Anda di halaman 1dari 20

“ Inflasi dalam Ekonomi Makro Islam

dan Konvensional”

Dosen Pengampu: Aqwa Naser Daulay, M.SI

Disusun Oleh : Kelompok 6

Dwi Rahma (0502172406)

Nurul Mudrifah (0502173430)

Syahhanum (0502173511)

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam makalah ini akan dibahas tentang inflasi dalam ekonomi makro konvensional dan
Islam. Inflasi dalam dunia ekonomi memberi pengaruh negatif terhadap daya beli dan tingkat
kesejahteraan masyarakat secara luas. Hal ini dikarenakan inflasi dapat mengakibatkan lemahnya
efisiensi dan produktifitas ekonomi, investasi, dan kenaikan biaya modal. Terjadinya inflasi
dapat mendistorsi harga-harga relatif, tingkat pajak, suku bunga riil, terganggunya pendapatan
masyarakat, menghambat investasi, dan ketidakpastian stabilitas ekonomi. Maka dari itu,
mengatasi inflasi merupakan salah satu sasaran utama kebijakan moneter. Pengaruh inflasi cukup
besar pada kehidupan ekonomi, inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak
mendapat perhatian para ekonom, pemerintah, maupun kebijakan suatu negara. Berbagai teori,
pendekatan dan kebijakan dikembangkan supaya inflasi dapat dikendalikan sesuai tingkat yang
diinginkan.
Berikut terdapat contoh kasus mengenai “Krisis Ekonomi Venezuela”
(BBC Indonesia)

Sudah lebih dari setahun (2017) ekonomi Venezuela sekarat. Harga minyak mentah dunia jatuh,
produksi minyak dalam negeri berkurang, serta kasus-kasus kesalahan pengelolaan ekonomi,
membuat negara yang kaya minyak itu terbelit krisis. Hiperinflasi mencekik. Harga-harga
melejit. Mata uang bolivar berdaulat ("bolivar soberano") rontok dan tak berharga. Pada 22
Agustus 2017 lalu, BBC melaporkan 1 dolar AS kini bernilai 6,3 juta bolivar. Untuk
mendapatkan barang-barang pokok tertentu, masyarakat harus membawa bergepok-gepok
bolivar. Uang yang diperlukan untuk membeli barang jauh lebih berat ketimbang barang yang
ingin dibeli.

Venezuela kaya akan minyak. Negara itu terbukti memiliki cadangan minyak terbesar di dunia.
Tetapi kekayaan ini yang menjadi akar kebanyakan masalah ekonominya. Keuntungan minyak
Venezuela merupakan 95% dari pemasukan ekspor. Ini berarti ketika harga minyak tinggi,
banyak uang yang mengalir ke pemasukan pemerintah Venezuala. Ketika Presiden Hugo Chavez
dari kelompok sosialis berkuasa, dari bulan Februari 1999 sampai meninggal dunia di bulan
Maret 2013, dia menggunakan sebagian dana tersebut untuk membiayai sejumlah program sosial

1
guna mengurangi ketidaksetaraan dan kemiskinan dengan murah hati. Tetapi ketika harga
minyak anjlok pada tahun 2014, pemerintah tiba-tiba dihadapkan lubang besar pembiayaan dan
harus memotong sejumlah program yang populer. Hal ini bukan salah satu penyebabnya banyak
kebijakan lain yang diperkenalkan Hugo Chavez juga menjadi negatif. Pada bulan Juli tahun ini
inflasi mencapai 82.700%.

Harga selembar popok bayi adalah 8 juta bolivar; 1 kilogram keju dihargai 7,5 juta bolivar;
sekilo tomat bisa ditebus dengan 5 juta bolivar; sebungkus pembalut wanita dibandrol 3,5 juta
bolivar; 1 kilogram beras terbeli dengan 2,5 juta bolivar; 3 juta bolivar untuk 10 batang wortel;
9,5 juta bolivar untuk 1 kg daging merah; satu ekor daging ayam seberat 2,4 kilogram mesti
tersedia uang sebesar 14,6 juta bolivar untuk 2,4 kg daging ayam; 2,6 juta bolivar untuk segulung
tisu toilet. Demikianlah harga-harga kebutuhan pokok sebagaimana dilaporkan BBC.

