Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI PENDIRI PONDOK PESANTREN SUKAMANAH CIBITUNG - BANDUNG BARAT

(oleh : HA. Saeful Mu’min - Cihampelas)

1. Nama lengkap : KH. MUHAMMAD ILYAS

2. Nama Panggilan : MAMA CIBITUNG

3. Tempat, Tgl. Lahir : Lembur Gede Cibitung, Th. 1836 M

4. Wafat, Maqbaroh : Tahun 1953 (usia 117 th), Sukamanah Cibitung

5. Nasab Ayah : Mama KH. Ali Lembur Gede Cibitung bin Embah Rahya Bogor Bin Hamdan Bogor ,
berasal dari keturunan Dalem Sawidak Sukapura Singaparna Tasikmalaya .

Nasab Ibu : Hj. Hadimah Cibitung binti Embah Bale Cibitung bin Embah Raden Adulloh berasal dari
keturunan Dalem Sawidak Sukapura Singaparna Tasikmalaya

6. Spesialisasi Ilmu :Tasawuf, Nahwu, Sharaf,Fiqh (nu diageungkeun Safinah, Jurumiyah, Saraf, talaran,
narkib, Tafsir Jalalain)

7. Sanad Ilmu : Syekh Kholil Bangkalan Madura

8. Riwayat Pendidikan :

a. Mama KH. Ali ( Ayahanda Beliau)

b. Mama KH. Husen ( Mertua Beliau)

c. Mama KH. Yasin Sodong Cianjur

d. Mama KH. Shoheh Bunikasih Cianjur

e. Mama KH. Said Cipadang Gentur Cianjur

f. Mama KH. Epeng Sadang Bandung

g. Mama KH. Sholeh Benda Kerep Cirebon

h. Mama KH. Mansyur Cimanggu Ciawi Tasikmalaya

i. Mama Cimuncang Panjalu Ciamis

j. Mama KH. Shobari Cikalong Cianjur

k. Ketika di Makkah Mama Ijro’i ajengan panengah Pacet Cianjur, beliau adalah mantu dari putri kedua
dari istri pertama
l. Mama KH. Yahya Banten ketika di Makkah; m. Syekh Cholil Bangkalan Madura, setelah mukim.

n. Di perjalanan pulang dari Madura, belajar pada Mama KH Suja’i Gudang, Tasikmalaya

Sepulangnya dari Mekkah, beliau kembali belajar pada Mama KH. Yasin Sodong Cianjur, namun malah
disuruh mengajar di Pesantrennya di Sodong Cianjur selama satu tahun, setelah itu disuruh mukim dan
menikah tahun 1871 dengan Wastijah, salah seorang putri Mama KH, Husen Pasir Gombong Cibitung.
Semula beliau mukim bersama ayahandanya di Lembur Gede Cibitung. Tidak diketahui apa penyebabnya
yang membuat hati beliau selalu gundah. Kemudian beliau membeli sebidang tanah dari uang hasil
usaha sendiri dan setengahnya dari uang istri beliau. Sebidang tanah tersebut terletak di pinggir Sungai
Cijambu, ditempat baru ini hati beliau menjadi tenang, itulah sebabnya tempat ini beliau beri nama
Sukamanah.

KH. Sulaeman ayahanda KH. Fakhruddin Assalafiyah Batujajar pernah seperjalanan ke Mekkah dengan
Mama Cibitung.

9. Riwayat Organisasi : Atas nasihat guru beliau Mama KH. Mansyur Cimanggu Ciawi Tasikmalaya, bahwa
organisasi itu baik, tapi untuk Mama Cibitung disarankan agar fokus terhadap pesantren.

10. Kiprah :

11. Peristiwa khusus dalam perjuangan Berbeda dengan gurunya, seperti Mama KH. Mansyur Cimanggu
Ciawi Tasikmalaya yang aktif dan sangat membenci Belanda. Suatu ketika Belanda akan mengunjungi
Mama KH. Mansyur, tiba – tiba hujan deras disertai ledakan petir, akhirnya Belanda pulang lagi. Namun
Mama Cibitung dalam menghadapi Belanda, dilakukan dengan cara – cara yang santun, sehingga
diantara Belanda ada yang masuk Islam.

Bahkan Belanda pernah memberikan bintang penghargaan, hanya saja bintang tersebut dirampas oleh
Jepang.

