Oleh
HASIL PENELITIAN
Oleh
HASIL PENELITIAN
PERNYATAAN
1. Karya tulis saya, tesis ini adalah asli dan belum pernah di ajukan untuk
mendapatkan akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik dari
Universitas Padjadjaran maupun perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan naskah pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di perguruan tinggi ini.
ABSTRAK
Tunarungu adalah salah satu bentuk disabilitas fisik pada indera pendengaran,
sehingga seseorang tidak dapat mendengar dan mengalami hambatan dalam
berbicara. Terdapat beberapa metode edukasi penyikatan gigi yang dapat digunakan
pada tunarungu, salah satunya adalah berbentuk video. Bentuk video edukasi yang
dapat digunakan adalah video self-modeling dan video kartun animasi. Tujuan
penelitian ini adalah membandingkan efektivitas penggunaan metode edukasi video
self-modeling dan video kartun animasi terhadap pengetahuan, sikap, perilaku serta
kebersihan gigi dan mulut pada anak tunarungu.
Metode penelitian adalah eksperimental semu. Uji statistik yang digunakan
adalah uji non parametric Wilcoxon-Mann Whitney dan uji komparasi t-test tidak
berpasangan. Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling dan
didapatkan 34 sampel yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri dari 20 anak lelaki
dan 14 anak perempuan dengan rentang usia 7 hingga 11 tahun. Penilaian
kebersihan rongga mulut menggunakan oral hygiene index menurut Green and
Vermillion.
Hasil penelitian menunjukkan adanya rerata perubahan pengetahuan setelah
pemberian video self-modeling sebesar 14,1 dan video kartun animasi sebesar 20,9
dengan standar deviasi sebesar 28,28 dan p-value = 0,0439. Rerata perubahan sikap
setelah pemberian video self-modeling sebesar 13,0 dan video kartun animasi
sebesar 22,0 dengan standar deviasi sebesar 28,85 dan p-value 0,0076. Rerata
perubahan perilaku setelah pemberian video self-modeling sebesar 15,4 dan video
kartun animasi sebesar 19,6 dengan standar deviasi sebesar 26,93 dan p-value
0,1813. Rerata tingkat kebersihan rongga mulut pada anak tunarungu setelah
penggunaan metode edukasi video self-modeling adalah 0,65 dan metode edukasi
video kartun animasi sebesar 0,72 dengan p-value = 0,6353.
Simpulan penelitian adalah kedua metode video edukasi penyikatan baik video
self-modeling maupun video kartun animasi dapat meningkatkan tingkat
pengetahuan dan sikap pada anak tunarungu. Namun ternyata tidak menghasilkan
perubahan terhadap perilaku anak tunarungu. Berdasarkan hasil penelitian juga
diketahui bahwa kedua jenis video edukasi tersebut memiliki tingkat efektivitas
yang sama dalam meningkatkan kebersihan rongga mulut pada anak tunarungu.
Kata kunci : Tunarungu, video edukasi, video self-modeling, video kartun animasi,
tingkat kebersihan rongga mulut
v
ABSTRACT
Deaf is one form of physical disability on the sense of hearing so that one can
not hear and experience barriers in speaking. There are several methods of dental
brushing education that can be used in the Deaf, one of which is video-shaped. The
types of educational videos that can be used are self-modeling videos and animated
cartoon videos. The purpose of this study was to compare the effectiveness of the
use of self-modeling video education methods and animated cartoon videos to the
knowledge, attitude, behavior and oral and dental hygiene of deaf children.
The research method is quasi-experimental. The statistical test used was the
nonparametric Wilcoxon-Mann Whitney test and the unpaired t-test comparison
test. The sampling technique was purposive sampling and there were 34 samples
which fulfilled inclusion criteria, consist of 20 boys and 14 girls with age range 7
to 11 years. Oral hygiene assessment using oral hygiene index according to Green
and Vermillion.
The results showed that the average of knowledge change after the self-modeling
video was 14.1 and animated cartoon video was 20,9 with standard deviation 28,28
and p-value = 0,0439. The average attitude change after giving self-modeling video
was 13.0 and animated cartoon video was 22.0 with a standard deviation of 28,85
and p-value 0,0076. Average behavioral changes after 15.4 self-modeling video
and 19.6 animated cartoon videos with a standard deviation of 26.93 and p-value
0.1813. The average level of oral hygiene in children with hearing impairment after
the use of self-modeling video education method is 0.65 and animated cartoon video
educational method is 0.72 with p-value = 0.6353.
The research conclusions are the two methods of educational video brushing
both self-modeling videos and animated cartoon videos can improve the level of
knowledge and attitudes in children with hearing impairment. But it did not result
in changes in the behavior of children with hearing impairment. Based on the
research results also known that both types of educational videos have the same
level of effectiveness in improving oral hygiene in children with hearing
impairment.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
Keberhasilan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini tidak terlepas dari doa,
motivasi, bantuan, dukungan, bimbingan, serta uluran tangan berbagai pihak. Pada
1. Prof. Dr. med. Tri Hanggono Achmad, dr. selaku Rektor Universitas Padjadjaran
2. Dr. Nina Djustiana, drg., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
3. Prof. Dr. Hj. Inne Suherna Sasmita, drg., Sp.KGA(K) selaku Ketua Program
Padjadjaran.
4. Prof. Dr. Hj. Willyanti Soewondo, drg., Sp.KGA(K) selaku Kepala Departemen
Ilmu Kedokteran Gigi Anak dan Pembimbing Utama yang telah memberikan
semangat, dorongan, bimbingan, waktu, serta arahan yang sangat berarti dalam
5. Dr. Risti Saptarini Primarti, drg., Sp.KGA(K) sebagai pembimbing pertama yang
7. H. Bernik Maskun, drg. selaku pembimbing dalam analisis statistik yang selalu
8. Staf pengajar dan seluruh dosen Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak
Chemiawan, drg., M.Kes; Dr. Hj. Eriska Riyanti, drg., Sp.KGA(K); Iwan
Ahmad M, drg., Sp.KGA(K); Dr. Meirina Gartika, drg., Sp.KGA(K); Dr. Arlette
Suzy Puspa Pertiwi, drg., Sp.KGA(K), M.Si; dan Prima Andisetyanto, drg.; atas
menjalani pendidikan.
Padjadjaran, atas bantuan, waktu, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis
11. Rekan sejawat dan seperjuangan residen IKGA angkatan 2015 serta rekan
sejawat residen Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG UNPAD angkatan 2014,
12. Sekolah Luar Biasa Negeri Cicendo Kota Bandung, Kepala Sekolah, Staf Guru,
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan, cinta,
dukungannya.
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah akhir.
Akhir kata penulis berharap karya ilmiah akhir ini dapat memberikan sumbangan
bagi kemajuan Ilmu Kedokteran Gigi Anak dan bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN………………………………………………………... iii
ABSTRAK……………………………………………………………… iv
BAB I
PENDAHULUAN ……...……………………………………………… 1
BAB II
2.3.1 Premis…...……………………………………………………… 47
2.3.2 Hipotesis…...…………………………………………………… 49
BAB III
BAB IV
4.2 Pembahasan…...………………………………………………… 72
BAB V
5.2 Saran...…………………………………………………………. 75
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 76
LAMPIRAN……………………………………………………………. 83
xii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN HAL.
5. Lembar Pemeriksaan……………………………………………………. 90
BAB I
PENDAHULUAN
Permasalahan kesehatan rongga mulut tidak hanya dialami oleh anak usia
sekolah dasar dengan kondisi tubuh normal, tetapi juga dialami oleh anak usia
terbatasnya kesempatan untuk hidup berkelompok secara normal dalam level yang
sama dengan lainnya karena adanya hambatan fisik atau sosial.1,2 Anak tunarungu
merupakan salah satu populasi besar dari anak dengan disabilitas, yang memiliki
menyebutkan bahwa pada tahun 2017 terdapat 360 juta penduduk dunia yang
Jumlah penderita disabilitas di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 6,7 juta
(sebesar 3,11% dari populasi total), dan populasi tunarungu sebesar 192.207
(2,8%).3 Anak dengan disabilitas memiliki risiko yang lebih besar dalam perspektif
kesehatan mulut.4
Kondisi kebersihan gigi dan mulut pada anak tunarungu mayoritas menunjukkan
kategori sedang.5 Prevalensi karies dan penyakit periodontal yang cukup tinggi
dilaporkan terjadi pada anak tunarungu di Iran dan India.6,7,8 Penelitian Widasari,
di desa Bintoro Patrang, Balung dan Kaliwates pada tahun 2014 menunjukkan
bahwa skor kebersihan gigi pada anak tunarungu lebih buruk dan lebih rentan
2
terkena karies dibandingkan dengan anak yang tidak tunarungu.9 Index def-t dan
DMF-T pada anak tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung tahun 2011
sebesar 3,04 dan 2,13. Berdasarkan standar karies menurut WHO, skor def-t
tergolong sedang dan DMF-T tergolong rendah. Apabila dibandingkan dengan skor
index def-t dan DMF-T anak tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung pada
tahun 1989 yang hanya sebesar 1,4 dan 2,86, maka dapat dilihat adanya pola
perubahan skor index def-t dan DMF-T. Peningkatan skor def-t disebabkan karena
semakin beragam jenis makanan yang dikonsumsi oleh siswa tunarungu, sedangkan
penurunan skor DMF-T dikarenakan adanya peningkatan tingkat kesehatan gigi dan
mulut akibat informasi mengenai kesehatan gigi dan mulut semakin banyak dan
mudah diperoleh.10 Penelitian mengenai index plak pada anak tunarungu yang
berusia 6-12 tahun di SLB B Negeri Cicendo Bandung tahun 2011 menunjukkan
hasil 2,75 (sedang) sebelum mendapatkan edukasi kesehatan gigi dan mulut.