“Kami jutawan, tapi kami miskin,” ujar Maigualida Oronoz, perawat berusia 43 tahun, kepada
Guardian. Ia mengaku upah minimumnya hampir tidak cukup untuk membeli satu kilogram
daging. Padahal, anak-anaknya butuh makan.

"Jika krisis ini terus berlanjut dan pemerintah masih membayar uang pensiun dalam bentuk cash,
maka di akhir tahun saya harus bawa gerobak untuk beli satu barang kebutuhan pokok," ujar
Saul Aponte, pensiunan berusia 73 tahun, kepada Guardian.

Untuk membuat kebutuhan pokok terjangkau masyarakat miskin, pemerintah menetapkan harga
barang dan jasa, mematok dana yang rakyat keluarkan untuk mendapatkan barang-barang seperti
tepung, minyak goreng dan keperluan mandi. Tetapi ini berarti banyak perusahaan tidak lagi
meraup keuntungan saat memproduksi barang-barang ini, sehingga mereka bangkrut. Hal ini,
ditambah kelangkaan mata uang asing untuk mengimpor bahan kebutuhan pokok, menyebabkan
kelangkaan. Pemerintahan Chavez pada tahun 2003 memutuskan untuk mengendalikan pasar
mata uang asing. Sejak saat itu, warga Venezuala yang bermaksud menukar mata uang lokal,
bolivar, dengan dolar harus mendaftar ke badan mata uang yang dijalankan pemerintah. Hanya
pihak-pihak yang dipandang memiliki alasan kuat untuk membeli dolar, misalnya untuk
mengimpor barang, diizinkan untuk menukar bolivar mereka berdasarkan nilai tukar tetap yang
ditentukan pemerintah. Karena banyak warga Venezuela yang tidak dapat membeli dolar dengan

2
bebas, pasar gelap berkembang dan inflasi meningkat. Tingkat inflasi tahunan Venezuela saat ini
adalah yang tertinggi di dunia dan sepertinya hal ini tidak akan berubah dalam waktu dekat.

Untuk menanggulangi krisis, pemerintah setempat mencetak mata uang baru, yakni bolivar
berdaulat, dan meredenominasi nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai
tukarnya pada uang yang berlaku. Namun, sehari setelah kebijakan itu berlaku, masyarakat
malah kebingungan menukar mata uang bolivar yang beredar ke bolivar berdaulat. Langkah
pemerintah Venezuela tersebut dikritik oleh Asdrubal Oliveros, Direktur Ecoanalitica, konsultan
ekonomi yang berbasis di Caracas. Menurutnya, inflasi yang bergerak liar membuat langkah itu
tidak akan mengubah apa-apa.

Inflasi tinggi didorong oleh kesediaan pemerintah mencetak uang tambahan dan kesiapannya
untuk secara teratur meningkatkan upah minimum guna mendapatkan kembali dukungan warga
miskin Venezuela. Pemerintah juga semakin kesulitan mendapatkan pinjaman setelah kegagalan
sejumlah obligasi. Karena pemberi pinjaman semakin tidak menginginkan mengambil risiko
menanam uang di Venezuela, pemerintah kembali mencetak uang, sehingga semakin
menurunkan nilainya dan melonjakkan inflasi. Kelangkaan begitu buruk sehingga sejumlah
keluarga harus berjuang keras untuk mendapatkan makanan. Harga minyak telah meningkat dan
seharusnya menyuntikkan dana yang sangat diperlukan pemerintah. Tetapi kurangnya
penanaman modal prasarana umum berarti produksi pemerintah minyak negara PDVSA
menurun, sehingga semakin sulit untuk bangkit. Ditambah lagi ratusan ribu warga Venezuela
meninggalkan negaranya, menimbulkan kelangkaan penduduk berkualitas dan masa depan
menjadi tidaklah terlalu menggembirakan. Tetapi yang dapat benar-benar menghentikan langkah
pemerintah Venezuela kemungkinan besar adalah sanksi Amerika Serikat terhadap industri
minyak Venezuela. AS menyatakan pemilu Venezuela sebagai sebuah "penipuan", sehingga
kemungkinan hal ini akan segera terjadi.

