Beberapa penelitian dalam pengembangan MIP memerlukan hingga belasan polimer berbeda
yang harus dilakukan untuk dapat memperoleh komposisi komponen penyusun polimer yang
tepat yang menghasilkan MIP dengan kinerja yang baik(Chen et al. 2000; Arabzadeh and
Abdouss 2010; Scorrano et al. 2011). Dengan banyaknya monomer fungsional yang tersedia,
jelas diperlukan metode yang lebih rasional untuk optimasi dan desain MIP dengan kinerja
yang optimal. Pengadopsian metode komputasi dalam desain MIP telah banyak menghasilkan
pembuatan polimer dengan afinitas tinggi secara efisien dengan desain yang rasional (Ma et
al. 2015; Hammam et al. 2019; Ahmadi, Yawari, and Nikbakht 2014; Li et al. 2016; Paredes-
Ramos et al. 2019). Desain MIP dengan menggunakan metode komputasi mengurangi
penggunaan sumber daya baik waktu, reagen dan pelarut yang dibutuhkan selama optimasi.
Metode komputasi yang digunakan berkisar mulai simulasi mekanika kuantum, mekanika
molekular hingga dinamika molekular. Sejauh ini belum ada review yang secara sistematik
memperlihatkan metode komputasi mana yang lebih efektif untuk desain MIP, apakah lebih
baik melibatkan salah satu metode atau kombinasi dari beberapa metode komputasi. Review
ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas berbagai metode komputasi dalam desain MIP
secara rasional, terutama perbandingan metode mekanika quantum, mekanika molekular dan
dinamika molekular.
Metode mekanika kuantum atau metode struktur elektronik merupakan metode yang paling
banyak digunakan untuk desain dan evaluasi MIP (Maciejewska 2009). Metode ini meliputi
pendekatan semi empiris, ab initio dan strategi kerapatan fungsional (DFT). Metode ini
memilki keunggulan daripada metode molekular mekanik maupun molekular dinamik yaitu
dapat menjabarkan struktur elektronik dari sistem sehingga lebih baik dalam menggambarkan
interaksi non kovalen yang terjadi antara molekul cetakan dengan monomer fungsional
(Gholivand and Khodadadian 2011). Pada sebagian besar penelitian, metode ini digunakan
untuk menggambarkan interaksi yang terjadi pada campuran pra-polimerisasi yang bertujuan
untuk menyelidiki interaksi antara molekul cetakan dan monomer fungsional (Barros,
Custodio, and Rath 2016), serta untuk evaluasi pengenalan dan penambatan kembali molekul
tersebut meliputi penelitian yang dilakukan oleh Fu et al. (2003) untuk membuat fase diam
kolom KCKT untuk analisis nilvadipin menggunakan pendekatan semi empiris AM1 untuk
menentukan monomer fungsional dengan interaksi terkuat dengan molekul cetakan sehingga
terpilih 4-Vp dengan energi interaksi -1,9 kcal dengan jarak NH molekul nilvadipin dengan
N molekul 4-Vp sebesar 2,5Å. Selanjutnya dibuat MIP dan dikemas dalam kolom KCKT
kemudian diperiksa kinerja kolom tersebut dengan membandingkan polimer yang terbuat dari
monomer fungsional MAA, TFMAA dan 4-Vp, diperoleh faktor retensi masing-masing
sebesar 10,1;11 dan 24,5 sehingga terlihat bahwa nilvadipin tertambat lebih lama dalam
kolom dibandingkan yang lain sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil komputasi
Pendekatan semi empiris AM1 juga digunakan dalam penelitian (Holdsworth et al. 2005)
untuk menentukan monomer fungsional terbaik untuk pembuatan MIP kokain. Perhitungan
komputasi menunjukkan bahwa kompleks kokain base-MAA memiliki energi interaksi
sebesar -9 kcal/mol lebih besar daripada kompleks kokain base-4VP yaitu -3 kcal/mol. Uji
binding terhadap polimer menunjukan bahwa kadar kokain base yang teradsorpsi dalam
polimer MIP MAA lebih besar dari pada MIP 4VP yaitu masing-masing 1,27 dan 0,48 ppm.
Hal ini menunjukkan perhitungan komputasi sesuai dengan eksperimen.
