DISUSUN OLEH:
NAMA : ABDI ANUGRAH
NIM : 1954231001
DISUSUN OLEH:
NAMA : ABDI ANUGRAH
NIM : 1954231001
TUGAS AKHIR/SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Mendapatkan
Gelar Sarjana Peternakan (S.Pt.)
i
4.2. Warna .................................................................................................... 25
4.3. Aroma ................................................................................................... 27
4.4. Tekstur .................................................................................................. 29
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 31
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 31
5.2. Saran ..................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 32
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
lahan (Dumont et al., 2014). Faktor tersebut adalah kendala utama yang dihadapi
para peternak ruminansia, baik di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi
ternak ruminansia seperti sapi perah dan sapi potong membutuhkan hijauan
sebanyak 50%-70% dari kebutuhan pakan total, hal ini menyebabkan kebutuhan
pakan dari hijauan sulit untuk terpenuhi (Prima & Mahmud, 2021).
untuk mencari hijauan pakan, karena rumput dan hijauan lain dapat tumbuh
dengan subur, sehingga ketersediaan hijauan cukup melimpah dan mudah untuk
didapatkan (Prima & Mahmud, 2021; Ratnakomala, 2009). Namun, peternak akan
pada musim kemarau, stok pakan hijauan menjadi terbatas. Sehingga, beberapa
peternak akan memanfaatkan hasil sisa tanaman pertanian berupa jerami padi
Libriani, Prasanjaya, & Nurhayu, 2021; Budiari & Suyasa, 2019; Suwignyo et al.,
2016). Kemudian saat terjadi bencana alam, erupsi gunung aktif membuat
1
2
peternak sering menerobos garis batas aman untuk memberi pakan hewan ternak.
(Suwignyo et al., 2016). Tidak hanya itu, pemberian pakat ternak dengan sistem
untuk menanam hijauan (Prima & Mahmud, 2021). Ketersediaan hijauan sebagai
pakan yang tak tentu dan sukar disimpan dalam waktu yang lama akibat terjadi
pakan yang telah diuraikan, terdapat salah satu cara yang dapat digunakan para
peternak untuk selalu mendapatkan hijauan pakan berkualitas di segala musim dan
kondisi, solusi tersebut yaitu dengan cara mengawetkan hijauan melalui proses
ensilase, sehingga didapatkan suatu produk yang dinamakan silase (Prima &
Silase adalah awetan hijauan pakan yang masih segar dan bernutrisi melalui
memadai pada saat gula tanaman difermentasi oleh bakteri asam laktat di dalam
silo tanpa udara (Food and Agriculture Organization of the United Nations, 2012).
musim dingin di daerah beriklim dingin dan beriklim sedang (Ohmomo, Tanaka,
Kitamoto, & Cai, 2002). Penerapan silase terbukti dapat membantu penyediaan
hijauan pakan berkualitas, dan meningkatkan pendapatan peternak Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Prima & Mahmud, 2021; Sholihat et al.,
pada produksi jerami tradisional karena biaya yang lebih rendah dan pengawetan
nilainutrien yang lebih baik (Zhang et al., 2016). Proses fermentasi silase pada
mengurangi polusi dari pada disimpan dalam bentuk jerami. Tujuan dasar dari
ensilase pengawetan hijauan pakan adalah untuk menjaga stok pakan yang dapat
Dalam proses silase, salah satu bahan baku yang dapat digunakan adalah limbah
air yang tinggi, nilai gizi yang rendah, dan serat kasar yang tinggi serta cepat
ekonomis, karena harganya yang murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan
dikarenakan mudah busuk dan voluminous atau bulky. Namun, limbah sayuran
memiliki beberapa kelemahan, antara lain mempunyai kadar air tinggi (91,56%)
menurun.
limbah yang dihasilkan untuk kelompok pasar di Kabupaten Kampar pada tahun
Kehutanan, 2022). Selama ini, semua jenis limbah dari pasar tersebut diangkut
dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), hal ini dikemudian hari akan
menimbulkan masalah jika TPA tersebut penuh. Untuk itu, perlu dipikirkan suatu
inovasi untuk menangani dan mengolah limbah pasar tersebut, karena limbah
berupa bahan organic berpotensi diproses lebih lanjut menjadi campuran subtansi
penghijauan. Maka dari itu, dibutuhkan inokulum silase berupa bakteri asam
laktat pada limbah sayur sebagai aditif untuk menjamin proses fermentasi silase
yang cepat dan efisien, dalam meningkatkan kualitas nutrisi silase (Ratnakomala,
2009). Salah satu inokulum yang dapat digunakan adalah EM4 (Effective
yang berguna, termasuk bakteri asam laktat, bakteri fotosintetik, dan ragi, yang
mendukung proses fermentasi yang bermanfaat (Singh, Vyas, & Wang, 2020).
