Anda di halaman 1dari 30

BAB I

KAJIAN ETIMOLOGIS DAN TERMINILOGIS AKHLAK TASAWUF

A. Makna Etimologis Akhlak


1) Mustofa, Akhlak Tasawuf (bandung : CV Pustaka Setia, 2010 ) hlm.11
Kata “Akhlak” berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun ( ‫ ) خلق‬yang menurut
bahasa yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabit.
2) Nasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf ( Jatim : Madari Media, 2015 ) hlm.2
Dalam bahasa arab kata ‫( خلق‬khulqun) berarti perangai, sedangkan jamaknya ‫( احلق‬
akhlakun ) dalam bahasa Indonesia perangai berarti tabi’at atau watak.
3) Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf ( Bandung : Pustaka Setia : 2010 ) hlm.11
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab Khulqun yang jamaknya akhlak. Menurut
bahasa, akhlak adalah perangai, tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung
persesuaian dengan perkataan khalaq yang berarti “kejadian”, serta erat
hubungannya dengan kata khaliq yang berarti “pencipta” dan makhluq yang berarti
“yang diciptakan”.
4) Muhammad fethullah Qullen, Tasawuf Kita Semua ( Jakarta : Republika, 2014 )
hlm. 143
Yang dimaksud dengan “akhlak” ( khuluq ) adalah tempramen, tabiat atau karakter.
5) Qiai Yulianli Zaqiah, Kuliah-kuliah Akhlak ( Bandung : Sega Arsy, 2010 ) hlm.12
Arti dari khuluq atau akhlak berarti suatu perangai, ( eatak atau tabiat ) yang
menetap kuat didalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-
perbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah dan ringan tanpa perlu dipikirkan
atau direncanakan sebelumnya.

B. Makna Etimologi Tasawuf


1) Rosihan Anwar, Akhlak tasawuf ( Bandung : Pustaka Setia, 2010 ), hlm. 143
Pertama, tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahlu suffah
)‫احل اصفة‬, yang berarti sekelompok orang pada masa Rasullulah SAW. Yang
hidupnya berdiam di serambi-serambi mesjid, mereka mengabdikan hidupnya
untuk beribadah kepada Allah SWT.
Kedua, tasawuf berasal dari kata shafa )‫(صفاء‬. Kata shafa ini berbentuk fi’il
mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya’ nisbah, yang
berarti nama bagi orang-orang yang “bersih” atau “suci” Maksudnya adalah
orang-orang yang menyucikan dirinya dihadapan Tuhan-Nya.
2) Mustofa, Akhlak Tasawuf ( Bandung : CV Pustaka Setia, 2010 ). Hlm.201.
Lafal Tasawuf merupakan mashdar ( kata jadian ) bahasa Arab dari fi’il ( kata
kerja ) {‫يتصوف‬-‫ }تصوف‬Menjadi ‫تصوفا‬ kata ‫يتصوف‬-‫ تصوف‬Merupakan ‫فعل مجرد‬
‫ثالثي‬ ( kata kerja tambahan dua huruf ) ; yaitu huruf “Ta” dan Tasydid yang
sebenarnya berasal dari ‫ ( فعل مجرد ثالثي‬kata kerja asli dari tiga huruf), yang
berbunyi ‫ يصوف‬- ‫ صفا‬menjadi ‫( صوفا‬mashdar) ; yang artinya mempunyai bulu
banyak.
3) Hamka, Tasawuf Moderen ( Jakarta : Pusaka Panjima, 1990 ) hlm. 1.
Arti Tasawuf dan asal katanya menjadi pertikaian ahli-ahli logat. Setengahnya
berkata bahwa perkataan itu diambil dari perkataan shifa’, artinya suci bersih,
ibarat kilat kaca. Katanya setengahnya dari perkataan “shup” artinya bulu
binatang, sebab orang-orang yang memeasuki tasawuf itu baju dari bulu binatang,
karena benci mereka kepada pakaian yang indah-indah, pakaian “ orang dunia”
ini.
4) Louis Massignon dan Mustofa Abdurraziq, Islam dan Tasawuf ( Yogyakarta :
Fajar Pustaka Baru, 2001), hlm. 17.
Tasawuf berasal dari kata bahasa Arab; at-Tashawuf yang merupakan mashdar
( kata kerja yang dibedakan ) dari fi’il khumasi ( kata kerja dengan lima huruf
dasar ; yakni Tashawwafa ) , yang dibentuk dari kata shawwaffa yang berarti
memakai wol. Dari kata tersebut, lahirlah sebutan shufi untuk orang Islam yang
menjalani kehidupan sufistik.
5) Abdul Halim Mahmud, Tasawuf didunia Islam ( Bandung : Pustaka Setia, 2002 )
hlm. 22.
Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah meriwayatkan, ketika Abu Muhammad Al-Jariin (
wafat tahun 311 H ) artinya tentang tasawuf ; ia menjawab :
‫الرخورفي كل خلق سني والخروج من كل خلق دني‬
Artinya :
“tasawuf berarti memasuki setiap yang mulia dan keluar dari setiap akhlak yang
tercela.”
C. Terminologi Akhlak
1) Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf ( Bandung : Pustaka Setia , 2010 ), hlm.15.
Selain istilah Akhlak, lazim juga dipergunakan istilah ‘etika”. Perkataan ini
berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan. Ia membicarakan
kebiasaan (perbuatan), tetapi bukan menurut arti tata-adat, melainkan tata-adab,
yaitu berdasarkan intisari atau sifat dasar manusia : baik buruk. Jadi, etika adalah
teori tentang perbuatan manusia dilihat dari baik buruknya. Dalam pelajaran
filsafat, etika merupakan cabang dari ilmu filsafat.
2) Mustofa, Akhlak Tasawuf ( Bandung : Pustaka Setia, 2010 ), hlm.12.
Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut :
‫س ُه ْول ٍة َويُس ِْر ِم ْن َغي ِْر َحا َج ٍة ا ِٰلى فِ ْك ٍر‬ ْ َ ‫ارة ٌ َع ْن َه ْيئ َ ٍة فِى النَّ ْف ِس َرا ِسخَةٌ َع ْن َها ت‬
ُ ‫صد ُُر ْاْل ْف َعا ُل ِب‬ َ َ‫اخلق ِعب‬
‫َو ُرؤْ َي ٍة‬
Artinya :
“ Akhlak ialah suatu sifat yang bertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan
pikiran ( lebih dahulu ).
3) Solihin, M. Rosyid Anwar, Akhlat Tasawuf Manusia, Etika dan Makna Hidup (
Bandung : Nuansa, 2005 ) hlm.18.
Al-Ghazali ( 1059 – 111 M )
Al-Ghazali adalah seorang tokoh yang dikenal sebagai hujjat al-Islam karena
kepiawaiannya dalam membela islam dari berbagai paham yang dianggap
menyesatkan. Al- Ghazali juga seorang ahli tasawuf yang berhasil
mempertemukan fiqih dan tasawuf serta filsafat dan kalam. Dalam kitab Ihya’
‘ulum al-Din, Al-Ghazali memberikan pengertian khuluq sebagai
‫س ُه ْول ٍة َويُس ِْر ِم ْن َغي ِْر َحا َج ٍة ا ِٰلى فِ ْك ٍر َو ُرؤْ يَ ٍة‬ ْ َ ‫ارة ٌ َع ْن َه ْيئ َ ٍة فِى النَّ ْف ِس َرا ِسخَةٌ َع ْن َها ت‬
ُ ِ‫صد ُُر ْاْل ْفعَا ُل ب‬ َ َ‫ِعب‬
“ Suatau sifat yang tertanam dalam jiwa yang dapat memunculkan perbuatan-
perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan pemikiran”.
Menurut Al-Ghazali, definisi “khuluq” (akhlak) adalah sifat atau watak yang
sudah tertanam dalam hati dan telah menjadi adat kebiasaan sehingga secara
otomatis terekspresi dalam amal perbuatan seseorang.
4) M. Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf ( Malang : 2015 ) hlm. 64.
Menurut Abu Hamid dalam Abudin Nata
‫هي صفة اْلنسا ن اْل د بية‬
Artinya :
“Akhlak adalah sifat-sifat manusia yang terdidik”.
5) Hariyansyah, dkk, Aqidah dan Akhlak ( Pontianak : STAIN, 2009 ) hlm. 190.
Menurut Ahmad Amin ( 1995 : 62 ) sebagian ahli mengatakan :
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam –
macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan “kebiasaan kehendak” kehendak itu bila dibiasakan sesuata maka
kebiasaannya itu disebut akhlak.
D. Makna Terminologis Tasawuf
1) Mulyadi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf (Jakarta : Erlangga, 2006 )
hlm.2
Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu islam yang menekankan dimensi atau
aspek spritual dari islam. Spiritualitas ini dapat mengambil bentuk yang beraneka
didalamnya. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek
rohaninya ketimbang aspek jasmaninya ; dalam kaitannya dengan kehidupan, ia
lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang fana ;
sedangkan kaitannya dengan pemahaman keagamaan, ia lebih menekankan aspek
esoterik ketimbang eksoterik, lebih menekankan penafsiran batini ketimbang
penafsiran lahiriyah.
2) Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf ( Bandung : Pustaka Setia, 2010 ) hlm.145.
Pengertian tasawuf secara istilah, telah banyak diformulasikan oleh para ahli yang
satu sama yang lain berbeda sesuai dengan seleranya masing-masing.
a. Ketika ditanya tentang tasawuf, Al-Jurairi menjawab :

