Anda di halaman 1dari 43

SERLIANATRI SUSWANA MULIA

PROPOSAL TUGAS AKHIR 1

ANALISIS KADAR ZAT BESI (FE) PADA TEPUNG TERIGU


DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
SINAR TAMPAK (VISIBEL)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GARUT
2018

i
ii

ANALISIS KADAR ZAT BESI (FE) PADA TEPUNG TERIGU


DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI
SINAR TAMPAK (VISIBEL)

PROPOSAL TUGAS AKHIR 1

Sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Program Studi S1 Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Garut

Garut, Juni 2017

Oleh :

Serlianatri Suswana Mulia


24041316395

Disetujui Oleh :

Letkol Kes. Tedjo Narko, M.Si., Apt., M.Si (AP) Shendi Suryana, M.Farm., Apt
Pembimbing Utama Pembimbing Serta
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha

Rahman dan Maha Rahim, karena berkat karuni dan petunjuk-Nya penulis dapat

menyelesaikan Proposal Tugas Akhir 1 yang berjudul “ANALISIS KADAR

ZAT BESI (FE) PADA TEPUNG TERIGU DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK (VISIBEL)”. Tidak terlupa pula

shalawat dan salam senantiasa tercurah untuk junjungan besar kita Nabi

Muhammad SAW dan beserta para keluarga, sahabat dan para pengikut beliau

hingga akhir zaman.

Penulisan Proposal Tugas Akhir 1 ini dimaksudkan untuk memenuhi

sebagaimana persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Jurusan

Farmasi Fakultas MIPA Universitas Garut.

Penyelesaian Proposal Tugas Akhir 1 ini dapat terlaksana dengan baik

berkat kerjasama, bantuan, bimbingan dan dukungan dari banyak pihak, oleh

karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Garut

dr.Siva Hamdani, MARS.

2. Bapak Letkol Kes. Tedjo Narko, M.Si., Apt., M.Si (AP) selaku pembimbing

utama yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan saran dengan sabar

selama pembuatan Proposal Tugas Akhir 1 ini.

i
3. Bapak Shendi Suryana, M.Farm., Apt selaku pembimbing serta yang telah

membimbing dan banyak memberikan masukan dalam penyusunan Proposal

Tugas Akhir 1 ini.

4. Seluruh dosen pengajar dan staff akademik yang secara tidak langsung telah

memberikan ilmu dan membantu dalam penyusunan Proposal Tugas Akhir

1 ini.

5. Orang tua tercinta dan seluruh keluarga yang mendukung baik dalam hal

materi maupun moril.

6. Teman-teman seperjuangan mahasiswa ekstensi farmasi uniga, gumelis

squad dan orang-orang terdekat yang telah membantu dalam menyelesaikan

Proposal Tugas Akhir 1 ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan Proposal Tugas Akhir 1 ini

masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat

membangun diperlukan demi perbaikan menuju ke arah yang lebih baik. Semoga

tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua terutama bagi

pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v

DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii

PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

BAB

I TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4

1.1 Pangan ........................................................................................ 4

1.2 Tepung Terigu ............................................................................ 5

1.3 Zat besi ....................................................................................... 7

1.4 Pemeriksaan Zat Besi ................................................................. 10

1.5 Spektrofotometri Visible.............................................................. 13

1.6 Verifikasi Metode ....................................................................... 15

II METODE PENELITIAN ..................................................................... 19

III ALAT DAN BAHAN .......................................................................... 20

3.1 Alat ............................................................................................. 20

3.2 Bahan .......................................................................................... 20

IV PENELITIAN ......................................................................................... 21

4.1 Pengumpulan Sampel ................................................................. 21

4.2 Pembuatan Larutan Besi ............................................................. 21


iii
4.3 Preparasi Sampel ........................................................................ 22

4.4 Analisis Kualitatif ....................................................................... 22

4.5 Analisis Kadar Sampel ............................................................... 23

4.6 Verifikasi Metode Analisis ......................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27

LAMPIRAN ....................................................................................................... 29

iv
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman

1. ALUR PENELITIAN ............................................................................... 29

2. PEMBUATAN LARUTAN BAKU BESI (FE) ....................................... 30

3. PEMBUATAN LARUTAN PEREAKSI ................................................. 31

4. PEMBUATAN LARUTAN UJI KUALITATIF ...................................... 32

5. PREPARASI SAMPEL ............................................................................ 33

6. ANALISIS ZAT BESI .............................................................................. 34

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

I.1 Syarat Mutu Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan ...................... 7

I.2 Angka Hb Normal ............................................................................. 8

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

I.1 Bagan Alur Penelitian ............................................................................ 29

I.2 Bagan Pembuatan Larutan Baku Besi (Fe) ............................................ 30

I.3 Bagan Pembuatan Larutan Pereaksi ....................................................... 31

I.4 Bagan Pembuatan Larutan Uji Kualitatif ............................................... 32

I.5 Bagan Preparasi Sampel ......................................................................... 33

I.6 Bagan Analisis Zat Besi ......................................................................... 34

vii
PENDAHULUAN

Pangan merupakan hal dasar atau pokok yang sangat penting dan digunakan

sebagai kelangsungan hidup bagi manusia. Dengan mengonsumsi berbagai jenis

pangan kebutuhan gizi manusia dapat terpenuhi degan baik. Setiap bahan pangan

mempunyai susunan kimia yang berbeda dan mengandung zat gizi yang bervariasi

baik jenis maupun jumlahnya. Bahan-bahan pokok di Indonesia antara lain adalah

beras, sagu, jagung, gula, telur, daging, susu, sayur, buah, minyak goreng, dan

garam beriodium(1).

