Pico Osteoporosis and Periodontal Disease
Pico Osteoporosis and Periodontal Disease
INTRODUCTION
Osteoporosis dan penyakit periodontal merupakan penyakit resorptif tulang.
Osteoporosis dan osteopenia ditandai oleh penurunan massa tulang dan dapat menyebabkan
kerapuhan serta fraktur tulang. Pada wanita, massa tulang mencapai puncaknya pada dekade
ketiga kehidupan (usia 20 hingga 30) dan menurun setelahnya. Penurunan massa tulang ini
dipercepat dengan timbulnya menopause, dan gejala oral juga ditemukan di samping
manifestasi sistemik menopause. Peningkatan insiden diamati dari adanya ketidaknyamanan
mulut, termasuk diantaranya yaitu rasa sakit, sensasi terbakar, kering, dan persepsi rasa yang
berubah, serta peningkatan yang diperdebatkan dalam prevalensi penyakit periodontal.
Periodontitis, penyakit radang yang ditandai dengan resorpsi tulang alveolar serta
hilangnya perlekatan jaringan lunak pada gigi, merupakan penyebab utama kehilangan gigi
pada orang dewasa. Dikarenakan kehilangan tulang alveolar adalah gambaran yang menonjol
dari penyakit periodontal, osteoporosis yang parah dapat diduga sebagai faktor yang
memberatkan dalam kasus kerusakan periodontal.
PROBLEM (P)
Bagaimana hubungan antara penyakit periodontal dengan osteoporosis?
INTERVENTION (I)
Definisi
Osteoporosis didefinisikan sebagai kelainan tulang yang ditandai dengan kekuatan
tulang yang dikompromikan yang membuat seseorang rentan terhadap peningkatan risiko patah
tulang. Kekuatan tulang terutama mencerminkan integrasi kepadatan tulang dan kualitas
tulang. Kepadatan tulang dinyatakan sebagai gram mineral per satuan luas/volume, dan pada
individu mana pun, ditentukan oleh massa tulang puncak dan jumlah kehilangan tulang.
Kualitas tulang mengacu pada arsitektur, pergantian, akumulasi kerusakan (mis.
microfractures) dan mineralisasi. Standar deviasi ditentukan oleh kriteria tertentu yang
ditetapkan yaitu: T-skor yang didefinisikan sebagai jumlah standar deviasi di atas atau di bawah
rata-rata nilai kepadatan mineral tulang/ Bone Mineral Density (BMD) untuk wanita kulit putih
muda yang sehat dan skor-Z yang didefinisikan sebagai angka standar deviasi di atas atau di
bawah rata-rata BMD untuk usia dan jenis kelamin yang cocok dengan kontrol.
Klasifikasi
Klasifikasi berikut didasarkan pada standar deviasi: Berbagai metode untuk menilai
tulang adalah sebagai berikut:
A) Tulang sistemik:
a) Absorptiometry (Single foton absorptiometry, Dual foton absorptiometry)
b) Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DEXA)
c) Quantitative Computed Tomography (QCT)
d) Pengukuran dari radiografi (Pengukuran ketebalan kortikal dan indeks lainnya,
Dimensi fraktal)
e) Ultrasound
B) Intra-oral sites (alat penelitian):
a) Adaptasi dari absorptiometry atau DEXA
b) Pengukuran dari film panoramik
c) Ketebalan kortikal dan indeks lainnya
d) Pengukuran dari film intra-oral
e) Pengukuran tinggi tulang atau ridge
f) Kepadatan tulang tampak dinyatakan sebagai unit yang berubah-ubah berdasarkan
unit referensi
g) Digital subtraction radiography (perubahan ketinggian tulang (mm) atau kepadatan
(mg / mm2)
h) Dimensi fraktal
i) Mikrodensitometri
j) Analisis intensitas piksel
Pemeriksaan Osteoporosis
Osteoporosis biasanya dinilai dengan pengukuran kepadatan mineral tulang (BMD).
BMD dinyatakan dalam jumlah standar deviasi (SD) dari rata-rata individu yang sehat,
disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin (skor-Z), dan jumlah SD dari rata-rata individu
muda (sesuai jenis kelamin) sehat (T- skor). Menurut WHO, seorang dianggap osteoporosis
ketika BMD 2,5 SD di bawah BMD individu normal muda.
