Anda di halaman 1dari 149

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA VIDEO

TENTANG KEMAMPUAN MENGGOSOK GIGI


PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB ABCDE LOB

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan

POPPY NUR SEPTIANI

NIM AK.1.18.133

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL : PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN

MEDIA VIDEO TENTANG KEMAMPUAN MENGGOSOK

GIGI PADA ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB ABCDE

LOB

NAMA : POPPY NUR SEPTIANI

NIM : AK118133

Telah disetujui untuk diajukan pada Sidang Akhir

Pada Program Studi S1 Keperawatan dan Ners

Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti Kencana

Menyetujui :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Cucu Rokayah, M.Kep., Ns.Sp.Kep.J Rd. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep.

i
ABSTRAK

Anak retardasasi mental merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual
yang secara signifikan dibawah rata rata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah) Anak
retardasi mental terjadi keterbatasan dalam melakukan perawatan diri salah satunya,
menggosok gigi karena hal tersebut menimbulkan dampak yang berpengaruh pada
kesehatan anak yaitu gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menggosok gigi merupakan faktor terpenting dalam kebersihan diri manusia di
kehidupan sehari-hari. Kebersihan diri ini dianggap penting di kehidupan masyarakat
karena memiliki fungsi sosial, salah satunya adalah komunikasi. Jika gigi yang tidak
sehat dan menyebabkan bau mulut akan menggangu dalam komunikasi khususnya
dalam hal berbicara. Oleh sebab itu, penting bagi anak retardasi mental sedang latihan
menggosok gigi agar gigi tetap sehat dan mulut tidak berbau. Metode kuantitatif
dengan menggunakan quasi experiment dengan rancangan one group pre test post test
design. Sample penelitian ini 30 anak retardasi mental dengan teknik total sampling.
Instrumen ini menggunakan media video dan kuesioner.Analisis menggunakan
univariat dan bivariat wilcoxon. Hasil penelitian diperoleh sebelum intervensi, tidak
dilakukan dengan jumlah responden 10 (33.3%), Dibantu dengan responden 17
(56.7%), Mandiri dengan responden 3 (10.0%). Setelah dilakukan intervensi Dibantu
dengan responden 3 (10.0%), dilakukan dengan responden 27 (90.0%), hasil uji
statistik diperolah nilai p < 0,005 yaitu p : 0,000 artinya terdapat pengaruh pendidikan
kesehatan menggunakan media video tentan kemampuan menggosok gigi pada anak
retardasi mental di SLB ABCDE LOB. Adanya pengaruh pendidikan kesehatan
menggunakan media video, sehingga di sarankan untuk pihak sekolah dapat
menggunakan media video sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan
anak dalam menggosok gigi.
Kata Kunci: Anak Retardasi mental, media Video, menggosok gigi, pendidikan
kesehatan
Sumber : 1 Buku (2018-2019)
12 Jurnal (2016-2020

ii
iii

ABSTRAK

Mentally retarded children are disorders characterized by significantly below average


intellectual function (IQ of approximately 70 or lower) Mentally retarded children
have limitations in performing self-care, one of which is brushing teeth because it has
an impact on children's health namely disturbances in the growth and development of
children. Brushing teeth is the most important factor in human personal hygiene in
everyday life. Personal hygiene is considered important in people's lives because it
has a social function, one of which is communication. If the teeth are not healthy and
cause bad breath, it will interfere with communication, especially in terms of
speaking. Therefore, it is important for mentally retarded children to practice
brushing their teeth so that their teeth remain healthy and the mouth does not smell
bad. Quantitative method using quasi-experimental design with one group pre-test
post-test design. The sample of this research is 30 mentally retarded children with
total sampling technique. This instrument uses video media and questionnaires. The
analysis uses univariate and bivariate Wilcoxon. The results obtained before the
intervention, were not carried out with a total of 10 respondents (33.3%), assisted by
17 respondents (56.7%), Independent with 3 respondents (10.0%). After the
intervention, assisted by respondent 3 (10.0%), carried out with 27 respondents
(90.0%), the statistical test results obtained a p value of < 0.005, namely p: 0.000,
meaning that there was an effect of health education using video media on the ability
to brush teeth in mentally retarded children in Indonesia. SLB ABCDE LOB. The
influence of health education using video media, so it is recommended for schools to
use video media as a way to improve children's ability to brush their teeth.

Keywords: Children with mental retardation, video media, brushing teeth, health
education
Source: 1 Book (2018-2019)
12 Journals (2016-2020)

iii
iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah

Subhanahuwata’ala atas berkat dan rahmat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

penelitian dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media

Video Tentang Kemampuan Menggosok Gigi Pada Anak Retardasi Mental Di

Slb ABCDE LOB”.

Peneliti menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa

dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan terimakasih kepaa seluruh

pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

yaitu, kepada :

1. H. Mulyana, SH.,M.Pd.,MH.Kes. selaku ketua Yayasan Adhi Guna Kencana.

2. Dr. Entris Sutrisno, MH.Kes.,Apt. selaku Rektor Universitas Bhakti Kencana

Bandung.

3. Rd. Siti Jundiah, S.Kp.,M.Kep. selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Bhakti Kencana Bandung dan selaku Pembimbing II yang telah

memberikan motivasi, saran dan bimbingan kepada penulis selama proses

penyusunan skripsi.

iv
4. Lia Nurlianawati, S.Kep.,Ners,M.Kep. selaku Ketua Program Studi S1

Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung.

5. Cucu Rokayah, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.J. selaku Pembimbing I yang telah

memberikan semangat, motivasi, saran dan arahan kepada penulis selama

proses skripsi.

6. Seluruh Dosen, Staf dan karyawan Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti

Kencana yang telah memberikan ilmu dan segala bantuan baik lisan maupun

tertulis.

7. Kepada Ibu (Ani), Ayah (Widodo), dan adik saya yang telah memberikan

dukungan dan do’a yang tiada hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan selesai.

8. Kepada Sekolah Slb ABCDE yang telah bersedia untuk membantu

penelitian ,ini.

9. Kepada Ibu kepala sekolah di Slb ABCDE LOB, seluruh teman-teman

Angkatan 2018 Sarjana Keperawatan, Gita, Lia, Nurul, Windy, Desti, Anisa,

Elsa, Melinia serta orang-orang terdekat penulis yang telah memberikan

dukungan dan do’a selama peneliti menyusun penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwasannya penelitian ini masih jauh dari

sempurna. Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya

Bandung, September 2022

Poppy Nur Septiani

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL........................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................x
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..............................................................................9
1.3 TUJUAN PENELITIAN.............................................................................10
1.3.1 Tujuan Umum.............................................................................................10
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................................10
1.4 MANFAAT PENELITIAN.........................................................................10
1.4.1 Manfaat Teoritis..........................................................................................10
1.4.2 Manfaat Praktis...........................................................................................11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian...........................................................................11
BAB II.........................................................................................................................12
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................12
2.1 Kajian Pustaka.............................................................................................12
2.2 Anak............................................................................................................14
2.2.2 Pengertian Anak..........................................................................................14
2.2.3 Konsep Anak...............................................................................................14
2.3 Anak Berkebutuhan Khusus........................................................................16
2.3.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus.....................................................16
2.3.2 Klasifikasi Jenis Anak Berkebutuhan Khsus..............................................21
2.4 Anak Retardasi Mental......................................................................................24
2.4.1 Pengertian Anak Retardasi Mental..............................................................24

vi
2.4.2 Klasifikasi Anak Retardasi Mental.............................................................25
2.4.3 Karakteristik Anak Retardasi Mental..........................................................30
2.4.4 Hambatan Anak Retardasi Mental..............................................................32
2.4.5 Permasalahan anak retardasi mental...........................................................35
2.4.6 Jenis-jenis Implikasi Pendidikan/terapi Yang Dibutuhkan Anak Retardasi
Mental.........................................................................................................36
2.5 Kemampuan Menggosok Gigi...........................................................................38
2.5.1 Pengertian Kemampuan Menggosok Gigi..................................................38
2.5.2 Perilaku Kemampuan Menggosok Gigi......................................................39
2.5.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dalam Menggosok Gigi.....................39
2.4.5 Metode Cara Menggosok gigi.....................................................................41
2.5.5 Langkah-langkah Menggosok Gigi.............................................................42
2.6 Konsep Pendidikan Kesehatan...........................................................................44
2.6.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan...............................................................44
2.6.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan.....................................................................44
2.6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan..........................45
2.6.4 Metode Pendidikan Kesehatan....................................................................46
2.6.5 Media Pendidikan Kesehatan......................................................................47
2.7 Konsep Media Video..................................................................................50
2.7.1 Pengertian Konsep Media Video.................................................................50
2.7.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Media Video..................51
2.7.3 Karakteristik Media Video..........................................................................52
2.7.4 Kelebihan Dan Kekurangan Media Video..................................................53
2.7.5 Manfaat Penggunaan Video........................................................................56
2.9 Kerangka Konsep...............................................................................................57
BAB III........................................................................................................................58
METODE PENELITIAN............................................................................................58
3.1 Rancangan Penelitian.........................................................................................58
3.2 Paradigma Penelitian.........................................................................................58

vii
3.3 Variable Penelitian.............................................................................................60
3.4 Hipotesis Penelitian...........................................................................................61
3.5 Definisi Konseptual Dan Definisi Operasional..................................................61
3.5.1 Definisi Konseptual.....................................................................................61
3.5.2 Definisi Operasional....................................................................................64
3.6 Populasi Dan Sample Penelitian........................................................................65
3.6.1 Populasi.......................................................................................................65
3.6.2 Teknik Pengambilan Sample.......................................................................65
3.7 Etika Penelitian..................................................................................................65
BAB IV........................................................................................................................69
DESAIN PENELITIAN..............................................................................................69
4.1 Pengumpulan Data.............................................................................................69
4.1.1 Instrumen Penelitian....................................................................................69
4.1.2 Teknik Pengumpulan Data..........................................................................69
4.2 Langkah penelitian.............................................................................................70
4.3 Pengolahan dan Analisa Data............................................................................72
4.3.1 Pengolahan data...........................................................................................72
4.3.3 Analisa Data................................................................................................73
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................................75
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................87
LAMPIRAN................................................................................................................90

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional....................................................................................58

ix
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Satuan Acara Penyuluhan (SAP)


LAMPIRAN 2 Standar Operasional Prosedur Menggosok Gigi (SOP)
LAMPIRAN 3 Lembar Observasi
LAMPIRAN 4 Surat Permohonan Responden
LAMPIRAN 5 Hasil SPSS
LAMPIRAN 6 Excel
LAMPIRAN 7 Surat Izin Penelitian
LAMPIRAN 8 Uji Etik
LAMPRAN 9 Uji Konten
LAMPIRAN 10 Matriks
Lampiran 11 Lembar Bimbingan
LAMPIRAN 12 Matrix Ujian Proposal
LAMPIRAN 13 Dokumentasi
LAMPIRAN 14 Curiculum Vitae

x
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Anak merupakan individu yang berada pada rentang usia bayi baru lahir

sampai dengan remaja. Anak berada pada masa petumbuhan dan perkembangan,

pertumbuhan di lihat dari bertambah ukuran fisik anak, sedangkan perkembangan

dilihat dari kognitif anak (Wijayanti & Astuti, 2021). Anak jika memiliki

gangguan perkembangan yang ditandai dengan (IQ) yang rendah, merupakan

salah satu anak berkebutuhan khusus pada anak retardasi mental (Wijayanti &

Astuti, 2021)

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai keterbatasan, baik

secara mental, fisik, emosional, intelektual, maupun sosial yang mempengaruhi

proses perkembangan dan pertumbuhan dibandingan dengan anak seusia lainya

(Mentri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan, 2017). Macam – macam

anak berkebutuhan khusus yaitu (1) Tunanetra (2) Tunarungu (3) Retardasi

mental (4) Tunadaksa (5) Tunalaras (6) Autisme. Anak retardasi mental

dinyatakan sebagai masalah yang IQ di bawah rata rata terutama kurang dapat

berkomunikasi sesuai dengan usianya. Mereka juga mengalami kesulitan

bertingkah laku sesuai usianya, dan mereka lebih memilih anak-anak yang

usianya lebih rendah dari dirinya sebagai teman (Atmaja, 2017).

