KARYA ILMIAH
I
JOHANNE
J S IVAN DEENNIS SIL
LITONGA
092401095
PROGRAM
P M STUDI DIPLOMA
D 3 KIMIA
DE
EPARTEMMEN KIMIA
A
F
FAKULTA
AS MATEMMATIKA DAN
D PENG
GETAHUA AN ALAM
UNIVERS
SITAS SUM
MATERA UTARA
U
MED DAN
201
12
KARYA ILMIAH
I
JOHANNE
J ES IVAN DEENNIS SIL
LITONGA
092401095
Diluluskan di
Medan, Juli 2012
Diketahui/Disetujui Oleh:
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Segala puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
begitu banyak Nikmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Ilmiah dengan judul “Pengaruh Kappa Number Dalam Pulp Terhadap
Jumlah Pemakaian Klorin Dioksida (ClO2) Pada Tahap D0 Di Unit Bleaching
Fiberline 2 Di PT. Riau Andalan Pulp And Paper,Tbk. Pelalawan-Riau.”
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya di
Program Studi Diploma 3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA) Universitas Sumatera Utara.
Segala hormat dan teriring terima kasih penulis sampaikan kepada semua
pihak yang dengan tulus dan iklas telah menyumbangkan tenaga, waktu dan
pemikirannya sehingga selesainya Karya Ilmiah ini, penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Kedua orang tua ku, Bapak J.Silitonga dan Ibu. L.br.Harianja dan buat ke 2
adek ku, (Roy Hasian Silitonga, Mia Aulina br.Silitonga) seluruh keluarga
yang telah memberikan doa dan dukungan baik secara moril maupun materil.
2. Bapak Dr. Sutarman. M.S, selaku Dekan FMIPA USU.
3. Ibu Dr. Rumondang Bulan. M.S, selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA
USU.
4. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst. M.Si, selaku Ketua Program Studi Diploma 3
Kimia FMIPA USU.
5. Bapak Drs. Albert Pasaribu. M.Sc, selaku Dosen Pembimbing yang banyak
mengarahkan dan membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Ilmiah ini.
6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Kimia FMIPA USU atas bekal ilmu dan kebaikan
moral yang diberikan kepada penulis selama mengenyam pendidikan di
bangku perkuliahan.
7. Bapak Rifa’i. S.T, selaku Pembimbing Lapangan yang telah mengajari dan
menjelaskan tentang proses pembuatan pulp di PT. Riau Andalan Pulp and
Paper.
8. Bapak Suminto selaku Ketua Departemen Fiberline yang telah memberikan
kesempatan untuk dapat melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
Departemen Fiberline.
9. Bapak Edy Yusuf dan Ibu Diana Yusuf selaku orang tua pembimbing kami
yang selalu memberikan dukungan baik secara moril maupun material kepada
penulis selama proses Praktek Kerja Lapangan berlangsung dan Penginapan
di Perumahan Komplek CM 88 RAPP.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Ilmiah ini masih kurang
sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun yang pada akhirnya dapat digunakan untuk
menambah pengetahuan demi kesempurnaan Karya Ilmiah ini.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terimakasih yang tidak ternilai harganya
kepada semua pihak yang telah mambantu demi selesainya Karya Ilmiah ini
semoga Tuhan membalas budi yang telah diberikan. Harapan penulis semoga
Karya Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis.
ABSTRACT
We observed the influence of the kappa number to the amount of chlorine dioxide
(ClO2) consumption. When the kappa number is high, the consumption of ClO2 is
also high. The lower the kappa number that make the lower the consumption of
ClO2. According to our calculation during the observation, we conclude that in order
to get an optimum kappa number of 9,15 K.No to reach target the amount of 27
kg/ton in pulp of ClO2 consumption at D0 stage.
Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ASTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 3
BAB 3 METODOLOGI
3.1 Peralatan Dan Bahan 28
3.1.1 Peralatan 28
3.1.2 Bahan 30
3.2 Prosedur Kerja Pemutihan Di tahap D0 Dan Penetuan
Harga Bilangan Kappa 30
3.2.1 Prosedur Kerja Pemutihan Di Tahap D0
di Lapangan 30
3.2.2 Prosedur Kerja Verifikasi Penentuan Bilangan
Kappa Secara Laboratorium 31
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN 47
Halaman
Halaman
Halaman
ABSTRACT
We observed the influence of the kappa number to the amount of chlorine dioxide
(ClO2) consumption. When the kappa number is high, the consumption of ClO2 is
also high. The lower the kappa number that make the lower the consumption of
ClO2. According to our calculation during the observation, we conclude that in order
to get an optimum kappa number of 9,15 K.No to reach target the amount of 27
kg/ton in pulp of ClO2 consumption at D0 stage.
PENDAHULUAN
Berdasarkan pola pemikiran ini, penulis tertarik untuk menulis karya ilmiah
dalam menyelesaikan Tugas Akhir Studi dengan judul;
“Pengaruh Kappa Number Dalam Pulp Terhadap Jumlah Pemakaian Klorin
Dioksida (ClO2) Pada Tahap D0 Di Unit Bleaching Fiberline 2 Di PT. Riau
Andalan Pulp And Paper.Tbk Pelalawan – Riau”.
1.2. Permasalahan
Pada proses bleaching merupakan suatu perlakuan dengan proses kimia terhadap
pulp untuk mengubah atau menghilangkan bahan/zat warna sehingga pulp tersebut
memiliki derajat kecerahan (brightness) yang lebih tinggi. Permasalahan yang ada
dalam proses pemutihan adalah mengenai derajat kecerahan yang kadang-kadang
berubah. Penyebab nya adalah kandungan lignin yang terdapat dalam pulp (bilangan
kappa), dimana pemakaian bahan kimia bleaching dipengaruhi oleh bilangan kappa,
sehingga terjadi pemborosan bahan kimia, biaya dan waktu produksi yang lebih
banyak.
Adapun yang menjadi tujuan penulisan Karya Ilmiah ini adalah untuk mengetahui
pengaruh hubungan kappa number terhadap jumlah pemakaian klorin dioksida
(ClO2) serta penentuan bilangan kappa number optimum pada unit bleaching di
tahap D0.