Pendekatan semi empiris AM1 juga digunakan oleh (Baggiani et al. 2005) dalam mencari
monomer fungsional yang berpotensi untuk membentuk kompleks dengan N,O-
dibenzylcarbamate dari perhitungan komputasi diperoleh tiga monomer terbaik yaitu
akrilamid (AM), asam metakrilat (MAA) dan asam akrilat (AA) dengan nilai ΔH masing-
masing sebesar 9.70; 9.47; 8.39 kcal/mol. Selanjutnya untuk memverifikasi hasil perhitungan
semiempiris tersebut maka disintesis polimer dengan monomer tersebut kemudian diperiksa
persen adsorpsi dari masing-masing polimer diperoleh persen adsorspi untuk MAA sebesar
55%, AM 48% dan AA 22% dibandingkan monomer lain yaitu 2-hydroxyethylmethacrylate
(HEMA), 4-vinylpyridine (4-VP) dan N,N-dimethylaminoethyl methacrylate (DMAEM)
masing-masing sebesar 25%, 13% dan 12%. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian urutan
hasil simulasi komputasi dengan uji persen adsorpsi.
Pendekatan semi empiris AM1 juga digunakan dalam penelitian (Ishak et al. 2017) untuk
menentukan monomer terbaik pada pengembangan MIP untuk deteksi ion nitrat. Disini
peneliti memperoleh alil tiourea sebagai monomer dengan energi interaksi terbesar terhadap
natrium nitrat sebagai molekul cetakan dengan rasio 1:4 yaitu sebesar−112.53 kcal/mol.
Selanjutnya disintesis polimer dengan 4 monomer fungsional berbeda yaitu akrilamid (AM),
asam akrilat (AA), asam metakrilat (AAM) dan allil tiourea (AT) hasilnya diperoleh
koefisien distribusi dan imprinting faktor MIP dengan monomer AT memiliki nilai yang
paling tinggi yaitu 198.70 ml/g dan 1.22. Hal ini menunjukkan hasil komputasi relevan
dengan hasil eksperimen.
Penelitian yang dilakukan oleh (Wang et al. 2013) tentang monosulfuron untuk membuat fase
diam pada kromatografi menggunakan pendekatan komputasi semi empiris PM3 untuk
memperoleh monomer fungsional terbaik diperoleh akrilamid dengan energi ikatan sebesar
-2,16 kcal/mol. Selanjutnya pada uji eksperimen diperoleh faktor retensi sebesar 10,6 untuk
monosulfuron lebih tinggi daripada struktur analognya yaitu chlorsulfuron, metsulfuron metal
dan monomsulfuron ester masing-masing sebesar 8,2; 7,0 dan 6,3. Hal ini menunjukan
polimer yang dibuat memiliki selektifitas yang tinggi.
Pendekatan semi empiris PM3 digunakan juga dalam penelitian (Krishnan et al. 2019) untuk
mencari monomer fungsional yang membentuk kompleks paling stabil dengan
Andrographolide sebagai cetakan. Dari perhitungan komputasi diperoleh asam metakrilat
sebagai monomer terpilih dengan nilai perubahan energi bebas gibbs sebesar -284.58
kcal/mol. Pada uji eksperimen diperoleh kapasitas adsorpsi sebesar 149.59 μg/g.
Pendekatan semi empiris lain selain PM3 yaitu PM6 digunakan dalam penelitian (Marestoni
et al. 2016) untuk mencari monomer fungsional terbaik pada MIP dengan ciprofloksasin
sebagai cetakan sehingga terpilih tiga monomer terbaik yaitu akrilamid, asam akrilat dan 1-
vinil imidazole dengan energi. Dari uji rebinding diperoleh hasil kapasitas adsorpsi
maksimum masing-masing sebesar 282.0, 223.8 and 202.5 µmol g−1 sehingga hasil simulasi
berkorelasi dengan eksperimen.
Metode kuantum mekanik selain semi empiris yaitu ab initio digunakan dalam penelitian
(Saad et al. 2015) tentang Chicoric Acid menggunakan Hartree-Fock dengan set basis (6-31G
(d)) untuk mencari rasio monomer fungsional:cetakan dengan monomer yang digunakan 4-
vinyl piridin. Diperoleh perbandingan 1:4 dengan energi ikatan -133.9005 kJmol-1. Uji
eksperimen menunjukan kapasitas adsorpsi sebesar 12,41 µmol/g jauh lebih tinggi dari pada
analog strukturalnya asam kafeat, asam katarat dan asam klorogenat yaitu 1,5; 1,4 dan
1,017µmol/g.
