Anda di halaman 1dari 17

Metode Analisis Amfetamin dan Turunannya

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Kimia Lingkungan

Yang dibina oleh Ibu Drs. Yudhi Utomo, M.Si

Oleh

Kelompok VII/ Offering B


Aggota kelompok:
1. Mohammad Sholehuddin (110331420511)
2. Nur’aini Wulandaru (110331420399)
3. Riskaviana Kurniawati (110331420512)
4. Siti Purina Kusti (110331420518)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA
Desember 2013
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................... i
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................1
I.1 Latar belakang........................................................................................................1
I.2 Rumusan masalah.................................................................................................. 2
I.3 Tujuan.................................................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN.................................................................................................3
2.1 Amfetamin dan turunannya....................................................................................3
2.1.1 Pengertian dan Klasifikasi............................................................................3
2.1.2 Struktur......................................................................................................... 4
2.2 Cara Kerja Serta Efek Amfetamin dan turunannya............................................... 6
2.2.1 Cara Kerja.....................................................................................................6
2.2.2 Efek...............................................................................................................7
2.3 Metode analisis amfetamin dan turunannya........................................................ 10
BAB III : PENUTUP....................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 16

i
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang
No. 22 tahun1997).
Didunia kedokteran dikenal adanya obat-obat tertentu yang dapat menghilangkan penyakit
atau rasa sakit ditubuh, ada pula obat tertentu yang dapat mempengaruhi sistem
saraf yangseringkali menimbulkan perasaan yang menyenangkan seperti perasaan nikmat
yang disebutdengan melayang, aktivitas luar biasa, rasa mengatuk yang berat sehingga ingin tidur saja,
atau bayangan yang memberi rasa nikmat (Halusinasi). Obat-obat semacam itu disebut
dengan zat- zat psikoaktif yang bermanfaat bagi ilmu kedokteran jiwa untuk mengobati
penyakit mentaldan saraf. Akan tetapi bila disalahgunakan dapat menyebabkan
terjadinya masalah seriusk a r e n a m e m p e n g a r u h i o t a k a t a u p i k i r a n s e r t a
t i n g k a h l a k u p e m a k a i n y a , d a n b i a s a n y a mempengaruhi bagian tubuh yang lain.
Selain itu, penyalahgunaan zat-zat psikoaktif jugamenyebabkan ketergantungan fisik yang lazim
disebut dengan ketagihan ( Adiksi).Seringkali zat-zat psikoaktif tersebut juga menimbulkan kebiasaan
psikologis, yaitu orangakan mengalami kesukaran tanpa zat-zat psikoaktif tersebut dan jika dia
mengkonsumsi zat- zat psikoaktif biasanya dosis yang diperlukan semakin lama semakin
besar. Hal ini disebabkankarena tubuh seseorang telah menjadi kebal terhadap zat-zat psikoaktif
tersebut. Penggunaan zat-zat psikoaktif dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan
kerusakan pada otak dan tubuh serta dapat menimbulkan kematian.
Salah satu contoh dari zat-zat psikoaktif yang menyebabkan ketagihan misalnya
adalah amfetamin atau lebih dikenal dengan sebutan shabu-shabu. Amfetamin merupakan
satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara.
Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil.
Dengan amfetamin, para atlet olahraga dapat meningkatkan penampilannya, misalnya berlari
dengan kecepatan yang luar biasa. Amfetamin juga mempengaruhi organ-organ tubuh lain
yang berhubungan dengan hipotalamus, seperti peningkatan rasa haus, ngantuk ataupun lapar.
Ada lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia yang menggunakan obat-obatan
terlarang atau narkoba setiap tahun. Dan menurut laporan terbaru, narkoba menyebabkan 250
ribu kematian per tahun,yang paling banyak terjadi di negara berkembang. Peneliti yang
menggunakan informasi dari Kantor PBB untuk Narkoba dan Kriminal serta literatur lain

1
yang diterbitkan, memperkirakan bahwa ada sekitar 149 juta hingga 271 juta orang di seluruh
dunia menggunakan obat-obatan terlarang.Kebanyakan adalah pengguna ganja (125 hingga
203 juta), diikuti dengan pengguna amfetamin (14 hingga 56 juta), pengguna kokain (14
hingga 21 juta) dan pengguna opioid (12 hingga 21 juta), seperti dilansir
Livescience,Sabtu(7/1/2012).
Oleh karena bahaya yang ditimbulkan oleh amfetamin, penulis membuat suatu
tulisan yang berhubungan dengan amfetamin beserta metode analisisnya untuk
mengidentifikasi amfetamin yang dengan mengangkat judul yaitu Metode Analisis
Amfetamin dan Turunannya

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan amfetamin dan turunannya? Bagaimana strukturnya?
Dan bagaimana pengklasifikasiannya?
2. Bagaimana cara kerja dari amfetamin dan turunannya serta efek apa saja yang
dirasakan pengguna akibat mengonsumsi amfetamin dan turunannya?
3. Bagaimanakah metode analisis untuk mengidentifikasi amfetamin dan turunannya?