Osteopenia didefinisikan sebagai tingkat kepadatan tulang antara 1 SD dan 2,5 SD di
bawah BMD normal. Risiko patah tulang kira-kira dua kali lipat untuk setiap 1 SD di bawah
rata-rata BMDdewasa muda. Ada beberapa alat yang tersedia untuk mengukur BMD. Alat yang
paling banyak digunakan untuk menilai osteoporosis adalah Dual-energy X-Ray
Absorptiometry (DXA). DXA non-invasif digunakan di seluruh dunia untuk mengidentifikasi
pasien dengan BMD rendah karena presisi dan resolusinya yang tinggi, akurasi tinggi, dosis
radiasi rendah, dan biaya rendah. DXA tetap menjadi penilaian gold-standard untuk
osteoporosis. Dual-Photon Absorptiometry (DPA) memiliki konsep yang mirip dengan DXA,
namun tidak menguntungkan karena memiliki waktu pemindaian yang lebih lama dan masa
pakai sumber yang lebih pendek.
Tes penilaian yang kurang umum digunakan oleh 2 penelitian dalam ulasan ini adalah
Quantitative Ultrasound (QUS) dari calcaneal dan phalanges. Penilaian ini memberikan
ukuran status kerangka; dengan menentukan indeks kekakuan/ Stiffness Index (SI) dan ukuran
kekuatan tulang, yang peka terhadap struktur tulang. Jenis lain dari metode penilaian
osteoporosis yaitu dengan mengukur ketebalan Mandibular Inferior Cortex (MIC) dibawah
foramen mental pada Dental Panoramic Radiograph (DPR). Tulang kortikal dipilih daripada
tulang trabecular karena konsistensi yang lebih besar di antara pembacaan, yang mungkin lebih
dikarenakan tulang trabecular lebih mudah dipengaruhi oleh infeksi gigi.
Porositas MIC diklasifikasikan menggunakan Indeks Klemetti. Sistem klasifikasi ini
merupakan sarana yang sangat baik untuk menentukan osteoporosis yang tidak terdiagnosis.
Berdasarkan temuan MIC erosi atau lebar kortikal tipis di DPR, wanita pascamenopause yang
lebih muda dapat diidentifikasi sebagai osteoporosis. Penurunan ketebalan MIC sebesar 1 mm
terbukti meningkatkan kemungkinan osteoporosis sebesar 47% sewaktu. Erosi MIC ringan ke
sedang di DPR dengan benar mencerminkan kehadiran osteoporosis 83% sewaktu, dan
pembacaan MIC normal memperkirakan BMD normal 60%. Hal ini berarti bahwa BMD tulang
belakang normal akan berkorelasi dengan evaluasi MIC normal pada DPR lebih besar dari
separuh waktu. Metode ini memiliki potensi besar karena DPR diambil sebagai bagian dari
pemeriksaan gigi rutin.
Pemeriksaan Penyakit Periodontal
Banyak yang mempengaruhi kondisi gigi kelompok usia pascamenopause, termasuk
kehilangan gigi dan penyakit periodontal, dimana prevalensinya meningkat dengan
bertambahnya usia. Dalam penelitian dikatakan bahwa penyakit periodontal dinilai dengan
beragam ukuran hasil. Secara umum, penelitian tidak memiliki kriteria penilaian yang ringkas
dan diterima secara luas untuk mendiagnosis penyakit periodontal, sehingga membuat
perbandingan di antara studi dan kesimpulan menjadi menantang. Gomes-Filho mengusulkan
gold-standard kombinasi resorpsi tulang periodontal (> 3 mm) dengan 3 parameter klinis lain
untuk penyakit ini: Pocketh depth (PD) (> 4 mm), clinical attachment level (CAL) (> 3 mm)
dan Bleeding upon probing (BOP). 3 parameter klinis ini memiliki frekuensi terbesar di antara
ulasan studi, dengan PD 17% sewaktu, CAL 13% dan BOP 15%, menegaskan bahwa Gomes-
Filho membuat pilihan yang logis.
Faktor Risiko untuk Osteoporosis dan Penyakit Periodontal
Faktor-faktor risiko untuk osteoporosis dapat dibagi menjadi tidak dapat dimodifikasi
dan dapat dimodifikasi (Tabel 1). Faktor-faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi untuk
osteoporosis meliputi jenis kelamin, usia, menopause dini, rangka tubuh kurus atau kecil, ras,
dan faktor keturunan. Kurangnya kalsium dan vitamin D, kurang olahraga, merokok, dan
konsumsi alkohol adalah faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Massa tulang rendah, obat-
obatan tertentu, kecenderungan jatuh, dan penyakit sistemik seperti hiperparatiroidisme dan
hipertiroidisme dapat dimodifikasi sampai batas tertentu. Hormon pengatur kalsium, kelainan
seperti anoreksia nervosa atau bulimia, dan kelainan genetik juga dapat berperan dalam
penurunan densitas tulang.