1.4. Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Kayu merupakan salah satu produk alam yang sangat penting. Sekitar sepertiga luas
permukaan lahan dunia tetutup oleh hutan yang mengadung persediaan pertumbuhan
total kayu sekitar 300.000 juta m3. Selama abad ini konsumsi kayu dunia naik sangat
tajam dan diramalkan akan terus naik dengan cepat.
Namun disisi lain kayu merupakan bahan dasar yang sangat modren. Kubah-
kubah kayu yang besar dan perabot rumah yang indah membuktikan kegunaan dan
keindahaan. Bahkan dalam bentuk alih seperti kayu lapis, dan papan serat, sehingga
kayu telah menjadi bahan bagunan yang sangat berharga. Disamping itu, kayu
merupakan bahan dasar pulp dan kertas, serat, film dan produk-produk lainnya
(Fengel,D. 1995).
Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah
yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Kayu
memiliki sifat yang tidak dapat ditiru oleh bahan–bahan lain. Pengertian kayu disini
adalah sesuatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon–pohon di hutan,
yang merupakan bagian dari pohon tersebut dan bagian–bagian mana yang lebih
banyak dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan, baik berbentuk kayu
pertukangan, kayu industri maupun kayu bakar (Dumanauw, J.K.1993).
Ada beberapa hal yang digolongkan dari sifat–sifat fisik kayu adalah; Berat jenis,
Keawetan alami, Warna kayu, Higroskopis, Tekstur dan Serat.
1. Berat jenis
Berat jenis merupakan petunjuk yang sangat penting bagi aneka sifat kayu. Semakin
berat kayu tersebut, umumnya makin kuat kayu nya. Semakin ringan suatu jenis
kayu, akan berkurang pula kekuatannya. Berat antara lain ditentukan oleh dinding
sel, kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori. Berat jenis diperoleh dari
perbandingan antara berat suatu volume kayu dengan volume air yang sama pada
suhu standar.
Keawetan alami adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak
dari luar seperti; jamur, rayap, bubuk, dan makhluk lainnya yang diukur dengan
jangka waktu tahunan. Keawetan kayu tersebut disebabkan oleh adanya suatu zat
didalam kayu (zat ekstraktif) yang merupakan sebagian unsur racun bagi perusak-
perusak kayu, sehingga perusak kayu tersebut tidak sampai masuk dan tinggal
didalamnya serta merusaknya.
3. Warna kayu
Ada beraneka ragam warna kayu antara lain warna kuning, keputihan-putihan, coklat
muda, coklat tua, kehitaman-hitaman, kemerah-merahan, dan lain sebagainya. Hal ini
disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam kayu yang berbeda-beda. Warna suatu
jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor berikut; tempat didalam batang, umur
pohon, kelembapan udara. Kayu keras umumnya memiliki warna yang lebih jelas
atau lebih gelap dari warna bagian kayu yang ada disebelah luar kayu kertas.
Kayu mempunyai sifat higroskopis yaitu dapat menyerap atau melepaskan air atau
kelembapan. Kelembapan kayu sangat dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu udara
pada suatu saat. Semakin lembap udara sekitarnya akan semakin tinggi pula
kelembapan kayu sampai tercapai kesetimbangan dengan lingkungannya.
5. Tekstur
Teksur adalah ukuran relatif sel-sel kayu, yaitu serat-serat kayu. Berdasarkan
teksturnya, kayu digolongkan menjadi ;
a. Kayu yang bertekstur halus; Kayu Giam, Kayu Lara, dan Kayu Kulim
b. Kayu bertekstur sedang; Kayu Kati, dan Kayu Sonokeling
c. Kayu bertekstur kasar; Kayu Kempas dan Kayu Meranti
6. Serat
Bagian ini terutama menyangkut sifat kayu yang menunjukkan arah umum sel-sel
kayu didalam kayu terhadap sumbu batang pohol asal potongan tadi. Arah serat
ditentukkan oleh alur-alur yang terdapat pada permukaan kayu. Kayu dapat
dikatakan berserat lurus, jika arah sel-sel kayunya sejajar dengan sumbu batang. Jika
arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut terhadap sumbu panjang batang
dikatakan kayu itu berserat mencong.
Sifat-sifat mekanik atau kekuatan kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan
muatan dari luar. Yang dimaksud dengan muatan dari luar yakni gaya-gaya diluar
benda yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya benda.
1. Kekerasan
Yang dimaksud kekerasan kayu adalah suatu ukuran kekuatan kayu menahan gaya
yang membuat takik atau lekukan. Juga dapat diartikan sebagai kemampuan kayu
untuk menahan kikisan atau abrasi dimana kekerasan juga merupakan suatu ukuran
ketahanan kayu terhadap pengausan.
2. Kekakuan kayu
Kekakuan kayu suatu ukuran kekuatan kayu untuk mampu menahan perubahan
bentuk atau lengkungan dimana sering disebut dengan istilah Modulus Elastisitas.
3. Keteguhan tarik
Keteguhan tarik kayu adalah kekuatan kayu untuk menahan muatan dari gaya-gaya
yang berusaha menarik kayu, dimana kekuatan tarik terbesar pada kayu adalah
sejajar arah serat.
Komponen kimia dalam kayu mempunyai arti yang penting karena menentukan
kegunaan sesuatu jenis kayu, juga dengan mengetahuinya dapat membedakan jenis-
jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu
terhadap makhluk penyerang kayu, selain itu dapat pula menentukan pengerjaan dan
pengolahan kayu (Dumanauw,F.1995).
Kayu merupakan bahan organik, yakni tersusun atas senyawa karbon. Dengan
banyaknya keberagaman diantara jenis–jenis yang berbeda, kayu mengandung 3
unsur penting didalam nya, yaitu Karbon, Oksigen dan Hidrogen (Tabel 2.1).
Pada tahap yang tertinggi, beberapa unsur – unsur ini membentuk molekul-
molekul besar yakni polimer, yang mana Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin
memainkan peranan penting pada penyusun dinding sel (Sixta,H. 2006).