Namun, indek plak menurun menjadi 1,5 (baik) setelah mendapatkan edukasi, hal
gigi, diet makanan manis, dan tentu saja apresiasi terhadap edukasi yang diberikan.3
tingkat kesehatan dan kebersihan rongga mulut tunarungu menjadi lebih rendah
mulut merupakan komponen penting dalam peningkatan status kesehatan gigi dan
mulut anak tuna rungu. Perilaku dalam melakukan perawatan kesehatan gigi dan
3
mulut dapat ditingkatkan melalui pendidikan kesehatan gigi dan mulut dengan
metode penyuluhan yang sesuai, sehingga pesan dapat diterima oleh target.12,13,14,15
Penggunaan media edukasi dalam merubah perilaku anak merupakan hal yang
sangat penting. Media edukasi adalah alat yang dapat digunakan dalam
Media edukasi disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada
setiap anak dapat diterima atau ditangkap melalui panca indera.2,16 Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Brydon Lamb, ketika seseorang mempelajari suatu
hal, maka penglihatan berperan sebesar 83%, pendengaran 11%, penciuman 3,5%,
perabaan 1,5%, dan sekitar 1% berasal dari perasa.17 Indera yang paling dominan
pada anak tunarungu adalah mata, oleh karena itu metode edukasi kesehatan gigi
dibandingkan dengan instruksi manual, hal ini dikarenakan instruksi visual sangat
mudah dipelajari dan informasi yang diterima cukup jelas dan mudah diingat.19
Pada pasien anak, instruksi yang diberikan harus efisien dalam menargetkan
kebutuhan pribadi mereka dan menyesuaikan diri dengan tingkat pendidikan dan
Media visual yang dapat diberikan pada anak tunarungu salah satunya berbentuk
video. Menurut Sumaryanti (2010), media video merupakan salah satu media yang
demonstrasi perilaku yang diinginkan melalui representasi video disebut video self
4
–modelling (VSM). Model yang dapat digunakan pada VSM antara lain orang
dewasa, teman sebaya, kelompok, saudara kandung, dan diri sendiri. Selain
berbentuk VSM, jenis video lain yang dapat digunakan adalah video kartun animasi
visual dan dapat memberikan informasi yang tepat daripada sekedar perkataan yang
dapat memberikan tampilan visual yang lebih kuat dibandingkan informasi abstrak,
hal ini berperan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil yang
didapat.18
dengan penggunaan bahasa isyarat dan kombinasi teknik penyikatan gigi modified
bass dan horizontal pada anak tunarungu usia 6-14 tahun.2,22 Sandeep dkk
gigi dan teknik penyikatan gigi pada anak usia 6-16 tahun yang diberikan selama
12 kali sesi pertemuan.2 Sedangkan penelitian yang dilakukan Alse dkk pada anak
tunarungu usia 5-17 tahun yaitu dengan memberikan demonstrasi penyikatan gigi
menggunakan sikat dan model gigi serta penambahan bahasa isyarat oleh guru
pembimbing.13
instruksi yaitu buku ilustrasi dan video instruksi yang disertai bahasa isyarat pada
anak tunarungu.23 Pouradeli, dkk menunjukkan bahwa anak sekolah lebih tertarik
menonton video, dan mencoba mengulangi cara penyikatan yang telah diberikan
melalui video edukasi.24 Yanti, dkk menunjukkan bahwa penggunaan VKA cukup
5
efektif dalam meningkatkan tingkat pengetahuan dan menurunkan indeks plak pada
tunarungu.25,26,27
secara efektif, dan terjadinya kebersihan mulut yang baik tergantung pada
menunjukkan bahwa teknik Bass merupakan teknik penyikatan gigi yang efektif.
Gibson dan Wade (1977) membandingkan keefektifan teknik Bass dan teknik Roll
pada penghilangan plak dan menyimpulkan bahwa teknik Bass paling baik dalam
membersihkan gigi yang berdekatan dengan jaringan gingiva dari aspek fasial dan
merupakan teknik yang paling efektif pada anak usia 6-8 tahun.29 Srivastava (2013)
memilih penggunaan teknik modified Bass pada anak dengan gigi campuran.30
Kombinasi dari teknik modified bass dan horizontal scrub dapat digunakan pada
anak tunarungu, karena teknik ini mudah dipelajari dan cukup efektif pada anak
kecil.22 Modifikasi teknik horizontal scrub dan Bass sebelumnya telah digunakan
dalam pendidikan kebersihan mulut untuk orang dewasa muda dengan gangguan
perilaku, dan tingkat kebersihan rongga mulut, maka penulis tertarik untuk
berbeda terhadap pengetahuan, sikap, perilaku serta kebersihan gigi dan mulut pada
anak tunarungu.
2) Apakah terjadi peningkatan sikap setelah penggunaan metode edukasi VSM dan
edukasi video self-modeling dan video kartun animasi terhadap pengetahuan, sikap,
1) Aspek Teoritis
perubahan tingkat pengetahuan, sikap, perilaku, serta kebersihan gigi dan mulut
2) Aspek Praktis
Hasil penelitian dapat digunakan untuk memberikan informasi bagi dokter gigi,
dokter gigi spesialis, guru, pengasuh, orang tua/wali dan anak tunarungu dalam
menentukan video edukasi yang paling efektif bagi pasien anak tunarungu,
self-modeling atau video kartun animasi nantinya dapat digunakan sebagai media
edukasi penyikatan gigi bagi anak tunarungu oleh dokter gigi, dokter gigi
BAB II
Kajian pustaka pada penelitian ini akan memaparkan mengenai anak tunarungu,
edukasi penyikatan gigi, pengetahuan, sikap, dan perilaku mengenai kesehatan gigi
dan mulut.
2.1.1 Tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata ‘tuna’ dan ‘rungu’, tuna artinya kurang dan
Hallahan & Kauffman (1991) mengemukakan bahwa orang yang tuli (a deaf
dengan atau tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aid). Sedangkan orang
9
Maka dapat disimpulkan bahwa tunarungu adalah suatu kondisi seseorang tidak
berkomunikasi.
Menurut Guyton (2000), gangguan pada organ pendengaran bisa terjadi pada
telinga luar, tengah, maupun bagian dalam. Letak gangguan secara anatomis
campuran.34
Hal ini diakibatkan adanya gangguan pada telinga luar dan tengah. Beberapa
(1) Adanya penyumbatan pada saluran telinga yang disebabkan kotoran telinga
berenang.
(5) Otitis media atau dikenal juga infeksi telinga tengah. Masalah ini seringkali
(7) Otosklerosis.
(8) Timpanosklerosis.
sumbatan konduksi suara pada bagian telinga luar atau tengah, sehingga jumlah
suara yang terbawa hingga cochlea menjadi berkurang. Pada tingkat suara
tinggi, maka aliran suara akan bergerak melalui tulang tengkorak dan melewati
jalur konduktif dari sistem pendengaran yang kemudian akan sampai pada
2) Tunarungu sensorineural
Hal ini diakibatkan adanya kerusakan pada cochlea, yang merupakan bagian
(4) Labirinitis yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, intoksikasi obat-obatan
alkohol.
(5) Perforasi membran tymphani, dapat disebabkan infeksi parah dari telinga
mendengar suara keras, tetapi juga kurang jelas mendengar suara. Hal ini
terkadang membatasi manfaat yang diberikan alat bantu dengar, oleh karena
3) Tunarungu campuran
Hal ini merupakan perpaduan antara tipe konduktif dan sensorineural, yaitu
ketika terjadi gangguan konduksi karena infeksi telinga tengah dan gangguan
anak.39
12
seperti gentamycin.38
Tingkat ketunarunguan ringan, kehilangan 15-30 dB, tidak selalu bereaksi saat
suara pada jarak jauh, dan mengalami kesulitan dalam melakukan percakapan
visual sangat tinggi, dan tidak dapat melakukan percakapan secara wajar.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan tunarungu tipe ringan dan
sedangkan untuk tipe berat dan berat sekali termasuk ke dalam hilang pendengaran
(deafness)
normal, hal ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga
1) Fisik
Apabila dibandingkan dengan disabilitas lain, maka tidak terlihat kelainan fisik
pada anak tunarungu. Namun, apabila diperhatikan dengan lebih teliti anak
(1) Cara berjalan terlihat kaku dan agak membungkuk. Hal ini terjadi pada anak
keseimbangan.
(2) Gerakan mata cepat yang menunjukan bahwa ia ingin menguasai lingkungan
sekitarnya.
(4) Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi
Pada awal masa babbling tidak terjadi hambatan pada anak tunarungu,
pita suara. Namun, pada akhir masa babbling mulai terjadi perbedaan
Sebaliknya, untuk anak tunarungu hal seperti itu tidak dapat dilakukan
15
bahasa isyarat merupakan bahasa ibu. Sementara bahasa lisan adalah bahasa
jarang lingkungan memperlakukan mereka dengan tidak wajar. Hal ini akan
(4) Intelegensi
Secara intelegensi, anak tuna rungu tidak berbeda dengan anak normal pada
anak normal, hal ini dikarenakan kesulitan anak tunarungu dalam memahami
kejadian. Aspek yang bersumber dari penglihatan dan bersifat motorik tidak
Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin “communis” yang berarti “sama”,
komunikasi melibatkan pesan verbal, isyarat tubuh, atau kombinasi dari keduanya
yang terjadi dalam paket isyarat. Menurut Mulyana (2012), bahasa verbal adalah
sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud seseorang. Bahasa
seluruh rangsangan (kecuali rangsangan verbal). Komunikasi verbal dan non verbal
saling memperkuat dan saling mendukung, karena hal tersebut merupakan bagian
Metode komunikasi pada anak tunarungu terdiri dari metode komunikasi oral,
metode komunikasi isyarat, dan komunikasi total. Komunikasi secara oral yaitu
ucapan, dan atau rangsangan vibrasi serta perabaan (vibrotaktil) untuk percakapan
secara spontan.45,46
17
penterjemah yang terlatih harus menafsirkan semua hal yang diucapkan di depan
anak tunarungu tanpa mengubah isi percakapan. Tujuan dari interprestasi efektif
adalah untuk menyampaikan pesan dan perasaan anak tunarungu seakurat mungkin.
penterjemah efektif.47
bahasa isyarat, membaca bibir, dan berbicara ketika berkomunikasi dengan orang
perkembangan bahasa.46
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide untuk disampaikan kepada
seseorang dengan harapan dapat dipahami orang yang menerima pesan sesuai
dengan yang dimaksudkan. Pesan adalah informasi yang akan disampaikan oleh
2) Simbol isyarat
Pada tahap ini, pengirim pesan membuat kode atau simbol, sehingga pesannya
dapat dipahami oleh orang lain. Pesan yang disampaikan dapat dalam bentuk
Media yang digunakan dapat berupa video, surat kabar, papan pengumuman,
Setelah pesan diterima melalui indera penglihatan, maka penerima pesan harus
dapat mengartikan simbol atau kode dari pesan tersebut sehingga mudah
dimengerti.