Metode mekanika kuantum dengan pendekatan ab initio digunakan dalam penelitian yang
dilakukan oleh(Tadi and Motghare 2013) untuk mengidentifikasi monomer fungsional yang
menunjukkan interaksi yang kuat dengan pindolol (PDL), disini peneliti menggunakan
Hartree-Fock (HF) dengan set basis 6-31G(d) untuk optimasi geometri selanjutnya
perhitungan energi interaksi dilakukan dengan DFT B3LYP/6-31G (d) kemudian dikoreksi
dengan basis set superposition error (BSSE) sehingga diperoleh tiga monomer terbaik yaitu
asam itakonat (IA), 4-vinil pyridine (4VP) dan akrilonitril (AN) dengan energi interaksi
masing-masing sebesar -16.8486, -12.0545 dan -11.2701 kcal/mol . Selanjutnya pada uji
binding terhadap polimer yang disintesis diperoleh Imprinting Factor (IF) untuk polimer yang
disintesis dengan monomer IA, 4VP dan AN masing-masing sebesar 2,27;1,89 dan 1,12. Hal
ini menunjukkan hasil simulasi bersesuaian dengan hasil eksperimen.
Pendekatan HF/6-31G(d) juga digunakan oleh (Saad et al. 2015) untuk mencari rasio terbaik
antara monomer fungsional dengan asam chikorat (Chicoric Acid) sebagai molekul cetakan.
Dari komputasi diperoleh rasio 1:4 dengan 4-vinil piridin (4Vp) sebagai monomer merupakan
rasio terbaik. Perhitungan energi interaksi dilakukan dengan memasukan efek pelarut
menggunakan pendekatan PCM (Polarizable Contiunum Model) sehingga diperoleh energi
interaksi sebesar -94.25545 kJmol-1 dalam pelarut DMSO. Selanjutnya pada polimer yang
disintesis menggunakan monomer 4vp dibandingkan dengan polimer yang menggunakan
asam metakrilat (MAA) sebagai monomer. Dari uji rebinding diperoleh IF polimer dengan
monomer 4VP lebih baik daripada MAA yaitu sebesar 1,41 dengan menggunakan rasio yang
sama.
Pendekatan HF juga digunakan dalam penelitian (He et al. 2014) untuk mencari monomer
fungsional terbaik dalam interaksi dengan baicalein. Dari hasil perhitungan diperoleh asam
akrilat yang memiliki energi interaksi tertinggi dibandingkan monomer lain yaitu vinil asam
benzoat dan 4-vinil piridin dengan energi interaksi masing-masing -51.456, -40.161 dan
-22.590 kJ/mol. Selanjutnya polimer dengan menggunakan ketiga monomer itu disentesis dan
diuji kapasitas adsorpsi (Q) diperoleh nilai yang lebih besar untuk polimer dengan asam
akrilat dibandingkan polimer lain yaitu 76.06, 52.36, 34.36 µmol/gram. Untuk nilai
imprinting faktor masing-masing diperoleh 2.31, 1.66 dan 1.28. Hal ini menunjukkan bahwa
hasil perhitungan komputasi sesuai dengan hasil eksperimen
Peneliti lain menggabungkan pendekatan semi empiris ini dengan pendekatan lain yang
masih termasuk kedalam metode mekanika kuantum yaitu DFT dengan tujuan untuk
memperoleh hasil perhitungan yang lebih akurat dengan kebutuhan waktu untuk optimasi
geometri yang lebih singkat. Salah satu dari penelitian ini adalah penelitian dari Gholivand
dan Khodadadian (2011) tentang methocarbamol untuk membuat MISPE dengan optimasi
pemilihan monomer fungsional menggunakan metode semi empiris PM3 untuk optimasi
geometri dilanjutkan dengan metode DFT B3LYP/6-31G (d,p) untuk perhitungan energi
monomer fungsional terbaik dengan energi interaksi sebesar -167,6925 kJ/mol. Selanjutnya
disintesis polimer dengan tiga monomer fungsional berbeda yaitu: asam akrilat (AA),
isotherm diperoleh hasil polimer dengan monomer AA memiliki total number of binding site
(Nt) sebesar 478µmol/g lebih tinggi dari polimer dengan HEMAA dan ALAM dengan Nt
masing-masing 355,5 dan 98,60 µmol/g. Hal ini menunjukan bahwa hasil simulasi
Metode mekanika kuantum yang paling banyak digunakan untuk desain MIP adalah
pendekatan DFT ini terlihat dari banyaknya publikasi MIP dengan optimasi menggunkana
pendekatan tersebut (Ktari, Fourati, Zerrouki, and Seydou 2015; Ktari, Fourati, Zerrouki,
Ruan, et al. 2015; Riahi et al. 2009; Manickam et al. 2017; Dong et al. 2005; Zhang, Fan, and
Zhao 2018a; Pietrzyk-Le et al. 2009; Zhang, Fan, and Zhao 2018b; Huang and Zhu 2015).