Komponen kimia bahan baku pulp merupakan suatu gabungan dari kelompok
senyawa–senyawa kimia yaitu selulosa yang merupakan komponen penyusun utama,
sedangkan komponen penyusun nya sering berkaitan dengan selulosa, yaitu
hemiselulosa. Disamping selulosa dan hemiselulosa masih terdapat senyawa kimia
yang lebih kompleks yaitu lignin yang berfungsi sebagai perekat antara kelompok
selulosa dan senyawa kimia bermolekul rendah yang dapat larut dalam air atau
pelarut organik yang disebut zat ekstraktif. Selain dari itu dalam kayu terdapat pula
zat anorganik (mineral) dalam jumlah kecil.
% Komposisi
Komponen
Kayu Keras (Hardwood) Kayu Lunak (Softwood)
Selulosa 45 ± 2 % 42 ± 2 %
Hemiselulosa 30 ± 5% 27 ± 2 %
Lignin 20 ± 4 % 28 ± 3 %
Ekstratif 5±3% 3±2%
Sumber : Buku Manual Training PT.Riau Andalan Pulp And Paper, Wood Yard.
2.4.1. Selulosa
Selulosa adalah bagian utama dari dinding sel kayu yang berupa polimer karbohidrat
glukosa dan memiliki komposisi yang sama seperti pati. Beberapa molekul selulosa
membentuk suatu rantai selulosa. Selulosa juga termasuk polisakarida yang
mengidentifikasikan bahwa didalamnya terdapat senyawa gula. Rumus kimia
selulosa adalah (C6H10O5)n dimana “n” adalah jumlah pengulangan unit glukosa.
Hemiselulosa juga merupakan yang dibentuk dari gula sebagai komponen utamanya.
Berbeda dengan selulosa yakni hanya merupakan polimer dari 5 jenis polimer yang
berbeda yaitu Glukosa, Manosa, Galaktosa, Xylosa dan Arabinosa. Hemiselulosa
memiliki derajat polimerisasi 300 ke bawah. Selama pembuatan pulp, hemiselulosa
lebih cepat bereaksi dibandingkan selulosa. Selulosa cukup tahan dalam proses
pembuatan pulp dan pemutihan pulp (bleaching) sedang kan hemiselulosa akan
mengalami degradasi dan sebagian terbuang.
2.4.3. Lignin
Lignin adalah polimer yang sangat kompleks yang tersusun dari unit-unit fenil
propana yang membentuk dinding sel pada kayu. Lignin merupakan komponen non-
karbohidrat utama pada kayu dan juga merupakan perekat antara serat–serat kayu.
Komponen ini harus dihilangkan pada proses pemutihan agar mutu pulp yang
dihasilkan lebih baik karena lignin dapat menyebabkan pulp berwarna coklat.
Lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi
turunan yang dapat larut. Turunan lignin yang dapat larut dibentuk dengan
memperlakukan kayu pada suhu tinggi dan memberikan larutan yang mengandung
Belerang Oksida (SO2) dan ion–ion Hidrogen Sulfida (H2S). Lignin juga dapat larut
sebagai alkali lignin pada kayu dengan suhu tinggi (170oC) dengan menambahkan
NaOH dan Na2S (Annonim, 1995).
Kayu biasanya mengandung sejumlah kecil zat–zat yang bervariasi yang sering di
sebut “ekstraktif”. Zat–zat ini dapat diekstraksikan dari kayu baik dengan
menggunakan air ataupun pelarut organik seperti eter atau alkohol.
Lemak, asam lemak dan resin dapat diubah menjadi sabun dengan proses
kraft dan dapat dilarutkan dalam larutan pemasak. Sabun–sabun ini nantinya dapat
dipisahkan dari lindi hitam atau diubahkan kembali menjadi minyak Tall. Beberapa
zat ekstraktif yang tidak terlarut dapat menyebabkan masalah pada proses kraft
dalam pembuatan pulp dan pembuatan kertas, dimana akan membentuk tumpukan
yang akan lengket pada peralatan seperti saringan dan kabel (Annonim, 1994).
Pulp adalah produk utama kayu, terutama digunakan untuk pembuatan kertas, tetapi
juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa, seperti sutera rayon dan selofan.
Tujuan utama dari pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat yang
dapat dikerjakan secara kimia atau secara mekanik atau dengan kombinasi dua tipe
perlakuan tersebut. Pulp-pulp perdagangan yang umum dapat dikelompokkan
menjadi tipe-tipe kimia, semi kimia, kimia mekanik. Istilah-istilah “Pulp Rendemen
Tinggi” sering secara bersama digunakan untuk tipe-tipe yang berbeda dari pulp-pulp
yang kaya lignin yang memerlukan defibrasi secara mekanik.
Pembuatan pulp secara kimia adalah proses dalam mana lignin dihilangkan
sama sekali hingga serat-serat kayu mudah dilepaskan pada pembongkaran dari
bejana-bejana pemasak (digester) atau paling tidak setelah perlakuan mekanik lunak.
Hampir semua produksi pulp kimia didunia saat ini didasarkan pada proses-proses
sulfit dan sulfat (kraft).
Pada pembuatan pulp kraft system pemasakan alkali bertekanan pada suhu
tinggi. Menurut metode yang diusulkan oleh C. watt dan H.burgess, larutan Natrium
Hidroksida digunakan sebagai lindi pemasak dan lindi bekas yang dihasilkan
dipekatkan dengan cara penguapan dan dibakar. Leburan, yang terdiri atas Natrium
Sejak tahun 1960-an produksi pulp kraft juga telah naik lebih cepat dari pada
pulp sulfit karena beberapa faktor seperti pemulihan bahan kimia yang lebih
sederhana dan lebih ekonomis dan sifat-sifat pulp yang lebih baik dalam
hubungannya dengan kebutuhan pasar. Pengenalan bahan-bahan pengelantang yang
efektif, terutama Klorin Dioksida telah menghapuskan kesukaran-kesukaran
terdahulu mengenai pengelantangan pulp-pulp kraft menjadi derajat putih yang
tinggi dan pra-hidrolisis kayu telah memungkinkan untuk menghasilkan pulp-pulp
pelarutan (dissolving pulp) berkualitas tinggi dengan proses kraft.
