokter yang merujuk
disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika
secara medis Peserta sudah dapat dilayani di Fasilitas Kesehatan
yang merujuk.

2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan


a. Persyaratan mendapatkan Pelayanan
1) Menyerahkan surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama atau Fasilitas Kesehatan lain kecuali dalam kondisi
tertentu sehingga Peserta tidak perlu membawa surat rujukan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Menyerahkan surat jaminan perawatan selambat-lambatnya 3 x
24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum
pasien pulang.
b. Penetapan ruang perawatan di Rumah Sakit sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
c. Kewajiban sesudah mendapatkan pelayanan
1) Peserta diwajibkan menandatangani surat bukti perawatan dan
surat bukti pelayanan lainnya.
2) Fasilitas Kesehatan/dokter yang merawat berkewajiban memberi
surat rujukan balik kepada dokter di Fasilitas Kesehatan yang
merujuk disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan
jika secara medis Peserta sudah dapat dilayani di Fasilitas
Kesehatan yang merujuk.

D. Pelayanan Rujukan Parsial


1. Setiap Fasilitas Kesehatan yang mengirim rujukan pelayanan yang
merupakan bagian dari paket INA CBG’s seperti rujukan pemeriksaan
penunjang/spesimen dan tindakan saja, maka beban biaya menjadi
tanggung jawab Fasilitas Kesehatan perujuk.
2. Fasilitas Kesehatan perujuk membayar biaya tersebut ke Fasilitas
Kesehatan penerima rujukan atas pelayanan yang diberikan.
3. BPJS Kesehatan membayar paket INA CBG’s ke Fasilitas Kesehatan
perujuk.

E. Pelayanan Obat dan Alat Kesehatan


1. Pelayanan Obat
a. Prosedur pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
1) Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
2) Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis.
3) Peserta membawa resep ke Ruang Farmasi/Instalasi Farmasi di
puskesmas, klinik dan apotek jejaring.
- 27 -

4) Apoteker di puskesmas melakukan pengkajian resep, menyiapkan


dan menyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian
informasi obat. Jika di Puskesmas belum memiliki Apoteker
pelayanan obat dapat di lakukan oleh tenaga teknis kefarmasian
dengan pembinaan apoteker dari dinas kesehatan
kabupaten/kota.
5) Apoteker di Klinik dan Apotek melakukan pengkajian resep,
menyiapkan dan menyerahkan obat kepada Peserta disertai
dengan pemberian informasi obat. Apabila di Klinik tidak memiliki
apoteker maka tidak dapat melakukan pelayanan obat.
6) Peserta menandatangani bukti penerimaan obat.
b. Prosedur Pelayanan Obat paket INA-CBG’s di Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjutan
1) Prosedur pelayanan obat rawat jalan
a) Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan
medis di Fasilitas Kesehatan.
b) Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis.
c) Peserta mengambil obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau
apotek jejaring rumah sakit dengan membawa identitas dan
bukti pelayanan yang diperlukan.
d) Apoteker melakukan verifikasi Resep dan bukti pendukung lain.
e) Apoteker melakukan pengkajian resep, menyiapkam dan
meyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian
informasi obat.
f) Peserta menandatangani bukti penerimaan obat.
2) Prosedur Pelayanan Obat rawat inap:
a) Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan
medis di Fasilitas Kesehatan.
b) Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis.
c) Peserta mengambil obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau
apotek jejaring rumah sakit dengan membawa identitas dan
bukti pelayanan yang diperlukan.
d) Apoteker melakukan verifikasi resep dan bukti pendukung lain.
e) Apoteker melakukan pengkajian resep, menyiapkam dan
meyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian
informasi obat.
f) Peserta menandatangani bukti penerimaan obat.

2. Prosedur Pelayanan Alat Kesehatan Paket INA-CBG’s di Fasilitas


Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
a. Prosedur Pelayanan Alat Kesehatan Rawat Jalan
1) Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis
di Fasilitas Kesehatan.
- 28 -

2) Dokter menuliskan resep Alat Kesehatan sesuai dengan indikasi


medis.
3) Peserta mengambil Alat Kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit atau jejaring rumah sakit sebagai penyedia alat kesehatan
dengan membawa identitas dan bukti pelayanan yang diperlukan.
4) Apoteker/tenaga teknis kefarmasian melakukan verifikasi resep
dan bukti pendukung lain.
5) Apoteker /tenaga teknis kefarmasian menyerahkan Alat Kesehatan
kepada Peserta.
6) Peserta menandatangani bukti penerimaan Alat Kesehatan.
b. Prosedur pelayanan Alat Kesehatan rawat inap:
1) Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis
di Fasilitas Kesehatan.
2) Dokter menuliskan resep Alat Kesehatan sesuai dengan indikasi
medis.
3) Peserta mengambil Alat Kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit atau jejaring rumah sakit sebagai penyedia alat kesehatan
dengan membawa identitas dan bukti pelayanan yang diperlukan.
4) Apoteker/tenaga teknis kefarmasian melakukan verifikasi Resep
dan bukti pendukung lain.
5) Apoteker/tenaga teknis kefarmasian menyerahkan Alat Kesehatan
kepada Peserta.
6) Peserta menandatangani bukti penerimaan Alat Kesehatan.

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NAFSIAH MBOI
PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN
NOMOR 1 TAHUN 2014
TENTANG
PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR UTAMA
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15, Pasal 17


ayat (7), Pasal 17 A ayat (6), Pasal 26 ayat (3), Pasal 31, Pasal
40 ayat (5), dan Pasal 42 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor
12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
2013 tentang Jaminan Kesehatan, perlu ditetapkan Peraturan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan tentang
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem


Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik
2

Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 5256);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 264,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5372);
6. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 29) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang
Perubahan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013
tentang Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 255).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL


KESEHATAN TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN
KESEHATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan ini yang
dimaksud dengan:
1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada
setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.
3

3. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
4. Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayar secara
teratur oleh Peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah untuk program
Jaminan Kesehatan.
5. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disingkat
PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu
sebagai peserta program Jaminan Kesehatan.
6. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak Peserta
dan/atau anggota keluarganya.
7. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.
8. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan
rawat jalan dan rawat inap.
9. Rawat jalan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan
yang bersifat non spesialistik yang dilaksanakan pada pemberi pelayanan
kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, diagnosis,
pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.
10. Rawat inap tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan
tingkat pertama, untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis,
pengobatan, dan/atau pelayanan medis lainnya, dimana peserta
dan/atau anggota keluarganya dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari.
11. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan adalah upaya pelayanan
kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang
meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan dan
rawat inap diruang perawatan khusus.
12. Pelayanan kesehatan lain adalah pelayanan kesehatan lain yang
ditetapkan oleh Menteri.
13. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa,
4

menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta


memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk struktur
dan memperbaiki fungsi tubuh.
14. Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-
CBG’s adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan
kepada pengelompokan diagnosis penyakit.
15. Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbal balik, baik vertikal maupun
horizontal.
16. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri adalah Pegawai Tidak Tetap,
Pegawai Honorer, Staf Khusus, dan pegawai lain yang dibayarkan oleh
Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah.
17. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut TNI adalah
personil/prajurit alat negara di bidang pertahanan yang melaksanakan
tugasnya secara matra di bawah pimpinan Kepala Staf Angkatan atau
gabungan di bawah Pimpinan Panglima TNI.
18. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut anggota
Polri adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang melaksanakan fungsi kepolisian.
19. Virtual Account adalah nomor rekening virtual yang disediakan oleh BPJS
Kesehatan untuk entitas dan perorangan sebagai rekening tujuan dalam
pembayaran iuran Jaminan Kesehatan.
20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

Pasal 2
Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan meliputi:
a. kepesertaan;
b. iuran kepesertaan;
c. penyelenggara pelayanan kesehatan;
d. kendali mutu dan kendali biaya; dan
e. pelaporan dan utilization review.
5

BAB II
KEPESERTAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3
Kepesertaan jaminan kesehatan meliputi:
a. peserta;
b. pendaftaran peserta;
c. verifikasi dan identifikasi peserta;
d. hak dan kewajiban peserta;
e. perubahan data dan status peserta;

Bagian Kedua
Peserta

Paragraf 1
Umum

Pasal 4
Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terdiri atas:
a. peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
b. peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan.

