MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Pendidikan Kewarganegaraan
Yang dibina oleh Bapak. Gatot Isnaini.
Disusun oleh:
Muhammad Irsyadul Abid Aminy
35
085826159049 (WA)
180422623196
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
MARET 2019
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah yang saya tulis ini benar-benar tulisan
saya, dan bukan merupakan plagiasi baik sebagian atau seluruhnya.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa makalah saya ini adalah hasil plagiasi,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Nasionalisme atau rasa cinta tanah air di Indonesia semakin hari semakin memudar.
Jika kita kembali ke masa lalu dan sedikit mengingat sejarah para pahlawan yang berusaha
mati-matian untuk merebut kemerdekaan bangsa ini dari para penjajah seperti Belanda,
Jepang, Inggris dan lainnya, bisa kita bayangkan betapa cintanya mereka kepada bangsa ini.
Keadaan sekarang ini seakan menjadi bentuk pengkhiatan atas jasa-jasa para pahlawan
tersebut. James G. Kellas (1998:4) mengemukakan bahwa ,nasionalisme merupakan suatu
ideologi, yang berisi seperangkat keyakinan yang diwujudkan pada tingkah laku dan
perbuatan,. Ketika Malaysia mengeklaim berbagai budaya kita, barulah kita marah dan tidak
terima. Padahal jauh sebelum itu terjadi kita seakan masa bodoh dengan kebudayaan-
kebudayaan itu dan enggan untuk melestarikannya karena dianggap kuno. Di era globalisasi
ini kaum milenial dibutakan dengan peradaban yang serba canggih dan praktis dan itu yang
membuat mereka tidak memiliki rasa nasionalisme.
Masyarakat kita sendiri mengaku kalau dirinya seorang nasionalis tetapi malu dengan
identitasnya sebagai warga negara Indonesia dan lebih bangga dengan bangsa lain.
Menyanyikan lagu kebangsaan seraya hormat kepada bendera merah putih tanpa ada
sedikitpun penghayatan atau kebanggaan. Menurut Hans Kohn (1984:116),
Nasionalisme adalah suatu paham yang menempatkan kesetian tertinggi individu harus
diserahkan kepada negara dan bangsa,. Bangsa Indonesia tidak akan terbentuk tanpa adanya
semangat nasionalisme. Penjajah tidak akan pernah angkat kaki tanpa semangat nasionalisme.
Indonesia tidak akan merdeka tanpa ada semangat nasionalisme itu. Kurangnya rasa
nasioanlisme ini membuat bangsa ini mudah diserang. Tidak usah berpikir jauh-jauh bangsa
lain menyerang kita, masyarakat kita sendiri yang menyerang bangsa ini demi kepentingan
pribadi atau kelompoknya.
1
1.2 Tujuan Pembahasan
Penulisan makalah ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas
Negeri Malang (UM, 2017).
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimilogis, kata nation berakar dari kata Bahasa Latin yaitu natio. Kata nation
sendiri memiliki akar kata nasci, yang dalam penggunaan klasiknya cenderung memiliki
makna negatif. Ini karena kata nasci digunakan masyarakat Romawi kuno untuk menyebut
ras, suku, atau keturunan dari orang yang dianggap kasar atau yang tidak tahu adat menurut
standar atau patokan moralitas Romawi. Padanan dengan bahasa Indonesia sekarang adalah
tidak beradab, kampungan, kedaerahan dan sejenisnya.
Nasionalisme adalah kalimat patriotik yang membuat suatu bangsa sesuai dengan
perkembangan zaman. Nasionalisme, pada awal kelahirannya dapat diartikan sebagai paham
atau ajaran yang menuntut penganutnya untuk menyerahkan kesetiaan tertinggi kepada
negara kebangsaannya. Nasionalisme terdiri atas dua unsur, yaitu kondisi atau kondisi-
kondisi obyektif tertentu dan unsur emosi yang bersifat subyektif. Bahasa, agama, tradisi dan
sejarah serta letak geografis adalah sejarah kondisi-kondisi obyektif yang mungkin
mendorong lahirnya nasionalisme. Sedang unsur subyektif dari nasionalisme adalah
kehendak dan tujuan untuk membentuk negara. Pernyataan bahwa sekelompok manusia
mempunyai satu bahasa, satu agama, satu tradisi, satu kesamaan, sejarah atau bertempat
tinggal pada suatu kesatuan geografis dapat mendorong timbulnya nasionalisme.