Proses kraft ini juga mempunyai sisi kelemahan yang sukar diatasi yaitu gas-
gas berbau tidak enak dan kebutuhan bahan kimia pengelantang yang tinggi pada
pulp-pulp kraft kayu lunak. Namun menurut perkembangan terakhir dapat
diharapkan bahwa modifikasi-modifikasi baru akan membawa perbaikan-perbaikan
dalam hal kebutuhan-kebutuhan lingkungan (Sjostrom, 1995).
Untuk memisahkan serat selulosa dari bahan berserat seperti kayu dapat
dilakukan dengan 3 metode pemisahan, yakni :
a. Proses Soda
b. Proses Sulfit
c. Proses Sulfat
Pembuatan pulp secara semikimia terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
menggunakan bahan kimia, yang bertujuan untuk menghilangkan sebagian
hemiselulosa dan lignin, kemudian tahap yang kedua dengan pelaksanaan mekanik
untuk memisahkan seratnya. Hasil pulp yang dihasilkan dari proses ini sulit
diputihkan dan umumnya digunakan untuk bahan baku kantong semen (Anonim,
1995).
Pembuatan pulp secara kimia adalah proses pembuatan pulp dengan menggunakan
bahan kimia untuk bagian–bagian kayu yang tidak digunakan, sehingga pulp yang
dihasilkan berkadar selulosa yang tinggi. Hasil pulp mudah diputihkan dan umum
nya untuk membuat kertas tissue dan kertas cetak. Kekurangan dari proses ini
menghasilkan sekitar 45–50 % serat.
Ada 3 macam proses pembuatan pulp secara kimia, yaitu sebagai berikut :
a. Proses Sulfit
Pada dasarnya, pembuatan pulp pada proses sulfit masih didasarkan pada penemuan–
penemuan tua, meskipun beberapa modifikasi pembaharuan dan perbaikkan teknik
telah dilakukan. Keberhasilan terakhir selama tahun 1950-an dan 1960-an berkenaan
Keuntungan proses sulfit yang telah diketahui terhadap pulp kraft adalah :
a. Rendemen yang lebih tinggi pada bilangan kappa tertentu, yang mengakibatkan
kebutuhan kayu lebih rendah
b. Derajat putih pulp yang tidak dikelantang lebih tinggi
c. Persoalan pencemaran sangat sedikit
d. Biaya instalisasi lebih rendah
e. Keluwesan lebih tinggi dalam rendemen dan kualitas pulp.
b. Proses Soda
Pembuatan pulp pada proses soda digunakan Natrium Hidroksida (NaOH) sebagai
lindi pemasak dan lindi–lindi bekas yang dihasilkan, dipekatkan dengan cara
penguapan dan dibakar. Lemburan, yang terdiri atas Natrium Karbonat (Na2CO3),
diubah kembali menjadi Natrium Hidroksida dengan Kalsium Hidroksida (kostisasi),
karena Natrium Karbonat digunakan untuk imbuhan, maka proses pemasakan
dinamakan proses soda (Fengel,D 1995).
Pada pemasakan kayu dalam proses sulfat (kraft) digunakan larutan pemasak alkali,
yaitu Natrium Hidroksida (NaOH), Natrium Sulfida (Na2S), dan Natrium Karbonat
(Na2CO3) dengan komposisi tertentu. Total waktu pemanasan yang dibutuhkan pada
proses sulfat berkisar antara 120–180 menit dengan suhu berkisar antara 160–170oC.
Setelah terjadi pemasakan akan terjadi pelepasan serat–serat kayu, kotoran–kotoran
yang tidak larut beserta komponen lain dipisahkan dengan penyaringan, dan
pemisahan serat–serat yang larut dalam cairan pemasak dilakukan dengan pencucian.
Ada nya Natrium Sulfida (Na2S) sangat penting karena dapat mengurangi
kerusakan pada karbohidrat dan memberikan hasil pulp yang mempunyai kekuatan
yang lebih baik (Anonim, 1995).
Proses pembuatan pulp berdasarkan metode kraft dapat dilakukan dengan larutan
yang terdiri dari Natrium Hidroksida (NaOH) dan Natrium Sulfat (Na2S), yang
disebut “lindi putih”. Berdasarkan pada istilah-istlihah yang digunakan dalam
defisini hal tersebut, dimana semua bahan-bahan kimia dapat dihitung sepadan
dengan natrium yang dinyatakan sebagai berat Natrium Hidroksida (NaOH) atau
Natrium Oksida (Na2O).
a. Keuntungan :
‐ Pulp yang dihasilkan lebih kuat
‐ Proses pemasakan lebih pendek
‐ Sistem pengolahan recovery bahan kimia nya sangat baik
‐ Proses dapat dilakukan untuk segala jenis kayu
Proses pembuatan pulp di PT. Riau Andalan Pulp And Paper pada Fiberline 2
menggunakan metode kraft dengan proses sistem super bacth. (Lampiran 1)
Kayu yang di peroleh dari Hutan Tanaman Industri (HTI) akan masuk kedalam
tahapan logging. Logging merupakan proses pengolahan untuk memproduksi
gelondongan kayu, yang tahapan proses nya meliputi: Penebangan (Felling),
Penyeradaan (Skedding), Pemotongan (Bucking), Bongkar muat (Loading &
Unloading) sampai pada pengangkutan untuk dikirim ke lokasi pabrik pulp.
Kayu dari hutan disimpan di wood yard yang selanjutnya kayu-kayu tersebut
diproses di wood room yang tahapan nya meliputi: Pengulitan (Debarking),
Penyerpihan (Chipping), Penyimpanan serpihan kayu (Chip Storaging) dan
Penyaringan serpihan kayu (Chip Screening). Tujuan dari tahap ini untuk menjamin
kualitas kayu dan menghasilkan chip kayu yang berukuran seragam yang diperlukan
untuk pemasakan pulp.
Digester adalah merupakan bejana yang digunakan untuk memasak pulp kimia
dengan menggunakan proses sulfat. Dalam pemasakan serpihan kayu (chip) dengan
proses kraft (sulfat) dipergunakan larutan pemasak yang disebut lindi putih (white
liquor). Senyawa yang terkandung dalam lindi putih adalah Natrium Hidroksida
Pengisian chip adalah proses pengisian serpihan kayu (chip) yang dikirim dari
pemapungan chip dengan menggunakan belt conveyor ke chip silo, dari chip silo
serpihan dimasukkan ke digester dengan menggunakan screw conveyor. Selama
pengisian chip, udara didalam digester dihilangkan melalui saringan sirkulasi. Proses
pengisian chip berlangsung selama 30 menit.