Paragraf 2
Peserta PBI Jaminan Kesehatan

Pasal 5
Peserta PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
terdiri atas:
a. Orang yang tergolong fakir miskin; dan
b. Orang tidak mampu.
6

Paragraf 3
Peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan

Pasal 6
Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf b terdiri atas:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk warga negara
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota
keluarganya ;
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan
anggota keluarganya;
c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya.

Pasal 7
Peserta Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan
anggota keluarganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a terdiri
atas:
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
f. Pegawai swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang
menerima Upah.

Pasal 8
Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan
anggota keluarganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b terdiri
atas:
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
7

Pasal 9
(1) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf c terdiri atas:
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima Pensiun;
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan; dan
g. bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e
yang mampu membayar iuran.
(2) Penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri
atas:
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c yang
mendapat hak pensiun;
e. penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c;
f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf e yang mendapat hak pensiun.

Pasal 10
(1) Anggota keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 meliputi
istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah,
dan anak angkat yang sah, sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

(2) Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat
yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan kriteria:

a. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai


penghasilan sendiri; dan
b. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua
puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
8

(3) Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikutsertakan anggota


keluarga yang lain.

(4) Anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi
anak ke 4 (empat) dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.

Bagian Ketiga
Pendaftaran Peserta

Paragraf 1
Umum

Pasal 11
(1) Pendaftaran peserta Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf b dilakukan, baik sendiri-sendiri maupun kelompok.
(2) Pendaftaran peserta Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan secara:
a. migrasi data; atau
b. manual.

Pasal 12
Pendaftaran peserta Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 dilakukan untuk:
a. PBI Jaminan Kesehatan; dan
b. Bukan PBI Jaminan Kesehatan.

Paragraf 2
Pendaftaran Peserta PBI Jaminan Kesehatan

Pasal 13
(1) Pendaftaran peserta PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf a dilakukan oleh Menteri.
(2) Menteri dalam mendaftarkan peserta PBI Jaminan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara migrasi data
9

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a sesuai dengan


format yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Paragraf 3
Pendaftaran Peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan

Pasal 14
Pendaftaran peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf b dilakukan terhadap:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk warga negara
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota
keluarganya;
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk warga
negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan
anggota keluarganya;
c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya.

Pasal 15
(1) Pendaftaran peserta Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Penerima Upah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dilakukan oleh Pemberi
Kerja.
(2) Pendaftaran peserta bagi Pekerja Penerima Upah dilakukan secara
kelompok melalui entitasnya kepada BPJS Kesehatan.
(3) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara
migrasi data sesuai dengan format yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan
atau secara manual.
(4) Pendaftaran secara migrasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan paling sedikit untuk 1000 (seribu) calon peserta.
(5) Pendaftaran secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dengan cara:
a. datang langsung ke kantor BPJS Kesehatan atau melalui pihak ketiga
yang ditunjuk oleh BPJS Kesehatan;
b. mengisi formulir dan menyerahkan kelengkapan data calon peserta.
(6) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a meliputi:
a. perbankan;
10

b. asosiasi profesi atau asosiasi lain;


c. retail; dan
d. lembaga lainnya.

Pasal 16
(1) Dalam hal Pemberi Kerja secara nyata-nyata tidak mendaftarkan
Pekerjanya kepada BPJS Kesehatan, pekerja yang bersangkutan berhak
mendaftarkan dirinya sebagai peserta Jaminan Kesehatan.
(2) Iuran peserta bagi Pekerja yang mendaftarkan dirinya sebagai peserta
Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dibayar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
Jaminan Kesehatan.

Pasal 17
(1) Pemberi Kerja dalam mendaftarkan pekerjanya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) harus melengkapi data calon peserta yang
memuat paling sedikit:
a. nama calon peserta;
b. nomor induk kependudukan;
c. tanggal lahir; dan
d. nama fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan dan dipilih oleh calon peserta.
(2) BPJS Kesehatan setelah menerima data calon peserta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mendaftarkan peserta ke fasilitas kesehatan
tingkat pertama yang dipilih oleh calon peserta.
(3) Dalam hal peserta tidak memilih fasilitas tingkat pertama, BPJS
Kesehatan menetapkan fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Pasal 18
(1) Pendaftaran Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dan huruf c dilakukan
sendiri oleh yang bersangkutan kepada BPJS Kesehatan.
(2) Pekerja Bukan Penerima Upah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
tidak termasuk Pensiunan TNI, Pensiunan Polri, Pensiunan PNS,
Pensiunan Pejabat Negara, Veteran dan Perintis Kemerdekaan.
11

Pasal 19
(1) Pendaftaran Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dilakukan di kantor
BPJS Kesehatan yang wilayah kerjanya meliputi daerah tempat calon
peserta berdomisili atau melalui pihak ketiga yang ditunjuk BPJS
Kesehatan.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
a. kolektif, secara:
1. manual dengan mengisi dan menyerahkan formulir daftar isian
peserta serta melampirkan pas foto berwarna; atau
2. migrasi data yang disampaikan dalam bentuk format data yang
disepakati dan menyerahkan pas foto berwarna.
b. sendiri-sendiri dengan cara mengisi Formulir Daftar Isian Peserta
(FDIP), melampirkan pas foto dan menunjukan/memperlihatkan
dokumen:
1. Asli/foto copy Kartu Tanda Penduduk atau Kartu Keluarga.
2. Bagi WNA menunjukan Kartu Ijin Tinggal Sementara / Tetap
(KITAS/KITAP)

Pasal 20
Penduduk yang belum memiliki Jaminan Keehatan pada suatu daerah dapat
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah tempat penduduk yang bersangkutan
domisili.