Anak retardasasi mental merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi

intelektual yang secara signifikan dibawah rata rata (IQ kira-kira 70 atau lebih

1
2

rendah) yang bermula sebelum usia 18 tahun disertai penurunan fungsi adaptif

social sehingga membuat penderita memerlukan pengawasan, perawatan, dan

control dari orang lain (Kartono, 2009). Anak retardasi mental berdasarkan

tingkatan IQ pada anak yang dijelaskan bahwa ada tiga hal yaitu: (1) retardasi

mental ringan atau debil memiliki IQ antara 50-75 (2) retardasi mental sedang

atau imbesil memiliki IQ 25-50 (3) retardasi mental berat atau idiot memiliki IQ

0-25 (Atmaja, 2018). Anak retardasi mental yang mengalami penurunan fungsi

intelektual sehingga mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-

hari Anak retardasi mental mempunyai hambatan dalam kemampuan adaptif

beberapa diantaranya yaitu komunikasi, memelihara kesehatan fisik, ataupun

keterampilan social (Evi, 2020).

Populasi anak retardasi mental menempati angka paling besar dibanding

dengan jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi anak retardasi

mental di Indonesia saat ini 1-3% dari penduduk Indonesia, sekitar 6,6 juta jiwa.

Diperkirakan 85% dari jumlah tersebut anak retardasi ringan, 10% anak retardasi

mental sedang, 3-4% anak retardasi mental berat dan 1-2% anak retardasi mental

sangat berat (Onainor, 2019).

Anak yang mengalami retardasi mental dalam perkembangannya berbeda

dengan anak-anak normal. Anak retardasi mental mempunyai keterlambatan dan

keterbatasan dalam semua perkembangan sehingga mengalami kesulitan untuk

memiliki ketergantungan dengan lingkungan terutama pada orang tua dan


3

saudara-saudaranya. Hal ini di dukung oleh penelitian Arfandi (2014), bahwa

kemampuan perawatan diri anak retardasi mental dalam kategori cukup sebesar

56,9%, yang mengatakan sebagian orang tua selalu membantu keperluan

perawatan diri anaknya seperti memakai baju, memandikan, menyuapi makan,

menggosok gigi, dan membantu saat aktivitas BAB dan BAK.

Anak retardasi mental juga akan terjadi keterbatasan dalam melakukan

perawatan diri salah satunya, menggosok gigi karena hal tersebut menimbulkan

dampak yang berpengaruh pada kesehatan anak yaitu gangguan pada

pertumbuhan dan perkembangan anak yang memerlukan asupan makanan yang

baik dan adekuat, sehingga anak dengan retardasi mental berisiko terjadinya

malnutrisi dan kesehatan gigi dan mulut yang buruk (Fasalwati, 2016). Hal ini di

perkuat dengan penelitian yang di lakukan Ramawati (2011), tentang kemampuan

merawat diri anak retardasi mental di dapatkan bahwa anak mampu latih, yang

berarti di perlukan latihan menggosok gigi pada anak retardasi mental (Ramawati,

2011).

Kurangnya kemampuan fisik dan mental pada anak retardasi mental membuat

anak kesulitan untuk dapat menyikat giginya dengan baik. Kesulitan menyikat

gigi akan berdampak pada status kesehatan gigi dan mulut anak. Perawatan gigi

dirumah (home care) oleh orang tua untuk anak retardasi mental menjadi dasar

untuk meningkatkan kesehatan gigi mulut dan menurunkan angka karies anak.

Perawatan yang dapat dilakukan orang tua adalah membantu menggosok gigi
4

anak apabila anak tidak mampu membersihkan gigi nya sendiri. Bantuan dapat

diberikan dengan cara mencari tempat yang tepat untuk menggosok gigi yaitu

memilih tempat dengan pencahayaan yang cukup agar dapat dengan mudah

melihat semua gigi anak. Membantu menyikat bagian yang tidak terjangkau oleh

anak, memilihkan sikat gigi yang mempunyai bulu lembut dengan pasta gigi yang

sedikit. Apabila anak kesulitan memegang sikat gigi, sikat gigi dapat dilakukan

modifikasi yang bertujuan untuk memudahkan dan membuat anak merasa nyaman

dalam menggosok gigi (Attoriq, S., & Sodik, M. A., 2018).

Tingkat pengetahuan perawat tentang kesehatan gigi dan mulut sangat

berpengaruh terhadap kebersihan gigi dan mulut anak. Peran perawat pada anak

retardasi mental juga harus diberikan nasehat untuk merawat kesehatan mulutnya,

seperti cara dan penggunaan pasta gigi yang benar sehingga penggunaan pasta

gigi (Carranza, 2006 dalam Dyah 2017).

Prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 25,9%, sebanyak 14

provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional.

Sedangkan untuk perilaku benar dalam menyikat gigi berkaitan sebagian faktor

gender, ekonomi, dan daerah tempat tinggal. Sebagian besar penduduk Indonesia

menyikat gigi pada saat mandi pagi maupun mandi sore (76,6%). Menyikat gigi

dengan benar adalah setelah makan pagi dan sebelum tidur malam, untuk

Indonesia ditemukan hanya (H Kara, 2014).


5

Menggosok gigi merupakan tindakan membersihkan gigi dan mulut dari sisa-

sisa makanan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit pada jaringan

keras maupun jaringan lunak (Putri, dkk., 2013). Menjaga kebersihan gigi dan

mulut dengan mengajarkan kemampuan anak untuk menggosok gigi dengan

benar pada anak retardasi mental yang efektif untuk membimbing dan melatih

anak menjaga kebersihan mulutnya. Anak retardasi mental memiliki

keterlambatan berfikir maka diperlukan latihan terus menerus yang berulang agar

anak dapat mengerti dan membiasakannya (Suriadi, 2021).

Menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan mengajarkan kemandirian anak

untuk menggosok gigi dengan benar pada anak retardasi mental yang efektif

untuk membimbing dan melatih anak menjaga kebersihan mulutnya. Anak

retardasi mental memiliki keterlambatan berfikir maka diperlukan latihan terus

menerus yang berulang agar anak dapat mengerti dan membiasakannya (Suriadi,

2021).

Upaya meningkatkan kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental

dapat dilakukan edukasi dengan berbagai cara seperti demonstrasi, modeling dan

pelatihan menggosok gigi merupakan gigi cara yang baik yaitu anak dengan

mudah meniru apa yang dilihat kemudian mencontohnya. Anak retardasi mental

yang harus jelas dalam pemberian contoh hal ini sangat cocok untuk

meningkatkan kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental (Haryanto,

2019).
6

Menggosok gigi merupakan faktor terpenting dalam kebersihan diri manusia

di kehidupan sehari-hari. Kebersihan diri ini dianggap penting di kehidupan

masyarakat karena memiliki fungsi sosial, salah satunya adalah komunikasi. Hal

terpenting dalam komunikasi adalah kesehatan gigi dan mulut. Gigi yang tidak

sehat dan menyebabkan bau mulut akan menggangu dalam komunikasi khususnya

dalam hal berbicara. Oleh sebab itu, penting bagi anak retardasi mental sedang

perawatan gigi dengan menggosok gigi itu penting agar gigi tetap sehat dan mulut

tidak berbau seperti, yang dikemukakan oleh (Trangono Maria J. Wantah, 2007)

Gigi keliatan jelek, berwarna kuning, kotor, ompong, atau mulut berbau karena

gigi berlubang dan busuk karena gigi tersebut kurang perawatan. Maka dari itu,

merawat gigi itu sangatlah penting, menyikat gigi dilakukan paling sedikit dua

kali dalam sehari, sebaiknya pada waktu pagi dan malam hari. Anak retardasi

mental kategori sedang banyak mengalami masalah pada gigi dan gusi, hal ini

disebabkan karena beberapa hal yaitu anak retardasi mental mempunyai mulut

dan lidah yang tidak dapat mengontrol, sehingga makanan melekat di gigi dan

yang tidak di bersihkan oleh lidah, pemberian makanan yang mengakibatkan

kerusakan gigi, dan sulitnya perawatan gigi anak retardasi mental kategori sedang

(Werner dalam Wantah, 2007).

Pelatihan menggosok gigi bagi anak retardasi mental kategori sedang perlajari

bagian demi bagian dengan perlahan. Cara memengang sikat gigi, memegang

gayung, mengambil air dari bak, menuangkan pasta gigi ke atas sikat gigi,
7

berkumur, menyikat gigi dari bagian depan, kiri, kanan atas, bawah, berkumur

membersikan busa, membersihkan peralatan gigi, dan mengembalikan ketempat

semula. Namun faktanya, anak retardasi mental kategori sedang dalam

menggosok gigi banyak yang hanya menyikat bagian tertentu saja tidak mengikuti

tahapan dengan benar. Hasil didapatkan sering kali kurang bersih dan

mengakibatkan sakit gigi. Hal ini juga dibutuhkan pendidikan kesehatan untuk

menambah pengetahuan dan memberikan informasi yang adekuat dan tepat

(Rahmawati, 2017). Terlaksananya pendidikan kesahatan membutuhkan media

atau alat peraga supaya yang di sampaikan sesusai dengan apa yang di

harapkannya. Salah satu media pendidikan kesehatan yang paling banyak nikmati

oleh anak adalah media video animasi.

Media pembelajaran merupakan alat yang dapat membantu proses belajar

mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan,

sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna

(Sutandi/ Sutjipto, 2013). bagi pembelajaran disarankan anak retardasi mental

kategori sedang, mengingat kondisi anak retardasi mental yaitu kesulitan dalam

berfikir secara abstarak. Hal tersebut dikarenakan penggunaan metode

demonstrasi belum secara maksimal dan hasil yang diperoleh siswa belum

mencapai KKM, makan dapat dilengkapi dengan penggunaan media video

animasi yang bersifat semi konkret dapat memudahkan pembelajaran anak dalam

mengetahui tahapan-tahapan menggosok gigi. Media pembelajaran yang dapat


8

digunakan pada pengajaran menggosok gigi adalah dengan media video animasi.

Melalui media video animasi anak merasa tidak bosan dengan pembelajaran yang

diajarkan mengenai menggosok gigi. Melalui media video dapat menggambarkan

suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang

sesuai. Video dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, mengajar

keterampilan, dan mempengaruhi sikap (Sutandi/ Sutjipto, 2013).

Media ini merupakan media yang sesuai dengan perkembangan zaman

sekarang yang mencakup indra pengliharan dan pendengaran. Karakteristik dari

media video di antaranya terdapat gambar dan suara, sehingga mudak menarik

perhatian. Media video tentang mengosok gigi juga sangat praktis digunakan

dalam menyampaian pendidikan kesehatan pada anak retardasi mental.

Berdasarkan hasil survey pada ke 4 SLB, SLB Silih Asih, SLB YPDP, SLB

Nike Ardila, SLB ABCDE LOB, di dapatkan data anak pada retardasi mental

paling banyak di SLB ABCDE LOB. Hasil Studi pendahuluan yang telah

dilakukan pada tanggal 17 Februari 2022 di SLB ABCDE LOB pada anak

retardasi mental usia prasekolah dengan jumlah siswa/siswi keseluruhan 30 orang,

Masalah yang di dapat pada anak retardasi mental yaitu memiliki kemandirian

yang kurang dalam perawatan diri terutama menggosok gigi. Berdasarkan

observasi yang dilakukan peneliti, 15 anak yang gigi tampak kotor dan anak

kurang bisa menggosok gigi secara mandiri.


9

Menurut hasil wawancara dengan 5 orang tua siswa, 3 orang tua mengatakan

pada saat dirumah anak jarang menggosok gigi dan dibantu oleh orang tua dan 2

orang tua siswa mengatakan anaknya saat dirumah mampu menggosok gigi secara

mandiri tetapi belum sesuai dengan cara menggosok gigi dengan benar.

Bedasarkan latarbelakang yang dikemukakan diatas peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Media

Vidio tentang Kemampuan Menggosok Gigi pada Anak Retardasi Mental di SLB

ABCDE LOB.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu masalah

penelitian ini yaitu” adakah Pengaruh pendidikan Kesehatan dengan Media Video

tentang Kemampuan Menggosok Gigi pada Anak Retardasi Mental di SLB

ABCDE LOB”

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan

dengan media video tentang kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi

mental di SLB ABCDE LOB.

