Ok
Ok
POLYPROPYLENE
KELOMPOK 3
ANGGOTA KELOMPOK:
DAFTAR
ISI ...............................................................................
................. i
BAB
1 .................................................................................
......................... 2
1.1 Latar
Belakang ..........................................................................
......... 2
1.2 Sejarah
Polypropylene......................................................................
.. 2
BAB
2 .................................................................................
....................... 18
BAB
3 .................................................................................
....................... 33
BAB
4 .................................................................................
....................... 36
REFERENSI .........................................................................
..................... 37
i
BAB 1
PENDAHULUAN
2
yang mampu memproduksi polimer-polimer dengan berat molekul tinggi dari
propilena dan material-material berbasis olefin lainnya. Dengan demikian,
muncullah polipropilena. Giulio Natta menemukan bahwa dengan memvariasikan
tipe katalis yang digunakan dalam polimerisasi membuat adanya kemungkinan
produksi polipropilena dengan berat molekul tinggi dalam bentuk-bentuk “taktik”
yang berbeda. Setiap bentuk memiliki karakteristik yang berbeda.
3
Tabel 1.1 Perkembangan Sejarah Polipropilena
Tahun Perkembangan
1950-an Munculnya dan penerimaan secara bertahap polipropilena
homopolimer.
1960-an Perkembangan dan pengenalan kopolimer untuk mengatasi
sejumlah batasan-batasan sifat dari bahan-bahan homopolimer.
1970-an Pengenalan campuran polipropilena yang menyebabkan
meningkatnya impact strength dan memperluas lingkup
pengaplikasian berpotensial.
1980-an Pengenalan senyawa polipropilena terisi dan munculnya sifat-
sifat reologi terkontrol.
1990-an Perkembangan katalis metalosena dan polipropilena
sindiotaktik.
Terus meningkatnya proses inovasi membuat fungsi polipropilena semakin
meluas ke berbagai sektor. Polipropilena pada dasarnya ditujukan secara umum
untuk komoditas plastik yang digunakan dalam berbagai sektor pengaplikasian
yang tidak terlalu rumit, tetapi tetap penting. Namun, pengenalan teknologi
pemodifikasian sifat-sifat polipropilena menyebabkan meningkatnya penggunaan
bahan dalam aplikasi terkait keteknikan, terutama sektor otomotif.
4
Tabel 1.2 Sifat-Sifat Fisika Propilena (Sumber: Carrie Meiriza,
2012)
5
terikat pada atom karbon tertier yang mudah bereaksi dengan oksigen dan ozon,
sehingga menyebabkan ketahanan oksidasinya lebih kecil daripada polietilena.
Akan tetapi, polipropilena lebih kuat dibanding polietilena. Selain itu
polipropilena
juga ringan, memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu
tinggi, tidak reaktif, dan cukup mengkilap. Polipropilena mempunyai titik leleh
yang cukup tinggi (190-200 oC), sedangkan titik kristalisasinya antara 130–135 oC.
Polipropilena mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (chemical resistance)
yang cukup tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) nya rendah.
Polipropilena dapat digunakan untuk membuat tali, botol plastik, karung, kantong
plastik, ember, gelas plastik dan sebagainya.
1.3.4 Kegunaan
Polipropilena dikenal dengan sifat fisisnya yang sangat kuat dengan tensile
modus hingga 2300 psi serta impact strength mencapai 2 ft.lb/in yang menandakan
bahwa polipropilena sangat kuat terhadap benturan dan tekanan tinggi. Oleh karena
itu, polipropilena banyak sekali diaplikasikan pada barang-barang di kehidupan
sehari-hari yang membutuhkan kekokohan tinggi. Barang-barang tersebut meliputi
unit pengemasan (untuk bahan pangan dan non-pangan), bahan tekstil, pelapis, dan
tambang.
6
pengemasan adalah sifatnya yang semi-rigid namun tahan banting, resisten
terhadap panas, gangguan listrik, dan kimia, kepadatan yang lebih rendah serta suhu
penghalusan yang lebih tinggi (dapat dilakukan hingga dibawah 160°C).