Bahan pangan pokok selain beras karena mengandung banyak protein,

mineral, dan vitamin yang sangat baik untuk memenuhi gizi manusia adalah

gandum. Gandum memiliki bahasa latin Triticum aestivum L dan termasuk dalam

serealia dari familia Graminae. Biji gandum dapat diolah menjadi tepung terigu

yang dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk makanan seperti roti,

mi, biskuit, dan lain-lain(1).

Berdasarkan data dari Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia

(Aptindo) menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2017 konsumsi tepung terigu

tercatat sebesar 6,2 juta ton. Konsumsi tepung terigu pada tahun lalu (2017)

banyak didominasi oleh segmen usaha kecil menengah (UKM) sebesar 66%

hingga 67%, sisanya diserap oleh industri besar. Disamping itu impor gandum di

Indonesia hingga kuartal III/2017 tercatat sebesar 7,3 juta ton, diperkirakan

jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya waktu(2).

Agar keamanan mutu tepung terigu tetap terjaga, maka tepung terigu

memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3751-2006. SNI tentang tepung


1
2

terigu sebagai bahan makanan menyatakan bahwa bahan baku yang harus

ditambahkan pada tepung terigu adalah vitamin B1 (thiamin), Vitamin B2

(riboflavin), Asam folat, Besi (Fe), dan Seng (Zn). Diantara bahan baku tersebut,

Fe merupakan bahan baku yang memiliki kandungan paling besar. Syarat mutu

penambahan Fe adalah minimal 50 mg/kg(3).

Zat besi (Fe) sangat penting dalam hampir semua organisme yang hidup.

Pada manusia zat besi merupakan mineral yang diperlukan oleh tubuh. Zat ini

terutama diperlukan dalam hemopoboesis (pembentukan darah) yaitu sintesis

hemoglobin (Hb). Dalam mengkonsumsi zat besi juga tidak boleh berlebihan

karena dapat menyebabkan mulai dari mual, muntah, sakit perut hingga susah

buang air besar atau konstipasi. Keperluan tubuh akan zat besi berbeda-beda bagi

setiap orang. Hal ini dilihat dari beberapa faktor antara lain jenis kelamin dan

usia(4,5).

Menurut pelitian Sanni Maria pada tahun 2009 tentang Penentuan Kadar

Logam Besi (Fe) Dalam Tepung Gandum Dengan Cara Destruksi Basah Dan

Kering, didapatkan hasil bahwa tepung gandum yang beredar dipasaran dengan

merek Kunci Biru dan Cakra Kembar memenuhi standar SNI 01-3751-2006. Dari

hasil penelitian yang dilakukan pada sampel, logam besi yang diperoleh masing-

masing adalah 51.43 mg/kg, 64.10 mg/kg, 59.63 mg/kg, dan 60.37 mg/kg(6).

Pada analisis ini instrumen yang digunakan adalah dengan Spektrofotometri

Sinar Tampak (Visible). Sebelum diukur absorbansinya, besi yang terdapat dalam

sampel direaksikan dengan Kalium Tiosianat 3N membentuk kompleks

feritiosianat yang berwarna merah(7). Setelah itu diukur absorbansinya untuk

menentukan konsentrasi besi dalam sampel. Prinsip kerja Spektrofotometri Visible


3

didasarkan pada fenomena penyerapan sinar di daerah sinar tampak. Keuntungan

melakukan analisa dengan Spektrofotometri Visible yaitu memiliki kepekaan yang

cukup tinggi dan relatif mudah dilakukan. Analisis dengan cara ini digunakan

secara meluas untuk menganalisis sampel dalam bentuk baik ion maupun

senyawa(8).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti kandungan

zat besi pada tepung terigu yang beredar di pasar Ciawitali kota Garut khususnya

tepung terigu yang dijual tanpa merek dan yang bermerek sebagai pembanding.

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini yaitu secara kualitatif dan kuantitatif.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan zat besi secara

kualitatif dan kuantitatif pada tepung terigu dan kesesuaiannya dengan ketetapan

SNI dengan instrumen Spektrofotometri Visible. Manfaat dari penelitian ini

adalah untuk menambah pengetahuan bagi peneliti dan pembaca, serta sebagai

tambahan pustaka untuk peneliti selanjutnya.


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pangan

Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

mampu memelihara tubuhnya serta berkembang biak. Manusia memerlukan bahan

pangan untuk menunjang kelangsungan kehidupannya, misalnya untuk

membangun sel-sel tubuh dan menjaga agar tubuh sehat dan berfungsi

sebagaimana mestinya. Secara umum bahan pangan dikelompokkan menjadi

sebelas golongan yaitu padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan dan biji-

bijian berlemak, sayur-sayuran, buah-buahan, daging, telur, ikan, susu, gula dan

minyak, dan lain-lain(9). Berdasarkan cara perolehnya, pangan dapat dibedakan

menjadi tiga :

1.1.1 Pangan Segar

Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan.

Pangan segar dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung, yakni

dijadikan bahan baku pengolahan pangan.

1.2.1 Pangan Olahan

Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan

dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Pangan olahan dapat dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap saji dan

tidak siap saji. Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang

sudah diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha
4
5

atas dasar pesanan. Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau

minuman yang sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih

memerlukan tahap pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum.