Setelah pengisian chip dilakukan, larutan lindi hitam di pompakan. Proses ini disebut
impregnasi. Liquor bersuhu 100oC ini akan dipompakan ke dasar digester secara
kontiniu. Fungsi nya adalah menyempurnakan udara didalam rongga-rongga chip
kayu dengan udara di dalam digester dan pemanasan awal yang bertujuan untuk
penetrasi dan difusi chip agar reaksi kimia antara serpihan kayu dengan alkali aktif
terdispersi secara homogen. Proses impregnasi ini berlangsung selama 30 menit.
Proses pengisian hot black liquor bertujuan untuk menaikkan panas dari warm black
liquor pada suhu dibawah ± 100oC digantikan oleh hot black liquor pada suhu ±
140oC pada siklus digester. Proses pengisian ini berlangsung selama 25 menit.
Setelah hot black liquor dipompakan ke digester, berikut nya secara bersama
hot white liquor di pompa kan. Hot white liquor ini merupakan bahan kimia utama
dalam proses pemasakan. Proses pengisian ini berlangsung selama 21 menit.
Setelah hot white liquor diisikan, suhu didalam digester hampir mendekati suhu
pemasakan. Tujuan dari fase ini adalah untuk menaikkan suhu sampai ± 170oC
Bila fase pemasakan sudah dilakukan, selanjut nya adalah fase displacement, yakni
bertujuan untuk menghentikan reaksi pemasakan dan merupakan tahap pencucian
awal. Tahapan ini berlangsung selama 20 menit. Pada tahap discharging adalah
proses pemompaan pulp yang sudah masak di digester ke tanki penampungan
(discharge tank).
Pulp dari hasil pemasakan di digester yang dikirim ke sistem pembersihan atau
pencucian, dimana tujuan nya untuk memisahkan material–material yang tidak
diinginkan yang terdapat dalam pulp. Sebagai persiapan sebelum proses delignifikasi
oksigen.
Dalam proses ini secara kontiniu memisahkan kotoran dari hasil pemasakan
di digester yang meliputi tahap sebagai berikut :
1. Deknotting
2. Washing (Pencucian)
Pencucian dilakukan untuk memisahkan serat dari kotaran–kotoran yang dapat larut
dalam air yang terdiri dari senyawa organik (lignin) dan senyawa anorganik (soda)
yang merupakan sisa bahan kimia pemasak.
Tujuan dari penyaringan pada tahap ini adalah untuk memisahkan kotoran–kotoran
berdasarkan berat dan dimensi lebih besar daripada serat (fiber).
Warna pada pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin
yang tersisa. Penghilangan lignin dapat lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi
akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan merusak serat, sehingga
menghasilkan kualitas pulp yang rendah.
Adapun bahan kimia yang digunakan dalam proses bleaching adalah Klorin,
Kaustik dan Klorin Dioksida. Berikut dampak variasi dari setiap bahan kimia
bleaching ;
Lignin Dapat
diokisidasi, larut/dihilangkan Dapat Dapat
Kaustik
dilarutkan dan dengan level dihilangkan dikurangi
dihilangkan berbeda
Berdampak kecil
Klorin Dioksidasi dan Dapat Dapat
diluar kondisi yang
Dioksida dihilangkan dihilangkan dikurangi
tepat
Sumber : Buku Manual Training PT.Riau Andalan Pulp And Paper, Bleaching
Plant.
Proses pemutihan ini terdiri dari 4 tahapan (Lampiran 2), yakni adalah :
Proses pemutihan pada tahap ini, bahan yang digunakan dengan jenis Element
Chlorine Free (ECF), dimana tidak menggunakan unsur klor (Cl2) murni tetapi
menggunakan senyawa Klorin Dioksida (ClO2).
Pada proses klorinasi terhadap pulp, gas klorin harus larut dan bereaksi secara
menyebar terhadap serat pulp. Reaksi klorin dengan lignin adalah sangat cepat
dimana klorin bereaksi dengan lignin secara oksidasi dan subsitusi. Reaksi–reaksi ini
mengeluarkan lignin dan oleh karena itu, beberapa akan terlarut dalam tahap
klorinasi
1. Konsitensi : 11 %
2. Suhu : 70-73oC
3. pH : 2.4 – 2.6
4. Waktu reaksi : 60 menit
5. Brightness : 63 – 65 % ISO
1. Pemakaian klorin
Pemakaian klorin merupakan faktor yang paling penting dalam delignifikasi dan
dapat menyebabkan kerusakan selulosa. Pemakaian klorin didasarkan pada
kebutuhan dalam menghilangkan kandungan lignin. Penghilangan lignin dapat
diukur dengan tahap klorinasi dan tahap ekstraksi kaustik. Unbleach pulp yang
memiliki 10 kappa number, pada tahap klorinasi dan ekstraksi mampu
menghilangkan 80% lignin, yang akan diproduksi pulp pada Post EO yang memiliki
kappa number sekitar 2.0. (kappa number adalah derajat pengukuran kandungan
lignin oleh pemakaian permanganat)
2. Temperatur
Suatu reaksi dapat terjadi dengan cepat pada temperatur yang tinggi dan lambat pada
temperatur yang rendah. Temperatur yang ditingkatkan setidaknya meningkatkan
dengradasi pulp. Tinggi nya temperatur juga dapat meningkatkan pemakaian klorin
dan jika jumlah pemakaian ini tidak dikontrol, hal tersebut akan meningkatkan
degradasi.
3. Waktu
Bilangan kappa berkurang dengan suatu kenaikan terhadap waktu reaksi pada saat
parameter-parameter lainnya dijaga tetap. Hal ini secara terus menerus berkurang
setelah suatu reaksi dengan waktu yang sangat lama. Ada dua bentuk reaksi untuk
menghilangkan lignin, sebuah tahap awal delignifikasi yang sangat cepat diikuti
dengan sebuah akhir delignifikasi yang lambat. Masing-masing mereka disebut
eliminasi lignin yang bersifat mudah dan eliminasi lignin dengan cara lambat.