5) Penerima pesan
Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dan si pengirim,
meskipun dalam bentuk kode atau isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang
dimaksud.
6) Balikan
Balikan adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan
Anak tunarungu memiliki masalah kesehatan rongga mulut yang buruk. Hal ini
berkomunikasi dengan orang lain.19 Anak tunarungu tidak dapat memahami dan
ditemukan di sekolah khusus anak tunarungu di Odisha, India. Hal ini dapat
oleh orang tua, pengasuh, dan program kesehatan mulut masyarakat. 6 Pada
penelitian yang dilakukan Jain (2008) didapatkan prevalensi karies yang cukup
tinggi pada anak dengan gangguan pendengaran. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kelalaian dari orang tua dan pihak sekolah dalam mendapatkan perawatan gigi
memerlukan lebih dari maturasi otak anak. Perkembangan kognitif adalah hasil
usaha anak dalam memahami keluarga, lingkungan, sekolah, dan luasnya dunia
Pada tahap ini, sifat yang terlihat pada anak adalah stimulus suara, yaitu anak
tindakan.
2) Pra-operasional (2 - 7 tahun)
Pada tahap ini, pengamatan seorang anak tidak hanya ditentukan oleh indera
tetapi juga lewat intuisi. Anak mampu menyimpan kata dan mempergunakannya.
Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkret dan sudah
mulai berkembang rasa ingin tahu. Anak sudah dapat mengamati, menimbang,
mengevaluasi, dan menjelaskan pikiran orang lain dalam cara yang lebih objektif
dan tidak terlalu egosentris. Pemikiran konkret tidak abstrak seperti pemikiran
operasional formal.
21
besar anak pada awal remaja tidak berpikir secara hipotetis-deduktif, tetapi
Edukasi kesehatan adalah suatu proses belajar yang timbul oleh karena adanya
dengan tujuan menghasilkan kesehatan yang baik. Edukasi kesehatan pada anak
yaitu suatu usaha yang secara emosional akan menghilangkan rasa takut,
menumbuhkan rasa ingin tahu dan mengamati, serta melakukan aktivitas fisik yang
baik bagi kesehatan pribadi, oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa edukasi
kognitif cukup beragam dan kompleks, hal ini dikarenakan adanya perbedaan cara
dari setiap keluarga, masyarakat, dan budaya dalam memberikan reaksi dan
lingkungan, pengalaman, usia, dan status ekonomi seseorang. Hal ini karena
22
sebagai pengetahuan dengan lebih baik melalui cara demonstrasi (peragaan secara
Practice).53
1) Knowledge (Pengetahuan)
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah seseorang
datang dari pengalaman pribadi dan informasi yang didapat dari orang tua, guru,
teman, buku, dan televisi. Pada anak tunarungu, mata memainkan peranan yang
yaitu :54
Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut,
Aplikasi berarti seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
penilaian terhadap objek tertentu yang didasarkan pada suatu kriteria yang
adalah58 :
1. Usia
24
2. Pendidikan
berkualitas.
1. Faktor lingkungan
kelompok.
2. Sosial budaya
2) Attitude (Sikap)
stimulus. Manifestasi dari sikap tidak dapat terlihat, tetapi seringkali didahului
Azwar (2000), struktur sikap terdiri dari komponen kognitif, afektif, dan konatif.
tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.54,55 Sikap dapat
bersifat positif, tetapi dapat juga bersifat negatif. Sikap positif yaitu
Menurut Notoadmojo (2003), sikap terdiri dari empat tingkatan, yaitu :54
yang diberikan.
Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilih merupakan sikap yang
paling tinggi.
3) Practice (Tindakan)
untuk mewujudkan suatu sikap dalam perbuatan nyata, yaitu persepsi, respon
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala bentuk pengalaman serta interaksi
terhadap suatu stimulus (rangsangan dari luar), sehingga disimpulkan bahwa suatu
perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme yang kemudia
organisme tersebut merespon. Teori Skiner ini disebut dengan “S-O-R” atau
stimulus organisme response. Pada teori Skinner ini respon dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu: 53
27
(1) Respondent response atau flexi, yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan
(2) Operant response atau instrumental response, yaitu respon yang dapat
akan terjadi menjadi meningkat (dalam arti penguatan) atau menurun (dalam
arti hukuman).
Pada perilaku tertutup, respon atau reaksi terhadap stimulus masih terbatas pada
penerima stimulus, sehingga belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Pada perilaku terbuka, respon terhadap stimulus sudah jelas dan praktik dapat
Berdasarkan penelitian Rogers (1974) terungkap bahwa terdapat beberapa hal yang
Subjek menyadari adanya suatu stimulus (objek) yang diberikan kepada dirinya.
Subjek mulai tertarik dengan stimulus yang sudah diketahui dan dipahami
terlebih dahulu.
28
(3) Evaluation
(4) Trial
Subjek mulai melakukan perilaku baru yang sudah diketahui dan dipahami
terlebih dahulu.
(5) Adaptation
Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap
terhadap stimulus.
Cara pengukuran suatu perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, yakni secara
tertentu.54
reward berbentuk hadiah atau pun pujian, kompetisi atau persaingan yang sehat,
aryang telah dilakukan untuk meningkatkan kebersihan yang lebih baik. Prinsip
motivasi ini dapat diterapkan dalam mempromosikan kesehatan, hal ini dimulai dari
29
kebutuhan seseorang bukan dari yang terbaik bagi kesehatan. Namun, motivasi
terbaik datang dari dalam diri sendiri, bukan dari pengaruh lingkungan.32,58,59
pengetahuan yang dimiliki anak tunarungu rerata menunjukkan hasil yang cukup
baik, tetapi sejumlah anak memiliki kesehatan rongga mulut yang buruk. Hal ini
dapat disebabkan karena informasi yang diberikan di sekolah dan keluarga sudah
cukup baik, tetapi pengetahuan yang dimiliki tidak direspon secara positif menjadi
suatu sikap dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.5 Kemampuan menyikat
gigi dan ketangkasan manual yang dibutuhkan untuk menyikat gigi mulai
penyikatan gigi yang membutuhkan fungsi tangan di luar tingkat kemampuan anak
usia enam tahun dan lebih muda, dan disimpulkan bahwa anak-anak berusia delapan
gigi.61
kesehatan gigi dan mulut, diantaranya adalah pengertian plak gigi dan efeknya
terhadap kesehatan gigi dan mulut, efek konsumsi makanan manis dan minuman
bersoda pada gigi, hubungan kesehatan gigi dan mulut dan kesehatan secara
keseluruhan, menyikat gigi, dan penggunaan fluor pada gigi.62 Prosedur kebersihan
rongga mulut diantaranya tindakan menyikat gigi, stimulasi jaringan, dan prosedur
lain yang berfungsi menjaga kesehatan gigi dan mulut. Prosedur-prosedur ini dapat
30
akumulasi plak pada gigi dan permukaan gingiva yang berada sekitarnya. American
Dental Association (ADA) menyatakan bahwa pasien harus menyikat gigi secara
teratur minimal dua kali sehari yaitu setelah sarapan dan sebelum tidur malam
dengan durasi 2-3 menit.67 Penyikatan gigi dengan pasta gigi yang mengandung
fluoride merupakan hal penting dalam mencegah karies gigi. Penggunaan pasta gigi
yang dianjurkan untuk anak berusia dibawah tiga tahun sebesar butiran beras dan
Kontrol plak harian yang dilakukan dengan hati-hati, yang digabungkan dengan
penghilangan kalkulus dan plak secara professional dapat mengurangi jumlah plak
periodontal.65 Pengangkatan plak dari gigi adalah keterampilan yang bisa dikuasai
hanya bila individu memiliki ketangkasan untuk memanipulasi sikat gigi dan
Sikat gigi manual adalah alat utama untuk menghilangkan plak di rumah.
Sebagian besar penggunaan sikat gigi efektif pada permukaan datar dan oklusal,
menyikat gigi juga membutuhkan keterampilan biasanya berbeda pada tiap individu
dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Menyikat gigi dengan metode
Bass mengutamakan pembersihan plak pada daerah sulkus gingiva. Sebagian besar
plak terdapat pada bagian di bawah margin gingiva. Secara teknik dalam menyikat
31
pengetahuan mengenai cara menyikat gigi dengan metode tersebut agar diperoleh
Terdapat beberapa metode untuk penyikatan gigi yang terbukti efisien dan
menyikat gigi. Metode penyikatan yang dikenal sampai saat ini teknik Roll atau
teknik Stillman (gerakan menggulung), teknik Stillman, teknik Charters, dan teknik
Bass (gerakan bergetar), teknik Fones (gerakan sirkuler), teknik Leonard (gerakan
1) Metode Roll
Pada metode Roll, ujung bulu sikat diletakkan dengan posisi mengarah ke akar
gigi dan arah bulu sikat pada margin gingiva, sehingga sebagian bulu sikat
mahkota juga disikat. Gerakan ini diulangi 8-12 kali pada setiap daerah dengan
sistematis. Metode ini terlihat mudah dilakukan dan dapat digunakan oleh
Pada teknik Bass, bulu sikat pada permukaan gigi membentuk sudut 45 derajat
dengan panjang gigi. Kemudian bulu sikat diarahkan ke akar gigi sehingga
menyentuh sulkus gingiva dan area interproksimal. Sikat gigi digerakkan dengan
getaran kecil ke depan dan ke belakang selama 1 sampai 15 detik di setiap area.