‫الدخول فلى خلق سني و اخروج من كل خلق دنوي‬


Artinya :
“Memasuki kedalam segala budi (akhlak) yang bersifat sunni, dan keluar dari
budi pekerti yang rendah.
3) Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf ( Bandung : CV Pustaka Setia, 2009 ) hlm.15.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tasawuf adalah
pembersihan diri. Dengan kata lain, tasawuf merupakan suatu perpindahan
kehidupan, yaitu dari kehidupan kebendaan pada kehidupan kerohanian.
4) Mustofa, Akhlak Tasawuf ( Bandung : Pustaka Setia, 2010 ). hlm.204.
Mahmud Amin An-Nawawy mengemukakan pendapat Al-Junaid Al-Bagdaady
yang mengatakan :
‫وهوااناليطالع العبرغيرحده واليوافق غيرربه وال يقارن‬:‫قال‬,‫الصوف حفظ االوقا‬
‫غيروقته‬

Artinya :
“Tasawuf adalah memelihara (menggunakan) waktu. (lalu) ia berkata : Seorang
hamba tidak akan menekuni (amalan tasawuf) tanpa aturan (tertentu),
(menganggap) tidak tepat (ibadahnya) tanpa tertuju kepada Tuhannya dan merasa
tidak berhubangan (dengan Tuhannya) tanpa menggunakan waktu (untuk
beribadah kepadaNya)”.
5) Noer Iskandari Al-Barsany, Tasawuf Tarelat2 para sufi ( Jakarta : PT Raja
Qrafindo Persada, 2001 ) hlm.4.
Telah sedemikian banyak para ahli (para sufi) yang memberikan definisi tentang
Tasawuf sesuai dengan pengalaman batinnya masing-masing. Dan karena
dominannya ungkapan batin (rasa) ini, maka jadi sangat beragam dan
keberagaman definisinya itu sulit ditemukan sebuah definisi yang menyeluruh
atau bahkan sulit ditangkap oleh rasio.
E. Akhlak dan Tasawuf Dalam Satu Kesatuan
1) Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia ( Jakarta : PT Raja Qrafindo
Persada, 2013 ) hlm.16.
Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf lebih lenjut dapat kita ikuti
uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya ketiak mempelajari tasawuf
ternyata pula bahwa Al-Quran dan Al-Hadits mementingkan akhlak. Al-quran dan
Al-hadits menekankan nilai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa
kesosialan, keadilan, tolong menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar,
baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian,
hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu dan berfikiran lurus. Nilai-nilai
serupa ini yang harus dimiliki oleh seorang muslim, dan dimasukan kedalam
dirinya dari semasa kecil.
2) Solihin, Akhlak Tasawuf ( Bandung : Nuansa, 2005 ) hlm.171.
Tasawuf dihubungkan dengan akhlak, maka seseorang menjadi ikhlas dalam
beramal dan berjuang semata-mata karena Allah, bukan karena maksud yang lain.
Hal-hal yang harus diamalkan manusia biasanya dijelaskan dalam ilmu akhlak,
termasuk persoalan kemasyarakatan dan jalan hidup yang harus ditempuh
manusia. Jelaslah bahwa akhlak adalah permulaan dari tasawuf dan tasawuf
adalah ujung dari akhlak.
3) Bachrun Rif’i, Filsafat Tasawuf ( Bandung : 2010 ) hlm.75.
Tasawuf Akhlak adalah tasawuf yang didasarkan pada teori-teori prilaku akhlak
atau budi pekerti, tasawuf ini lebih menekankan pada proses moral dalam
beribadah dan berprilaku , tidak banyak mengeluarkan pemikiran-pemikiran yang
filosofis, tetapi pada tindakan moral yang tidak menyimpang. Tasawuf ini bnyak
dikembangkan oleh ulama-ulama salaf yang senang menyendiri dan zikir.
4) Mah Yudin, Kuliah Akhlak Tasawuf ( Jakarta : Kalam Mulia, 1999 ) hlm. 156.
Hubungan akhlak dengan tasawuf sangat erat, dimana akhlak merupakan pangkal
tolak tasawu, sedangkan tasawuf merupakan batas akhir akhlak atau dengan kata
lain, Akhlak merupakan tujuan semntara akhlak karena tujuan akhirnya akhirat
(As-Sa’aadah) menurut ulama tasawuf sunniy atau menjadi manusia ideal (Al-
Insaanul Kaamil) menurut ulama Tasawuf Falsafiy.
5) Nasrul HS, Akhlak Tasawuf ( Ygyakarta : Aswaja Pressindo, 2015 ) hlm.123
Antara ilmu tasawuf dengan ilmu akhlak adalah suatu raingkaian keilmuan yang
saling membutuhkan. Dikatakan saling membutuhkan karena memang upaya-
upaya akhlaqiyah akan menjadi sempurna jika diikut sertakan upaya-upaya
sufistik yang memastikan manusia melakukan aktifitas akhlaktifitas tanpa pamrih
yang memang lambang dari akhlaktifitas itu sendiri. Prilaku tanpa pamrih ini pun
adalah juga sebagai lambang utama bagi kegiatan sufistik.
BAB II
AKHLAK ETIKA HAK dan KEWAJIBAN

A. AKHLAK DAN ETIKA


1) Toriqudden, Sekularitas Tasawuf ( Membumikan Tasawuf dalam dunia malam ), (
Malang : UIN, 2008 ) hlm.12.
Menurut sejarahnya, istilah etika itu mula-mula digunakan oleh Montaigme
(1533-1592), seorang penyair Perancis dalam syair-syairnya yang terkenal pada
tahun 1580. Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, ialah pada perbuatan
baik atau jahat, susila atau tidak susila. Perbuatan atau kelakuan seseorang yang
telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, istilah yang disebut
akhlak atau budi pekerti.
2) Ahmad amin, Etika Ilmu Akhlak ( Jakarta : Bulan Bintang, 1975 ) hlm.3.
Dari segala ini diselidiki oleh etika, suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia
kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia didalam
perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuatan.
3) Amin Abdullah, Filsafat Etika ( Bandung : Penerbit Miza, 2002 ) hlm.15.
Etika berarti “ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk” jadi bisa dikatakan
etika berfungsi sebagai teori dari perbuatan baik dan buruk (ethis atau ilmu al-
akhlak) dan moral (akhlak) adalah praktiknya.
4) MA Fri, Amir, Etika Komunikasi Massa ( Pamulang Timur Ciputat : PT Logos
Wacana Timur, 1999 ) hal.33.
Etika diartikan sebagai :
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang kewajiban moral.
b. Kemampuan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
5) Zahruddin, Hasanuddin, Pengantar Studi Akhlak ( Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2004 ) hlm.43.
Etika berasal dari bahasa yunani, yaitu ethos yang memiliki pengertian adat-
istiadat (kebiasaan), perasaan batin kecenderungan hati untuk melakukan
perbuatan.