1.3.1 Pangan Olahan Tertentu

Pangan olahan tertentu adalah pangan yang diperuntukan bagi

kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas

kesehatan. Contoh : ekstrak tanaman stevia untuk penderita diabetes, susu

rendah lemak untuk orang yang menjalani diet rendah lemak, dan

sebagainya(10).

1.4 Tepung Terigu

Tepung secara umum bila dilihat dibawah mikroskop akan terlihat zat

tepung yang terdiri dari atas butiran-butiran granula. Tiap tepung mempunyai

granula yang berbeda. Tepung dibuat dari jenis padi-padian dan umbi-umbian

yang melalui proses beberapa tahap sampai menjadi tepung kering. Tepung tidak

larut dalam air sehingga tepung akan mengendap didalam air, bila dipanaskan

sambil diaduk-aduk akan mengembang dan mengental. Proses ini disebut

“gelatinisasi”(1).

Tepung terigu adalah tepung yang terbuat dari biji gandum yang dihaluskan.

Dipasaran dijual beberapa jenis tepung terigu, jenis pertama adalah tepung terigu

protein rendah (soft wheat), tepung ini mengandung protein gluten antara 8-9%.

Tepung terigu rendah protein yang cocok digunakan untuk membuat adonan kue

kering. Jenis tepung terigu yang kedua adalah tepung terigu protein sedang

(medium wheat) kandungan protein gluten tepung medium wheat adalah sekitar

10-11%. Tepung jenis ini masih digunakan untuk membuat kue kering, namun
6

lebih cocok digunakan untuk membuat kue yang memerlukan tingkat

pengembangan sedang seperti donat, bakpau, cake, atau muffin. Jenis yang ketiga

adalah tepung terigu protein tinggi (hard wheat). Kandungan proteinnya antara

11-13%. Tepung jenis ini cocok untuk membuat adonan yang memerlukan

pengembangan tinggi. Seperti saat membuat adonan roti, pasta, atau mi.

Kandungan protein gluten yang tinggi akan membuat adonan elastis, kenyal,

berserat halus sehingga cocok untuk membuat roti(11).

Berbeda dengan tepung gandum utuh (whole wheat flour), tepung gandum

ini terbuat dari biji gandum utuh yang digiling sehingga masih mengandung kulit

ari, endosperm, dan benih yang terdapat di dalam biji. Tepung terigu memiliki

warna yang putih sedangkan tepung gandum utuh berwarna kecoklatan dan

memiliki tekstur kasar. Tepung gandum utuh memiliki serat tinggi yang akan

memberikan tekstur lebih kasar dan keras pada roti atau cake sehingga

pemakaiannya sering kali dicampurkan dengan tepung terigu biasa(11).

1.4.1 Syarat Mutu Tepung Terigu

Bahan baku lain yang harus ditambahkan pada tepung terigu menurut

SNI 01-3751-2006 tentang tepung terigu sebagai makan dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut :


7

Tabel I.1

Syarat Mutu Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan

No Bahan Satuan Persyaratan


1 Besi (Fe) mg/kg Min. 50
2 Seng (Zn) mg/kg Min. 30
3 Vitamin B1 (thiamin) mg/kg Min. 2,5
4 Vitamin B2 ( riboflavin) mg/kg Min. 4
5 Asam folat mg/kg Min. 2

Sumber : SNI 01-3751-2006

Tujuan penyusunan standar ini adalah untuk melindungi kesehatan

konsumen, menjamin perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung

jawab serta untuk mendukung industri tepung terigu(3).

1.5 Zat Besi

Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah

(hemoglobin). Hemoglobin terdiri dari zat besi, protoporfirin, dan globin

(1/3 berat Hb terdiri dari Fe). Selain itu, mineral ini juga berperan sebagai

komponen untuk membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot),

kolagen (protein yang terdapat di tulang, tulang rawan, dan jaringan

penyambung), serta enzim. Zat besi juga berfungsi dalam sistim pertahanan

tubuh(4). Angka Hb normal dapat dilihat pada tabel I.2 berikut.


8

Tabel I.2

Angka HB Normal

Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)


Anak-anak 6-59 bulan 11,0
5-11 tahun 11,5
12-14 tahun 12
Dewasa Wanita > 15 tahun 12,0
Wanita hamil 11,0
Laki-laki > 15 tahun 13,0

Sumber : Wahyuni, 2004

Bahan makanan sumber besi didapatkan dari produk hewani (daging, ayam,

dan ikan), dan nabati. Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk,

kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah. Besi yang bersumber

dari bahan makanan terdiri atas besi heme dan besi non-heme. Besi heme yang

terutama berasal dari hemoglobin dan mioglobin di dalam daging. Senyawa besi

non-heme ditemukan dalam berbagai ragam makanan, baik yang berasal dalam

tanaman maupun dari hewan.

Disamping jumlah kadar, perlu diperhatikan kualitas besi di dalam

makanan, yang dinamakan ketersediaan biologik (bioavability). Pada umumnya

besi didalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi,

besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai mempunyai ketersediaan

biologik sedang, dan besi dalam sebagian besar sayuran, terutama yang

mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik

rendah. Tetapi bahan makanan yang ketersedian biologiknya tinggi belum tentu
9

dapat diabsorbsi dengan baik, karena bisa saja mengandung bahan yang dapat

menghambat absorpsi dalam usus, maka sebagian besar besi tidak akan diabsorpsi

dan dibuang bersama feses(5).