4. Pengadukkan
Pengaduk dipakai untuk menjamin hasil pengadukan yang sempurna. Tujuan dari
pengadukkan adalah untuk penyebaran klorin dioksida dan klorin secara merata
didalam pulp. Pengadukkan yang baik sangat penting dalam kendali kemampuan
sensor on-line dalam tahap klorinasi. Pengadukkan yang buruk dapat mengakibatkan
hilangnya strenght pulp dan residual klorin kurang sempurna bereaksi
(Anonym,1994).
Pada tahap ini merupakan reaksi ekstraksi dan oksidasi yang tujuan untuk melarutkan
dan mengoksidasi lignin dan resin yang dipisahkan. Pada tahap ini, bahan kimia
yang digunakan adalah NaOH (Ekstraksi), Oksigen (Oksidasi). Derajat keputihan
yang diperoleh pada tahap ini adalah 66 – 80 % ISO.
1. Konsitensi : 11-12%
2. Suhu : 80-90oC
3. pH : 10.8-11.58
4. Waktu reaksi : 90-120 menit
5. Brightness : 80-82 % ISO
Pada tahap ini merupakan tahap utama yang terjadi antara klorin dioksida (ClO2) dan
lignin yang bertujuan untuk meningkatkan derajat putih pulp. Bahan kimia yang
digunakan adalah klorin dioksida (ClO2).
Penambahan ClO2 pada tahap ini lebih sedikit dibandingkan pada tahap D0,
dengan konsentrasi kimia yang lebih rendah, reaksi klorin dapat terjadi dengan waktu
yang lebih lama dan dengan temperatur yang lebih tinggi dari pada pada tahap D0
tanpa mengurangi hasil dan kekuatan serat pulp. Derajat keputihan yang diperoleh
pada tahap ini adalah 88 – 89.0 % ISO.
1. Suhu : 70-75oC
2. pH : 4.0-4.5
3. Waktu reaksi : 180 menit
4. Brightness : 88.5-89.5 % ISO
Pada tahap ini bertujuan untuk lebih meningkatkan derajat keputihan hingga 89.0 –
90.5 % ISO. Bahan kimia yang digunkan adalah klorin dioksida (ClO2) dan SO2. SO2
digunakan untuk menetralkan residual klorin dioksida.
1. Konsitensi : 10-13%
2. Suhu : 70-75oC
3. pH : 4.0-4.5
4. Waktu reaksi : 180 menit
5. Brightness : 90-90.5 % ISO
Bilangan kappa merupakan kandungan lignin dalam pulp yang menandakan derajat
delignifikasi. Hubungan antara kappa number dengan kandungan lignin adalah
Tujuan dari pengukuran bilangan kappa pada tahap ini adalah untuk mengevaluasi
keefektifan proses pemasakan pulp sebelum nya dan sebagai referensi untuk
mengetahui reduksi kappa pada tahap selanjut nya sehingga akan dikehendaki
seberapa banyak bahan kimia yang akan diberikan pada tahap delignifikasi oksigen.
Bilangan kappa yang terlalu tinggi yang masuk kedalam proses bleaching,
akan menyebabkan tinggi nya bahan kimia yang dibutuhkan, susah untuk di
bleaching, serta memungkinkan untuk terjadi masalah pada produk akhir pulp seperti
dirt count dan shive, dan kontribusi meningkat nya COD (Chemical Oxygen
Demand), sedangkan jika bilangan kappa terlalu rendah, kebutuhan bahan kimia
pada proses bleaching juga rendah, mudah untuk di bleaching, tetapi memungkinkan
terjadinya kerusakan serat (Anonim, 2000).
a. Temperatur
Kappa number dipengaruhi oleh temperatur proses, hal ini menunjukan bahwa
semakin tinggi suhu yang digunakan pada proses delignifikasi oksigen di O2 reaktor
maka harga bilangan kappa akan semakin rendah, karena suhu yang tinggi
mengoptimalkan kinerja O2 dalam mendegrasi lingin dapat terjadi dengan sempurna,
sehingga diperoleh harga bilangan kappa yang rendah. Begitu sebalik nya, apabila
suhu reaktor proses rendah, maka degradasi lignin kurang efektif.
b. Waktu
Kappa number berbanding terbalik dengan waktu, dimana harga bilangan kappa akan
menurun seiring lama nya waktu reaksi dan proses itu terjadi. Ini menunjukan bahwa
lebih mudah mendegradasi lignin dengan waktu yang lama dibandingkan dengan
waktu yang cepat.
c. pH reaksi
pH berpengaruh terhadap reaksi degradasi lignin. Oleh karena itu, jika pH reaksi
rendah/tinggi menyebabkan reaksi tidak berlangsung sempurna sehingga penurunan
bilangan kappa tidak efektif.
d. Konsitensi
Konsitensi sangat berpengaruh terhadap dosis kimia yang berperan aktif dalam
mendegradasi senyawa lignin dalam pulp. Oleh karena itu semakin tinggi konsitensi
maka dosis kimia menjadi tidak seimbang, sehingga penurunan bilangan kappa
kurang efektif, namun sebaliknya apabila terlalu rendah maka oksigen (dalam O2
reaktor) lebih banyak bereaksi dengan liqour dibanding pulp sehingga harga bilangan
kappa masih tinggi.
METODOLOGI
3.1.1. Peralatan
1. Peralatan Gelas
a. Pipet
b. Beaker 2000 ml Vit Lab
c. Termometer 100oC
d. Corong Bucher
e. Pipet Tetes
f. Buret Digital 25 ml Brinkman
g. Tabung Reaksi
h. Labu Filtrat
2. Stopwatch VWR
3. Kertas Saring
4. Pengukur Slinder
5. Timbangan Neraca Analitik Metteler Toledo
6. Magnetic Stirer
7. Botol Deminwater 200 ml
8. Oven
9. Mesin Stirer Pyro Multi Magnetstir
10. Penyaring Mesh Shieve
11. Vacum Sheet
Suatu wadah penyimpanan bubur pulp sementara setelah melalui proses pemasakan
sampai proses pencucian sebelum ke tahap proses pemutihan.
Suatu alat yang berfungsi untuk mengurangi konsitensi bubur pulp menjadi 10 – 12
% dan berfungsi sebagai tempat penambahan dilusi.