Berikut adalah beberapa penelitian pengembangan MIP dengan pendekatan tersebut yaitu:
penelitian yang dilakukan oleh(Dong et al. 2005) untuk membuat MIP teofilin (THO), disini
peneliti menggunakan pendekatan DFT dengan level B3LYP/6-31+G**//B3LYP/3-21G
untuk menghitung interaksi antara monomer fungsional dengan molekul cetakan sehingga
diperoleh monomer terbaik dengan energi interaksi tertinggi. Dari perhitungan komputasi
diperoleh tiga monomer terbaik yaitu2-trifluorometil asam akrilat (TFMAA), asam metakrilat
(MAA) dan akrilamid (AA) dengan energi interaksi masing-masing -141.12970, 116.38410
dan 93.73455 kJ mol-1. Selanjutnya untuk memverifikasi hasil perhitungan komputasi maka
disintesis polimer dengan monomer-monomer tersebut, kemudian dilakukan uji rebinding
terhadap polimer tersebut sehingga diperoleh koefisien distribusi (K D) dan Imprinting factor
(α) untuk polimer dengan menggunakan monomer TFMAA, MAA dan AA masing-masing
sebesar dengan KD =36.9583, 32.9404 dan 17.7336 µmol g-1 dan α=4.2466, 3.3197, 1.3910.
Sehingga dapat disimpulkan hasil perhitungan komputasi berkorelasi dengan hasil
eksperimen.
Selanjutnya (Dong et al. 2007) menggunakan pendekatan DFT untuk memeriksa pengaruh
pelarut terhadap selektifitas adsoprsi MIP dengan molekul cetakan teofilin (THO). Disini
peneliti menggunakan pendekatan DFT pada level B3LYP/6-31+G** untuk menghitung
energi interaksi antara 3 pelarut yang paling sering digunakan dalam sintesis MIP yaitu
kloroform, tetrahydrofuran (THF) dan dimetilsulfoksida (DMSO). Dari hasil pendekatan
tersebut diperoleh hasil bahwa kloroform memiliki energi interaksi yang paling kecil
sementara DMSO menunjukan kebalikannya yaitu -45.89794 dan -65.24105 kJ mol-1 .
Selanjutnya untuk memverifikasi hasil komputasi disintesis polimer dengan molekul cetakan
THO, monomer asam metakrilat (MAA) dalam tiga pelarut tersebut. Diperoleh hasil
imprinting factor polimer dengan pelarut kloroform lebih tinggi daripada yang lain yaitu
sebesar 3.3197 sementara THF dan DMSO masing-masing adalah 1.1076 dan 1.0533. Hal ini
menunjukkan hasil simulasi selaras dengan hasil eksperimen.
Pendekatan DFT B3LYP/6-31G(d) juga digunakan dalam penelitian (Pardeshi et al. 2012)
untuk mendesain MIP dengan molekul cetakan asam galat. Disini peneliti menggunakan DFT
untuk memperoleh monomer fungsional terbaik dengan energi interaksi tertinggi sehingga
diperoleh asam akrilat sebagai monomer fungsional terbaik dengan ΔG=−21.2 kcal mol -1.
Selanjutnya pada uji eksperimen diperoleh nilai imprinting factor untuk polimer dengan
menggunakan monomer fungsional sebesar 5,28, lebih tinggi dari pada polimer lain yang
menggunakan akrilamid, 4-VP dan Asam metakrilat. Hal ini menujukan kesesuaian hasil
perhitungan dengan hasil eksperimen.
