Unud-89-375372713-Isi Disertasi PDF
Unud-89-375372713-Isi Disertasi PDF
PENDAHULUAN
Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di
seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis dan sulit
sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi bahkan
metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai saat ini belum memberikan
peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana
sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup
2009-2034) akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7 juta menjadi 44,1 juta, biaya
perawatan per tahun meningkat sebanyak 223 miliar dolar dari 113 menjadi 336
miliar dolar Amerika Serikat. Biaya pengobatan DM dan komplikasinya pada tahun
2007 di Amerika Serikat mencapai 116 miliar dolar, dimana 33% dari biaya tersebut
1
2
terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7
juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030
akan ada 20,1 juta penyandang DM dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk
daerah urban dan 7,2 persen di rural. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Pusat Data
Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80% ulkus kaki
(Frykberg dkk., 2000), 66% mengalami kekambuhan dan 12% memiliki risiko
amputasi dalam 5 tahun setelah sembuh. Kebanyakan pasien datang berobat dalam
fase lanjut, terlihat dari proporsi ulkus kaki diabetik Wagner III-V mencapai 74,6 %
dibandingkan dengan Wagner I-II yang hanya mencapai 25,4 % dari seluruh kasus
tinggi derajat ulkus semakin besar risiko amputasi (Muliawan dkk., 2005). Keadaan
yang tidak adekuat, serta luasnya kerusakan jaringan (Van Baal, 2004). Amputasi
kaki lebih sering dilakukan atas dasar infeksi jaringan lunak yang luas atau
karena Peripheral artery disease (PAD), dan neuropati (Van Baal, 2004 ; Widatalla
3
dkk., 2009). Dengan program pelayanan kesehatan yang terstruktur, dimana semua
disiplin ilmu yang terkait bekerja secara koordinatif tercapai penurunan bermakna
angka amputasi major ulkus kaki diabetik lebih dari 75% dibandingkan dengan
dan komplikasinya, akan menjadi beban berat bagi sistem pelayanan kesehatan.
terjadi karena empat faktor yaitu adanya hiperglikemia yang berlangsung secara
sel imun, respon inflamasi menjadi tidak efektif, disfungsi sel endotel, dan gangguan
sampai saat ini, disamping off-loading dan restorasi perfusi kulit. Meskipun saat ini
juga berkembang pengobatan berbasis terapi gen seperti autologous growth factor,
Namun sampai saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Memahami
dasar-dasar molekuler dari penyakit ini, merupakan hal penting untuk melangkah ke
2011), karena semua ulkus kronis menunjukkan hipoksia jaringan, dan tekanan
4
oksigen lokal pada ulkus kronis berkisar setengah dari normal sehingga terjadi
satu bentuk gangguan vaskuler pada ulkus kaki diabetik sebagai sumber penyebab
hipoksia jaringan, karena kebanyakan ulkus kaki diabetik berlokasi pada bagian kaki
2003). Kejadian PAD pada ulkus kaki diabetik bervariasi antara 10-60%, dan
merupakan prediktor kuat untuk ulkus kaki kronis yang sulit sembuh, amputasi
ektremitas bawah, morbiditas dan mortalitas (Tellechea dkk., 2010). Untuk restorasi
perfusi kulit karena hipoksia jaringan akibat adanya PAD, sesuai dengan pedoman
pengobatan PAD yang telah disepakati (ACC/AHA guideline for PAD, 2006)
jaringan adalah adanya peningkatan tekanan kompartemen kaki yang terjadi pada
kompartemen pada pasien DM yang memicu iskemia jaringan dan berakhir dengan
nekrosis jaringan, sehingga diduga ada indikasi keterkaitan antara DM, peningkatan
dengan DM adalah laporan Lower dan Kenzora (1994) yang melakukan pengukuran
5
empat kompartemen kaki dari pasien dengan neuropati diabetes berat, ditemukan
bahwa pada kompartemen medial dari kaki pasien neuropati diabetes lebih tinggi
pasien selama fase awal dan lanjut dari penyakitnya, hal ini karena perubahan
mendukung temuan di atas, sebab pada pasien ulkus kaki diabetik sering ditemukan
mencapai 30 mmHg, atau 30 mmHg dibawah MAP (Mean Arterial Pressure) atau
pada ulkus kaki diabetik, fasiotomi dikerjakan jika terdapat infeksi jaringan yang
dalam dan berat seperti fasiitis nekrotikan, gas gangren, selulitis asenden, terdapat
metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Van Baal, 2004 ; Bernard, 2007 ;
dkk., 2003 ; Frink dkk, 2010). Belum ada laporan tentang pengukuran tekanan
6
diabetik, dan juga belum ada laporan tentang fasiotomi pada ulkus kaki diabetik
VEGF (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). VEGF meningkat oleh hipoksia secara in
vitro, namun data secara in vivo pada penyakit-penyakit hipoksia kronis masih
hiperglikemia kronis dan kerusakan oksidatif akibat dari produksi berlebihan dari
tersebut bisa terletak di dalam sistem transduksi signal baik yang mengalir turun
pada reseptor ( signal transduction defect ) atau pada level reseptor itu sendiri
progenitor atau sel stem dari sumsum tulang, namun sel-sel ini bisa efektif
tekanan transmural antara mikrosirkulasi dan interstitial sehingga barier perfusi yang
dkk., 2003 ; Frink dkk, 2010), memungkinkan untuk mencapai keadaan normoksia
atau bahkan hiperoksia, sehingga terjadi aktivasi terhadap keratinosit, fibroblast, sel
7
endotel, makrofag, dan platelet untuk melepaskan VEGF sebagai growth factor yang
sangat penting dan poten di dalam proses angiogenesis penyembuhan luka (Brem
pada ulkus kaki diabetik terjadi peningkatan apoptosis fibroblas, dan penurunan
proliferasi sel fibroblas, dan reaksi inflamasi memanjang, terbukti dengan adanya
degradasi matrik protein dan growth factor sehingga penyembuhan luka menjadi
terputus dan tidak terkoordinasi (Lobmann dkk., 2005). VEGF salah satu growth
(Brem dkk., 2009). Beberapa literatur melaporkan adanya peningkatan kadar TNF-α
di dalam jaringan ulkus diabetik pasien maupun hewan coba (Lobmann dkk., 2005 ;
Goldberg dkk., 2007 ; Leung dkk., 2008 ; Siquiera dkk., 2010), peningkatan TNF-α
lokal maupun sistemik pada pasien DM tipe-2 (Maltezos dkk., 2002), penurunan
kadar VEGF di dalam jaringan ulkus diabetik (Frank dkk.,1995, Brem dan Tomic-
diabetik yang ditandai oleh peningkatan TNF-α, diikuti penurunan VEGF karena
proses degradasi oleh TNF-α, disebabkan oleh kontaminasi bakteri dan trauma
faktor yang mempertahankan inflamasi di dasar ulkus yang memicu sekresi TNF-α,
berupa penurunan TNF-α diikuti dengan peningkatan VEGF, sehingga sel progenitor
atau sel stem dari sumsum tulang bisa efektif meningkatkan vaskulogenesis
sehingga terjadi perbaikan klinis dari ulkus kaki diabetik. Velazquez ( 2007)
penting dan menentukan pada penanganan ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound
bed preparation dengan mengubah suasana lingkungan atau milieau lokal dari
suasana luka kronis menjadi suasana luka akut, untuk merangsang dan mempercepat
proses penyembuhan luka (Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal, 2004 ;
Vourisalo, 2009). Sel endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang bisa
di dasar ulkus adalah optimal (Velazquez, 2007). Jumlah dan fisiologi jangka
panjang mikrovaskuler yang didorong oleh VEGF, terutama sekali ditentukan oleh
elemen penting dari rantai proses seluler yang menjembatani invasi seluler serta
angiogenesis yang tepat, fase berikutnya dari proliferasi sel dan deposisi matrik
debridemen pada ulkus kaki diabetik akan mampu meningkatkan kadar VEGF,
karena pada hewan coba menunjukkan bahwa ekspresi VEGF meningkat dalam 24
jam setelah luka terjadi dan kadar VEGF mencapai puncaknya pada hari ketiga dan
ketujuh dan menurun secara bermakna setelah itu. Periode ini merupakan periode
memiliki peranan penting dan kuat dalam angiogenesis (Frank dkk., 1995). Oleh
karena VEGF hanya meningkat pada fase awal penyembuhan luka dan berlangsung
area ulkus (Shaw dkk., 2007; Lavery dkk., 2008; Rogers dkk., 2010), namun
identifikasi tepi luka dan pengukuran area ulkus merupakan hal yang sulit.
Woodbury dkk. (2004) mengemukakan alat bantu yang diberi nama Leg Ulcer
digunakan oleh satu atau lebih penilai (asesor), penilaian penampakan ulkus dapat
diperbanyak, dan mencatat perubahan ulkus sepanjang waktu. Semakin kecil nilai
sejak awal dan berlangsung secara bertahap dan kronis sesuai dengan durasi DM,
menyebabkan ulkus kaki diabetik menjadi sulit sembuh bahkan sampai amputasi,
menurunkan TNF-α yang diikuti dengan penurunana degradasi VEGF, tetapi tidak
dapat memperbaiki oksigenasi jaringan. Atas dasar itu kami melakukan penelitian
mengenai debridemen dengan fasiotomi yang dikerjakan secara simultan baik pada
ulkus dengan derajat ringan maupun berat, untuk melihat pengaruhnya terhadap
penurunan TNF-α dan peningkatan VEGF, serta perbaikan klinis ulkus kaki diabetik
1. Apakah penurunan kadar TNF-α di dalam plasma penderita ulkus kaki diabetik
tujuh hari pasca debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada pasca
2. Apakah peningkatan kadar VEGF di dalam plasma penderita ulkus kaki diabetik
tujuh hari pasca debridemen dengan fasiotomi lebih besar daripada pasca
3. Apakah perbaikan klinis ulkus kaki diabetik (berdasarkan nilai LUMT) pasca
fasiotomi.
Perbaikan klinis yang dihasilkan dari penerapan tehnik ini dicapai melalui
penyembuhan ulkus.
2. Debridemen dan fasiotomi yang dilakukan secara simultan pada ulkus kaki
dan TNF-α plasma, yang sangat penting didalam proses angiogenesis dan
3. Debridemen dan fasiotomi yang dilakukan secara simultan pada ulkus kaki
kaki diabetik.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
thickness) dari dermis. Pengertian ulkus kaki diabetik termasuk nekrosis atau
sendiri. Ulkus kaki diabetik dapat diikuti oleh invasi bakteri sehingga terjadi
kaki diabetik yang sulit sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah,
keadaan ini memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat.
23,7 juta menjadi 44,1 juta antara tahun 2009-2034 (Huang dkk., 2009), 15-
25% akan mengalami ulkus di kaki didalam hidup mereka. Proporsi ulkus
kaki diabetik derajat III-V mencapai 74,6 % dibandingkan dengan derajat I-II
yang hanya mencapai 25,4 % dari seluruh kasus ulkus kaki diabetik yang
14
15
ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes, dapat dibagai dalam 2 faktor
sensasi proteksi yang berakibat pada kerentanan terhadap trauma fisik dan
termal sehingga meningkatkan resiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri
dan tekanan yang hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki
kaki berubah, deformitas yang khas seperti hammer toe dan hallux rigidus.
dua hal yaitu keterbatasan mobilitas sendi ( ankle, subtalar, and first
neuropati perifir, 28% dengan tekanan plantar yang tinggi, dalam 2,5 tahun
plantar tinggi.
- Trauma
Terutama trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan dari alas kaki,
komplikasi tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari kaki
- Aterosklerosis
diabetes.
- Diabetes
angka onikomikosis dan infeksi tinea yang lebih tinggi, sehingga kulit
2010)
Diabetes
1. Ulkus neuropatik
Kaki teraba hangat dan perfusi masih baik dengan pulsasi masih teraba,
2. Ulkus neuroiskemik
Kaki teraba lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa
rambut, ada atrofi jaringan subkutan, klaudikasio intermiten dan rest pain
1. Penilaian neuropati
2. Penilaian struktur
tulang di plantar pedis : claw toes, flat toe, hammer toe, callus, hallux
3. Penilaian vaskuler
sistematis. Iskemia berat atau kritis, apabila ditemukan tanda infeksi, kaki
teraba dingin, pucat, tidak ada pulsasi, adanya nekrosis, tekanan darah
ankle < 50 mmHg (Ankle Brachial Index < 0,5), TcPO2 < 30mmHg,
4. Penilaian ulkus
secara akurat.
Ada beberapa klasifikasi derajat ulkus kaki diabetik dikenal saat ini
(UT), dan PEDIS ( Perfusion, Extent / size, Depth / tissue loss, Infection,
derajat luas dan berat ulkus namun tidak menggambarkan keadaan iskemia dan
ikhtiar pengobatan (Oyibo dkk., 2001 ; Widatalla dkk., 2009 ). Kriteria diagnosa
20
infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau lebih tanda-tanda berikut :
bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal, teraba hangat lokal, adanya
pus (Bernard, 2007 ; Lipsky dkk.,2012). Infeksi dibagi dalam infeksi ringan
(superficial, ukuran dan dalam terbatas), sedang (lebih dalam dan luas), berat
Termasuk dalam infeksi berat seperti fasiitis nekrotikan, gas gangren, selulitis
instabilitas metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Zgonis dkk.,
2008).
Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi
ulkus (Shaw dkk., 2007 ; Rogers dkk., 2010). Beberapa metode untuk bisa
sebanyak 68%, atau jika pengurangan area ulkus sebesar ≥ 60% pada minggu
kesembuhan ulkus yang lebih besar. Persentase pengurangan area ulkus dalam
35% setelah 12 minggu, 41% setelah 16 minggu, dan 73% setelah 1 tahun.
Identifikasi secara tepat dari tepi luka serta pengukuran luas luka
merupakan hal yang sulit. Ada beberapa tehnik pengukuran area atau volume
2010).
ulkus adalah ukuran ulkus yang terpanjang dikalikan dengan ukuran ulkus
terlebar. Keterbatasan dari tehnik ini adalah interpretasi subyektif dan variasi
dimensi panjang kali lebar, padahal penghitungan panjang kali lebar secara
ulkus, tepi ulkus dijiplak pada film, film discan secara digital, jumlah kotak
Tehnik ini hasilnya lebih akurat dibanding dengan tehnik standar memakai
mengukur area luka, tehnik ini menjadikan luka bersih dan tidak
fotografi yaitu luka difoto dimana gambar dalam foto tersebut sudah ada
23
ke komputer lalu dibuka dengan image J, tepi luar luka ditetapkan secara
digital dan dengan perangkat lunak image J area luka dikalkulasi. Metode
diatas luka, batas luka digambar diatas filem tersebut, gambar tiruan diatas
lapisan filem paling atas tersebut dijiplak lagi dengan Visitrak digital dan
perbaikan ataupun perburukan luka seperti Pressure Sore Status Tool (PSST),
Pressure Ulcer Scale for Healing (PUSH Tool), Sussman Wound Healing
Tool (SWHT), Sessing Scale, The Wound Healing Scale (WHS), Photographic
Wound Assessment Tool (PWAT), dan Leg Ulcer Measurement Tool (LUMT)
(Woodbury dkk.,2004).
2.1.5 Debridemen
hidup, benda asing, dan jaringan tidak sehat yang sulit sembuh dari luka
(Steed, 2004). Target utama penanganan ulkus kaki diabetik adalah untuk
kronis, karena eradikasi terhadap infeksi yang tidak adekuat dan kuman
kronis, semenjak bahwa kesembuhan tidak akan terjadi pada jaringan yang
mati, nekrotik, debris, atau kolonisasi bakteri di daerah luka. Oleh karena itu
dilakukan terus menerus sampai terdapat jaringan sehat, tetapi pada ulkus
jaringan dalam (Bernard, 2007), oleh karena itu pengetahuan anatomi kaki
tetapi bukti-bukti untuk mendukung hal itu sangat sedikit (Gordon dkk.,
semakin baik hasil penyembuhan luka (Wilcox et al., 2013). Steed dkk.
secara topikal secara acak, prospektif, double blind dan multisenter. Ternyata
debridemen bedah secara agresif dan berulang pada ulkus kaki diabetik
memberi respon angka perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan ulkus
kaki diabetik.
ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound bed preparation dengan mengubah
suasana lingkungan atau milieau lokal dari suasana luka kronis menjadi
luka (Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal, 2004 ; Vourisalo, 2009). Sel
endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang bisa efektif
di dasar ulkus adalah optimal (Velazquez, 2007). Jumlah dan fisiologi jangka
VEGF meningkat dalam 24 jam setelah luka terjadi dan kadar VEGF
mencapai puncaknya pada hari ketiga dan ketujuh dan menurun secara
debridemen pada ulkus kaki diabetik akan mampu meningkatkan kadar VEGF
sesuai dengan hipotesis dari Frank dkk. (1995). Debridemen yang sering
luka, walaupun tidak ada cukup bukti untuk menetapkan pendapat ini
dan biologik, hanya debridemen bedah terbukti efektif pada uji-uji klinik.
secara alami pada ulkus yang sehat, lembab, dan perfusi yang adekuat.