Bagian Keempat
Verifikasi dan Identitas Peserta

Pasal 21
(1) Verifikasi dan identifikasi peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf c dilakukan oleh BPJS Kesehatan setelah menerima data yang
diajukan oleh calon peserta.
(2) Dalam hal data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap
dan/atau tidak benar, BPJS Kesehatan dalam waktu paling lama 10
(sepuluh) hari kerja harus memberitahukan kepada calon peserta untuk
menyampaikan data secara lengkap dan benar.
12

Pasal 22
Calon peserta dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2)
harus menyampaikan kembali data secara lengkap dan benar kepada BPJS
Kesehatan.
Pasal 23
(1) Apabila berdasarkan hasil verifikasi data calon peserta sudah dinyatakan
lengkap dan benar, BPJS Kesehatan menerbitkan Kartu Identitas Peserta
Jaminan Kesehatan.
(2) Kartu Identitas Peserta Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nomor kepesertaan;
b. nama peserta;
c. tanggal lahir
d. nomor induk kependudukan;
e. nama fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan dan dipilih oleh calon peserta.
f. tanggal penerbitan kartu.
(3) BPJS Kesehatan melakukan perekaman dan memelihara data Peserta
Jaminan Kesehatan dalam sistem database (master file) BPJS Kesehatan.

Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Peserta

Pasal 24
Hak dan kewajiban setiap peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
d menjamin terselenggaranya Jaminan Kesehatan oleh BPJS Kesehatan
kepada peserta.

Pasal 25
(1) Setiap peserta mempunyai hak untuk:
a. mendapatkan identitas peserta;
b. mendapatkan Nomor Virtual Account ;
13

c. memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan


BPJS Kesehatan;
d. memperoleh manfaat Jaminan Kesehatan;
e. menyampaikan pengaduan kepada Fasilitas Kesehatan dan/atau
BPJS Kesehatan yang bekerja sama;
f. mendapatkan informasi pelayanan kesehatan; dan
g. mengikuti program asuransi kesehatan tambahan.
(2) Manfaat Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
termasuk pelayanan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan dan dilakukan oleh
penyelenggara pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.

Pasal 26
Setiap peserta wajib:
a. membayar iuran;
b. melaporkan perubahan data kepesertaan;
c. melaporkan perubahan status kepesertaan; dan
d. melaporkan kerusakan dan/atau kehilangan kartu identitas Peserta
Jaminan Kesehatan.

Bagian Keenam
Perubahan Data dan Status Kepesertaan

Pasal 27
(1) Perubahan data dan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf e yang terjadi pada setiap peserta wajib dilaporkan kepada
BPJS Kesehatan.
(2) Perubahan data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
meliputi:
a. fasilitas kesehatan tingkat pertama;
b. tempat tinggal;
c. tempat bekerja dan/atau identitas Pemberi Kerja baru;
d. golongan kepegawaian;
14

e. jenis kepesertaan;
f. susunan keluarga dan/atau jumlah peserta; dan
g. anggota keluarga tambahan.

Pasal 28
Segala kerugian dan/atau biaya yang terjadi akibat keterlambatan dan/atau
kelalaian pelaporan perubahan data Peserta Jaminan Kesehatan menjadi
beban Peserta.

Pasal 29
Perubahan status kepesertaan dari Peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi
Bukan Peserta PBI Jaminan Kesehatan dilakukan pada saat Peserta
membayar iuran untuk pertama kali.

Pasal 30
(1) Perubahan status kepesertaan dari Peserta Bukan PBI Jaminan
Kesehatan menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dapat dilakukan bagi:
a. Peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan yang mengalami cacat total
tetap dan tidak mampu;
b. Peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan yang mengalami PHK dan
tidak mendapatkan pekerjaan kembali dalam waktu 6 (enam) bulan
dan dinyatakan tidak mampu untuk menjadi peserta bukan PBI
Jaminan Kesehatan.
(2) Perubahan status kepesertaan dari Peserta Bukan PBI Jaminan
Kesehatan menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan yang mengalami cacat total
melaporkan kondisi kecacatannya kepada Pemerintah Daerah
setempat dengan menyertakan keterangan tingkat dan jenis
kecacatannya dari dokter yang berwenang;
b. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan yang mengalami Pemutusan
Hubungan Kerja dan tidak mendapatkan pekerjaan kembali dalam
waktu 6 (enam) bulan melaporkan kepada Pemerintah Daerah
setempat dengan menyertakan surat keterangan tidak mampu dari
pejabat yang berwenang.
15

Pasal 31
(1) Pemerintah Daerah melakukan pendataan atas laporan perubahan status
kepesertaan dari Peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan menjadi Peserta
PBI Jaminan Kesehatan.
(2) Pemerintah Daerah mengusulkan perubahan status kepesertaan dari
Peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan menjadi Peserta PBI Jaminan
Kesehatan kepada Menteri yang menyelengarakan urusan pemerintahan
di bidang sosial.

Pasal 32
(1) Menteri yang menyelengarakan urusan pemerintahan di bidang sosial
melakukan verifikasi atas perubahan status kepesertaan dari Peserta
Bukan PBI Jaminan Kesehatan menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan
yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Menteri yang menyelengarakan urusan pemerintahan di bidang sosial
melakukan validasi data Peserta PBI Jaminan Kesehatan setelah
berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.
(3) Perubahan dan validasi data peserta PBI Jaminan Kesehatan oleh Menteri
yang menyelengarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dilakukan
setiap 6 (enam) bulan pada tahun anggaran berjalan dan ditetapkan oleh
Menteri yang menyelengarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
(4) Perubahan dan validasi data peserta PBI Jaminan Kesehatan oleh Menteri
yang menyelengarakan urusan pemerintahan di bidang sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya diserahkan kepada
Menteri untuk didaftarkan sebagai Peserta PBI Jaminan Kesehatan
kepada BPJS Kesehatan.
16

BAB III
IURAN KEPESERTAAN JAMINAN KESEHATAN

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
(1) Iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf b wajib dibayarkan oleh setiap peserta program Jaminan
Kesehatan.
(2) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibayarkan paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulannya pada Bank yang telah
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
(3) Besaran iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

Pasal 34
(1) BPJS Kesehatan melakukan pengumpulan dan penagihan pembayaran
iuran kepada peserta.
(2) Tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
rincian:
a. data Peserta; dan
b. nominal tagihan.

Pasal 35
(1) Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, membayar iuran
yang menjadi tanggung jawabnya, dan menyetor iuran tersebut kepada
BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
(2) Untuk Pemberi Kerja pemerintah daerah, penyetoran iuran kepada BPJS
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
rekening kas negara paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
(3) Apabila tanggal 10 (sepuluh) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja
berikutnya.
(4) Keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) oleh pemberi kerja selain pemberi kerja
17

penyelenggara negara, dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua


persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk
waktu 3 (tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang
tertunggak oleh Pemberi Kerja.
(5) Dalam hal keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih dari 3 (tiga) bulan, penjaminan
dapat diberhentikan sementara.

Pasal 36
Iuran peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dibayarkan bagi:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan;
b. Pemberi Kerja;
c. Pekerja Bukan Penerima Upah;
d. Bukan Pekerja; dan
e. Anggota keluarga yang lain.

Bagian Kedua
Peserta PBI Jaminan Kesehatan

Pasal 37
(1) Iuran peserta PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 huruf a dibayarkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
(2) BPJS Kesehatan setelah menerima pembayaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melakukan rekonsiliasi data dengan Menteri.
(3) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan setiap 6
(enam) bulan.
(4) Apabila hasil rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
terjadi kurang atau lebih pembayaran, kelebihan atau kekurangan
pembayaran tersebut akan diperhitungkan pada pembayaran iuran
berikutnya.
(5) Ketentuan mengenai tata cara penyediaan, pencairan dan
pertanggungjawaban dana iuran dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
18

Bagian Ketiga
Pemberi Kerja

Paragraf 1
Umum

Pasal 38
Pemberi kerja terdiri atas:
a. Pemberi kerja penyelenggara negara; dan
b. Pemberi kerja selain penyelenggara negara

Paragraf 2
Pemberi Kerja Penyelenggara Negara

Pasal 39
Pemberi Kerja penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
huruf a terdiri atas:
a. pemerintah; dan
b. pemerintah daerah.