I.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah:


1. Untuk mengetahui pengertian, struktur dan klasifikasi amfetamin dan turunannya
2. Untuk mengetahui cara kerja dari amfetamin dan turunannya serta efek apa saja yang
dirasakan pengguna akibat mengonsumsi amfetamin dan turunannya.
3. Untuk mengetahui metode analisis untuk mengidentifikasi amfetamin dan turunannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Amfetamin dan turunannya


2.1.1 Pengertian dan klasifikasi
Amfetamin adalah suatu senyawa sintetik yang tergolong perangsang susunan
saraf pusat, seperti efedrin yang terdapat dalam tanaman Ephedra trifurkaka, kafein yang
terdapat dalam kopi, nikotin yang terdapat dalam tembakau, dan katin yang terdapat dalam
tanaman khat (Catha edulis). Menurut efek yang ditimbulkannya, amphetamin termasuk
dalam jenis psikotropika golongan stimulan.

Ada tiga jenis amfetamin, yaitu laevoamfetamin (benzedrin), dekstroamfetamin


(deksedrin), dan metilamfetamin (metedrin). Amfetamin, dekstroamfetamin, dan met-
amfetamin adalah bubuk kristal putih yang tidak berbau, rasanya pahit, larut dalam air, dan
sedikit larut dalam dalam alkohol, kecuali met-amfetamin yang mudah larut dalam air
maupun alkohol. Di pasar gelap, warnanya bisa bermacam-macam bergantung pada bahan
pencampurnya.

Dulu amfetamin digunakan untuk mengobati berbagai penyakit ringan,


parkinsonisme, skizofrenia, penyakit menierre, buta malam, kolon iritabel, dan hipotensi.
Dikenal banyak turunan (derivat) amfetamin yang disintesis dengan tujuan mengurangi nafsu
makan dalam rangka menurunkan berat badan bagi orang yang kelebihan berat badan
(obesitas) atau orang yang ingin tampil lebih ramping. Sebagai contoh, deksedrin
(dekstroamfetamin), pondreal (fenfluramin), fentermin (isomerid), dietilpropion (apitase),
mazindol (teronac).

Amfetamin tipe stimulan (ATS) biasa ditemui dalam bentuk garamnya, khususnya
sebagai hidroklorida , sulfat , fosfat , atau garam bromida. ATS dalam bentuk garam berupa
kristal atau bubuk yang memiliki warna bervariasi yaitu dari putih ( mirip dengan produk
kelas farmasi ) ke merah muda , kuning atau coklat . Garam tersebut sering ditemui dalam
keadaan basah dengan bau khas , karena adanya pelarut dan / atau residu prekursor . ATS
dapat juga ditemukan dalam bentuk tablet. Amfetamin sebagai garam sulfat biasa dijumpai
dalam bentuk bubuk , dan jarang sebagai tablet. Metamfetamin tersedia dalam berbagai
bentuk, tergantung pada wilayah geografis . Bentuk metamfetamin meliputi bubuk , kristal

3
(umumnya dikenal sebagai " Cristal " , " Ice " atau " Shabu ") dan tablet (umumnya dikenal
sebagai " Yaba "). Bentuk garam yang paling sering ditemui adalah hidroklorida. ATS dengan
substitusi metilendioksi pada cincin aromatik yaitu MDMA , MDA , dan MDEA biasanya
ditemukan sebagai tablet. Bentuk bubuk hanya kadang-kadang ditemukan , tetapi biasanya
mengandung zat aktif dengan konsentrasi tinggi.

Turunan amfetamin seperti MDMA dan MDEA yang merupakan kepanjangan


dari metilen dioksimetoksi amfetamin dan 3,4-metilendioksimetoksiamfetamin termasuk
dalam jenis psikotropika golongan halusinogenik. Penggunaan turunan amfetamin tipe
stimulan yaitu MDMA dan MDEA akan menimbulkan halusinasi pada pemakainya.
Amfetamin dan dua turunannya yakni metamfetamina dan metoksi amfetamina merupakan
bahan dasar pembuatan psikotropika.