1.3.2 Tujuan Khusus


10

1. Mengidentifikasikan kemampuan anak retardasi mental sebelum di

berikan pendidikan kesehatan tentang menggosok gigi menggunakan

media video

2. Mengidentifikasikan kemampuan anak retardasi mental sesudah di berikan

pendidikan kesehatan tentang menggosok gigi menggunakan media video

3. Mengetahui adanya pengaruh pendidikan kesehatan dengan media video

tentang kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat secara teoritis, untuk

memperluas pengetahuan khususnya yang berkaitan tentang menggosok gigi

pada anak retardasi mental di SLB ABCDE LOB.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Guru di SLB ABCDE LOB

Bagi guru SLB di harapkan terus memberikan pelajaran tentang

menggosok gigi dan dapat menjalin kerja sama dengan orang tua anak

agar dapat meningkatkan peran anaknya sebagai pendidik dan dapat

mengarahkan orang tua dalam memberikan pendidikan saat anak dirumah


11

2. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini sebagai bahan refensi dan ditinjau pustaka serta

paduan untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian pengaruh

penkes dengan media video tentang menggosok gigi Terhadap tingkat

Kemandirian pada anak retardasi mental di SLB ABCDE LOB.

3. Bagi Perawat jiwa

Bagi perawat di harapkan untuk lebih mengembangkan dan meningkatkan

pendidikan dalam bidang keperawatan secara profesional dalam

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini yaitu, Keperawatan Jiwa dengan menggunakan

desain Quasi Eksperimen one group pretest-posttest design. Populasinya adalah

anak retardasi mental dengan jumlah 30 anak di SLB ABCDE LOB. Instrument

yang digunakan kuesioner dan teknik sampling dalam penelitian ini yaitu total

sampling. Waktu pelaksanaan 26 Agustus- 7 September.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitan pengaruh pendidikan

kesehatan dengan menggunakan media video tentang menggosok gigi

memiliki pengaruh pada kemandirian anak retardasi mental. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Abdul (2018) dengan judul “pengaruh video

animasi terhadap kemampuan bina diri anak tunagrahita ringan pada

pembelajan bina diri di Slb Tunas Kasih Surabaya”. Berdasarkan penelitian

tersebut bahwa media video berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan

diri siswa retardasi mental, hasil penelitian menunjukan bahwa setelah di

lakukan pendidikan kesehatan menggunakan video di peroleh peningkatan

nilai dari 36,78 menjadi 74,28 (Arif, 2019).

Media video merupakan alat peraga yang bersifat dapat didengar dan

dapat dilihat yang dapat membantu dalam mengajar yang berfungsi

memperjelaskan atau mempermudah dalam memahami bahasa yang sedang di

pelajari. Hal ini sejalan dengan penelitian Ika dan Iwa pada tahun (2014)

dengan judul penelitian pengaruh media visual (Video) terhadap hasil bahwa

menggunakan metode Audio visual lebih efektif dibandingkan dengan

menggunakan metode Audio konvesional.

12
13

Penelitian yang dilakukan oleh Palupi, et al(2016) yang berjudul Peran

Perawat dalam Meningkatkan Kebersihan Gigi dan Mulut Anak Tunagrahita

dengan hasil penelitian terdapat penurunan OHI-s anak tunagrahita sebelum

dan sesudah penyuluhan pada perawat tunagrahita. Didukung penelitian

Fachruniza (2016), yang berjudul Peningkatan Kemampuan Menggosok Gigi

Melalui Media Boneka Gigi pada Anak Tunagrahita Kategori Sedang Kelas

IV di SLB-C Rindang Kasih Secang dengan hasil penelitian tersebut adanya

peningkatan. Proses kemampuan menggosok gigi dilakukan dengan

melaksanakan pra tindakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Pra

tindakan menunjukkan bahwa ketiga subjek belum mencapai kriteria

ketuntasan minimum 65. Hasil pratindakan ARH sebesar 62,5%, EPD sebesar

51,5%, dan ILP sebesar 43,75%. Pada pasca dilakukan siklus I dan II

diperoleh hasil peningkatan ARH sebesar 81,25%, EPD sebesar 87,50%, dan

ILP sebesar 78,12%. Dari hasil kedua siklus tersebut masing-masing subjek

mengalami peningkatan. Penelitian ini sejalan dengan Putriani (2016) dengan

hasil penelitian, bahwa terdapat peningkatan kemampuan membina diri

menggosok gigi yang dilakukan melalui audiovisual setelah pertemuan kedua

dengan hasil masing-masing peningkatan 21,5% dan 22,5% pada 2 anak

tunagrahita dengan kategori sedang. Peningkatan skor tersebut ditunjukkan

dengan siswa mampu melakukan tahapan-tahapan menggosok gigi sesuai

dengan contoh yang ada di video animasi.


14

2.2 Anak

2.2.2 Pengertian Anak

Anak merupakan dambaan semua orang dalam suatu keluarga.

Setiap keluarga pasti mengingikan anaknya tumbuh dan berkembang dengan

normal. Pertumbuhan yang di inginkan seperti sehat fisik, mental, kognitif

dan social yang harus di perhatikan sejak dalam kandungan sampai menjadi

dewasa (Suyono, dkk; 2016). Keadaan individu yang normal belum tentu

dimilik anak saat dilahirkan. Beberapa di antaranya mempunyai

keterbatasan, baik secara fisik maupun psikis yang telah dialami sejak awal

masa perkembangan (anak dengan kebutuhan khusus). Anak dengan

kebutuhan khusus merupakan salah satu contoh gangguan yang dapat

ditemui di berbagai tempat (Rumaseb, 2018).

2.2.3 Konsep Anak

Perkembangan kognitif adalah segala proses perubahan kemampuan

mental pada anak yang terjadi sepanjang hidupnya. Terdapat teori mengenai

perkembangan kognitif yaitu teori dari Jean Piaget. Piaget (1964) dalam

Suparno (2012) meyakini bahwa intelegensi andak sangat dipengaruhi oleh

umur, pengalaman dan tingkat kematangan. Semua aktivitas intelektual

dilakukan untuk mencapai satu tujuan, yaitu untuk mencapai keseimbangan,

harmoni, dalam hubungan antara proses berpikir seseorang dengan

lingkungannya. Keseimbangan itu disebut sebagai cognitive equilibrium dan


15

proses untuk mencapai keseimbangan tersebut sebagai equilibration. Anak

menggabungkan pengalaman baru melalui asosiasi dan berubah untuk

beradaptasi dengan pengalaman baru ini melalui proses okomodasi. Anak

menerima informasi dan hasilnya adalah mereka akan merubah perilakunya

sesuai informasi dan hasilnya adalah mereka akan merubah perilakunya

sesuai informasi tersebut. Terdapat empat tahap yang berbeda dalam teori

perkembangan piaget. Dalam tiap tahap, pikiran anak berubah untuk

memahami realita pada suatu tahap umur berbeda dengan proses dari tahap

umur sebelumnya.

1. Tahap perkembangan kognitif

Menurut Piaget (1964) dalam (Somantri dan Sutjihati, 2012) tahap

perkembangan kognitif anak dibagi menjadi 4 yaitu:

1) Tahap sensorimotor (Usia 0-2 tahun pada anak normal)

Pada masa ini anak sedikit demi sedikit mengembangkan konsep

objek, yaitu pengetahuan bahwa eksistensi objek-objek itu terlepas

dari pengalaman dirinya.

2) Tahap praoperasional ( usia -7 tahun pada anak normal)

Pada masa ini anak mampu melambangkan secara simbolik objek-

objek dan peristiwa-peristiwa yang tidak dilihatnya. Akan tetapi

pemikiranya sebagian besar masih tidak logis.


16

3) Tahap operasional konkret

Pada masa ini pemikiran anak mulai logis, sudah memamahi

konsep-konsep konservasi kecuali konservasi volume.

4) Tahap operasional formal

pada tahap ini dapat menguji rangkaian hipotesis secara sistematis

dan mampu memahami konservasi tingkat dua yitu konservasi

volume.

2.3 Anak Berkebutuhan Khusus

2.3.1 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah baru yang di

gunakan, dan merupakan terjemaah dari child with special needs yang

digunakan secara luas di Internasional, ada beberapa istilah lain yang pernah

digunakan, di antara anak cacat, anak tuna, anak berkalainan, anak

menyimpang, dan luar biasa, ada suatu istlah yang berkembang secara luas

telah digunakan, yaitu difable, sebenarnya merupakan kependekan dari

difference ability.

Sejalan dengan perkembangan pengakuan terhadap hak asasi

manusia termasuk anak-anak ini, maka digunakanlah istilah anak

berkebutuhan khusus. Penggunaan istilah anak berkebutuhan khsus


17

membawa konsekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah anak luar

biasa yang pernah dipergunakan dan mungkin masih digunakan. Jika pada

istilah luar biasa menitikberatkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial)

anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk

mencapai prestasi sesuai dengan potensinya.

Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan

sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang

tidak akan pernah berhasil di sekolah anak-anak pada umunya atau sekolah

umum. Anak berkebutuhan khusus (ABK) juga dapat diartikan sebagai anak

yang mengalami gangguan fisik, mental, emosi sehingga diharuskan

pembelajaran secara khusus. Banyak nama lain yang dipergunakan sebagai

variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicap .

menurut World Health Organization (WHO) definisi dari masing masing

istilah tesebut ialah sebagai berikut:

1. Disability, keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan

dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya

atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level

individu.

2. Impairment, kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau

untuk struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan dalam level

organ
18

3. Handicap, ketidakberungtungan invidu yang dihasilkan dari impairment

atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran

yang normal pada individu.

Dasarnya pada kelainan anak memiliki tingkatan, yaitu dari yang

paling ringan hingga yang paling berat, dari kelainan tunggal, ganda,

hingga kompleks yang berkaitan dengan emosi, fisik, psikis, dan sosial.

Anak berkebutuhan khusus meerupakan kelompok heterogen, terdapat di

berbagai starta sosial, dan menyebar di daerah perkotaan, pedesaan

bahkan di daerah daerah terpencil. Kelainan anak tidak memandang

suku, budaya, atau bangsa. Keadaan ini jelas memerlukan pendekatan

khusus dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi anak

berkebutuhan khusus.

Istilah bekelainan dalam percakapan sehari hari dikatakan

sebagai suatu kondisi yang menyimpang dari rata rata umunya.

Pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus anak berkelainan,

ditunjukan kepada anak yang di anggap memiliki kelaianan

penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal pada umumnya, baik

dalam hal fisik, mental, maupun karakteristik perilku sosialnya (Krik,

1970; Heward & Orlansky, 1998), atau anak yang berbeda dari rata-rata

umunya, disebakan ada permasalahan dalam kemampuan berfikir,


19

pendengaran, penglihatan, sosialisasi, dan bergerak (Hallahan &

Kauffman, 1991).

Anak yang dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik

mmeliputi kelainan indra penglihatan (tunanetra), kelainan indra

pendengar (tunarungu), kelainan kemampuan berbicara (tunawicara),

kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa). Anak memiliki kelainan

dalam aspek mental meliputi anak yang memiliki kemampuan lebih

(supranatural) yang di kenal sebagai anak berbakat atau anak unggul,

dan anak yang meiliki kemampuan sangat rendah (subnormal) yang

dikenal sebagai anak retardasi mental. Anak yang memiliki kelainan

dalam bidang sosial adalah anak yang mempunyai kesulitan dalam

menyesuaikan perilakunya terhadap lingkungan sekitar. Anak yang

termasuk dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan tunalaras.

Sejalan dengan sudut pandang pendidikan, Hallahan dan Kauffman

(2006) melihat pengertian siswa berkebutuhan khsus adalah mereka yang

memerlukan pendidikan khusus pelayanan yang terkaitan, jika mereka

menyadari akan potensi penuh kemanasiaan mereka dapat mencakup bidang

sensori, fisik, kognitif, emosi atau kemampuan komunikasi atau

kombinasinya, khususnya bisa sangat berbeda dalam penyebab, tingkat

keparahan, dampak bagi kemajuan pendidikan, dan dampak yang berbeda ini
20

pun bisa bergantung pada usia sesseorang, jenis kelamin, dan lingkungan

hidupnya.

Gearheart (1981) mengatakan bahwa seseorang anak di anggap

berkelainan bila memerlukan persyaratan yang berbeda dari rata-rata anak

normal, dan untuk dapat belajar secara efektif memerlukan program,

pelayanan, fasilitas, dan materi khusus. Adapun pengertian tentang pendidikan

khusus/luar biasa diberikan oleh Hallahan dan Kauffman (2006) adalah

intruksi yang didesain khusus untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang

tidak lazim dari siswa berkebutuhan khusus. Materi, teknik mengajar, atau

peralatan dan/ fasilitas khusus mungkin diperlukan. Tujuan penting yang

paling utama dari pendidikan khusus menemukan dan menitikberatkan

kemampuan siswa berkebutuhan khuss (Hallahan & Kauffman, 2006).