Absorpsi besi dari bahan makanan dipengaruhi oleh kondisi saluran cerna

dan kandungan bahan dalam makanan tersebut. Keasaman lambung dapat

meningkatkan kelarutan besi sehingga akan meningkatkan bioavailabilitasnya.

Dalam usus, absorpsi besi akan optimal pada pH 6.75(5).

Kandungan total besi tubuh adalah sekitar 50 mg/kg (3-4 gram per orang).

Untuk mudahnya, besi tubuh dapat dianggap terdistribusi di antara empat

kompertemen yang saling berhubungan. Lebih dari 60% besi berada dalam

kompertemen sel darah merah, terutama dalam hemoglobin, sementara sekitar

25% berada dalam kompartemen penyimpanan, terutama di dalam hati. Sisanya di

distribusikan antara mioglobin dalam otot (8%) dan dalam enzim (5%). Sejumlah

kecil besi (sekitar 3 mg) berada dalam transit di sirkulasi darah sebagai bentuk

besi yang terikat dengan protein transport plasma, yaitu transferin.

Kekurangan zat besi dalam tubuh dapat lebih meningkatkan kerawanan

terhadap penyakit infeksi. Seseorang yang menderita defisiensi besi (terutama

bayi/balita) lebih mudah terserang mikroorganisme, karena kekurangan zat besi

berhubungan erat dengan kerusakan kemampuan fungsional dari mekanisme

kekebalan tubuh yang penting untuk menahan masuknya penyakit infeksi. Faktor

penting lainnya dalam aspek defisiensi besi adalah aktivitas fungsional sel

fagositosis. Dalam hal ini, defisiensi besi dapat mengganggu sintesa asam nukleat

mekanisme seluler yang membutuhkan metaloenzim yang mengandung Fe. Selain

itu banyak penelitian membuktikan bahwa defisiensi besi mempengaruhi


10

pemusnahan perhatian (atensi), kecerdasan (IQ), dan prestasi belajar di sekolah

bagi anak-anak.

Besi dalam jumlah banyak juga tidak baik bagi tubuh. Besi yang berlebihan

dapat tertimbun didalam tubuh dan menyebabkan kerusakan organ tubuh.

Kebanyakan korban intoksikasi besi adalah anak-anak dengan gejala nyeri

abdomen yang parah, muntah-muntah, asidosis metabolik, dan kegagalan

kardiovaskular. Intoksikasi yang serius sehingga diperlukan terapi kelasi yang

mendesak dapat terjadi setelah seseorang mengonsumsi lebih dari 30 mg/kg berat

badan. Konsumsi akut sejumlah besar besi yang tersedia secara biologis, biasanya

dalam bentuk tablet sulfat ferosus(12).

1.3 Pemeriksaan Zat Besi

Untuk menentukan kandungan mineral bahan makanan, bahan tersebut

harus dihancurkan atau didestruksi terlebih dahulu. Cara yang bisa dilakukan yaitu

pengabuan kering (dry ashing) dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan

cara tersebut tergantung pada sifat organik dalam bahan, mineral yang akan

dianalisa serta sensitifitas cara yang digunakan.

Analisis dengan menggunakan metode destruksi kering atau pengabuan

kering dilakukan dengan cara mendestruksi komponen organik sampel dengan

suhu tinggi di dalam suatu tanur (furnace), tanpa terjadi nyala api, sampai

terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang

terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan

merupakan total abu dari suatu sampel. Suhu pengabuan yang dianggap aman dari

kehilangan sejumlah mineral karena penguapan adalah 500°C.


11

Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisis mineral

kecuali merkuri dan arsen. Cara ini membutuhkan sedikit ketelitian dan mampu

menganalisa bahan lebih banyak dari pada pengabuan basah. Pengabuan kering

dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan bahan lebih banyak dari pada

pengabuan basah. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa

kandungan Ca, P, dan Fe.

Proses destruksi basah atau pengabuan basah dilakukan dengan cara

mengoksidasi komponen organik sampel dengan suhu rendah menggunakan

oksidator kimiawi seperti asam kuat dan dimaksudkan untuk menghindari

kehilangan mineral akibat penguapan. Asam yang digunakan pada destruksi basah

dapat terdiri atas satu jenis asam atau kombinasi beberapa jenis asam. Penggunaan

satu jenis asam sebagai oksidator sebenarnya lebih dianjurkan, tetapi dalam

praktiknya kurang baik karena destruksi bahan sering kurang sempurna. Untuk

menutupi kelemahan yang ada pada pengabuan basah biasanya menggunakan

beberapa kombinsi asam seperti : (1) asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat

(H2SO4), (2) asam nitrat, asam sulfat, dan asam perklorat (HClO4), dan (3) asam

nitrat, asam sulfat dan hidrogen peroksida (H2O2). Pemilihan kombinasi asam dan

perbandingan jumlah asam serta cara kerjanya sangat tergantung pada jenis bahan

yang akan didestruksi. Untuk melakukan destruksi basah harus dilakukan dengan

ekstra hati-hati karena bahan kimia yang dipakai kemungkinan dapat meledak dan

terbakar. Pengabuan basah pada umumnya digunakan untuk menganalisa arsen,

tembaga, timah hitam, timah putih, dan seng(7,13).


12

1.4.1 Metode Analisis Zat Besi

Analisis mineral dapat dilakukan dengan beberapa metode instrumen,

yakni metode spektrofotometri visibel dan spektrofotometri serapan atom.