3) Metode Charter
Pada teknik ini, ujung bulu sikat diletakkan 45 derajat dari sumbu panjang gigi.
Sikat gigi digetarkan hingga membentuk lingkaran kecil, tetapi ujung bulu sikat
harus berkontak dengan margin gingiva. Metode ini merupakan cara yang baik
4) Metode Fones
Teknik penyikatan dimulai dengan menempelkan bulu sikat secara tegak lurus
pada permukaan gigi. Kedua rahang berada dalam keadaan oklusi. Sikat gigi
digerakkan membentuk lingkaran besar, sehingga bagian gigi dan gingiva rahang
atas dan rahang bawah dapat disikat secara sekaligus. Teknik ini efektif untuk
5) Metode Vertikal
Sebagian besar pasien menyikat gigi dengan vertical technique. Teknik ini
dilakukan dengan cara mengarahkan sikat gigi dari tepi gigi ke gingiva
6) Metode Horizontal
Bulu sikat ditempatkan 90 derajat pada permukaan gigi dan sikat digerakkan
Edukasi kesehatan merupakan bagian dari upaya promosi kesehatan yang perlu
edukasi kesehatan dikenal adanya media edukasi yang merupakan salah satu sarana
gigi dan mulut kepada anak. Penyampaian pesan melalui media dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan minat dari penerima pesan. Media edukasi
tunarungu, sehingga pesan yang disampaikan lebih dimengerti dan lebih mudah
diingat.71 Secara garis besar, terdapat tiga jenis media edukasi yang dapat
digunakan, yaitu : 72
1) Media visual
Media ini berguna dalam membantu menstimulasi indera mata pada waktu
proses edukasi. Media ini terdiri dari dua bentuk, yaitu berupa alat yang
diproyeksikan (slide, film, dan film strip), dan alat yang tidak diproyeksikan.
2) Media audio
Media ini dapat membantu untuk menstimulasi indera pendengaran pada waktu
penyampaian proses edukasi, dapat berupa radio, piringan hitam, pita suara, dan
sebagainya.
3) Media audio-visual
diantaranya yaitu : 72
34
1) Media peraga yang sulit (complicated), seperti film, film strip, slide, dan
2) Media peraga sederhana, seperti leaflet, model buku bergambar, poster, spanduk,
Media edukasi yang tepat bagi anak dengan disabilitas adalah media yang telah
optimal mereka. Keterbatasan pada anak tunarungu adalah adanya kesulitan dalam
pendengaran dan keterbatasan dalam bahasa. Oleh karena itu, anak tunarungu
disebut juga dengan pembelajar visual, hal ini dikarenakan indera penglihatan
mereka merupakan salah satu indera penting dan memiliki pengaruh yang paling
besar dalam menerima pembelajaran. Media edukasi yang dapat mereka lihat dapat
membantu dalam berasimilasi dengan informasi.61 Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Sartika (2013) dimana diketahui bahwa anak tunarungu memiliki
cocok untuk anak tunarungu adalah media visual dan cara menerangkannya dengan
bahasa bibir atau gerak bibir.73 Namun, menurut Fajrianto dalam penelitiannya
media visual lebih dikarenakan terdapat kesulitan pada saat pemberian materi
Conlin dan Paivio (1975) menyatakan bahwa karena pengalaman visual sangat
penting bagi penderita tunarungu dan orang normal, kedua kelompok tersebut akan
35
menunjukkan ingatan yang lebih baik untuk perkataan yang sulit daripada dengan
perkataan yang mudah. Adanya temuan bahwa ketersediaan dari isyarat dapat
pertama yang berhubungan dengan fakta bahwa diduga anak tunarungu merupakan
membaca, bahkan apabila hal itu tergantung pada penglihatan daripada suara.
Pilihan untuk berbicara bahasa isyarat sebagai bahasa pengantar tidak serta merta
membuat seorang anak tunarungu menjadi pelajar visual. Implikasi kedua yang
tidak kalah penting adalah bahwa terdapat interaksi antara antara bahasa dan
Faktor lain yang dapat meningkatkan pengetahuan anak-anak tuna rungu adalah
teknologi saat ini. Video adalah seperangkat alat yang dapat memproyeksikan
gambar yang bergerak yang merupakan perpaduan antara gambar dan suara yang
teori, dan teori pembelajaran sosial (social learning theory) adalah dasar teoritis
utama untuk intervensi ini. Bandura menekankan bahwa proses belajar melalui
berulang kali melihat video dari perilaku yang diinginkan. Hal ini pertama kali
demonstrasi fisik dari perilaku tersebut, menerima instruksi lisan, atau melihat
representasi bergambar dari perilaku baru yang disediakan di televisi atau film.
dengan menonton model film atau televisi, maka teori pembelajaran sosial Bandura
sebagai mekanisme perubahan perilaku. Aspek lain dari teori pembelajaran sosial
reproduksi motor, dan motivasi. Perhatian mengacu tidak hanya pada kemampuan
untuk mengikuti model, tetapi juga mengacu pada kemampuan untuk mengenali
gambaran diri yang terlibat dalam perilaku adaptif”. Video self-modeling adalah
aplikasi spesifik pemodelan video yang memungkinkan anak untuk meniru perilaku
yang ditargetkan dengan mengamati dia atau dirinya yang berhasil melakukan
ditargetkan untuk perubahan perilaku akan menonton video berdurasi 2-4 menit
diinginkan. Kemudian video tersebut dilihat berulang kali dengan tujuan individu
seberapa sering video harus dilihat. Salah satu rekomendasi adalah bahwa video
tersebut harus dilihat setiap hari apabila tujuannya adalah untuk mengajarkan
keterampilan baru, dan penayangan video harus diberi jarak satu atau dua kali
dalam seminggu saat mencoba meningkatkan kinerja keterampilan yang ada.80 Efek
pemberian jarak mengacu pada pendapat bahwa presentasi singkat dan sering lebih
memperlihatkan bahwa presentasi singkat dapat dua kali lebih efektif daripada
presentasi tunggal yang lama. Penelitian Endah (2012) dengan menggunakan video
Dowrick (1991) membagi video self-modeling ke dalam dua jenis, yaitu positive
perilaku yang sudah ada dalam repertoar perilaku individu. Hal ini digunakan untuk
perilaku adaptif yang diselingi dengan perilaku yang tidak diinginkan. Sedangkan
Metode pemutaran video kartun ini mampu memberikan dampak yang besar di
bidang komunikasi dan edukasi karena metode ini dapat mengintegrasikan teks,
grafik, animasi, audio, dan video. Media video kartun animasi telah
mengembangkan proses belajar mengajar menuju cara yang lebih dinamis dan
efektif, oleh karena itu metode pemutaran video kartun dapat digunakan untuk
menarik, interaktif, mudah dimengerti melalui visualisasi kartun, hal ini sesuai
dengan pendapat Bektiningsih (2009) bahwa video animasi memiliki aspek visual
dan dapat memberikan informasi yang tepat daripada sekedar perkataan yang
berbentuk kartun maupun film animasi dapat memberikan tampilan visual yang
lebih kuat dibandingkan informasi abstrak, hal ini berperan untuk meningkatkan
skor OHI-S pada anak tunarungu di kota Medan setelah menonton video kartun
belajar siswa. Dengan demikian, metode ini mampu membantu individu untuk
39
menyimpan 90% dari apa yang dia baca, dengar, lihat, dan katakan. Hartini (2000)
dapat lebih diingat sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku anak.18 Yousaf
(2015) menunjukkan bahwa anak sangat terpengaruh oleh tayangan kartun. Hal ini
dikarenakan anak-anak lebih memberi perhatian dan waktu untuk tayangan kartun
dibandingkan aktivitas lain. Selain itu, faktor krusial yang terjadi di masa modern
adalah bahwa anggota keluarga memberikan sedikit waktu pada anak sehingga
sebagian besar anak melewatkan waktu dengan serius menonton kartun. Ketika
anak yang dalam masa perkembangan terlalu fokus menonton kartun, maka mereka
kartun.84
penyikatan gigi. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat
pencapaian kesehatan gigi dan mulut adalah nilai OHI-S 1,2. Simplified Oral
Hygiene Index (OHI-S) adalah skor atau nilai perhitungan dari pemeriksaan gigi
dan mulut. Indeks ini diperkenalkan oleh Green dan Vermillion, yang dihitung
Debris Index (DI) adalah skor dari endapan lunak yang terjadi karena sisa
makanan yang melekat pada gigi penentu. Calculus Index (CI) adalah skor dari
endapan keras yang terjadi karena debris mengalami pengapuran.85 Terdapat enam
permukaan yang diperiksa untuk OHI-S dipilih dari empat gigi anterior posterior
dan dua gigi anterior. Pada bagian posterior gigi, distal gigi yang pertama erupsi
hingga ke bikuspid kedua (15), biasanya molar pertama (16) tetapi terkadang molar
kedua (17) atau ketiga (18) diperiksa. Permukaan bukal dari gigi molar atas yang
dipilih dan permukaan lingual dari gigi molar bawah yang dipilih diperiksa. Pada
bagian anterior, permukaan yang dinilai adalah labial gigi insisif kanan atas (11)
dan labial gigi insisif kiri bawah (31). Apabila tidak terdapat gigi-gigi anterior
tersebut, maka gigi insisif sentral pada sisi yang berlawanan (21 atau 41) dapat
menjadi gigi pengganti.86 Debris dapat juga diartikan sebagai plak yang sangat tipis,
tidak berwarna, dan melekat erat pada permukaan gigi.87 Plak mengandung
41
mikroorganisme, leukosit, dan bahan-bahan kimia yang berasal dari saliva dan sisa
makanan.88 Plak gigi yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan
gingivitis. Pada dasarnya, plak dapat dikontrol dengan penggunaan alat mekanis
dan kimiawi. Pembersihan gigi dan mulut secara mekanis adalah membersihkan
plak dengan tindakan psikomotor secara teratur. Alat mekanis yang digunakan
dapat berupa sikat gigi maupun benang gigi.52 Faktor kebiasaan juga dapat berperan
perawatan kebersihan gigi dan mulut, dan tindakan preventif lainnya. Faktor
orangtua untuk menerapkan kebiasaan baik dalam menjaga rongga mulut ke dalam
rutinitas anak.60
Pengukuran debris index dilakukan sesuai dengan kriteria yang diajukan oleh
1) Nilai 0 = apabila pada permukaan gigi yang terlihat tidak ada debris lunak.