Sampai saat ini belum ada cara untuk menilai ketepatan dari luas dan
adekuat atau belum. Saap dan Falanga (2002), mengajukan suatu cara yang
terhadap kalus, tepi ulkus, dan dasar ulkus. Sistem skoring yang dipakai
insiden kesembuhan ulkus, sehingga sistem skoring ini dipakai dapat untuk
jaringan granulasi yang sehat, serta membuang jaringan nekrotik. Sampai saat
28
ini tidak ada sistem klasifikasi untuk preparasi dasar luka (wound bed
jumlah eksudat, adanya eschar, edema, dermatitis disekitar luka, warna dasar
bedah untuk mengendalikan infeksi yang bisa mengancam jiwa maupun kaki
pasien. Ahli bedah yang melakukan operasi pada ulkus kaki diabetik dengan
kegagalan operasi maupun amputasi (Van Baal, 2004 ; Zgonis, 2008). Jalur –
Di bagian sentral kaki, fasianya paling tebal dan melekat pada tuberositas
kalkanues, dari sini lalu meluas ke distal menyerupai kipas. Fasia plantaris
medial dan septum intermuskular kedua lateral yang berjalan dari kalkaneus
membuka sinus tract untuk menentukan batas jaringan sehat dan tidak
infeksi. Tekan dengan ibu jari sepanjang bidang jaringan anatomi, jika
ditentukan mana jaringan yang akan di amputasi atau di eksisi luas saja
- Semua jaringan dan tulang yang tidak hidup dan terinfeksi harus dibuang
- Ambil jaringan dalam yang terinfeksi untuk pemeriksaan kultur dan tes
sensitivitas
- Irigasi dengan larutan normal saline sebanyak 3 liter atau lebih untuk
luka diirigasi.
- Luka ditutup dengan penutup luka yang lembab, lalu ditutup lagi dengan
penutup kering.
- Pembalut luka diganti setiap hari, dimulai sejak 24-48 setelah debridement
pertama.
2.2 TNF-α
monosit dan makrofag. Memiliki peran dalam berbagai proses didalam tubuh, dan
dalam patogenesis dari berbagai penyakit seperti shock sepsis, kanker, artritis
Penelitian terakhir, TNF-α terlibat didalam resistensi insulin pada kegemukan dan
31
menurunkan fosforilasi dalam jaringan otot dan jaringan lemak, yang kebanyakan
terikat pada reseptor TNF p55. Kadar TNF-α meningkat secara lokal maupun
sitemik pada resisten insulin baik pada binatang maupun manusia yang gemuk.
Disamping itu ekspresi TNF-α didalam otot dari orang DM tipe 2 lebih tinggi secara
bermakna dibandingkan dengan orang yang non-DM. Kadar TNF-α yang beredar
didalam sirkulasi dari orang dengan kegemukan dan intoleran glukosa meningkat,
dkk., 2005 ; Goldberg dkk., 2007 ; Leung dkk., 2008 ; Siqueira dkk, 2010 ; ),
yang adekuat (Leung dkk., 2008). TNF-α merangsang sintesa MMP. Dengan
tingginya protease didalam luka, menyebabkan degradasi matrik protein dan growth
factor yang merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan luka, sehingga
penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak terkoordinasi (Lobmann dkk, 2005).
tipe 1A, and fibronectin, sehingga berimplikasi pada gangguan penyembuhan luka
(Goldberg, 2007).
diambil dengan punch biopsi dan dibekukan dalam larutan nitrogen, selanjutnya
(Pierce, Rockford, IL, USA) dan dihancurkan dengan menggunakan Fast Prep (Q-
Biogene, Solon, OH, USA). Nukleus dipisahkan dari protein sitoplasma dengan
TNF-α dengan metoda ELISA pada pasien dengan mengambil sampel cairan luka
kronis yang tidak sembuh dimana hasil pengukuran adalah median 2428,5 pg/ml,
sedangkan pada pasien yang sembuh kadar TNF-α adalah 895,2 pg/ml.
2.3 VEGF
diferensiasi sel, serta sangat penting untuk pengaturan berbagai proses selular,
bekerja sebagai molekul-molekul signaling diantara sel. Dalam dua dekade terakhir
factors diekspresikan dalam berbagai level oleh sel-sel yang terlibat dalam proses
angiogenesis paling vital dan poten, keberadaannya dalam benyak bentuk isoform,
paling sering adalah VEGF165, bekerja sebagai parakrin pada sel-sel endotel,
berfungsi sebagai suatu mitogen sel endotel, agen kemotaksis, dan memicu
permeabilitas vaskuler dan kulit. Salah satu aktivitas mediator dari VEGF, nitric
VEGF merupakan mitogen yang kuat (ED50 2-10 pm) untuk sel-sel endotel
mikrovaskuler dan makrovaskuler yang diperoleh dari arteri, vena, dan limfatik,
tetapi tidak memiliki aktivitas mitogen untuk jenis sel yang lain. VEGF
terhadap kolagenase dan aktivator plasminogen oleh VEGF, ini akan menetapkan
suatu lingkungan proderagdasi untuk migrasi dan pertumbuhan dari sel-sel endotel.
Lingkungan ini merupakan elemen penting dari rantai proses seluler yang
proangiogenik yang tetap dari VEGF. VEGF juga diketahui sebagai faktor
angiogenesis terkait dengan tumor dan luka. Fungsi utama dari VEGF dalam proses
pertumbuhan sel endotel dan sel-sel tumor. Jumlah dan fisiologi jangka panjang
Famili VEGF saat ini terdiri dari 7 anggota : VEGF-A, VEGF-B, VEGF-C,
VEGF-D, VEGF-E, VEGF-F, dan PIGF. Daerah inti dibentuk oleh motif ikatan
sistin, dengan 8 invariant cystine residu dalam inter dan intramolekuler disulfide
yang terikat pada ujung dari 4-stranded pusat pada setiap monomer dengan
yang muncul pada 7 isoform asam amino 121, 145,148,165,183, 189, 206, dan
satu isoform asam amino 110 sebagai hasil dari pelepasan proteolitik. VEGF-B
35
terdiri atas 2 isoform asam amino 167 dan 186. VEGF-C dan VEGF-D, dilepaskan
secara proteolitik dari masing-masing proprotein. Semua anggota VEGF ini sangat
tyrosine kinase-1), VEGFR-2 (KDR/ Flk-1 / fetal liver kinase-1/), dan VEGFR-3
domain (Hoeben dkk., 2004). Flt-1 memiliki afinitas tertinggi terhadap rhVEGF165,
2.3.3.1 Hipoksia
maupun in vivo dalam regulasi ekspresi gen VEGF (Ferrara dan Davis-Smyth,
36
hipoksia secara in vitro, namun data secara in vivo tentang regulasi VEGF
VEGF mRNA dipicu secara cepat dan reversible oleh paparan tegangan
oksigen (pO2) yang rendah, juga iskemia yang disebabkan oleh oklusi arteri.
oleh hipoksia dan afinitas ikatan dengan VEGF lebih rendah (Gerber, dkk.
1997). Oltmanns dkk. (2006), melaporkan bahwa hipoksia akut sistemik pada
2002), penyakit arteri koroner (Freedman dan Isner, 2002), dan penyakit-
(Meyer dkk., 2000 ; Koyama dkk., 2002), emfisema (Santos dkk., 2003),
sedang adalah meningkat (Santos dkk., 2003). Namun semua data tersebut
seperti statin (Maeda dkk., 2003). Penelitian di daerah ketinggian pada orang
dkk., 2001), tidak berubah (Maloney dkk., 2000) atau bahkan menurun
2.3.3.2 Sitokin
mRNA dan / atau memicu prengeluaran dari protein VEGF. Paparan terhadap
TGF-β, TGF-α, IL-1β, IL-1α , IL-6, PGE2, IGF-I memicu pelepasan secara
gen VEGF. VEGF mRNA meningkat selama perubahan dari 3T3 preadiposit
Pada ulkus kaki diabetik, kadar growth factors seperti VEGF, Fibroblast
mampu meningkatkan produksi VEGF dan FGF-2 pada level normal di dalam
merespon keadaan hipoksia. Kadar dan aktivitas VEGF yang abnormal, serta
kebanyakan ulkus berlokasi pada bagian kaki yang mengalami iskemia. Tanpa
adanya respon angiogenesis yang tepat, fase berikutnya dari proliferasi sel dan
deposisi matrik menjadi lambat (Lerman, 2003). Pada semua ulkus kronis
menunjukkan hipoksia jaringan, bila hipoksia ini terus meningkat, akan terjadi
kegagalan penyembuhan luka. Tekanan oksigen lokal pada ulkus kornis berkisar
arteri koroner atau ulkus kaki diabetik dengan manifestasi klinis berupa
39
didalam sistem transduksi signal baik yang mengalir turun pada reseptor ( signal
Gambar 2.3 Skema gangguan signaling pada DM ( Dikutip dari Simons, 2005)
Adanya perbedaan regulasi VEGF pada jaringan diabetes seperti yang dilaporkan
oleh Chou dkk. (2002), maka Simons (2005) mengusulkan untuk menilai kembali
berikut :
40
sprouting kapiler baru dari kapiler yang sudah ada. Angiogenesis dirangsang
menjelaskan pertumbuhan pembuluh darah baru. Pada tahun 1971, Judah Folkman
pembuluh darah dari sel-sel endotel yang sedang berdiferensiasi in situ disebut
darah yang sudah ada disebut angiogenesis atau neovaskularisasi. Sel endotel yang
ada dalam lapisan setiap pembuluh darah harus mengalami proliferasi, migrasi,
serta bertahan hidup untuk bisa membentuk pembuluh darah baru, atau dengan
kata lain lingkungan mikro setempat haruslah menyampaikan signal kepada sel
42
merupakan proses yang rumit, bertahap, dan sangat tergantung pada keseimbangan
antara faktor yang merangsang dan faktor yang menghambat. Meskipun banyak
Tabel 2.1, VEGF merupakan faktor pertumbuhan yang paling spesifik untuk
Tabel 2.1
Aktivator dan Inhibitor Angiogenesis (Dikutip dari Gupta dan Zhang, 2005).
Aktivator Inhibitor
oleh sel-sel otot halus dan makrofag didalam intima atherosclerosis. Jumlah sel
dengan VEGF positif, berkorelasi dengan jumlah intima pembuluh darah. Tampak
pada binatang percobaan setelah diberikan transfer gen VEGF maupun yang
regulator lokal dan endogen dari fungsi sel endotel, serta bahwa VEGF
peningkatan angka penyembuhan yang bermakna dari luka yang mendapat terapi
VEGF, ditandai dengan early leaky, pembentukan vaskuler diikuti oleh deposisi
penyembuhan luka secara lokal maupun sistemik, dimana secara lokal akan
untuk pembentukan vaskuler dan sel-sel untuk perbaikan lingkungan luka dimana
penyembuhan pada ulkus kaki diabetik seperti gangguan migrasi sel (Brem dkk.,
1997), gangguan inervasi (Gibran dkk., 2002), dan angiogenesis yang tidak
sprouting dalam matrik kolagen, namun kejadian ini dihambat oleh small
interfering RNA (siRNA) suppression dari MT1-MMP atau oleh tissue inhibitor of
2006).
sel endotel , fase-fase dari kaskade angiogenesis meningkat seperti tampak pada
penyembuhan pada luka kronis pada pasien penyakit arteri oklusif dan diabetes,
sehingga kadar VEGF hendaknya diperiksa sesegera mungkin pada pasien ulkus
Penyembuhan luka terjadi sebagai suatu respon seluler akan cedera, termasuk
aktivasi keratinosit, fibroblast, sel endotel, makrofag, dan platelet. Beberapa growth
factor dan sitokin dilepaskan oleh sel-sel tersebut untuk koordinasi dan menjaga
luka baik pada orang sehat maupun orang DM namun dengan kwalitas respon yang
Gambar 2.7 Mekanisme penyembuhan luka pada orang sehat dan orang diabetes
2.3.7. Aplikasi(dikutip dari Brem H. dan Tomic-Canic M., 2007)
Terapi VEGF
pada pasien penyakit jantung koroner dan penyakit arteri perifir yang diberikan,
bervariasi, ada positif dan negatif (Yla-Hertula dkk., 2007). Dalam menilai
angka amputasi, dan toleransi terhadap latihan (Banai, 1994 ;Takeshita dkk.,
1994a, 1994b ; Pearlman, 1995 ; Takeshita dkk., 1996 ; Harada, 1996 ; Isner dkk.,
kadar VEGF didalam jaringan iskemik pada tikus diabetes yang mengalami
Fisiologi respon seluler terhadap cedera jaringan kulit pada keadaan normal,
anatomi dan fungsional dari jaringan kembali secara normal. Adapun fase-fase
penyembuhan luka pada kondisi normal meliputi fase akut (hemostasis, inflamasi),
4. Angiogenesis
Fase hemostasis
Fase pertama dari hemostasis dimulai segera setelah terjadi luka, dengan kontriksi
vaskuler dan pembentukan bekuan fibrin (fibrin clot). Bekuan dan jaringan di sekitar
factor (FGF), dan epidermal growth factor (EGF). Begitu perdarahan bisa
dikontrol, sel-sel inflamasi bermigrasi ke dalam luka (kemotaksis) dan memicu fase
inflamasi.
Fase inflamasi
Ditandai oleh infiltrasi secara berurutan dari neutrofil, makrofag, dan limfosit.
Fungsi neutrofil adalah membersihkan mikroba serta debris seluler di dalam luka,
meskipun sel ini memproduksi substansi seperti protease dan reactive oxygen
peranan penting di dalam penyembuhan luka. Pada luka awal, makrofag melepaskan
sitokin yang memicu respon inflamasi dengan cara menarik dan mengaktifkan
terhadap inflamasi. Sel sel apoptosis melakukan transisi fenotif untuk memperbaiki
regenerasi jaringan. Dengan cara ini, makrofag mendorong transisi kearah fase
proliferasi dari fase penyembuhan. Limfosit T migrasi ke dalam luka mengikuti sel-
sel inflamasi dan makrofag, dan mengalami puncaknya selama fase proliferatif
lanjut / remodeling awal. Peranan limfosit T tidak diketahui secara jelas. Beberapa
49
luka, sementara yang lain melaporkan bahwa sel sel CD4+ (sel sel T helper)
memiliki peranan positif di dalam penyembuhan luka, sedangkan sel sel CD 8+ ( sel
menarik pada penelitian terakhir ini, pada tikus percobaan dimana kedua sel sel T
mengatur inflamasi. Sel sel ini disebut juga dendritic epidermal T-cells (DETC),
karena meiliki morfologi dentritik yang unik. DETC diaktifkan oleh stres,
proliferasi keratinosit dan kelangsungan hidup sel. DETC juga mendorong kemokin
dan sitokin yang berperan dalam memulai dan mengatur respon inflamasi selama
Fase proliferasi
Umumnya mengikuti dan tumpang tindih dengan fase inflamasi, ditandai oleh
proliferasi epitel dan migrasi diatas matrik di dalam luka (re-epitelialisasi). Di dalam
dermis, fibroblas dan sel sel endotel tampak lebih menonjol dan menopang
Fase remodeling
fase remodeling. Dalam fase ini terjadi regresi kapiler sehingga densitas vaskuler
dari luka kembali normal. Yang paling kritis dalam fase remodeling adalah
(myofibroblasts) yang ada di dalam luka. Peranan stem sel di dalam penyembuhan
luka dan regenerasi jaringan, dengan fokus pada stem sel dewasa seperti epidermal
stem cells dan bone-marrow (BM)-derived cells (BMDCs). Epidermal stem cells
yang berada di folikel rambaut dan bagian basal lapisan epidermis, mengangkat
keratinosit untuk migrasi ke dalam luka. Dua stem sel utama yang berada di dalam
MSCs mampu untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel seperti adiposit,
berasal dari HSC merupakan sel kunci dalam neovaskularisasi. EPC dan BM-MSC,
merupakan trigger untuk mobilisasi EPC ke dalam sirkulasi, yang berperan jelas di
Tabel. 2.2 Proses penyembuhan luka normal (Dikutip dari Guo dan DiPietro, 2010).
3. Infiltrasi neutrofil
Inflamasi 4. Infiltrasi monosit dan diferensiasi
ke makrofag lymphocyte
infiltration
5. Infiltrasi limfosit
6. re-epitelialisasi
Proliferasi 7. Angiogenesis
8. Sintesis kolagen
9. Pembentukan ekstraseluler matrik
faktor tersebut dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu lokal dan sistemik. Faktor
lokal adalah faktor yang secara langsung mempengaruhi karakteristik luka itu sendiri,
sedangkan faktor sistemik adalah keadaan penyakit atau kesehatan dari individu yang
mempengaruhi kemampuan untuk sembuh seperti terlihat pada Tabel 2.3. Beberapa dari
faktor-faktor ini adalah berkaitan, dan faktor-faktor sistemik bekerja melalui efek lokal.