Berikut merupakan uraian tipe polimer polipropilena yang digunakan untuk unit
pengemasan:
- Homopolymer PP. Tipe polimer ini bersifat bening dan memiliki Heat
Distortion Temperature (HDT, temperatur saat material mulai mengalami
perubahan bentuk pada jumlah muatan tertentu) yang tinggi dengan
kekuatan bentur yang tinggi pada suhu rendah. Tipe polimer ini digunakan
untuk bahan penutup dan wadah sup.
- Block copolymer PP. Tipe polimer ini tidak sebening sebelumnya dan
memiliki HDT yang rendah namun memiliki kekuatan bentur yang tinggi
pada suhu rendah. Tipe polimer ini digunakan untuk wadah es krim dan
makanan beku.
- Random copolymer PP. Tipe polimer ini memiliki ketransparanan yang
tnggi dan HDT yang paling rendah. Produk ini bersifat paling fleksibel dan
memiliki kekuatan bentuk yang tinggi. Tipe polimer ini umum digunakan
sebagai botol dan wadah salad.
- Thermoforming and blow moulding. Tipe polimer ini digunakan untuk baki
daging dan bahan baku botol. Tipe polimer ini memiliki Melt Flow Rate
(MFR, laju leleh suatu material) yang rendah, dalam rentang 1 hingga 4.
- Injection moulding. Tipe polimer ini umumnya digunakan untuk
pengemasan berdinding. Tipe polimer ini memiliki MFR yang tinggi,
dimulai dari tingkat 33 dan dapat lebih tinggi lagi.
7
Gambar: Bagan Pembagian Tipe Polimer PP untuk Unit Pengemasan
Serat Polipropilena
Selain dalam bentuk chips, polipropilena juga dapat diproduksi dalam bentuk
serat. Pembentukan polipropilena dalam bentuk serat ini berguna untuk
mempermudah proses selanjutnya ke produk akhir seperti produk tekstil (kaus kaki,
kain), filter, tambang, pelapis, dan tapes. Proses manufaktur serat polipropilena
secara singkat dapat dilihat pada ilustrasi berikut.
8
1. Proses pertama merupakan ekstrusi dengan rasio panjang/diameter 30 dan
rasio kompresi 3:5;
2. Proses kedua adalah metering. Satu atau lebih gear pumps menerima
polimer yang dicairkan dan melanjutkannya melewati spinning pack agar
bahan menjadi homogen. Spinning pack diisi secara konstan untuk
mencegah fluktuasi karena proses ekstrusi;
3. Proses ketiga adalah spinning yang terdiri atas filter tiga bagian,
distributor
(mendistribusikan polimer cair karena permukaan yang diwarnai) dan
pewarnaan;
4. Proses keempat adalah quenching yaitu mendinginkan filamen pada suatu
wadah yang akan mendistribusikan udara dingin dengan laju 3 m3/menit
tanpa merusak filamen;
5. Proses kelima adalah finishing yaitu mengembangkan kemampuan bahan
agar antistatis dan mengurangi abrasi pada bahan;
6. Proses keenam adalah hot stretching yaitu menambahkan kemampuan
bahan untuk menghadapi gangguan mekanis agar tidak terjadi kerusakan
saat penggunaan produk akhir mengalami benturan;
7. Proses ketujuh adalah crimping untuk mengembangkannya dalam bentuk
bulk;
8. Proses kedelapan adalah thermosetting dengan memperlakukan bahan yang
telah diproses sedemikian rupa pada udara panas atau uap untuk
menghilangkan stress internal dan melemaskan serat;
9. Proses terakhir adalah cutting dengan cara memotong serat pada kisaran
panjang 20-120 mm tergantung kebutuhan (apakah akan dicampur pada
sistem kapas atau wol, pada sistem tekstil).
9
tidak tahan terhadap setrika, susah diproses pada tahap pewarnaan, mudah
teroksidasi pada sinar UV, ketahanan yang lebih rendah dibanding PET dan nilon,
berpotensi terjadi creeping pada suhu rendah (-15 hingga -20°C), kurangnya daya
adhesi sehingga tidak mudah menempel, serta mudah terbakar.
Biaxially-Oriented Polypropylene
10
pembungkus makanan ringan, pasta, confectionary good, dan dapat digunakan dari
lembaran sebagai pembungkus makanan secara langsung dan multi-packs.