Hal ini juga tertuang dalam kebijakan dan program Direktorat

Pembinaan Sekolah Luar Biasa (Dirjen Manajemen DIKDASMEN, 2006)

dituliskan bahwa visinya adalah terwujud pelayanan pendidikan optimal untuk

mencapai kemandirian bagi anak-anak berkebutuhan khusus serta mempunyai

potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Adapapun misinya sebagai berikut:

1. Memperluas kesempatan dan pemeralatan pendidikan bagi anak-anak yang

kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran dan anak-anak yang

mempunyai potensi kecMemperluas kesempatan dan pemeralatan pendidikan


21

bagi anak-anak yang kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran dan

anak-anak yang mempunyai potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

2. Meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan khusus dan pendidikan layanan

khusus

3. Meningkatkan kepedulian dan memperluas jejaring tentang pendidikan khusus

dan layanan khusus

4. Mewujudkan pendidikan inklusif secara baik dan benar di lingkungan sekolah

biasa, sekolah luar biasa, maupun keluarga/masyarakat.

2.3.2 Klasifikasi Jenis Anak Berkebutuhan Khsus

A. Kelainan fisik

Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ

tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbul satu keadaan pada fungsi fisik

dan tubuh tidak dapat menjalankan tugasnnya secara normal. Tidak

berfungsinya anggota fisik terjadi pada (a) alat indra fisik, misalnya kelainan

pada indra pendengaran (tunarungu), kelainan pada indra penglihat

(tunanetra), kelainan pada fungsi organ bicara (tunawicara); (b) alat motorik

tubuh, misalnya kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat gangguan

pada fungsi motorik ( celebral palsy), kelainan anggota badan akibat

pertumbuhan yang tidak sempurna, misalnya lahir tanpa/kaki, amputasi, dan

laik-lain. Untuk kelainan pada alat motorik tubuh ini dikenal dalam kelompok

tunadaksa.
22

B. Kelainan mental

Anak berkenalainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki

penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menggapi dunia

sekitarnya. Kelainan pada aspek mental ini dapat menyebar kedua arah, yaitu

kelainan mental dalam arti lebih (supernormal) dan kelainan mental dalam arti

kurang (subnormal). Kelaian mental dalam arti lebih atau tunggal, menurut

tingkatanya dikelompokkan menjadi: (a) anak mampu belajar dengan cepat

jika hasil kecerdasan menunjukan bahwa indeks kecerdasannya berada pada

rentang 120-140, dan akan sangat berbakat atau genius jika indeks

kecerdasaannya berada pada rentang di atas 140.

Anak retardasi mental yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat

kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk

mengamati tugas perkembangnya memerlukan bantuan atau layanan secara

khusus, termasuk di dalamnya kebutuhan program pendidikan dan

bimbingannya. Kondisi retardasi mental dalam praktik kehidupan sehari-hari

di kalangan awam sering kali disalahpersepsikan, terutama bagi keluarga yang

mempunyai anak retardasi mental, yakni berharap dengan memasukkan anak

retardasi mental ke dalam lembaga pendidikan, kelak anaknya dapat

berkembang sebagaimana anak normal lainnya.


23

Anak retardasi mental tidak bisa disamakan dengan penyakit, atau

yang berhubung dengan penyakit tetapi keadaan retardasi mental suatu

kondisi sebagaimana adanya, “mental retarded is not disease but a condition”

(Krik,1970). Atas dasar itulah retardasi mental dalam gradasi mana pun tidak

bisa di sembuhkan atau diobati dengan penyakit apa pun. Berdasarkan

kapasitas kemampuan yang bisa dirujuk sebagai dasar pengembang potensi,

anak retardasi mental dapat di klasifikasikan menjadi; (a) anak retardasi

mental memiliki kemampuan umum didik dengan rentang IQ 50-75 (b) anak

retardasi mental memiliki kemampuan untuk dilatih dengan rentang IQ 25-50,

(c) anak retardasi mental memiliki kemampuan untuk dirawat dengan rentang

IQ 25- kebawah (Hallahan & Kauffman, 1991).

C. Kelainan perilaku sosial

Kelainan perilaku atau tunalaras sosial adalah mereka yang mengalami

kesulitan untuk menyelesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma

sosial, dan lain-lain. Manifestasi dari mereka yang dikategorikan dalam

kelainan perilaku sosial ini, misalnya kompensasi berlebihan, sering bentrok

dengan lingkungan, pelanggaran hokum/norma maupun kesopanan (Amin &

Dwidjosumarto, 1979).

Mackie (1957) mengemukakan bahwa anak yang termasuk dalam

kategori kelainan perilaku sosial adalah anak yang mempunyai tingkah laku

yang tidak sesui dengan adat kebiasaan yang ada dirumah, di sekolah, dan di
24

masyarakat lingkungannya (dalam Krik, 1970). Hal yang lebih penting dari itu

semua adalah akibat tindakan atau perbuatan yang dilakukan dapat merugikan

diri sendiri maupun orang lain.

2.4 Anak Retardasi Mental

2.4.1 Pengertian Anak Retardasi Mental

Anak retardasi mental suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh di

bawah rata rata dan ditandaia oleh keterbatasan dan ketidakcakapan dalam

komunikasi sosial. Anak berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal dengan

istilah terbelakangan mental karena kebatasan kecerdasannya. Akibatnya anak

berkebutuhan khusus retardasi mental ini sukar untuk mengikuti pendidikan di

sekolah biasa.

Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa referensi

disebut pula dengan terbelakangan mental, lemah ingatan. Seseorang dikatakan

berkelainan mental subnormal atau retardasi mental, jika ia memiliki tingkatan

kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk

meneliti tugasnya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik termasuk

dalam program pendidikannya (Bratanata, 1979).

Rendahnya kapabilitas mental pada anak retardasi mental akan

berpengaruh terhadap kemampuannya untuk menjalankan fungsi-fungsi

sosialnya. Hendesche memberikan batasan bahwa anak retardasi mental adalah


25

anak yang tidak cukup daya pikirannya, tidak dapat hidup dengan kekuatan

sendiri di tempat sederhana dalam masyarakat. Edgar Doll berpendapat

seseorang dikatakan retardasi mental jika (1) secara sosial tidak cakap, (2)

secara mental di bawah normal, (3) kecerdasan terhambat sejak lahir atau pada

usia muda, dan (4) kematangan terhambat (Krik, 1970).

Anak retardasi mental adalah anak yang memiliki IQ 70 ke bawa.

Jumlah penyandang retardasi mental adalah 2,3% atau 1,92% anak usia sekolah

menyandang retardasi mental dnegan perbandingan laki-laki 60% perempuan

40% atau 3:21. Data pokok sekolah luar biasa terlihat dari kelompok usia

sekolah, jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah

48.100.548 orang, jadi esrimasi jumlah penduduk di Indonesia yang

menyandang retardasi mental adalah 2% x 48.100.548 = 962.001 orang. Anak

retardasi mental bukan merupakan anak yang mengalami penyakit, melainkan

anak yang mempunyai kelainan karena penyimpangan, baik dari segi fisik,

mental, emosi, sikap, maupun perilaku secara signifikan. Reterdasi mental

merupakan kondisi perkembangan kecerdasan seseorang anak yang mengalami

hambatan sehingga ia tidak mencapai tahap perkembagan secara optimal.

2.4.2 Klasifikasi Anak Retardasi Mental

1. Anak retardasi mental mampu didik IQ 68-52 adalah anak retardasi mental

yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih

memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan


26

walaupun hasilnya tidak maksimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan

pada anak retardasi mental mampu didik, antara lain: (1) membaca, menulis,

mengeja, dan berhitung, (2) menyesuaikan diri dan tidak bergantung pada

orang lain, (3) keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di

kemudian hari. Kesimpulannya, anak retardasi mental mampu didik secara

minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan.

2. Anak retardasi mental mampu latih IQ 52-36 adalah anak retaradasi mental

yang memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin

untuk mengikuti program yang diperuntukan bagi anak retardasi mental

mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak retardasi mental

mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu (1) belajar mengurus diri sendiri,

misalnya makan, pakaian, tidur, menggosok gigi atau mandi sendiri, (2)

belajar menyesuaikan di lingkunga rumah atau sekitar, (3) mempelajari

kegunaan ekonomi di rumah di bengkel kerja atau lembaga khusus.

Kesimpulanya anak retardasi mental mampu latih berarti anak retardasi

mental hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas

kehidupan sehari-hari, serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut

kemampuanya.

3. Anak retardasi mental mampu rawat IQ 39-25 anak retardasi mental yang

memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri

sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri sangat


27

membutuhkan orang lain. Anak retardasi mental mampu rawat adalah anak

retardasi mental yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang

hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain

(Patton, 1991).

Penelitian yang lain dari klasifikasi anak retardasi mental yang dalam

hal ini dituturkan oleh skala binet dan skala wescher. Skala di tersebut

dijelaskan bahwa ada tiga hal sebagai berikut:

1. Retardasi mental ringan

Retardasi ringan disebut juga moron atau debil. Menurut skala binet,

kelompok ini memiliki IQ 68-52, sedangkann menurut skala weschler

(WISC) memiliki IQ antara 69-55. Anak retardasi mental masih dapat

belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana. Bimbingan dan

didikan yang baik, anak retardasi mental ringan akan dapat memperoleh

penghasilan unuk dirinya sendiri.

2. Retardasi mental sedang

Retardasi mental sedang di sebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ

51-36 skala binet dan 54 - 40 menurut skala weschler (WISC). Anak

retaradi sedang sangat sulit untuk belajar secara akademik, seperti belajar

menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka bisa belajar menulis

secara sosial. Misalnya menulis namanya sendiri. Anak retardasi mental

sedang juga tidak mampu mengurus diri sendiri seperti (makan, minum,
28

menggosok gigi, mandi, memakai baju) dan mengajarkan anak retardasi

mental sedang sangat membutuhkan pengawasan yang terus-menerus agar

mampu terus berkesinambungan akan kebiasaan-kebiasaan yang akan

terus teringat dan mampu mengerjakan suatu hal sering dilakukannya.

3. Retardasi berat

Retardasi berat severe ini sering disebut idiot. Karena IQ pada anak

retardasi mental beratini adalah 35-20 menurut skala binet dan menurut

skala eschler (WISC) antara 39-52. Tunagrahita sangat berat Profoud

memilik IQ di bawah 19-24. Anak retardasi berat memeluarkan bantuan

perawatan sejara total, baik itu dalam hal berkaitan, mandi ataupun makan.

Bahkan mereka memerluarkan perlindungan dari bahaya sepanjang

hidupnya.

Berikut ini adalah pengklasifikasian anak reterdasi mental untuk

keperluan pembelajaran menurut American Association on mental redartion

dalam Special Education in Ontario Schools.

1. Educable

Anak retardasi mental educble ini masih mempunyai kemampuan dalam

akademik setara pada anak kelas 5 sekolah dasar. Retardasi mental mampu

didik educable mentally retarded, ini masih mempunyai IQ dalam kisaran

50-73
29

2. Trainable

Anak retardasi mental trainable mempunyai kemampuan dalam mengurus

diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas

kemampuannya untuk mendapat pendidikan secara akademik. Retardasi

mental mempu dilatih trainable mentally retarded.

3. Custodial

Anak retardasi mental custodial ini butuh perawatan secara baik.

Dependent or profoundly mentally retarded ini memiliki IQ di bawah 25.

Anak ini mendapat latihan yang terus-menurus dengan pelayanan khusus.

Dalam jal ini guru atau terapi melatih anak tentang dasar-dasar cara

menolong diri sendiri dalam kemampuan yang bersifar komunikatif. Hal

ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang

berkesinabungan.

Penanganan yang perlu diberikan kepada anak retardasi mental ini adalah

lebih focus pada life skill dan kemampuan merawat diri. Sebagian besar, muatan

pendidikan bagi anak retardasi mental difokuskan pada kedua hal tersebut.

Pergolongan berdasarkan intelektualitas sebagai berikut :

1. Taraf perbatasan (borderline)

Dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar (slow learner) dengan IQ

70-85.
30

2. Retardasi mental mampu didik (educabie mentally retarded)

Dimiliki oleh anak dengan IQ 50-75 atau 75.