Beberapa kondisi dan penyakit seperti sepsis, trauma, penyakit hati menahun,
sindroma nefrotik, luka bakar, luka terbuka menahun, dapat mengganggu penyembuhan
luka, karena terjadi penurunan kadar protein tubuh. Protein memiliki peran penting
52
dalam penyembuhan luka melalui pembentukan kolagen. Penurunan kadar protein dapat
prealbumin, transferin, dan insulin growth factor I. Namun pemeriksaan marker ini
terbatas untuk mencerminkan status nutrisi pasien terkini, sebagai contoh albumin
memiliki waktu paruh 3 minggu, dan malnutrisi protein dapat terjadi sebelum terjadi
luka adalah terjadi penurunan angiogenesis dan proliferasi fibroblas (Burns dkk., 2003).
binatang dimana obesitas disertai dengan gangguan struktur dan fungsi kolagen,
gangguan deposisi kolagen, serta gangguan penyembuhan luka, hal ini diduga akibat
dari bagian dari perubahan struktur jaringan lemak (Yosipovitch dkk., 2007) . Menurut
World Health Organization (WHO) , definisi obesitas dan kelebihan berat badan
(overweight) adalah penumpukan lemak di badan secara abnormal atau berlebihan yang
dapat mengganggu kesehatan seseorang. Dikatakan obesitas apabila body mass index
(BMI) ≥ 30 kg/m2 , sedangkan kelebihan berat badan, bila BMI ≥ 25 kg/m2. Pada tikus
dibandingkan kontrol, sedangkan intensitas reaksi inflamasi dan densitas kolagen tidak
karena fase inflamasi penyembuhan luka melemah, sehingga infiltrasi seluler dan
deposisi fibrin menurun ditambah lagi dengan gangguan sintesa protein, produksi
dkk., 2003).
Tabel 2.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
(dikutip dari Guo dan DiPietro, 2010)
dinamis pada luka meliputi berbagai sel (trombosit atau platelet, neutrofil granulosit,
makrofag, fibroblas, keratinosit), sitokin dan growth factor, serta protease ( matrix
metaloprotease / MMP, plasmin, dan elastase). Berbeda dengan luka normal, pada
luka diabetes, terdapat gangguan dari fungsi sel, dan ketidakseimbangan dari
protease, sitokin, dan growth factor. Reaksi inflamasi pada luka diabetes tampak
disebabkan oleh kontaminasi bakteri dan trauma berulang akibat pasien sudah
dalam jumlah besar didalam luka. Granulosit neutrofil juga mensekresi sitokin
proinflamasi terutama TNF-α dan IL-1β. Kedua sitokin ini mampu secara langsung
degradasi matrik protein dan growth factor yang merupakan faktor penting dalam
proses penyembuhan luka, sehingga penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak
terkoordinasi (Lobmann dkk, 2005). Disamping itu TNF-α menekan tissue growth
muscle actin (α-SMA), kolagen tipe 1A, and fibronektin, sehingga berimplikasi pada
TNF-α secara sistemik pada luka diabetes dari binatang percobaan yang terbukti
inflamasi didalam luka secara nyata, pengurangan secara kuat dari sel-sel monosit
dalam sirkulasi, dan pengurangan jumlah makrofag didalam luka. Data ini
merupakan bukti kuat, bahwa anti TNF-α akan mengurangi baik jumlah atau aktivitas
makrofag dalam luka kronis yang mengalami gangguan penyembuhan. Dengan kata
lain bahwa kegagalan penyembuhan luka pada diabetes dipicu oleh makrofag yang
Gambar.2.8 Patofisiologi molekuler ulkus kaki diabetik (Dikutip dari Lobmann dkk,
2005).
56
tersebut, menyebabkan ganngguan fungsi dari kaki, dan bahkan kematian sel (Lee
kompartemen yang terjadi pada pasien diabetes. Pamoukian (2000), dalam review
pus purulen dan jaringan nekrosis. Infeksi pada kaki diabetes biasanya terdapat pada
kaki dari pasien dengan neuropati diabetes berat dan kaki pasien normal, ditemukan
bahwa pada kompartemen medial dari kaki pasien neuropati diabetes lebih tinggi
daripada pasien kaki normal, namun perbedaannya tidak bermakna ( 7,8 mmHg ,
SD 2,55 pada kaki normal, dibanding 9,4 mmHg, SD 4,08 pada kaki diabetes).
pada kaki normal vs 9,3 mmHg, SD 4,75 pada kaki diabetes) dan kompartemen
57
sentral ( 5,7 mmHg, SD 2,89 pada kaki normal vs 8,9 mmHg, SD 5,0 pada kaki
diabetes).
ditandai oleh peningkatan permeabilitas vaskuler, dan pada fase lanjut bisa disertai
hiperglikemia akut ditemukan gangguan berat dari glikokalik endotel yaitu suatu
terhadap permeabelitas vaskuler adalah hilangnya tonus simpatik sebagai bagian dari
disfungsi saraf sensorik-motorik pada pasien diabetik neuropati, dan tampaknya ini
2003). Peranan VEGF, suatu angiogenik growth factor yang memiliki pengaruh
Tidak ada konsensus mengenai jumlah kompartemen pada kaki (Frink dkk.,
2010). Pada akhir tahun 1920 ada 3 kompartemen (medial, lateral, superficial) yang
dijelaskan, ini diperkuat oleh Kamel dan Sakla pada tahun 1961, namun kemudian
aduktor), serta 9 kompartemen ditemukan pada cadaver (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink
dkk., 2010). Penelitian terakhir pada cadaver menyebutkan bahwa tidak dapat
fasiotomi pada kompartemen kaki belakang melalui modifikasi insisi medial dapat
Anatomi kaki pada beberapa potongan melintang melalui kaki depan dan kaki belakang
seperti terlihat pada Gambar 2.9, Gambar 2.10, dan Gambar 2.11 (Frink dkk., 2010).
Gambar 2.9 Anatomi penampang melintang dari kaki depan. Pendekatan dorsal
menggunakan 1 atau 2 insisi longitudinal, memungkinkan akses kepada
kompartemen interoseus dan aduktor MT = metatarsal; M = medial
compartment; A = adductor compartment; S = superficial
compartment; L = lateral compartment.
perdarahan setelah cedera vaskuler atau fraktur. Penyebab yang lain yaitu edema, ini
berkembang setelah adanya suatu peningkatan permeabelitas kapiler yang juga dapat
barier perfusi mengakibatkan hipoksia dan asidosis, kemudian hipoksia dan asidosis
ekstravasasi cairan. Karena ruang miofasial tidak elastis dan terbatas untuk
iskemia jaringan bahkan kematian sel (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink dkk., 2010).
sederhana, tehnik menggunakan kateter slit, dan tehnik menggunakan jarum side-
ported. Tidak ada perbedaan bermakna antara tehnik kateter slit dengan jarum side-
sederhana, nilai pengukuran lebih tinggi secara konsisten dibanding dengan 2 tehnik
lainnya. Untuk mendapat nilai pengukuran yang akurat dapat digunakan kateter slit
atau jarum side-ported (Moed dan Thorderson, 1993). Untuk membaca besarnya
Tehnik ini menggunakan kateter slit (Stryker, Kalamazoo, Michigan) yaitu suatu
kateter polietilen dengan diameter luar 1,6 milimeter. Kateter yang berisi jarum
dari permukaan kompartemen. Setelah itu jarum dilepas sedangkan ujung kateter
port, jarum dimasukkan kedalam kompartemen dengan arah tegak lurus dari
nyeri, parestesi, parese, dan nyeri saat peregangan pasif atau dorsofleksi kaki (4 P),
ditambah lemahnya pulsasi arteri dan pucat. Nyeri merupakan tanda klinis paling
awal, paling sensitive, tetapi tidak spesifik. Nyeri saat dorsofleksi pasif kaki,
merupakan cara diagnostik yang cepat dan aman dalam diagnosa sindroma
masih menjadi perdebatan. Beberapa penulis memakai nilai absolut 30 mmHg, yang
lain 30 mmHg dibawah MAP (mean Arterial Pressure) atau 10-30 mmHg dibawah
untuk dijadikan pedoman melakukan fasiotomi (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink dkk.,
2010).
63
2.5.6 Fasiotomi
kewaspadaan akan hal ini dianjurkan bagi para dokter yang menangani pasien kaki
luka pada ulkus kaki diabetik (Lee, 1995). Fasiotomi harus segera dilakukan begitu
iskemia jaringan bahkan kematian sel dapat dicegah (Fulkerson dkk., 2003 ; Frink
dkk., 2010). Pada semua ulkus kronis menunjukkan hipoksia jaringan, sehingga
produksi VEGF dalam merespon hipoksia (Lerman, 2003). Fasiotomi pada ulkus
pelepasan sel endotel progenitor atau stem sel dari sumsum tulang, merangsang
Pendekatan Plantar.
Pendekatan Dorsal.
dimodifikasi dalam dua insisi dorsal diatas metatarsal kedua dan metatarsal
keempat, dengan cara ini memungkinkan untuk mencapai semua kompartemen. Jika
2 insisi dorsal ini dikerjakan, dianjurkan melakukan insisi medial disebelah medial
dari metatarsal kedua dan insisi lateral disebelah lateral dari metatarsal keempat.
Untuk mengurangi resiko skin bridge necrosis , kedua insisi dibuat subkutan agar
perfusi tidak terganggu. Fasia dorsal dari setiap kompartemen interoseus dibuka
fasia medial dan diretraksi ke medial. Fasia putih dari kompartemen adductor
menjadi kelihatan,
plantar sepanjang 6 cm, fasia abductor hallucis akan terlihat lalu dibelah sejajar
dengan insisi kulit. Setelah membelah kompartemen medial, otot abductor hallucis
dilepaskan dari fasianya dan diretraksi ke superior, terlihat fasia putih dari
Dekompresi dari kompartemen ini , jika abductor digiti quinti and flexor digiti
Pendekatan Lateral.
Berdasarkan pada latar belakang permasalahan dan kajian pustaka yang telah
Gangguan penyembuhan ulkus kaki diabetik bersumber pada empat hal yaitu
gangguan fungsi sel-sel imun, respon inflamasi yang tidak efektif, gangguan fungsi
telah dikembangkan dan diimplementasikan pada pasien ulkus kaki diabetik, sampai
saat ini pendekatan baru dengan memperhatikan gangguan vaskuler belum banyak
dilakukan.
Pada diabetes yang disertai ulkus kaki diabetik, ulkus bersifat kronis dengan
Bila terjadi infeksi maka perluasan infeksi melalui kompartemen kaki, kompartemen
dengan hilangnya tonus simpatik sebagai bagian dari disfungsi saraf sensorik-
66
67
VEGF di dalam plasma dan jaringan semakin menurun, dan proses neovaskularisasi
Debridement juga menciptakan luka dan perdarahan baru yang dapat merangsang
jaringan bahkan kematian sel dapat dicegah. Setelah fasiotomi, hipoksia jaringan
Hiperoksia merangsang pelepasan sel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang,
merangsang pelepasan VEGF, dan bersamaan dengan lingkungan sitokin yang sudah
menjadi lebih optimal, sehingga tercapai perbaikan klinis ulkus. Skema kerangka
Hipoksia jaringan
Umur, Umur
Jenis kelamin, ↓ ↓ TNF-α Plasma ↓ TNF-α Plasma Jenis kelamin
Derajat ulkus ↑ ↑ VEGF plasma ↑ VEGF plasma Derajat ulkus
Jenis ulkus Jenis ulkus
HbA1c HbA1c
Lama DM FGF-2 FGF-2 Lama DM
Glukosa plasma ↑ ↑ Perbaikan klinis ↑ Perbaikan klinis Glukosa plasma
Gambar 3.1
Kerangka Berpikir
69
Umur, Umur,
Jenis kelamin, Jenis kelamin,
HbA1c, HbA1c,
Jenis ulkus Jenis ulkus
Derajat ulkus, Derajat ulkus,
Lama DM, Lama DM,
PAD, PAD,
Tek. Kompartemen Tek. Kompartemen
Glukosa plasma Glukosa plasma
Gambar 3.2
Kerangka Konsep
FGF-2
70
3.3 Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas,
1. Penurunan kadar TNF-α plasma pada ulkus kaki diabetik tujuh hari pasca
2. Peningkatan kadar VEGF plasma pada ulkus kaki diabetik tujuh hari pasca
3. Perbaikan klinis ulkus kaki diabetik (berdasarkan nilai LUMT) pasca debridemen
METODE PENELITIAN
2008 ; Saepudin, 2011) yang bagannya disajikan pada Gambar 4.1. Pada penelitian
ini dicari perbedaan kadar TNF-α di dalam plasma, maupun perbedaan kadar VEGF
di dalam plasma antara sebelum dan 1 minggu sesudah debridemen dengan atau
menggunakan instrumen Leg Ulcer Measurement Tool (LUMT) yang diadopsi dari
Woodbury, dkk. (2004) pada setiap minggu sampai dengan 4 minggu posttest.
O1 K O2
P S RA
O3 PL O4
Gambar 4.1
Bagan Rancangan Penelitian Pretest dan Posttest Control Group Design
(Pocock, 2008 ; Saepudin, 2011)
Keterangan : P = Populasi, S = Sampel, RA = Random Alokasi, O1 =
pengamatan sebelum perlakuan debridemen tanpa fasiotomi, K = Kontrol
(debridemen tanpa fasiotomi), O2 = pengamatan setelah perlakuan debridemen
tanpa fasiotomi, O3 = pengamatan sebelum perlakuan debridemen dengan
fasiotomi, PL = Perlakuan (debridemen dengan fasiotomi), O4 = pengamatan
setelah perlakuan debridemen dengan fasiotomi.
71
72
Umum Pusat Sanglah Denpasar. Pemeriksaan kadar TNF-α dan VEGF plasma
Populasi target adalah semua pasien DM tipe-2 yang menjalani operasi oleh
karena ulkus kaki diabetik. Populasi terjangkau adalah semua pasien DM tipe-2 yang
menjalani operasi oleh karena ulkus kaki diabetik derajat Wagner II, III, dan IV di
kriteria inklusi dan ekslusi. Subyek yang benar-benar diteliti (actual study subjects)
adalah sampel yang benar-benar mau ikut serta dalam penelitian dengan mengisi
Pasien DM tipe 2 dengan ulkus kaki diabetik, , derajat ulkus Wagner II, III,
dan IV, bersedia menjalani operasi debridemen dengan fasiotomi atau debridemen
tanpa fasiotomi ditandai dengan kesediaan untuk mengisi informed consent, kadar
glukosa plasma sebelum operasi terkontrol. Batasan yang dipakai dalam kriteria
1. Ulkus kaki diabetik : adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full
thickness) dari dermis yang menyertai penderita diabetes, dapat diikuti oleh
invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan, pada bagian distal
1999).
terhadap insulin disertai dengan defisiensi insulin relatif atau gangguan sekresi
Kriteria diagnosis DM :
yang tidak dapat dijelaskan, ditambah dengan konsentrasi gula darah sewaktu
2. Konsentrasi gula darah puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Pengertian puasa
disini adalah tidak ada pasokan kalori paling sedikit 8 jam, atau
Program (NGSP) atau standar nilai (assay) dari Diabetes Control and
3. Kadar glukosa plasma terkontrol adalah kadar glukosa plasma preprandial 70-
130 mg / dl, kadar glukosa 2 jam postprandial < 180 mg / dl ( Standard Medical
4. Derajat ulkus kaki diabetik Wagner sesuai dengan klasifikasi Wagner (Oyibo
Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi
Pasien yang sejak awal direncanakan amputasi major (Below Knee / Above
penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), sindroma nefrotik, penyakit hati menahun,
anemia, kanker, sedang dalam terapi steroid, kemotrerapi. Drop out apabila
sebelum 4 minggu pasca operasi tidak bisa di follow up ( meninggal, tidak bisa
yang dalam yang harus dilakukan fasiotomi pada kelompok non fasiotomi.
75
dengan program statistik pepi. Nomor urut sampel dan jenis perlakuan sesuai
Permutted Block, ditulis pada secarik kertas dan diletakkan didalam amplop
tertutup, dan baru dibuka sesaat sebelum operasi. Adapun kode perlakuan
risiko pada populasi, besar Odd ratio terkecil yang dianggap bermakna , besar alfa
persamaan berikut :
2σ2 X f α,β
n=
(μ2 - μ1 )2
Besarnya (µ2 - µ1) merupakan efek faktor risiko antara kelompok perlakuan
dan kontrol dapat ditentukan dengan asumsi (clinical judgment), pilot study atau
dari data penelitian serupa. Berdasarkan penelitian Leung (2008) ditemukan bahwa
kadar TNF-α serum pada pasien ulkus kaki diabetik pada minggu kedua pasca
pada penelitian serupa dapat ditetapkan bahwa (µ2 - µ1) antara kedua kelompok
adalah sebesar 5. Kesalahan tipe 1 (α) ditetapkan sebesar 5%, kesalahan tipe 2 (β)
sebesar 20%, maka f (α, β) = 7,9 Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut pada
asumsi drop out sebanyak 20% maka sampel yang digunakan adalah sebanyak 32
orang. Jadi untuk 2 kelompok jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 64
orang.
2. Variabel tergantung adalah kadar TNF-α plasma dan kadar VEGF plasma,
3. Variabel kendali : umur, jenis kelamin, lama DM, kadar HbA1c, PAD,
Dari 3 kelompok variabel yang diteliti, maka dibuat skema hubungan antar
V. BEBAS
Debridemen tanpa fasiotomi
Debridemen dengan fasiotomi
V. KENDALI V. KENDALI
Umur HbA1c
Jenis kelamin PAD
Derajat ulkus Lama DM
Jenis ulkus Tekanan kompartemen
V. TERGANTUNG
Kadar TNF-α plasma
Kadar VEGF plasma
Perbaikan klinis ulkus (nilai LUMT)
Gambar 4.2
Hubungan antar variabel
V= Variabel, LUMT= Leg Ulcer Measurement Tool
yang digunakan dalam penelitian ini perlu didefinisikan. Definisi operasional dari
eksudat, pus, darah, di dalam dan tepi ulkus sampai ke jaringan sehat
2010).