Alasan kami mengambil kasus tersebut karena dapat memberikan contoh bahwa inflasi
yang terjadi di suatu negara sangat berdampak buruk baik perkembangan negara tersebut. Laju
inflasi yang tidak stabil juga menyulitkan perencanaan bagi dunia usaha, tidak mendorong
masyarakat untuk menabung, dan berbagai dampak negative lain yang tidak kondusif bagi
perekonomian secara keseluruhan.Tingkat kesejahteraan masyarakat menurun, daya beli

3
masyarakat berkurang. Tingkat pengangguran meningkat. Hal ini dapat memberikan contoh bagi
negara lain untuk lebih berhati-hati dalam mengambil suatu tindakan tentang perekonomian.

4
BAB II
ISI
A. Teori Inflasi Konvensional
Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang atau komoditas
dan jasa selama suatu periode tertentu secara terus-menerus. Terdapat dua pengertian penting
yang merupakan kunci dalam memahami inflasi. Yang pertama adalah “kenaikan harga secara
umum” dan yang kedua adalah “terus-menerus”. Dalam inflasi harus terkandung unsur kenaikan
harga, dan selanjutnya kenaikan harga tersebut adalah harga secara umum. Hanya kenaikan
harga yang terjadi secara umum yang dapat disebut sebagai inflasi. Hal ini penting untuk
membedakan kenaikan harga atas barang dan jasa tertentu. Misalnya, meningkatnya harga beras
atau harga cabe merah saja belum dapat dikatakan sebagai inflasi. Inflasi adalah kenaikan harga-
harga secara umum, artinya inflasi harus menggambarkan kenaikan harga sejumlah besar barang
dan jasa yang dipergunakan (atau dikonsumsi) dalam suatu perekonomian. Kata kunci kedua
adalah terus menerus, kenaikan harga yang terjadi karena faktor musiman, misalnya, menjelang
hari-hari besar atau kenaikan harga sekali saja dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan juga
tidak dapat disebut inflasi karena kenaikan harga tersebut bukan “masalah kronis” ekonomi. 1
Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dari tingkat
harga secara umum. Persamaannya adalah sebagai berikut:

Tingkat harga(t) – tingkat harga(t−1)


Rate Of Inflation = X 100
tingkat harga (t−1)

Contoh:
Pada sebuah peristiwa yang menunjukkan suatu kelompok transport, komunikasi dan jasa
keuangan pada bulan Oktober 2015 mencatat inflasi 28,57%. Terjadi kenaikan indeks dari
127,91 pada September 2015 menjadi 164,45 pada bulan Oktober 2015. Dikatakan pada berita
tersebut terjadi inflasi sebesar 28,57% dari bulan September 2015 sampai Oktober 2015.
Bagaimana menghitung angka 28,57%?
Penyelesaian:
Inflasi = {(164,45 - 127,92) / 127,92} x 100%
Inflasi = 28,57%

1
Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 135

5
Para ekonom cenderung lebih senang menggunakan ‘implicit Gross Domestic Product
Deflator’ atau GDP Deflator untuk melakukan pengukuran tingkat inflasi. GDP Deflator aalah
rata-rata harga ari seluruh barang tertimbang dengan kuantitas barang-barang tersebut yang
betul-betul dibeli. Persamaannya adalah sebagai berikut:

𝑁𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 𝐺𝐷𝑃
Implicit Gross Domestic Product = x 100
𝑅𝑒𝑎𝑙 𝐺𝐷𝑃