3. Retardasi mental mampu latih (trainabie mentally retarded)

Dimiliki oleh anak dengan IQ 30-50 atau IQ 35-55.

4. Retardasi mental butuh rawat (dependent or protoundly mentally retarded)

Dimiliki oleh anak dengan IQ dibawah 30 atau 25.

Pergolongan secara sosial-psikologis yaitu:

a. Retardasi mental ringan

b. Retardasi mental sedang

c. Retardasi mental berat

d. Retardasi mental sangat berat

2.4.3 Karakteristik Anak Retardasi Mental

Karakteristik anak retardasi mental anak cacat mental mild (ringan)

adalah mereka termasuk yang mampu didik, bila dilihat dari segi pendidikan .

mereka pun tidak memperlihatkan kelianan fisik yang mencolok, walaupun

perkembangan fisiknya sedikit agak lambat daripada anak rata-rata.

Karakteristik anak cacat mental moderate (menengah) adalah mereka

digolongkan sebagai anak yang mampu latih, di mana mereka dapar dilatih

untuk beberapa katerampilan tertentu. Meskipun sering merespons lama

terhadap pendidikan dan pelatihan. Mereka dapat dilatih untuk mnegurus

dirinya sendiri serta dilatih untuk kemampuan membaca, menulis sederhana


31

Karakteristik anak cacat mental severe, adalah mereka memperlihatkan

banyak masalah kesulitan, meskipun di sekolah khusus. Oleh karena itu, mereka

membutuhkan perlindungan hidup dan pengawasan yang teliti. Mereka

membutuhkan pelayanan dan pemeliharaan yang terus menerus. Dengan kata

lain, mereka tidak bisa mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain

meskipun tugas-tugas sederhana. Mereka juga mengalami gangguan bicara.

Mereka hanya bisa berkomunikasi secara vocal setelah pelatihan secara insentif.

Tanda-tanda kelainan fisik lainnya adalah lidah sering kali menjulur keluar,

bersamaan dengan keluarnya air liur. Kepala sedikit besar biasanya. Kondisi

fisik mereka lemah. Mereka hanya bisa dilatih keterampilan khusus selama

kondisi fisik memungkinkan.

Karakteristik anak cacat mental profound mempunyai problem yang

serius, baik menyangkut kondisi fisik, intelegensi serta program pendidikan

yang tepat bagi mereka. Kelainan fisik lainnya dapat dilihat dari kepala yang

besar dan sering kali meminta bantuan orang lain karekna tak dapat berdiri

sendiri. Mereka tampaknya membutuhkan bantuan mendis yang baik dan

intensif.
32

2.4.4 Hambatan Anak Retardasi Mental

Menurut (Delphie, 2012), hambatan-hambatan yang dihadapi anak

dengan gangguan perkembangan adalah sebagai berikut :

1. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai pola perkembangan

perilaku yang tidak sesuai dengan kemampuan potensialnya.

2. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan perilaku

maladaptif, berkaitan dengan sifat agresif secara verbal atau fisik, perilaku

yang suka menyakiti diri sendiri, perilaku suka menghindarkan diri dari orang

lain, suka menyindiri, suka mengucapkan kata atau kalimat yang tidak masuk

akal atau sulit dimengerti maknanya, rasa takut yang tidak menentu sebab

akibatnya, selalu ketakutan, dan sikap suka bermusuhan.

3. Pribadi anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kecenderungan

yang sangat tinggi untuk melakukan tindakan yang salah.

4. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan seperti terhambatnya

perkembangan gerak, tingkat pertumbuhan yang tidak normal, kecacatan

sensori, khususnya pada persepsi penglihatan dan pendengaran sering tampak

pada anak dengan gangguan perkembangan

5. Sebagian anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan

penyerta celebral palsy, kelaian saraf otot yang disebabkan oleh kerusakan

bagian tertentu pada otak saat dia dilahirkan ataupun saat awal kehidupan.
33

Mereka tergolong mempunyai celebral palsy mempunyai hambatan pada

intelektual, masalah berkaitan dengan gerak postur tubuh, pernapasan, buta

warna, kesulitan sewaktu mengunyah dan menelan makanan yang keras

seperti permen karet, popcorn, sering kerjang otot.

6. Secara keseluruhan , anak dengan gangguan perkembangan mempunyai

kelemahan pada segi :

1) Keterampilan gerak

2) Fisik yang kurang sehat

3) Koordinasi gerak

4) Kurangnya perasaan percaya terhadap situasi dan keadaan sekelilingnya.

7. Aspek keterampilan dalam sosial, anak dengan gangguan perkembangan

umumnya tidak mempunyai kemampuan sosial, antara lain suka menghindar

dari keramaian, ketergantungan hidup pada keluarganya, kurangnya

kemampuan mengatasi marah, rasa takut yang berlebihan, kurang mampu

berkaitan dengan kegiatan yang melibatkan kemampuan intelektual

8. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai keterlambatan pada

berbagai tingkat dalam pemahaman dan penggunaan bahasa, masalah bahasa

dapat mempengaruhi perkembanggan kemandirian dan dapat menetap hingga

pada usia dewasa.


34

Berbagai hambatan ditemukanya reterdasi mental sebagai hasil

penyelidikan oleh para ahli, maka dilakukan berbagai upaya untuk anak

berkebutuhan retardasi mental.

alternative upaya pencegahan yang disarankan oleh para ahli, antara lain

sebagai berikut.

1. Penyuluhan genetic, yaitu suatu usaha mengominikasikan berbagai informasi

mengenai masalah genetika. Penyuluhan ini dapat dilakukan melalu media

cetak dan elektronik atau secara langsung melalui posyandu dan klinik

2. Diagnostic prenatal, yaiutu usaha pemeriksaan kehamilan sehingga dapat

diketahui lebih dini apakah janin mengalami kelainan.

3. Imunasasi, dilakukan terhadap ibu hamil maupun anak balita dengan

imunisasi ini dapat dicegah penyakit yang menggaggu perkembangan

bayi/anak

4. Tes darah, dilakukan terhadap pasangan yang akan menikah untuuk

menghindar kemungkinan menurunkan benih-benih kelainan

5. Melalui program keluarga berencana, pasangan suami istri dapat mengatur

kehamilan dan menciptakan keluarga yang sejahtera baik fisik dan psikis

6. Tindakan operasi, hal ini dibutuhkan apabula ada kelahiran dengan resiko

tinggi, misalnya kekurangan oksigen dan adanya trauma pada masa perinatal

(proses kelahiran).
35

7. Sanitasi lingkungan, yaitu mengupayakan terciptanya lingkungan yang baik

sehingga tidak menghambat perkembangan bayi/anak.

8. Pemeliharaan kesehatan, terutama ibu hamil yang menyangkut pemeriksaan

kesehatan selama hamil, penyediaan vitamin, menghindari radiasi, makan dan

minum yang beralkohol,dan sebagainya

9. Intervensi dini, dibutuhkan oleh para orang tua agar dapat membantu

perkembangan anak secara dini

10. Diet sesuai dengan petunjuk ahli kesehatan.

2.4.5 Permasalahan anak retardasi mental

Anak retardasi mental dengan fungsi intelektual umum jelas-jelas

berbeda di bawah rata-rata disertai hambatan dalam perilaku adaptif dan terjadi

pada masa perkembangan. Perilaku adaptif yang dimaksud adalah komunikasi,

merawat diri, keterampilan social, kesehatan keamanan, fungsi akademis. Anak

retardasi mental kategori sedang dapat mencapai MA (mental age) sampai usia

kurang lebih tujuh tahun anak kategori sedang memiliki kecerdasan intelektual

mencapai 30-50 sehingga mengalami kesulitan dalam belajar secara akademik,

seperti membaca, menulis, dan berhitung. Menurut (Somantri Sujihati,2006)

Menyatakan bahwa anak retardasi mental kategori sedang masih bisa didik dan

dilatih mengurus diri seperti, mandi, makan, menggosok gigi, toilet training, dan

lain-lain, sedangkan menurut (Mohammad Efendi.2006) anak retardasi mental

kategori sedang merupakan anak yang memiliki kecerdasan sangat rendah


36

sehingga tidak mungkin mengikuti program pendidikan akademik. Ketarampilan

anak retardasi mental yang sedang perlu dilatih dan diajarkn salah satuh merawat

diri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari.

Anak retardasi mental mempunyai hambatan pada salah satu tahapan

dalam kegiatan menggosok gigi, ada beberapa tahapan yang harus diajarkan

kepada anak samapi mereka dapat mempraktikannya sendiri, diantaranya

mempersiapkan peralatan menggosok gigi, menggambil air untuk berkumur

kumur, menuangakan pasta gigi kepermukaan sikat gigi, memulai kegiatan

menyikat gigi mulai dari arah depan, kiri, kanan, atas, bawah, berkumur

membersihkan busa, membereskan kembali peralatan menggosok gigi, dan

mengembalikan peralatan menggosok gigi. kadang anak retardasi mental kurang

menguasai beberapa tahapan yang diajarkannya. Banyak diantara mereka yang

masih kemampuannya kurang dalam memahami bagian gigi mana saja yang

perlu dibersihkan, sehingga sering kali kurang bersih menyikat gigi, karena

beberapa hal seperti hanya menyikat bagian tertentu gigi saja, tidak menyikat

secara berurutan, waktu menyikat terlalu sebentar, dll (Hardiyanti, 2016)


37

2.4.6 Jenis-jenis Implikasi Pendidikan/terapi Yang Dibutuhkan Anak Retardasi

Mental

Jenis jenis implikasi pendidik serta terapi bagi anak berkebutuhan

khusus retardasi mental yang di butuhkan adalah sebagai berikut

1. Fisioterapi

Fisioterapi adalah suatu terapi awal yang diperlukan oleh anak retardasi

mental karena terlahir dengan tonus yang lemah. Terapi awal ini berguna

untuk menguatkan otot-otot mereka sehingga kelemahannya dapat diatasi

dengan latian-latian penguasa otot.

2. Terapi wicara

Terapi wicara adalah suatu terapi yang diperlukan untuk anak retardasi mental

atau anak bermasalah dengan keterlambatan bicara. Deteksi dini diperlukan

untuk mengetahui seawal mungkin gangguan kemampuan berkomunikasi,

sebagai dasar untuk memberikan pelayanan terapi wicara.

3. Terapi okupasi

Terapi ini diberikan untuk dasar anak dalam hal kemandirian,

kognitif/pemahaman, dan kemampuan sensorik dan motriknya. Kemandirian

diberikan karena pada dasarny anak “bermasalah” bergantung pada orng lain

atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktivitas tanpa komunikasi dan

mempedulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan

kekuatan dan koordinasi, dengan atau tanpa menggunakan alat.


38

4. Terapi remedial

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan akademis skill, jadi

bahan-bahan dari sekolah bisa dijadikan acuan program.

5. Terapi kognitif

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan

perpectual, misalnya anak yang tidak bisa berkonsentrasi, anak yang

mengalami gangguan pemahaman, dan lain-lain

6. Terapi sensori integrasi

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan pengintegrasian

sensori, misalnya sensori visual, sensori taktil, sensori pendengaran, sensori

keseimbangan, pengintegrasian antara otot kanan otak kiri, dan lain-lain.

Anak diajarkan berperilaku umum dengan pemberian sistem reward dan

punishment. Bila anak melakukan apa yag diperintahkan dengan benar, maka

diberikan pujian. Sebaliknya anak dapat hukuman jika anak melakukan hal

yang tidak benar. Dengan perintah sederhana dan yang mudah dimengerti

anak.

7. Terapi snoezelen

Snoezelen adalah suatu aktivitas terapi yang dilakulan untuk mengaruhi CNS

melalui pemberian stimulasi pada sistem sensori primer, seperti visual,

auditori, taktil, taste, dan smell serta sistem sensori internal, seperti vestibular

dan proprioceptive dengan tujuan ubntuk mencapai relaksasi atau aktivitas.


39

Snoezelen merupakan metode terapi multisensoris. Terapi ini diberikan pada

anak yang mengalami keterlambatan berjalan.

8. Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah suatu pelayanan kesehatan yang diberikan

kepada anak normal maupun anak retardasi mental agar dapat meningkatkan

status kesehatan gigi dan mulut. Pendidikan kesehatan merupakan usaha

terencana terarah untuk menciptakan suasana agar seseorang atau kelompok

mau mengubah prilaku menjadi lebih menguntungkan.