11
utama yang digunakan adalah propilena sebagai monomer. Sementara itu, bahan
baku penunjang terdiri dari gas hidrogen, nitrogen, dan etilena.
Teknologi yang digunakan dalam pembuatan polipropilena sangat beragam.
Salah satu perbedaan yang mendasar dari semua teknologi tersebut adalah pada
reaktor yang digunakan. Berikut adalah beberapa jenis reaktor yang digunakan
untuk membuat polipropilen:
Industri plastik merupakan sektor industri yang penting dan sangat terkait
dengan industri-industri lain. Pada tahun 2015 kekuatan industri plastik nasional
berjumlah 925 perusahaan yang memproduksi berbagai jenis produk dengan total
produksi sebesar 4,68 juta ton atau 82,6 persen dari total kapasitas terpasang
sebesar
5,33 juta ton per tahun. Untuk dapat memproduksi sejumlah tersebut, dibutuhkan
bahan baku yang cukup banyak.
Pada tahun 2014 kebutuhan polipropilen sebagai bahan baku plastik dalam
negeri sebesar 1,51 juta ton. Dimana jumlah kebutuhan ini cenderung meningkat
12
sekitar 5% per tahun sehingga jumlah kebutuhan polipropilen dapat diperkirakan
sebagai berikut:
13
Sedangkan untuk tahun 2016, Indonesia harus mengimpor sebanyak
652.727.917 kg polipropilen. Berikut merupakan data jumlah impor barang pada
tahun 2016 termasuk polipropilen.
Jumlah Impor
Polipropilen
(kg/tahun)
652,727,917
279,377,535
157,520,409172,364,555228,675,336247,409,546
2009 2010 2011 2012 2013 2016
1 2 3 4 5 6
14
1.6 Perusahaan Produsen Polypropylene
Berbagai industri yang terlibat dalam pembuatan Polipropilena di Indonesia
di antaranya adalah:
Kapasitas produksi polipropilena: 470 ribu ton per tahun (Pasca penyelesaian
proses peningkatan kapasitas Naphta Cracker pada tahun 2016.)
15
Teknologi Spheripol dari Montell (sekarang LyondellBasell), dengan kapasitas
awal terpasang 100.000 ton per-tahun.
Kapasitas produksi polipropilena: 240.000 ton per tahun (berhenti beroperasi pada
2014.)
Pertamina Refinery Unit III merupakan salah satu dari 6 (enam) Refinery
Unit Pertamina dengan kegiatan bisnis utamanya adalah mengolah minyak mentah
(crude oil) dan intermediate product (Alkylfeed, HSDC, slop oil, LOMC, Long
residue, Raw PP) menjadi produk jadi, diantaranya BBM (Premium, Kerosene,
Solar &Fuel Oil), NBBM (LPG, Musicool, HAP, LAWS, SBPX, LSWR), BBK
(Avtur, Pertalite, Pertamax, Pertamax Racing) dan produk lainnya seperti LSFO
dan Polipropilena (Polytam).
16
Produk yang dihasilkan Pertamina Plaju adalah Polytam / Polypropylene
pellet (biji plastik) yang di produksi melalui proses polimerisasi gas propylene
dengan modifikasi beberapa aditif yaitu antioksidan, stabilizer, lubricant,
antiblock
agent dan slip agent.
17
BAB 2
PROSES PRODUKSI POLYPROPYLENE
18
utama yang digunakan adalah propilena sebagai monomer. Sementara itu, bahan
baku penunjang terdiri dari gas hidrogen, nitrogen, dan etilena.
b. Reaktor
Di dalam proses ini tidak semua gas-gas yang dimasukan tersebut akan
menjadi polipropilena, sehingga gas-gas yang tidak mengalami reaksi polimerisasi
didaur ulang ke dalam reaktor atau cycle gas. Kemudian, resin polipropilena masuk
ke Product Discharge System (PDS).
d. Product Receiver
Purge bin adalah tempat dimana untuk menetralisir sisa katalis dan ko-
katalis (TEAL) serta menghilangkan sisa-sisa gas yang masih terdapat didalam
resin.