Untuk menerima bubur pulp dari dillution screw dan mengantarkan bubur pulp
secara konstan ke Pompa medium konsitensi.
Untuk menghantarkan bubur pulp dari stand pipe melewati Mixer ke menara D0.
Alat yang befungsi untuk mencampurkan bahan kimia Klorin Dioksida dengan bubur
pulp secara merata.
Menara klorin dioksida adalah tanki untuk mereaksikan bubur pulp dengan bahan
kimia ClO2 sehingga bubur pulp coklat akan menjadi agak putih dengan terjadinya
reaksi tersebut.
Alat pencuci bubur pulp yang berasal dari Menara klorin dioksida D0 sehingga
klorin dioksida dapat larut dan tidak terikut kedalam proses pemutihan selanjutnya.
Merupakan tanki penampungan larutan pencuci dari tahap D0. Larutan pencuci yang
ditampung berasal dari alat pencuci (Twin roll press washer).
1. Bubur pulp
2. Klorin Dioksida
3. Asam Sulfat
4. Air
5. Larutan KMnO4 0.1 N
6. Larutan Na2S2O3 0.1 N
7. Larutan H2SO4 4 N
8. Larutan KI 1 N
9. Indikator Starch
10. Air Demineralisasi
Untuk menyelesaikan permasalahan yang akan dibahas, adapun metoda kerja yang
dilakukan dilapangan adalah:
1. Bubur pulp yang telah mengalami proses pencucian ditampung di Unbleach tower
(High density Tower). Pulp dari Unbleach HD tower dipompakan menuju Twin
Roll Press Washer.
2. Dicuci pulp di Twin Roll Press Washer, dikontrol konsitensi pulp yang akan
keluar dari washer sekitar 30-32%.
3. Dialirkan Bubur pulp yang telah dicuci menuju kedalam dillution screw lalu
diinjeksikan dilusi Asam Sulfat (H2SO4) kedalam nya untuk menghasilkan stock
pulp bersuasana asam dengan pH sekitar 2.0–2.5, ditambahkan air panas dengan
tekanan rendah untuk memanaskan stock pulp hingga mencapai temperatur 70o C.
Dikontrol pH bubur pulp dan konsitensi pulp yakni sekitar 10–12 %.
4. Stock pulp yang berkonsistensi 10-12 % masuk kedalam stand pipe lalu
dipompakan menuju mixer (alat pencampur) dengan kecepatan pompa yang
bervariasi bergantung kapasitas produksi.
5. Ditambahkan klorin dioksida (ClO2) kedalam mixer, lalu dilakukan pengadukan
secara merata didalam mixer.
6. Dipompa bubur pulp yang telah tercampur dengan ClO2 ke menara klorinasi D0
stage dengan kecepatan pompa yang bervariasi. Agar reaksi terjadi sempurna
maka periode waktu yang dibutuhkan adalah selama 60 menit di menara D0.
7. Dikeluarkan stock pulp dari bagian atas menara klorinasi secara gravitasi dan
dipompa menuju Twin Roll Press Washer selanjutnya untuk dilakukan pencucian.
8. Dipompakan kembali Stock pulp menuju dillution screw lanjutan untuk dikirim ke
tahapan pemutihan selanjutnya.
Diambil sampel dengan menggunakan ember kecil, dengan cara dicedokkan ember
tersebut ke dalam washer tank. Sampel inilah kemudian yang akan dianalisa di
Laboratorium Quality control.
a. Persiapan Sampel
1. Diisikan 800 ml air denim kedalam beaker lalu ditambahkan 100 ml larutan
H2SO4 4 N.
2. Dimasukkan sampel kedalam beaker lalu dimasukkan magnetik stirer kedalam
beaker dan diletakkan diatas stirer pad dan dinyalakan.
3. Diaduk larutan hingga fiber homogen.
4. Ditambahkan 100 ml larutan KMnO4 0.1 N lalu diamkan selama 10 menit
sambil diaduk dengan menggunakan magnetik stirer.
5. Ditambahkan 20 ml larutan KI 1 N.
6. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N hingga terjadi perubahan warna dari
merah jingga menjadi kuning pudar.
7. Ditambahkan 3 tetes indikator Starch.
8. Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0.1 N hingga terjadi perubahan warna dari
abu-abu menjadi tidak berwarna.
9. Dicatat volume titrasi yang terpakai dan suhu.
10. Dilakukan percobaan diatas tanpa sampel untuk uji kosong. Catat volume nya.
Selama pengujian bilangan kappa yang dapat penulis amati adalah pulp yang akan
dianalisa itu berwarna hitam gelap. Ketika pulp dicuci bersih di atas saringan mesh
shive, maka pulp berubah warna coklat agak terang. Lalu disaring dan dikeringkan,
kemudian di oven dengan temperatur 150oC warnanya tetap. Setelah penambahan air
denim, maka terbentuk larutan homegen berwarna agak kuning (keruh). Lalu dengan
penambahan KMnO4 dalam beberapa waktu warna larutan berubah dengan warna
merah jingga.
Selama proses analisa penulis juga mengamati perubahan–perubahan yang
terjadi waktu titrasi dan penambahan indikator. Pulp dititrasi dengan larutan
Na2S2O3, terjadi perubahan warna dari larutan berwarna merah jingga menjadi
kuning pucat lalu ditambahkan KI dan Indikator starch, larutan nya berubah menjadi
4.1. Hasil
Dari hasil pengamatan data yang diperoleh pada penentuan hubungan pengaruh
kappa number terhadap jumlah pemakaian ClO2 untuk mencapai target brightness di
PT. Riau Pulp and Paper di tahap D0 unit bleaching Fiberline 2. Kayu yang olah
adalah kayu berserat pendek (kayu keras) jenis pohon Accasia.
Data-data yang diperoleh pada tahap D0 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1. Data Pengamatan Lapangan Pada Proses Bleaching di Tahap D0
Soda Inlet
Suhu ClO2 Brightness
No pH Loss Kappa
(OC) (Kg/Adt) (ISO)
(Kg/Adt) Number
1 < 73oC < 2,6 < 15 9,51 29,05 67,53
o
2 < 73 C < 2,6 < 15 9,33 28,91 67,02
o
3 < 73 C < 2,6 < 15 9,26 28,12 66,54
o
4 < 73 C < 2,6 < 15 9,14 26,78 66,38
o
5 < 73 C < 2,6 < 15 9,12 28,13 67,82
o
6 < 73 C < 2,6 < 15 9,09 26,34 66,68
o
7 < 73 C < 2,6 < 15 9,03 26,57 66,55
Penggunaan dosis kimia ClO2 (kg/adt) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
adalah:
.