5
molasses pada limbah sayuran (kol, sawi, kulit jagung) sebanyak 10% dapat
Kualitas Fisik Limbah Sayur yang Difermentasi dengan Dosis Inokulum EM4
yang Berbeda”. Hal ini dilakukan untuk menguji kualitas fisik limbah sayur yang
telah difermentasi dengan dosis inokulum EM4 yang berbeda guna mengevaluasi
inokulum EM4 yang berbeda sebagai substitusi hijauan ditinjau dari uji kualitas
fisik.
menggunakan EM4.
Penambahan dosis inokulum EM4 yang berbeda pada silase limbah sayur
mampu meningkatkan kualitas fisik meliputi pH, warna, aroma, dan tekstur.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah sayur adalah jenis limbah organik yang berasal dari sisa-sisa
sayuran atau bagian-bagian sayuran yang tidak digunakan dalam proses memasak
kulit, daun, batang, atau bagian lain dari sayuran yang biasanya dibuang setelah
merupakan sisa sayur yang terbuang dan tidak layak jual di pasar khususnya pasar
ketersediaannya yang melimpah serta mudah didapatkan. Limbah ini bisa berasal
dari sisa proses pengolahan makanan rumahan maupun hasil pertanian yang
terlihat kurang bersih dan aromanya yang cukup mengganggu (Musiam &
Kumalasari, 2021). Kelebihan limbah sayur antara lain adalah (Anisah, Herliati, &
Widyaningrum, 2014):
7
8
menjadi pupuk organik yang kaya akan nutrisi. Hal ini membantu dalam
fosil.
dengan benar, kita dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang
sampah.
produk yang lebih berguna seperti pupuk organic atau energy alternative
pencemaran lingkungan.
9
diolah dengan baik dapat menghasilkan bau yang tidak sedap dan
pihak. Jika pengumpulan tidak efisien, limbah ini dapat terbuang dengan
sia-sia.
negatifnya dapat diminimalkan. Sumber daya dan teknologi yang tepat dapat
2.2. EM4
bakteri asam laktat, bakteri fotosintetik, dan ragam mikroorganisme lainnya. EM4
Gambar 2. EM4
jenis. Mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam
golongan yang pokok yaitu bakteri foto sintetik, lactobacillus sp, streptomices sp,
ragi (yeast), dan actinomicetes (Meriatna, Suryati, & Fahri, 2018). Kelebihan dari
pertanian.
bahan organik.
2.3. Silase/Fermentasi
Silase adalah teknik pengawetan hijauan yang digunakan dalam pertanian
dan peternakan untuk menjaga kualitas nutrisi dari tanaman hijauan seperti
rumput, jagung, atau legum sebagai pakan ternak. Proses silase melibatkan
sebagai berikut (Food and Agriculture Organization of the United Nations, 2012):
12
1. Komposisi nutrisi pakan silase awet untuk jangka waktu lama (sampai 5
tahun).
2. Tanaman hijauan dapat dipanen pada fase saat tumbuh optimal dan
3. Kerusakan unsur hara yang hilang 30% bahan kering pada produksi
jerami dapat diminimalkan menjadi kurang dari 10% jika dibuat silase.
5. Penggunaan lahan yang lebih baik dengan 2-3 kali panen setiap
tahunnya.