Besi dapat dikuantifikasi berdasarkan kemampuannya untuk membentuk

kompleks dengan senyawa organik menghasilkan suatu produk kompleks

berwarna yang proporsional dengan kandungan besi. Analisis besi dapat

dilakukan dengan metode tiosianat, metode, α,α’ –dipridil, dan metode

orto-fenantrolin.

i) Metode Tiosianat

Prinsip analisis besi total dengan metode tiosianat adalah dengan

mengubah besi dari bentuk Besi (II) menjadi Besi (III) dengan

menggunakan oksidator seperti kalium persulfat atau hidrogen

peroksida. Besi (III) baik yang sudah ada dalam makanan atau dari

oksidasi besi (II) kemudian direaksikan dengan kalium tiosinat

sehingga membentuk kompleks feri-tiosianat yang berwarna merah.

Warna yang terbentuk dapat diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 480 nm.

ii) Metode α,α’–dipridil

Prinsip penetapan kadar besi total dengan metode α,α’–dipridil adalah

besi (III) direduksi dengan hidroksil amin membentuk besi (II).

Besi (II), baik yang sudah ada dalam bahan makanan atau hasil

reduksi besi (III), dapat membentuk kompleks dengan α,α’–dipridil

yang berwarna merah yang dapat diukur absorbansinya dengan

spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 510 nm.


13

iii) Metode Orto-Fenantrolin

Prinsip penetapan kadar besi total dengan metode o-fenantrolin sama

dengan metode α,α’ –dipridil yakni besi (III) direduksi dengan

hidroksil amin membentuk besi (II). Besi (II), baik yang sudah ada

dalam bahan makanan maupun hasil reduksi besi (III), selanjutnya

direaksikan dengan o-fenantrolin untuk membentuk kompleks

Fe-fenantrolin yang berwarna merah yang dapat diukur absorbansinya

dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 510 nm(14).

1.5 Spektrofotometri Visible

Spektrofotometri Visible adalah salah satu metode analisis kimia untuk

menentukan unsur logam, baik kualitatif maupun secara kuantitatif. Analisis ini

memakai sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak (380-780 nm) dengan

menggunakan instrumen spektrometer(15).

1.5.1 Komponen Spektrofotometri Visible

i) Sumber radiasi

Yang digunakan oleh spektrometer adalah lampu wolfram atau sering

disebut lampu tungsten, dan ada juga yang menggunakan lampu

deuteurium (lampu hidrogen).

ii) Kuvet

Kuvet yang baik untuk spektrometer Uv-Vis yaitu kuvet dari kuarsa

yang dapat melewatkan radiasi daerah ultraviolet. Sel yang baik tegak

lurus terhadap arah sinar untuk meminimimalkan pengaruh pantulan

radiasi. Selain itu kuvet yang digunakan tidak boleh berwarna.


14

iii) Monokromator

Digunakan sebagai alat penghasil sumber sinar monokromatis.

iv) Detektor

Memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang

gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik

dan selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk

angka digital.

Ketika cahaya dari sumber radiasi diteruskan menuju monokromator,

cahaya dari monokromator diarahkan terpisah melalui sampel dengan

sebuah cermin berotasi. Detektor menerima cahaya dari sampel secara

bergantian secara berulang-ulang, sinyal listrik dari detektor diproses,

diubah ke digital dan dilihat hasilnya. Di dalam suatu molekul yang

memegang peranan penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang

ada hingga terbentuk suatu materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh

suatu molekul dapat berpindah (eksitasi), berputar, dan bergetar (vibrasi)

jika dikenai suatu energi. Jika zat menyerap cahaya tampak maka akan

terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan

tereksitasi. Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan

cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan

hukum Lambert-Beer. Hukum Beer berbunyi, “jumlah radiasi cahaya

tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang diserap atau

ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari

konsentrasi zat dan tebal larutan”(15).


15

1.4 Verifikasi Metode

Verifikasi metode analisis adalah suatu uji kinerja metode standar.

Verifikasi dilakukan terhadap suatu metode standar sebelum diterapkan di

laboratorium. Verifikasi suatu metode bermaksud untuk membuktikan bahwa

laboratorium yang bersangkutan mampu melakukan pengujian dengan metode

tersebut dengan hasil yang valid(16). Berbeda halnya dengan validasi, pada

verifikasi tidak semua parameter dilakukan pengujian. Adapun paremeter yang

diuji tersebut adalah :

1.4.1 Akurasi

Akurasi adalah ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan

sebagai persen perolehan kembali (% Recovery) analit yang ditambahkan.

Cara penentuan akurasi ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi

(spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standar addition

method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni (senyawa

pembanding kimia) ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa

sediaan farmasi (placebo) lalu campuran tersebut dianalisis hasilnya

dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang

sebenarnya). Nilai perolehan kembali ditentukan dengan menentukan

beberapa persen analit yang ditambahkan dapat ditemukan yang dianggap

baik jika memenuhi persyaratan uji perolehan kembali yaitu antara

80%-120%(16). Dalam menentukan nilai perolehan kembali dapat dilakukan

dengan menggunakan persamaan berikut :


16

% Recovery = x 100%

Keterangan : Cf = kadar sampel setelah penambahan larutan baku


CA = kadar sampel sebelum penambahan larutan baku
C*A = kadar larutan baku yang ditambahkan