4. Ulkus kaki diabetikum adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan
(full thickness) dari dermis yang menyertai penderita diabetes, dapat diikuti
oleh invasi bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan pada kaki
5. Derajat ulkus kaki diabetik adalah Wagner II, III, dan IV menurut klasifikasi
6. TNF-α adalah sitokin proinflamasi yang diambil dari bahan jaringan ulkus
7. VEGF adalah vascular endothelial growth factor yang diambil dari bahan
8. Perbaikan klinis ulkus adalah besarnya nilai LUMT yang diukur secara
11. Lama DM adalah rentang waktu pasien menderita DM yang dihitung sejak
penelitian.
12. HbA1c adalah hemoglobin yang terglikosilasi diukur dengan Bio-Rad D-10
13. PAD adalah penyakit arteri perifir oklusi. Kriteria diagnosis PAD adalah
pertumbuhan rambut dan kuku, pulsasi arteri kaki melemah atau tidak ada,
interoseus kaki, yang diukur dengan tehnik jarum sederhana 18G yang
Tehnik pengukuran.
90%, ditusukkan jarum 18 G dengan posisi miring 45o dari permukaan kulit
menembus fasia kompartemen, jarum difiksasi dengan jahitan silk 3/0 agar
80
1. Ulkus neuropatik.
Kaki teraba hangat dan perfusi masih baik dengan pulsasi masih teraba,
Penilaian neuropati :
vibrasi dengan garpu tala 128 Hz (Khanolkar dkk., 2008 ; Van Baal,
2004)
2. Ulkus neuroiskemik.
Kaki teraba lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa
rambut, ada atrofi jaringan subkutan, klaudikasio intermiten dan rest pain
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita ulkus kaki
1. Alat pengukur tekanan kompartemen yang terdiri dari : jarum ukuran 18G,
Udayana dan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Persetujuan penelitian dengan
membuang semua jaringan nekrotik, eksudat, pus, darah, didalam dan tepi
membuang semua jaringan nekrotik, eksudat, pus, darah didalam dan tepi
sebagai berikut :
83
Pendekatan Plantar.
kompartemen lain.
Pendekatan Dorsal.
Pendekatan ini dapat dimodifikasi dalam dua insisi dorsal diatas metatarsal
melakukan insisi medial disebelah medial dari metatarsal kedua dan insisi
skin bridge necrosis , kedua insisi dibuat subkutan agar perfusi tidak
fasia medial dan diretraksi ke medial. Fasia putih dari kompartemen adductor
menjadi kelihatan,
permukaan plantar sepanjang 6 cm, fasia abductor hallucis akan terlihat lalu
ini , jika abductor digiti quinti and flexor digiti minimi terlihat. Semua luka
dibiarkan terbuka.
Pendekatan Lateral.
Insisi dimulai pada maleolus lateral dan diperluas ke kaki depan antara
Gambar 4.3 Pendekatan dorsal dan medial untuk fasiotomi pada empat kompartemen.
Insisi dorsal melalui dua insisi persis sebelah medial dari metatarsal kedua
dan di sebelah lateral dari metatarsal keempat, memungkinkan mencapai
keempat kompartemen kaki. Insisi medial lebih mudah mencapai
kompartemen medial dan sentral (Dikutip dari ABST Lab manual, ACS)
85
- Cuci ulkus dengan normal saline dengan cara irigasi untuk membuang pus,
- Ulkus ditutup dengan kasa steril lalu dibebat dengan bebat elastis.
a. Jaringan : eksisi jaringan ulkus dengan ukuran panjang 2 cm, lebar 2 cm,
Universitas Udayana.
a. Eksisi jaringan nekrotik di tepi dan dasar ulkus secara tajam sampai ke
b. Cuci ulkus dengan larutan normal saline dengan cara irigasi untuk
ulkus tersebut. Lokasi ulkus dibagi 2 area yaitu dorsum pedis dan
plantar pedis,
pendekatan medialplantar.
- Cuci ulkus dengan cairan normal saline dengan cara irigasi untuk
- Ulkus ditutup dengan kasa steril lalu dibebat dengan bebat elastis.
Pengukuran kadar TNF-α plasma dan jaringan ulkus, serta kadar VEGF
VEGF Immunoassay. R&D System Inc., Minneapolis, USA). Spesimen diambil dari
plasma dan jaringan ulkus untuk TNF-α , dan dari plasma untuk VEGF, sesaat
sebelum operasi dan 1 minggu setelah operasi. Kadar glukosa plasma terkontrol
persiapan reagen, prosedur assay, serta hasil penghitungan mengikuti aturan yang
sudah ditetapkan dari perusahan Quantikine(R) ELISA, Human TNF-α dan VEGF
mengandung paling sedikit fetal calf serum 1% untuk stabilitas TNF-α dan
VEGF. Partikel partikel dibuang dengan cara sentrifugasi, dan setelah itu segera
dikerjakan analisis atau disimpan terlebih dahulu pada suhu ≤ -20 0C. Hindarkan
menit. Analisa segera dilakukan atau sampel disimpan pada suhu ≤ -20 0C.
Persiapan Reagen.
hangatkan terlebih dahulu pada tempratur kamar, lalu dicampur secara hati
dengan pipet 500 µL calibrator diluent RD6U kedalam setiap tabung untuk
Prosedur Assay.
1. Siapkan semua reagen, standard, dan sampel seperti yang sudah diterangkan
sebelumnya.
2. Pindahkan strip mikroplate yang lebih dari kerangka plate ke dalam foil
diluent RD1W ke dalam setiap sumur atau perigi (well). Untuk plasma /
serum tambahkan 100 µL assay diluent RD1W ke dalam setiap sumur atau
perigi (well).
standard, kontrol, atau sampel per sumur. Untuk plasma / serum tambahkan
100 µL standard, kontrol, atau sampel per sumur. Tutup dengan plester yang
sudah disediakan dan inkubasi selama 2 jam pada tempratur kamar. Sebuah
5. Aspirasi setiap sumur dan dicuci, ulangi proses ini 2 kali untuk 3 pencucian
total. Cuci dengan mengisi setiap sumur dengan wash buffer ( 200 µL )
yang sangat penting untuk penampilan yang baik. Setelah pencucian terakhir,
6. Tambahkan 200 µL conjugat VEGF atau TNF-α pada setiap sumur. Tutup
8. Tambahkan 200 µL larutan dasar pada setiap sumur. Lindungi dari cahaya.
pada suhu kamar. Untuk plasma / serum inkubasi selama 25 menit pada suhu
kamar.
perubahan warna tidak tampak merata, plate diketok-ketok secara hati hati
agar tercampur dengan baik. Jika warna di dalam sumur adalah hijau atau
perubahan warna tidak tampak merata, plate diketok-ketok secara hati hati
10. Tetapkan densitas optik dari setiap sumur dalam waktu 30 menit,
menggunakan pembaca mikroplate dan diset sampai 450 nm. Jika koreksi
panjang gelombang tersedia, set sampai 540 nm atau 570 nm. Jika koreksi
panjang gelombang tidak tersedia, kurangi pembacaan dari 540 nm atau 570
optik pada plate. Pembacaan yang dibuat langsung pada 450 nm tanpa
instrument LUMT diadopsi dari Woodbury GM dkk. (2004) pada setiap akhir
minggu I, II, III, dan IV pasca operasi (formulir monitoring LUMT terlampir).
Perawatan ulkus dilakukan setiap 3 hari sekali selama 4 minggu, di ruang perawatan
atau di Poliklinik Bedah RSUP Sanglah. Kadar glukosa plasma terkontrol selama
pengamatan berlangsung.
KONTROL PERLAKUAN
(32 SUBYEK) (32 SUBYEK)
DATA PRETEST :
TEKANAN KOMPARTEMEN KAKI , TNF-α PLASMA dan JARINGAN,
VEGF PLASMA, NILAI LUMT
DATA POSTTEST :
TNF-α PLASMA, VEGF PLASMA, NILAI LUMT
SIMPULAN PENELITIAN
Gambar 4.4
Alur Penelitian
93
plasma, serta perbaikan klinis ulkus yang diukur dari nilai LUMT akibat perlakuan
BMI, HbA1c, lama menderita DM, lama menderita ulkus, tekanan kompartemen
sebelum dan sesudah perlakuan dianalisis menggunakan uji Shapiro Wilk pada α
menggunakan Levene’s Test pada α = 0,05. Hipotesis; H0: σ12 = σ22 (varian
pada kedua kelompok equal), p > α. H0 ditolak (varian pada kedua kelompok
diterima, p > α ini berarti yang diuji adalah nilai posttest kelompok debridemen
ditolak (data tidak berdistribusi normal), p < α ini berarti yang diuji adalah
5. Analisis perbedaan rerata; dengan asumsi varian pada kedua kelompok ekual
maka perbedaan rata-rata antara hasil pengukuran TNF-α dan VEGF plasma
kedua kelompok tersebut dianalisis dengan uji-t independent sample atau uji-t
group (dua sampel bebas) pada tingkat kemaknaan α = 0,05. Hipotesis; H0: μ1 =
diukur pada minggu I, II, III, dan IV. Analisis menggunakan uji-t tidak
7. Pada penelitian ini dikonstruksi regresi linier peningkatan kadar VEGF dengan
kadar TNF-α. Hal ini penting untuk mendapatkan linieritas antara kedua variabel
8. Analisis statistik tersebut di atas menggunakan nilai p < 0,05 sebagai batas
kemaknaan dan memakai perangkat lunak statistika, yaitu program SPSS for
windows.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Jumlah subjek pada penelitian ini sebanyak 60 orang pasien penderita DM yang
terkena ulkus kaki diabetik memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pasien selanjutnya
debridemen dan fasiotomi. Pada kelompok-1 tercatat seorang pasien drop out karena
meninggal dunia. Data karakteristik subjek penelitian disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Data Karakteristik Subjek Kelompok-1 dan Kelompok-2
Variabel Kelompok-1 Kelompok-2 p*
(Debridemen) (Debridemen + Fasiotomi)
N 27 32
Jenis Kelamin
Laki (%) 18 (66,70) 22 (68,80)
Perempuan (%) 9 (33,30) 10 (31,20)
Umur (tahun) 54,59±8,23 54,72±11,67 0,963
Kisaran umur (tahun) 42 - 70 28 - 77
Pendidikan
SD (%) 8 (29,70) 11 (34,30)
SLTP (%) 3 (11.10) 4 (12,50)
SLTA (%) 13 (48,10) 13 (40,60)
PT (%) 3 (11,10) 4 (12,50)
Pekerjaan
IRT (%) 3 (11,10) 2 (6,30)
Swasta (%) 17 (63,00) 20 (62,50)
PNS (%) 7 (25,90) 10 (31,30)
BMI 24,02±3,73 24,52±4,26 0,639
HbA1c (%) 10,19±2,14 10,75±2,80 0,404
Lama menderita DM (tahun) 8,52±8,57 9,81±7,65
Lama menderita Ulkus 7,15±12,61 8,38±17,13
(minggu)
Tekanan Kompartemen
(mmHg)
Medial 15,19±7,34 18,59±11,74
Lateral 13,63±7,70 15,06±8,19
Sentral 14,04±9,60 21,75±12,89
Interosesus 13,70±11,38 21,53±13,24
96
97
jaringan, dan VEGF pretest dan posttest untuk kelompok-1 (perlakuan debridemen)
dan variannya homogen (Lampiran 5). Secara keseluruhan data pretest kadar TNF-α
Tabel 5.2
Data Pretest Kadar TNF-α plasma, TNF-α jaringan, dan VEGF plasma
Kelompok-1 Kelompok-2
Variabel p**
pretest pretest
TNF-α plasma (pg/ml) 422.30±17,05 424,47±12,02 0,093
Minimum 381,47 387,17
Maksimum 450,37 450,50
p* 0,264 0,113
TNF-α jaringan (pg/ml) 383,46±14,59 385,91±9,58 0,094
Minimum 348,39 363,09
Maksimum 407,47 410,79
p* 0,270 0,66
VEGF plasma (pg/ml) 282,50±11,58 286,74±10,19 0,510
Minimum 264,36 269,20
Maksimum 304,13 308,24
p* 0,218 0,590
p* berdistribusi normal pada nilai > 0,05; p** varian homogeny pada nilai > 0,05
Kelompok-1 debridemen , Kelompok-2 debridemen dengan fasiotomi
98
kadar TNF-α pada jaringan posttest tidak dilakukan karena alasan etik. Data kadar
TNF-α plasma, VEGF, serta perubahan kadar kedua marker tersebut setelah
Tabel 5.3
Kadar TNF-α dan VEGF plasma 7 hari setelah perlakuan, serta perubahan kadar
kedua marker tersebut pada Kelompok-1 dan Kelompok-2
Kelompok-1 Kelompok-2
Variabel postest Perubahan (∆) postest Perubahan p**
(∆)
TNF-α plasma 390,91±12,85 31,40±17,98 290,26±16,42 134,21±14,50 0,179
(pg/ml)
Minimum 368,69 9,51 259,54 90,03
Maksimum 412,10 70,08 332,86 158,33
p* 0,407 0,952 0,168 0,091
VEGF plasma 289,19±21,91 15,03±11,02 338,69±20,11 51,96±13,54 0,330
(pg/ml)
Minimum 248,53 2,67 303,46 29,38
Maksimum 327,48 35,89 395,80 92,44
p* 0,293 0,242 0,064 0,064
Untuk mengetahui adanya perubahan (∆) antara kadar TNF-α plasma dan VEGF
plasma kelompok-1 dan kelompok-2 akibat pengaruh perlakuan, maka dilakukan uji-t
independen. Secara menyeluruh hasil uji-t disajikan pada Lampiran 5. Resume hasilnya
Tabel 5.4
Resume Hasil Uji-t perubahan kadar TNF-α dan VEGF plasma 7 hari posttest
Kelompok-1 dan Kelompok-2
Interval Kepercayaan
Beda (95%)
Variabel Kelompok-1 Kelompok-2 t p*
Mean lower Upper
TNF-α (pg/ml) pre 422,20±17,05 424,47±12,02 2,17 0,571 0,570 -9,77 5,44
VEGF (pg/ml) pre 282,50±11,58 286,74±10,19 4,23 1,494 0,141 -9,91 5,70
TNF-α (pg/ml) pasca 390,91±12,85 290,26±16,42 100,64 25,85 0,001 92,84 108,44
VEGF (pg/ml) pasca 289,19±21,91 338,70±20,11 49,50 9,04 0,001 -60,47 -38,54
∆ TNF-α (pg/ml) 31,40±17,98 134,21±14,50 102,81 24,32 0,001 -111,27 -94,34
∆ VEGF (pg/ml) 15,23±10,73 51,96±13,54 36,73 11,39 0,001 -43,19 -30,27
*Signifikan pada nilai p < 0,05 Kelompok-1 debridemen
Kelompok-2 debridemen dengan fasiotomi
Untuk lebih memperjelas adanya perbedaan kadar TNF-α dan VEGF dapat
dilihat pada Gambar 5.1, 5.2, 5.3, dan 5.4. Data kadar TNF-α plasma pada kelompok-1
maupun kelompok-2 posttest disajikan pada Gambar 5.1, Pada Gambar 5.1 terlihat
bahwa kadar TNF-α pada kelompok-1 berbeda secara signifikan dibandingkan dengan
400
350
300
250
200
150 TNF-α
100
50
0
Debredemen Debredemen dan
fasiotomi
Gambar 5.1
Perbedaan Kadar TNF-α plasma pada Kelompok-1(debridemen) dengan
Kelompok-2 (debdanfasio) posttest.
100
Data kadar VEGF pada kelompok-1 maupun kelompok-2 posttest disajikan pada
Gambar 5.2. Dari Gambar 5.2 tersebut terlihat bahwa kadar VEGF pada kelompok-1
340
330
320
310
VEGF
300
290
280
270
260
Debredemen Debredemen dan
fasiotomi
Gambar 5.2
Perbedaan Kadar VEGF pada Kelompok-1(debridemen) dengan
Kelompok-2 (debdanfasio) posttest.
disajikan pada Gambar 5.3. Terlihat penurunan kadar TNF-α plasma pada kelompok-1
140
120
100 Penurunan
TNF-α
80
60
40
20
0
Debredemen Debredemen dan fasiotomi
Gambar 5.3
Penurunan Kadar TNF-α plasma pada Kelompok-1(debridemen) dan
Kelompok-2 (debdanfasio) posttest.
pada Gambar 5.4. Terlihat penurunan kadar VEGF pada kelompok-1 berbeda secara
60
50
40
30
Peningkatan VEGF
20
10
0
Debredemen Debredemen dan
fasiotomi
debridemen dengan fasiotomi diamati sejak selesai perlakuan sampai empat minggu
dilihat pada Tabel 5.5. Data tersebut diuji normalitas dan homogenitas variannya.
Tabel 5.5
Data Perbaikan Klinis Ulkus yang diukur sesuai Kriteria LUMT pada Kelompok
Debridemen (Kelompok-1) serta Kelompok Debridemen dan Fasiotomi (Kelompok-2),
Minggu I, II, III, dan IV Posttest
debridemen dengan fasiotomi. Resume hasil uji-t nya disajikan pada Tabel 5.6.