Keanekaragaman tadi tidak menghalangi lahirnya nasionalisme, sejauh unsur subyektif
(kehendak dan tujuan membentuk negara) dari nasionalisme telah tumbuh diantara kelompok
manusia yang beranekaragam kondisi obyektifnya itu. Dengan kata lain, kondisi-kondisi
obyektif diatas, baru akan mewarnai lahirnya nasionalisme apabila sudah diterjemahkan ke
dalam kesadaran diri untuk membentuk suatu negara.
Nasionalisme didefinisikan sebagai suatu paham tentang sikap loyal yang tulus dan
rasa cinta pada negara dan bangsa dengan bentuk yang disesuaikan dengan zamannya. Salah
3
satu wujud nyata dari nasionalisme sebagai paham dapat kita lihat pada saat rumusan sila-sila
Pancasila dan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang dibahas dalam sidang-sidang BPUPKI
maupun PPKI. Proses dalam perumusan sila ataupun pasal-pasal menunjukkan bagaimana
pada akhirnya golongan tua dan golongan muda harus mengakui kenyataan untuk lebih
mendahulukan kepentingan bangsa dan negara ketimbang kepentingan golongan mereka
sendiri.
Tumbuhnya paham nasionalisme bangsa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari situasi
politik pada abad ke 20. Pada masa itu semangat menentang kolonialisme Belanda mulai
muncul di kalangan pribumi. Ada 4 pemikiran besar tentang watak nasionalisme Indonesia
yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan yakni paham ke Islaman, marxisme dan
nasionalisme Indonesia. Para analis nasionalis beranggapan bahwa Islam memegang peranan
penting dalam pembentukan nasionalisme sebagaimana di Indonesia.
Menurut seorang pengamat nasionalisme George Mc. Turman Kahin, bahwa Islam
bukan saja merupakan matarantai yang mengikat tali persatuan melainkan juga merupakan
simbol persamaan nasib menetang penjajahan asing dan penindasan yang berasal dari agama
lain. Ikatan universal Islam pada masa perjuangan pertama kali di Indonesia dalam aksi
kolektif di pelopori oleh gerakan politik yang dilakukan oleh Syarikat Islam yang berdiri
pada awalnya bernama Syarikat Dagang islam dibawah kepemimpinan
H.C.S.Tjokoroaminoto, H.Agus Salim dan Abdoel Moeis telah menjadi organisasi politik
pemula yang menjalankan program politik nasional dengan mendapat dukungan dari semua
lapisan masyarakat.
a. Suku bangsa pada dasarnya merupakan golongan sosial yang khusus dan bersifat akritif
(ada sejak lahir) yang sama golongannya umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat
banyak sekali suku bangsa dan kelompok etnis dengan tidak kurang dari 300 dialek bahasa.
Populasi penduduk Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 225 juta dari jumlah tersebut
diperkirakan separuhnya beretnis Jawa, sisanya terdiri dari etnis-etnis yang mendiami
kepulauan di luar Jawa. Melalui peristiwa sumpah pemuda 28-10-2008, para tokoh pemuda
4
dan berbagai latar belakang suku kebudayaan menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan bangsa Indonesia yaitu bahasa yang mempersatukan seluruh elemen masyarakat,
etnis dan suku bangsa yang hidup di wilayah kepulauan nusantara.
b. Agama dan kepercayaan bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang memegang
teguh ajaran agama. Agama yang bertumbuh kembang di Indonesia meliputi Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budh, KongHuchu. Dari agama dalam kepercayaan tersebut, Islam
merupakan agama yang dianut mayoritas oleh bangsa indonesia (± 90%). Harus diakui bahwa
kehidupan agama yang pluralistik pada awalnya dapat hidup serasi dan seimbang dengan
lebih menekan pada sifat toleransi dan menghormati.
c. Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah
perangkat-perangkat (modal-modal). Pengetahuan secara kolektif digunakan oleh pendukung-
pendukungnya untuk mentafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan
sebagai rujukan (pedoman) untuk bertindak dalam bentuk kelakuan dan benda-benda
kebudayaan sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Intinya adalah kebudayaan merupakan
patokan nilai-nilai etika dan moral baik yang tergolong sebagai ideal atau yang seharusnya
(world view) maupun yang operasional dan aktual di dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kenyataannya kini, rasa nasionalisme kultural dan politik, itu tidak ada dalam
kehidupan keseharian kita. Fenomena yang membelit kita berkisar seputar: Rakyat susah
mencari keadilan di negerinya sendiri, korupsi dimana-dimana, pelanggaran HAM yang tidak
lekas selesai, kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, tidak
menghormati harkat dan martabat orang lain, suap-menyuap, dan lain-lain. Itulah potret
5
nasionalisme bangsa kita hari ini. Pada akhirnya kita harus memutuskan rasa kebangsaan kita
harus dibangkitkan kembali. Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali adalah
nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi semua permasalahan di atas, bagaimana bisa
bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan, tidak korup, toleran,
dan lain-lain. Bila tidak bisa, artinya kita tidak bisa lagi mempertahankan eksistensi bangsa
dan negara dari kehancuran.
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena
banyaknya produk luar negeri, seperti Mc Donald, Coca-cola, Pizza Hut, dll membanjiri
Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukkan gejala
berkurangnya rasa nasionalisme masyrakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa
Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia
dianggap sebagai kiblat.
4. Adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan yang miskin, karena adanya
persaingan bebas di dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut yang dapat mengganggu
kehidupan nasional bangsa.
6
bangga dengan kejawaannya, batak bangga dengan kebatakannya. Tapi yang mejadi masalah
adalah primodialisme fanatik atau berlebihan. Terlalu mengagungkan daerahnya hingga
merendahkan daerah atau suku lain. Primodialisme yang seperti inilah yang bias
memecahkan persatuan nasionalisme bangsa kita. Apabila setiap suku atau daerah di
Indonesia menganut paham primodialisme yang berlebihan bias dibayangkan nasionalisme
Indonesia akan kacau.
7. Separatisme secara umum adalah suatu gerakan untuk memisahkan suatu wilayah atau
kelompok manusia dari satu sama lain. Di Indonesia sendiri kita ketahui cukup banyak
gerakan separatisme yang bermunculan dari jaman dahulu atau masa pasca kemerdekaan
sampai saat ini ada GAM, RMS, dll yang mencoba untuk memisahkan diri dari NKRI. Dari
beberapa gerakan separatisme yang ada dan yang sudah bias dilihat bahwa gerakan
separatisme sudah ada sebelumnya menyebabkan nasionalisme kita menjadi rusak, karena
gerakan tersebut mencoba untuk memisahkan diri dari RI.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan di makalah ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Secara etimilogis, kata nation berakar dari kata Bahasa Latin yaitu natio. Kata nation
sendiri memiliki akar kata nasci, yang dalam penggunaan klasiknya cenderung memiliki
makna negatif. Sejak abad pencerahan, kata ini mulai dipakai secara positif untuk
menunjukkan kesatuan kultural dan kedaulatan politik dari suatu bangsa.
2. Nasionalisme tumbuh ketika kolonial Belanda menjajah Indonesia dan membuat penduduk
pribumi kompak untuk mengusir para penjajah. Ada 4 pemikiran besar tentang watak
nasionalisme Indonesia yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan yakni paham ke
Islaman, marxisme dan nasionalisme Indonesia. Para analis nasionalis beranggapan bahwa
Islam memegang peranan penting dalam pembentukan nasionalisme sebagaimana di
Indonesia.
3. Bangsa Indonesia kaya akan identitas mulai dari budaya yang berbeda, agama yang
berbeda, ras dan golongan yang berbeda pula. Tapi itu semua dapat disatukan dengan slogan
“Bineka Tunggal Ika” yang diharapkan dapat mempersatukan bangsa, walaupun pada
kenyataan belum dapat terealisasikan.
8
untuk diterapkan di negara kita. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak
dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu
stabilitas nasional dan ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
3.2 Saran
9
DAFTAR RUJUKAN
GR, Steven. 2018. Nasionalisme: Makna Bangsa, Ibu Pertiwi, Fatherland, Dan
Tanah Air. Terjemahan Freddy MM. Surabaya: Ecosystem Publishing. Tanpa tahun.
H Kaelan, (Ed). 2002. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Paradigma.
Kartodirdjo, Sartono. 1999. Dinamika Nasionalisme Indonesia. Salatiga: Yayasan Bina
Darma.
iii