2.5 Kemampuan Menggosok Gigi

2.5.1 Pengertian Kemampuan Menggosok Gigi

Kemampuan Menggosok gigi merupakan cara yang dilakukan untuk

membersihkan gigi dan mulut. Menurut (Maria J Wantah,2007) kemampuan

menggosok gigi adalah kegiatan membersihkan gigi dengan sikat gigi.

Menggosok gigi merupakan aktivitas yang dilakukan oleh semua orang baik

anak-anak, remaja, dewasa, maupun orang tua, begitupun anak retardasi mental.

Kemampuan mengogosok gigi merupakan kegiatan yang sangat penting

bagi anak retardasi mental sedang, sebagaimana yang dipaparkan oleh Warner (

dalam Maria J Wantah, 2007) bahwa banyak anak retardasi mental sedang yang

mengalami masalah pada gigi dan gusi. Pendapat tersebut dapat disimpulkan
40

bahwasanya anak retardasi mental kurang mampu menjaga kesehatan gigi dan

gusinya sehingga perlu diberikan pelatihan merawat gigi dan gusinya.

Kemampuan Menggosok gigi merupakan suatu kegiatan membersihkan

gigi dan permukaan gigi dari sisa-sisa makanan yang menumpuk dengan

memperhatikan prinsip 3T yaitu tekun (menggosok secara perlahan), teliti

(semua permukaan gigi harus disikat), dan teratur waktu untuk menggosok gigi

adalah sesudah makan dan sebelum tidur) (Widyastuti, 2015).

2.5.2 Perilaku Kemampuan Menggosok Gigi

Perilaku menggosok gigi merupakan suatu aktivitas atau kegiatan yang

manusia itu lakukan (Pujiwidodo, 2016). Perilaku menggosok gigi juga dapat

diartikan sebagai hubungan antara perangsang (stimulus) dengan tanggapan

(respon) Perilaku kemampuan menggosok gigi dapat disimpulkan suatu

kegiatan membersihkan sisa sisa makanan yang ada pada gigi dengan

memperhatikan cara, waktu, serta frekuensi menggosok gigi dengan baik dan

benar.

2.5.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dalam Menggosok Gigi

Menurut (Hermawan, 2015) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

dalam kebersihan gigi dan mulut antara lain:


41

1. Faktor usia

Pada usia anak-anak mereka sangat menyukai makanan yang mengandung

bahan karsinogenik seperti permen atau jajanan yang bersifat manis

lainnya. Di usia prasekolah juga mengalami perkembangan motorik halus

memungkinkan anak mampu menggosok gigi sehari dua kali dalam sehari

2. Faktor budaya yang tidak baik

Kebanyakan di usia pra sekolah mereka mengalami karies gigi. Budaya

seperti makan-makanan asam, membuka tutup botol dengan gigi, dan

budaya makan-makanan manis dapat menyebabkan karies gigi maupun

kerusakan pada gigi. Sebagian anak yang mengalami masalah pada gigi

hal ini terjadi dikarenakan faktor ibu yang bekerja diluar rumah.Hal ini

juga menyebabkan ibu kurang mengetahui kebiasaan yang dilakukan oleh

anak dari hasil meniru dari lingkungan yang kurang baik.

3. Faktor lingkungan

Sebagian ibu masih kurang baik dalam menberikan contoh kepada

anaknya untuk menggosok gigi dua kali dalam sehari, terkadang sebagian

ibu tidak mengajarkan kepada anak-anaknya untuk menggosok gigi pada

malam hari sebelum tidur.Hal ini dapat menyebabkan anak meniru contoh

yang salah dari ibu sebagai orang terdekat dan role model anak sehingga

mengakibatkan dampak buruk pada anak seperti karies gigi.


42

Penanganan untuk meningkatkan kemampuan menggosok gigi pada

anak retardasi mental dapat dilakukan edukasi dengan berbagai cara

seperti memberikan video, modeling dan pelatihan. Pelatihan menggosok

gigi merupakan cara yang baik dalam mengajarkan kemandirian anak

retardasi mental. Kelebihan pelatihan menggosok gigi yaitu anak dengan

meniru apa yang dilihat kemudian mencontohnya. Pada anak retardasi

mental harus jelas dalam pemberian contoh hal ini sangat cocok untuk

meningkatkan kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental

(Suyami, 2019).

2.4.5 Metode Cara Menggosok gigi

Cara menggosok gigi menurut Abdul Ghofur, 2012:

a. Gerakan vertical

Arah gerakan menggosok gigi keatas kebawah dalam keadaan rahan bawah

dan atas tertutup. Gerakan ini digunakan untuk permukaan gigi yang

mengahadap ke pipi sedangkan permukaan yang menghadap lidah atau langit

langit gerakan menggosok ke atas bawah dalam keadaan mulut terbuka. Jika

menggosok gigi dengan cara ini tidak benar maka dapat menimbulkan resensi

penurunan gusi sehingga akar gigi terlihat.

b. Gerakan horizontal
43

Arah gerakan menggosok gigi kedepan dan belakang dari permukaan bukal

dan lingual. Kombinasi gerakan vertical dan horizontal harus dilakukan

dengan hati-hati jika tidak hati-hati akan menyebabkan resesi gusi/abrasi

lapisan gusi.

c. Gerakan roll

Gerakannya sederhana, paling dianjurkan karena gerakannya yang efesien dan

menjangkau semua bagian mulut, bulu sikat diletakan pada permukaan gusi,

jauh dari permukaan bidang kunyah ujung bulu sikat mengarah ke ujung akar

perlahan melewati permukaan gigi sehingga bagian belakang kepala sikat

bergerak dalam lengkungan.

2.5.5 Langkah-langkah Menggosok Gigi

Langkah-langkah menggosok gigi dengan baik dan benar menurut

rahmadhan (2010) adalah:

1. Ambil sikat gigi dan pasta gigi, peganglah sikat gigi dengan cara anda sendiri,

oleskan pasta gigi di sikat gigi

2. Bersihkaan permukaan gigi bagian luar yang menghadap ke bibir dan pipi

dengan cara menjalankan sikat gigi pelan-pelan dan naik turun. Mulai pada

rahang atas dan lanjutkan ke rahang bawah.

3. Bersihkan seluruh bagian gigi rahang pada lengkung gigi sebelah kanan dan

kiri dengan gerakan maju mundur sebanyak 10-20 kali. Lakukan pada rahang

atas terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan rahang bawah.


44

4. Bersihkan permukaan gigi yang menghadap ke lidah dan langit-langit dengan

menggunakan teknik modifikasi bass untuk lengkung gigi sebelah kanan dan

kiri. Lengkung gigi bagian depan dapat dilakukan dengan cara memegang

sikat gigi secara vertical menghadap ke depan. Menggunakan ujung sikat

dengan gerakan menarik dari gusi kearah mahkota gigi. Dilakukan pada

rahang atas dan dilanjutkan rahang bawah

5. Terakhir sikat juga lidah dengan menggunakan sikat gigi atau sikat lidah yang

bertujuan untuk membersihkan permukaan lidah dari bakteri dan membuat

nafas menjadi seger. Berkumur sebagai langkah terakhir untuk menghilangkan

bakteri-bakteti sisa dari proses menggosok gigi

Berdasarkan pendapat (Nur Aedi, 2010) langkah – langkah menggosok gigi

terdapat tujuh langkah. Langkah tersebut dapat dikaji lebih lanjut dengan

karakteristik anak retardasi mental sebagai berikut:

a. Mempersiapkan peralatan gosok gigi, seperti: sikat gigi dan pasta gigi.

b. Mengambil pasta gigi secukupnya di atas sikat gigi

c. Menggosok gigi bagian depan atas dan bawah, arah menggosok naik

turun.

d. Menggosok bagian gigi samping kanan dan kiri, arah menggosok naik

turun

e. Menggosok gigi bagian dalam atas dan bawah, arah menggosok dengan

cara diputar
45

f. Berkumur dengan air sampai bersih dan busanya hilang

g. Mengembalikan peralatan pada tempatnya.

2.6 Konsep Pendidikan Kesehatan

2.6.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan secara umum adalah segala

upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,

kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan

oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsur-

unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses (upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output (melakukan apa yang

diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan

kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan

(Notoatmodjo, 2019).

(Induniasih, 2018) mendefinisikan pendidikan kesehatan sebagai proses

yang mencakup dimensi dan kegiatan-kegiatan intelektual, psikologi, dan sosial

yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam mengambil

keputusan secara sadar dan yang mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga,

dan masyarakat.
46

2.6.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

1. Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat. Oleh

karena itu, pendidikan kesehatan harus bertanggung jawab mengarahkan

cara-cara hidup sehat sehinggga kebiasan hidup masyarakat sehari-hari

2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok

memgadakan kegiatan untuk mencapai kegiatan untuk mencapai tujuan

hidup sehat.

3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat dan sarana

pelayanan kesehatan yang telah ada. Kadang kala permanfaatan sarana

pelayanan yang dilakukan secara berlebihan dan bahkan justru sebaliknya,

seperti saat kondisi sakit tetapi tidak menggunakan sarana kesehatan

dengan semestinya

2.6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan

1. Tingkat pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap

informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima

informasi yang didapatnya.

2. Tingkat sosial ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula

dalam menerima informasi baru.


47

3. Adat Istiadat

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula

dalam menerima informasi baru.

4. Kepercayaan masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-

orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan

masyarakat dengan penyampai informasi.

5. Ketersediaan waktu

Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas

masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam

penyuluhan.

2.6.4 Metode Pendidikan Kesehatan

(Menurut Notoadmojo, 2012), berdasarkan pendekatan sasaran yang

ingin dicapai, penggolongan metode pendidikan ada 3 (tiga) yaitu:

1. Metode berdasarkan pendekatan perorangan

Metode ini bersifat individual dan biasanya digunakan untuk membina

perilaku baru, atau membina seorang yang mulai tertarik pada suatu

perubahan perilaku atau inovasi. Menggunakan pendekatan individual ini

karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda

sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut.

Ada 2 bentuk pendekatannya yaitu :


48

a. Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling)

b. Wawancara

2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok

Berdasarkan kelompok dan tingkat pendidikan dari sasaran pendidikan

kesehatan harus diperhatikan ketika memilih metode kelompok.

Kelompok besar akan membutuhkan metode yang berbeda dengan

kelompok kecil. Sebuah metode akan efektif jika sesuai dengan tingkat

pendidikan di kelompok masyarakat.

3. Metode berdasarkan pendekatan massa.

Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan

pesanpesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga

sasaran dari metode ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan

golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social ekonomi, tingkat

pendidikan, dan sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang ingin

disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap

oleh massa.

2.6.5 Media Pendidikan Kesehatan

Menurut (Notoatmodjo,2014) alat bantu belajar dapat digunakan untuk

membantu pelaksanaan pelatihan dengan metode tatap muka. Alat bantuyang

dipilih pun harus sesuai dengan strategi, metode, belajar, dan tujuan belajar.

Secara umum, alat bantu belajar terdiri dari :


49

1. Berdasarkan stimulasi indra

a. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu

menstimulasi indra penglihatan saat penyampaian materi kegiatan

pendidikan kesehatan.

b. Alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat membantu untuk

menstimulasi indra pendengar ketika penyampaian materi.

c. Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids) yaitu alat yang berguna

untuk menstimulasi indra pendengaran dan penglihatan, sehingga lebih

mudah menerima dan memahami pesan yang disampaikan oleh

pemateri.

2. Berdasarkan pembuatannya dan penggunaannya

a. Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip, slide, dan

sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor

b. Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan-

bahan setempat.

3. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur media kesehatan

a. Media cetak

1) Leaflet

Merupakan bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui

lembaran yang dilipat. Keuntungan menggunakan media ini

antara lain : sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri


50

serta praktis karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran

dapat melihat isinya disaat santai dan sangat ekonomis,

berbagai informasi dapat diberikan atau dibaca oleh anggota

kelompok sasaran, sehingga bisa didiskusikan, dapat

memberikan informasi yang detail yang mana tidak diberikan

secara lisan, mudah dibuat, diperbanya dan diperbaiki serta

mudah disesuaikan dengan kelompok sasaran.

2) Booklet

Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan- pesan

kesehatan dalam bentuk tulisan dan gambar. Booklet sebagai

saluran, alat bantu, sarana dan sumber daya pendukungnya

untuk 21 menyampaikan pesan harus menyesuaikan dengan isi

materi yang akan disampaikan.