Pasal 40
(1) Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a
membayarkan iuran peserta Jaminan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil
Pusat, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara dan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri Pusat
(2) Iuran peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan melalui
rekening kas negara kepada BPJS Kesehatan setiap bulan.
(3) BPJS Kesehatan setelah menerima penyetoran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) melakukan rekonsiliasi data dengan Menteri Keuangan.
(4) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan setiap 3
(tiga) bulan.
(5) Apabila hasil rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
terjadi kurang atau lebih pembayaran, kelebihan atau kekurangan
pembayaran tersebut akan diperhitungkan pada pembayaran iuran
berikutnya.
19

(6) Tata cara penghitungan, penyediaan, pencairan dan pertanggungjawaban


dana iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

Pasal 41
(1) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 huruf b
membayarkan iuran peserta Jaminan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil
Daerah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Daerah.
(2) Iuran peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan melalui
rekening kas negara kepada BPJS Kesehatan setiap bulan.
(3) BPJS Kesehatan setelah menerima penyetoran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) melakukan rekonsiliasi data dengan Pemerintah Daerah.
(4) Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan setiap
3 (tiga) bulan.
(5) Apabila hasil rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
terjadi kurang atau lebih pembayaran, kelebihan atau kekurangan
pembayaran tersebut akan diperhitungkan pada pembayaran iuran
berikutnya.
(6) Tata cara penghitungan, penyediaan, pencairan dan pertanggungjawaban
dana iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

Paragraf 3
Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara

Pasal 42
(1) Pemberi kerja selain penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam
pasal 38 huruf b membayar iuran Jaminan Kesehatan bagi Pekerja dan
dirinya dan menyetorkannya kepada BPJS Kesehatan paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
(2) Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Pegawai swasta; dan
b. Pekerja yang menerima upah selain pekerja yang iurannya dibayarkan
oleh pemberi kerja penyelenggara negara.
20

(3) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui


rekening Virtual Account yang diberikan oleh BPJS Kesehatan pada saat
pendaftaran.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pembayaran
iuran diatur dengan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.

Bagian Keempat
Pekerja Bukan Penerima Upah

Pasal 43
(1) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 huruf c membayar iuran Jaminan Kesehatan bagi Pekerja dan
dirinya dan menyetorkannya kepada BPJS Kesehatan paling lambat
tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
(2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke rekening Virtual
Account yang diberikan oleh BPJS Kesehatan pada saat pendaftaran.
(3) Pembayaran Iuran dapat dilakukan untuk masa waktu 1 (satu) bulan, 3
(tiga) bulan, 6 (enam) bulan dan 1 (satu) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pembayaran
iuran bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja diatur
dengan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.

Bagian Kelima
Bukan Pekerja

Pasal 44
(1) Peserta Bukan Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf d
membayar iuran Jaminan Kesehatan bagi dirinya dan menyetorkannya
kepada BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
(2) Peserta Bukan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
merupakan Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan Penerima pensiun, iuran
kepesertaannya dibayarkan oleh Pemerintah.
(3) Pemerintah membayarkan tambahan iuran bagi Penerima Pensiun
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menjadi tanggung jawab
Pemerintah kepada BPJS Kesehatan setiap bulan.
21

(4) Penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
d. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c yang
mendapat hak pensiun;
e. penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf e yang mendapat hak pensiun.
(5) Penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membayarkan
iuran Jaminan Kesehatan yang menjadi kewajibannya melalui
pemotongan uang pensiun oleh pihak ketiga pembayar Pensiun.
(6) Pihak ketiga pembayar pensiun menyetorkan potongan Iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada BPJS Kesehatan paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
(7) BPJS Kesehatan setelah menerima penyetoran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) melakukan rekonsiliasi data dengan
Menterian Keuangan dan pihak ketiga pembayar pensiun.
(8) Rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan
setiap 3 (tiga) bulan.
(9) Apabila hasil rekonsiliasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
terjadi kurang atau lebih pembayaran, kelebihan atau kekurangan
pembayaran tersebut akan diperhitungkan pada pembayaran iuran
berikutnya.
(10) Tata cara penyediaan, pencairan dan pertanggungjawaban dana iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

Pasal 45
(1) Peserta Bukan Pekerja selain yang dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dan
ayat (3), membayar dan menyetor iuran Jaminan Kesehatan bagi dirinya
kepada BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
22

(2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui rekening


Virtual Account yang diberikan oleh BPJS Kesehatan pada saat
pendaftaran peserta.
(3) Pembayaran Iuran dapat dilakukan untuk masa waktu 1 (satu) bulan, 3
(tiga) bulan, 6 (enam) bulan dan 1 (satu) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pembayaran
iuran bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja diatur
dengan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.

Bagian Keenam
Anggota keluarga yang lain
Pasal 46
(1) Iuran peserta bagi anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 huruf e dari peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan
dibayarkan oleh peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dan disetorkan kepada BPJS Kesehatan paling
lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
(2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
rekening Virtual Account yang diberikan oleh BPJS Kesehatan pada saat
pendaftaran peserta.
(3) Pembayaran Iuran dapat dilakukan untuk masa waktu 1 (satu) bulan, 3
(tiga) bulan, 6 (enam) bulan dan 1 (satu) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pembayaran
iuran bagi Anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.

BAB IV
PENYELENGGARA PELAYANAN KESEHATAN

Bagian kesatu
Umum

Pasal 47
(1) Setiap peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup
pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk
23

pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan
medis yang diperlukan.
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
semua fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan, fasilitas kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan termasuk fasilitas kesehatan
penunjang yang terdiri atas:
a. laboratorium;
b. instalasi farmasi Rumah Sakit;
c. apotek;
d. unit transfusi darah/Palang Merah Indonesia;
e. optik;
f. pemberi pelayanan Consumable Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD);
dan
g. praktek Bidan/Perawat atau yang setara.
(3) Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama;
b. pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan;
c. pelayanan gawat darurat;
d. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medik habis pakai;
e. pelayanan ambulance;
f. pelayanan skrining kesehatan; dan
g. pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri;

Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Paragraf 1
Umum

Pasal 48
(1) Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf a bagi Peserta
dilakukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat Peserta
terdaftar.
24

(2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memilih fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang lain dalam jangka waktu paling sedikit 3
(tiga) bulan.
(3) Fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. Puskesmas atau yang setara;
b. praktik dokter;
c. praktik dokter gigi;
d. klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat
pertama milik TNI/POLRI;dan
e. Rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara.

Pasal 49
Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama terdiri atas:
a. Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan rawat inap tingkat pertama:
c. Pelayanan kesehatan gigi; dan
d. Pelayanan kesehatan oleh bidan dan perawat.