HAK

1) Zahruddin, Hasanuddin Sinaga, Pengantar Akhlak ( Jakarta : PT. Grafindo


Persada, 2004 ) hlm.141.
Hak adalah kebenaran yang mutlak hakikat dan kekhususan bagi seseorang yang
bukan bagi yang lainnya sebagai lawan kewajiban, yaitu sesuatu yang menjadi hak
bagi seseorang dan kewajiban bagi orang lain untuk menghormatinya.
2) Jhon.Piens, Nizam Jim, Etika Bisnis ( Jakarta : Pelangi Cendekia, 2007 ) hlm.45.
Hak merupakan suatu kepemilikan seseorang atas sesuatu benda, jasau maupun
karya cipta intlekrtual orang merasa berhak oleh karena ia merasa memiliki,
biasanya hak-hak timbul sebagai akibat hukum dalam sebuah sistem legal yang
baik.
3) Amin Ahmad, Etika Ilmu Akhlak ( Jakarta : Penerbit Bulan Bintang, 1983 )
hlm.74.
Hak ialah sesuatu yang dipunyai oleh seseorang atau kelompok orang. Hak
seseorang atau kelompok didapat berupa benda atau wewenang melakukan
sesuatu.
4) Soegito, Pendidikan Pancasila ( Semarang : Paradigma, 2009 ) hlm.105.
Hak ialah sesuatu yang diterima setelah manusia diberatkan atas sesuatu
kewajiban. Antara suatu hak dan kewajiban itu merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan.
5) Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf ( PT Raja Grafindo Persada, 2003 ) hlm.137.
Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang
mengerjakan, memiliki, meninggal, mempergunakan, atau menurut sesuatu, hak
juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perentara akalnya,
dengan kekuasaan atau kekuatan fisik untuk mengakui wewenang yang ada pada
pihak lain.
KEWAJIBAN
1) Amin Ahmad, Etika Ilmu Akhlak ( Jakarta : Bulan Bintang, 1983 ) hlm.122.
Kewajiban ialah apa yang harus dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang
kepada orang lain atau kelompok orang lain. Ahmad Amin mengatakan bahwa
“apa yang dipunyai oleh seseorang kepada orang lain dinamakan kewajiban”.
2) Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf ( Jakarta : PT Raja Grafindo, 2003 ) hlm.143.
Kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’ yaitu suatu perbuatan
yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan
mendapatkan siksa dengan kata lain bahwa kewajiban dalam agama berkaitan
dengan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh Allah.
3) Zahruddin,dkk, Pengantar Studi Akhlak ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2004 ) hlm.144.
Kewajiban-kewajiban itu merupakan wujud bukti manusia kepada dirinya, Tuhan
dan alam semesta kewajiban (Menurut Ilmu Akhlak ) adalah sesuatu yang
diperintahkan oleh perasaan suci, hati nurani untuk berbuat.
4) Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia ( Jakarta :Gema Insans Pers, 2004 )
hlm.147.
Kewajiban yang berupa perintah dan larangan dalam islam mempunyai cakupan
yang sangat luas. Ia mencakup semua bentuk interaksi manusia dalam
kehidupannya, baik interaksi dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama
manusia, dengan setan dan kekuatan jahat serta dengan musuh sekalipun.
5) Mustofa, Akhlak Tasawuf ( Bandung : CV Pustaka Setia, 2014 ) hlm.122.
Kewajiban adalah sesuatu yang harus yang harus dilakukan dengan penuh rasa
tanggung jawab sedangkan menurut ahli-ahli etika menyatakan bahwa wajib
merupakan sebuah perbuatan ahlak yang ditimbulkan oleh suara hati. Kewajiban
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, dikarenakan manusia merupakan
makhluk hidup sosial.

B. Objek Kajian Akhlak Etika Hak dan Kewajiban


1) Zahruddin, Pengantar Studi Akhlak ( Jakarta : Raja G.P, 2004 ) hlm.45.
Objek kajian antara akhlak dengan tasawuf, sama-sama membahas tentang baik
dan buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia.
2) Asmaran, Pengantar Studi Akhlak ( Jakarta : Raja G.P, 2003 ) hlm.13.
Objek-objek kajian ilmu akhlak ialah segala perbuatan manusia yang timbul dari
orang yang melaksanakan dengan sabar dan sengaja dari apa yang diperbuat.
Demikian pula perbuatan yang tidak dikehendak tetapi dapat di ikhtisarkan
penjagaannya pada waktu sadar.
3) Jame Hastings, The Scape Of Ethis ( New York, Charless Scribnees ) hlm.414.
J.H. Mahmud menyebutkan bahwa pokok pembahasan etika didalam penyelisihan
tentang tingkah laku dan sifat manusia.
4) Abudden Nata, Akhlak Tasawuf ( Jakarta : Raja G.P, 2003 ) hlm.21.
Objek material kajian akhlak dan etika sama-sama gempa tindakan atau aktivitas
horizontal yang dilakukan dengan memijarkan kepada sistem nilai baik maupun
buruk.
5) Asman, Pengantar Studi Akhlak ( Jakarta : PT Grafindo Persada ) hlm.4.
Ilmu akhlak ialah ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang yang berkaitan
dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik dan buruk.

C. Hubungan Antara Akhlak Dengan Hak dan Kewajiban


1) Raghib Al-Asfahani, Mu’jam Mulfradat Alfadz Al-Quran
Sedangkan dalam liberatur islam keadilan diartikan sebagai istilah yang
digunakan untuk menunjukan pada persamaan atau bersifat tengah-tengah atas
dua perkara, keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan akal yang dikonsultasikan
dengan agama. Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan maka dengan
sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan akhlak dan disinilah letak
hubungan fungsional antar hak, kewajiban dan keadilan dengan akhlak.
2) Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf ( Jakarta : PT Raja G.P, 2003 ) hlm.145.
Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa yang disebut akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, mendarah daging, sebenarnya dari
tulus ikhlas karena Allah. Hubungan dengan hak dapat dilihat pada arti dari hak
yaitu sebagai milik yang dapat digunakan oleh seseorang tanpa ada yang dapat
menghubungkan. Hak yang demikian itu merupakan bagian dari akhlak. Karena
akhlak harus dilakukan oleh seseorang sebagai haknya. Hak yang daging itu
kemudian menjadi bagian dari kepribadian seseorang yang dengannya timbul
kewajiban unsur melakdanakannya tanpa merasa berat. Sedangkan keadilan
sebagaimana telah diuraikan dalam teori pertengahan ternyata merupakan induk
akhlak. Dengan terlaksanya hak , terciptanya perbuatan akhlak. Disinilah letak
hubungan fungsional antara hak, kewajiban dan keadilan dengan akhlak.
3) Poedjawijatiza, Etika Filsafat Tingkah Laku ( Jakarta : Bina Aksar, 1982 )
hlm.60.
Berkaitan dengan akhlak, maka hak yang berhubungan dengan wewenang bukan
untuk memiliki dan bertindak karena hak itu merupakan wewenang bukan
berwujud kekuatan.
4) K.Bertens, Etika ( Jakarta : PT Pustaka, 2007 ) hlm.170.
Hak dan kewajiban merupakan sebagai dari aturan-aturan dasar yang ada dalam
kehidupan bermasyarakat.
5) Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak ( Jakarta : Bulan Bintang, 1975 ) hlm.175.
Dalam melakukan kewajiban tersebut, haruslah memiliki suatu keutamaan yang
dijadikan pedoman atau acuan agar dapat melaksanakannya kewajiban dan
memenuhi hak secara optimal.