Banyak macam derivat amfetamin dibuat dengan sengaja oleh laboraturium


klindestin dengan tujuan penggunaan rekreasional (designed or engineered subtances),
misalnya yang banyak disalahgunakan di Indonesia saat ini adalah 3,4-metilen-di-oksi met-
amfetamin (MDMA) atau lebih dikenal sebagai ekstasi dan met-amfetamin (sabu-sabu). Oleh
karena MDMA mempunyai sifat farmakologis yang berbeda dengan amfetamin maupun
halusinogen, Nichols (1986) mengusulkan kelompok zat seperti MDMA diberi nama zat
enaktogen (enactogens).
XTC merupakan sediaan obat yang mengandung senyawa MDMA (3,4-metilen
dioksi metaamfetamina), senyawa lainnya adalah MDA (metilen dioksi amfetamian) bersifat
sebagai obat psikotropika. MDMA digunakan sebagai bahan dasar pembuatan psikotropika
bernama EVC.
2.1.2 Struktur
Secara struktur, amfetamin merupakan turunan dari β-fenetilamin (β-PEA gambar
1). Amfetamin tipe stimulan (ATS) secara umum merangsang sistem syaraf pusat. Oleh
karena itu stimulan jenis amfetamin ini dianggap sebagai prototipe stimulan sistem syaraf
pusat dengan potensi toksisitas toksik bila overdosis atau disalahgunakan dalam jangka waktu
yang lama. Stimulan jenis amfetamin dapat menghasilkan satu atau lebih gejala yang
berhubungan dengan dosis, termasuk peningkatan kewaspadaan dan euforia, peningkatan
denyut jantung, tekanan darah, respirasi dan suhu tubuh. Agitasi, tremor, hipertensi,
kehilangan memori, halusinasi, delusi paranoid, dan perilaku kekerasan bisa terjadi akibat
penyalahgunaan kronis. Penarikan dari dosis tinggi dapat mengakibatkan depresi berat.
Amfetamin tipe stimulan ini secara ilegal diproduksi dalam berbagai bentuk (bubuk, tablet,

4
atau kapsul), dan penggunaannya dapat dengan cara disuntikkan, menelan, mendengus, atau
merokok.
Struktur turunan amfetamin diperoleh dari
modifikasi kimia struktur umum amfetamin tipe stimulan
(gambar 2) yaitu pada posisi R1 sampai R9, beberapa
diantaranya adalah stimulan yang lebih kuat daripada yang Gambar 2
lain. Amfetamin tipe stimulan dapat dibagi menjadi 2
kelompok besar sesuai dengan pola substitusi pada cincin aromatik yaitu :

1. Tidak ada substitusi pada cincin aromatik seperti amfetamin, metamfetamin, fenelitin
dan dimetil amfetamin.
2. Substitusi metilendioksi pada cincin aromatik seperti MDMA, MDA, MBDB,
MDEA.

Berikut ini adalah struktur dari turunan amfetamin tipe stimulan : amfetamin
(gambar 3), metamfetamin (gambar 4), dimetil amfetamin(gambar 5), efedrin (gambar 6),
metakatinon (gambar 7 ), MDMA (gambar 8 ), MBDB (gambar 9), MDA (gambar 10), dan
MDEA (gambar 11).

Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5

Gambar 6
7
Gambar 8

2.2

Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11


Cara Kerja Serta Efek Amfetamin dan turunannya
2.2.1 Cara Kerja
Amfetamin dikonsumsi dengan cara ditelan (oral) dan akan diabsorbsi seluruhnya
ke dalam darah. Pada penggunaan secara intravena, amfetamin akan sampai ke otak dalam