1.4.2 Presisi

Uji presisi (keseksamaan) merupakan kedekatan antara data yang satu

dengan data yang lain dari suatu deret pengukuran yang dilakukan dengan

cara yang sama. Hasil serapan tersebut digunakan untung menghitung harga

konsentrasi rata-rata, SD (Standar Deviation), RSD (Relative Standard

Deviation) dan ketelitian alat.

i) Harga konsentrasi rata-rata

Harga konsentrasi rata-rata dapat dihitung melalui persamaan berikut :

Keterangan : = Rata-rata konsentrasi


X = Konsentrasi sampel
n = Jumlah sampel
ii) Nilai SD (Standar Deviasi)

Untuk menghitung standar deviasi dapat digunakan persamaan :


∑ ∑

Keterangan : SD = Standar deviasi


n = Jumlah sampel
x = Konsentrasi sampel

iii) Nilai RSD (Relatif Standar Deviasi)


17

RSD = x 100%

Keterangan : RSD = Relative Standar Deviation.


SD = Standar Deviasi
X = Kadar rata-rata zat besi
iv) Ketelitian alat

100% -

Keterangan : SD = Standar Deviasi


= Kadar Rata-Rata Zat Besi
1.4.3 Linieritas

Linieritas dari suatu penelitian dilakukan dengan membuat suatu

kurva kalibrasi. Linieritas merupakan daerah konsentrasi analit tertentu pada

grafik absorbansi terhadap konsentrasi yang memberikan respon linier

dimana kenaikan absorbansi sebanding dengan kenaikan konsentrasi.

Sebagai parameter adanya hubungan linier, digunakan koefisien kolerasi r

mendekati satu (1) pada analisis regresi linier dan diperoleh persamaan

regresi linear y = bx + a Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0

dan r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a

menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan.

Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residu(16).

1.4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi

Batas deteksi atau Limit Of Detection (LOD) adalah jumlah terkecil

analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon

yang signifikan. Batas kuantifikasi atau Limit Of Quantitation (LOQ)

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat


18

memenuhi kriteria cermat dan seksama, Batas deteksi dan batas kuantifikasi

dapat dihitung berdasarkan dengan rumus sebagai berikut(16).

Batas Deteksi (LOD) = 3S ⁄ +a

Batas Kuantitas (LOQ) = 10 S ⁄ + a

Keterangan : S ⁄ = Batas simpangan baku

b = b pada persamaan garis y = bx + a.


BAB II
METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini akan dilakukan analisis kadar zat besi pada tepung terigu

dengan menggunakan Spektrofotometri Visible. Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tepung terigu yang dijual tanpa merek dan tepung terigu yang

bermerek sebagai pembanding. Pengambilan sampel dilakukan dipasar Ciawitali

kota Garut dengan metode accidental sampling. Prosedur analisis diawali dengan

melakukan verifikasi metode yang digunakan. Langkah awal untuk melakukan

verifikasi yaitu dengan membuat kurva kalibrasi dari larutan baku besi dengan

berbagai konsentrasi dan kemudian diukur menggunakan Spektrofotometri Visible

pada panjang gelombang 480 nm berdasarkan literatur. Setelah melakukan

verifikasi maka dilakukan preparasi sampel yang akan diuji, setelah itu dilakukan

uji kualitatif dan uji kuantitatif. Penentuan zat besi dari sampel dapat dihitung dari

persamaan regresi linier yang dihasilkan dari kurva kalibrasi.

19
BAB III
ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan yaitu Spektrofotometer Uv-Vis, kuvet, timbangan

analitik, cawan krus, kompor listrik, tanur, labu ukur 50 mL, labu ukur 10 mL,

labu 25 mL, beker glass, gelas ukur 100 mL, tabung reaksi, mikropipet, dan pipet

tetes.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah tepung terigu, kristal besi (II) ammonium

sulfat, kalium persulfat jenuh, kalium tiosianat 3N, asam sulfat pekat, kalium

permanganat pekat, kalium heksasianoferat (II), amonium tiosianat, dan aquades.

20
BAB IV
PENELITIAN

4.1 Pengumpulan Sampel

Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah tepung terigu tanpa

merek dan yang bermerek yang beredar di pasar Ciawitali kota Garut. Total

sempel terdiri dari 5 tepung tanpa merek dan 2 tepung yang bermerek.

4.2 Pembuatan Larutan Baku Besi

Larutan baku besi disiapkan dengan melarutkan 0,702 gram kristal besi (II)

ammonium sulfat dalam 100 mL aquades. Larutan tersebut ditambahkan 5 mL

asam sulfat pekat dan kalium permanganat pekat tetes demi tetes sampai

menghasilkan warna yang tetap. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam labu

ukur 1 L dan larutan diencerkan sampai tanda batas. Larutan ini mengandung besi

dengan konsentrasi 0,1 mg/mL ion feri.

4.2.1 Penetapan Panjang Gelombang

Penentuan Panjang gelombang zat besi dapat dilakukan dengan

memasukan 1 mL larutan besi ditambahkan dengan 0,5 mL asam sulfat

pekat, 1 mL kalium persulfat, 2 mL kalium tiosianat dan aquades sampai

tanda batas dalam labu ukur 50 mL. Diukur pada panjang gelombang

480 nm dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Blanko pada analisis ini sama

seperti pengukuran panjang gelombang, tetapi larutan besi tidak perlu

ditambahkan lagi.