D. Hubungan Antara Etika Dengan Hak dan Kewajiban


1) Zahruddin, Hasanuddin Sinaga, Pengantar Ilmu Akhlak ( Jakarta : PT Grafindo
Persada, 2004 ) hlm.149.
Sesuatu yang harus bagi manusia ialah hak dan apa yang dibedakan kepadanya
disebut kewajiban, keduanya berkaitan erat karena itu pada setiap hak ada
kewajiban.
2) Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf ( Malang, Madani Media, 2005 ) hlm.27.
Secara etika makhluk yang dalam setiap aktivitas horizontalnya mengandung nilai
efek etik yang merupakan hasil dari pengumpulannya dalam sebuah kehidupa.
Hak dan kewajiban adalah sebuah nilai etik yang lahir dari hasil pengumpulan
tersebut. Karenanya hak dan kewajibannya menjadi sesuatu yang harus dipahami
oleh setiap individu, agar kehidupan menjadi ramah dan kondusif antara individu
saling memahami dan menghormati hak dan kewajiban masing-masing. Allah
SWT sebagai pencipta telah membekali potensi nilai instuisif iman yang berpusat
dihati kepada setiap individu tidak hanya itu. Allah SWT juga telah mengirimkan
para Nabi dan Rasul. Serta beberapa kitab Suci-Nya sebagai pedoman bagi
makahluk yang bernama manusia. Sinergitas antara potensi nalar sosionalitas dan
intuinsifnya, menjadi manusia berbudaya dan perperadaban.
3) Mustofa, Akhlak Tasawuf ( Bandung : Pustaka Setia, 2014 ) hlm.136.
Hubungan etika dengan hak dan kewajiban ialah hak adalah segala sesuatu yang
harus kita lakukan apa yang kita miliki sedangkan kewajiban adalah segala
sesuatu yang harus dijalankan. Dengan kehidupan, haruslah menuntut adanya
keseimbangan antara hak dan kewajiban maka akan terciptanya suatu timbal balik
yang baik dan tidak berat sebelah antara pihak yang menuntut haknya dengan
pihak yang menuntut kewajibannya.
4) Tsiwari, Akhlak Tasawuf ( Jakarta, Pratama, 2007 ) hlm.18.
Etika berarti ilmu yang mempelajari tentang hak dan kewajiban etika berfungsi
sebagai teori dari perbuatan baik dan buruk, dan moral adalah refleknya,
sedangkan hak adalah segala sesuatu perbuatan.
BAB III
DASAR DASAR AKHLAK DAN TASAWUF
A. Dasar-Dasar Akhlak
1) Asmaran, Pengantar Studi Akhlak ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002 )
hlm.48, 50.
Allah akan memberikan petunjuk (hidayah) kepada mereka yang sungguh-
sungguh mencarinya, yaitu pertama-tama dengan memaksa dari berbuat baik,
beramal saleh. Firman-Nya dalam surah Al-Ankabut ayat 69
َ‫َّللاَ لَ َم َع ْال ُمحْ ِسنِين‬ ُ ‫َوالَّذِينَ َجا َهدُوا فِينَا لَنَ ْه ِديَنَّ ُه ْم‬
َّ ‫سبُلَنَا ۚ َوإِ َّن‬
“Hai orang-orang yang jihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar-benar akan
kami tunjukan kepada mereka jalan jalan kami dan sesungguhnya Allah benar-
benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.
Rasulullah SAW, adalah contoh/teladan yang baik dikalangan para sahabatnya,
beliau menanamkan perangai yang mulia dengan prilaku yang mulia pula,
disamping beliau menanamkan dengan memberikan nasehat dan pelajaran.
Abdullah bin Amar pernah mengatakan :
‫ خيا ر كم احا سنكم اخال قا‬: ‫ا ن رسول هللا صل هللا عليه وسلم لم يكن فا حشا وال متفحشا وكان يكول‬
)‫(واه البخارى‬
“Sesungguhnya Rasulullah SAW bukan seorang yang keji dan tidak pernah
berkata keji, tetapi beliau berkata : Sebaik-baik kamu adalah orang-orang yang
lebih baik akhlaknya ( H.R. Bukhari )
2) Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003 )
hlm.45-46.
Demikian pula amarah yang digunakan terlalu berlebihan akan menimbulkan
sikap membabi buta atau hantam kromo yaitu berani tanpa memperhitungkan
kebaikan dan keburukannya. Sebaliknya jika amanah digunakan terlalu lamah
akan menimbulkan sikap pengecut. Dengan demikian penggunaan amarah secar
berlebihan atau berkurang sama-sama akan menimbulkan akhlak yang buruk.
Berkenaan dengan ini di dalam al-quran dijumpai ayat ayang menunjukkan akhlak
yang baik yang dihubungkan dengan sikap yang mampu menahan amarah, allah
berfirman :
ِ ‫َاظ ِمينَ ا ْلغَ ْي َظ َوا ْلعَافِينَ ع َِن ال َّن‬
‫اس‬ ِ ‫اء َوا ْلك‬
ِ ‫اء َوالض ََّّر‬ َّ ‫الَّ ِذينَ يُ ْن ِفقُونَ فِي ال‬
ِ ‫س َّر‬
(orang-orang yang bertaqwa yaitu ) orang-orang yang menafkahkan (harta) baik
diwaktu lapang maupun diwaktu sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain ( Q.S Ali Imran 134 )
Pada ayat tersebut kemampuan menahan amarah dijadikan salah satu sifat orang
yang bertaqwa dan di sebut bersamaan dengan akhlak yang terpuji lainnya, yaitu
menafkahkan sebagian hartanya, baik dalam keadaan lapang maupun keadaan
sempit serta mau memaafkan kesalahan orang lain.
Penggunan amarah secara pertengahan itu sejalan pula dengan hadis nabi yang
berbunyi :
)‫ليس السديد با لصر عة وانما السد يدالذي يماك تفسه عندا لفضب (رواه احمد‬
Orang yang gagah perkasa itu bukanlah orang yang kuat tenaganya, tetapi yang
gagah itu adalah orang yang dapat menahn amarahnya jika marah ( H.R Ahmad )
3) Mustofa, Akhlak Tasawuf ( Bandung : Pustaka Setia, 2010 ) hlm 149-150.
Akhlak islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepercayaan
kepada tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar daripada agama itu sendiri.
Dengan demikian dasar/sumber pokok daripada akhlak islam adalah Al-Quran dan
Al-Hadits yang merupakan sumber utama dari agama islam itu sendiri.
Dinyatakan dalam sebuah hadits Nabi :
‫ تركت فيكم امر ين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتا ب‬: ‫عن انس نن ما لك قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬
‫هللا وسنة رسوله‬
Artinya:
“Dari Anas bin Malik berkata : Bersabda Nabi SAW : telah kutinggalkan atas
kamu sekalian dua perkara, yang apabila kamu berpegangan kepada keduanya,
maka tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”.
Memang tidak disangsikan lagi bahwa segala perbuatan/tindakan manusia apapun
bentuknya pada hakikatnya adalah bermaksud untuk mencapai kebahagian
(saadah). Dan hal ini adalah sebagai “natijah” dari problem akhlak. Sedangkan
saadah menurut sistem moral/Akhlak yang agamis (islam), dapat dicapai dengan
jalan menuruti perintah Allah yakni dengan menjauhi segala larangan Allah dan
mengerjakan segala perintah-Nya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar
hidup bagi setiap muslim yakni Al-Quran dan Al-Hadits.
4) Qiqi Yuli, Zaqiah, Kuliah-Kuliah Akhlak ( Bandung : Sega Arsy, 2010 ) hlm.20-
21).
Al-Quran pun telah mengisyaratkan akhlak seperti berkenaan dengan sifat-sifat
seorang mukmin, sebagaimana dalam firman Allah SWT :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihat
dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Maka itulah orang-orang yang
benar-benar tulus dalam kemanusiannya”. ( AL-HUJARAT : 15 )
Demikianlah, keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa sedikitpun dicampuri
keraguan, menunjukan kekuatan keyakinan dan itulah buah akal dan hikmah.
Adapun jihat dengan harta adalah manifestasi kedermawanan yang bersumber
pada penggunaan kekuatan emosi (amarah/ghadhab) sesuai dengan persyaratan
akal serta dalam batas keseimbangan dengan secara proporsiona. Mengenai ini,
Allah SWT telah memujipara sahabat dalam firman-Nya :
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya, mereka
itu bersifat tegas terhadap orang-orang kafir,tetapi saling berkasih-sayang
diantara sesama mereka . . .” ( AL-FATH : 29 )
5) Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf ( Bandung : CV Pustaka Setia, 2010 ) hlm.22-
23.
Al-Quran menggambarkan akidah orang-orang beriman, kelakuan mereka yang
mulia dan gambaran kehidupan mereka yang tertib, adil, luhur dan mulia.
Berbanding terbalik dengan orang-orang kafir dan munafik yang jelek, zalim dan
rendah hati. Gambaran akhlak mulia dan akhlak keji begitu jelas dalam prilaku
manusia disepanjang sejarah. Al-Quran juga menggambarkan perjuangan para
Rasul untuk menegakkan nilai-nilai mulia dan murni dalam kehidupan dan ketika
mereka ditentang oleh kekafiran dan kemunafikan yang menggalkan tegaknya
akhlak yang mulia sebagai teras kehidupan yang luhur dan murni itu.
Allah SWT berfirman :
ً ‫َّللاَ َك ِث‬
‫يرا‬ َّ ‫سنَةٌ ِل َم ْن كَانَ يَ ْر ُجو‬
َّ ‫َّللاَ َوا ْليَ ْو َم ْاْل ِخ َر َوذَك ََر‬ ْ ُ ‫َّللاِ أ‬
َ ‫س َوةٌ َح‬ ُ ‫لَقَ ْد كَانَ لَ ُك ْم فِي َر‬
َّ ‫سو ِل‬
Artinya :
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan yang banyak mengingat Allah”. (Q.S Al-ahzab (33) : 21)
Disamping itu, Rasululluah SAW, sendiri menyebutkan :
) ‫انما بعثت ألتمم مكا رم األ خالق (رواه مالك‬
Artinya :
“sungguh, aku diatas untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (H.R. Malik)

