Anda di halaman 1dari 3

SEJARAH

PON-BOD ALFRUSTASIYAH

Secara geografis PON-BOD Alfrustasiyah ini terletak di desa Gedongmulyo


Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Berjarak kurang lebih 12 km ke arah timur ibukota
Kabupaten Rembang dan berbatasan langsung dengan laut jawa. Tepatnya berada di sisi utara
jalur lintas pantai utara jawa (PANTURA). Lokasi PON-BOD Alfrustasiyah berada di barat
komplek makam Nyai Ageng Maloko. Dahulu kawasan tersebut terbilang alas yang sebagian
masyarakat menilai sangat angker, sehingga tidak banyak masyarakat yang berani melakukan
aktifitas di kawasan tersebut. Karena tidak jarang orang yang memasuki wilayah tersebut
tidak kembali alias meninggal.

Sejarah berdirinya PON-BOD Alfrustasiyah tidak lepas dari pendiri pondok tersebut
yakni K.H.R. Hambali Abu Sujak Arruslani seorang ulama dengan gaya khas nyentriknya dan
kharismatik. Beliau adalah putra dari pasangan Mbah K.H.R. Abu Sujak Arruslani dan Ibu
Nyai Hj. Kardinah  yang bertempat tinggal di Dk. Gayang, Desa Karangrejo, Bonang,
Demak. Perjalanan Mbah Hambali saat muda dimulai dengan riyadhoh dan tabarrukan di
tempat para Kyai serta makam para wali. Hingga suatu ketika Mbah Hambali didawuhi
Gurunya untuk hijrah dari tempat tinggalnya di wilayah Demak ke wilayah Caruban Lasem.
Kepindahan beliau ke wilayah caruban dimulai setelah menikah dengan Ibu Nyai Hj.
Shofiyah putri dari pasangan KH Abdul Hamid Baidlowi dan Nyai Hj. Jamilah Sarang.
Pernikahan Mbah Kyai Hambali dengan Ibu Nyai Shofiyah dikaruniai 8 putra-putri.

Mengawali tinggal di daerah caruban dengan membeli sepetak tanah untuk di


bangun rumah tempat tinggal beliau (sekarang makam beliau). Saat itu wilayah tersebut
masih berupa alas, tak jarang para santri yang nderekke beliau saat menggali tanah didapati
tulang belulang manusia.. Beliau akhirnya membangun rumah lagi karena semakin
banyaknya santri yang tabarrukan di situ akhirnya rumah beliau yang pertama dibangun
dijadikan tempat tinggal para santri. Selanjutnya Mbah Hambali membangun Masjid
dilokasi tersebut dengan diawalai oleh Mbah KH. Hamid pasuruan selaku yang mengukur
luas lokasi masjid dan santri yang bernama mbah Kusnen yang betugas menggali tanah
untuk pondasi masjid. Anehnya saat menggali tanah tersebut di dalamnya sudah ada pondasi
bangunan. Ternyata pondasi tersebut adalah pondasi masjidnya Nyai Ageng Maloka
pemberian adiknya yakni Sunan Bonang. Ini semakin menegaskan bahwa di lokasi tersebut
bukan lokasi sembarangan, bahwa dahulu pernah ada tatanan kehidupan di wilayah
tersebut.

Nama PON-BOD Alfrustasiyah memang terdengar aneh di kalangan masyarakat.