Paragraf 2
Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama

Pasal 50
(1) Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama harus memiliki fungsi
pelayanan kesehatan yang komprehensif berupa pelayanan kesehatan
promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan dan
pelayanan kesehatan gawat darurat termasuk pelayanan penunjang yang
meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan farmasi.
(2) Pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk pelayanan medis mencakup:
a. kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di pelayanan
Kesehatan tingkat pertama;
b. kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan
rujukan;
c. kasus medis rujuk balik;
25

d. pemeriksaan, pengobatan dan tindakan pelayanan kesehatan gigi


tingkat pertama;
e. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita oleh
bidan atau dokter; dan
f. rehabilitasi medik dasar.
(3) Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama meliputi pelayanan
kesehatan non spesialistik yang mencakup:
a. administrasi pelayanan yang meliputi biaya administrasi pendaftaran
peserta untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke
fasilitas kesehatan lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat
ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama;
b. pelayanan promotif dan preventif yang meliputi kegiatan penyuluhan
kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana, skrining
kesehatan;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, dan bayi;
e. upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi;
f. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
g. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
h. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama
berupa pemeriksaan darah sederhana (Hemoglobin, apusan darah
tepi, trombosit, leukosit, hematokrit, eosinofil, eritrosit, golongan
darah, laju endap darah, malaria), urine sederhana (warna, berat
jenis, kejernihan, pH, leukosit, eritrosit), feses sederhana ( benzidin
tes, mikroskopik cacing), gula darah sewaktu;
i. pemeriksaan penunjang sederhana lain yang dapat dilakukan di
fasilitas kesehatan tingkat pertama;
j. pelayanan rujuk balik dari fasilitas kesehatan lanjutan;
k. pelayanan program rujuk balik;
l. pelaksanaan prolanis dan home visit; dan
m. rehabilitasi medik dasar.
26

Paragraf 3
Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Tingkat Pertama

Pasal 51
(1) Pelayanan kesehatan rawat inap tingkat pertama mencakup :
a. rawat inap pada pengobatan/perawatan kasus yang dapat
diselesaikan secara tuntas di pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. pertolongan persalinan pervaginam bukan risiko tinggi;
c. pertolongan persalinan dengan komplikasi dan/atau penyulit
pervaginam bagi puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar (PONED);
d. pertolongan neonatal dengan komplikasi; dan
e. pelayanan transfusi darah sesuai kompetensi fasilitas kesehatan
dan/atau kebutuhan medis.
(2) Pelayanan kesehatan rawat inap tingkat pertama meliputi pelayanan
kesehatan non spesialistik yang mencakup :
a. Administrasi pelayanan terdiri atas biaya pendaftaran pasien dan
biaya administrasi lain yang terjadi selama proses perawatan atau
pelayanan kesehatan pasien
b. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
c. perawatan dan akomodasi di ruang perawatan;
d. tindakan medis kecil/sederhana oleh Dokter ataupun paramedis;
e. persalinan per vaginam tanpa penyulit maupun dengan penyulit;
f. pemeriksaan penunjang diagnostik selama masa perawatan;
g. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai selama masa perawatan;
dan
h. pelayanan transfusi darah sesuai indikasi medis.
27

Paragraf 4
Pelayanan Kesehatan Gigi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Pasal 52
(1) Pelayanan kesehatan gigi meliputi :
a. Administrasi pelayanan terdiri atas biaya pendaftaran pasien dan
biaya administrasi lain yang terjadi selama proses perawatan atau
pelayanan kesehatan pasien;
b. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
c. premedikasi;
d. kegawatdaruratan oro-dental;
e. pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi) ;
f. pencabutan gigi permanen tanpa penyulit;
g. obat pasca ekstraksi;
h. tumpatan komposit/GIC; dan
i. skeling gigi.
(2) Pelayanan kesehatan gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh dokter gigi.

Paragraf 5
Pelayanan Kesehatan oleh Bidan dan Perawat
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Pasal 53
(1) Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan
penetapan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dapat bekerja sama dengan
praktik bidan dan/atau perawat sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pemberian pelayanan kesehatan oleh Bidan dan Perawat dalam hal suatu
kecamatan tidak terdapat dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pelayanan bidan dan perawat dengan cakupan pelayanan bidan
dan perawat sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
(3) Bidan dan perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan
kesehatan tingkat pertama kecuali dalam Pertolongan persalinan, kondisi
28

gawat darurat atau pasien dengan kondisi khusus di luar kompetensi


dokter atau dokter gigi fasilitas Kesehatan tingkat pertama.

Bagian Ketiga
Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
Paragraf 1
Umum

Pasal 54
(1) Pelayanan Kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (3) huruf b harus diberikan
kepada peserta berdasarkan rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat
pertama pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.
(2) Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. Klinik utama atau yang setara;
b. Rumah sakit umum; dan
c. Rumah sakit khusus.
(3) Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dan c dapat berupa Rumah Sakit milik Pemerintah,
Pemerintah Daerah, TNI, Polri maupun Rumah Sakit Swasta yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Pasal 55
(1) Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan, Fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) wajib melakukan sistem rujukan
berjenjang dengan mengacu pada:
a. peraturan Menteri;
b. pedoman sistem rujukan nasional; dan
c. pedoman administrasi pelayanan BPJS Kesehatan.
(2) Dalam menjalankan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, Fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem
rujukan berjenjang.
(3) Fasilitas kesehatan dapat melakukan rujukan horizontal dan vertikal.
29

(4) Rujukan horizontal dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu


tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
(5) Rujukan vertikal dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

Pasal 56
(1) Peserta dapat dikecualikan dari sistem pelayanan kesehatan rujukan
berjenjang pada fasilitas kesehatan pertama apabila:
a. terjadi keadaan gawat darurat;
b. bencana;
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien;
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
(2) Kekhususan permasalahan kesehatan pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana
terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas
kesehatan lanjutan.

Pasal 57
(1) Fasilitas kesehatan wajib memberikan pelayanan secara paripurna
termasuk penyediaan obat, bahan medis habis pakai, alat kesehatan dan
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
(2) Dalam hal pelayanan yang dibutuhkan berupa pelayanan rawat jalan
maka pelayanan kesehatan tersebut dapat diberikan dalam satu tempat
atau melalui kerjasama fasilitas kesehatan dengan jejaringnya.
(3) Pelayanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), sudah termasuk dalam pembayaran kapitasi
atau non kapitasi untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama, dan INA
CBG’s untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelayanan kesehatan diluar
kapitasi maupun diluar INA CBG’s yang diberikan oleh fasilitas kesehatan
ditur dengan peraturan Direksi BPJS Kesehatan.
30

Pasal 58
Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan; dan
b. pelayanan kesehatan rawat inap tingkat lanjutan.