2) Nilai 1 = apabila pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang
menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau 1/3 permukaan gigi dari
tepi gingiva.
3) Nilai 2 = pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi
permukaan gigi seluas 1/3 tetapi 2/3 permukaan gigi dari tepi gingiva.
4) Nilai 3 = pada permukaan gigi yang terlihat, ada debris lunak yang menutupi
Calculus index adalah skor dari endapan keras pada gigi penentu. Kalkulus
merupakan endapan keras yang terletak pada permukaan gigi, berwarna kekuningan
atau kecoklatan hingga kehitaman dengan permukaan yang kasar. Kalkulus terbagi
atas dua jenis, yaitu kalkulus supragingiva dan subgingiva. Kalkulus supragingiva
adalah kalkulus yang menempel pada permukaan gigi di atas gingiva, berwarna
putih kekuningan. Kalkulus subgingiva adalah kalkulus yang terletak pada di bawah
gingiva sehingga tidak tampak dari luar, berwarna coklat tua atau hijau tua gelap
dan kehitaman.72
Pengukuran calculus index dilakukan sesuai dengan kriteria yang diajukan oleh
2) Nilai 1 = apabila pada permukaan gigi yang terlihat, ada kalkulus supragingiva
yang menutupi permukaan gigi tidak lebih 1/3 permukaan permukaan dari tepi
gingiva.
3) Nilai 2 = pada permukaan gigi yang terlihat, ada kalkulus supragingiva yang
4) Nilai 3 = pada permukaan gigi yang diperiksa ada kalkulus supragingiva yang
Anak tunarungu memiliki masalah kesehatan rongga mulut yang buruk. Hal ini
bahwa kesehatan periodontal pada anak-anak tunarungu cukup buruk, hal ini
terlihat dari prevalensi penyakit periodontal sebesar 71,1% pada sekolah khusus
anak tunarungu di Odisha, India.7 Anak tunarungu tidak dapat memahami dan
pengetahuan yang dimiliki anak tunarungu rerata menunjukkan hasil yang cukup
baik, tetapi sejumlah anak memiliki kesehatan rongga mulut yang buruk. Hal ini
dapat disebabkan karena informasi yang diberikan di sekolah dan keluarga sudah
cukup baik, tetapi pengetahuan yang dimiliki tidak direspon secara positif menjadi
Edukasi kesehatan merupakan bagian dari upaya promosi kesehatan yang perlu
kesehatan pada anak yaitu suatu usaha yang secara emosional akan menghilangkan
rasa takut, menumbuhkan rasa ingin tahu dan mengamati, serta melakukan aktivitas
44
fisik yang baik bagi kesehatan pribadi, oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
adanya media edukasi yang merupakan salah satu sarana penunjang kegiatan yang
dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan gigi dan mulut kepada
terutama bagi anak tunarungu, sehingga pesan yang disampaikan lebih dimengerti
dan lebih mudah diingat. 71,76 Media edukasi yang tepat bagi anak dengan disabilitas
adalah media yang telah dimodifikasi sesuai dengan tingkat kebutuhan anak
kepribadian anak hingga mencapai potensi optimal mereka. Keterbatasan pada anak
bahasa. Anak tunarungu disebut juga dengan pembelajar visual, hal ini dikarenakan
indera penglihatan mereka merupakan salah satu indera penting dan memiliki
Media edukasi yang dapat mereka lihat dapat membantu dalam berasimilasi
dengan informasi.65 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sartika (2013)
dan mendengar, sehingga media pembelajaran yang cocok untuk anak tunarungu
adalah media visual dan cara menerangkannya dengan bahasa bibir atau gerak
berjalannya kemajuan teknologi saat ini.52 Hal ini sejalan dengan penelitian yang
45
video lebih efektif dibandingkan metode pengajaran tertulis dan harus dilakukan
terus menerus.19
teori, dan teori pembelajaran sosial (social learning theory) adalah dasar teoritis
utama untuk intervensi ini. Bandura menekankan bahwa proses belajar melalui
memperoleh pola perilaku baru dengan cara mengamati demonstrasi fisik dari
dari perilaku baru yang disediakan di televisi atau film. Seperti disebutkan
model film atau televisi, maka teori pembelajaran sosial Bandura berfungsi sebagai
video yang memungkinkan anak untuk meniru perilaku yang ditargetkan dengan
mengamati dia atau dirinya yang berhasil melakukan perilaku tertentu.89 Selama
perilaku akan menonton video berdurasi 2-4 menit yang menggambarkan dirinya
atau model sedang melakukan perilaku yang diinginkan. Kemudian video tersebut
bidang komunikasi dan edukasi karena metode ini dapat mengintegrasikan teks,
46
grafik, animasi, audio, dan video.83 Pemanfaatan film animasi dalam pembelajaran
motivasi belajar siswa.14 Video animasi memiliki aspek visual dan dapat
Yanti (2017), memperlihatkan adanya penurunan skor OHI-S pada anak tunarungu
penyikatan gigi. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat
pencapaian kesehatan gigi dan mulut adalah nilai OHI-S 1,2. Simplified Oral
Hygiene Index (OHI-S) adalah skor atau nilai perhitungan dari pemeriksaan gigi
dan mulut. Indeks ini diperkenalkan oleh Green dan Vermillion, yang dihitung
dengan menjumlahkan Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI).77 Debris dapat
juga diartikan sebagai plak yang sangat tipis, tidak berwarna, dan melekat erat pada
permukaan gigi.89 Plak gigi yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan
gingivitis. Pada dasarnya, plak dapat dikontrol dengan penggunaan alat mekanis
dan kimiawi. Pembersihan gigi dan mulut secara mekanis adalah membersihkan
plak dengan tindakan psikomotor secara teratur. Faktor kebiasaan juga dapat
makan, perawatan kebersihan gigi dan mulut, dan tindakan preventif lainnya.
2.3.1 Premis
Premis 1
Premis 2
Anak tunarungu memiliki masalah kesehatan rongga mulut yang buruk. Hal ini
Premis 3
Edukasi kesehatan merupakan bagian dari upaya promosi kesehatan yang perlu
edukasi kesehatan dikenal adanya media edukasi yang merupakan salah satu sarana
Premis 4
bagi anak tunarungu, sehingga pesan yang disampaikan lebih dimengerti dan lebih
mudah diingat. 76
48
Premis 5
Premis 6
Premis 7
Premis 8
seseorang.85
Premis 9
Video kartun animasi (VKA) mampu memberikan dampak yang besar di bidang
Premis 10
Video animasi dapat memberikan informasi yang tepat daripada sekedar perkataan
Premis 11
perilaku anak.19
49
Premis 12
Terdapat penurunan skor OHI-S pada anak tunarungu setelah menonton video
2.3.2 Hipotesis
rumusan masalah.
2) Penggunaan metode edukasi VSM dan VKA akan meningkatkan sikap tentang
tunarungu.(1,2,3,4,5,12)
50
Tunarungu
Keterbatasan pendengaran
Visual Audio
Video Tulisan
OHI
Pengukuran kebersihan gigi
dan mulut OHI-S
PHP
Kondisi yang mempengaruhi
BAB III
Kota Bandung. Penelitian dilakukan bulan Maret sampai April tahun 2018. Teknik
5) Anak tunarungu yang telah memiliki gigi molar pertama permanen rahang atas
kanan dan kiri, insisif pertama permanen rahang atas dan rahang bawah, serta
molar pertama permanen rahang bawah. Apabila molar pertama permanen hilang
dapat digantikan dengan molar kedua atau gigi permanen yang berdekatan.
Jumlah total sampel yang masuk ke dalam kriteria inklusi adalah sebanyak 34 anak.
Sampel yang termasuk ke dalam kriteria eksklusi akan dikeluarkan pada saat
pemeriksaan baseline.
52
Alat yang digunakan oleh peneliti sebagai alat pengumpulan data dalam
1) Alat tulis
3) Laptop
4) LED Projector
5) Screen
6) Ember
7) Sikat gigi
8) Gelas kumur
(7) (8)
53
Bahan yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data dalam penelitian ini
antara lain:
1) Masker
2) Sarung tangan
3) Tissue
4) Alkohol
5) Pasta gigi
6) Informed consent
7) Lembar kuesioner
8) Lembar evaluasi
9) Hadiah motivasi
54
semu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian acak tersamar
ganda (randomized double blind controlled trial). Subjek penelitian dibagi atas dua
B (edukasi dengan video kartun animasi). Kedua kelompok subjek penelitian dipilih
oleh guru pembimbing, dan subjek tidak mengetahui kelompok perlakuan yang
55
akan diberikan. Kelompok subjek juga dibagi dengan perbandingan anak lelaki dan
data kuesioner yang diberikan kepada siswa SLB B Cicendo yang masuk ke dalam
gigi. Kuesioner diberikan pada saat awal dan akhir penelitian. Evaluasi penyikatan
gigi oleh orangtua dalam bentuk lembar evaluasi harian yang diberikan oleh
peneliti. Rewards / hadiah kecil diberikan kepada orangtua setiap minggu, sebagai
motivasi anak saat melakukan penyikatan gigi di rumah. Pemberian hadiah besar
Pada penelitian ini terdapat tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat
1) Variabel bebas : dua metode video edukasi penyikatan gigi teknik Bass (Video
Sikap, Perilaku)
1)Video self modeling merupakan suatu metode belajar dimana anak atau siswa
keterampilan tertentu. Isi dari video self modeling yang diberikan yaitu informasi
mengenai jumlah gigi, waktu penyikatan gigi, durasi penyikatan gigi. dan teknik
isyarat sesuai dengan isi video. Durasi video yang diberikan selama 5 menit.