5
beberapa detik. Penggunaan melalui inhalasi uap amfetamin, mula-mula amfetamin akan
mengendap di paru, kemudian diabsorbsi secara cepat ke dalam darah. Amfetamin juga bisa
diabsorbsi melalui selaput lendir hidung pada penggunaan dengan menyedot melalui hidung
(snorting). MDMA (ekstasi) pada umumnya dikemas dlam bentuk tablet atau kapsul untuk
penggunaan secara oral. Tablet atau kapsul ini mengandung 60-250mg (rata-rata 120mg)
MDMA. Ada juga MDMA dalam bentuk serbuk untuk disedot melalui hidung, atau
disuntikkan secara intravena atau subkutan. Ada pula dalam bentuk supositoria. Preparat yang
dijual sebagai MDMA sering tidak murni, melainkan dicampur dengan bahan lain, seperti
aspirin, kafein, amfetamin, met-amfetamin, atau MDMA.
Amfetamin menyebabkan pelepasan neropinefrin, dopamin, dan serotonin dari
neuron prasinaps karena amfetamin berinteraksi dengan transpoter yang terlibat dalam
pelepasan neurotransmitter tersebut. Amfetamin juga menghambat re-up take neropineferin
dan dopamin. Afetamin juga menghambat sistem MAO pada neuron prasinaps. Dengan
demikian, akan terjadi peningkatan aktivitas neuron dopaminergik pascasinaps. Penggunaan
amfetamin secara berulang dalam waktu yang lama akan menyebabkan berkurangnya
cadangan katekolamin (prekursor neropinefrin maupun dopamin). Neuron membutuhkan
waktu beberapa hari untuk memproduksi lebih banyak katekolamin. Selama proses adaptasi
itu, pengguna amfetamin akan mengalami gejala depresi. Walaupun amfetamin berpengaruh
pada neropinefrin, dopamin, dan serotonin, pengaruhnya yang terbesar adalah pada dopamin.
Amfetamin juga berpengaruh pada neurotransmiter lain, seperti asetilkolin (ACh), substansi
P, opioda endogen, dan GABA. Pengaruh terhadap kombinasi beberapa neurotransmiter ini
akan menimbulkan perubahan metabolisme dan aliran darah dalam otak, terutama pada
prefrontal, frontal, temporal, dan subkortikal. Perubahan ini berkaitan dengan terjadinya
stimulasi dan euforia.
Amfetamin dimetabolisasi di hepar dan diekskresi dalam bentuk aslinya atau
dalam bentuk metabolitnya. Kecepatan eliminasi amfetamin melalui air seni bergantung pada
pH air seni. Semakin kecil pH, semakin besar kadar amfetamin yang diekskresi dalam bentuk
yang tidak berubah. Pada pH yang tinggi (alkalis), metabolisme amfetamin dalam hepar juga
berlangsung lebih lama. Psikosis karena amfetamin juga lebih berat pada orang yang pH air
seninya alkalis. Asidifikasi air seni untuk mempercepat ekskresi amfetamin tidak dianjurkan
karena memperbesar risiko terjadinya gagal ginjal. Semakin banyak amfetamin yang tersebar
di dalam jaringan ekstravaskuler sebagai akibat penggunaan yang sering atau ketika toleransi
sudah terjadi.
Metilfenidat bekerja seperti amfetamin, tetapi pada bagian otak yang berbeda
dengan tempat kerja amfetamin.

6
Met-amfetamin HCl akan dpecah menjadi senyawa lain bila dipanaskan. Oleh
karena itu, met-amfetamin HCl tidak bisa dibakar dan tidak bisa dipakai dengan cara
merokok. Sebaliknya, free-base met-amfetamin menguap pada suhu diatas 2000C. Oleh
karena itu, free-base met-amfetamin bisa digunakan seperti rokok. Sebaliknya,
dekstroamfetamin tidak dapat dibakar karena akan rusak. Free-base met-amfetamin diberi
nama ICE, speed, crystal, crank, atau go. Begitu ICE dirokok, langsung diabsorbsi ke dalam
darah dan berlangsung sampai empat jam. Sesudah itu, kadarnya dalam darah menurun secara
progresif. Sesudah beredar ke otak, 60% met-amfetamin dimetabolisasi di ahti untuk
diekskresi melalui ginjal, sisanya diekskresi dalam bentuk met-amfetamin dan sebagian kecil
dalam bentuk amfetamin.
Penelitian mutakhir membuktikan bahwa MDMA maupun met-amfetamin
merusak neuron yang sifatnya irreversibel, bahkan mematikan neuron, yaitu neuron
dopaminergik dan serotonergik.
2.2.2 Efek
Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis amfetamin,
jumlah yang digunakan dan cara menggunakannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa
untuk amfetamin sendiri yang dikategorikan dosis rendah sampai dosis sedang adalah 5-
50mg, biasanya secara oral sedangkan yang dikategorikan dosis tinggi adalah lebih dari
100mg, biasanya secara intravena. Dekstroamfetamin mempunyai potensi 3-4 kali potensi
amfetamin. Untuk dekstroamfetamin, yang dimaksud dosis rendah sampai sedang adalah 2,5-
20mg, sedangkan dosis tinggi adalah 50mg atau lebih. Met-amfetamin bahkan lebih poten.
Oleh karena itu, rentang dosis untuk dosis rendah dan menengah maupun untuk dosis tinggi
adalah lebih kecil.
Dosis kecil semua jenis amfetamin akan menaikkan tekanan darah, mempercepat
denyut nadi, melebarkan bronkus, meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan euforia,
menghilangkan kantuk, mudah terpacu, menghilangkan rasa lelah dan rasa lapar,
meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara, dan merasa kuat. Walaupun penampilan
motorik meningkat, dapat terjadi gangguan deksteritas dan keterampilan motorik halus.
Dosis sedang amfetamin (20-50mg) akan menstimulasi pernapasan, menimbulkan tremor
ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas motorik, insomnia, agitasi, mencegah lelah, menekan
nafsu makan, menghilangkan kantuk, dan mengurangi tidur. Penggunaan amfetamin
berjangka waktu lama dengan dosis tinggi dapat menimbulkan perilaku stereotipikal, yaitu
perbuatan yang diulang terus-menerus tanpa mempunyai tujuan, tiba-tiba agresif, melakukan
tindak kekerasan, waham curiga, dan anoreksia yang berat.