Contoh soal:
Cara menghitung IHK. Harga untuk barang tertentu pada, tahun 2015 Rp.10.000,00 per unit,
sedangkan harga pada tahun dasar Rp.8.000,00 per unit. Maka indeks harga pada tahun 2015
dapat dihitung sebagai berikut:
IHK = (Pn/Po) x 100
IHK = (Rp 10.000/Rp 8.000) x 100 = 125
Ini berarti pada tahun 2015 telah terjadi kenaikan harga sebesar 25% dari harga dasar yaitu
125-100 (sebagai tahun dasar).
Uang dalam masyarakat menjadi alat pertukaran yang lazim diterima dimana barang dan jasa
dapat diperdagangkan dengan uang. Uang itu sendiri dapat berbentuk berbagai macam dan
terbuat dari berbagai bahan. Pada masa kini intrinsic value uang biasanya jauh lebih kecil
daripada nilai nominal dari uang tersebut. Akibat dari rendahnya nilai intrinsik uang inilah yang
menjadi salah satu sebab terjadinya inflasi.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi

Banyak factor yang menyebabkan terjadi inflasi, antara lain:

1. Tidak sinkron antara program sistim pengadaan komoditi (produksi, penentuan harga,
pencetakan uang,dan sebagainya) dengan tingkat pendapatan masyarakat.
2. Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan.
3. Melemahnya nilai tukar mata uang di suatu negara sehingga harga cenderung naik dan
sulit untuk turun apabila nilai tukar menguat.
4. Tingginya ekspektasi inflasi masyarakat, artinya kecenderungan masyarakat sangat tinggi
terhadap konsumsi sehingga memicu kenaikan harga-harga barang.

6
C. Macam Inflasi

Berdasarkan tingkat keparahannya. Menurut Paul A. Samuelson, seperti sebuah penyakit,


inflasi dapat digolongkan menurut tingkat keparahannya, yaitu sebagai berikut:

1. Moderate Inflation : karakteristiknya adalah kenaikan tingkat harga yang lambat.


Umumnya disebut sebagai ‘inflasi satu digit’(dibawah 10% setahun). Pada tingkat inflasi
seperti ini orang-orang masih mau untuk memegang uang dan menyimpan kekayaannya
dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil;
2. Galloping Inflation: inflasi pada tingkat ini terjadi pada tingkatan 20% sampai dengan
200% per tahun. Pada tingkatan inflasi seperti ini orang hanya mau memegang uang
seperlunya saja, sedangkan kekayaan disimpan dalam bentuk aset-aset riil.
3. Hyper Inflation: inflasi jenis ini terjadi pada tingkatan yang sangat tinggi yaitu jutaan
sampai triliyunan persen per tahun. Walaupun sepertinya banyak pemerintahan yang
perekonomiannya dapat bertahan menghadapi galloping inflation, akan tetapi tidak
pernah ada pemerintahan yang dapat bertahan menghadapi inflasi jenis ketiga yang amat
‘mematikan’ ini. Contohnya adalah Weimar Repulic di Jerman pada tahun 1920-an.

Berdasarkan asal dari inflasi:

1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) yang disebabkamn adanya
deficit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada APBN, bencana alam,
gagal panen, dan sebagainya.
2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation) yang disebabkan negara-negara
yang menjadi mitra dagang mengalami inflasi, sehingga menyebar ke negara-negara yang
menjadi mitranya.

Selain itu, inflasi dapat digolongkan karena penyebab-penyebabnya yaitu sebagai berikut:

1. Expected Inflation dan Unexpected Inflation. Pada Expected Inflation tingkat suku bunga
pinjaman riil akan sama dengan tingkat suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi
atau secara notasi, re t = Rt – πe t sedangkan pada Unexpected Inflation tingkat suku bunga
pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan kompenasi terhadap efek inflasi;

7
2. Demand pull dan Cost Push Inflation. Demand Pull Inflation diakibatkan adanya
permintaan yang tinggi di satu pihak, akibatnya sama seperti hukum permintaan, apabila
permintaan naik sementara penawaran tetap, maka harga naik. Cost Push Inflation terjadi
karena turunnya produksi karena naiknya biaya prosuksi, akibatnya produsen langsung
menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama, atau harga produknya
naik karena penurunan jumlah produksi.
3. Spiralling Inflation. Inflasi jenis ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang
terjadi sebelumnya yang mana inflasi yang sebelumnya itu terjadi sebagai akibat dari
inflasi yang terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya;