Video self modeling akan ditampilkan tanpa suara, dan telah divalidasi konten
oleh ahlinya.
2) Video kartun animasi adalah film yang digambar tangan atau digambar dengan
bantuan komputer lalu diberikan efek gerak atau perubahan bentuk yang terjadi
selama beberapa waktu untuk ditampilkan pada layar komputer dan memiliki
alur cerita tertentu. Video kartun animasi mengenai teknik menyikat gigi dengan
yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tambahan isi dari video berupa
informasi mengenai jumlah gigi, waktu penyikatan gigi, dan durasi penyikatan
gigi. Video kartun animasi yang ditampilkan tanpa suara dengan durasi video
selama 5 menit.
indera penglihatan (mata). Pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut pada
57
penelitian ini yaitu hasil tahu dan kemampuan mengingat mengenai informasi
yang berkaitan dengan penyikatan gigi, frekuensi menyikat gigi, waktu menyikat
gigi, dan asupan makanan yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut. Waktu
Guttman. Responden akan mendapat nilai 1 apabila jawaban benar, dan 0 apabila
kualitatif, yaitu :
lebih besar dari hasil nilai tabel mean, sedangkan dikatakan tidak mendukung
(negatif) bila nilai mean hitung lebih rendah dari nilai mean tabel.
Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara
mengenai objek sikap yang hendak diungkapkan. Sikap yang diukur dalam
penelitian ini yaitu sikap tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut siswa
kuesioner yang berisi 6 pertanyaan dan telah diuji validasi isi. Pengukuran sikap
disagreement pada masing-masing item dalam skala yang terdiri dari 5 poin
(sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju). Pengukuran
sikap dapat berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap,
yaitu kalimat bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan
dapat pula berisi hal-hal yang negatif mengenai obyek sikap yang bersifat tidak
mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan
5 = sangat setuju
4 = setuju
3 = ragu-ragu
2 = tidak setuju
4 = tidak setuju
3 = ragu-ragu
2 = setuju
1 = sangat setuju
Pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dan
tidak langsung. Pengukuran perilaku yang paling baik adalah secara langsung
kuesioner berisi 10 pertanyaan dan telah diuji validasi isi. Indikator kuesioner
jika responden menjawab benar bernilai 1 dan jika salah bernilai 0. Penilaian
dan terbebas dari plak. Tingkat kebersihan rongga mulut dapat dihitung dengan
Oral Hygiene Index (OHI-S). Pada penelitian ini yang digunakan adalah index
diagnostik menggunakan kaca mulut dan sonde halfmoon. OHI-S diukur dengan
skala rasio. Pada pemeriksaan ini, perhitungan OHI-S adalah sebagai berikut :
5) Anak tunarungu adalah anak yang telah didiagnosis oleh dokter spesialis THT
kota Bandung.
6) Pada penelitian ini, teknik penyikatan gigi yang digunakan adalah teknik
modified Bass, yaitu gerakan menggetarkan bulu sikat dengan posisi bulu sikat
pada permukaan gigi membentuk sudut 45 derajat dengan panjang gigi. Sikat
gigi digerakkan dengan getaran kecil ke depan dan ke belakang selama 1 sampai
anteroposterior.
2) Peneliti mendata anak yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa Negeri B kota
Bandung.
Jawa Barat.
7) Peneliti mengajukan surat ijin penelitian kepada Kepala Sekolah SLB-B Negeri
Kota Bandung karena lokasi penelitian berada di SLB-B Negeri Kota Bandung.
(randomized double blind controlled trial), oleh karena itu subjek penelitian
yang memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi dua kelompok oleh guru
9) Peneliti mengajukan informed consent kepada orang tua atau wali murid melalui
10) Peneliti menjelaskan tentang tujuan dan prosedur penelitian yang akan
11) Peneliti memberikan lembar evaluasi sikat gigi pagi dan malam kepada
orangtua dari subjek penelitian dan dikumpulkan setiap minggu sebagai bahan
orang tua/wali.
14) Peneliti akan memutarkan video self modeling kepada kelompok 1 selama tiga
hari dalam seminggu (senin, rabu, jumat). Pada kelompok 2 akan diberikan
video animasi kartun selama tiga hari dalam seminggu (senin, rabu, jumat).
sebanyak dua kali sehari (setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam)..
17) Peneliti mencatat jawaban dan hasil pemeriksaan kontrol dan memeriksa hasil
evaluasi. Apabila anak tidak taat selama 3 hari berturut-turut, maka dianggap
18) Pada hari terakhir penelitian, peneliti memberikan kuesioner kepada anak
tunarungu.
Persiapan Penelitian
Surat Ijin ke Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa
Barat.
Ethical clearance
63
Pelaksanaan Penelitian
Informed Concent
Penilaian OHI
Kelompok 1 Kelompok 2
Pengisian Pengisian
Kuesioner Kuesioner
Edukasi Edukasi
penyikatan gigi penyikatan gigi
dengan Video dengan
self modelling Video kartun
animasi
Pengisian kuesioner
Analisis statistik
Test untuk melihat perubahan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku setelah
penggunaan metode edukasi VSM dan VKA. Uji statistik t-test uji komparasi 2
kebersihan rongga mulut setelah penggunaan metode edukasi VSM dan VKA.
H0 : Penggunaan metode edukasi VSM dan VKA tidak meningkatkan sikap tentang
65
H1 : Penggunaan metode edukasi VSM dan VKA akan meningkatkan sikap tentang
H0 : Penggunaan metode edukasi VSM dan VKA tidak meningkatkan sikap tentang
H1 : Penggunaan metode edukasi VSM dan VKA akan dapat meningkatkan sikap
Hipotesis 4 :
BAB IV
Penelitian dilakukan terhadap anak tuna rungu yang berusia 7 hingga 11 tahun
yang bersekolah di SLB B Negeri Cicendo antara bulan Februari sampai Maret
tahun 2018. Jumlah anak yang diperiksa sebanyak 34 orang dan memenuhi kriteria
inklusi yang terdiri dari 20 anak lelaki dan 14 anak perempuan dengan rentang usia
modeling (VSM) dan kelompok kedua diberikan metode edukasi video kartun
animasi (VKA). Kedua jenis video edukasi telah divalidasi konten oleh ahlinya.
Teknik penyikatan gigi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
yang telah tervalidasi. Kebersihan gigi dan mulut diperoleh melalui pemeriksaan
Oral Hygiene Index (OHI-S) menurut Green dan Vermilion. Deskripsi sampel dan
rerata nilai pengetahuan, sikap, dan perilaku sebelum dan sesudah pemberian media
edukasi berdasarkan jenis video edukasi yang digunakan dapat dilihat pada tabel
Subjek penelitian pada kelompok VSM terdiri dari 9 anak lelaki dan 8 anak
perempuan. Pada tabel 4.1 terlihat bahwa rerata nilai pengetahuan sebelum
pemberian edukasi VSM sebesar 5,41 mengalami peningkatan menjadi 7,53. Rerata
nilai sikap sebelum pemberian edukasi VSM sebesar 20,29 mengalami peningkatan
67
Tabel 4.1 Deskripsi rerata nilai pengetahuan, sikap, dan perilaku sebelum dan
sesudah pemberian media edukasi VSM
Jenis Kelamin
Lelaki 9 9
Perempuan 8 8
Nilai Pengetahuan
Rerata 5,41 7,53
Standar deviasi 1,77 1,28
n 17 17
Nilai Sikap
Rerata 20,29 25,06
Standar deviasi 2,87 1,60
n 17 17
Nilai Perilaku
Rerata 7,18 8,94
Standar deviasi 1,29 0,83
n 17 17
menjadi 25,06. Rerata nilai perilaku sebelum pemberian edukasi VSM sebesar 7,18
Subjek penelitian pada kelompok VSM terdiri dari 11 anak lelaki dan 6 anak
perempuan. Pada tabel 4.2 terlihat bahwa rerata nilai pengetahuan sebelum
pemberian edukasi VSM sebesar 3,82 mengalami peningkatan menjadi 7,24. Rerata
nilai sikap sebelum pemberian edukasi VSM sebesar 16,65 mengalami peningkatan
menjadi 24,00. Rerata nilai perilaku sebelum pemberian edukasi VSM sebesar 6,00
Tabel 4.2 Deskripsi rerata nilai pengetahuan, sikap, dan perilaku sebelum dan
sesudah pemberian media edukasi VKA
Jenis Kelamin
Lelaki 11 11
Perempuan 6 6
Nilai Pengetahuan
Rerata 3,82 7,24
Standar deviasi 1,74 1,20
n 17 17
Nilai Sikap
Rerata 16,65 24,00
Standar deviasi 3,14 1,97
n 17 17
Nilai Perilaku
Rerata 6,00 8,35
Standar deviasi 1,46 1,22
n 17 17
Pada penelitian ini, perubahan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku dinilai
berdasarkan kuesioner yang diberikan pada saat awal (pre test) dan akhir penelitian
(post test). Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada tiap kelompok video edukasi
mengalami peningkatan pengetahuan yang dapat dilihat dari selisih nilai rerata post
Tabel 4.3 Analisis Perubahan Nilai Pre test dan Post test Pengetahuan dengan
metode edukasi Video Self-Modelling dan Video Kartun Animasi
Pada kelompok VSM selisih nilai rerata pengetahuan post test dengan pre test
adalah 14,1, sedangkan pada kelompok VKA sebesar 20,9. Selisih nilai rerata
pengetahuan pre test dan post test kemudian dianalisis menggunakan Wilcoxon -
Tabel 4.4. Analisis Perubahan Nilai Pre test dan Post test Sikap dengan metode
edukasi Video Self-Modelling dan Video Kartun Animasi
Pada kelompok VSM selisih nilai rerata sikap post test dengan pre test adalah
13,00 sedangkan pada kelompok VKA sebesar 20,9. Selisih nilai rerata sikap pre
test dan post test kemudian dianalisis menggunakan Wilcoxon - Mann/Whitney Test
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai sikap anak tunarungu sebelum dan
sesudah pemberian metode edukasi. Hasil perubahan sikap tentang kesehatan gigi
dan mulut setelah pemberian metode edukasi dengan VSM dan VKA terlihat pada
tabel 4.4.