7
Dosis toksik amfetamin sangat bervariasi. Reaksi yang hebat dapat timbul pada
dosis kecil (20-30mg) sekalipun, tetapi pada orang-orang yang belum mengalami toleransi,
ada juga yang tetap hidup pada dosis 400-500mg. Pada mereka yang sudah mengalami
toleransi, bahkan bisa tetap hidup dengan dosis yang lebih besar lagi.
Sindrom putus zat pada amfetamin tidak sedramatis seperti gejala putus zat pada
opioida. Gejala putus zat itu antara lain ditandai dengan nafsu makan bertambah, energi
berkurang, kebutuhan tidur meningkat,. Waham masih dijumpai beberapa lama sebagai akibat
penggunaan amfetamia, bukan sebagai putus zat.
Met-amfetamin mempunyai masa kerja 6-8jam. Euforia yang begitu kuat atau
rush dicapai dalam beberapa menit pada penggunaan dengan cara dirokok atau suntikan
intravena, 3-5menit pada penggunaan secara disedot melalui hidung, dan 15-20menit pada
penggunaan secara oral. Penggunaan met-amfetamin dalam dosis tinggi berulang kali sering
dihubungkan dengan perilaku kekerasan dan psikosis paranoid. Dosis yang demikian tinggi
dan berulang itu menyebabkan berkurangnya dopamin dan serotonin untuk jangka waktu
yang lama. Perubahan ini tampak ireversibel karena pengaruh met-amfetamin terhadap
neuron dopaminergik dan serotonergik dapat berlangsung lebih dari satu tahun. Perubahan
perilaku yang jelas tidak terlihat, tetapi dapat menimbulkan perubahan pola tidur, fungsi
seksual, depresi, gangguan motorik dan psikosis dengan waham mirip skizofrenia paranoid,
sperti yang terjadi pada penggunaan kronis kokain. Tidak seperti pada psikosis akibat kokain,
psikosis akibat amfetamin dapat berlangsung beberapa minggu lamanya. Pada penggunaan
jangka lama met-amfetamin, terjadi pengurangan kepadatan dan jumlah neuron di lobus
frontalis dan ganglia basalis.
MDMA sebanyak 75-150mg yang dikonsumsi secara oral akan memperlihatkan
gejala setelah 30menit dengan puncak gejala tercapai sesudah 1-1,5jam dan berakhir sesudah
3-4jam. Intoksikasi MDMA dengan euforia, meningkatnya kemampuan hubungan
interpersonal, lebih mudah menghayati perasaan orang lain, ansietas, panik, otot berkontraksi
sehingga terjadi bruksisme, gigi berkerut-kerut, gerakan otot tidak terkendali (tripping),
emosi menjadi labil, mulut kering (haus), banyak keringat, tekanan darah meningkat, denyut
jantung bertambah cepat, mual, penglihatan kabur, gerakan cepat bola mata dan kebingungan
Penggunaan amfetamin melalui suntikan dapat menyebabkan terjadinya angiitis
atau perdarahan intreserebral, kejang dan koma. Pada penggunaan amfetamin dosis tinggi, hal
ini dapat menyebabkan terjadinya psikosis dan gangguan mental lain, pengurangan berat
badan, penyakit infeksi akibat kurang menjaga kesehatan tubuh serta penyakit lain akibat

8
efek langsung amfetamin sendiri, atau akibat kebiasaan makan yang buruk, kurang tidur, atau
penggunaan alat suntik yang tidak steril.
Selain komplikasi medis, penggunaan amfetamin yang kronis akan mengalami
kemunduran dalam kehidupan individual, sosial, dan pekerjaan, Penggunaan amfetamin yang
paling sering menyebabkan psikosis. Belum dapat dibuktikan bahwa amfetamin dapat
menimbulkan cacat kongenital, tetapi sudah terbukti bahwa bayi yang lahir dari seorang
perempuan pengguna amfetamin akan mempunyai berat badan yang kurang, mengalami
hambatan dalam pertumbuhan, serta perdarahan intraserebral. Setelah besar, bayi tersebut
akan mengalami defisit pada psikometrik, kemampuan akademik yang buruk, masalah
perilaku, perlambatan fungsi kognitif, dan gangguan penyesuaian diri.
Met-amfetamin dalam jumlah banyak merusak ujung sel saraf. Dalam dosis
tinggi, met-amfetamin meningkatkan suhu badan dan kejang yang bisa berakibat kematian.
Seperti amfetamin, penggunaan jangka pendek met-amfetamin akan meningkatkan perhatian,
mengurangi rasa letih, mengurangi nafsu makan, euforia, nafas cepat, dan hipertemia. Pada
penggunaan jangka panjang, met-amfetamin dapat menimbulkan waham, halusinasi,
gangguan afek, aktivitas motorik berulang, dan nafsu makan berulang. Met-amfetamin dapat
menimbulkan gangguan kardiovaskular, seperti takikardia, aritmia jantung, tekanan darah
naik, stroke, endokarditis, abses pada kulit (pengguna intravena). Penggunaan kronis MDMA
menganggu daya ingat, konsentrasi, belajar, dan tidur. Penggunaan yang kronis MDMA dapat
meruska ginjal dan sistem kardiovaskular. Penggunaan MDMA bersamaan dengan alkohol
sangat berbahaya dan dapat berakibat fatal.