19
atau dilewatkan ke dalam extruder dan dipotong menjadi polipropilena yang
berbentuk pellet. Pellet tersebut dimasukan ke dalam pellet cooling water sebagai
pendingin, kemudian ke spin dryer, pellet dimasukan kedalam screener, pellet yang
mempunyai ukuran yang sesuai dengan spesifikasi di tampung oleh surge bin/silo.
Silo dan bagging adalah sistem di mana pellet yang dihasilkan kemudian
dimasukan ke dalam silo untuk proses pengantongan produk. Dengan bantuan
tekanan udara, pellet ditransfer ke silo yang terbagi menjadi 2, yaitu aim silo dan
off spec silo. Polipropilena yang sesuai dengan spesifikasi dimasukan ke dalam aim
silo sedangkan yang tidak sesuai dimasukkan ke dalam off spec silo. Kemudian
produk di transfer ke bagging silo dan setelah itu dilakukan bagging atau
pengarungan.
Zat-Zat Tambahan
Katalis
b. LYNK 1010
20
Katalis LYNK1010 sebenarnya disusun oleh senyawa-senyawa yang tidak
jauh berbeda dengan SHAC 201. LYNK 1010 disusun oleh 20-40 % kompleks
katalis, 60-80 % white mineal oil, dan heksana. Kompleks katalis dibangun oleh
TiCl4 dengan support yang berbeda dengan SHAC 201. LYNK 1010 mempunyai
kreaktifan yang lebih besar dari SHAC 201. Meskipun demikian, LYNK 1010
bukanlah katalis utama dalam produksi polipropilena karena sulitnya pengendalian
kondisi reaktor. Produksi polipropilena yang memakai LYNK 1010 sebagai katalis
sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Jika temperatur reaktor berubah
sedikit saja, kemungkinan terbentuknya chunk dalam reaktor lebih besar, sehingga
reaktor harus dimatikan dan produksi terhenti.
Ko-Katalis
TEAL merupakan senyawa yang reaktif terhadap air dan udara, dan dapat
menyala secara spontan diudara. Produk dekomposisi TEAL cukup berbahaya,
dapat berupa oksida karbon, oksida alumunium, dan uap mudah terbakar yang
mengandung debu. Laju alir TEAL yang diumpankan ditentukan oleh rasio katalis
terhadap Ko-Katalis dalam reaktor.
Zat Aditif
21
Macam-macam zat aditif yang digunakan yaitu:
1. Antioksidan
5. Slip agent
22
Gambar. Skema Diagram Alir Proses Polimerisasi Solvent
(Sumber: Sumitomo Kagaku, 2009)
23
b. Proses Polimerisasi Bulk (Fasa Liquid)
Proses polimerisasi bulk juga disebut juga proses polimerisasi massa, dan
pelarut-pelarut seperti heksana dan heptana tidak digunakan. Proses ini merupakan
polimerisasi dari propilena cair. Proses ini bertujuan untuk menyederhanakan
proses dengan juga menggunakan monomer propilena sebagai pelarut. Oleh karena
tidak ada pelarut lain selain propilena cair yang digunakan, biaya energi untuk
uap,
listrik, dll, yang diperlukan untuk memulihkan pelarut dapat sangat berkurang.
Kondisi operasi yang digunakan dalam proses polimerisasi bulk adalah suhu
antara 50-80 °C dan tekanan yang kira-kira mendekati tekanan uap propilena.
Tekanan ini dapat berubah-ubah tergantung suhu, tetapi ada di kisaran 2-4 MPa.
Oleh karena propilena cair digunakan untuk pelarut, reaksi polimerisasi
berlangsung cepat, dan waktu retensi dipersingkat. Oleh karena efisiensi volumetrik
sangat meningkat, ukuran reaktor untuk mendapatkan kapasitas produksi yang
sama bisa lebih kecil daripada secara konvensional. Namun, meskipun ada
produktivitas yang tinggi, luas permukaan penghilangan panas tidak cukup untuk
menghilangkan panas polimerisasi jika ukuran reaktor berkurang. Sehingga, dalam
kasus reaktor tangki berpengaduk, terdapat alat penukar panas eksternal khusus.
24
Proses polimerisasi bulk adalah proses dengan banyak kelebihan, tetapi
tidak cocok untuk memproduksi polimer yang dikenal sebagai impact copolymer.