Pada kelompok VSM selisih nilai rerata perilaku post test dengan pre test adalah
15,4 sedangkan pada kelompok VKA sebesar 19,6. Selisih nilai rerata perilaku pre
test dan post test kemudian dianalisis menggunakan Wilcoxon - Mann/Whitney Test
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai sikap anak tunarungu sebelum dan
gigi dan mulut setelah pemberian metode edukasi dengan VSM dan VKA terlihat
Tabel 4.5 Analisis Perubahan Nilai Pre test dan Post test Perilaku dengan
metode edukasi Video Self-Modelling dan Video Kartun Animasi
Hasil perubahan tingkat kebersihan rongga mulut pada anak tunarungu setelah
pemberian metode edukasi dengan VSM dan VKA diperoleh melalui pemeriksaan
Oral Hygiene Index (OHI-S) menurut Green dan Vermilion. Teknik penyikatan gigi
Gambar 4.1. Nilai rerata tingkat kebersihan rongga mulut dilihat dari
jenis metode edukasi pada awal hingga akhir.
71
sebelum dan sesudah pemberian media edukasi VSM, terdapat perbedaan yang
cukup signifikan. Begitu juga dengan hasil perhitungan OHI-S sebelum dan
sesudah pemberian media edukasi VKA. Hasil perubahan OHI-S pada saat awal
Pada kedua metode video edukasi yang diberikan kemudian dilakukan uji
komparasi dengan menggunakan t-test tidak berpasangan, seperti pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Analisis uji perbandingan 2 sampel tidak berpasangan dengan t-test
tidak berpasangan untuk melihat perbandingan tingkat kebersihan
rongga mulut setelah pemberian metode edukasi VSM dan VKA
Tabel 4.6 memperlihatkan rerata perhitungan OHI-S pada anak tunarungu dengan
penggunaan metode edukasi VSM adalah 0,65 dan metode edukasi VKA sebesar
0,72.
Test yang terlihat pada tabel 4.3 menunjukkan p-value sebesar 0,0439, dengan
Hipotesis 1 diterima.
H0 : 1 = 2 ; tidak terdapat peningkatan sikap tentang kesehatan gigi dan mulut pada
anak tunarungu.
H1 : 1 ≠ 2 ; terdapat peningkatan sikap tentang kesehatan gigi dan mulut pada anak
tunarungu.
Test yang terlihat pada tabel 4.4 menunjukkan p-value sebesar 0,0076, dengan
Hipotesis 2 diterima.
anak tunarungu.
Test yang terlihat pada tabel 4.5 menunjukkan p-value sebesar 0,1813, dengan
Hipotesis 3 ditolak
setelah menggunakan metode edukasi VSM dan VKA pada anak tunarungu.
anak tunarungu.
video edukasi pada anak tunarungu. Hasil analisis pada tabel 4.6 menunjukkan p-
value sebesar 0,6353, dengan demikian H0 diterima atau bersifat tidak signifikan.
Hipotesis 4 ditolak
74
4.3 Pembahasan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti, tabel 4.1 dan 4.2
pemberian media edukasi baik VSM maupun VKA. Pada uji statistik terlihat adanya
VKA (tabel 4.3). Metode pembelajaran pada anak tunarungu yang terbaik adalah
metode visual, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Yanti dkk dengan
pada anak tunarungu.15 Begitu pula penelitian yang dilakukan Sharmin, diketahui
bahwa anak-anak lebih tertarik pada VKA dibandingkan metode pembelajaran yang
biasa, hal ini dikarenakan video kartun memiliki skenario yang tertulis dengan baik,
efek audio, visual, serta warna yang menarik. Faktor-faktor ini dianggap cukup bagi
yang digunakan. Media memiliki fungsi memperjelas materi pada saat edukasi dan
Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan adanya peningkatan rerata nilai sikap sebelum
dan sesudah pemberian media edukasi baik VSM maupun VKA. Uji statistik
kelompok VSM dan VKA (tabel 4.4). Pada penelitian ini terlihat adanya perubahan
sikap ke arah positif yang dapat didasari atas pengetahuan yang telah diperoleh
sehingga mempengaruhi sikap yang akan diambil dalam menjaga kesehatan gigi
dan mulut.56
75
Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan adanya peningkatan rerata nilai perilaku
sebelum dan sesudah pemberian media edukasi baik VSM maupun VKA. Namun,
pada uji statistik menunjukkan tidak adanya perubahan peningkatan sikap yang
signifikan antara kelompok VSM dan VKA (tabel 4.5). Penelitian yang dilakukan
satu hal yang dialami seseorang sebelum mengadopsi suatu perilaku baru.53
Perubahan perilaku merupakan hal yang kompleks dan dapat berhasil apabila
sumber daya manusia sejajar pada tingkat individu, interpersonal, dan komunitas.94
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi perubahan perilaku adalah faktor
perubahan perilaku
Perubahan nilai pre test dan post test secara individual dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah usia, tingkat pendidikan, lingkungan, dan sosial
budaya.58,92 Pada penelitian ini yang termasuk ke dalam subjek penelitian adalah
anak usia 7-11 tahun, yang apabila dilihat kriteria perkembangan intelektual
menurut Piaget maka termasuk ke dalam tahap operasional konkret. Pada tahap ini,
anak mulai melatih logika, nalar, dan penyelesaian masalah secara tepat. Anak
peningkatan yang terjadi secara signifikan hanya sampai pada tingkat pengetahuan
76
dan pengambilan sikap, tetapi belum ke arah perubahan perilaku menjaga kesehatan
Pada penelitian ini diketahui bahwa terjadi peningkatan kebersihan gigi yang
cukup baik pada kedua kelompok yang dapat dilihat dari gambar 4.1. Saat penelitian
ini dilakukan, terdapat sejumlah anak dengan kondisi rongga mulut dan setelah
dilakukan uji komparasi pada dua kelompok tersebut yang dapat dilihat pada tabel
4.6 diketahui bahwa hasilnya tidak signifikan, hal ini berarti baik VSM maupun
VKA memiliki efektivitas yang sama dalam memberikan edukasi kesehatan gigi
dan mulut bagi anak tunarungu. Edukasi dan perawatan kesehatan gigi dan mulut
yang komprehensif dapat membuat perubahan tingkat pengetahuan dan sikap yang
akan berpengaruh terhadap perilaku anak tunarungu dalam merawat kesehatan gigi
dan mulut.93
77
BAB V
5.1 Simpulan
4. Tidak terdapat perbedaan tingkat kebersihan gigi dan mulut antara metode
5.2 Saran
1. Video edukasi kesehatan perlu diperluas ke guru, orang tua dan pengasuh
untuk mengajarkan anak teknik penyikatan gigi yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
709x&id=6686
65. Newman M, Takei H, Klokkevold P. Plaque Control for the Periodontal
Patient. In: DA Perry, editor. Carranza’s Clinical Periodontology. 2012. p.
452–60.
66. Cugini M, Thompson M, Paul R. Warren. Correlations Between Two
Plaque Indices in. J Contemp Dent Pract. 2006;7(5):1–9.
67. Collins FM. Toothbrush technology , dentifrices and dental biofilm
removal. Ada Cerp [Internet]. 2014;(March). Available from:
https://www.dentalacademyofce.com/courses/2076/pdf/1103cei_toothbrush
_rev1.pdf
68. Marwah N. Textbook of Pediatric Dentistry. Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2014.
69. Arathi R. Principles and Practice of Pedodontics. Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2012. 339-360 p.
70. S Hiremath. Textbook of Preventive and Community Dentistry. 2007.
71. Sadiman A, Rahardjo R, A Haryono. Media Pendidikan : Pengertian,
pengembangan, dan pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada;
2005.
72. Astoeti T. Total Quality Management dalam Pendidikan Kesehatan Gigi di
Sekolah. 1st ed. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada; 2006.
73. Sartika L. Pengaruh Pemutaran video Pantomim “Daily Activity” Untuk
Meningkatkan Kemampuan Menyimak Bagi Siswa Tunarungu Tingkat
Dasar Kelas IV (Studi Eksperimen Dengan Desain “One Group Pretest
Posttest Desain”) di SLB Sindangsari Ciamis. Universitas Pendidikan
Indonesia; 2013.
74. Fajrianto R. Perancangan Media Pembelajaran Interaktif Mata Pelajaran
IPA Untuk Siswa Kelas VIII SMPLB Tunarungu Dengan Materi “
Memahami Sistem Dalam Tubuh Manusia". J Tek POMITS. 2012;1(1):1–
4.
75. Conlin D, Paivio. The associative learning of the deaf: The effects of word
imagery and signability. Mem Cogn. 1875;3:333–40.
76. Hujair A, Sanaky. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Safiria Insania Press;
2009.
77. Bandura A. SOCIAL COGNITIVE THEORY : An Agentic Perspective.
Annu Rev Psychol. 2001;52:1–26.
78. Bandura A. Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change.
Vol. 84, Psychological Review. 1977. p. 191–215.
79. Dowrick P. A review of self modeling and related interventions. Appl Prev
Psychol. 2000;8(1):23–39.
80. Bellini S, Peters JK, Benner L, Hopf A. A Meta-Analysis of School-Based
Social Skills Interventions for Children With Autism Spectrum Disorders
FOR. Remedial Spec Educ. 2015;28(3):153–62.
81. Margaretha SEPM. Efektifitas Video Self Modelling Terhadap
Kemampuan Menggosok Gigi pada Anak dengan Autisme Spectrum
Disorders di Karesidenan Banyumas. Universitas Indonesia; 2012.