B. Dasar-Dasar Tasawuf
1) Toriquddin, Sekularitas Tasawuf Membumikan Tasawuf Dalam Dunia Moderen, (
Malang : UIN, 2008 ) hlm.20-22.
Di antara ayat-ayat Al-Quran maupun hadist Rasulullah yang menjadi dasar ajaran
tasawuf adalah antara lain sebagai berikut :
َ ُ‫َّللا‬
ٌ ُ‫غف‬
‫ور َر ِحي ٌم‬ َّ ‫َّللاَ َفاتَّبِعُونِي يُحْ بِ ْب ُك ُم‬
َّ ‫َّللاُ َويَ ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذُنُوبَ ُك ْم ۗ َو‬ َّ َ‫قُ ْل إِ ْن ُك ْنت ُ ْم ت ُِح ُّبون‬
“Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. ( Q.S. Ali Imran : 31 )
)٤٢( ‫س ِِّب ُحوهُ بُك َْرةً َوأَ ِصيال‬ َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ا ْذك ُُروا‬
ً ِ‫َّللاَ ِذك ًْرا َكث‬
َ ‫) َو‬٤١( ‫يرا‬
“hai orang-orang yang berfirman, berdzikirlah (dengan menyebutkan nama)
Allah, dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya
diwaktu pagi dan petang” (Q.S. Al-Ahzab : 41-42)
َ ‫ب فَأ َ ْينَ َما ت َُو ُّلوا فَث َ هم َوجْ هُ ه‬
‫َّللا َإنه ه‬
َ‫َّللا‬ ُ ‫ق َوا ْل َم ْغ َر‬
ُ ‫ّلِل ا ْل َمش َْر‬
َ ‫َو َ ه‬
“timur dan barat adalah milik Allah, adalah milik Allah, emana saja kamu
berpaling disitu ada wajah Allah”. ( Q.S Al-Baqarah : 115 )
Selain ayat-ayat Al-Quran diatas, juga terdapat hadits-hadits Rasulullah, yang
mengajarkan umatnya agar selalu mendekatkan diri, mencintai, dan berdzikir
kepada Allah, diantaranya adalah :
‫من عرف نفسه فقد عرف ربه‬
“Barang siapa yang mengetahui dirinya, maka sungguh iya mengetahui
Tuhannya”.
‫ رسول هللا صاى هللا عليه وسلم يقول هللا عز وجل ا نا عند صن عبدي‬: ‫عن ابي هريرةرضى هللا عنده قال‬
‫بي وانا معه حين يذكو ني فان ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي وان ذكرني في مالء ذكر ته في مالء خير‬
‫منه وان اقترب الي شبرا تقربت اليه ذرا عا وان اقتر ب الي ذ را عا اقتر ب اليه با عا وان اتا ني ما شيا‬
) ‫اتيته هرولة (رواه مسلم‬
“Dari Abu Hurairah Ra. Belia berkata : “Rasulullah SAW bersabda : “Allah
yang Maha Mulia dan Maha Agung berfirman : “Aku menurut persangkaan
hamba-Ku kepada diri-Ku, Aku bersamanya dikala iya menyebut nama-Ku.
Apabila iya menyebut nama-Ku secara sirri (tidak keras), maka aku akan
menyebutnya secara sirri (tidak keras). Jika iya menyebut-Ku pada suatu
perkumpulan, maka aku akan menyebutnya pada perkumpulan yang lebih baik.
Jika ia mendekat pada-Ku sejengkal, maka aku akan mendekat padanya se-hasta,
jika ia mendekat pada-Ku sehasta, maka aku akan mendekat padanya satu
tombak. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki, maka aku akan
datang padanya dengan bergegas”. (H.R. Muslim)

2) A. Bahrun Rif’i, Filsafat Tasawuf ( Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010 ) hlm.44-
46.
Manusia adalah makhluk Allah yang sempurna yang diciptakan untuk menjadi
khlifah Allah dimuka bumi dengan tujuan semua beribadah kepada-Nya. Allah
SWT berfirman :
َ ْ‫سانَ ِفي أَح‬
‫س ِن تَ ْق ِويم‬ ِ ْ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا‬
َ ‫اْل ْن‬
Artinya :
“Sungguh, kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
(Q.S. At-Tin (95) : 4)
Selanjutnya Rasulullah SAW memberi tuntunan bagaimana proses ibadah itu
hendaknya diwujudkan :
Belum di tulis arabnya
Artinya :
“Dari Abu Hurairah Ra, ia berkata, “suatu hari Nabi SAW, tampat ditengah
manusia, lalu seorang laki-laki mendatanginya dan bertanya, ‘apa yang disebut
dengan iman itu “Rasul menjawab, ‘iman ialah engakau percaya kepada Allah,
Malaikat-Nya, berteman dengan-Nya, Rasul-Nya yang bangkit dari kubur (hari
kiamat) laki-laki itu bertanya lagi, ‘Apa yang disebut dengan islam itu ? Rasul
menjawab : islam adalah engakau menyebut Allah dan jangan menyekutukan-
Nya, dirikanlah shalat, tunaikan zakat fardhu, dan berpuasa pada bulan
ramadhan, ‘lelaki itu bertanya lagi, ‘apa yang disebut dengan ihsan itu ? Rasul
menjawab, ‘Hendaklah engkau beribadah atau menyembah Allah seolah-olah
engkau melihat Allah, lalu jika engakau tidak melihat-Nya ketahuilah
sesungguhnya Dia melihatmu.lelaki itu bertanya lagi, ‘Kapan terjadinya kiamat ?
Rasulullah SAW menjawab, tidaklah orang yang ditanya tentang hal itu (rasul)
lebih mengetahui jawabannya dari pada sipenanya, aku akan menjelaskan tanda-
tanda kiamat (ialah). Apabila seseorang hendak melahirkan tuannya, apabila
para pengembala binatang ternak telah berlomba-lomba bermegah-megah dalam
bangunan. Ia termasuk lima hal yang tak seorang pun mengetahuinya, kecuali
Allah, lalu Rasul membaca ayat :
‫ان هللا عنده علم السا عه‬
Sampai ayat terakhir, lalu, lelaki itu pergi dan Nabi berkata kepada para sahabat,
‘ panggillah lelaki itu, ‘tetapi tak seorang pun dari sahabat melihatnya lagi. Lalu,
Nabi berkata, ‘lelaki itu adalah Jibril, ia datang untuk mengajarkan kepada
manusia tentang agama”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
3) Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf ( Bandung : CV Pustaka Setia, 2010 ) hlm.152-
153,158-160.
Secara umum, ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan
batiniah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniah pada
gilirannya melahirkan Tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat yang
cukup besar dari sumber ajaran islam, Al-Quran dan As-Sunnah, serta praktik
kehidupan Nabi Muhammad SAW, dan para sahabatnya. Al-Quran antara lain
berbicara tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai (mahabbah)
dengan tuhan. Hal itu misalnya difirmankan Allah SWT dalam Al-Quran :

َ ‫ف يَأْتِي هللاُ ِبقَ ْوم يُ ِحبُّ ُه ْم َويُ ِحبُّونَهُ أَ ِذلَّة‬


َ‫علَى ا ْل ُمؤْ ِمنِين‬ َ َ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا َمن يَ ْرت َ َّد ِمن ُك ْم ع َْن دِينِ ِه ف‬
َ ‫س ْو‬
‫ض ُل هللاِ يُؤْ ِتي ِه َمن يَشَآ ُء‬ ْ َ‫س ِبي ِل هللاِ َوالَ يَ َخافُونَ َل ْو َمةَ ْلَئِم ذَ ِلكَ ف‬ َ ‫علَى ا ْلكَا ِف ِرينَ يُجَا ِه ُدونَ فِي‬ َ ‫أ َ ِع َّزة‬
54 :‫ع ِلي ٌم (المائدة‬ َ ‫س ٌع‬ ِ ‫َوهللاُ َوا‬

Artinya :

“Wahai orang-orang yang beriman ! barang siapa diantara kamu yang murtad
(keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum. Dia
mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
yag berjiahat dijalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang yang suka
mencela. Itulah karunia Allah, yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.
Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), Maha mengetahui”. (Q.S. Al-Ma’idah (5)
: 54)
Sejalan dengan apa yang disitir dalam Al-Quran, Tasawuf juga dapat dilihat dalam
kerangka hadits. Dalam hadits Rasulullah SAW banyak dijumpai keterangan yang
berbicara tentang kehidupan rohaniah manusia. Berikut ini beberapa materi hadits
yang dapat dipahami dengan pemahaman tasawuf.