D. Teori Inflasi Islam

Islam tidak mengenal istilah inflasi, karena mata uangnya stabil dengan digunakannya mata
uang dinar dan dirham. Penurunan nilai masih mungkin terjadi ketika nilai emas yang menopang
nilai nominal dinar itu mengalami penurunan, akibatnya ditemukannya emas dalam jumlah yang
besar, tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya.2

Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena:

1. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai
simpan), fungsi dari pembayaran dimuka, dan fungsi dari unit penghitungan.
2. Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat
(turunnya marginal propensity to save);
3. Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-primer dan barang-
barang mewah (naiknya marginal propensity to consume)
4. Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu penumpukan kekayaan
(hoarding) seperti: tanah, bangunan, logam mulia,mata uang asing dengan mengorbankan
investasi kea rah produktif seperti: pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan
lainnya.

Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 – 1441 M), yang merupakan salah satu
murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu:

2
Muhammad Ridwan. Ekonomi Pengantar Mikro dan Makro Islam, (Bandung: Cipta Pustaka Media, 2013), h. 185

8
1. Natural Inflation

Inflasi jenis ini disebabkan oleh sebab-sebab alamiah, di mana orang tidak mempunyai
kendali atasnya (dalam hal mencegah). Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah
inflasi yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya Permintaan
Agregatif (AD).

Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan identitas:

MV = PT = Y

Di mana:

M = jumlah uang beredar

V= kecepatan peredaran uang

P= tingkat harga

T= jumlah barang dan jasa (kadang dipakai juga notasi Q)

Y= tingkat pendapatan nasional (GDP)

Maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai:

a. Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian
(T). Misalnya T sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya P .
b. Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnnya nilai ekspor lebih besar dari pada
nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M sehingga
jika V dan T tetap maka P .
Jika dianalisis dengan persamaan:
AD = AS
Dan:
AS = Y
AD = C + 1 + G + (X – M)
Dimana:
Y = pendapatan nasional

9
C = konsumsi
I = Investasi
G = pengeluaran pemerintah
(X – M) = net export
Maka :
Y = C + I + G + ( X- M)

Maka Natural Inflation akan dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan
yaitu sebagai berikut:

a. Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak di mana ekspor ( X ) sedangkan
impor ( M ) sehingga net export nilainya sangat besar maka mengakibatkan naiknya
permintaan agregatif ( AD ). Secara grafis hal ini dapat di grafikkan sebagai berikut:

P2 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

P1 - - - - - - - - - - - - - -

AD2

0 AD1

Q1 Q2 Q

(Demand Pull Inflation)

Hal ini pernah terjadi semasa pemerintahan khalifah Umar ibn khattab r.a. Pada masa itu
kafilah pedagang yang menjual barangnya di luar negeri membeli barang-barang dari luar negeri
lebih sedikit nilainya daripada nilai barang-barang yang mereka jual ( positive net export).
Adanya positive net export akan menjadikan keuntungan, keuntungan yang berupa kelebihan
uang tersebut akan dibawa masuk ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat

10
akan naik (AD ). Naiknya permintaan agregatif, atau pada grafik dilukiskan sebagai kurva AD
yang bergeser ke kanan, akan mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan

Pada saat hal tersebut terjadi, khalifah Umar ibn Khattab r.a. melarang penduduk
Madinah untuk membeli barang-barang atau komoditi selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya
adalah turunnya permintaan agregatif dalam perekonomian. Setelah pelarangan tersebut berakhir,
maka tingkat harga kembali menjadi normal. Hal ini sesuai dengan hadis:

“Anas meriwayatkan, ia berkata: Orang-orang berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai


Rasulullah, harga-harga naik (mahal), tetapkanlah harga untuk kami”. Rasulullah SAW lalu
menjawab, “Allah-lah penentu harga, penahan, penentang, dan pemberi riszky. Aku berharap
tatkala bertemu Allah, tidak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya kedhaliman
dalam urusan darah dan harta”.

b. Akibat dari turunnya tingkat produksi karena terjadinya paceklik, perang, ataupun
embargo dan boycott. Hal ini dapat digrafikkan sebagai berikut:
P
AS2

AS1

P2 - - - - - - - - - - - - - -

P1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

AD

0 Q2 Q1

(Cost Push Inflation)

Hal ini pernah terjadi pula semasa pemerintahan khalifah Umar ibn khattab yaitu pada
saat terjadi paceklik yang mengakibatkan kelangkaan gandum, atau dilukiskan pada grafik
sebagai kurva AS yang bergeser ke kiri ( AS ), yang kemudian mengakibatkan naiknya tingkat

11
harga. Pada saat itu terjadi khalifah Umar ibn Khattab melakukan impor gandum dari Fustat-
Mesir sehingga penawaran agregatif (AS) barang dipasar kembali naik yang kemudian berakibat
pada turunnya tingkat harga-harga.

2. Human Error Inflation

Selain dari penyebab-penyebab yang dimaksud pada natural Inflation maka inflasi yang
disebabkan oleh hal-hal lainnya dapat dikategorikan sebagai Human Error Inflation atau False
Inflation. Human Error Inflation dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh kesalahan dari
manusia itu sendiri (sesuai dengan QS Al-Rum (30): 41).

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (kejalan yang benar)”

Human Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebab-penyebabnya sebagai berikut:

1. Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption and Bad Administration);


2. Pajak yang berlebihan (Excessive Tax);
3. Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (Excessive
Seignorage).

E. Pendekatan Makro Syariah Dalam Mengatasi Inflasi

Pendekatan Islam dalam mengatasi inflasi, Islam mendorong pemerintah untuk melakukan
kebijakan penanggulangan inflasi dengan cara:
1. Himbauan moral, dengan cara menghimbau masyarakat untuk hemat dalam berbelanja
2. Mendorong peningkatan produksi dalam negeri
3. Subsidi langsung kepada masyarakat, seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai)
4. Perbaikan Infrastruktur, seperti jalan dan lainnya.

12
5. Membuat Regulasi (aturan) yang mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat kecil.
Inflasi yang terus menerus, apalagi yang cukup tinggi harus diatasi dengan mengambil
kebijakan-kebijakan. Tingkat inflasi yang tinggi dapat mendorong Bank Sentral menaikkan
tingkat bunga. Hal ini menyebabkan terjadinya kontraksi atau pertumbuhan negatif di sektor riil.
Tingkat inflasi yang tinggi dapat mendorong Bank Sentral menaikkan tingkat bunga. Hal ini
menyebabkan terjadinya kontraksi atau pertumbuhan negatif di sektor riil.

F. Dampak Inflasi

Secara khusus dapat diketahui dampak dari inflasi diantaranya adalah:

1. Bila harga barang secara umum naik terus menerus maka masyarakat akan panik,
sehingga perekonomian tidak berjalan normal.
2. Akibat dari kepanikan tersebut, maka masyarakat banyak yang cenderung untuk menarik
tabungan guna membeli dan menumpuk barang sehingga banyak bank di rush akibatnya
bank akan kekurangan dana berdampak pada tutup atau bangkrut.
3. Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar
keuntungan dengan cara memainkan harga di pasaran, sehingga harga akan terus naik. 3

G. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi

Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan mewujudkan perkembangan ekonomi. Biaya
yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka
pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi, seperti dengan
membeli harta-harta tetap misalnya, tanah, rumah, dan bangunan. Karena pengusaha lebih suka
menjalankan kegiatan investasi yang bersefat seperti itu, maka investasi produktif akan
berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun. Sebagai akibatnya lebih banyak
pengangguran akan terwujud. 4

Kenaikan harga akan menimbulkan efek buruk ke perdagangan. Kenaikan harga


menyebabkan barang di negara itu tidak akan bersaing di pasar internasional. Maka eskpor akan

3
Iskandar Putong, Economics Pengantar Mikro dan Makro, ( Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 426
4
Sadono Sukirno, MAKROEKONOMI Teori Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008),h. 339

13
menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri semakin tinggi sebagai akibat inflasi
menyebabkan barang impor semakin murah. Maka lebih banyak impor dilakukan. Ekspor yang
menurun dan diikuti pula oleh impor yang bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam
aliran mata uang asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk.