103
Tabel 5.6
Resume Perbedaan Data Perbaikan Klinis Ulkus Kelompok Debridemen (Kelompok-1)
serta Kelompok Debridemen dan Fasiotomi (Kelompok-2),
Minggu I, II, III, dan IV Posttest
5.4 Konstruksi Regresi Linier Peningkatan kadar VEGF dengan Penurunan kadar
TNF-α
dengan kadar TNF-α. Hal ini penting untuk mendapatkan linieritas antara kedua
mendapatkan terjadi korelasi yang kuat (r = 0,753) dan signifikan (p < 0,05) antara
peningkatan kadar VEGF dengan penurunan kadar TNF-α). Hasil analisis korelasi
linier terhadap kedua variabel tersebut menggunakan regresi linier sederhana. Hasil
Tabel 5.7
Resume Hasil Analisis Regresi Linier antara Peningkatan Kadar VEGF dengan
Penurunan Kadar TNF-α
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t p.
B Std. Error Beta
1 Konstan 8,301 3,654 2,272 0,027
Penurunan 0,308 0,036 0,753 8,627 0,000
TNF-α
a. Dependent Variable: Peningkatan VEGF
Dari data pada Tabel 5.7 dapat dibuat persamaan regresi antara peningkatan
kadar VEGF dengan penurunan kadar TNF-α, yaitu: VEGF = 8,301 + 0,308 TNF-α. Hal
ini berarti bahwa setiap penurunan 1 pg/mL kadar TNF-α terjadi peningkatan kadar
PEMBAHASAN
debridement dan fasiotomi) dengan umur rerata 54 tahun (kisaran umur 42-70 tahun
fasiotomi). Usia dan jenis kelamin berpengaruh pada penyembuhan luka sebagai
faktor sistemik. Semakin tua usia (usia tua menurut WHO, ≥ 60 tahun) semakin
besar risiko gangguan penyembuhan luka, hal ini berkaitan dengan gangguan
respon inflamasi seperti lambatnya infiltrasi sel T ke daerah luka disertai dengan
laki-laki lebih lambat. Hormon sek berperan dalam gangguan penyembuhan luka,
protease, fungsi epidermal, dan gen-gen yang terutama berkaitan dengan inflamasi,
105
106
kebanyakan laki-laki dengan rerata usia hampir tua, berarti kedua faktor ini
(p>0,05)l, ini berarti bahwa perbaikan klinis ulkus pada kelompok debridemen dan
fasiotomi adalah benar- benar karena faktor perlakuan. Dengan kisaran umur antara
secara statistik debridemen dan fasiotomi memberi hasil yang sama baik pada
Penelitian ini menunjukkan rerata BMI subjek pada kedua kelompok tidak
kolagen, hal ini diduga akibat dari bagian dari perubahan struktur jaringan lemak
reaksi inflamasi dan densitas kolagen tidak berbeda (Biondo-Simoes dkk, 2010).
Dengan melihat rerata semua subjek tidak menunjukkan obesitas pada kedua
kelompok, berarti peluang terjadi perbaikan ulkus adalah baik dan tidak berbeda
faktor yang berpengaruh terhadap perbaikan klinis ulkus. Pada kelompok perlakuan
107
membuktikan bahwa debridemen dan fasiotomi memberikan hasil yang sama, baik
Berdasarkan data klinik subjek penelitian pada Tabel 5.1, tampak bahwa
95% pasien memiliki nilai HbA1c > 7% (kelompok debridemen 10,19 ± 2,14 vs
10,75 ± 2,80 kelompok debridemen dengan fasiotomi) , hal ini membuktikan bahwa
dengan komplikasi mikrovaskuler dan neuropati (ADA, 2011), hal ini terlihat dari
angka kejadian PAD pada penelitian ini (kelompok debridemen 25,9% vs 40,6%
kelompok debridemen dengan fasiotomi). Kejadian PAD dua kali lebih sering
menyebutkan PAD mencapai 50% pada pasien ulkus kaki diabetik (Hinchliffe,
terpenting timbulnya ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes (Singh dkk., 2005 ;
Gibbons dkk., 1995). Derajat ulkus kebanyakan Wagner derajat III (kelompok
Dengan melihat nilai HbA1c yang tinggi (>7%) dan lama ulkus ( ± 8
minggu), membuktikan bahwa ulkus kaki diabetik pada penelitian ini merupakan
ulkus kronis yang gagal mengikuti urutan penyembuhan luka normal (Liu, dkk.,
108
awal dan lanjut dari penyakitnya, adanya perubahan struktur dan fungsi kapiler
(Bouskela dkk., 2003). Terbukti pada penelitian ini terdapat rerata peningkatan
kaki dan pada semua subjek penelitian, baik pada kelompok kontrol maupun
berlangsung kronis, diikuti dengan penurunan kada VEGF plasma pada semua
pada stadium awal dari ulkus kaki diabetik. Bukti lain tentang kronisitas ulkus
didukung oleh kadar TNF-α plasma maupun jaringan yang tinggi pada semua subjek
dengan fasiotomi), sedangkan rerata kadar TNF-α plasma pada populasi umum pada
109
kelompok umur 19 - ≥70 tahun adalah 10,30 – 16,48 pg/ml on age group 19 - ≥70
TNF-α Plasma
dari perubahan (∆) kadar TNF-α plasma antara kelompok kontrol debridemen dan
Debridement dan fasiotomi memberikan penurunan kadar TNF-α plasma yang lebih
dengan debridement tanpa fasiotomi dengan besar perubahan (∆) TNF-α (pg/ml)
31,40±17,98.
sel-sel detritus sebagai faktor yang mempertahankan inflamasi di dasar ulkus yang
akan memicu sekresi TNF-α. Debridemen adalah tindakan bedah membuang semua
jaringan nekrotik, eksudat, pus, darah, di dalam dan tepi ulkus , mengurangi
Lebrun, 2010), sehingga faktor yang mempertahankan inflamasi di dasar ulkus yang
penting dan menentukan pada penanganan ulkus kaki diabetik sebagai usaha wound
110
bed preparation dengan mengubah suasana lingkungan atau milieau lokal dari
suasana luka kronis menjadi suasana luka akut, untuk merangsang dan
mempercepat proses penyembuhan luka (Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal,
2004 ; Vourisalo, 2009). Sel endotel progenitor atau sel stem dari sumsum tulang
semua daerah yang terkena infeksi untuk drainase yang adekuat serta mendapatkan
spesimen bakteri dari jaringan dalam (Bernard, 2007), oleh karena itu pengetahuan
saja. Fasiotomi dapat memperbaiki pengendalian infeksi serta penyembuhan luka pada
ulkus kaki diabetik (Lee, 1995), mengurangi tekanan, evaluasi adanya kantong-
kantong infeksi yang tersembunyi (tracking and tunneling), serta drainase yang
adekuat (Frykberg dkk., 2006 ; Bernard, 2007 ; Lebrun, 2010), sehingga debridemen
dan fasiotomi akan berdampak sinergis dalam pengendalian infeksi, sehingga lebih
VEGF
perubahan (∆) kadar VEGF plasma antara kelompok kontrol debridement dan
yang lebih tinggi dengan besar perubahan (∆) VEGF (pg/ml) 51,96±13,54
VEGF meningkat dalam 24 jam setelah luka terjadi, kadar VEGF mencapai
puncaknya pada hari ketiga dan ketujuh dan menurun secara bermakna setelah itu
(Frank dkk, 1995). Pada waktu debridemen, terjadi perdarahan luka baru, sehingga
perdarahan luka baru sesuai dengan hipotesis dari Frank dkk. (1995). Disamping itu
hipoksia jaringan pada ulkus kaki diabetik, dimana pada semua ulkus kronis tekanan
oksigen lokal berkisar setengah dari normal sehingga terjadi gangguan replikasi
pada pasien DM yang memicu iskemia jaringan dan berakhir dengan nekrosis
jaringan, sehingga diduga ada indikasi keterkaitan antara DM, peningkatan tekanan
ditemukan bahwa pada kompartemen medial dari kaki pasien neuropati diabetes
lebih tinggi daripada pasien kaki normal, namun perbedaannya tidak bermakna.
kompartemen kaki normal adalah 5 – 7 mmHg (Lower dan Kenzora, 1994) , pada
kompartemen yang berjalan secara kronis pada penderita ulkus kaki diabetik
maupun pelepasan VEGF oleh fibroblas. VEGF merupakan faktor penting di dalam
aktivasi eNOS di dalam sumsum tulang, yang akan menghasilkan peningkatan kadar
NO (Nitric Oxide) yang akan mencetus mobilisasi EPC (Endothel Progenitor Cell)
dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi menuju daerah luka (EPC Homing),
(2007) menunjukkan bahwa pada hewan coba tikus DM, hiperoksia meningkatkan
113
mobilisasi dari EPCs di dalam sirkulasi dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi
perifir. Tindakan fasiotomi pada penelitian ini terbukti meningkatkan kadar VEGF
VEGF. Oleh karena itu kami berpendapat bahwa fasiotomi sebaiknya dilakukan
pada semua ulkus kaki diabetik derajat Wagner II, III, dan IV, sebagai prosedur rutin
ditegakkan, semakin awal, semakin sedikit sequelae akan berkembang. Tujuan dari
mengakibatkan hipoksia, asidosis, dan iskemia jaringan bahkan kematian sel dapat
dicegah (Fulkerson, dkk., 2003 ; Frink dkk., 2010). Tegangan oksigen memegang
peranan utama baik secara in vitro maupun in vivo dalam regulasi ekspresi gen
VEGF (Ferrara dan Davis-Smyth, 1997). Walaupun VEGF meningkat oleh hipoksia
secara in vitro, namun data secara in vivo masih menjadi pertentangan ( Oltmanns
dkk. (2006). Fakta lain menyebutkan bahwa ekspresi VEGF mRNA dipicu secara
cepat dan reversible oleh paparan tegangan oksigen (pO2) yang rendah, juga iskemia
yang disebabkan oleh oklusi arteri. Berkaitan dengan perubahan vaskuler sebagai
penyakit arteri koroner atau ulkus kaki diabetik dengan manifestasi klinis berupa
ulkus kaki diabetik. Karena itu memunculkan hipotesis untuk menerangkan paradox
angiogenesis ini bahwa respon terhadap faktor pertumbuhan (VEGF) terganggu pada
DM. Gangguan molekuler ini terletak didalam sistem transduksi signal baik yang
mengalir turun pada reseptor ( signal transduction defect ) atau pada level reseptor
(Waltenberger, 2007). Pada ulkus kaki diabetik, kadar growth factors seperti VEGF,
tidak mampu meningkatkan produksi VEGF dan FGF-2 pada level normal didalam
merespon keadaan hipoksia. Kadar dan aktivitas VEGF yang abnormal, serta
kebanyakan ulkus berlokasi pada bagian kaki yang mengalami iskemia. Tanpa
adanya respon angiogenesis yang tepat, fase berikutnya dari proliferasi sel dan
sitokin di dasar ulkus, menciptakan keseimbangan sitokin dan growth factor, yang
menginduksi pelepasan VEGF di dalam plasma pada hari ketujuh pasca operasi.
vaskuler baik untuk praktek klinik dan penelitian (Lepantalo, dkk.,2011). Pada
penelitian ini terbukti peningkatan tekanan kompartemen kaki merupakan salah satu
penyebab gangguan vaskuler, dimana sebagai jawaban yang tepat untuk itu adalah
6.4 Hubungan antara Debridemen dan Fasiotomi dengan Perbaikan Klinis Ulkus
LUMT (semakin kecil nilai LUMT, semakin besar perbaikan klinis ulkus). Terdapat
perbedaan yang bermakna dari nilai LUMT antara kelompok kontrol debridemen dan
kelompok perlakuan debridemen dan fasiotomi (independen t-test, p < 0,05) pada
debridemen dan fasiotomi 18,75±8,83). Tidak ada perbedaan bermakna nilai LUMT
pada minggu I pasca operasi pada kedua kelompok, ini sesuai dengan proses
penyembuhan luka dimana pada minggu I merupakan fase hemostasis dan inflamasi,
sedangkan fase proliferasi yang ditandai dengan reepitelilisasi baru terjadi pada
minggu II (Guo dan DiPietro, 2010) sehingga perbaikan klinis ulkus baru terlihat
pada dan setelah minggu II. Perbaikan klinis ulkus kaki diabetik pada kelompok
perlakuan memiliki hubungan yang sangat erat dengan penurunan kadar TNF-α
116
plasma maupun peningkatan kadar VEGF plasma akibat perlakuan debridemen dan
fasiotomi.
protease didalam luka, menyebabkan degradasi matrik protein dan growth factor
penyembuhan luka menjadi terputus dan tidak terkoordinasi (Lobmann dkk, 2005).
Usaha-usaha telah dilakukan untuk menetralisir TNF-α dengan pemberian anti TNF-
α secara sistemik pada luka diabetes dari hewan coba yang terbukti mempercepat
penutupan luka. Penutupan luka paralel dengan melemahnya inflamasi didalam luka
secara nyata, pengurangan secara kuat dari sel-sel monosit dalam sirkulasi, dan
pengurangan jumlah makrofag didalam luka. Data ini merupakan bukti kuat, bahwa
anti TNF-α akan mengurangi baik jumlah atau aktivitas makrofag dalam luka kronis
penyembuhan luka pada diabetes dipicu oleh makrofag yang mengekspresikan TNF-
α (Goren dkk, 2007). Pada penelitian ini debridemen dan fasiotomi terbukti jauh
saja.
dan deoxynucleotidyl transferase (Behl dkk, 2008), peningkatan level mRNA dari
kolagen I dan III, peningkatan densitas fibroblast dan pembentukan matriks (Al-
Mashat dkk, 2006 ; Siqueira dkk, 2010). Dengan kata lain bahwa penurunan
lingkungan atau milieau lokal dari suasana luka kronis menjadi suasana luka akut,
(Mueller, 1994; Gibbons, 1995 ; Van Baal, 2004 ; Vourisalo, 2009), sehingga
tercapai keadaan cytokine milieu di dasar ulkus menjadi optimal. Jumlah dan
fisiologi jangka panjang mikrovaskuler yang didorong oleh VEGF, terutama sekali
rangsangan yang memulai angiogenesis itu sendiri, dan lingkungan ini merupakan
elemen penting dari rantai proses seluler yang menjembatani invasi seluler serta
berbasis faktor pertumbuhan di klinik seperti PDGF (Kirsner, dkk., 2010), pada
hewan coba dengan recombinant human VEGF165 protein (Galiano, dkk., 2004),
menurunkan kadar TNF-α dan statin yang meningkatkan kadar VEGF secara
bersama sama terbukti memperbaiki penyembuhan ulkus peptikum pada hewan coba
dari ulkus kaki diabetik dalam cara sistemik dan holistik. Konsep TIME yaitu Tissue
kadar TNF-α.
Sitokin dan growth factor merupakan polipeptida kecil yang disekresi oleh
tipe-tipe sel yang berbeda dan bekerja sebagai molekul signal yang mengontrol
sitokin proinflamasi yaitu TNF-α, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, Interferon γ, sitokin anti
inflamasi yaitu IL-4, IL-10 dan growth factor yaitu TGF, PDGF, VEGF, FGF, EGF
antara sitokin, growth factor dan protease, dimana terjadi peningkatan sitokin
degradasi matriks protein dan growth factor yang sangat penting dalam
korelasi yang kuat (r = 0,753) dan signifikan (p < 0,05) antara peningkatan kadar
VEGF dengan penurunan kadar TNF-α) pasca operasi debridemen dengan fasiotomi.
119
Kekuatan korelasi antara peningkatan kadar VEGF dengan penurunan kadar TNF-α,
Hal ini berarti bahwa setiap penurunan 1 pg/mL kadar TNF-α terjadi peningkatan
adanya penurunan kadar TNF-α maka proses degradasi VEGF akan dicegah,
meningkatkan kadar VEGF plasma, peningkatan kadar VEGF plasma juga terjadi
Penanganan baku ulkus kaki diabetik sampai saat ini adalah debridemen
yang hasilnya secara klinis kurang memuaskan. Pada debridemen yang terjadi
ternyata masih tetap terjadi hipoksia jaringan yang disebabkan oleh karena
secara simultan pada ulkus kaki diabetik, yang terjadi adalah selain memperbaiki
lingkungan inflamasi dan membuat suatu perdarahan baru, terjadi juga perbaikan
hipoksia jaringan melalui fasiotomi tersebut. Hal ini dibuktikan dengan hasil
120
penelitian ini bahwa debridemen dengan fasiotomi pada kaki diabetik lebih besar
bermakna menurunkan kadar TNF-α plasma dan meningkatkan kadar VEGF plasma
yang disertai dengan perbaikan klinis ulkus darpada debridemen saja. Dengan
demikian ini merupakan temuan baru yang dapat disumbangkan dari penelitian ini.
fasiotomi dan akibat perlakuan debridemen tanpa fasiotomi seperti tercantum pada
Gambar 6.1.
121
Gangguan mikrosirkulasi
Hipoksia jaringan
VEGF ↓ TNF-α ↑
Ulkus kronis
↓ Tekanan
kompartemen
memperbaiki
mikrosirkulasi
*Glukosa plasma terkontrol
*Glukosa plasma terkontrol
↓↓ TNF-α ↓ TNF-α
Perbaikan oksigenasi jaringan
↑↑ VEGF ↑ VEGF
Gambar 6.1 Model mekanisme regulasi TNF-α dan VEGF plasma sebagai pathogenesis
baru perbaikan klinis ulkus kaki diabetik akibat perlakuan debridemen
dengan fasiotomi dan debridemen tanpa fasiotomi.