2.3 Metode Analisis Amfetamin dan Turunannya dalam Suatu Sampel


Secara umum, upaya untuk menentukan identitas obat dalam suatu sampel harus
dilakukan dengan pendekatan analitis yang setidaknya memerlukan dua parameter yang
berkorelasi. Hal ini dikarenakan bahwa pemilihan parameter akan mempertimbangkan obat
yang terlibat dan sumber daya laboratorium yang tersedia untuk analisis. Pendekatan analisis
pertama untuk mengindentifikasi obat dalam sampel adalah dengan tes presumsi atau tes
pendugaan awal terhadap obat berupa tes warna, dan tes mikrokristal. Hasil dari tes presumsi
dianggap belum cukup untuk digunakan dalam mengidentifikasi obat sehingga hasil tersebut
harus dikonfirmasi dengan tes laboratorium secara lebih lanjut menggunakan metode
kromatografi khusus berupa kromatografi lapis tipis dan kromatografi gas cair
spektrofotometri.

9
Sampel dapat diperoleh dari sampel biologis yaitu berupa sampel urin. Sampel
urin ini diekstrak terlebih dahulu sehingga hasil yang diperoleh digunakan untuk analisis
secara laboratorium. Perlakuan ekstraksi terhadap sampel urin untuk identifikasi keberadaan
amfetamin dan turunannya adalah sampel urin dibuat basa yang dilakukan dengan
menambahkan sedikit larutan amoniakal dan ditambahkan serbuk NaHCO3, sehingga
diperoleh pH sekitar 8,5 kemudian diekstrak dengan 80 ml kloroform-isopropanol, 3:1
(Engelke, 1969).
a. Tes warna
Tes warna merupakan teknik analisis sederhana dan cepat untuk identifikasi obat dalam
sampel. Namun, hasil warna yang diperoleh harus diperhatikan karena akan ada aspek
subjektif terhadap warna. Adapun metode uji warna untuk analisis sampel amfetamin dan
turunannya adalah uji Marquis, uji Simon, dan uji Chen dengan menggunakan reagen yang
spesifik.
a) Uji Marquis digunakan untuk membedakan antara amfetamin dan cincin tersubstitusinya.
Langkah kerja dalam uji Marquis adalah: 1) sampel yang akan diuji (1-2 mg bubuk, atau
1-2 tetes cairan) ditempatkan pada plat tetes, 2) ditambahkan 1 tetes reagen I Marquis
dan 1 tetes reagen II, kemudian diaduk dan diamati warna yang terbentuk. Reagen
terbuat dari: reagen 1 (8-10 tetes larutan formaldehida 37% dalam 10 ml asam asetat
glasial), reagen II (asam sulfat pekat).
b) Uji Simon digunakan analisis amina sekunder, seperti metamfetamin dan amfetamin
cincin tersubstitusi sekunder, termasuk MDMA dan MDE. Akan tetapi, untuk dietilamina
dan piperidin dapat memberikan warna yang sama. Langkah kerja dalam uji Simon
adalah : 1) sampel yang akan diuji (2 mg bubuk, atau 1-2 tetes cairan) ditempatkan pada
plat tetes, 2) ditambahkan 1 tetes reagen I, diaduk, ditambah 1 tetes reagen II dan 1 tetes
reagen III, kemudian diaduk dan diamati warna yang terbentuk. Reagen Simon terbuat
dari: reagen I (melarutkan 2 g NaCO 3 dalam 100 ml air), reagen II (0,9 g natrium
nitroprusida dalam 90 ml air), reagen III (campuran 10 ml larutan asetadehida dan 10 ml
etanol).
c) Tes Chen digunakan untuk membedakan efedrin, pseudoefedrin, norefedrin, dan
metationin dari amfetamin dan metamfetamin yang tidak bereaksi dengan uji Chen.
Langkah kerja dalam uji Chen adalah : 1) sampel yang akan diuji (2 mg bubuk, atau 1-2
tetes cairan) ditempatkan pada plat tetes, 2) ditambahkan 2 tetes reagen I Chen , diaduk,
ditambah 2 tetes reagen II, dan 1 tetes reagen III, kemudian diaduk dan diamati warna
yang terbentuk. Reagen Chen terbuat dari : reagen I (1 ml asam asetat glasial dalam 100