Inflasi dan Kemakmuran Masyarakat

Disamping mengakibatkan efek buruk dalam kegiatan ekonomi negara, inflasi juga akan
menimbulkan efek bagi masyarakat:

a) Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang berpendapatan tetap.


b) Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan berbentuk uang.
c) Memperburuk pembagian kekayaan.

H. Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Inflasi

Pada tingkat berapakah suatu inflasi dianggap sebagai inflasi yang rendah, sedang, atau
tinggi. Sayangnya, tidak terdapat konsensus di antara para ekonom dan pengambil kebijakan
ekonomi mengenai berapa inflasi yang dapat dianggap rendah. Tinggi atau rendahnya laju inflasi
bersifat sangat relatif dan berbeda-beda dari satu negara dengan negara yang lain, bahkan dalam
suatu perekonomian sering terjadi perbedaan persepsi tentang inflasi yang dapat ditoleransi. Di
negara-negara maju, tingkat inflasi yang rendah dan dianggap wajar pada umumnya berkisar
antara 2 sampai 3%. Di Indonesia angka inflasi single digit, yang artinya kurang dari 10% masih
dianggap wajar. Di Indonesia sampai dengan tahun 1990-an sering dikatakan bahwa inflasi
single digit dianggap sebagai Δbatas psikologisΔ, artinya, inflasi apabila melampaui single digit
baru dianggap berbahaya. Dengan kata lain, inflasi sampai 9% masih dianggap wajar. Dornbusch
dan Fischer (1993)12 misalnya, mengklasifikasikan laju inflasi menjadi laju inflasi yang moderat
(sedang), tinggi, sangat tinggi (ekstrem) dan hiperinflasi. Terlepas dari berapa angka inflasi yang
dianggap cukup rendah, semua negara di dunia sepakat bahwa inflasi adalah tidak baik dan harus
dapat dikendalikan. Untuk mengendalikan laju inflasi tersebut, diperlukan kebijakan ekonomi
yang tepat. Kebijakan ekonomi pokok yang dipergunakan untuk mengendalikan inflasi pada
umumnya adalah kebijakan fiskal dan moneter.

14
1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan makro ekonomi,
sehingga kebijakan tersebut ditujukan untuk mendukung sarana ekonomi makro. Kebijakan
moneter mempunyai peranan penting dalam pengaturan kegiatan ekonomi suatu negara terutama
negara yang sedang berkembang, khususnya pada saat inflasi.

Kebijakan moneter adalah kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang keuangan
yang berkenaan dengan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat. Pemerintah selalu
mengusahakan ada keseimbangan dinamis antara jumlah uang yang beredar dengan barang dan
jasa dalam masyarakat.

Tujuan kebijakan moneter:

1) Menyesuaikan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat


2) Mengarahkan penggunaan uang dan kredit sehingga nilai uang negara dapat terjaga
kestabilannya
3) Mendorong produsen meningkatkan kegiatan produksi

2. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiscal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka mendapatkan
dana dan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya dalam
rangka melaksanakan pembangunan. Contohnya, apabila perekonomian nasional mengalami
inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara
memperkecil pembelanjaan. Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya
perekonomian.