1. Silase tidak menarik untuk sektor bisnis dan pemasaran karena nilainya
sulit ditentukan.
jerami.
ensilase. Kualitas silase ditunjukkan oleh rendahnya kehilangan nilai nutrisi pakan
selama proses fermentasi. Proses ensilase tersebut dikendalikan oleh lima faktor
utama, yaitu: kadar air bahan, ukuran potongan bahan pakan, kedap udara,
kandungan gula bahan, dan jumlah populasi bakteri asam laktat (alami atau
2.4. pH
(Prayitno, Pantaya, & Prasetyo, 2020). Untuk menentukan nilai pH, penggunaan
pH meter digital adalah metode yang umum digunakan. Caranya adalah dengan
Selanjutnya, tambahkan air aquades secukupnya kedalam gelas ukur tersebut, lalu
bentuk angka yang ditunjukkan oleh perangkat tersebut (Sudarmadji, Haryono, &
berdasarkan nilai pH, yaitu sangat baik (pH 3,2-4,2), baik (pH 4,2-4,5), sedang
(pH 4,5-4,8), dan buruk (pH >8) (Sandi, Laconi, Sudarman, Wiryawan, &
menjaga tingkat keasaman (pH sekitar 4), silase dapat disimpan dalam jangka
2.5. Warna
Warna silase adalah salah satu parameter yang digunakan untuk
mengevaluasi kualitas fisik dari silase, dan silase yang memiliki warna yang mirip
kualitas yang superior (Prayitno et al., 2020). Sebagai catatan, ada beberapa faktor
warna, rasa, dan nilai gizinya, sebelum pertimbangan visual terhadap faktor-faktor
Silase yang memiliki kualitas yang baik akan memiliki warna yang
menyerupai warna bahan hijauan asalnya (Suwitary, Suariani, & Yusiastari, 2018).
Warna yang diinginkan untuk silase yang berkualitas adalah berwarna hijau atau
2.6. Aroma
Aroma dalam silase dapat berfungsi sebagai indikator untuk mendeteksi
adanya penyimpangan yang mungkin terjadi selama proses ensilase. Aroma dalam
silase ini umumnya memiliki karakteristik yang asam karena selama proses
banyak kasus, aroma yang dirasakan oleh hidung dan dianalisis oleh otak terdiri
dari kombinasi beberapa unsur utama, termasuk aroma yang harum, asam, tengik,
Secara umum, silase yang berkualitas baik memiliki ciri khas rasa dan
aroma yang asam, tetapi tetap segar dan enak (Siregar, 1996). Aroma silase yang
berkualitas baik akan memiliki karakteristik yang agak asam, tanpa adanya bau
manis, bau ammonia, atau bau H2S, baik dengan atau tanpa penambahan starter.
Aroma asam dalam silase disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat yang aktif
Junjungan, & Ginting, 2008). Dalam proses pembuatan silase, bakteri anaerobik
15
bekerja dengan aktif untuk menghasilkan asam organik yang menghasilkan aroma
asam dalam silase (Herlinae, 2015). Aroma silase yang baik biasanya ditunjukkan
dengan skor 2-3, yang menunjukkan bahwa silase tersebut tidak berbau asam atau
2.7. Tekstur
Silase yang memiliki kualitas yang baik dikenali dengan teksturnya yang
lembut, tidak mengandung lendir, dan bebas dari pertumbuhan jamur. Tekstur dari
silase dapat menjadi lembek ketika kandungan air hijauan yang digunakan dalam
pembuatan silase masih cukup tinggi. Hal ini dapat menghasilkan silase yang
mengandung banyak air, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tekstur dari
pakan yang dihasilkan.Tekstur dari silase dipengaruhi oleh kadar air awal selama
proses fermentasi. Silase yang memiliki kadar air tinggi, lebih dari 80%, akan
memiliki tekstur yang lengket dan lembut. Sebaliknya, silase dengan kadar air
rendah, kurang dari 30%, akan memiliki tekstur yang kering.Silase yang
berkualitas baik akan memiliki tekstur yang jelas, tidak membentuk gumpalan,
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Oktober tahun 2023. Untuk
3.2.1. Bahan
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah limbah sayur yang
3.2.2. Alat
penggiling pakan (grinder), gelas piala 1.000 mL, gelas ukur, gunting,
pisau, cup, tali, plastic cor hitam, ember plastik, spatula, botol plastik 1 L
untuk silo, karet gelang, parang, lakban, kardus, karung, sarung tangan
tulis.
dari 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan ini dilakukan dengan level penggunaan
Pengukuran parameter meliputi kualitas fisik yaitu pH, warna, aroma, dan
tekstur.
yang teduh.
Kriteria panelis adalah mempunyai perhatian dan minat, sehat, tidak dalam
keadaan sakit, tidak buta warna, panelis harus memiliki waktu khusus untuk
19
hari.
silase.
e. Setiap kertas berisi penilaian pH, warna, aroma, dan tekstur dengan
nilai 1 sampai 4.
f. Panelis akan menilai bahan sesuai dengan urutan pada kertas dan
makanan ringan.