3) Flyer (selembaran)

4) Flip chart (lebar balik)

Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam

bentuk buku di mana tiap lembar berisi gambar peragaan dan

lembaran baliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang

berkaitan dengan gambar.

5) Rubrik (tulisan-tulisan surat kabar)

b. Media elektronik
51

1) Slide

Slide (film bingkai) adalah suatu film transparansi yang berukuran

35 mm dengan bingkai 2x2 inci. Bingkai tersebut terbuat dari

karton atau plastik.Film bingkai diproyeksikan melalui slide

projector

2) Video

Video adalah teknologi untuk menangkap, merekam, memproses,

mentransmisikan dan menata ulang gambar bergerak.

c. Media papan

2.7 Konsep Media Video

2.7.1 Pengertian Konsep Media Video

Media video merupakan salah satu media audio visual. (Azhar Arsyad,

2014) menyatakan bahwa video dapat menggambarkan suatu objek yang

bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai. Media

video pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi,

dan pendidikan. Video dapat menyajikan informasi, memaparkan proses,

menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan,

menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.

(Cecep Kustandi ,2013) mengungkapkan bahwa video adalah alat yang

dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-


52

konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau

memperlambat waktu dan mempengaruhi sikap.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa media

video pembelajaran adalah media audio visual yang dapat menampilkan

gambar yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang

sesuai yang menyajikan informasi memaparkan proses, menjelaskan konsep-

konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau

memperlambat waktu dan mempengaruhi sikap untuk membantu pemahaman

terhadap suatu materi pembelajaran.

2.7.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Media Video

Oleh sebab itu, dalam memilih media pembelajaran yang tepat menurut

Erickson (Hidayat, 2011) dapat kita rumuskan dalam satu kata ACTION, yaitu

akronim dari: access, cost, technology, interactivity, organization dan noveltya.

1. Acces, media yang diperlukan dapat tersedia, mudah, dan dapat

dimanfaatkan siswa.

2. Cost, media yang akan dipilih atau digunakan, pembiayaannya dapat

dijangkau.

3. Technology, media yang akan digunakan apakah teknologinya tersedia dan

mudah menggunakannya.
53

4. Interactivity, media yang akan dipilih dapat memunculkan komunikasi dua

arah atau interaktivitas. Sehingga siswa akan terlibat (aktif) baik secara

fisik, intelektual dan mental.

5. Organization, dalam memilih media pembelajaran tersebut, secara

organisatoris mendapatkan dukungan dari pimpinan sekolah (ada unit

organisasi seperti pusat sumber belajar yang mengelola).

6. Novelty, media yang dipilih tersebut memiliki nilai kebaruan, sehingga

memiliki daya tarik bagi siswa yang belajar.

2.7.3 Karakteristik Media Video

(Daryanto, 2013) menambahkan bahwa karakteristik media video

sebagai media pembelajaran diantaranya yaitu:

1. Ukuran tampilan video sangat fleksibel dan dapat diatur sesuai dengan

kebutuhan, yaitu dengan cara mengatur jarak antara layar untuk tampilan

dengan alat pemutar kaset.

2. Video dapat menyajikan gambar bergerak pada siswa disamping suara

yang menyertainya.

3. Video membantu anda menyampaikan materi yang memerlukan

visualisasi yang mendemonstrasikan hal-hal seperti gerakan motorik

tertentu.

4. Video dapat dikombinasikan dengan animasi dan pengaturan kecepatan

dapat disesuaikan untuk mendemonstrasikan perubahan.


54

5. Video dapat digunakan baik untuk proses pembelajaran tatap muka

maupun jarak jauh tanpa kehadiran guru.

Berdasarkan uraian yang telah diutarakan oleh beberapa ahli di atas

dapat disimpulkan bahwa dalam pemilihan media video sebagai media

pembelajaran, maka harus diketahui karakteristik video yang dapat

mendukung digunakannya sebagai media pembelajaran. Karakteristik

media video sebagai media pembelajaran diantaranya yaitu dapat

menampilkan gambar dengan ukuran yang fleksibel, gambar dapat

dimanipulasi dan dikombinasikan dengan suara, gerakan animasi dan teks

kecepatannya dapat disesuaikan sehingga mendukung pemahaman siswa

dalam mempelajari materi. Selain itu sasaran penggunaan video yang

fleksibel yaitu dapat digunakan secara individual maupun berkelompok

sehingga memudahkan siswa belajar meskipun dalam situasi kelas yang

berbeda.

2.7.4 Kelebihan Dan Kekurangan Media Video

Media video sebagai media pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan

tersendiri. Menurut (Arief S. Sadiman, 2012) menyatakan bahwa media video

sebagai media pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan

media video antara lain yaitu:

1. Dapat menarik perhatian untuk periode-periode singkat dari rangsangan

luar lainnya.
55

2. Demonstrasi yang sulit dapat dipersiapkan dan direkam sebelumnya,

sehingga pada waktu mengajar guru bisa memusatkan perhatian pada

penyajian dan siswanya.

3. Dapat menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang.

4. Keras lemahnya suara dapat diatur.

5. Gambar proyeksi dapat di-beku-kan untuk diamati.

6. Objek yang sedang bergerak dapat dapat diamati lebih dekat.

Sementara kekurangan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan

penggunaan media video dalam proses belajar mengajar adalah :

1. Komunikasi bersifat satu arah dan perlu diimbangi dengan pencarian

bentuk umpan balik yang lain.

2. Kurang mampu menampilkan detail objek yang disajikan secara

sempurna.

3. Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks.

Menurut (Azhar Arsyad, 2014) mengungkapkan bahwa terdapat

keuntungan dan keterbatasan video sebagai media pembelajaran.

Keuntungan media pembelajaran video adalah sebagai berikut:

1. Video dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat

disajikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu.

2. Disamping dapat mendorong dan meningkatkan motivasi, video dapat

menanamkan sikap dan segi-segi afektif.


56

3. Video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau kelompok kecil,

kelompok heterogen maupun perorangan

Sementara keterbatasan media video sebagai media pembelajaran

adalah sebagai berikut:

1. Pengadaan video pada umumnya memerlukan biaya yang mahal dan

waktu yang banyak.

2. Video yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan

belajaryang diinginkan, kecuali video dirancang dan diproduksi khusus

untuk kebutuhan sendiri.

Berdasarkan teori yang telah disampaikan di atas maka dapat

disimpulkan bahwa dalam pengembangan media video ini tidak terlepas

dari kelebihan dan keterbatasan yang dimilikinya. Kelebihan media video

sebagai media pembelajaran adalah mampu menampilkan gambar yang

bergerak secara berulang-ulang maupun dihentikan pada bagian tertentu

sehingga memudahkan mengulang materi yang belum dipahami, praktis

dan efisien waktu, mampu menarik perhatian siswa dengan tampilannya

yang menarik, serta dapat digunakan secara individu maupun dalam

kelompok. Sementara kekurangan media video ini sebagai media

pembelajaran adalah komunikasi akan cenderung bersifat satu arah

sehingga guru harus kreatif dalam memberikan umpan balik, media video

pembelajaran keterampilan menyulam yang secara khusus untuk siswa


57

tunagrahita belum tersedia sehingga media harus diproduksi sendiri.

Sementara itu dalam proses produksinya sangat kompleks sehingga

membutuhkan peralatan yang lengkap, mahal, dan membutuhkan waktu

dan tenaga yang tidak sedikit.

2.7.5 Manfaat Penggunaan Video

Manfaat media video menurut (Andi Prastowo, 2012), antara lain:

1. Memberikan pengalaman yang tak terduga kepada peserta didik.

2. Memperlihatkan secara nyata sesuatu yang pada awalnya tidak mungkin bisa

dilihat.

3. Menganalisis perubahan dalam periode waktu tertentu.

4. Memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk merasakan suatu

keadaan tertentu.

5. Menampilkan presentasi studi kasus tentang kehidupan sebenarnya yang dapat

memicu diskusi peserta didik.

Berdasarkan penjelasan diatas, keberadaan media video sangat tidak

disangsikan lagi di dalam kelas. Dengan video siswa dapat menyaksikan suatu

peristiwa yang tidak bisa disaksikan secara langsung, berbahaya, maupun

peristiwa lampau yang tidak bisa dibawa langsung ke dalam kelas. Siswa pun

dapat memutar kembali video tersebut sesuai kebutuhan dan keperluan

mereka. Pembelajaran dengan media video menumbuhkan minat serta

memotivasi siswa untuk selalu memperhatikan pelajaran.


58

2.9 Kerangka Konsep

Anak Berkebutuhan Khusus


Permasalahan Personal Hygine
1. Tunanetra
1. Makan
2. Tunarungu
2. Pakaian
3. Retardasi mental
3. Menggosok gigi
4. Autisme
4. mandi
5. tunawicara

Dibantu
Cara penanganan untuk Pendidikan kesehatan
menggosok gigi menggunakan media

1. Edukasi 1. Media cetak


Mandiri
2. Modeling a. Leaflet
3. Pelatihan b. Booklet
2. Media elektronik
Tidak
a. Video
dibantu
b. Slide

(Atmaja, 2017, Suyami, 2019, Notoatmodjo, 2019)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan ekperimen yang akan dikembangkan oleh

peneliti . Metode penelitian eksperimen merupakan salah satu metode kuantitatif,

terutama apabila peneliti ingin melakukan percobaan untuk mencari pengaruh

variable independent terhadap variable dependen (Sugiyono, 2017). Berdasarkan

tujuan penelitian, metode penelitian ini menggunakanan preksperimental dengan

desain one group pretest-posttest design bertujuan untuk mengetahui pengaruh

antara variable bebas dan variable terikat. Dalam Penelitian ini hasil yang

dicapai yaitu mengidentifikasikan pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan

media video tentang kemampuan menggosik gigi pada anak retardasi mental

sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.

3.2 Paradigma Penelitian

Pendidikan kesehatan sebagai proses yang mencakup dimensi dan

kegiatan-kegiatan intelektual, psikologi, dan sosial yang diperlukan untuk

meningkatkan kemampuan individu dalam mengambil keputusan secara sadar

dan yang mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga, dan masyarakat

(Induniasih, 2018). Pendidikan kesehatan atau promosi kesehatan suatu yang

diharapkan . Batasan ini tersirat unsur-unsur input (sasaran dan pendidik dari

59
60

pendidikan), proses ( upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain)

dan output ( melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang di harapkan dari suatu

promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan

(Notoatmodjo, 2019).

Anak retardasi mental suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh di

bawah rata rata dan ditandai oleh keterbatasan dan ketidakcakapan dalam

komunikasi sosial. Anak berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal dengan

istilah terbelakangan mental karena kebatasan kecerdasannya, jika ia memiliki

tingkatan kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah normal) sehingga

untuk meneliti tugasnya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik

termasuk dalam program pendidikannya. Akibatnya anak berkebutuhan khusus

retardasi mental ini sukar untuk mengikuti pendidikan di sekolah biasa (Atmaja,

2017).

Kemampuan menggosok gigi merupakan kegiatan yang sangat penting

bagi anak retardasi mental sedang, bahwa banyak anak retardasi mental sedang

yang mengalami masalah pada gigi dan gusi. Pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwasanya anak retardasi mental kurang mampu menjaga

kesehatan gigi dan gusinya sehingga perlu diberikan pelatihan merawat gigi dan

gusinya. Kemampuan Menggosok gigi merupakan suatu kegiatan

membersihkan gigi dan permukaan gigi dari sisa-sisa makanan yang menumpuk
61

dengan memperhatikan prinsip 3T yaitu tekun (menggosok secara perlahan),

teliti (semua permukaan gigi harus disikat), dan teratur waktu untuk menggosok

gigi adalah sesudah makan dan sebelum tidur) (Widyastuti, 2015).

Media video merupakan salah satu media audio visual. bahwa video

dapat menggambarkan suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara

alamiah atau suara yang sesuai. Media video pada umumnya digunakan untuk

tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Video dapat menyajikan

informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit,

mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan

mempengaruhi sikap (Arsyad, 2014).

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu sifat atau nilai dari orang, obyek,

organusasi atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017).

Pada variable penelitian ini terdiri dari variable independent (variable bebas) dan

variable dependen (variable terikat)

1. Variabel independen (Bebas)

Variabel bebas sering disebut variabel perdiktor, stimulus, antecedent.

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab


62

perubahannya atau timbulnya variabel dependen ( terikat ) (Sugiyono,2018 ) .

variable bebas pada penelitian ini pendidikan kesehatan dengan media video.