15
I. Pengaruh Inflasi Terhadap Pengangguran

Dalam jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi menunjukkan pertumbuhan


perekonomian, namun dalam jangka panjang, tingkat inflasi yang tinggi dapat memberikan
dampak yang buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga barang domestik relatif lebih
mahal dibanding dengan harga barang impor. Masyarakat terdorong untuk membeli barang
impor yang relatif lebih murah. Harga yang lebih mahal menyebabkan turunya daya saing barang
domestik di pasar internasional. Hal ini berdampak pada nilai ekspor cenderung turun,
sebaliknya nilai impor cenderung naik. Kurang bersaingnya harga barang jasa domestik
menyebabkan rendahnya permintaan terhadap produk dalam negeri. Produksi menjadi dikurangi.
Sejumlah pengusaha akan mengurangi produksi. Produksi berkurang akan menyebabkan
sejumlah pekerja kehilangan pekerjaan. Para ekonom berpendapat bahwa tingkat inflasi yang
terlalu tinggi merupakan indikasi awal memburuknya perekonomian suatu negara. Dampak yang
lebih jauh adalah pengangguran menjadi semakin tinggi.

Dengan demikian, tingkat inflasi dan tingkat pengangguran merupakan dua parameter
yang dapat digunakan untuk mengukur baik buruknya kesehatan ekonomi yang dihadapi suatu
negara. Hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran untuk jangka pendek dapat
dijelaskan dengan menggunakan Kurva Phillip yang dikemukakan oleh ekonom bernama A.W.
Phillips. Kurva ini digunakan oleh Phillips ketika melakukan pengamatan terhadap korelasi
antara pengangguran dengan upah dan inflasi di negara Inggris. Hubungan tingkat inflasi dengan
tingkat pengangguran yang merepresentasikan Kurva Phillips dapat dilihat pada gambar di
bawah.

16
Inflasi, Upah

Pengangguran

Dari Gambar di atas diketahui bahwa tingkat inflasi dan tingkat pengangguran memiliki
hubungan yang negatif. Artinya jika tingkat inflasi tinggi, maka pengangguran akan menjadi
rendah. Atau sebaliknya, penganggguran akan menjadi tinggi jika perekonomian suatu negara
mengalami inflasi yang rendah.

17
KESIMPULAN

Pada kasus yang diambil dapat disimpulkan bahwa inflasi sangat merugikan suatu negara dan
menghambat perkembangan negara tersebut. Inflasi merupakan gejala ekonomi yang menjadi
perhatian berbagai pihak. Inflasi tidak hanya menjadi perhatian masyarakat umum, tetapi juga
menjadi perhatian dunia usaha, bank sentral, dan pemerintah. Inflasi dapat berpengaruh terhadap
masyarakat dan perekonomian suatu negara. Bagi masyarakat umum, inflasi menjadi perhatian
karena inflasi langsung berpengaruh terhadap kesejahteraan hidup, dan bagi dunia usaha laju
inflasi merupakan faktor yang sangat penting dalam membuat berbagai keputusan. Inflasi juga
menjadi perhatian pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengingat pengaruhnya yang sangat luas terhadap
kehidupan masyarakat, maka setiap negara, melalui otoritas moneter atau bank sentral,
senantiasa berusaha untuk dapat mengendalikan laju inflasi agar tetap rendah dan stabil. Di
Indonesia, Bank Indonesia sebagai bank sentral merupakan lembaga yang mendapat mandat dari
undang-undang untuk mengendalikan laju inflasi. Kebijakan ekonomi pokok yang dipergunakan
untuk mengendalikan inflasi pada umumnya adalah kebijakan fiskal dan moneter.

Untuk mengatasi inflasi bisa dilakukan dengan cara menghimbau masyarakat untuk
hemat dalam berbelanja, mendorong peningkatan produksi dalam negeri, membuat Regulasi
(aturan) yang mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat kecil Inflasi yang terus menerus,
apalagi yang cukup tinggi harus diatasi dengan mengambil kebijakan-kebijakan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman. Ekonomi Makro Islami (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007)

Putong, Iskandar. Economics Pengantar Mikro dan Makro (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013)

Ridwan, Muhammad. Ekonomi Pengantar Mikro dan Makro Islam (Bandung: Cipta Pustaka
Media, 2013)

Sukirno, Sadono. MAKROEKONOMI Teori Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,


2008)

19

Anda mungkin juga menyukai