2. Penentuan pH
3. Penentuan warna
4. Penentuan aroma
5. Penentuan tekstur
berikut:
Persiapan bahan
(Limbah Sayur, dan EM4)
.
Pengolahan data
keragaman Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Steel & Torrie, 1993). Model
Keterangan:
µ : Rataan umum
i : 1, 2, 3, 4 (perlakuan)
j : 1, 2, 3, 4 (ulangan)
Tabel sidik ragam untuk uji Rancangan Acak Lengkap dapat dilihat
Keterangan:
(Y..)²
Faktor Koreksi (FK) = r.t
Σ𝑌 2
Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) = − FK
𝑟
JKG
Kuadrat Tengah Perlakuan = n−t
KTP
F hitung = KTG
BAB IV
4.1. pH
Rataan pH silase limbah sayur yang difermentasi dengan cairan EM4 dapat
limbah sayur yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 4,53–7,03 dengan nilai
atau buruk karena berada pada nilai > 4,5. Hal ini merujuk pada Tabel 3.1.,
dimana menurut Afriani (2020) Silase dengan kualitas yang baik ditandai dengan
silase berkualias rendah (Afriani, 2020). Sejalan dengan pendapat Prabowo (2013)
yang menyatakan silase dengan kualitas yang sangat baik ditandai dengan pH yang
rendah, yaitu sekitar 3,2–4,2, berkualitas baik jika pH 4,2–4,5, berkualitas sedang
23
24
10% menyebabkan pH silase limbah sayur menurun. Hal ini diduga semakin
menurunkan pH silase sampai pada persentase 10% EM4. Cairan EM4 yang
dengan aktif dalam merombak karbohidrat menjadi asam laktat sehingga asam
laktat dan pH yang dihasilkan juga sama. Pernyataan ini didukung oleh
produksi asam laktat oleh bakteri asam laktat (BAL). Pertumbuhan bakteri asam
laktat akan meningkatkan produksi asam laktat dan mengakibatkan kondisi asam
yang ditandai dengan penurunan pH, sehingga semakin banyak bakteri asam laktat
yang tumbuh maka semakin banyak produksi asam laktat yang dihasilkan sehingga
semakin cepat terjadi penurunan pH dan diperoleh silase dengan kualitas yang baik
4.2. Warna
Rataan warna silase limbah sayur yang difermentasi dengan cairan EM4
sebagai starter memberikan pengaruh terhadap warna silase limbah sayur dengan
3,70 dan P3 sebesar 4,44 (Tabel 4.2.). Hal ini menunjukkan penambahan cairan
EM4 pada silase limbah sayur pada level (0% dan 10%) dan level (5% dsn 7%)
memberikan warna silase limbah sayur yang sama, yaitu hijau kekuningan untuk
level (0% dan 10%) dan hijau kecoklatan pada level pada level (5% dan 7%). Hal
selama proses ensilase hingga gula tanaman habis sehingga meningkatnya suhu
Rataan warna silase yang dihasilkan dengan nilai tertinggi terdapat pada
silase yang ditambahkan 10% cairan EM4, yaitu 4,44 dengan warna hijau
nyata terhadap warna silase yang dihasilkan diduga merupakan efek dari
silase. Selain itu diduga limbah sayur mengandung karbohidrat yang tinggi
sehingga saat suhu meningkat terjadi reaksi antara gula pereduksi dengan asam
amino. Pernyataan ini didukung oleh Aglazziyah dkk. (2020) tingginya suhu silase
browning (pencokelatan)/Maillard.
Menurut Alvianto dkk. (2015), warna silase yang baik adalah warna yang
mendekati warna asalnya yaitu warna saat silase dibuat. Hal ini menunjukkan silase
limbah sayur yang diperoleh dari semua perlakuan berkualitas baik, dimana warna
asal silase saat dibuat sama dengan warna silase setelah fermentasi yaitu hijau
kecoklatan. Daud dkk. (2014) menyatakan warna silase dipengaruhi oleh warna
bahan baku dan bahan aditif. Datta dkk. (2019) menambahkan perubahan warna
silase selain dipengaruhi oleh jenis bahan baku juga dipengaruhi oleh suhu selama
proses fermentasi. Suhu yang tinggi selama proses ensilase dapat menyebabkan
perubahan warna silase, sebagai akibat dari terjadinya reaksi browning atau reaksi
Maillard yang berwarna kecokelatan (Sandi dkk., 2010). Menurut Halim (2018).