Impact copolymer adalah campuran dari komponen homopolymer propilena
dengan komponen karet yang memiliki berat molekul rendah, yaitu ethylene-
propylene copolymer dengan berat molekul relatif besar. Hal ini akan
meningkatkan impact strength di suhu rendah sekaligus menjaga kekakuan, yang
merupakan karakteristik PP.
Polimerisasi fasa uap lebih rendah dalam segi kualitas karena tidak ada
proses untuk memisahkan produk sekunder AP yang berjumlah banyak, dan
produknya terbatas pada aplikasi khusus. Namun, dengan tidak adanya deashing
dan penghilangan AP karena peningkatan pesat dalam kinerja katalis, proses
mencapai penyederhanaan lebih lanjut.
25
Manufaktur impact copolymer membutuhkan setidaknya dua reaktor, dan
jalur suplai untuk ethilena, sebagai ko-monomer, digunakan pada stage kedua
reaktor sehingga komponen karet dapat dipolimerisasi. Sebenarnya, manufaktur
pada dasarnya memungkinan dengan satu reaktor untuk polimer, selain impact
copolymer. Kondisi operasi yang digunakan yaitu suhu dari 50-80 °C dan tekanan
dalam kisaran 1-2 MPa.
Reaksi yang terjadi pada proses pembuatan PP terdiri dari 3 tahapan, yaitu:
inisiasi, propagasi, dan terminasi.
a. Inisiasi
Setelah katalis diaktifkan oleh ko-katalis membentuk radikal bebas Ti, maka
monomer propilen akan menyerang bagian aktif ini dan berkoordinasi dengan
logam transisi, selanjutnya ia menyisip antara metal dan grup alkil, sehingga
mulailah terbentuk rantai polipropilena.
26
Gambar 10. Reaksi di Inisiasi
(Sumber: Carrie Meiriza, 2012)
b. Propagasi
c. Terminasi
27
sehingga terjadi pemotongan radikal polimer yang akan menghentikan polimerisasi
propilen.
28
Gambar 2.1.1: Teknologi proses polipropilen awal
(Sumber: Karian, 2003)
Tingkat kebutuhan polipropilen semakin meningkat. Dengan meningkatnya
kebutuhan, maka industri membutuhkan pengembangan proses agar dapat
memenuhi kebutuhan massa yang semakin banyak. Proses produksi polipropilen
pertama kali dikembangkan melalui proses Hercules yang mana prosesnya
ditunjukkan pada skema proses dibawah ini.
29
Proses ini pada awalnya berdasarkan pada pengencer hidrokarbon untuk
membuat partikel polimer dalam fasa kristalin berubah menjadi suspensi dan
melarutkan fraksi polimer yang berbentuk tidak merata. Polimer kristalin kemusian
dipisahkan dari pelarut dengan metode filtrasi atau sentrifugasi dan kemudian
dikeringkan, sedangkan fraksi polimer tidak merata larut dalam pengencer dan
terpisah dengan pengencernya melalui penguapan. Sistem ini berjalan secara semi-
batch dengan pertama kali menambahkan pengencer, katalis, aluminium alkil, dan
kemudian umpan berupa propilen monomer dan hidrogen dialirkan secara kontinu
yang digunakan untuk mengendalikan berat molekulnya.
Proses ini kemudian dikembangkan seperti skema proses diatas dimana
tangki polimerisasi batch digantikan dengan tangki berpengaduk yang mengubah
proses ini secara umum menjadi proses polimerisasi yang kontinu. Tahapan awal
proses ini berada pada kondisi operasi tekanan rendah (5 bar) karena penggunaan
kerosin sebagai pelarut dan tidak adanya sistem recycle monomer. Adanya reaktor
pada akhir rangkaian tahapan awal proses ini mengakomodasi reaksi sebagian kecil
monomer residu yang membuat waktu tinggalnya lebih lama. Setelah proses
polimerisasi dan pembuangan gas, produk yang dihasilkan adalah bubur polimer.
Bubur polimer ini dicampur dengan alkohol dan kemudian dengan kaustik cair
untuk menetralisasi asam klorida yang dibentuk pada alcohol treatment. Fasa
larutan yang mengandung alkohol, air, dan produk netralisasi katalis, dipisahkan
dari fasa hidrokarbon. Polimer, yang disuspensi pada fasa hidrokarbon, dipisahkan
dari pengencer dan fraksi polimer tidak rata dengan metode filtrasi dan
sentrifugasi.