ُ ‫سه‬ َ ‫سهُ فَقَ ْد ع ََر‬


َ ‫ف َن ْف‬ َ ‫ف نَ ْف‬
َ ‫َم ْن ع ََر‬

Artinya :
“Barang siapa yang mengenal dirinya sendiri, maka akan mengenal Tuhannya”.
Hadits ini melukiskan kedekatan hubungan antara Tuhan dan Manusia, sekaligus
mengisyaratkan arti bahwa manusia dan Tuhan adalah satu. Oleh karena itu,
barang siapa yang ingin mengenal Tuhan cukup mengenal dan merenungkan
prihal dirinya sendiri.
Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah SAW, menyatakan pernyataan, Allah SWT
sebagai berikut :
‫ق فَبِ ْي ع ََرفُ ْونِ ْي‬ َ ‫ُك ْنتُ َك ْن ًزا َم ْخ ِفيًّا فَأَحْ بَ ْب أ َ ْن أُع َْر‬
َ ‫ف فَ َخلَ ْقتُ ا ْل َخ ْل‬
Artinya :
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi maka aku menjadikan makhluk
agar mereka mengenal-Ku”.
4) Abdul Halim Mahmud, Tasawuf Didunia Islam ( Bandung : Pustaka Setia, 2002 )
hlm.119-120.
Sesungguhnya, sikap para penilis tentang ajaran seperti yang mereka katakan
bahwa tasawuf adalah kebudayaan yang dipelajari. Kebudayaan yang dipelajari ini
kemungkinan akan mendatangkan pengaruh, berkembang dan meniru. Seorang
penulis syair maupun cendikiawan secara umum mengambil sumber kebudayaan
dari lingkungan luar yang memiliki corak dan bentuk dengan apa yang diperoleh
dari lingkungannya. Itulah pengaruh dari lingkungan luar. Namun, bilamana dia
memiliki keaslian. Tentulah akan menjadi gema terhadap lingkungan masyarakat
disekitarnya. Akan tetapi, tasawuf dan sufi bukan berasal dari tempat ini. Jika
ingin membuat batasan dengan cara yang cermat, kami melihat dua problema
yang sedang kita hadapi, yaitu sebagai berikut ini :
1. Kecenderungan pada kehidupan para sufi atau kecenderungan menempuh
jalan sufi.
2. Perasaan kaum sufi.

Adapun kecenderungan pada tingkah laku sufi memiliki pengaruh dari dalam yang
murni, yaitu pengaruh yang berkaitan dengan pribadi seseorang dari sebelah
dalam, yang lebih banyak daripada seseorang alam. Untuk menempuh jalan ini,
cukuplah dengan beramal, seperti ucapan, pemikiran, isyarat, atau satu peristiwa
sehingga mengutamakan perbuatan untuk menempuh jalan kepada Allah ‘Azza
Wa Jalla’

ٌ ‫إِنِِّى ذَا ِه‬


‫ب إِلَى َربِِّى‬

“Sesungguhnya aku akan pergi menghadap Tuhanku”. (Q.S. Ash-Shafat (37)


: 99)

Imam Al-Ghazali Rahimahumullah telah membaca kitab-kitab kaum sufi itu


sendiri. Hal ini diceritakannya dalam kitabnya Al-Munqidz Minadh Dhalaal,
sebagai berikut :

“ku mulai membaca kitab-kitab mereka guna menghasilkan ilmu-ilmu mereka.


Seperti Quutul Quluub susunan Abu Thalib Al-Makki ra. Kitab-kitab Al-Harits Al-
Muhasiti, dan cuplikan cuplikan diriwayatkan Al-Junaid, Asy-Syibli serta Abu
Yasid Al- Busthami, semoga Allah menyicikan arwah mereka. Juga dari ucapan
guru-guru mereka hingga akau mengetahui tujuan ilmu mereka Aku pun telah
menghasilkan apa yang mungkin untuk dihasilkan tentang jalan mereka dengan
mengajar dan mendengar. Namun, semua itu tidak oromatis menjadikan seorang
sufi”.

5) Abudden Nata, Akhlak Tasawuf ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003 )
hlm.181-183.
Secara umum ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah dan
jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang
bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini
mendapat perhatian yang cukup besar dari sunber ajaran islam. Al-Quran dan Al-
Sunnah serta praktek kehidupan Nilai dan para sahabatnya. Al-Quran antara lain
berbicara tentang kemungkinan manusia dengan Tuhan dapat saling mencintai
(mahabbah) (lihat Q.S. Al-Maidah, 52-54) ; perintah agar manusia senantiasa
bertaubah, membersihkan diri memohon ampunan kepada Allah. (lihat Q.S
Tahrim 8) petunjuk bahwa manusia akan senantiasa bertemu dengan Tuhan
dimanapun mereka berada. (lihat Q.S. Al-Baqarah, 2:110) Tuhan dapat
memberikan cahaya kepada orang yang dikehendakiNya. (lihat Q.S Al-Nur, 35).
Selanjutnya Al-Quran mengingatkan manusia agar dalam hidupnya tidak
diperbudak oleh kehidupan dunia dan harta benda (lihat Q.S. Al-Hadid, Al-
Fathur,5) dan senantiasa bersikap sabar dalam menjalani pendekatan diri kepada
Allah SWT. (lihat Q.S. Ali Imran, 3)
Sejalan dengan apa yang dibicarakan Al-Quran diatas Al-Sunnah pun banyak
berbicara tentang kehidupan rohaniah berikut ini terdapat beberapa teks hadits
yang dapat dipahami dengan pendekatan tasawuf.
‫ق فَ ِب ْي ع ََرفُ ْونِ ْي‬ َ ‫ُك ْنتُ َك ْن ًزا َم ْخ ِفيًّا فَأَحْ بَ ْب أ َ ْن أُع َْر‬
َ ‫ف فَ َخلَ ْقتُ ا ْل َخ ْل‬
“Aku adalah pembedaharaan yang tersembunyi maka Aku menjadikan makhluk
aga mereka mengenal-Ku”.

BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN AKHLAK
A. Insting
1) Harun Nasution, Akan dan Wahyu Dalam Islam, ( Jakarta : UI Press, 1986 )
hlm.16.
Insting adalah pola prilaku dan reaksi terhadap suatu rangsangan tertentu yang
tidak dipelajari tapi telah ada sejak kelahiran suatu makhluk hidup dan diperoleh
secara turun-temurun (Filogenetik).
2) Fatur Rahman, Psikologi Sosisal ( Yogyakarta : Erlangga, 1985 ) hlm.56.
Suatu prilaku individu didorong oleh kekuatan dasar yang terpisah dari sifat
manusia, yaitu prilaku agresif yang berasal dari insting baik dan insting kehidupan
dan insting kematian.
3) Mustofa, Akhlak Tasawuf ( Bandung : CV Pustaka Setia, 1997 ) hlm.182.
Insting ialah suatu alat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan
pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kerah tujuan itu dan tiada dengan
didahului latihan perbuatan itu.
4) Nurjannah, pisikologi Umum ( Ciamis : ( ), 2012 ) hlm.140.
Isnting ialah kemampuan berbuat sesuatu yang dibawa sejak lahir yang ditujukan
pada pemuasan dorongan-dorongan nafsu dan dorongan lain. Insting juga bisa
disebut naluri atau gairah.
5) Zahruddin, Hasanudin Sinaga, Pengantar Study Akhlak ( Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2004 ) hlm.93.
Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para
pisikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang
didorong lahirnya tingkah laku.

B. Pembiasaan
1) Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak Dalam Islam ( Surabaya : Bina Ilmu, 1998 )
hlm.55.
Pembiasaan (habituation) merupakan proses pembentukan sikap dan prilaku yang
relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang-
ulang.
2) Ramayulis, Metologi Pendidikan Agama Islam ( Jakarta : Kalam Mulia, 2005 )
hlm.70.
Pembiasaan ialah upaya praktis dalam pendidikan dan pembinaan yang dilakukan
seorang pendidik adalah terciptanya kebiasaan bagi anak didiknya.
3) Abdullah Abdurahman Saleh, Teory A Quramic Out Look ( Jakarta : Rineka
Cipta, 2005 ) hlm.140.
Pembiasaan adalah proses pendidikan yang berlangsung dengan jalan
membiasakan anak didik untuk bertingkah laku, berbicara, berfikir dan melakukan
aktivitas tertentu menurut kebiasaan yang baik.
4) Mustofa, Akhlak Tasawuf ( Bandung : CV Pustaka Setia, 1997 ) hlm.96.
Pembaiasaan ialah perbuatan berulang-ulang terus menerus sehingga mudah
dikerjakan bagi seseorang seperti kebiasaan, berjalan, berpakaian, berbicara,
mengajar dan lain sebagainya.
5) Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam ( Ciputat : Balai
Pustaka, 2002 ) hlm.117.
Secara etimologi pembiasaan asal katanya adalah “biasa” dalam kamus besar
bahasa Indonesia “biasa” adalah dazzim atau umum, seperti sediakala dan sudah
merupakan hal sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan
sehari-hari.