21
22

4.2.2 Penetapan Waktu Operasional (Operating Time)

Waktu operasional atau operating time merupakan waktu yang

dibutuhkan suatu senyawa untuk bereaksi dengan senyawa lain sampai

terbentuk senyawa produk yang stabil. Kestabilan senyawa produk diketahui

dengan mengamati absorbansi zat besi yang digunakan mulai dari senyawa

berubah warna sampai tercapai serapan yang stabil saat diukur dengan

Spektrofotometri Visible.

4.3 Preparasi Sampel

Preparasi sampel dilakukan dengan metode destruksi kering. Sebanyak

10 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan krus. Sampel tersebut

kemudian diarangkan dengan cara dipanaskan dengan kompor listrik. Setelah

menjadi arang, sampel diabukan dalam alat pengabuan selama 48 jam dengan

suhu 500°C. Setelah menjadi abu, sampel tersebut diencerkan dalam labu ukur

10 mL.

4.4 Uji Kualitatif

4.4.1 Uji Dengan Larutan Kalium Heksasianoferat (II)

Larutan sampel hasil destruksi dimasukkan sebanyak 2 mL ke dalam

tabung reaksi. Kemudian ke dalam tabung reaksi ditambahkan 10 tetes

kalium heksasianoferat (II). Jika sampel positif mengandung zat besi maka

akan dihasilkan larutan berwarna biru tua.


23

4.4.2 Uji Dengan Larutan Amonium Tiosianat

Larutan sampel hasil destruksi dimasukkan sebanyak 2 mL ke dalam

tabung reaksi. Kemudian ke dalam tabung reaksi ditambahkan 3 tetes

amonium tiosianat. Jika sampel positif mengandung zat besi maka akan

dihasilkan larutan berwarna merah.

4.5 Analisis Kadar Sampel

Abu yang sudah diencerkan diambil sebanyak 2.5 mL dan dimasukkan ke

dalam labu ukur 25 mL. Sampel tersebut kemudian ditambahkan dengan 0,5 mL

asam sulfat pekat, 1 mL kalium persulfat, 2 mL kalium tiosianat dan aquades

sampai tanda batas. Sampel diukur pada panjang gelombang 480 nm dengan

pengulangan sebanyak 3 kali.

4.6 Verifikasi Metode Analisis

4.6.1 Pembuatan Kurva Baku

Larutan baku besi diambil sebanyak 1, 1.5, 2.0, 2.5, 3.0, dan 3.5 mL,

kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL.

Ditambahkan 0.5 mL asam sulfat pekat, 1 mL kalium persulfat, 2 mL

kalium tiosianat dan diencerkan sampai tanda batas dengan aquades. Diukur

pada panjang gelombang 480 nm. Kurva baku dibuat dengan

menghubungkan antara konsentrasi akhir larutan baku besi (x) dengan

absorbansinya (y).
24

4.6.2 Uji Akurasi

Akurasi atau persen perolehan kembali ditentukan dengan cara

menghitung :

% Recovery = x 100%

Keterangan : C = konsentrasi hasil hitung (konsentrasi awal)


C* = konsentrasi hasil ukur (konsentrasi setelah diukur)
4.6.3 Uji Presisi

Uji presisi (keseksamaan) ditentukan dengan menghitung :

i) Harga konsentrasi rata-rata

Harga konsentrasi rata-rata dapat dihitung melalui persamaan berikut :

Keterangan : = Rata-rata konsentrasi


X = Konsentrasi sampel
n = Jumlah sampel
ii) Nilai SD (Standar Deviasi)

Untuk menghitung standar deviasi dapat digunakan persamaan :


∑ ∑

Keterangan : SD = Standar Deviasi


n = Jumlah sampel
x = Konsentrasi sampel
iii) Nilai RSD (Relatif Standar Deviasi)

RSD = x 100%

Keterangan : RSD = Relative Standar Deviation.


SD = Standar Deviasi
x = Kadar rata-rata zat besi
25

iv) Ketelitian alat

100% -

Keterangan : SD = Standar Deviasi


= Kadar rata-rata zat besi
4.6.4 Linearitas

Pengujian linearitas secara matematik melalui persamaan garis lurus

dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi

analit dengan persamaan rumus y = bx + a.

4.6.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi

Batas deteksi dan batas kuantifikasi dapat dihitung dari data

pembuatan kurva kalibrasi. LOD dan LOQ dihitung dengan menggunakan

rumus :

Batas Deteksi (LOD) = 3 S ⁄ + a

Batas Kuantitas (LOQ) = 10 S ⁄ + a

Keterangan : S ⁄ = Batas simpangan baku

b = b pada persamaan garis y = bx + a


4.7.1 Teknik Analisis Data

Penentuan kadar zat besi dalam sampel dengan cara mensubtitusikan

absorbansi sampel kedalam persamaan garis regresi linear y = bx + a yang

diperoleh dari larutan standar. Analisis zat besi dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :
26

konsentrasi Fe = y x Fp

Keterangan : x = Konsentrasi Sampel

Fp = Faktor Pengenceran
DAFTAR PUSTAKA

1. Tarwotjo C., 2009, Dasar-dasar Gizi Kuliner, Grasindo, Jakarta.

2. Rini Annisa, 2018, Konsumsi Tepung Terigu Bakal Naik 5%, Industri
Bisnis, Jakarta.

3. SNI-01-3751-2006, 2006, Tepung Gandum Sebagai Bahan Makanan,


Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

4. Departemen Kesehatan R.I., 2001, Program Penanggulangan Anemia


Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS); (Safe Motherhood Project: A
Partnership and Family Approach), Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.