30
ringkasnya proses ini akibat tidak adanya proses pembuangan ataktik dan kerusakan
katalis.
Meskipun pengembangan proses fasa gas intensif pada era yang sama
dengan pengembangan bulk process, proses fasa gas sudah diinisiasi oleh BASF
secara komersial pada akhir era 1960-an. Proses ini dinamai proses Novolen. Proses
31
Novolen menggunakan stirred-bed polymerizers yang berada pada kondisi operasi
diatas 20 bar dan berada pada rentang temperatur 70-90°C. Kondisi yang seragam
dijaga pada polymer bed dengan mekanisme mechanical mixing menggunakan
agitator helik dan terfokus di bagian bawah. Monomer yang tidak bereaksi
dikondensasi dan masuk ke sistem recycle untuk menghilangkan kalor yang
dihasilkan dari polimerisasi. Pengadukan mekanis membutuhkan resirkulasi gas
yang lebih minim daripada menggunakan mekanisme fluidisasi
untuk
pencampuran. Pabrik ini awalnya hanya mengandung satu polymerizer untuk
produksi homopolimer, namun untuk produksi kopolimer, ditambahkan dua reaktor
seri yang mulai dikembangkan pada akhir era 1970-an. Seperti yang sudah
dinyatakan sebelumnya, proses ini tidak melibatkan separasi untuk polimer ataktik
atau penghilangan katalis, dengan kata lain, pabrik ini juga menerapkan konsep
tersebut. Apabila pada proses ini digunakan katalis generasi pertama, produk
polimer mengandung lebih banyak fraksi polimer ataktik daripada produk
utamanya yang efek lebih lanjutnya adalah produk memiliki kekokohan yang lebih
rendah. Sehingga, proses ini membutuhkan unit netralisasi residu katalis dan
penghilang klorida dengan reaksi menggunakan propilen oksida pada unit extruder.
32
BAB 3
PENGOLAHAN LIMBAH
Limbah yang dihasilkan oleh pabrik polipropilen terdiri atas limbah gas,
limbah padat, dan juga limbah cair.
a. Bak penampung 1
Limbah cair ditampung dalam bak penampung 1. Terjadi proses pemisahan antara
air dengan oli-oli bekas. Limbah dipisahkan dvngan cara settling berdasarkan
perbedaan densitas antara oli dengan air. Oli yang tidak larut dalam air dan
memiliki
densitas lebih kecil akan berada di ats, sedangkan air yang berada di bagianbawah
akan dialirkan ke tangki netralizer.
33
b. Tangki Netralizer
Limbah cair dimasukkan ke tangki netralizer untuk menetralkan pH. Tahap ini
bertujuan agar pH netral sehingga tidak mengganggu lingkungan dan juga dapat
mempermudah proses pengendapan. Penetralan pH dilakukan dengan cara
penambahan Na2CO3/H2SO4.
c. Tangki Koagulasi
Pada tahap ini tejadi proses koagulasi dngan mnambahakan koagulan Alumunium
Sulfat (tawas). Koagulan akan mngikat paritkel-partikel halus untuk membntuk
flok-flok yang mampu mengendap.
d. Tangki Flokulasi
Pada tahap ini terjadi pengendapan agregat. Endapan kvmudian ditampung di bak
penampung 2.
f. Bak Penampung 2
Berfungsi untuk menampung endapan yang telah dipisahkan dari cairannya pada
clarifier 1.
Terjadi proses penguraian partikel atau senyawa- senyawa yang ada dalam cairan
oleh bakteri aerob. Ditambahkan natrium fosfat sebagai nutrient untuk
kelangsungan hidup bakteri tvrse
Hasil penguraian senyawa oleh bakteri aerob yang terbvntuk di bak activated sludge
dipisahkan dengan air.
i. Bak Penampung 3
34
Sebagai penampung activated sludge dari clarifier 2. Sebagian akan dialirkan
kembali ke bak activated sludge dan sebagian lagi dibuang.
j. Bak Penampung 4
35
BAB 4
KESIMPULAN
36
REFERENSI
Anonymous. 1994. Prosedur Analisa Polimer PT Tri Polyta Indonesia, Tbk
Carrie Meiriza. 2012. Presentasi poli propilena (pp). [ONLINE] Available
at: https://www.slideshare.net/carrie_mvp/presentasi-poli-propilena-pp. [Accessed
1 March 2017].
CIEC York University. 2014. Poly(propene) (Polypropilene). [ONLINE] Available
at: http://www.essentialchemicalindustry.org/polymers/polypropene.html.