10
ml air), reagen II ( melarutkan 1 g CuSO4 dalam 100 ml air), dan reagen III (melarutkan
8 g NaOH dalam 100 ml air).
Tabel hasil uji warna berdasarkan reagen yang digunakan adalah sebagai berikut:
Senyawa Reagen Marquis Reagen Simon Reagen Chen
Amfetamin Orange,perlahan Tidak bereaksi Tidak bereaksi
menjadi coklat
Dimetilamfetamin orange Tidak bereaksi Tidak bereaksi
Efedrin, Pseudoefedrin Tidak bereaksi Tidak bereaksi Ungu
Metamfetamin Orange, secara Biru gelap Tidak bereaksi
perlahan menjadi
coklat
Metationin Tidak bereaksi Biru terang Kuning
MDA Biru gelap/ Hitam Tidak bereaksi Tidak bereaksi
MDEA Biru gelap/ Hitam Biru tajam coklat Tidak bereaksi
MDMA Biru gelap/ Hitam Biru tajam Tidak bereaksi
Berdasarkan tabel hasil di atas memungkinkan untuk terjadinya aspek subjektif
dari evaluasi warna sehingga perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk menunjang hasil
tersebut.
b. Tes Mikrokristal
Tes mikrokristal merupakan metode yang sederhana, digunakan untuk identifikasi zat
atau narkoba. Metode ini melibatkan pembentukan kristal dari reaksi kimia zat dengan
pereaksi kimia seperti reagen 5% HAuCl4 in H3PO4, reagen H3BiI6 in H2SO4 dan reagen
NaOH 5 %, diikuti dengan analisis kristal yang dihasilkan dengan menggunakan mikroskop
polarisasi. Hasil tes dapat berupa foto kemudian dibandingkan dengan referensi. Tes ini dapat
dilakukan sebagai langkah lanjut dari tes warna dan teknik kromatrografi lapis tipis untuk
identifikasi sampel zat (United Nations, 2006). Adapun beberapa bentuk kristal dapat
diklasifikasikan adalah sebagai berikut:

11
(Sumber: Ono, M dalam United Nations, 2006)

Langkah kerja dalam uji mikrokristal adalah sampel ditempatkan cavity slide,
kemudian ditambahkan 1-2 tetes reagen NaOH 5 % untuk membebaskan gugus amina
membentuk basa bebas, selanjutnya segera ditambahkan reagen 5% HAuCl4 in H3PO4 ke
dalamnya. Reagen dan sampel akan bereaksi dan dibiarkan 45 menit, selanjutnya dilakukan
pengamatan terhadap kristal yang terbentuk. Beberapa bentuk kristal yang diperoleh terhadap
uji sampel berikut ini adalah:
1) Metamfetamin (d-metamfetamin), akan diperoleh kristal berbentuk “V” blade dengan
panjang sisi tidak sama, l-metamfetamin berupa bentuk needles, crossed
blades,sedangkan (d,l -metamfetamin) akan terbentuk crossed “X” blades rod.
2) Bila digunakan reagen H3BiI6 in H2SO4, bentuk kristal d-metamfetamin berupa needles
panjang berwarna orange, sedangkan d,l –metamfetamin berbentuk rod merah.
3) d- dan l- amfetamin mempunyai bentuk kristal rod panjang berwana kuning, sedangkan
rasematnya berbentuk seperti tetes minyak.
4) MDMA mempunyai bentuk kristal “X” berwarna putih terang dengan sinar tampak
seperti cluster.
Hasil dari tes mikrokristal ini membutuhkan analisis lebih lanjut dengan
menggunakan kromatografi spesifik seperti kromatografi lapis tipis (KLT).
c. Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) telah menjadi salah satu teknik yang paling umum
digunakan untuk pemisahan dan identifikasi obat. Hal ini karena dianggap cepat (kurang dari
30 menit), sensitif terhadap fase gerak sehingga bisa menerima berbagai macam zat. Peneliti
Masako Ono (1969) melakukan identifikasi metamfetamin dalam urin manusia menggunakan
teknik KLT ini. Sampel urin yang diambil diekstrak menggunakan kloroform-isopropanol pH
sekitar 8,5 yang selanjutnya dilakukan identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis.
Pada kromatografi lapis tipis (KLT) ini, lapisan tipis yang digunakan sebagai fase diam
adalah silika gel dengan ketebalan 0,25 mm. Partikel silika gel mengandung gugus hidroksi
pada permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul polar.
Air yang terserap dalam gel akan mencegah moleku-molekul polar mencapai permukaan
sehingga untuk mengatasinya, silika gel ini diaktifkan dengan cara pengeringan di dalam
oven pada suhu 1100C selama 10-30 menit (Soebagio, 2005). Sedangkan fase gerak atau
pelarut yang digunakan dalam analisis ini yaitu sistem pelarut A (metanol, larutan amonia
pekat,100: 1,5), sistem pelarut B (campuran etilasetat, metanol, dan larutan amonia pekat,
85:10:5, dan sistem pelarut C (campuran sikloheksana, toluena dan larutan amonia pekat,
75:15:10). Sedangkan untuk mendeteksi noda yang dihasilkan, dilakukan penyemprotan