4.3. Aroma
Rataan aroma silase limbah sayur yang difermentasi dengan cairan EM4
Berdasarkan Tabel 4.3. dapat dilihat nilai rataan aroma masing-masing perlakuan
yaitu P0 sebesar 3,34; P1 sebesar 3,21; P2 sebesar 3,30 dan P3 sebesar 3,82
(Tabel 4.3.). Rataan aroma silase yang dihasilkan dengan nilai tertinggi terdapat
pada perlakuan P3 (10%) yaitu 3,82 dan P0 (0%) yaitu 3,34%, sedangkan rataan
aroma silase yang dihasilkan dengan nilai terendah terdapat pada perlakuan P1
(5%) dan P2 (7%), namun tidak berpengaruh nyata terhadap P3 (10%). Hal ini
EM4 0-10% berjalan dengan baik sehingga menghasilkan aroma yang sama, yaitu
penurunan pH yang ditandai dengan aroma asam pada silase yang dihasilkan. Hal
28
ini juga diduga akibat pemberian level cairan EM4 yang masih tergolong sedikit
sehingga menghasilkan aroma silase yang sama. Hal ini didukung oleh Kurniawan
suasana asam dan mengakibatkan penurunan pH silase yang ditandai dengan aroma
asam.
Rataan aroma silase yang dihasilkan dengan nilai tertinggi terdapat pada
perlakuan P3 yang ditambahkan 10% cairan EM4, yaitu 3,82 dengan aroma asam
khas silase. Aroma asam yang dihasilkan karena aktivitas bakteri pembentuk asam
laktat asal cairan EM4 dalam menghasilkan asam laktat lebih banyak selama proses
Menurut Alvianto dkk. (2015), silase yang berkualitas baik memiliki aroma
asam dan tidak berbau tajam. Sejalan dengan Utomo (2013), silase yang berkualitas
tinggi adalah silase yang menghasilkan aroma asam yang mengindikasikan proses
fermentasi di dalam silo berlangsung optimal akibat produksi asam laktat selama
proses fermentasi. Menurut Fitriawaty dkk. (2020) aroma asam yang dihasilkan
pada silase muncul akibat adanya reaksi bakteri asam laktat selama proses
aktivitas bakteri asam laktat (BAL) yang merombak karbohidrat menjadi asam
4.4. Tekstur
Rataan tekstur silase limbah sayur yang difermentasi dengan cairan EM4
sebagai starter dengan level yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap
tekstur silase limbah sayur pada semua perlakuan. Tabel 4.4. menunjukkan
lainnya dengan masing-masing rataan P0 (0%) sebesar 3,78; P1 (5%) sebesar 2,72;
ditambahkan 0% cairan EM4, yaitu 3,78, sedangkan rataan tekstur silase yang
dihasilkan dengan nilai terendah terdapat pada silase yang ditambahkan 10%
cairan EM4, yaitu sebesar 2,56. Data Tabel 4.4 menunjukkan penambahan starter
cairan EM4 merusak tekstur silase limbah sayur karena semakin tinggi persentase
EM4 semakin buruk tekstur limbah sayur yaitu dari tekstur padata menjadi agak
lembek.
30
terletak pada tekstur yang dihasilkan, dimana silase dengan tekstur yang sangat
baik memiliki nilai tekstur 3,90 dengan tekstur yang padat, tidak menggumpal dan
berkualitas baik (Alvianto dkk., 2015). Silase yang berkualitas baik memiliki
tekstur yang masih jelas seperti bahan dasarnya dengan tekstur yang padat dan
EM4 memengaruhi tekstur silase limbah sayur, dimana semakin tinggi pemberian
level cairan EM4 memberikan tekstur silase yang semakin menurun atau tekstur
nya semakin buruk. Hal ini diduga karena adanya aktivitas mikroorganisme
selulolitik saat proses fermentasi yang terdapat di dalam cairan EM4 dalam
memecah selulosa dan ikatan lignin sehingga tekstur silase yang dihasilkan
menjadi padat, remah dan lembut. Pernyataan ini didukung oleh Yogyaswari dkk.