[Accessed 1 March 2017].
Dana Aditiasari. 2016. Pabrik Baru Chandra Asri Beroperasi, Produksi Meningkat
43%. [ONLINE] Available at: https://finance.detik.com/industri/d-
3126592/pabrik-baru-chandra-asri-beroperasi-produksi-meningkat-43. [Accessed
1 March 2017].
Dewi Indriani. 2014. Polimer smf. [ONLINE] Available
at: https://www.slideshare.net/dewi_indriani/polimer-smf. [Accessed 1 March
2017].
Graham T.W, and Solomon. 1984, Kimia Organik, Third edition, New York, Jhon
Willey and Sons.
Hasannudin. 2015. POLIMER ADISI. [ONLINE] Available
at: http://kimiadasar.com/polimer-adisi/. [Accessed 1 March 2017].
Junaidi. 1994. Prosedur Analisa Polimer PT Chandra Asri Petrochemical, Tbk
Pertamina Tbk. 2012. Refinery Unit III. [ONLINE] Available
at: http://www.pertamina.com/our-business/hilir/pengolahan/unit-
pengolahan/unit-pengolahan-iii/. [Accessed 1 March 2017].
Polytama Propindo Tbk. 2015. ABOUT US. [ONLINE] Available
at: http://polytama.com/index.php/polytama/about. [Accessed 1 March 2017].
Riendy Astria. 2014. Negosiasi dengan Pertamina Alot, Kilang Polytama Stop
Produksi. [ONLINE] Available
at: http://industri.bisnis.com/read/20140707/257/241636/negosiasi-dengan-
pertamina-alot-kilang-polytama-stop-produksi. [Accessed 1 March 2017].
Sumitomo Kagaku. 2009. Review on Development of Polypropylene
Manufacturing Process. [ONLINE] Available
at: https://www.researchgate.net/file.PostFileLoader.html?id=556ea6e160614bbc2
88b45da&assetKey=AS%3A273788661370888%401442287713371. [Accessed 1
March 2017].
Badan Pusat Statistik Nasional. 2016. buletin Statistik Perdagangan Internasional:
Impor. [online] https://www.bps.go.id/ diakses Februari 2017
Hardum, S Edi. 2015. Pemerintah Beri Insentif Bea Masuk Bahan Baku Industri
Plastik. [online] http://www.beritasatu.com/ekonomi/252625-pemerintah-
beri-insentif-bea-masuk-bahan-baku-industri-plastik.html diakses Februari
2017
37
Runanda, J Chandra. 2012. Tugas Perancangan Pabrik Polipropilen Kopolimer
Butena Proses Unipol Kapasitas 100.000 ton/tahun. [online]
http://eprints.undip.ac.id/36435/1/100Executive_Summary_Polipropilen_ko
polimer_butena.pdf diakses Februari 2017
Supriadi, Agus. 2016. Tumbuh 5%, Industri Plastik dan Petrokimia Lesu di Kuartal
3. [online] http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20161003112045-92-
162892/tumbuh-5-industri-plastik-dan-petrokimia-lesu-di-kuartal-3/ diakses
Februari 2017
http://www.dow.com/polyethylene/na/en/fab/film/bopp.htm
https://www.sec.gov/Archives/edgar/data/1523733/000104746912005401/a22094
06z424b4.htm
Richard G. Mansfield, "Polypropylene in the Textile Industry", Plastics
Engineering, June 1999, 30.
Gilmore, T.F. Danis, H.A. and. Batra, S.K. " Thermal Bonding of Nonwoven
Fabrics", Textile Progress. 26(2), p24-32, (1995).
Colin White, "Baby Diapers and Training Pants", Nonwovens Industry, 30, Jan.
1999, 26-39.
38