122
6.7.1 Bias
Tidak bisa menilai ketepatan dari luas dan dalamnya debridemen, apakah
telah dilakukan dengan adekuat atau belum. Sampai saat ini belum ada suatu cara
yang dianggap baku untuk menilai ketepatan dari luas dan dalamnya debridemen
debridemen performance index (score 0-6), meliputi debridemen terhadap kalus, tepi
ulkus, dan dasar ulkus. Sistem skoring yang dipakai adalah 0 adalah debridemen
skoring ini dapat dipakai untuk meramalkan hasil pengobatan. Kami tidak memakai
Kadar TNF-α di dalam jaringan posttest pada penelitian ini tidak dikerjakan
karena pertimbangan etika, sehingga tidak bisa diketahui perubahannya secara lokal
peningkatan secara nyata ekspresi reseptor insulin di dalam jaringan dan penurunan
secara nyata jumlah monosit/makrofag di dalam jaringan pada hewan coba diabetes
setelah pemberian anti TNF-α antibodi secara sistemik. Mengacu pada penelitian
Goren dkk. (2007) tersebut kami berpendapat bahwa perubahan kadar TNF-α plasma
123
Peningkatan kadar VEGF plasma pada penelitian ini dipicu oleh dua hal
yang dilakukan telah mencapai keadaan normoksia atau bahkan hiperoksia, tidak
pasca fasiotomi tidak relevan lagi dan hasilnya tidak bisa dipercaya, karena fasia
atau kompartemen sudah terbuka. Yang paling akurat untuk menilai telah terjadi
perlakuan debridemen dengan fasiotomi, ini terbukti dari peningkatan VEGF lebih
7.1 Simpulan
kaki ulkus kaki diabetik. Peningkatan tekanan kompartemen kaki ini diduga
hipoksia jaringan.
c. Penurunan kadar TNF-α plasma pada ulkus kaki diabetik pasca debridemen
d. Peningkatan kadar VEGF plasma pada ulkus kaki diabetik pasca debridemen
e. Terdapat korelasi yang kuat dan signifikan antara peningkatan kadar VEGF
dengan penurunan TNF-α. plasma pada ulkus kaki diabetik pasca debridemen
dengan fasiotomi
f. Perbaikan klinis ulkus kaki diabetik pasca debridemen dengan fasiotomi lebih
7.2 Saran
ada beberapa saran yang dapat dilakukan baik untuk pengembangan ilmu
124
125
jaringan.
sebagai salah satu penyebab gangguan vaskuler terutama pada ulkus kaki
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mashat, H.A., Kandru, S., Liu, R., Behl, Y, Desta, T., Graves, D.T. 2006.
Diabetes Enhances mRNA Levels of Proapoptotic Genes and Caspase
Activity, Which Contribute to Impaired Healing. Diabetes ; 55 : 487-95.
Banai, S., Jaklitsch, M.T., Shou, M., Lazarous, D.F., Scheinowitz, M., Biro, S.,
Epstein, S., Unger, E. 1994. Angiogenic-induced enhancement of
collateral blood flow to ischemic myocardium by vascular endothelial
growth factor in dogs. Circulation 89:2183–9.
Bao, P., Kodra, A., Tomic-Canic, M., Golinko, M.S., Ehrlich, H.P., Brem, H. 2009.
The Role of Vascular Growth Factor in Wound Healing. J Surg Res,
15:347-58.
Baraka, A.M., Guemei, A., Gawad, H.A. 2010. Role of modulation of vascular
endothelial growth factor and tumor necrosis factor-alpha in gastric ulcer
healing in diabetic rats. Biochemical Pharmacology; 79 : 1634–9
Behl, Y., Krothapalli, P., Desta, T., Graves, D. 2008. Diabetes-Enhanced Tumor
Necrosis Factor-α Production Promotes Apoptosis and the Loss of Retinal
Microvascular Cells in Type 1 and Type 2 Models of Diabetic
Retinopathy. Am J Pathol ; 172(5) : 1411 – 8.
Belgore, F.M., Blann, A.D., Li-Saw-Hee, F.L., Beevers, D.G., Lip, G.Y. 2001.
Plasma levels of vascular endothelial growth factor and its soluble
receptor (SFlt-1) in essential hypertension. Am J Cardiol, 87: 805–7.
Bjarnsholt, T., Kirketerp-Moller, K., Jensen P.O., Madsen, K.G., Phipps, R.,
Krogfelt, K., Hoiby, N., Givskov, M. 2008. Why chronic wounds will not
heal: a novel hypothesis. Wound Repair Regen. 16(1):2-10.
Brem, H., Erlich, P., Tsakayannis, D., Folkma, J. 1997. Delay of wound healing by
the angiogenesis inhibitor TNP-470. Surgical forum, 48 :714-6.
Brem, H., Kodra, A., Golinko, M.S., Entero, H., Stojadinovic, O., Wang, V.M.,
Sheahan, C.M., Weinberg, A.D., Woo, S.L.C., Ehrlich H.P., Tomic-
Canic, M. 2009. Mechanism of Sustained Release of Vascular Growth
Factor in Accelerating Experimental Diabetic Healing. Journal of
Investigative Dermatology, 129:2275-87.
Brem, H., Tomic-Canic, M. 2007. Cellular and molecular basis of wound healing in
diabetes. J. Clin. Invest. 117:1219–22.
Broekhuizen, L.N., Lemkes, B.A., Mooij, H.L., Meuwese, M.C., Verberne, H.,
Holleman, F., Schlingemann, R.O., Nieuwdorp, M., Stroes, E.S.G., Vink,
H. 2010. Effect of sulodexide on endothelial glycocalyx and vascular
permeability in patients with type 2 diabetes mellitus. Diabetologia,
53:2646–55.
Burns, J., L., Mancoll, J., S., Phillips, L., G. 2003. Impairments to wound healing.
Clin Plastic Surg., 30 : 47-56.
Cardinal, M., Eisenbud, D.E., Armstrong, D.G., Zelen, C., Driver, V., Attinger, C.,
Phillips, T., Harding, K. 2009. Serial surgical debridement: a retrospective
study on clinical outcomes in chronic lower extremity wounds. Wound
Repair Regen. ;17(3):306-11.
Cavanagh, P.R., Buse, J.B., Frykberg, R.B., Gibbons, G.W., Lipsky, B.A., Pogach,
P., Reiber, G.E., Sheehan, P. 1999. Consensus Development Conference
on Diabetic Foot Wound Care. DIABETES CARE, 22(8)
Chang, A.C., Dearman, B., Greenwood, J.E. 2011. A Comparison of Wound Area
Measurement Techniques: Visitrak Versus Photography. Eplasty, 11 : e18.
128
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). History of foot ulcer among
persons with diabetes—United States, 2000-2002. MMWR Morb Mortal
WklyRep. 2003;52(45):1098-02.
Cho, C.H., Sung, H.K., Kim, K.T., Cheon, H.G., Hong, H.J. 2006. COMP-
angiopoetin-1 promotes wound healing through enhanced angiogenesis,
lymphangiogenesis, and blood flow in diabetic mouse model. Proc Natl
Acad Sci USA, 103:4946-51.
Chou, E., Suzuma, I., Way, K.J., Opland, D., Clermont, A.C., Naruse, K., Suzuma,
K., Bowling, N.L., Vlahos, C.J., Aiello, L.P., King, G.L. 2002. Decreased
cardiac expression of vascular endothelial growth factor and its receptors
in insulin-resistant and diabetic States: a possible explanation for impaired
collateral formation in cardiac tissue. Circulation, 105:373–9.
Coerper, S., Beckert, S., Kuper, M.A., Jekov, M., Konigsrainer, A. 2009 Fifty
percent area reduction after 4 weeks of treatment is a reliable indicator for
healing--analysis of a single-center cohort of 704 diabetic patients. J
Diabetes Complications, 23(1):49-53.
Darby, I.A., Bisucci, T., Hewitson, T.D., MacLellan, D.G. 1997. Apoptosis is
increased in a model of diabetes-impaired wound healing in genetically
diabetic mice. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology ;
29(1) : 191 -200
Davis, G.E., Saunders, W.B. 2006. Molecular balance of capillary tube formation
versus regression in wound repair: role of matrix metalloproteinases and
their inhibitors. J Investig Dermatol Symp Proc, 11:44-56.
Driver, V.,R., Fabbi, M., Lavery, L., A., Gibbons, G. 2010. The costs of diabetic
foot: the economic case for the limb salvage team. J Am Podiatr Med
Assoc.;100(5):335-41.
Falanga, V., Saap, L.J., Ozonoff, A. 2006. Wound bed score and its correlation with
healing of chronic wounds. Dermatol Ther ; 19(6):383-90.
Flamini, S., Zoccali, C., Persi, E., Calvisi, V. 2008. Spontaneous compartement
syndrome in patient with diabetes and statin administration : a case report.
J Orthopaed Traumatol, 9:101-3.
129
Frank, S., Hubner, G., Breier, G., Longaker, M.T., Greenhalgh, D.G., Werner, S.
1995. Regulation of Vascular Endothelial Growth Factor Expression in
Cultured Keratinocytes: Implication for Normal and Impaired Wound
Healing, The Journal of Biological Chemistry, 270:12607-13.
Freedman, S.B., Isner, J.M. 2002. Therapeutic angiogenesis for coronary artery
disease. Ann Intern Med, 136:54–71.
Frink, M., Hildebrand, F., Krettek, C., Brand, J., Hankemeier, S. 2010. Compartment
syndrome of the lowert leg and foot. Clin Orthop Relat Res, 468:940-50.
Frykberg, R.G., Armstrong,. D.G., Giurini, J., Edwards, A., Kravette, M., Kravitz,
S., Ross, C., Stavosky, J., Stuck, R., Vanore, J. 2000. Diabetic Foot
Disorders : A Clinical Practice Guideline. Journal of Foot & Ankle
Surgery, 39:S1-S60.
Fulkerson, E., Razi, A., Tejwani, N. 2003. Review : acute compartment syndrome of
foot. Foot & Ankle Int., 24 : 180-187.
Gabriel, A., Mussman, J., Rosenberg, L.Z., de la Torre, J.I., 2009. Wound Healing
and Growth Factors. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1298196. Diakses pada Desember
2010
Gallagher, K.A., Liu Z-J., Xiao, M., Chen, H., Goldstein, L.J., Buerk, D.G., Nedeau,
A., Thom, S. R., Velasques, O.C. 2007. Diabetic impairments in NO-
mediated endothelial progenitor cell mobilization and homing are reversed
by hyperoxia and SDF-1α. J Clin Invest. ;117(5):1249–1259.
Galiano, R.D., Tepper, O.M., Pelo, C.R., Bhatt, K.A., Callaghan, M., Bastidas,N.,
Bunting, S., Steinmetz, H.G., Gurtner, G.C. 2004. Topical Vascular
Endothelial Growth Factor Accelerates Diabetic Wound Healing through
Increased Angiogenesis and by Mobilizing and Recruiting Bone Marrow-
Derived Cells. Am J Pathol. 164(6): 1935–1947.
Gerber, H.P., Condorelli, F., Park, J., Ferrara N. 1997. Differential transcriptional
regulation of the two vascular endothelial growth factor receptor genes.
Flt-1, but not Flk-1/KDR, is up-regulated by hypoxia. J Biol Chem, 272:
23659–67.
Gibran, N.S., Jang, Y.C., Isik, F.F., Greenhalgh, D.G, Muffley, L.A., Underwood,
R.A. 2002. Diminished neuropeptide levels contribute to the impaired
cutaneous healing response associated with diabetes mellitus. J Surg Res,
108:122-8.
130
Goldberg, M.T., Han, Y-P., Yan, C., Shaw, M.C., Garner, M.L. 2007. TNF-α
Suppresses α-Smooth Muscle Actin Expression in Human Dermal
Fibroblasts: An Implication for Abnormal Wound Healing. J Invest
Dermatol, 127(11): 2645–55.
Gordon, K.,A., Lebrun, E.,A, Tomic-Canic, M., Kirsner, R.,S. 2012. The role of
surgical debridement in healing of diabetic foot ulcers. Skinmed,10(1):24-
6. Review.
Goren, I., Muller, E., Schiefelbein, D., Christen, U., Pfeilschifter, J., Muhl, H.,
Frank, S. 2007. Systemic Anti-TNF Treatment Restores Diabetes-
impaired Skin Repair in ob/ob Mice by Inactivation of Macrophages.
Journal of Investigative Dermatology, 127:2259–67
Gunga HC, Kirsch K, Rocker L, Behn C, Koralewski E, Davila EH, Estrada MI,
Johannes B, Wittels P, and Jelkmann W. 1999. Vascular endothelial
growth factor in exercising humans under different environmental
conditions. Eur J Appl Physiol Occup Physiol 79:484–90.
Guo, S., DiPietro, L.A. 2010. Factors Affecting Wound Healing. J Dent Res., 89(3) :
219-29
Gupta, K., Zhang, J. 2005. Angiogenesis : a curse or cure. Postgrad Med J, 81:236-
42.
Harada, K., Friedman, M., Lopez, J., Wang, S., Li, J., Prasad, P.V., Pearlman, J.D.,
Edelmam, E., Sellke, F.W., Simons, M. 1996. Vascular endothelial growth
factor in chronic myocardial ischemia. Am J Physiol, 270:H1791–180.
Himmerich, H., Fulda, S., Linseisen, J., Seiler, H., Wolfram, G., Himmerich, S.,
Gedrich, K., Pollmacher, T. 2006. TNF-α, soluble TNF receptor and
Interleuikin-6 plasma levels in the general population. Eur.Cytokine Netw., 17
: 196-201.
Hirsch, A.T., Haskal, Z.J., Hertzer, N.R., Bakal, C.W., Creager, M.A., Halperin, J.L.,
Hiratzka, L.F., Murphy, W.R.C., Olin, J.W., Puschett, J.B., Rosenfield,
K.A., Sacks, D., Stanley, J.C., Taylor, JR, L.M., White, C.J., White, J.,
White, R.A. 2006. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients
With Peripheral Arterial Disease (Lower Extremity, Renal, Mesenteric,
and Abdominal Aortic): Executive Summary A Collaborative Report
From the American Association for Vascular Surgery/Society for Vascular
Surgery, Society for Cardiovascular Angiography and Interventions,
Society for Vascular Medicine and Biology, Society of Interventional
Radiology, and the ACC/AHA Task Force on Practice Guidelines
(Writing Committee to Develop Guidelines for the Management of
Patients With Peripheral Arterial Disease). JACC, XX (X) : 1–75.
Hoeben, A., Landuyt, B., Highley M.S., Wildier, H., Van Oosterom, A.T., De
Bruijn, E.A. 2004. Vascular Endothelial Growth Factor and Angiogenesis.
Pharmacol Rev, 56:549-80.
Huang, E.S., Basu, A., O’Grady, M., Capreta, J.C. 2009. Projecting the Future
Diabetes Population Size and Related Costs for the U.S. Diabetes Care,
32: 2225-9.
Isner, J.M., Walsh, K., Symes, J.F., Pieczek, A., Takeshita, S., Lowry, J., Rosenfield,
K., Weir, L., Brogi, E., Jurayj, D. 1996. Arterial gene transfer for
therapeutic angiogenesis in patients with peripheral artery disease. Hum
Gene Ther 7:859–88.
Jose, R.M., Viswanathan, N., Aldlyani, E., Wilson, Y., Moiemen, N., Thomas, R.
2004. Case report : Aspontaneous compartment syndrome in a patient with
diabetes. The Journal of Bone and Joint Surgery, 86-B:1068-70.
Khanolkar, M.P., Bain, S.C., Stephens, J.W. 2008. The diabetic foot. QJM, 101:
685-95
Kirsner, R.S., Warriner,R., Michela, M., Stasik, L., Freeman, K. 2010. Advanced
Biological Therapies for Diabetic Foot Ulcers. Arch
Dermatol.;146(8):857-62.
Kosmidou, I., Karmpaliotis, D., Kirtane, A.J., Barron, H.V., Gibson, C.M. 2008.
Vascular endothelial growth factors in pulmonary edema: an update. J
Thromb Thrombolysis, 25:259-64.
Koyama, S., Sato, E., Haniuda, M., Numanami, H., Nagai, S., Izumi, T. 2002.
Decreased level of vascular endothelial growth factor in bronchoalveolar
lavage fluid of normal smokers and patients with pulmonary fibrosis. Am J
Respir Crit Care Med, 166:382–5.
132
Lavery, L.A., Barnes, S.A., Keith, M.S., Seaman, J.W., Armstrong, D.G. 2008.
Prediction of Healing for Postoperative Diabetic Foot Wounds Based on
Early Wound Area Progression. Diabetes Care, 31 (1): 26-9
Lebrun, E., Tomic-Canic, M., Kirsner, R.S. 2010. The role of surgical debridement
in healing of diabetic foot ulcers. Wound Repair Regen, 18:433-8.
Lee, B.Y.,Guerra, J., Civelek, B. 1995. Compartment syndrome in diabetic foot. Adv
Wound Care, 8:36,38,41-2.
Lefrandt, J.D., Bosma, E., Oomen, P.H., Hoeven, J.H., Roon, A.M., Smit, A.J.,
Hoogenberg, K. 2003. Sympathetic mediated vasomotion and skin
capillary permeability in diabetic patients with peripheral neuropathy.