(2016) bahwa di dalam cairan EM4 terdapat berbagai jenis mikroorganisme, salah
satunya adalah bakteri selulolitik yang memiliki aktivitas selulolitik yang sangat
kompleks dari hijauan menjadi glukosa. Jadi semakin banyak cairan EM4 yang
dalam merombak dinding sel dengan memecah selulosa dan ikatan lignin limbah
sayur sehingga menghasilkan tekstur yang lembek. Oleh sebab itu dalam
penelitian ini tekstur yang paling baik dihasilkan oleh silase dengan pemberian
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Penambahan cairan EM4 pada silase limbah sayur menurnkan nilai pH dan
nilai tekstur, serta memperbaiki kualitas fisik silase seperti warna dan aroma.
silase dengan pH 6.75 ± 0.25, berwarna hijau kekuningan (skor 4.44 ± 0.04),
aroma asam khas silase (skor 3.82 ± 0.04), dan tekstur yang agak lembek
5.2. Saran
limbah sayur yang ditambah starter cairan EM4 secara In- Vitro.
31
32
DAFTAR PUSTAKA
32
33
Sandi, S., Laconi, E. B., Sudarman, A., Wiryawan, K. G., & Mangundjaja, D.
(2010). Kualitas Nutrisi Silase Berbahan Baku Singkong yang Diberi Enzim
Cairan EM4 dan Leuconostoc mesenteroides. Media Peternakan, 33(1), 25–
30. Diambil dari
https://journal.ipb.ac.id/index.php/mediapeternakan/article/view/1229
Schroeder, J. W. (2004). Silage Fermentation and Preservation. North Dakota.
Diambil dari
https://library.ndsu.edu/ir/bitstream/handle/10365/5102/as1254.pdf?sequence
=1&isAllowed=y
Sholihat, A., Wibisana, G., Wibowo, I. L., & Muchtar, K. (2021). Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Program Pemanfaatan Hijauan Fermentasi EM4 (Silase)
Sebagai Pakan Ternak di Desa Sukajaya Sumedang. Proceedings UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 1(40), 17–27. Diambil dari
https://proceedings.uinsgd.ac.id/index.php/proceedings/article/view/499
Simanihuruk, K., Junjungan, & Ginting, S. P. (2008). Pemanfaatan Pelepah
Kelapa Sawit sebagai Pakan Basal Kambing Kacang Fase Pertumbuhan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, 446–455. Bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Singh, J., Vyas, A., & Wang, S. (2020). Microbial Biotechnology: Basic Research
and Applications (R. Prasad, Ed.). New Delhi: Springer.
Siregar, S. B. (1996). Pengawetan Pakan Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya.
Solihin, Muhtarudin, & Sutrisna, R. (2015). Pengaruh Lama Penyimpanan
Terhadap Kadar Air Kualitas Fisik dan Sebaran Jamur Wafer Limbah
Sayuran dan Umbi-Umbian. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 3(2), 48–54.
https://doi.org/10.23960/jipt.v3i2.p%25p
Steel, R. G. D., & Torrie, J. H. (1993). Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu
Pendekatan Biometrik (M. Syah, Penerj.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. (1984). Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian (3 ed.). Yogyakarta: Liberty.
Suryaningsih, Y. (2022). Penerapan Teknologi Silase untuk Mengatasi
Keterbatasan Hijauan Pakan Ternak pada Musim Kemarau di Desa Arjasa
Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo. MIMBAR INTEGRITAS: Jurnal
Pengabdian, 1(2), 279–289.
https://doi.org/10.36841/mimbarintegritas.v1i2.2084
Suwignyo, B., Agus, A., Utomo, R., Umami, N., Suhartanto, B., & Wulandari, C.