C. Hati
1) Ali Yunasril, Pengantar Ilmu Tasawuf ( Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1987 )
hlm.45.
Hati bahasa arabnya disebut “gaib” menurut ilmu biologi ‘qalbu adalah segumpal
darah yang terletak didalam rongga dada agak sebelah kiri warnanya agak
kecoklatan dan berbentuk segitiga.
2) Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf ( Jakarta : PT Raja G P, 2010 ) hlm.123.
Hati nurani atau instusi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh
saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini cenderung dan diyakini selalu kepada
kebaikan dan tidak kepada keburukan.
3) Tamami, Psikologi Tasawuf ( Jakarta : Pustaka Setia, 2011 ) hlm.24.
Hati dijelaskan sesuatu yang identik dengan spritialitas, ketulusan niat baik, belas
kasih dan segala sesuatu yang berhubungan dengan spritualitas bersumber dari
hati.
4) Zahruddin, Pengantar Ilmu Akhlak ( Jakarta : PT Grafindo Persada, 2004 )
hlm.103.
Suara hati nurani berarti suara hati yang seakan ada cahaya dari luar yang
menerangi dari hati manusia. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan
nurani berasal dari kata “Terang, Bercahaya” sedangkan hati nurani adalah
perasaan hati murni yang sedalam-dalamnya.
5) Imam Ghazali, Keajaiban Hati ( Jakarta : Tinta Mas Indonesia, 1982 ) hlm.125.
Secara biologis hati adalah sebuah kelenjar tersebar dan kompleks dalam tubuh,
berwarna merah kecoklatan, yang mempunyai berbagai macam fungsi, termasuk
perannya dalam membantu pencernaan makanan dan metabolisme gizi dalam
sistem pencernaan.

D. Tradisi
1) Kantowiyoyo, Budaya dan Masyarakat ( Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006 )
hlm.3.
Tradisi adalah suatu gambaran yang menggambarkan bahwa dalam suatu
perbedaan manusia yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam berakhlak
dan budi pekerti seorang dalam perbuatan akan melihat realitas yang ada
dilingkungan sekitar sebagai upaya dari sebuah adaptasi walaupun sebenarnya
orang tersebut telah memotivasi berprilaku pada diri tersebut.
2) Muhaimin, Islam Dalam Langkah Budaya Lokal ( Ciputat : PT Logas Wacana
Ilmu, 2001 ) hlm.11.
Tradisi (dalam bahasa latin traditia artinya diteruskan) menurut bahasa adalah
suatu kekiasan yang berkembangang dimasyarakat. Baik yang menjadi adat
kebiasaan atau diasimilasikan dengan ritual adat atau agama.
3) Bambang Prunowo, Islam Factul Antara Tradisi dan Relasi Kuasa ( Yogyakarta :
Karya Kuasa, 1993 ) hlm.3.
Trdisi adalah sesuatu yang lahir dari dan dipergunakan oleh masyarakat,
kemudian masyarakat muncul dan dipengaruhi oleh tradisi. Tradisi pada
umumnya merupakan musahab, kemudian akhirnya menjadi kunklusi dan premis
isi dan bentuk efek dan aksi pengaruh dan mempengaruhi.
4) Erni Budiwanti, Islam Wetu Versi Buku Lama ( Yogyakarta : LKIS, 2000 )
hlm.51.
Tradisi merupakan sebuah persoalan dan yang lebih penting lagi adalah sebagai
pengetahuan, doktrin, kebiasaan, praktek, lain-lain yang dipahami sebagai
pengetahuan yang telah diwariskan secara turun temurun termasuk penyampaian
doktrin dan praktek tersebut.
5) Hasan Hanafi, Oposisi Pasca Tradisi ( Yogyakarta : Sarikat, 2003 ) hlm.2.
Tradisi merupakan hasil dari proses dinamika perkembangan agama tersebut
dalam ikut serta mengatur pemeluknya dan dalam melakukan kehidupan sehari-
hari. Tradisi islam lebih dominan mengaruh pada peraturan yang sangat
ringanterhadap pemeluknya dan selalu tidak memaksa terhadap ketidakmampuan
pemeluknya.

E. Kehendak
1) Abdul Mun’un Qandil, Figur Wanita Sufi ( Surabaya : Risalah Gusti, 1933 )
hlm.75.
Kehendak ialah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu kehendak itu
merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar sebagai gerak gerik. Dalam
realisasinya kehendak ini bertautan dengan pikiran dan perasaan.
2) Alkhair Ibn Abi, Taswuf Cinta ( Bandung : Mizan, 2003 ) hlm.141.
Kehendak ialah penjabaran atas objek-objek pengetahuan dalam bentuk eksistensi
dengan kebutuhan pengetahuannya.
3) Mustofa, Akhlak Tasawuf ( Bandung : CV Pustaka Setia, 1997 ) hlm.141.
Kehendak adalah suatu dari beberapa kekuatan seperti uap dan listrik. Dan juga
penggurak manusia dan dari padanya timbul segala perbuatan yang hasil dari
kehendak, dan segala sifat manusia dan kekuatannya seolah-olah tidur nyenya
sehingga dibangunkan oleh kehendak.
4) Abbas Siradjjuddin, lltiad Ahlusunnah Wal Jamaah ( Jakarta : Pustaka Tarbiah,
2001 ) hlm.75.
Kehendak adalah kemauan keinginan mengenai semuanya (alam semesta tidak
terkecuali).
5) Bahrudin, Psikologi Pendidikan ( Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2007 ) hlm.50.
Kehendak bukan merupakan fungsi kejiwaan yang bersifat pasif tetapi lebih
merupakan perbuatan atau fungsi kejiwaan yang bersifat aktif. Dengan pernyataan
ini, maka kehendak dapat deiberikan pengertian sebagai usaha yang aktif menuju
pelaksanaan suatu tujuan.
F. Pendidikan
1) Ayuhan, Konsep Pendidikan Dalam Perspektif Islam ( Yogyakarta : Deepublish,
2016 ) hlm.118.
Kata kunci dan uraian diatas tentang pembentukan akhlak yang mulia terlihat
keberhasilan itu pada kata kuncinya dari pendidikan akhlak yang sufi tauladan
orang tua ibu dan bapaknya juga strategis dan kiat-kiat yang disampaikan oleh
para pakar akhlak untuk dapat diterapkan dalam praktek.
2) Kaelani, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan ( Jakarta : PT Bumi Aksara )
hlm.240.
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
3) Tim Pengewatongan Ilmu Pengetahuan Fip-Up, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (
Jakarta : Imitima, 2007 ) hlm.30.
Pendidikan agama dalam konteksini, dipendangkan dan diyakini sebagai salah
satu upaya utama dalam pembinaan akhlak dan mental anak indonesia, karena
pendidikan agama berperan langsung dalam pembentukan kualitas manusia yang
beriman dan bertakwa, ia akan terlahir sebgai generasi yang disegani dalam
lingkungan masyarakat.
4) Mahmud Arif, Pendidikan Islam Trensornetif ( Yogyakarta : LKJS, 2008 )
hlm.115.
Kecendrungan keagamaan diatas terasa mengkristal apalagi setelah bertemakan
dengan jiwa “kesederhanaan” (shedajeh) lantas sebagai akibat dari kekuatannya
dari imfiltrasi ajaran sufistik kedalam domain pemikiran aliran konservasi,
kecendrungan itu pun menjadi unsur utama yang berhasil membangun citra esensi
pendidikan islam adalah pendidikan akhlak.
5) Abbas Mahjub, Ushul Al-fikr At terbawi Fial-islam ( Damesk Dar Ibn Leatsir,
1987 ) hlm.157.
Pendidikan yang berorientasi pada keseluruhan moral-etik dan tujuan terpendidik
dalam pendidikan islam adalah pembentukan dan pembinaan akhlak.