Diabetologia, 46:40-7.
Lepantalo, M., Apelqvist, J., Setacci, C., Ricco, J.B., de Donato, G., Becker, F.,
Robert-Ebadi, H., Cao, P., Eckstein, H.H., De Rango, P., Diehm, N.,
Schmidli, J., Teraa, M., Moll, F.L., Dick, F., Davies, A.H. 2011.
Diabetic foot. Eur J Vasc Endovasc Surg.;42 Suppl 2:S60-74.
Lerman, O.Z., Galiano, R.D., Armour, M., Jamie, P., Levine, J.P., Gurtner, G.C.
2003. Cellular Dysfunction in the Diabetic Fibroblast Impairment in
Migration, Vascular Endothelial Growth Factor Production, and Response
to Hypoxia. Am J Pathol, 162: 303-12.
Leung, P.C., Wong M.W.N., Wong, W.C. 2008. Limb salvage in extensive diabetic
foot ulceration : an extended study using a herbal supplement. Hong
Kong Med J, 14:29-33.
Lipsky,B.A.,. Berendt, A.R., Cornia, P.B., Pile, J.C., Peters, E.J.G., Armstrong,
D.G., Deery, H.G., Embil, J.M., Joseph, W.S., Karchmer, A.W., Pinzur,
M.S., Senneville, E. 2012. IDSA GUIDELINES 2012 - Infectious
Diseases Society of America Clinical Practice Guideline for the Diagnosis
and Treatment of Diabetic Foot Infections. Clinical Infectious Diseases ;
54(12):132-73.
Lobmann, R., Schultz, G., Lehnert, H. 2005. Proteases and Diabetic Foot
Syndrome: Mechanisms and Therapeutic Implications. Diabetes care,
28(2):462-71.
Lower, R.F., Kenzora, J.E. 1994. The diabetic neuropathic foot: a triple crush
syndrome--measurement of compartmental pressures of normal and
diabetic feet. Orthopedic, 17: 241-8.
133
Maeda, T., Kawane, T., Horiuchi, N. 2003. Statins augment vascular endothelial
growth factor expression in osteoblastic cells via inhibition of protein
prenylation. Endocrinology, 144: 681–92.
Maltezoz, E., Papazoglou, D., Exiara, T., Papazoglou, L., Karathanasis, E.,
Christakidis, D., Ktenidou-Kartali, S. 2002. Tumour Necrosis Factor-α
Levels in Non-diabetic Offspring of Patients with Type 2 Diabetes
Mellitus. The Journal of International Medical Research, 30 : 576-83.
Meyer, K.C., Cardoni, A., Xiang, Z.Z. 2000. Vascular endothelial growth factor in
bronchoalveolar lavage from normal subjects and patients with diffuse
parenchymal lung disease. J Lab Clin Med, 135: 332–8.
Mikhnevych, O.E., Horielov, S.V., Bezliuda, N.P., Sapa, S.A . 2001. Compartment
syndrome in patients with diabetic foot syndrome complicated by purulent
necrotic lesions. Klin Khir, 8: 33-5.
Mitchell, R.S., Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N. 2007. Robbins Basic Pathology.
Philadelphia: Saunders. 8th edition.
Mueller, M.,P., Wright, J., Klein, .,R. 1994. Diabetes and Peripheral Vascular
Disease. In : Veith, F.,J., Hobson II, R.,W., Williams, R.,A., Wilson, S.,E.,
editors.Vascular Surgery Principle and Practice. McGraw-Hill. p. 514-22.
Muliawan, M., Semadi, N., Yasa, K.P. 2007. ―Pola Kuman dan Korelasi Klinis
Ulkus Kaki Diabetikum di RSUP Sanglah Denpasar― (tesis). Denpasar:
Universitas Udayana.
Munichoodappa, C., Sheriff, S.A. 1999. Case report : Spontaneous muscle infarction
in diabetes mellitus. Int.J. Diab. Dev. Countries, 19:115-6.
Nakagawa, K., Chen, Y.X., Yonemitsu, Y., Murata, T., Hata, Y., Nakashima, Y.
Sueishi, K. 2000. Angiogenesis and its regulation : roles of vascular
endothelial cell growth factor. Semin Thromb Hemost, 26:61-6.
Nieuwdorp, M., van Haeften TW., Gouvemeur MC et al. 2000. Loss of endothelial
glycocalyx during acute hyperglycemia coincides with endothelial
dysfunction and coagulation activation in vivo. Diabetes, 55:480-6.
134
Norgren, L., Hiat, W.R., Dormandy, J.A., Nehler, M.R., Harris, K.A., Fowkes,
F.G.R. 2007. Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral
Arterial Disease (TASC II). Journal of Vascular Surgery, 45(1)
Supplement : S5A-67A
Oltmanns, K.M., Gehring, H., Rudolf, S., Schultes, B., Hackenberg, C., Schweiger,
U., Born, J., Fehm, H.L., Peters , A. 2006. Acute hypoxia decreases
plasma VEGF concentration in healthy humans. Am J Physiol Endocrinol
Metab, 290(3): E434-E439.
Oyibo, S.O., Jude, E.B., Tarawneh, I., Nguyen, H.C., Harkless, L.B., Boulton,
A.J.M. 2001. A Comparison of Two Diabetic Foot Ulcer Classification
Systems The Wagner and the University of Texas wound classification
systems . Diabetes, 24(1): 84-8
Pamoukian, V.N., Rubino, F., Iraci, J.C. 2000. Review and case report of idiopathic
lower extremity compartment syndrome and its treatment in diabetic
patient. Diabetes & Metabolism, 26:489-92.
Pearlman, J.D., Hibberd, M.G., Chuang, M.L., Harada, K., Lopez, J.J., Gladstone,
S.R., Friedman, M., Sellke, F.W., Simons, M. 1995. Magnetic resonance
mapping demonstrates benefits of VEGF-induced myocardial
angiogenesis. Nature Med, 1:1085–9.
Quattrini, C., Jeziorska, M., Boulton, A.J.M., Malik, R.A. 2008. Reduced
Vascular Endothelial Growth Factor Expression and Intra-Epidermal
Nerve Fiber Loss in Human Diabetic Neuropathy. Diabetes Care, 31
:140-5.
Rivard, A., Silver, M., Chen, D., Kearney, M., Magner, M., Annex, B., Peters, K.,
Isner, J.M. 1999. Rescue of Diabetes-Related Impairment of Angiogenesis
by Intramuscular Gene Therapy with Adeno-VEGF. Am J Pathol, 154:
355–63.
Rutherford, R.B. 1995. Recommended standards for reports on vascular disease and
its management. In : Callow AD, Ernst CB, editors. Vascular surgery :
theory and practice. Connecticut : Appleton and Lange : 1145 - 59.
Ryu, J.K. 2008. Therapeutic Angiogenesis: The Pros and Cons and the Future.
Korean Circ J , 38:73-9.
Saad, A.Z.M., Khoo,T.L., Halim, A.S. 2013. Wound Bed Preparation for Chronic
Diabetic Foot Ulcers (review article). ISRN Endocrinology Volume 2013,
Article ID 608313, 9 pages.
Saap, L.J., Falanga, V. 2002. Debridement performance index and its correlation
with complete closure of diabetic foot ulcers. Wound Repair
Regen,10(6):354
Santos, S., Peinado, V.I., Ramirez, J., Morales-Blanhir, J., Bastos, R., Roca, J.,
Rodriguez-Roisin, R., Barbera, J.A. 2003. Enhanced expression of
vascular endothelial growth factor in pulmonary arteries of smokers and
patients with moderate chronic obstructive pulmonary disease. Am J
Respir Crit Care Med, 167:1250–6.
Shaw, J., Hughes, C.M., Lagan, K.M., Bell, P.M.,Stevenson, M.R. 2007. An
Evaluation of Three Wound Measurement Techniques in Diabetic Foot
Wounds. Diabetes Care, 30:2641-2.
Singh, N., Armstrong, D.G., Lipsky, B.A. 2005. Preventing foot ulcers in patients
with diabetes. Jama , 293:217-28.
136
Siqueira, M. F., Li, J., Chehab, L., Desta, T., Chino, T., Krothpali, N., Behl, Y.,
Alikhani, M., Yang, J., Braasch, C., Graves, D. T. 2010. Impaired wound
healing in mouse models of diabetes is mediated by TNF-α dysregulation
and associated with enhanced activation of forkhead box O1 (FOXO1).
Diabetologia, 53(2): 378–88.
Steed, D.L., Donohoe, D., Webster, M.W., Lindsley, L. 1996. Effect of extensive
debridement and treatment on the healing of diabetic foot ulcers. Diabetic
Ulcer Study Group. J Am Coll Surg ;183(1):61-4.
Takeshita, S., Zhung, L., Brogi, E., Kearney, M., Pu L-Q, Bunting, S., Ferrara, N.,
Symes, J.F., Isner, J.M. 1994. Therapeutic angiogenesis: a single intra-
arterial bolus of vascular endothelial growth factor augments collateral
vessel formation in a rabbit ischemic hindlimb model. J Clin Invest,
93:662–70.
Takeshita, S., Pu L-Q, Stein, L.A., Sniderman, A.D., Bunting, S., Ferrara, N., Isner,
J.M., Symes, J.F. 1994. Intramuscular administration of vascular
endothelial growth factor induces dose-dependent collateral artery
augmentation in a rabbit model of chronic limb ischemia. Circulation,
90:[Suppl II]228-34.
Tellechea, A., Leal, E., Veves, A., Carvalho, E. 2010. Inflammatory and Angiogenic
abnormalities in Diabetic Wound Healing: Role of Neuropeptides and
Therapeutic Perspectives. The Open Circulation and Vascular Journal, 3:
43-55.
Van Baal, J.G. 2004. Surgical treatment of the Infected Diabetic Foot. Clinical
Infectious Diseases, 39: S 123-8.
Vourisalo, S., Venermo, M., Lepäntalo, M . 2009. Treatment of diabetic foot ulcers.
J Cardiovasc Surg (Torino), 50:275-91.
137
Wallace, H.,J., Stacey, M.,C. 1998. Level of tumour Necrosis Factor-α (TNF-α) and
Soluble TNF Receptors in Chronic Venous Leg Ulcer – Correlations to
Healing Status. J Invest Dermatol ; 110 (3) : 292-6.
Walter, R., Maggiorini, M., Scherrer, U., Contesse, J., Reinhart, W.H. 2001. Effects
of high-altitude exposure on vascular endothelial growth factor levels in
man. Eur J Appl Physiol, 85:113–7.
Weck, M., Slesaczeck, T., Paetzold, H., Muench, D., Nanning, T., von Gagern, G.,
Brechow, A., Dietrich, U., Holfert, M., Bornstein, S., Barthel, A., Thomas,
A., Koehler, C., Hanefeld, M. 2013. Structured health care for subjects
with diabetic foot ulcers results in a reduction of major amputation rates.
Cardiovascular Diabetology 2013, 12:45.
Widatalla, A.H., Mahadi, S., Shawer, M.A., Elsayem, H.A., Ahmed, M.E. 2009.
Implementation of diabetic foot ulcer classification system for research
purposes to predict lower extremity amputation. Int J Diabetes Dev Ctries,
29:1–5.
Wilson, S.C., Vrahas, M.S., Berson, L., Paul, E.M. 1997. A Simple method to
measure compartment pressure using an intravenous catheter.
Orthopedics, 20:403-6.
Woodbury, M.,G., Houghton, P.,E., Campbell, K., E., Keast, D.,H. 2004.
Development,Validity, Reliability, and Responsiveness of a New Leg
Ulcer Measurement Tool. SKIN WOUND CARE ,17:187-96.
Yosipovitch, G., DeVore, A., Dawn, A. 2007. Obesity and the skin : Skin
physiology and skin manifestations of obesity. Journal Am Acad
Dermatol. 56 (6) : 901-16
diabetes mellitus (DM) yang mengalami luka di kaki termasuk anda. Bacalah
informasi ini baik-baik sebelum anda memutuskan apakah anda setuju untuk ikut
serta dalam penelitian ini. Apabila anda belum mengerti dan belum jelas mengenai
Seperti anda maklumi, selama ini anda telah menderita DM yang disertai
dengan komplikasinya terutama dalam hal ini luka di kaki yang sulit atau lama
sembuh. Luka di kaki merupakan komplikasi menahun dari penyakit DM, namun
tidak semua penderita DM mengalami luka di kaki. Diantara pasien DM, disamping
ada perbedaan tentang kejadian luka di kaki ( ada yang mengalami luka ada pula
yang tidak ) , berat-ringannya luka juga berbeda (ada yang ringan dan ada pula yang
kami melakukan penelitian, agar masalah- masalah tersebut bisa diketahui dan
ditangani secara tepat. Bagi anda yang tidak ada komplikasi tentu akan berharap agar
komplikasi itu bisa dicegah, sedangkan yang telah mengalami komplikasi berupa
Penanganan yang umum dilakukan adalah mengontrol kadar gula darah agar
senantiasa berada pada level normal, pemberian antibiotika apabila terdapat luka
Lanjutan lampiran 1
139
bagian luka dan disekitar luka yang telah mangalami kerusakan atau kematian
sampai ke daerah yang sehat, ini disebut debridemen. Debridemen memiliki tujuan
mengubah lingkungan luka dari suasana luka kronis menjadi luka akut, membuat
luka menjadi baru dengan perdarahan baru, untuk memicu penurunan kadar sitokin
factor ( VEGF ) suatu faktor pertumbuhan luka yang sangat penting. Dengan
luka kaki diabetikum bisa lebih baik. Tindakan pembedahan ini rutin dan standar
dikerjakan pada setiap luka kaki diabetes. Tindakan fasiotomi (membuka fasia yaitu
pembungkus sekelompok otot dan jaringan ikat lainnya dalam satu kompartemen,
disesuaikan dengan kompartemen dari lokasi luka), tanpa melihat beratnya infeksi,
VEGF, sehingga diharapkan proses penyembuhan luka bisa lebih cepat, serta resiko
Berkaitan dengan uraian tersebut diatas, maka penelitian yang akan kami
lakukan ini bertujuan untuk melihat pengaruh debridemen dan fasiotomi yang
dikerjakan secara simultan pada luka kaki diabetes terhadap kadar TNF-α dan
VEGF. Bila diketahui nantinya ada hubungan yang bermakna, mungkin akan
dikenai biaya
sehat dari tepi ulkus, serta kedalaman sampai dengan batas jaringan sehat.
3. Semua pasien akan dilakukan pemeriksaan dan penilaian klinis tentang luka
4. Pasien yang diikutsertakan dalam penelitian ini akan dibagi secara acak
pemeriksaan maupun tindakan dengan menjaga kerahasiaan data. Jika terjadi hal-hal
yang tidak terduga ( komplikasi ), akan menjadi tanggung jawab peneliti sesuai
protokol yang berlaku. Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan bila telah
mendapat ijin dari anda dan dengan menanda tangani pertanyaan kesediaan
(terlampir) setelah anda mengerti maksud, tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian
ini.
dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya dokter peneliti
yang mengetahui data-data kesehatan anda yang berkaitan dengan penelitian ini.
Namun bila anda ingin mengetahuinya anda dapat memperolehnya dari kami. Data
ini mungkin akan dipublikasi tanpa mencantumkan identitas dari mana data tersebut
diperoleh.