ClO2 (kg/adt) =
Contoh ;
a. Diketahui;
Penyelesaian :
. .
ClO2 (kg/adt) =
. . . .
=
= 40.115 kg/T
Maka total pemakaian ClO2 yang dibutuhkan untuk semua stage bleaching adalah
40.115 kg/T.
a. Diketahui :
Penyelesaian :
. .
ClO2 (kg/adt) =
. . .
=
= 26.4 kg/T
Maka penggunaaan dosis kimia klorin dioksida yang digunakan pada tahap D0 line 1
adalah 26.4 kg/T
Kappa number (K) hanya dinyatakan dalam nilai angka, yang dapat dirumuskan:
E-D f
K = ,
w
f = – 2
dimana;
D : adalah Volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan untuk penentuan (ml)
Pemakaian ClO2
Kappa Number (Kg/Adt)
9,51 29,05
9,33 28,91
9,26 28,12
9,14 26,78
9,12 28,13
9,09 26,34
9,03 26,57
9,01 26,55
8,79 25,88
No X Y X2 Y2 XY
1 9,51 29,05 90,44 843,903 276,27
2 9,33 28,91 87,05 835,788 269,73
3 9,26 28,12 85,75 790,734 260,39
4 9,14 26,78 83,54 717,168 244,77
5 9,12 28,13 83,17 791,297 256,55
6 9,09 26,34 82,63 693,796 239,43
7 9,03 26,57 81,54 705,965 239,93
8 9,01 26,55 81,18 704,903 239,22
9 8,79 25,88 77,26 669,774 227,49
∑ 82,28 246,33 752,56 6753,33 2253,76
Keterangan :
X = Kappa Number
Persamaan Regresi : Y = aX + b
Dimana :
n(xy) - (x)(y)
a =
n( x 2 ) ( x) 2
20283,84 - 20268,0324
=
6773,07 - 6769,9984
a = 5,1393
185378,1048 - 185439,3728
=
6773,04 - 6769,9984
- 61,2680
=
3,05
b = -20,0878
Y = 5,1393 X – 20,0878
= 28,79
Untuk data berikutnya, Harga Y ke-n dapat dihitung dengan persamaan yang sama.
Data dapat dilihat di tabel 4.4.
n(xy) - (x)(y)
r =
n(x 2 ) - (x)2 . n(y 2 ) (y)2
15,8076
=
1,74 . 10,0748
15,8076
=
17,5660
r = 0.9
Yn = 5,1393(X) – 20,0878
27 20,0878
x =
5,1393
47,0878
=
5,1393
= 9,15 K.No
Jadi jumlah kappa number optimum dalam proses pemutihan tahap D0 adalah 9.15
Klorin dioksida (ClO2) adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan di tahap dioksida
awal bleaching, dimana berfungsi untuk mendegradasi dan melarutkan senyawa
lignin dan zat ekstraktif lainnya yang larut dalam suasana asam.
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dan pembahasan yang dilakukan selama praktek kerja
lapangan di P.T. Riau Andalan Pulp and Paper,Tbk dapat disimpulkan bahwa :
1. Semakin besar bilangan kappa pada tahap D0 bleaching maka pemakaian ClO2
akan semakin tinggi dan sebaliknya, semakin kecil bilangan kappa maka jumlah
pemakaian ClO2 yang digunakan akan semakin kecil.
2. Dari hasil data yang diperoleh, pemakaian ClO2 dari harga bilangan kappa
dimana: dengan harga bilangan kappa 9,51 maka diperlukan pemakaian ClO2
sebanyak 29,05, selanjutnya dengan harga bilangan kappa 9,33 maka diperlukan
pemakaian ClO2 sebanyak 28,91 , selanjutnya dengan harga bilangan kappa 9,26
maka diperlukan pemakaian ClO2 sebanyak 28,12 , selanjutnya dengan harga
bilangan kappa 9,14 maka diperlukan pemakaian ClO2 sebanyak 26,78,
selanjutnya dengan harga bilangan kappa 9,12 maka diperlukan pemakaian ClO2
sebanyak 28,13 , selanjutnya dengan harga bilangan kappa 9,09 maka diperlukan
pemakaian ClO2 sebanyak 26,34 , selanjutnya dengan harga bilangan kappa 9,03
maka diperlukan pemakaian ClO2 sebanyak 26,57 , selanjutnya dengan harga
bilangan kappa 9,01 maka diperlukan pemakaian ClO2 sebanyak 26,55 ,
selanjutnya dengan harga bilangan kappa 8,79 maka diperlukan pemakaian ClO2
sebanyak 28,91 .
Berdasarkan data target pemakaian ClO2 di tahap D0 adalah 27 kg/adt maka
kappa optimum adalah sebesar 9,15 K.No
Anonim.2000. Buku Manual Pulp Mill Overview. Kerinci: PT. Riau Andalan Pulp
And Paper,Tbk. Tbk.
Anonim.1995. Buku Manual Proses Pengolahan Pulp And Paper. Kerinci: PT. Riau
Andalan Pulp And Paper Indonesia,Tbk.
Anonim.1994. Bleach Plant Operation Manual. Kerinci: PT. Riau Andalan Pulp
And Paper Indonesia.
GRAFIK
K HUBUNGAN KAPP
PA NUMBER TERHA
ADAP JUMLAH PEMA
AKAIAN ClO2
29.50
29.00
28.50
28.00
PEMAKAIAN ClO2 (Kg/Adt)
27.50
27.00
26.50
26.00
25.50
25.00
24.50
24.00
8.7 8.8 8.9 9 9
9.1 9.2 9.3 9.4 9.5 9.6
KAPPA NU
UMBER
y = 5,1393x - 20,0878
kappa numb
ber‐ClO2 Linearr (kappa number‐CllO2) R² = 0,9