Pengeroposan tulang pada wanita terjadi paling cepat pada tahun-tahun awal setelah
menopause ketika kadar estrogen alami sangat berkurang. Pada kebanyakan wanita, massa
tulang mencapai puncaknya pada dekade ketiga kehidupan dan menurun30,31 setelah itu
penurunan massa tulang ini meningkat dengan timbulnya menopause. Meskipun perkiraan
tingkat pengeroposan tulang pascamenopause mungkin berbeda berdasarkan populasi dan
teknologi pengukuran, tingkat pada urutan 32,33 0,5% hingga 1,0% per tahun telah dilaporkan.
Tabel 1.
Modifiable
Non -
Risk Factor to Some Modifiable How Modifiable
Modifiable
Extent
Gender √
Age √
Early menopause √
Race √
Thin, small-framed
√
body
Heredity √
Disease (e.g., Treatment
√
hyperparathyroidism)
Certain medication Alter treatment if
√
(e.g., steroids) feasible
Propensity to filling Physical therapy,
√ neurological treatment if
possible
Low bone mass Treatment of
√ osteoporosis or
osteopenia
Lack of calcium Diet high in calcium or
√
vitamin D
Lack of exercise √ Weight-bearing exercise
Smoking √ Smoking cessation
Alcohol Decreased alcohol
√
comsumption
COMPARISON (C)
Membandingkan penyakit periodontal antara pasien periodontitis dengan pasien
osteoporosis
OUTCOME (O)
Mekanisme Hubungan Antara Osteoporosis Dan Penyakit Periodontal
Mekanisme dimana osteoporosis atau pengeroposan tulang sistemik dapat dikaitkan
dengan hilangnya perlekatan periodontal, kehilangan tinggi tulang alveolar dan kehilangan gigi
ditunjukkan pada Gambar (1)
Pertama, densitas mineral tulang yang rendah pada tulang mulut dapat dikaitkan dengan
tulang sistemik yang rendah. Densitas tulang yang rendah atau hilangnya densitas mineral
tulang ini dapat menyebabkan resorpsi tulang alveolar yang cepat bersamaan dengan penyakit
periodontal yang disebabkan oleh bakteri periodontal karena mengintensifkan pengeroposan
tulang.
Kedua, faktor sistemik yang mempengaruhi remodeling tulang juga dapat
memodifikasi respons jaringan lokal terhadap infeksi periodontal. Orang dengan pengeroposan
tulang sistemik diketahui memiliki peningkatan produksi sitokin sistemik (yaitu interleukin-1
dan interleukin-6) yang mungkin memiliki efek terhadap tulang di seluruh tubuh, termasuk
tulang rongga mulut. Infeksi periodontal terbukti meningkatkan produksi sitokin lokal, yang
nantinya meningkatkan aktivitas osteoklas lokal, yang mengakibatkan peningkatan resorpsi
tulang.
Ketiga, faktor genetik yang menyebabkan seseorang mengalami pengeroposan tulang
sistemik juga mempengaruhi atau membuat seseorang rentan terhadap kerusakan periodontal.
Terakhir, faktor gaya hidup tertentu seperti merokok dan asupan kalsium suboptimal, antara
lain, dapat menyebabkan seseorang berisiko mengalami osteopenia dan penyakit periodontal.
Telah dihipotesiskan bahwa osteoporosis dapat menyebabkan penurunan densitas tulang
alveolar, yang mungkin lebih rentan terhadap resorpsi oleh efek dari infeksi dan inflamasi
periodontal yang ada atau seterusnya.
KESIMPULAN
Penyakit periodontal adalah penyakit multi-faktorial dan faktor etiologis utamanya adalah plak
mikroba. Osteoporosis bukanlah penyebab timbulnya penyakit periodontal, tetapi setelah onset
penyakit, bisa menjadi faktor predisposisi dalam eksaserbasi, atau persistensi penyakit. Pada
pasien dengan periodontitis yang sudah ada sebelumnya, ada kecenderungan pengeroposan
tulang alveolar lebih banyak daripada pasien dengan osteoporosis. Densitas massa tulang
sistemik yang rendah juga dianggap sebagai salah satu faktor risiko penyakit periodontal.
DAFTAR PUSTAKA