Apabila selama keikut-sertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang
membatalkan keikut-sertaan anda ini tanpa prasarat apapun. Apabila ada kejadian
yang tidak diinginkan akibat tindakan debridemen dan atau fasiotomi selama
periode penelitian, akan dicatat dan dilaporkan kepada Data safety monitoring Board
lebih lanjut anda dapat menghubungi Dr. Ketut Putu Yasa, SpB, SpBTKV, , pada
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
dengan penelitian ini dan setelah mendapat penjelasan, saya mengerti dan bersedia
( ) ( )
Lampiran 2
143
STATUS DM
11. Lama menderita DM ...............(dihitung sejak di dx/ s/d wawancara)
12. Kadar HbA1c ...........................................................
LUARAN KLINIS
35. Luas area UKD minggu I pos perlakuan .............cm2
36. Luas area UKD minggu II pos perlakuan .............cm2
37. Luas area UKD minggu III pos perlakuan .............cm2
38. Luas area UKD minggu IV pos perlakuan .............cm2
39. Amputasi major 1.Ya 2.Tidak
40. Amputasi minor 1.Ya 2.Tidak
41. Waktu pelaksanaan amputasi ......................bulan
42. Indikasi amputasi 1.Infeksi 2. Iskemia 3. Kombinasi
43. Masa rawat ......................hari
44. Meninggal 1.Ya 2.Tidak
Lampiran 3
144
Nama Pasien :
No. RM :
Alamat/HP :
Jenis Operasi : Fasiotomi / Non Fasiotomi
Tgl Operasi :
Lanjutan lampiran 4
148
Lanjutan lampiran 4
149
Lanjutan lampiran 4
150
Lampiran 5
151
FGJDIKJGFK
Lampiran 6
152
LAMPIRAN
DATA KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN
Lama Lama
Umur HbAic Derajat Jenis
No Identitas JK Pekerjaan Pendidikan BMI DM Ulkus PAD
(tahun) (%) ulkus Ulkus
(tahun) (minggu)
1 INR 70 P Pedagang SD 23 6.32 0.33 4 1 2 2
2 AAAA 56 P IRT SLTA 22 14.5 20 4 2 2 1
3 IWS 46 L Swasta SLTA 22 12.83 0.02 2 1 1 1
4 IWD 55 L POLRI SLTA 20.76 9.54 12 3 1 1 2
5 MM 67 L Pensiunan SLTA 20 7.56 19 3 2 1 1
6 IKS 58 L PNS SLTA 29.3 10.4 38 2 1 2 2
7 PP 49 P Pegawai Swasta SLTA 26 9.93 5 1 3 2 2
8 KM 43 P IRT SD 30 11.43 1 3 2 2 2
9 MG 55 L PNS Sarjana 32.6 9.9 11 1 1 1 2
10 IMA 43 L Wiraswasta SMP 24.22 8.61 2 4 2 2 2
11 AAGR 59 L Wiraswasta SLTA 23.4 13.48 6 2 2 1 1
12 NS 52 P Buruh SD 18.7 6.95 12 2 1 2 2
13 MW 64 L Pegawai Swasta SLTA 27.5 13.57 2 2 3 1 1
14 JW 44 P Swasta SLTA 21.5 13 10 2 3 2 2
15 BK 56 L Pensiunan PNS SLTA 21.2 7.45 9 12 2 2 2
16 INC 48 L Swasta SMP 24.2 9.89 0.5 24 2 2 2
17 IMR 63 L swasta SD 29 8.49 5 48 2 2 2
18 IWW 60 L Petani SD 23.4 8.9 0.08 4 1 1 1
19 IWSY 47 L petani SMP 18.5 10.3 13 4 2 2 2
20 IKK 45 L swasta SMA 24.8 11.1 10 1 1 2 2
21 GMKS 55 L Pensiunan PNS S1 19 9.3 19 3 1 2 2
22 TTL 58 L Swasta SMA 21.1 9.4 10 2 1 2 2
23 SSR 42 P PNS S1 24.9 13 2.5 2 1 2 2
24 IGMT 65 L Petani SD 22.4 10.67 0.08 4 2 1 1
25 NKS 49 P IRT SD 28.6 10.9 12 2 1 2 2
26 NLS 59 P Swasta SD 22.9 8.7 0.5 4 1 2 2
27 AS 66 L Swasta SMA 27.6 9.08 10 48 2 2 2
28 IGNT 60 L Pensiunan SLTA 25 8.09 17 3 2 1 1
29 DKT 60 L Swasta SLTA 22.6 7.62 1 2 2 2 1
30 IWS 60 L Pensiunan SMP 22.49 9.57 24 4 2 2 1
31 NKR 56 P Guru Sarjana 25.4 9.2 17 2 2 2 2
32 IGAGP 54 L PNS SLTA 20.75 13.6 17 24 2 2 2
33 IKS 49 L Swasta SLTP 26 10.14 0.04 2 2 1 1
34 KT 47 L Pegawai Swasta SLTA 25.4 8.53 18 1 2 1 1
35 IKW 54 L pedagang SD 25.4 9.3 20 6 3 1 1
36 IWP 71 P Pedagang SD 23 11.96 1 2 2 2 2
37 NMS 62 P Petani SD 27.3 6.65 0.08 3 2 2 2
38 NNP 61 P Petani SD 21.3 9.9 11 2 1 2 2
39 IKP 40 L Pegawai Swasta SD 25.34 8.9 0.25 12 3 2 1
40 AAPA 57 L PNS SLTA 28.37 7.31 20 1 3 2 2
41 NKK 52 L Pegawai Swasta SD 28.5 6.71 12 24 1 2 2
42 AAIOA 71 P Pensiunan SLTA 25.39 18.24 8 9 2 1 1
43 INNA 60 L Wiraswasta SD 17.4 11.73 14.5 96 2 2 1
44 NKD 77 P Petani SD 21.5 9.65 6 1 3 1 1
45 KN 37 L Tidak Bekerja SMP 15 13.62 9 4 3 2 2
Lanjutan lampiran 6
153
LAMPIRAN
HASIL ANALISIS TNF- (PLASMA DAN JARINGAN) DAN VEGF
TNF- plasma dan jaringan serta VEGF pre tes kelompok debridemen (kelompok-1) dan
kelompok debridemen plus fasiotomi (kelompok-2)
TNF-Plasma (pg/ml)
No. Kurva Kalibrasi
kelompok-1
pasien
absorban TNF-
1 0.219 414.008
2 0.217 410.18
3 0.222 419.75
4 0.221 417.836
5 0.223 421.664
6 0.213 402.524
7 0.231 436.976
8 0.231 436.976
9 0.232 438.89
10 0.232 438.89
11 0.212 400.61
12 0.233 440.804
13 0.234 442.718
14 0.238 450.374
15 0.202 381.47
16 0.216 408.266
17 0.234 442.718
18 0.217 410.18
19 0.217 410.18
20 0.216 408.266
21 0.224 423.578
22 0.211 398.696
23 0.221 417.836
24 0.223 421.664
25 0.233 440.804
26 0.229 433.148
27 0.229 433.148
Lanjutan lampiran 7
155
Data absorbansi
kelompok 2 (Standar) 500
y = 1919,x - 2,388 450
0.231 450 400
R² = 0,993
0.141 250 300
0.079 150 250
200
0.049 100 150
100 100
TNFPlasmapg/ml) 0
No.
Kelompok-2 0 0,1 0,2 0,3
Pasien
absorban TNF-
1 0.218 415.954
Kurva Kalibrasi
2 0.216 412.116
3 0.221 421.711
4 0.213 406.359
5 0.223 425.549
6 0.224 427.468
7 0.223 425.549
8 0.225 429.387
9 0.226 431.306
10 0.227 433.225
11 0.228 435.144
12 0.228 435.144
13 0.232 442.82
14 0.236 450.496
15 0.235 448.577
16 0.203 387.169
17 0.226 431.306
18 0.225 429.387
19 0.225 429.387
20 0.223 425.549
21 0.223 425.549
22 0.222 423.63
23 0.222 423.63
24 0.221 421.711
25 0.221 421.711
26 0.222 423.63
27 0.221 421.711
28 0.219 417.873
29 0.218 415.954
30 0.219 417.873
31 0.217 414.035
32 0.216 412.116
Lanjutan lampiran 7
156
TNF-Jaringan (pg/mg)
No.
Kelompok-1 Kelompok- 2
Pasien
Absorban TNF- Absorban TNF-
1 0.22 377.93 0.221 382.825
2 0.217 373.007 0.219 379.535
3 0.222 381.212 0.22 381.18
4 0.221 379.571 0.223 386.115
5 0.223 382.853 0.223 386.115
6 0.213 366.443 0.209 363.085
7 0.231 395.981 0.221 382.825
8 0.231 395.981 0.215 372.955
9 0.232 397.622 0.224 387.76
10 0.232 397.622 0.225 389.405
11 0.212 364.802 0.228 394.34
12 0.233 399.263 0.23 397.63
13 0.234 400.904 0.232 400.92
14 0.238 407.468 0.237 409.145
15 0.202 348.392 0.238 410.79
16 0.216 371.366 0.226 391.05
17 0.234 400.904 0.224 387.76
18 0.217 373.007 0.225 389.405
19 0.217 373.007 0.225 389.405
20 0.216 371.366 0.223 386.115
21 0.224 384.494 0.225 389.405
22 0.211 363.161 0.223 386.115
23 0.221 379.571 0.222 384.47
24 0.223 382.853 0.221 382.825
25 0.233 399.263 0.221 382.825
26 0.229 392.699 0.222 384.47
27 0.229 392.699 0.221 382.825
28 0.219 379.535
29 0.218 377.89
30 0.219 379.535
31 0.217 376.245
32 0.216 374.6
Lanjutan lampiran 7
157
TNF- plasma dan VEGF plasma postes kelompok debridemen (kelompok-1) dan kelompok
debridemen plus fasiotomi (kelompok-2)
TNF-(pg/ml) TNF-(pg/ml)
No.
kelompok-1 Kelompok- 2
Pasien
absorban TNF- absorban TNF-
1 0.209 392.367 0.149 276.458
2 0.21 394.34 0.15 278.338
3 0.211 396.313 0.162 300.898
4 0.212 398.286 0.163 302.778
5 0.213 400.259 0.164 304.658
6 0.213 400.259 0.165 306.538
7 0.215 404.205 0.166 308.418
8 0.216 406.178 0.166 308.418
9 0.217 408.151 0.162 300.898
10 0.215 404.205 0.162 300.898
11 0.218 410.124 0.162 300.898
12 0.219 412.097 0.162 300.898
13 0.208 390.394 0.163 302.778
14 0.207 388.421 0.163 302.778
15 0.202 378.556 0.179 332.858
16 0.2 374.61 0.16 297.138
17 0.199 372.637 0.16 297.138
18 0.198 370.664 0.158 293.378
19 0.197 368.691 0.156 289.618
20 0.2 374.61 0.156 289.618
21 0.202 378.556 0.153 283.978
22 0.204 382.502 0.153 283.978
23 0.209 392.367 0.153 283.978
24 0.204 382.502 0.152 282.098
25 0.206 386.448 0.15 278.338
26 0.211 396.313 0.149 276.458
27 0.207 388.421 0.146 270.818
28 0.148 274.578
29 0.149 276.458
30 0.140 259.538
31 0.141 261.418
32 0.141 261.418
Lanjutan lampiran 7
159
LAMPIRAN
HASIL ANALISIS STATISTIKA DATA
Variance 212.975
Std. Deviation 14.59368
Minimum 348.39
Maximum 407.47
Range 59.08
Interquartile Range 24.62
Skewness -.356 .448
Kurtosis -.438 .872
Debridemen Mean 385.9094 1.69362
dan fasiotomi
95% Confidence Interval Lower Bound 382.4552
for Mean
Upper Bound 389.3635
5% Trimmed Mean 385.6238
Median 385.2925
Variance 91.787
Std. Deviation 9.58053
Minimum 363.09
Maximum 410.79
Range 47.71
Interquartile Range 9.46
Skewness .622 .414
Kurtosis 1.731 .809
VEGF debridemen Mean 282.5030 2.22897
Plasma
95% Confidence Interval Lower Bound 277.9212
(Pretest) for Mean
Upper Bound 287.0847
5% Trimmed Mean 282.3095
Median 280.6280
Variance 134.144
Std. Deviation 11.58208
Minimum 264.36
Maximum 304.13
Range 39.78
Interquartile Range 19.89
Skewness .343 .448
Kurtosis -.885 .872
Debridemen Mean 286.7375 1.80170
dan fasiotomi
95% Confidence Interval Lower Bound 283.0629
for Mean
Upper Bound 290.4121
Lanjutan lampiran 8
162
Tes Normalitas
Shapiro-Wilk
Variabel Perlakuan
Statistic df p
TNF-α debridemen .954 27 .264
Plasma Debridemen .946 32 .113
(Pretestz) dan fasiotomi
TNF-α debridemen .954 27 .270
Jaringan Debridemen .938 32 .066
(Pretest) dan fasiotomi
VEGF debridemen .950 27 .218
Jaringan Debridemen .973 32 .590
(Pretest) dan fasiotomi
T-test
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
F Sig.
TNF-α Plasma Equal variances assumed 6.407 .014
(Pretest)
VEGF Plasma Equal variances assumed .439 .510
(Pretest)
Maximum 327.48
Range 78.95
Interquartile Range 31.21
Skewness -.128 .448
Kurtosis -.908 .872
Debridemen dan Mean 338.6950 3.55572
fasiotomi
95% Confidence Lower Bound 331.4431
Interval for Mean
Upper Bound 345.9469
5% Trimmed Mean 337.7331
Median 331.4050
Variance 404.581
Std. Deviation 20.11420
Minimum 303.46
Maximum 395.80
Range 92.34
Interquartile Range 30.38
Skewness .858 .414
Kurtosis .631 .809
Peningkatan TNF-α debridemen Mean 31.3965 3.46052
95% Confidence Lower Bound 24.2833
Interval for Mean
Upper Bound 38.5097
5% Trimmed Mean 31.4960
Median 32.7710
Variance 323.331
Std. Deviation 17.98141
Minimum -9.51
Maximum 70.08
Range 79.60
Interquartile Range 20.08
Skewness -.132 .448
Kurtosis .429 .872
Debridemen dan Mean 134.2053 2.56132
fasiotomi
95% Confidence Lower Bound 128.9815
Interval for Mean
Upper Bound 139.4292
5% Trimmed Mean 135.1557
Median 137.7525
Variance 209.931
Lanjutan lampiran 8
166
Tes Normalitas
perlakuan Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
TNF-α Plasma debridemen .962 27 .407
(Postes) Debridemen .952 32 .168
dan fasiotomi
VEGF Plasma debridemen .956 27 .293
(Postes) Debridemen .938 32 .064
dan fasiotomi
Peningkatan TNF-α debridemen .985 27 .951
Debridemen .920 32 .091
dan fasiotomi
Peningkatan debridemen .952 27 .242
VEGF Debridemen .916 32 .064
dan fasiotomi
T-Test
LAMPIRAN
Explore
Perlakuan
Descriptives
perlakuan Statistic Std. Error
LUMT minggu I debridemen Mean 34.5556 1.52130
95% Confidence Interval for Lower Bound 31.4285
Mean Upper Bound 37.6826
5% Trimmed Mean 35.0864
Median 36.0000
Variance 62.487
Std. Deviation 7.90488
Minimum 12.00
Maximum 46.00
Range 34.00
Interquartile Range 8.00
Skewness -1.092 .448
Kurtosis 1.508 .872
Debridemen Mean 30.2188 1.75789
dan fasiotomi 95% Confidence Interval for Lower Bound 26.6335
Mean Upper Bound 33.8040
5% Trimmed Mean 30.1736
Median 30.5000
Variance 98.886
Std. Deviation 9.94415
Minimum 9.00
Maximum 50.00
Range 41.00
Interquartile Range 12.00
Skewness -.120 .414
Kurtosis -.189 .809
LUMT debridemen Mean 28.7037 1.13330
minggu II 95% Confidence Interval for Lower Bound 26.3742
Mean Upper Bound 31.0332
5% Trimmed Mean 29.1235
Median 30.0000
Variance 34.678
Std. Deviation 5.88881
Minimum 9.00
Maximum 38.00
Range 29.00
Interquartile Range 5.00
Skewness -1.377 .448
Kurtosis 3.941 .872
Debridemen Mean 22.5313 1.46187
dan fasiotomi 95% Confidence Interval for Lower Bound 19.5497
Mean Upper Bound 25.5128
5% Trimmed Mean 22.5972
Median 23.0000
Variance 68.386
Std. Deviation 8.26959
Minimum 8.00
Maximum 37.00
Range 29.00
Interquartile Range 14.25
Skewness -.358 .414
Kurtosis -1.046 .809
Lanjutan lampiran 9
170
Tes Normalitas
Shapiro-Wilk
Variabel perlakuan
Statistic df p
LUMT debridemen .928 27 .061
Minggu I debdanfasio .963 32 .334
LUMT debridemen .877 27 .077
Minggu II debdanfasio .925 32 .087
LUMT debridemen .902 27 .061
Minggu III debdanfasio .919 32 .096
LUMT debridemen .886 27 .066
Minggu IV debdanfasio .921 32 .061
Levene
Variabel df1 df2 p
Statistic
LUMT 1.197 1 57 .279
minggu I
LUMT 7.517 1 57 .082
minggu II
LUMT 2.931 1 57 .092
mingguIII
LUMT 6.292 1 57 .094
minggu IV
T-Test
LAMPIRAN
Correlations
Peningkatan VEGF Penurunan TNFa
Peningkatan VEGF Pearson Correlation 1 0.753
Sig. (2-tailed) 0.000
N 59 59
Penurunan TNF- Pearson Correlation 0.753 1
Sig. (2-tailed) 0.000
N 59 59
Regression
Variables Entered/Removedb
Mod Variables Variables Method
el Entered Removed
1 penTNFaa . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: PeningkatanVEGF
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
a
1 .753 .566 .559 14.70833
a. Predictors: (Constant), penTNFa
b. Dependent Variable: PeningkatanVEGF
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 16102.237 1 16102.237 74.432 .000a
Residual 12331.092 57 216.335
Total 28433.329 58
a. Predictors: (Constant), penTNFa
b. Dependent Variable: PeningkatanVEGF
Lanjutan lampiran 10
174
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 8.301 3.654 2.272 .027
penTNFa .308 .036 .753 8.627 .000
a. Dependent Variable: PeningkatanVEGF
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 5.3701 57.0742 35.1486 16.66208 59
Std. Predicted Value -1.787 1.316 .000 1.000 59
Standard Error of Predicted 1.918 3.947 2.681 .388 59
Value
Adjusted Predicted Value 5.1215 58.4340 35.1773 16.73233 59
Residual -27.69418 48.49321 .00000 14.58098 59
Std. Residual -1.883 3.297 .000 .991 59
Stud. Residual -1.929 3.333 -.001 1.007 59
Deleted Residual -29.05403 49.57171 -.02869 15.04211 59
Stud. Deleted Residual -1.977 3.682 .006 1.034 59
Mahal. Distance .003 3.194 .983 .589 59
Cook's Distance .000 .124 .016 .023 59
Centered Leverage Value .000 .055 .017 .010 59
a. Dependent Variable: PeningkatanVEGF
Charts
Lanjutan lampiran 10
175