12
dengan pereaksi penimbul warna seperti pereaksi nihidrin. Adanya bintik-bintik biru atau
ungu pada posisi faktor retensi (Rf) tertentu memberikan indikasi kuat terhadap zat tertentu.
Adapun langkah-langkah dalam analisis keberadaan amfetamin dan turunannya adalah
meliputi 3 tahap yaitu 1) tahap membercakkan sampel (hasil ekstraksi) menggunakan mikropipet
pada silika gel yang sudah diaktifkan dan sudah dibuat garis penanda, 2) tahap pengembangan,
lapisan tipis silika gel dicelupkan ke dalam pelarut (sistem A, B, atau C) dalam bejana kromatograf
dan tidak merendam bercak sampel sehingga pelarut merembes melewati bercak sampel, 3) tahap
identifkasi atau penampakan noda yaitu dilakukan penyemprotan dengan larutan nihidrin. Pada uji
amfetamin dan turunannya akan diperoleh warna noda pink sampai ungu. Selanjutnya ditentukan
harga Rf dan dibandingkan dengan data Rf. Harga Rf untuk amfetamin dan turunannya dalam
berbagai sistem pelarut adalah sebagai berikut:
Sistem pelarut KLT
Senyawa
A B C
Amfetamin 0,48 0,37 0,2
Metamfetamin 0,35 0,22 0,28
MDA 0,36 0,33 0,18
MDMA 0,31 0,21 0,24
MMDA 0,40 0,31

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Amfetamin termasuk dalam jenis psikotropika golongan stimulan. Ada tiga jenis
amfetamin, yaitu laevoamfetamin (benzedrin), dekstroamfetamin (deksedrin), dan
metilamfetamin (metedrin).
2. Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis amfetamin, jumlah
yang digunakan dan cara menggunakannya. Amfetamin menyebabkan pelepasan
neropinefrin, dopamin, dan serotonin dari neuron prasinaps yang sifatnya irreversibel,
bahkan mematikan neuron, yaitu neuron dopaminergik dan serotonergik
3. Metode analisis untuk mengidentifikasi amfetamin dan turunannya dapat dilakukan
dengan menggunakan 2 parameter tes yang berkorelasi yaitu tes presumsi atau tes
pendugaan awal terhadap obat berupa tes warna, tes mikrokristal dan tes laboratorium
secara lebih lanjut berupa kromatografi lapis tipis (KLT) sehingga hasil identifikasi
dapat dikonfirmasi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Australian Government Department of Health and Ageing.____. Narkoba : fakta


sesungguhnya, (online), (http://www.australia.gov.au/drugs), diakses tanggal 30
November 2013.
Engelke,B.F,Masako Ono. 1969. Procedures for assured identification of morphine,
dihydromorphinone, codeine, norcodeine, methadone, quinine, methamphetamine,
etc., in human urine, (online), (http://www.unodc.org/unodc/en/data-and-
analysis/bulletin/bulletin_1969-01-01_2_page004.html#s020) diakses 20 November
2013.
Joewana, Satya M.D. 2005. Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif : Penyalahgunaan NAPZA/NARKOBA, E/2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Soebagio,dkk. 2005. Kimia Analitik II. Malang: UM Press.

Soebagio. 2004. Kimia Lingkungan. Malang: Semi-Que V


United Nations. 2006. Recommended Methods For The Identification and Analysis Of
Amphetamine, Methamphetamine and Their Ring-Substituted Analogues in Seized
Materials: Revised and Updated, (online),
(http://www.unodc.org/pdf/scientific/stnar34.pdf), diakses 20 November 2013.
Wikipedia/ 2011. Drug Test, (online),
(http://en.wikipedia.org/wiki/Drug_test#Urine_drug_testing), diakses 18 November
2013.

15

Anda mungkin juga menyukai