BAB V
TENTANG BAIK DAN BURUK
A. Pengertian Baik dan Buruk
1) Ibn Tamiyyah, Baik dan Buruk Menurut Al-Quran ( Yogyakarta : Mitra Pustaka,
2004 ) hlm.1.
Mayoritas mufassir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan baik dan buruk
adalah kenikmatan dan musibah. Bukan usaha yang telah dilakukan oleh manusia
dengan usaha kebaikan dan keburukan.
2) Mustofa, Akhlak Tasawuf ( Bandung : Pustaka Setia, 2010 ) hlm.56.
Pengertian “baik” menurut ethik adalah sesuatu yang berharga untuk sesuatu
tujuan. Sebaliknya yang tidak berharga, tidak berguna untuk tujuan, apabila yang
merugikan atau yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan adalah “buruk”.
3) Toshihiko Izutsu, Konsep-konsep Etika Religius Dalam Quran ( Yogyakarta : PT
Tiara Wacana, 2003 ) hlm.257.
Ma’ruf diantara berbagai istilah yang dapat dipandang sebagai bahasa Arab yang
mendekati kata dalam bahasa inggris “good” baik. Ma’ruf menempati tempat yang
khusus, karena kata ini tampaknya mewakili ide yang berlangsung jauh dimasa
lalu. Dalam penjelasan musim untuk masa yang kemudian, kite melihat kata
ma’ruf sangat sering di definisikan sebagai apa yang diakui dan di terima oleh
hukum Allah. Lawannya mungkar dalam Quran untuk baik (dan buruk),
mewujudkan bahwa Al-Quran menghadapi terminilogi moral kesukuan dan
menjadikannya bagian yang integral dari sistem etika baru. Ma’ruf secara harfiah
berarti ‘diketahui’ yaitu apa yang dipandang sesuai sebagai diketahui dan dikenal
dan dengan demikian secara sosial diterima.
4) Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak ( Jakarta : Bulan Bintang, 1975 ) hlm.85.
Ilham ini didapat oleh manusia diwaktu ia melihat kepada sesuatu, oleh karnanya
kita dapat merasa bahwa itu baik atau buruk, meskipun kita tidak belajar ilmu
pengetahuan atau menerima pendapat orang lain. Kekuatan ini bukan buah dari
melihat zaman atau pendidikan, tetapi adalah instinct, bagian dari tabiat kita yang
diberikan oleh Tuhan memperbedakan baik dan buruk sebagaiman kita diberi
mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar.
5) Nasnul, Akhlak Tasawuf ( Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2015 ) hlm.95.
Secara bahasa kata “baik” dapat diterjemahkan dari kata khair, shahih, hasan,
ma’ruf, atau dalam bahasa Inggris dari kata good. Louis Ma’luf dalam kitabnya,
munjid, mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai
kesempurnaan. Selanjutnya yang baik itu juga adalah sesuatu yang mempunyai
nilai kebersihan atau nilai yang diharapkan, yang memerikan kepuasan.
Sedangkan kata “buruk” sebagai lawan dari kata “baik” lebih menunjukan
pengertiannya pada sesuatu yang tidak sempurna dan tidak pula menyenangkan.

B. Ukuran Baik dan Buruk


1) Mustofa, Akhlak Tasawuf ( Bandung : Pustaka Setia, 2010 ) hlm.61.
- Pengaruh adat kebiasaan
Manusia dapat dipengaruhi oleh adat istiadat golongan dan bangsanya. Karena
itu hidup didalam lingkungan dengan melihat dan mengetahui. Mereka
melakukan suatu perbuatan dan menjauhi perbuatan lainnya. Sedang kekuatan
memberi hukuman kepada sesuatu yang belum tumbuh begitu rupa, sehingga
ia mengukuti kebanyakan perbuatan yang mereka lakukan itu mereka singkiri.
2) Zahnuddin, Hasanuddin, Pengantar Studi Akhlak ( Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2004 ) hlm.115-116.
- Paham Hedenis
Paham yang mengatakan bahwa ukuran baik dan buruk adalah perasaan
bahagia atau senang. Bahagia yang dimaksud adalah kelezatan dan sepi dari
kepedihan. Bahagia itu merupakan tujuan akhir dari hidup manusia, maka
perbuatan yang mengandung kelezatan adalah perbuatan baik, dan perbuatan
yang mengandung kepedihan adalah perbuatan yang buruk.
3) Farid Ma’ruf, Etika (ilmu akhlak) ( Jakarta : Bulan Bintang, 1975 ) hlm.87,90,91.
Kebanyakan manusia berselisih dalam pandangnnya mengenai sesuatu ; diantara
mereka ada yang melihat baik dan diantara mereka ada yang melihat buruk ;
bahwa ada seseorang yang melihatnya buruk pada waktu lain. Maka dengan
ukuran apakah, sehingga dengan sesuatu pandangan kita dapat memberi hukuman
pada sesuatu dengan baik dan buruk.
- Adat istiadat
Dalam segala tempat dan waktu, manusia itu dipengaruhi oleh adat-istiadat
golongan dan bangsanya, karena ia hidup didalam lingkungan mereka : melihat
dan mengetahui bahwa mereka melakukan sesuatu perbuatan dan menjauhi
perbuatan lainnya, sedang kekuatan memberi hukuman kepada sesuatu belum
tumbuh begitu rupa, sehingga ia mengikuti kebanyakan perbuatan yang mereka
melakukan atau mereka singkiri.
- Mazhab (paham) hedonism
Setelah ahli-ahli memiliki ukuran baik dan buruk secara ilmu pengetahuan,
diantara mereka berpendapat bahwa ukuran itu ialah bahagia : bahagia itu ialah
tujuan akhir dari hidup manusia. Mereka mengartikan bahagia ialah kelezatan
dan sepi dari kepedihan. Kelezatan bagi mereka ialah ukuran perbuatan
perbuatan yang mengandung kelezatan itu baik, sebaliknya yang mengandung
pedih ialah buruk.
 Kebahagian diri
Mazhab (paham) ini menyatakan bahwa manusia itu hendaknya mencari
sebesar-besarnya kelezatan untuk dirinya dan wajib menghadapkan segala
perbuatannya kearah menghasilkan kelezatan itu
4) Moh.Toriqqudin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia
Modern ( Malang : UIN ,2008 ) hlm.74-77.
Di dalam etika, sebagai filsafat tentang tingkah laku, antara lain dibicarakan
apakah ukuran baik buruknya kelakuan manusia. Yang dicari adalah ukuran yang
bersifat umum yang berlaku bagisemua manusia dan tidak hanya berlaku bagi
sebagian manusia.
 Hedonis
Atas pertanyaan “apakah yang menjadi hal yang terbaik bagi manusia”, para
hedonis menjawab kesenangan (hedone dalam bahasa yunani), adalah baik,
apa yang memuaskan keinginan kita, apa yang meningkatkan kuantitas
kesenangan atau kenikmatan adalah diri kita.
 Eudomonisme
Pandangan ini berasal filsuf yunani besar, Aristoteles ( 384-322 SM ). Ia
menegaskan bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu
tujuan.
 Utilitarisme
Aliran ini berasal dari tradisi pemikiran moral di United Kingdom dan
dikemudian hari berpengaruh keseluruh kawasan yang berbahasa inggris.
Filsuf Skotlandia, David Hume ( 1711-1776 ), sudang memberikan
sumbangan penting kearah perkembangan aliran ini, tapi utilitarisme lebih
matang ditangan filsuf inggris, Jeremy Bentham ( 1748-1832 ).
5) Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf ( Jakarta : Rajawali Pers, 2011 ) hlm.108-109.
Poedjawijatna lebih lanjut mengatakan “harus diakui bahwa aliran ini banyak
mengandung kebenaran, hanya secara ilmiah kurang memuaskan, karena tidak
umum. Kerap kali suatu adat kebiasaan, dalam suatu masyarakat dianggap baik.
Adat istiadat timur dan barat misalnya berbeda. Kita tidak punya hak untuk
menghukum adat yang ini baik dan yang itu buruk, tetapi yang dapat dikatakan
adalah bahwa adat istiadat itu sukar dijadikan ukuran umum, karena tidak
umumnya itu.hal ini bisa dimaklumi karena adat istiadat hakikatnya produk
budaya manusia yang sifatnya nisbi dan relatif. Namun demikian keberadaan
paham adat istiadat ini menunjukan eksistensi dan peran moral dalam masyarakat,
mengingat apa yang dikatakan moral sebagaimana diutarakan pada bagian
terdahulu bersumber pada adat istiadat.

Baik Buruk Menurut Aturan Hedonis


Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang baikadalah perbuatan
yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu geologis.
Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan,
melainkan ada pula yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh
memilih manakah perbuatan yang harus dilakukan, maka yang dilakukan adalah
yang mendatangkan kelezatan. Epicurus sebagai peletak dasar paham ini
mengatakan bahwa kebahagiaan atau kelezatan itu adalah tujuan manusia. Tidak
ada kebaikan dalam hidup kecuali kelezatan dan tidak ada kebukuran kecuali
penderitaan. Dan akhlak itu tak lain dan tak bukan adalah berbuat untuk
menghasilkan kelezatan dan kebahagiaan serta keutamaan. Keutamaan itu tidak
mempunyai nilai tersendiri, tetapi nilainya terletak pada kelezatan yang
menyertainya.

Anda mungkin juga menyukai