Keterbatasan utama dari penggunaan metode mekanika molekular dalam system MIP adalah
kesulitan dalam menangani molekul dalam jumlah besar yang diperlukan untuk memperoleh
gambaran yang komprehensif system pra polimerisasi. Salah satu masalah pada metode ini
adalah tidak dilibatkannya efek pelarut dalam perhitungan, hal ini karena keterlibatan
molekul pelarut dalam jumlah yang sesuai nyatanya pada polimerisasi membuat perhitungan
semakin lama dan tidak praktis(O’Mahony et al. 2007). Namun demikian metode
Polimersable Continum Model (PCM) memungkinkan untuk melibatkan efek pelarut tanpa
menambahkan molekul pelarut secara eksplisit yaitu melalui parameter konstanta
dielektrikum (Kd) dari pelarut tersebut (Ahmadi, Ahmadi, and Rahimi-Nasrabadi 2011).
Pada beberapa penelitian, selain optimasi monomer fungsional dan rasio monomer
hasil simulasi pra-polimerisasi yang lebih akurat. Diantara penelitian tersebut adalah
penelitian yang dilakukan Barros dan Rath (2016) untuk membuat MIP Hidroklortiazid
dengan optimasi pemilihan monomer fungsional dan pelarut porogen menggunakan metode
Continum Model) dari simulasi diperoleh akrilamid sebagai monomer terpilih dan THF
sebagai pelarut dengan ΔG = -2727,8 kj/mol. Selanjutnya hasil prediksi teoritis dikonvirmasi
melalui sintesis MIP dalam pelarut THF atau DMSO. Hasil sintesis kemudian diperiksa performa
analisisnya melalui uji rebinding, Hasil pengujian memperlihatkan nilai konstanta distribusi (Kd)
sebesar 217,2 ml/g dengan IF8,0 di pelarut THF dan Kd 123,8 ml/g IF2,8 di pelarut DMSO . Dengan
2. Molekular Mekanik
Metode molekular mekanik digunakan dalam penelitian (Sobiech 2014) untuk memperoleh
monomer fungsional yang menunjukan interaksi terbaik dengan cetakan vorikonazol. Disini
simulasi pembentukan kompleks menggunakan CHARMM force field dalam software
Discovery studio3.1, dimana kompleks terdiri dari molekul cetakan, monomer fungsional dan
monomer taut silang. Hasil komputasi menunjukan isopropenylbenzene sebagai monomer
terbaik dilihat dari nilai energi kompleks yang diperoleh yaitu sebesar -199,43 kcal/mol lebih
besar dari monomer yang lain yaitu trifuoromethacrylic acid, asam metakrilat, asam akrilat,
allilamin, 4-vinil piridin, 1-vinil imidazole, 2-hidroksi etil metakrilat dengan energi kompleks
masing-masing sebesar -193,36; -189,25; -189,08;-185,63; 184,80;182,71;181,84 kcal/mol.
Selanjutnya uji eksperimental dilakukan terhadap polimer yang disintesis, sehingga diperoleh
kapasitas adsorpsi untuk polimer dengan monomer isopropenylbenzen sebesar 0.333µmolg -1
lebih besar dari polimer yang disintesis dengan monomer lain yaitu sebesar 0.295;
0.273;0.258;0.236;0.207;0.198 dan 0.197 µmolg-1
Metode molekular mekanik lain digunakan oleh (Kehinde et al. 2015) untuk memperoleh
monomer fungsional terbaik untuk dapat membetuk interaksi stabil dengan
3. Molecular Dinamik
Penelitian oleh (Hou et al. 2014) untuk mencari monomer fungsional terbaik pada interaksi
dengan timopentin (TP5). Disini peneliti menggunakan simulasi dengan material studio untuk
menentukan monomer fungsional terbaik dengan energi interaksi tertinggi, sehingga
diperoleh 2-methylacrylamide (MAC) sebagai monomer terbaik dibandingkan 4 monomer
lain yaitu: IA, 4-VP,MAA dan AM. Selanjutnya dari MIP menggunakan monomer MAC
disintesis dengan metode surface molecular imprinting dengan PMAA/SiO2 sebagai vector.