82. Dowrick P. Practical guide to using video in the behavioral sciences. New
83
4. Tahun 2012 lulus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo
(B), Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1
86
Lampiran 2
87
Lampiran 3
Saya dengan sukarela memilih anak/adik saya untuk ikut serta dalam penelitian ini tanpa
tekanan/paksaan siapapun. Saya akan diberikan salinan lembar penjelasan dan formulir
persetujuan yang telah saya tandatangani untuk arsip saya.
Saya setuju:
Ya/Tidak*)
Nama Peneliti:
Nama Saksi:
Lampiran 4
Nama :
Jenis kelamin : lelaki / perempuan
Kelas :
Usia :
Tanggal :
Pilihlah jawaban yang menurut Kamu paling tepat dan sesuai dengan kondisi
Kamu. Beri tanda silang (X) pada jawaban yang kamu pilih
Pengetahuan kode: 1-betul
0-salah
1. Gigi yang sehat adalah :
a) Gigi yang putih
b) Gigi yang tidak berlubang
c) Gigi yang berwarna kekuningan
Sikap
1. Saya lebih suka menyikat gigi ketika mandi karena lebih praktis
a) Sangat tidak setuju
b) Tidak setuju
c) Kurang setuju
d) Setuju
e) Sangat setuju
2. Saya tidak mau menyikat gigi pada malam hari sebelum tidur
a) Sangat setuju
b) Setuju
c) Kurang setuju
d) Tidak setuju
e) Sangat tidak setuju
3. Saya mau mengganti sikat gigi saya apabila bentuk bulu sikatnya sudah
rusak
a) Sangat tidak setuju
b) Tidak setuju
c) Kurang setuju
d) Setuju
e) Sangat setuju
e) Sangat setuju
6. Saya tidak mau menyikat gigi dengan teknik penyikatan gigi yang telah
diajarkan
a) Sangat setuju
b) Setuju
c) Kurang setuju
d) Tidak setuju
e) Sangat tidak setuju
Perilaku
1. Kamu menyikat gigi setiap hari?
a) Ya
b) Tidak
b) tidak
8. Kamu akan selalu menyikat gigi setiap hari, meskipun tidak disuruh oleh
orang tua
a)ya
b)tidak
Lampiran 5
93
Lampiran 6
Kelompok VSM
NO jenis awal akhir
kelamin Pengetahuan Pengetahuan selisih
1 L 4 6 2
2 L 9 10 1
3 L 6 8 2
4 L 8 9 1
5 P 7 8 1
6 P 5 6 1
7 L 8 9 1
8 P 6 8 2
9 P 4 6 2
10 P 4 8 4
11 P 3 7 4
12 L 5 6 1
13 P 6 8 2
14 P 5 9 4
15 L 4 7 3
16 L 5 7 2
17 L 3 6 3
Kelompok VKA
NO jenis awal akhir
kelamin Pengetahuan Pengetahuan selisih
1 P 3 8 5
2 L 3 5 2
3 L 2 6 4
4 L 3 5 2
5 P 5 7 0
6 L 5 8 3
7 L 5 7 2
8 L 6 9 3
9 L 7 8 1
10 L 1 6 5
11 P 5 8 3
12 P 5 7 2
13 L 5 7 2
14 L 4 8 4
15 L 3 7 4
16 P 1 8 7
17 P 3 8 5
94
Lampiran 7
Kelompok VSM
NO jenis awal akhir
kelamin Sikap Sikap selisih
1 L 22 27 5
2 L 24 26 2
3 L 20 26 6
4 L 22 25 3
5 P 25 27 2
6 P 19 25 6
7 L 20 24 4
8 P 23 27 4
9 P 20 23 3
10 P 17 24 7
11 P 19 22 3
12 L 18 24 6
13 P 25 27 2
14 P 17 26 9
15 L 20 26 6
16 L 19 24 5
17 L 15 23 8
Kelompok VKA
NO jenis awal akhir
kelamin Sikap Sikap selisih
1 P 14 25 11
2 L 12 23 11
3 L 16 25 9
4 L 14 22 8
5 P 23 27 4
6 L 18 23 5
7 L 19 25 6
8 L 19 23 4
9 L 19 26 7
10 L 14 19 5
11 P 18 25 7
12 P 20 26 6
13 L 20 23 3
14 L 15 24 9
15 L 14 22 8
16 P 16 26 10
17 P 14 25 11
96
Lampiran 8
Kelompok VSM
NO jenis awal akhir
kelamin perilaku perilaku selisih
1 L 8 9 1
2 L 8 10 2
3 L 6 8 2
4 L 6 10 4
5 P 8 10 2
6 P 7 9 2
7 L 7 9 2
8 P 8 10 2
9 P 8 9 1
10 P 8 9 1
11 P 7 9 2
12 L 6 9 3
13 P 8 9 1
14 P 10 9 -1
15 L 5 7 2
16 L 7 8 1
17 L 5 8 3
Kelompok VKA
NO jenis awal akhir
kelamin perilaku perilaku selisih
1 P 5 9 4
2 L 5 7 2
3 L 3 5 2
4 L 3 8 5
5 P 7 9 2
6 L 7 9 2
7 L 7 8 1
8 L 7 9 2
9 L 8 9 1
10 L 5 7 2
11 P 6 9 3
12 P 6 10 4
13 L 8 9 1
14 L 6 8 2
15 L 6 8 2
16 P 7 10 3
17 P 6 8 2
98
Lampiran 9
Hasil pengukuran tingkat kebersihan gigi dan mulut dari dua kelompok.
KELOMPOK VSM
TANGGAL
NO jenis 22 februari 2 maret 9 maret 16 maret 21 maret
kelamin (awal) kontrol 1 kontrol 2 kontrol 3 (akhir)
1 L 1 1 0.5 0.33 1
2 L 1.17 0.17 0.17 0.33 0.17
3 L 1 0.67 0.67 0.17 0.33
4 L 1.33 1.17 0.83 0.83 1
5 P 1 0.5 0.5 0.33 0.33
6 P 1.17 1.17 0.83 0.67 0.33
7 L 1.5 0.83 1 1 0.83
8 P 2.17 2.17 1 0.83 0.83
9 P 0.83 0.17 0.5 0.5 0.33
10 P 1.33 0.67 0.33 0.5 0.67
11 P 1 1 0.83 0.5 1
12 L 2.17 1.33 1 0.5 0.5
13 P 2.17 2 2.17 2.33 2.33
14 P 1.17 0.83 0 0.33 0.17
15 L 1.67 1 0.5 0.83 0.83
16 L 1.33 0.67 0.5 0.67 1
17 L 1.33 0.83 0.5 0.83 1
KELOMPOK VKA
TANGGAL
NO jenis 22 februari 2 maret 9 maret 16 maret 21 maret
kelamin (awal) kontrol 1 kontrol 2 kontrol 3 (akhir)
1 P 0.5 0.67 0.33 0.33 0.67
2 L 1.67 1.17 1.17 1 0.83
3 L 1.67 1.33 1 1 1.17
4 L 1.5 1.17 0.67 0.67 0.33
5 P 1.17 0.33 0.67 0.33 0.33
6 L 1.33 1 1 0.83 0.83
7 L 1 0.67 0.17 0.5 0.33
8 L 1.83 1.33 1.67 1.17 0.67
9 L 1.33 0.67 0.67 0.5 0.67
10 L 1.33 1 0.83 1 1
11 P 1.83 1.5 1.67 0.67 1
12 P 1.5 1.33 1.17 1 1
13 L 0.83 1.33 1.17 1.17 1.33
14 L 1.5 1 0.67 0.83 0.5
15 L 2 1.17 1 0.17 0.33
16 P 1.33 0.83 0.33 0.67 1
17 P 0.67 1 0.33 0.67 1.17
100
Lampiran 10
Analisa data perubahan OHI-S kelompok VSM pada saat pemeriksaan awal,
sample A vs 1 2 vs 1 3 vs 2 A vs 3
1 0 0.5 0.17 0.67
2 1 0 0.16 0.16
3 0.33 0 0.5 0.16
4 0.16 0.34 0 0.17
5 0.5 0 0.17 0
6 0 0.34 0.16 0.34
7 0.67 0.17 0 0.17
8 0 1.17 0.17 0
9 0.66 0.33 0 0.17
10 0.66 0.34 0.17 0.17
11 0 0.17 0.33 0.5
12 0.84 0.33 0.5 0
13 0.17 0.17 0.16 0
14 0.34 0.83 0.33 0.16
15 0.67 0.5 0.33 0
16 0.66 0.17 0.17 0.33
17 0.5 0.33 0.33 0.17
n 17 17 17 17
Rata2 0.42 0.33 0.21 0.19
std 0.32 0.30 0.15 0.19
t hitung 5.37 4.60 5.80 4.13
3.13131E- 1.37E-
p-value 05 0.000149 05 0.00039
Sifat Sign Sign Sign Sign
Ket Beda Beda Beda Beda
102
Lampiran 11
Analisa data perubahan OHI-S kelompok VKA pada saat pemeriksaan awal,
sample A vs 1 2 vs 1 3 vs 2 A vs 3
1 0.17 0.34 0 0.34
2 0.5 0 0.17 0.17
3 0.34 0.33 0 0.17
4 0.33 0.5 0 0.34
5 0.84 0.34 0.34 0
6 0.33 0 0.17 0
7 0.33 0.5 0.33 0.17
8 0.5 0.34 0.5 0.5
9 0.66 0 0.17 0.17
10 0.33 0.17 0.17 0
11 0.33 0.17 1 0.33
12 0.17 0.16 0.17 0
13 0.5 0.16 0 0.16
14 0.5 0.33 0.16 0.33
15 0.83 0.17 0.83 0.16
16 0.5 0.5 0.34 0.33
17 0.33 0.67 0.34 0.5
n 17 17 17 17
Rata2 0.44 0.28 0.28 0.22
std 0.19 0.20 0.28 0.16
t hitung 9.33 5.80 4.04 5.41
3.59E- 1.36E- 2.87E-
p-value 08 05 0.000478 05
Sifat Sign Sign Sign Sign
Ket Beda Beda Beda Beda