Paragraf 2
Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan

Pasal 59
(1) Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 huruf a merupakan pelayanan yang bersifat spesialistik
dan subspesialistik.
(2) Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup:
a. administrasi pelayanan terdiri atas biaya pendaftaran pasien dan
biaya administrasi lain yang terjadi selama proses perawatan atau
pelayanan kesehatan pasien
b. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
spesialis dan subspesialis;
c. tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis;
d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e. pelayanan alat kesehatan;
f. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi
medis;
g. rehabilitasi medis;
h. pelayanan darah;
i. pelayanan kedokteran forensik klinik meliputi pembuatan visum et
repertum atau surat keterangan medik berdasarkan pemeriksaan
forensik orang hidup dan pemeriksaan psikiatri forensik; dan
j. Pelayanan jenazah diberikan terbatas hanya bagi Peserta meninggal
dunia pasca rawat inap di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan tempat pasien dirawat berupa pemulasaran
jenazah dan tidak termasuk peti mati.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelayanan kesehatan rawat
jalan tingkat lanjutan diatur dengan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.
31

Paragraf 3
Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Tingkat lanjutan

Pasal 60
(1) Pelayanan kesehatan rawat inap tingkat lanjutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 huruf b kepada peserta dilakukan apabila diperlukan
berdasarkan indikasi medis yang dibuktikan dengan surat perintah rawat
inap dari dokter.
(2) Pelayanan kesehatan berupa rawat inap tingkat lanjutan mencakup
semua pelayanan kesehatan yang diberikan pada rawat jalan tingkat
lanjut ditambah dengan akomodasi yang berupa:
a. perawatan inap non intensif; dan
b. perawatan inap intensif.
(3) Akomodasi atau ruang perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah sebagai berikut:
a. ruang perawatan kelas III bagi:
1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
2. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja
yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang
perawatan kelas III.
b. ruang perawatan kelas II bagi:
1. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
2. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II
beserta anggota keluarganya;
3. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II
beserta anggota keluarganya;
4. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 (satu
koma lima) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status
kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan
5. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja
32

yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang


perawatan kelas II.
c. ruang perawatan kelas I bagi:
1. Pejabat Negara dan anggota keluarganya;
2. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil
golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota
keluarganya;
3. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV
beserta anggota keluarganya;
4. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara
Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV
beserta anggota keluarganya;
5. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya;
6. janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan;
7. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri dengan gaji atau upah mulai 1,5 (satu koma lima)
sampai dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan
status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya;
dan
8. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja
yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang
perawatan kelas I.

Pasal 61
(1) Dalam hal ruang rawat inap yang menjadi hak peserta penuh, peserta
dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi.
(2) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS
Kesehatan membayar kelas perawatan peserta sesuai haknya.
(3) Apabila kelas perawatan sesuai dengan hak peserta telah tersedia, peserta
ditempatkan di kelas perawatan yang menjadi haknya.
(4) Perawatan satu tingkat lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lama 3 (tiga) hari.
33

(5) Dalam hal terjadi perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) lebih
dari 3 (tiga) hari, selisih biaya tersebut menjadi tanggung jawab fasilitas
kesehatan yang bersangkutan atau berdasarkan persetujuan pasien
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang setara.
(6) Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(5), peserta tidak dikenakan urun biaya.

Pasal 62
(1) Peserta dapat meningkatkan kelas ruang perawatan lebih tinggi dari yang
menjadi haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau
membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan
berdasarkan tarif INA-CBG’s dengan biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelas perawatan.
(2) Peningkatkan kelas ruang perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan.

Bagian Keempat
Pelayanan Gawat darurat

Pasal 63
(1) Pelayanan gawat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf c
dapat dilakukan darurat sesuai dengan indikasi medis pelayanan gawat
darurat.
(2) Pelayanan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk
mencegah kematian, keparahan, dan/atau kecacatan, sesuai dengan
kemampuan fasilitas kesehatan dengan kreteria tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pelayanan gawat darurat dapat diberikan oleh :
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama;
b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan;
baik yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maupun tidak
bekerjasama.
(4) Fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus segera merujuk ke fasilitas
34

kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan


daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.

Pasal 64
(1) Pembayaran pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
sudah termasuk dalam komponen kapitasi.
(2) Pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan ditagihkan
secara langsung oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran pelayanan gawat darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direksi
BPJS Kesehatan.

Pasal 65
(1) Penagihan pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan dibayar sesuai degan INA-CBG’s.
(2) Penagihan pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan ditagihkan secara langsung oleh fasilitas kesehatan kepada
BPJS Kesehatan.
(3) Pembayaran pelayanan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menggunakan tarif INA-CBG’s yang berlaku di wilayah tersebut.
(4) Tarif INA-CBG’s sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan kelas
Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri.
(5) Rumah Sakit yang belum memiliki penetapan kelas, menggunakan tarif
INA-CBG’s Rumah Sakit kelas D.

Pasal 66
Fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan gawat darurat baik yang
bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, tidak
diperkenankan menarik biaya kepada peserta.
35

Bagian Kelima
Pelayanan Obat, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai

Pasal 67
(1) Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medik habis pakai yang
dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf d
sesuai dengan indikasi medis merupakan hak peserta jaminan kesehatan.
(2) Pelayanan obat, bahan medis habis pakai, alat kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan pada pelayanan kesehatan rawat
jalan dan/atau rawat inap baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama
maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
(3) Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
diberikan kepada Peserta berpedoman pada daftar obat, dan bahan medis
habis pakai, dan alat kesehatan yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Fasilitas kesehatan dan jejaringnya wajib menyediakan pelayanan obat,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan oleh
Peserta sesuai indikasi medis.

Pasal 68
(1) Pelayanan alat kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama sudah
termasuk dalam komponen kapitasi yang dibayarkan BPJS Kesehatan.
(2) Pelayanan alat kesehatan di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan
sudah termasuk dalam paket INA-CBG’s.
(3) Fasilitas kesehatan dan jejaringnya wajib menyediakan alat kesehatan
yang dibutuhkan oleh Peserta sesuai indikasi medis.
(4) Alat kesehatan yang tidak masuk dalam paket INA-CBG’s dibayar dengan
klaim tersendiri oleh BPJS Kesehatan.
(5) Jenis alat kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri.
(6) Dalam kondisi khusus untuk keselamatan pasien, alat kesehatan yang
tidak termasuk dalam paket INA-CBG’s sebagaimana dimaksud ayat (4)
dapat ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan Klinis bersama BPJS
Kesehatan.
36

(7) Alat kesehatan yang sudah termasuk dalam paket INA-CBGs tidak dapat
ditagihkan tersendiri kepada BPJS Kesehatan dan tidak dapat
dibebankan kepada Peserta.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pelayanan alat
kesehatan yang tidak termasuk dalam paket INA-CBG’s sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.

Pasal 69
(1) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai di fasilitas kesehatan
tingkat pertama sudah termasuk dalam komponen kapitasi yang
dibayarkan BPJS Kesehatan.
(2) Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada
fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu
komponen yang dibayarkan dalam paket INA-CBG’s.
(3) Dalam hal obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis pada fasilitas
kesehatan rujukan tingkat lanjutan tidak tercantum dalam Formularium
Nasional, dapat digunakan obat lain berdasarkan persetujuan Komite
Medik dan Kepala/Direktur Rumah Sakit.
(4) Pelayanan obat yang sudah termasuk dalam paket INA-CBGs, baik
mengacu pada Formularium Nasional, tidak dapat ditagihkan tersendiri
kepada BPJS Kesehatan serta tidak dapat dibebankan kepada Peserta.