Awal mula pondok Bodho AlFrustasiah bernama AlHikmatus Syariah dan berlanjut menjadi
AlHikmatus Sababain. Nama tersebut belum mampu menampakkan keberadaan pondok bagi
khalayak umum, waktu itu masyarakat terbiasa menyebut pondoke mbah hambali. Kemudian
beralih lagi namanya menjadi Pondok Bodho AlFrustasiah sampai sekarang dan mengalami
kemajuan serta dikenal oleh masyarakat. Peralihan nama tersebut mengandung harapan dan
doa yang awalnya mengalami rasa frustasi menjadi berprestasi dalam kehidupan. Banyak
tamu yang datang kepada beliau untuk mendapat bimbingan dan solusi. Merupakan pondok
pesantren yang menampung santri dari mana-mana yang mengalami stress, frustasi, putus asa
dan sebagainya. Mbah Hambali menggambarkan Pondok Pesantren Pesantren Bodho “Al
Frustasiyah” kepada orang-orang yang mau nyantri dengan ucapan berikut : ” Maaf di sini
tidak sombong dan tidak sesumbar. Di sini juga bukan pondok pesantren hanya pondok-
pondokan (Ponker). Siap menampung orang yang podo kesasar, dan podo buyar. Disamping
menerima , menampung anak-anak yatim piatu, juga orang-orang yang kurang mampu, serta
orang yang terbeku. Terus terang di sini tempat tak terhajar dan tak usah membawa bahan
bakar . Asal siap ikhtiar dan Tawakal pada Tuhan Kang Maha Besar.” Keinginan Mbah
Hambali adalah agar orang-orang yang stres dalam menjalani hidup ini kemudian mampu
menjadi berprestasi (AlFrustasiah WalPrestasiah).

Bukan hanya namanya yang unik tetapi juga kegiatan didalamnya. Jika pondok
pesantren pada umumnya yang dilakukan santri adalah pengajian kitab,
Bahtsul Masa’il dan lainnya. Santri di Pon-Bod Al-Frustasiyah justru ditempatkan ditambak
garam, sawah, dapur rumah (sebagai penerima tamu) dan tukang bangunan. Sedangkan setiap
malam jum’at diadakan Tahlilan, yasinan, sholat taubat dan sebagianya. Mbah Hambali
membangun pondok pesantren ini tanpa ada campur tangan bantuan pemerintah dan para
santrinya juga tidak dipunggut biaya. Bentuk bangunan Pon-Bod Al-Frustasiyahini
menyerupai arsitek cina.

Salah satu santri Mbah Yai bercerita pengalamannya ketika Nyantri, bahwa selama
nyantri yang dilakukannya adalah menemani Mbah Yai bepergian dan ketika kembali ke
pondok memindahkan tanah untuk merapikan kawasan pondok. Ketika lapar maka makan
dan ketika capek maka istirahat, maka santri tersebut bertanya kepada Mbah Yai kapan akan
dimulai ngaji sedangkan yang selama ini dilakukan hanya hal-hal tersebut secara berulang-
ulang. Mbah Yai berpesan bahwa apa yang dilakukan santri jika diniati ngaji maka akan
tercapai keinginan dan tujuan dari ngaji, yaitu: pintar atau berilmu. Sang santri pun tidak
begitu saja menerima pesan yang disampaikan oleh Mbah Yai maka terjadilah perdebatan
atau eyel-eyelan. Keadaan tersebut merupakan wujud kedekatan dan kasih sayang antara
Mbah Yai dengan Santri. Keadaan tersebut juga sebagai bentuk dari pendidikan yang
diajarkan Mbah Yai untuk sikap sabar dan qonaah. Ketika dirasa santri sudah mampu
melewati ujian tersebut maka Mbah Yai biasanya melontarkan pertanyaan kepada santri
berkaitan dengan pendidikan dan ujian yang telah diberikan oleh Mbah Yai. Berdasarkan
keilmuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh Mbah Yai maka Mbah Yai tidak pernah merasa
kawatir terhadap apa yang dilakukannya kepada santri-santrinya. Kekhawatiran muncul pada
santri yang tidak tahu maksud apa yang dilakukan Mbah Yai kepadanya.

Mbah Hambali memang dikenal kyai nyentrik oleh masyarakat dan memiliki banyak
karomah dan ceritanya berkembang dari mulut kemulut. Salah satunya adalah sebelum
meninggal beliau telah mempersiapkan makam untuk tempat peristirahatannya. Beliau
meninggal pada tanggal 28 Mei 2012. Dengan meninggalnya pengasuh pondok pesantren
tersebut, kini kepengurusan pesantrennya dilanjutkan oleh putra-putranya.

Anda mungkin juga menyukai