5. Wahyuni, 2004, Anemia Defisien Besi Pada Balita, Bagian Ilmu


Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Pencegahan/Ilmu Kedokteran
Komunitas, Fakultas Kedokteran USU, Medan, Hlm 2-6.

6. Maria Sanni, 2009, Penentuan Kadar Logam Besi (Fe) Dalam Tepung
Gandum Dengan Cara Destruksi Basah Dan Kering Dengan
Spektrofotometri Serapan Atom Sesuai Standar Nasional Indonesia
(SNI) 01-3751-2006, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan
Alam Universitas Sumatra Utara, Medan.

7. Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan.


PT Dian. Rakyat, Jakarta.

8. Azizah Norma N, dkk, 2014, Penentuan Kadar Besi Dalam Tablet


Multivitamin Menggunakan Metode Spektrofotometri Serapan Atom

27
28

Dan Uv-Vis, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Institut Pertanian Bogor, Bogor.

9. Simanjuntak Tiurma P T., 2014, Komponen Gizi Dan Terapi Pangan Ala
Papua, Deepublish, Yogjakarta, Hlm 7.
10. Saprianto Cahyo, Diana Hidayati, 2006, Bahan Tambahan Pangan,
Penerbit Kanisius, Yogjakarta, Hlm 12-13.

11. Handayani Susiasih, Wibowo R. Adie, 2014, Koleksi Resep Kue Kering,
Kawan Pustaka, Jakarta, Hlm 6.

12. Mann Jim, A Stewart Truswell, 2016, Ilmu Gizi (Essentials of Human
Nutrition) Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta, Hlm 147, 151.

13. Yenrina Rina, 2015, Metode Analisis Bahan Pangan Dan Komponen
Bioaktif, Andalas University Press, Padang, Hlm 12-13, 21-22.

14. Abdul Rohman, 2013, Analisis Komponen Makanan, Graha Ilmu,


Yogyakarta, Hlm, 204.

15. Harmita, 2004, “Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara


Perhitungannya”, ISSN : 1693-9883, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 1,
No.3, Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok, Hlm 117-118, 123, 128-131.

16. Annur Hijroh R., 2015, Pengujian Kadar Zat Besi Keju Nabati Kacang
Tunggak (Vigna unguiculata (L) Walp) Untuk Mengembangkan
Potensi Lokal, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam negeri Walisongo, Semarang.
LAMPIRAN 1

ALUR PENELITIAN

Pengumpulan sampel tepung terigu

Pembuatan pereaksi & larutan induk besi

Penentuan gelombang maksimum dan operating time

Verifikasi metode

Preparasi sampel

Uji kualitatif

Analisis kadar zat besi

Gambar I.1 Bagan alur penelitian

29
30

LAMPIRAN 2

PEMBUATAN LARUTAN BAKU BESI (FE)

Besi (II) Ammonium Sulfat

Timbang sebanyak 0,702 gram

Larutkan dengan aquades 100 ml

Tambahkan H2SO4 pekat 5 ml

Tambahkan KMnO4 pekat sampai menghasilkan warna tetap

Pindahkan kedalam labu ukur 1 L

Encerkan sampai tanda batas

Gambar I.2 Bagan pembuatan larutan baku Besi (Fe)


31

LAMPIRAN 3

PEMBUATAN LARUTAN PEREAKSI

I. Kalium Persulfat Jenuh (K2S2O8)

Timbang 7 gram Kalium Persulfat (K2S2O8)

Larutkan dengan aquades 100 ml

Simpan dalam lemari es

Kocok sebelum digunakan.

II. Kalium Tiosianat 3N (KSCN)

Timbang Kalium Tiosianat (KSCN) 146 gram

Larutkan dengan 500 ml aquades

Tambahkan aseton 20 ml

Gambar I.3 Bagan pembuatan larutan pereaksi


32

LAMPIRAN 4

PEMBUATAN LARUTAN UJI KUALITATIF

I. Kalium Heksasianoferat (II) K4[Fe(CN)6]

Timbang 10 gram K4[Fe(CN)6]

Masukan ke dalam beker glass

Tambahkan aquades 100 ml

II. Amonium Tiosianat (NH4SCN)

Timbang 8 gram NH4SCN

Masukan ke dalam beker glass

Tambahkan aquades 100 ml

Gambar I.4 Bagan pembuatan larutan uji kualitatif


33

LAMPIRAN 5

PREPARASI SAMPEL

Timbang 10 gram tepung dalam cawan krus

Panaskan diatas kompor listrik sampai menjadi arang

Masukan kedalam tanur dengan suhu 500°C

Biarkan dalam tanur selama kurang lebih 48 jam

Dinginkan dalam desikator

Abu hasil destruksi diencerkan dengan air panas dalam labu 10 ml

Gambar I.5 Bagan preparasi sampel


34

LAMPIRAN 6

ANALISIS ZAT BESI

Siapkan labu ukur 25 ml

Masukan 2.5 ml abu hasil destruksi yang telah dilarutkan

Tambahkan H2SO4 pekat 0.5 ml

Tambahkan 1 ml K2S2O8 jenuh

Tambahkan 2 ml KSCN 3N

Tambahkan aquades sampai tanda batas

Kocok larutan

Masukan dalam kuvet dengan pipet tetes

Ukur dengan Spektrofotometer visible

Gambar I.6 Bagan analisis zat Besi

Anda mungkin juga menyukai