(2016). Penggunaan Fermentasi Pakan Komplet Berbasis Hijauan Pakan dan
Jerami Untuk Pakan Ruminansia. Indonesian Journal of Community
Engagement, 1(2), 255–263. https://doi.org/10.22146/jpkm.10611
Suwitary, N. K. E., Suariani, L., & Yusiastari, N. M. (2018). Kualitas Silase
35
LAMPIRAN
37
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan Stdev
1 2 3 4
P0 7.0 6.5 7.0 6.5 27.00 6.75 0.25
P1 6.5 5.1 8.5 8.0 28.10 7.03 1.23
P2 5.0 8.5 5.0 6.3 24.75 6.19 1.19
P3 6.0 6.0 5.1 5.0 22.10 5.53 0.48
Total 24.50 26.10 25.60 25.75 101.95 6.4
FK = (Y)2
t.r
= (101.95)2
4.4
= 10.393,8
JKT = Ʃ (Yij)2 – FK
= (7)2 + (6.5)2 + (7)2 + ... + (5)2 – 10.393,8
= 671.333 – 10.393,8
= -9722.47
JKP =ij)Ʃ (Y 2 – FK
r
= (272 + 28.12 + 24.752 + 22.12) – 10.393,8
4
= -9738.91
KTP = JKP
dbp
= -9738.91
3
= -3246.3
KTG = JKG
dbg
= 16.44
12
= 1.3697
38
F Hitung = KTP
KTG
= -3246.3
1.36974
= -2370.014
Lampiran 2 Analisis Warna Silase Limbah Sayur yang Difermentasi dengan Cairan
EM4 (%)
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan Stdev
1 2 3 4
P0 4.51 4.55 4.41 4.55 18.02 4.50 0.05
P1 3.90 3.78 3.59 3.85 15.12 3.78 0.10
P2 3.67 3.63 3.71 3.77 14.78 3.70 0.05
P3 4.37 4.45 4.43 4.52 17.77 4.44 0.04
Total 16.45 16.42 16.14 16.68 65.69 4.11
FK = (Y)2
t.r
= (65.69)2
4.4
= 4315.1
JKT = Ʃ (Yij)2 – FK
= (4.51)2 + (4.55)2 + (4.41)2 + ... + (4.52)2 – 4315.1
= 271.97 – 4315.1
= -4043.13
JKP = Ʃ (Yij)2 – FK
r
= (18.02 + 15.122 + 14.782 + 17.772) – 14315.1
2
4
= -4043.22
KTP = JKP
dbp
= -4043.22
3
= -1347.7
KTG = JKG
dbg
= 0.09
12
= 0.00756
40
F Hitung = KTP
KTG
= -1347.7
0.00756
= -178300
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan Stdev
1 2 3 4
P0 3.17 3.35 3.56 3.25 13.35 3.34 0.12
P1 3.22 3.21 3.18 3.23 12.84 3.21 0.01
P2 3.34 3.19 3.33 3.34 13.20 3.30 0.06
P3 3.75 3.86 3.83 3.86 15.29 3.82 0.04
Total 13.48 13.61 13.90 13.68 54.67 3.42
FK = (Y)2
t.r
= (54.67)2
4.4
= 2989.21
JKT = Ʃ (Yij)2 – FK
= (3.17)2 + (3.35)2 + (3.56)2 + ... + (3.86)2 – 2989.21
= 187.85 – 2989.21
= -2801.36
JKP =ij)Ʃ (Y 2 – FK
r
= (13.352 + 12.842 + 13.202 + 15.292) – 2989.21
4
= -2801.47
KTP = JKP
dbp
= -2801.47
3
= -933.82
KTG = JKG
dbg
= 0.11
12
=0.00941
41
42
F Hitung = KTP
KTG
= -933.82
0.00941
= -99256
Ulangan
Perlakuan Jumlah Rataan Stdev
1 2 3 4
P0 3.65 3.81 3.82 3.83 15.11 3.78 0.06
P1 2.78 2.74 2.86 2.75 11.13 2.78 0.04
P2 2.67 2.68 2.65 2.42 10.42 2.60 0.09
P3 2.28 3.61 2.23 2.14 10.25 2.56 0.52
Total 11.39 12.84 11.55 11.13 46.92 2.93
FK = (Y)2
t.r
= (46.92)2
4.4
= 2201.06
JKT = Ʃ (Yij)2 – FK
= (3.65)2 + (3.81)2 + (3.82)2 + ... + (2.14)2 – 2201.06
= 143.03 – 2201.06
= -2058.03
JKP =ij)Ʃ (Y 2 – FK
r
= (15.112 + 11.132 + 10.422 + 10.252) – 2201.06
4
= -2059.58
KTP = JKP
dbp
= -2059.58
3
= -686.53
KTG = JKG
dbg
= 1.55
12
=0.128
F Hitung = KTP
44
KTG
= -686.53
0.128
= -5332.2
45
46
47