12. Amanat :
a. Beliau berprinsif tidak suka meminta bantuan kepada orang lain, bahkan kepada santrinyapun Mama
tidak pernah menyuruh membantu bekerja, kecuali atas kerelaannya sendiri, Mama tidak menolaknya.
Demikian pula amanat kepada para penerusnya. “ Ka pamarentah ulah menta, tapi lamun mere ulah
ditolak, bisi jadi fitnah”. Kepada pemerintah jangan meminta, tapi kalau memberi jangan ditolak, agar
tidak menjadi fitnah.

Berkenaan dengan amanat ini. KH. Ali Irfan cucu beliau menuturkan, ketika membangun masjid tahun
1990, atas saran banyak pihak, akhirnya kami sepakat membuat proposal yang diajukan kepada Bupati
Bandung, tahun 1994 bantuan pemerintah turun. Namun, anehnya sejak bantuan itu diterima, tidak lagi
ada yang mau memberi sumbangan disertai macam-macam tuduhan dan fitnah, sejak itu pula
pembangunan masjid terbengkalai. Baru tahun 2006 ini pembangunan mesjid sedikit – sedikit dapat
kami lanjutkan. Kami menduga terhentinya pembangunan itu, karena kami melanggar amanat Mama,
sehingga kami dihukum selama 12 tahun. b. "Mun daek cicing di dieu, kudu daek ngaji jeung diajian”.
Kalau mau tinggal disini (di pesantren peninggalan beliau), syaratnya harus belajar atau mengajar..

13. Catatan berkait hal dan kejadian khusus

a. Lokasi pesantren Mama Cibitung, hampir setengahnya di kelilingi Sungai Cijambu. Suatu ketika terjadi
banjir besar, air muali masuk areal pesantren, segera Mama Cibitung berjalan mengelilingi pesantren.
Ternyata ajaib, gumpalan air yang hampir setinggi genting rumah itu hanya mendinding mengelilingi
pesantren, tepat dibekas berjalan kami Mama. Padahal di luar itu banyak sawah dan kebun yang hanyut
tertimpa banjir.

b. Kebiasaan Mama apabila menyelenggarakan kegiatan apa saja selalu menyediakan makan.. Pada suatu
saat ternyata makanan tidak ada, padahal acara akan segera dimulai, tiba-tiba ada iring-iringan bakul
penuh dengan makanan, tapi yang membawanya tidak kelihatan.

c. Ketika Mama beserta santri sedang ziyarah di Ranga Madu. Mama dan santrinya merasa lapar, tiba-
tiba tumbuh pohon pepaya, berbuah dan masak seketika itu juga. Setelah dipetik buahnya, pohon
pepaya itu hilang.

d. Keistimewaan Mama Cibitung yang dapat disaksikan sampai saat ini adalah pada saat haolan beliau,
yang diselenggarakan setiap tanggal 15 – 22 Robiul Akhir. Haolan ini dihadiri oleh ratusan ribu kaum
muslimin dari berbagai lapisan masyarakat yang berdatangan dari daerah – daerah, terutama Jawa Barat,
Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatra.
e. Dalam hal memberantas kemunkaran, beliau melakukannya dengan cara- cara yang lemah lembut,
seperti yang dituturkan putra beliau, KH. Abdul Halim, bahwa ketika menghadapi orang yang membawa
domba adu, beliau mengelus-elus domba itu, sambil berkata : “Domba kagungan saha ieu teh meni
kasep, komo lamun teu diadukeun mah pasti kasep pisan“. Seketika itu tukang mengadu domba, berhenti
dari kebisaan mengadu dombanya, berubah menjadi orang yang ta’at beragama.

f. Keinginan untuk berguru kepada Syekh Kholil Madura, di perjalanan selama 3 tahun bari usaha bari
masantren. Berpisah dengan ibu rama setelah 25 tahun. Sehingga beliau lupa bagaimana rupa dan nama
ayah dan ibunya, bagaimana nama dan keadaan kampungnya, yang masih ingat hanyalah bahwa ayahnya
mempunyai pesantren.

Demikian pula ternyata ibu dan ayahanda beliaupun sudah lupa bagaimana rupa anaknya. Maka ketika
pulang dari Madura, beliau hanya mencari pesantren di tempat yang jalan dan keadaannya dikira-
kirakan. Akhirnya menemukan sebuah pesantren, beliau memohon izin kepada Ajengannya ubuntuk ikut
mondok di pesantren tersebut. Ternyata ajengan tersebut tidak lain adalah ayahanda beliau.

Anda mungkin juga menyukai