Pasal 70
(1) BPJS Kesehatan menjamin kebutuhan obat dan pemeriksaan penunjang
program rujuk balik.
(2) Program rujuk balik merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih
memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang yang
dilaksanakan di fasilitas Kesehatan tingkat pertama atas
rekomendasi/rujukan dari dokter spesialis/sub spesialis yang merawat.
(3) Jenis penyakit kronis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hipertensi
dan diabetes mellitus tipe 2 dan dapat disesuaikan dengan kebijakan
yang berlaku.
37

Pasal 71
(1) Obat program rujuk balik diperoleh melalui Apotek atau depo farmasi
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan.
(2) Pemeriksaan penunjang program rujuk balik diberikan oleh laboratorium
yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan atau sebagai jejaring fasilitas
kesehatan tingkat pertama.
(3) Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemeriksaan penunjang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibayar oleh BPJS Kesehatan diluar
biaya kapitasi.
(4) Obat program rujuk balik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
pemeriksaan penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditagihkan
secara kolektif melalui klaim tersendiri kepada BPJS Kesehatan.
(5) Biaya obat program rujuk balik terdiri atas harga obat yang mengacu
pada Formularium Nasional yang ditetapkan oleh Menteri dan ditambah
dengan faktor pelayanan dan embalage.
(6) Pembiayaan obat dan pemeriksaan penunjang sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelayanan, ketentuan restriksi,
dan peresepan maksimal serta pemeriksaan penunjang program rujuk
balik diatur dengan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.

Bagian Keenam
Pelayanan Ambulans

Pasal 72
(1) Pelayanan ambulans sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3)
huruf e merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan dengan
kondisi tertentu antar fasilitas kesehatan disertai dengan upaya atau
kegiatan menjaga kestabilan kondisi pasien untuk kepentingan
keselamatan pasien.
38

(2) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
ketentuan:
a. kondisi pasien sesuai indikasi medis berdasarkan rekomendasi
medis dari dokter yang merawat;
b. kondisi kelas perawatan sesuai hak peserta penuh dan pasien sudah
dirawat paling sedikit 3 (tiga) hari dikelas satu tingkat diatas haknya;
atau
c. pasien rujuk balik rawat inap yang masih memerlukan pelayanan
rawat inap di fasilitas Kesehatan tujuan.
(3) Pelayanan ambulans hanya dijamin bila rujukan dilakukan pada fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS atau pada kasus gawat
darurat dari fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan dengan tujuan penyelamatan nyawa pasien.
(4) Pelayanan ambulans tidak dijamin untuk pelayanan sebagai berikut:
a. jemput pasien selain dari fasilitas kesehatan (rumah, jalan, lokasi
lain);
b. mengantar pasien ke selain fasilitas kesehatan;
c. rujukan parsial (antar jemput pasien atau spesimen dalam rangka
mendapatkan pemeriksaan penunjang atau tindakan, yang
merupakan rangkaian perawatan pasien di salah satu fasilitas
kesehatan);
d. ambulans/mobil jenazah; dan
e. pasien rujuk balik rawat jalan.
(5) Pembiayaan untuk pelayanan ambulans tidak termasuk dalam tarif
kapitasi dan INA-CBG’s.
(6) Dalam hal keadaan gawat darurat, pelayanan ambulans dari fasilitas
kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dapat
dilakukan penagihan kepada BPJS Kesehatan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan pelayanan ambulans
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
39

Bagian Ketujuh
Pelayanan Skrining Kesehatan

Pasal 73
(1) Pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
ayat (3) huruf f diberikan secara perorangan dan selektif.
(2) Pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak
lanjutan dari risiko penyakit tertentu meliputi:
a. diabetes mellitus tipe 2;
b. hipertensi ;
c. kanker leher rahim;
d. kanker payudara; dan
e. penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dan huruf b dimulai dengan analisis riwayat kesehatan, yang dilakukan
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
(4) Dalam hal peserta teridentifikasi mempunyai risiko berdasarkan riwayat
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan penegakan
diagnosa melalui pemeriksaan penunjang diagnostik tertentu.
(5) Peserta yang telah terdiagnosa penyakit tertentu berdasarkan penegakan
diagnosa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan pengobatan
sesuai dengan indikasi medis.
(6) Pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c sampai dengan huruf e dilakukan sesuai dengan indikasi medis.
(7) Pembiayaan skrining kesehatan tidak termasuk dalam tarif kapitasi dan
INA-CBGs.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan skrining kesehatan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
40

BAB V
PENINGKATAN MUTU DAN PENAMBAHAN MANFAAT JAMINAN KESEHATAN

Pasal 74
(1) Peningkatan mutu dan penambahan manfaat Jaminan Kesehatan dalam
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan dapat dilakukan dengan
menggunakan hasil pengembangan teknologi kesehatan health technology
assessment).
(2) Pengembangan penggunaan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) setelah dilakukan penilaian teknologi kesehatan (health technology
assessment).
(3) Penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan usulan dari Asosiasi
Fasilitas Kesehatan, Organisasi Profesi kesehatan, dan BPJS Kesehatan.
(4) Penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Tim Health Technology Assessment
(HTA) yang dibentuk oleh Menteri.
(5) Tim Health Technology Assessment (HTA) sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) bertugas melakukan penilaian terhadap pelayanan kesehatan
yang dikategorikan dalam teknologi baru, metode baru, obat baru,
keahlian khusus, dan pelayanan kesehatan lain dengan biaya tinggi.
(6) Tim Health Technology Assessment (HTA) memberikan rekomendasi
kepada Menteri mengenai kelayakan pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) untuk dimasukkan sebagai pelayanan kesehatan
yang dijamin.
(7) BPJS Kesehatan melakukan analisis dampak finansial dan resiko
terhadap implementasi hasil Penilaian Teknologi Kesehatan (Health
Technology Assessment).
(8) Analisis dampak finansial dan resiko sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) diajukan kepada Menteri sebagai pertimbangan penerapan hasil Health
Technology Assessment (HTA).
41

BAB VI
KOMPENSASI

Pasal 75
(1) Kompensasi wajib diberikan oleh BPJS Kesehatan kepada peserta apabila
dalam suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi
syarat guna memenuhi kebutuhan medisnya.
(2) Penentuan daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi
syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta ditetapkan
oleh Dinas Kesehatan setempat atas pertimbangan BPJS Kesehatan dan
Asosiasi Fasilitas Kesehatan.
(3) Kantor Cabang melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota untuk penetapan daerah belum tersedia fasilitas
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam
bentuk:
a. penggantian uang tunai;
b. pengiriman tenaga kesehatan; atau
c. penyediaan fasilitas kesehatan tertentu.