Hasil uji eksperimental menunjukan TP5-MIP menunjukkan nilai adsorpsi maksimal (Q mak )
= 27,74 mg/g kapasitas adsorpsi TP5-MIP lebih baik daripada PMAA/SiO 2. % Recoveri TP5-
MIP 84,37% sedangkan PMAA/SiO2 sebesar 24,16% dengan faktor selektifitas α sebesar
2.343. Hal ini menunjukkan korelasi simulasi md dengan eksperimen
Gambar 1: Skema desain MIP dengan perhitungan Mekanika Quantum
Gambar 2: Skema desain MIP dengan kombinasi QM dan MD
No Pendekatan Metode Tujuan penelitian Template Monomer Hasil Hasil wetlab Ref
fungsional komputasi
1 Semi empiris AM1 Pemilihan Nilvadipin 4-Vinil piridin ΔH=-1,9 kcal Retention (Fu et al.,
monomer mol-1 factor=24,5 2003)
fungsional
2. Semi empiris AM1 Pemilihan kokain Asam metakrilat ΔE= -6 kcal Kadar (Holdsworth
monomer (MAA) mol-1 adsorpsi=1,27 et al., 2005)
fungsional ppm
3 Semi empiris AM1 Pemilihan N,O- Akrilamid (AM) ΔH= -9,70 Persen adsorpsi (Baggiani et
monomer dibenzylcarbamate kcal mol-1 AM lebih kecil al., 2005)
fungsional dari MAA
4 Semi empiris AM1 Pemilihan Natrium nitrat Alil tiourea (AT) ΔE= −112.53 Koefisien (Ishak et al.,
monomer kcal mol-1 distribusi=198.7 2017)
fungsional 0 ml/g
Imprinting
factor= 1,22
5 Semi empiris PM3 Pemilihan monosulfuron akrilamid ΔE= 2.16 Faktor retensi= (Wang et al.,
monomer kcal mol-1 8,2 2013)
fungsional terbaik
6. Semi empiris PM3 Pemilihan andrographolid Asam metakrilat ΔG= -284 Kapasitas (Krishnan et
monomer kcal mol-1 adsorpsi al., 2019)
fungsional terbaik (q)=149.59 µg/g
7 Semi empiris PM6 Pemilihan ciprofloksasin akrilamid ΔE=110 kJ Kapasitas (Marestoni et
monomer mol-1 adsorpsi= 282 al., 2016)
fungsional terbaik µmol g-1
8 Ab initio HF/6-31 Rasio monomer Asam Chicorat 4-vinil piridin ΔE=133.9005 Kapasitas (Saad et al.,
G (d) fungsional:cetaka 1:4 kJ mol- adsorpsi = 2015)
n 12,41µmol/g
9 Ab inito HF/6-31 G Pemilihan pindolol Asam itakonat ΔE= IF=2,27 (Tadi &
(d) monomer -16.8486 kcal Motghare,
fungsional terbaik mol-1 2013)
10 Ab inito HF/6-31 G Rasio monomer Asam chikorat Vinil piridin ΔE=- IF= 1.41 (Saad et al.,
(d) fungsional- 1:4 94.25545 kJ 2015)
cetakan DMSO mol-1
PCM Dan pelarut
11 Ab inito HF/6-31 G Pemilihan baicalein Asam akrilat ΔE=- Q=76.06 (He et al.,
(d) monomer 51,456kJ mol- µmol/gram 2014)
1
fungsional terbaik IF= 2,31
12 PM3 Pemilihan methocarbamol Asam akrilat ΔE=- Total number (Gholivand &
DFT B3LYP/6- monomer 167.6925 kJ binding site Khodadadian,
31G (d,p) fungsional terbaik mol-1 (Nt)=478 µmol/g 2011)
13 DFT B3LYP/6- Pemilihan teofilin 2-trifluorometil ΔE=- Kd=36.9583 (Dong et al.,
31+G**//B3LYP/3 monomer asam akrilat 141.12970 kJ µmol g-1 2005)
-21G fungsional terbaik (TFMAA) mol-1 α= 4,2466
14 DFT B3LYP/6- pelarut teofilin kloroform ΔE=-45.89794 IF= 3.3197 (Dong et al.,
31+G** kJ mol-1 2007)
15 DFT B3LYP/6- Pemilihan Asam galat Asam akrilat ΔG= -21.2 IF=5,28 (Pardeshi et
31G(d) monomer kcal mol-1 al., 2012)
16 B3LYP/6-31G (d) Pemilihan hidroklortiazid Akrilamid ΔG= -2727,8 Kd=217,2 ml/g (Barros et al.,
PCM monomer dan THF kj mol-1 2016)
pelarut
17 MM CHARMM Pemilihan vorikonazol isopropenylbenzen ΔE = -199.43 Q= 0.333 µmol/g (Sobiech,
force field monomer e kcal/mol 2014)
fungsional
18 MD Pemilihan timopentin 2- ΔE = Q mak=27,74 (Hou et al.,
monomer methylacrylamide -46kJ/mol mg/g 2014)
fungsional (MAC)
PUSTAKA