Pasal 76
(1) Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai sebagaimana
dimaksud dalam pasal 75 ayat (4) huruf a berupa penggantian atas biaya
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang tidak
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
(2) Penggantian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat 75
ayat (4) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 77
(1) Untuk dapat memperoleh kompensasi uang tunai, peserta yang tinggal di
wilayah tidak ada fasilitas Kesehatan memenuhi syarat harus mengikuti
prosedur pelayanan rujukan berjenjang sesuai ketentuan yang berlaku.
42

(2) Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta mendatangi fasilitas


kesehatan tingkat pertama yang terdekat.
(3) Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama terdekat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tersebut adalah fasilitas Kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka pembayaran atas pelayanan
kesehatan sudah termasuk dalam komponen kapitasi tidak ditagihkan
tersendiri.
(4) Fasilitas Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
diperkenankan memungut tambahan biaya kepada Peserta.
(5) Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama terdekat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah fasilitas Kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka peserta membayarkan biaya
pelayanan kesehatan terlebih dahulu, kemudian peserta menagih kepada
BPJS Kesehatan melalui klaim perorangan.
(6) Klaim perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya
diberlakukan pada peserta yang mendapatkan pelayanan di fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.
(7) Dalam kondisi gawat darurat, peserta dapat langsung menuju Rumah
Sakit tanpa mengikuti sistem rujukan berjenjang yang berlaku.
(8) Biaya yang timbul akibat pelayanan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) ditagihkan oleh Rumah Sakit kepada BPJS Kesehatan, dan
peserta tidak dikenakan urun biaya.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan persyaratan adminitrasi
klaim kompensasi uang tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur
dengan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.

Pasal 78
Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan
Fasilitas Kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (4)
huruf b dan c dapat bekerja sama dengan dinas kesehatan, organisasi profesi
kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan.
43

Pasal 79
(1) Apabila suatu daerah ditetapkan sebagai daerah tidak tersedia fasilitas
Kesehatan memenuhi syarat, maka Kantor Cabang melakukan analisa
kebutuhan tenaga kesehatan tertentu.
(2) Penyediaan fasiltas kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) berupa penyediaan tim tenaga kesehatan yang dilengkapi
dengan peralatan medis untuk memberikan pelayanan medis tertentu
sesuai dengan kebutuhan di wilayah yang akan dikunjungi.
(3) Kantor Cabang BPJS Kesehatan selanjutnya berkoordinasi dengan dinas
kesehatan, organisasi profesi kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas
kesehatan untuk menentukan mekanisme pengiriman tenaga kesehatan
yang antara lain meliputi:
a. jadwal;
b. jenis tenaga kesehatan; dan
c. jumlah tenaga kesehatan.
(4) Pengiriman tenaga kesehatan yang dijamin BPJS kesehatan dapat
dlakukan melalui kerjasama dengan dinas setempat, instansi
pemerintah lainnya, maupun swasta.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur tata cara pengiriman tenaga
kesehatan diatur dengan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.

BAB VII
KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 80
(1) Kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan dilakukan untuk
menjamin agar pelayanan kesehatan kepada Peserta sesuai dengan
mutu yang ditetapkan dan diselenggarakan secara efisien.
(2) Kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
44

a. penilaian atas teknologi kesehatan (Health Technology Assessment)


terhadap pengembangan penggunaan pelayanan kesehatan dengan
teknologi;
b. pertimbangan klinis (Clinical Advisory) terhadap pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada Peserta;
c. kajian dan evaluasi atas Manfaat Jaminan Kesehatan bagi Peserta;
dan
d. monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan Jaminan
Kesehatan oleh fasilitas kesehatan.
(3) Kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan kepada Peserta,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Menteri.
(4) Untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan
kepada peserta, fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan:
a. obat harus mengacu pada Formularium Nasional; dan
b. Alat Kesehatan harus mengacu pada Kompedium Alat Kesehatan.

Pasal 81
(1) Pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus
memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi pada aspek keamanan
pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien, serta
efisiensi biaya.
(2) Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan
secara menyeluruh meliputi pemenuhan standar mutu fasilitas
kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai
standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap luaran kesehatan
peserta.

Pasal 82
Penyelenggaraan kendali mutu dan biaya oleh fasilitas kesehatan dilakukan
melalui:
a. pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik
profesi sesuai kompetensi;
b. utilization review dan audit medis;
c. pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan; dan/atau
45

d. pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan bahan


medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala yang
dilaksanakan melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan.

Pasal 83
Penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya oleh BPJS Kesehatan
dilakukan melalui:
a. pemenuhan standar mutu Fasilitas Kesehatan;
b. pemenuhan standar proses pelayanan kesehatan; dan
c. pemantauan terhadap luaran kesehatan Peserta.

Bagian Kedua
Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya

Pasal 84
Dalam rangka penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya, BPJS
Kesehatan membentuk tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri dari
unsur organisasi profesi, akademisi, dan pakar klinis yang terbagi dalam Tim
Koordinasi dan Tim Teknis.

Pasal 85
(1) Tim Koordinasi sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84
berada di tingkat:
a. Pusat;
b. Divisi Regional; dan
c. Cabang
(2) Tim koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi dan
wewenang melakukan:
a. sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik
profesi sesuai kompetensi;
b. utilization review dan audit medis;
c. pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan; dan
d. berkoordinasi dengan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan
46

BPJS Kesehatan dalam hal:


1. pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan
praktik profesi sesuai kompetensi;
2. utilization review dan audit medis; dan
3. pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan.

Pasal 86
(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 berada di setiap
fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
(2) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi dan
wewenang sebagai berikut :
a. meminta dan mendapatkan informasi untuk kasus tertentu mengenai
identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan
riwayat pengobatan peserta dalam bentuk salinan/fotokopi rekam
medis kepada Fasilitas Kesehatan sesuai kebutuhan; dan
b. melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan
secara berkala melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan.

Pasal 87
Untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan kepada
Peserta BPJS Kesehatan, Menteri menetapkan standar tarif pelayanan
kesehatan yang menjadi acuan bagi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

Pasal 88
(1) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada fasilitas kesehatan
yang telah memberikan layanan kepada Peserta.
(2) Besaran pembayaran yang dilakukan BPJS Kesehatan kepada fasilitas
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan
di setiap provinsi serta mengacu kepada standar tarif yang ditetapkan
oleh Menteri.
(3) Asosiasi fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk
fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan mengacu pada Keputusan Menteri.
47

(4) Dalam hal besaran pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak disepakati oleh asosiasi fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan,
besaran pembayaran atas program Jaminan Kesehatan sebagaimana
yang diputuskan oleh Menteri.

BAB VIII
PELAPORAN DAN UTILIZATION REVIEW

Pasal 89
(1) Fasilitas Kesehatan wajib membuat laporan kegiatan pelayanan
kesehatan yang diberikan secara berkala setiap bulan kepada BPJS
Kesehatan.
(2) Fasilitas Kesehatan wajib menerapkan Utilization Review secara berkala
dan berkesinambungan.
(3) BPJS Kesehatan melakukan pelaksanaan utilization review dengan
mengukur pemanfaatan pelayanan berdasarkan indikator rate, ratio
serta unit cost.
(4) BPJS Kesehatan berdasarkan indikator rate, ratio serta unit cost
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan evaluasi dan umpan
balik.
(5) BPJS Kesehatan melakukan tindak lanjut atas hasil evaluasi dan umpan
balik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam rangka pengendalian
biaya pelayanan kesehatan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pelaporan, Utilization
Review ditetapkan dengan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 90
Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan ini mulai berlaku
pada tanggal 1 Januari 2014.
48

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1Januari 2014

DIREKTUR UTAMA
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
KESEHATAN

ttd

FACHMI IDRIS

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Januari 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPULIK INDONESIA

ttd

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1

Salinan sesuai dengan aslinya

BPJS KESEHATAN
Pjs. Kepala Grup Hukum dan Regulasi

Feryanita

Anda mungkin juga menyukai