2. Variabel dependen (Terikat)

Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat , karena adanya variabel bebas (Sugiyono,2018) .

variable terikat pada penelitian ini kemampuan menggosok gigi

3.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian , di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2018). hipotesis dalam penelitian ini

sebagai berikut :

H0 : Ada pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan media vidio tentang

kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental di SLB ABCDE LOB

3.5 Definisi Konseptual Dan Definisi Operasional

3.5.1 Definisi Konseptual

1. Pendidikan Kesehatan

pendidikan kesehatan merupakan dimensi dan kegiatan-kegiatan

intelektual, psikologi, dan sosial yang diperlukan untuk meningkatkan

kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan secara sadar dan yang

mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga, dan masyarakat. Hasil yang di


63

harapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari

promosi kesehatan (Induniasih, 2018).

2. Kemampuan Menggosok Gigi

Kemampuan menggosok gigi merupakan kegiatan yang sangat penting

bagi anak retardasi mental sedang, bahwa banyak anak retardasi mental

sedang yang mengalami masalah pada gigi dan gusi. Pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwasanya anak retardasi mental kurang mampu menjaga

kesehatan gigi dan gusinya sehingga perlu diberikan pelatihan merawat gigi

dan gusinya. Membersihkan gigi dan permukaan gigi dari sisa-sisa makanan

yang menumpuk dengan memperhatikan prinsip 3T yaitu tekun (menggosok

secara perlahan), teliti (semua permukaan gigi harus disikat), dan teratur

waktu untuk menggosok gigi adalah sesudah makan dan sebelum tidur).

(Widyastuti, 2015).

3. Media Video

Media video merupakan media audio visual video. bahwa video dapat

menggambarkan suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara

alamiah atau suara yang sesuai. Media video pada umumnya digunakan untuk

tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Video dapat menyajikan

informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit,


64

mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan

mempengaruhi sikap (Arsyad, 2014).


65

3.5.2 Definisi Operasional


Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variable Definisi Operasional Alat Cara Hasil Skala

Penelitian ukur Ukur Ukur

1 Pendidikan Pendidikan kesehatan adalah - - - -


segala upaya untuk
kesehatan
mempengaruhi orang lain
menggunakan
baik individu, atau
video masyarakat, sehingga mereka
melakukan apa yang
diharapakan oleh pendidikan
aatau promosi kesehatan
dengan menggunakan video
yang akan dilakukan oleh
peneliti 3x dalam seminngu
selama 4 menit penayangan.

2 Kemapuan Keterampilan Anak retardasi From Observas Mandiri Ordinal


mental dalam melakukan
Menggosok ceklist i = 50-63
tindakan menggosok gigi
gigi dibantu
untuk menilai kemampuan
pada responden = 36-49

tidak

mampu

= 21-35
66

3.6 Populasi Dan Sample Penelitian

3.6.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek / subyek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik terntentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudia di Tarik kesimpulannya (Sugiyono,

2018). Populasi dalam penelitian ini sebanyak 30 orang siswa SLB ABCDE

LOB pada anak retardasi mental.

3.6.2 Teknik Pengambilan Sample

Teknik sampling merupakan proses menyeleksi porsi dari populasi

untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang

ditempuh dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar

sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian (Nursalam, 2015). Penelitian ini

menggunakan teknik penelitian total sampling. Total sampling merupakan

teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi

(Sugiyono, 2007). Sample yang di gunakan dalam penelitian ini berjumalah 30

anak retardasi mental.

3.7 Etika Penelitian

Etika penelitian mencakup perilaku peneliti atau perlakuan peneliti

terhadap subjek penelitian serta sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi

masyarakat.Peneliti dalam melakukan penelitian hendaknya berpegang teguh


67

pada etika penelitian, meskipun penelitian yang dilakukan tidak merugikan atau

membahayakan subjek (Notoatmodjo, 2012). Secara garis besar dalam

melakukan penelitian prinsip yang harus dipegang adalah :

1. outonomy

Infomed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum peneliti memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek

mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Dalam

informed consent ada beberapa informasi yang mudah dihubungi dan lain-lain

(Hidayat, 2010). Semua responden yang bersedia menjadi sebjek penelitian

menandatangani lembar persetujuan di bantu oleh guru, orang tua, rekan

peneliti.

2. Anonimty (Tanpa nama)

Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan

(Hidayat, 2010). Peneliti hanya menuliskan nama inisial pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disampaikan.


68

3. Kerahasiaan (Confidentialy)

Setiap orang memiliki hak dasar individu dalam memberikan informasi. Oleh

sebab itu peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan

kerahasiaan subjek. Peneliti cukup menggunakan coding sebagai identitas

pasien (Notoatmodjo, 2012). Semua info yang telah dikumpulkan oleh

peneliti dijamin kerahasiaanya dengan tidak menyebarkan dan menyimpan

data folder yang diproteksi.

4. Beneficence (berbuat baik) dan Non-Maleficence (tidak merugikan)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada

khususnya. Penelitian hendaknya meminimalkan dampak yang merugikan

pada subjek. Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah

atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stress, maupun kematian

subjek penelitian (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini manfaat

diperoleh responden yaitu mengetahui kemampuan menggosok gigi

menggunakan media video agar anak mampu latih secara mandiri.

5. Prinsip keadilan dan keterbukaan (Respect for justice on inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan dan keterhatihatian. Selain itu, lingkungan peneliti perlu

dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan yaitu dengan


69

menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan menjamin bahwa semua

subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keutungan yang sama, tanpa

membedakan agama, etnis, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012). Penelitian

ini memberikan perlakuan yang sama kepada responden tanpa membeda-

bedakan agama, suku, etnis, dan sebagainya, serta peneliti menjelaskan

maksud dari penelitian yang dilakukan.


BAB IV

DESAIN PENELITIAN
4.1 Pengumpulan Data

4.1.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah segala peralatan yang digunakan untuk

memperoleh, mengelola, dan mengintreprasikan informasi dari para responden

yang dilakukan dengan pola pengukuran yang sama (Nasir, 2011). Penelitian

ini untuk pendidikan kesehatan dengan menggunakan media vidio tentang

kemampuan menggosok gigi. Mengetahui kemampuan menggosok gigi pada

anak dengan menggunaan lembar checklist/kuesioner. Yang di isi dan bantu

dari keluarga responden, guru dan rekan peneliti. terdiri dari 21 pertanyaan

untuk mengukur kemampuan menggosok gigi anak tersebut. Lembar kuesioner

ini di ambil dari (Fachruniza, 2016) dengan hasil layak digunakan sebagai alat

pengumpulan data.

Lembar obsevasi cheklist kuesioner terdapat dari 3 kolom dengan kode

(1) tidak dilakukan dengan skor 21-35 bahwa anak tidak melakukan sama

sekali, kode (2) dibantu dengan skor 36-49 bahwa anak di bantu oleh guru,

orang tua, rekan peneliti, kode (3) dilakukan dengan skor 50-63 bahwa anak

mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.

70
71

4.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Pengumpulan data dalam

penelitian ini diambil dari data primer. Data primer merupakan sumber data

yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2017).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan

intervensi. Sebelum pengambilan data peneliti di bantu oleh endomerator (guru)

dan menyamakan presepsi dengan endomerator terkait proses observasi

terhadap siswa/responden setelah itu dilakukan teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini pertama memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan

tujuan pada calon responden, lalu melakukan informed consent kepada, orang

tua, guru setelah itu peneliti memberikan pre tes dengan melihat responden cara

menggosok gigi dengan dibagi menjadi 5 kelompok, 1 kelompok terdiri dari 6

anak. yang didampingi dan dinilai oleh endomerator setelah di berikan pre tes

peneliti melaksanakan intervensi penelitian memberikan video tentang

menggosok gigi kepada seluruh responden dengan durasi 4 menit sebanyak 7x

penayangan video selama 2 minggu dimulai dari tanggal 26 Agustus-7

September, para endomerator mendamping perkelompoknya untuk

mempraktekan cara menggosok gigi setelah intervensi diberikan selama 7x

penayangan video di berikan post test dengan melihat responden cara

menggosok gigi.
72

4.2 Langkah Penelitian

A. Tahap Persiapan

a) Administrasi

1) Melakukan perizinan dari pihak SLB ABCDE LOB. Surat izin penelitian

merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam suatu proses

penelitian. Untuk itu dalam penelitian ini surat izin penelitian menjadi

prioritas guna membantu memperlancarkan jalannya sebuah penelitian

ditempat lokasi penelitian

2) Peneliti memperkenalkan diri serta menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian di SLB ABCDE LOB.

b) Praktis

Setelah mendapatkan data dari pihak SLB ABCDE LOB, peneliti menyiapkan

alat bahan dan ruangan yang digunakan untuk dilakukannya intervensi.

B. Tahapan Pelaksanaan

1. Anak retardasi mental di kumpulkan di sebuah aula oleh guru

2. Peneliti memperkenalkan diri serta menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian di SLB ABCDE LOB

3. Peneliti memberikan pre tes kepada responden dan di bantu oleh 5 guru

beserta rekan peneliti

4. Peneliti melakukan gosok gigi lalu peneliti mengobservasi setiap anak

pada saat melakukan gosok gigi


73

5. Peneliti memberikan pendidikan kesehatan menggunakan media video ke

setiap anak lalu di praktekan, pemberian pendidikan kesehatan

menggunakan media video sebanyak 3x dalam seminggu dengan durasi

video 4 menit

6. Hari pertama pertama peneliti membagian lembar checklist kuesioner

kepada guru dan rekan peneliti untuk melihat kemampuan anak dalam

menggosok gigi sebelum di berikan intervensi, kemudian peneliti

melakukan pemberian pendidikan kesehatan mengan media video tentang

menggosok gigi. Pada hari kedua dan ketiga sampe dengan hari ketujuh

peneliti melakukan penelitian pemberian pendidikan kesetahan dengan

media video tentang menggosok gigi dengan durasi 4 menit dan peneliti

mengajarkan cara menggosok gigi dengan benar.

7. Peneliti memberikan pre tes kepada responden di hari ke 7 dan di bantu

oleh guru beserta rekan peneliti, lalu dikumpulkan kembali kepada

peneliti

8. Setelah terkumpul lembar checklist, peneliti memeriksa kelengkapan data

dan jawaban dari lembar checklist yang telah di isi.

B. Tahap Akhir

1. Melakukan pengelolahan data (editing, coding, tabulating, entry,

cleaning).

2. Melakukan analisis data univariat dan bivariat.


74

3. Interpretasi hasil penelitian

4.3 Pengolahan dan Analisa Data

4.3.1 Pengolahan data

Sebelum di analisis, data di olah terlebih dahulu. Kegiatan dalam

mengolah data menurut (Saryono, 2011) meliputi :

1. Editting

adalah upaya untuk memeriksa kembali kebeneran data yang diperoleh atau

dikumpulkan. Peneliti memeriksa dan memastikan data sudah lengkap

2. Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang

terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila

pengolahan data dengan menggunakan computer. Kuesioner kemampuan

menggosok gigi terdapat 21 pertanyaan dengan mengisi lembar checlist pada

kuesioner dan terdapat 3 kolom, tidak mampu dengan kode 1, dibantu dengan

kode 2, mandiri kode 3.

3. Scroring

Scoring adalah memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu diberi

penilaian atau skor.

Penilaian kemampuan menggosok gigi bila responden tidak mampu dengan

kode 1, dibantu kode 2, mandiri kode 3


75

Skor penilaian dibagi menjadi 3 :

Skor : 50 – 63 = Mandiri

36 – 49 = Dibantu

21 - 35 = Tidak mampu

4. Tabulating

Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel. Jawaban-jawaban yang telah

diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel.

4.3.3 Analisa Data

Analisa dalam penelitian ini meliputi :

A. Analisa Univariat

Analisa univarriat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variable penelitian. Bentuk analisis univariat

bergantung pada tipe datanya. Biasanya analisis ini hanya menghasilkan

distribusi frekuensi dan presentase masing-masing variabel (Notoatmodjo,

2012). Penelitian ini hasil analisis berupa distribusi frekuesnsi dan

persentase setiap variable. Modul perhitungan analisis univariat :

f
ρ x 100
n

Keterangan:

P = Persentase responden

F = Frekuensi dalam kriteria


76

N = Total Responden

B. Uji Normalitas

Uji normalitas yaitu untuk menemukan distribusi hasil penelitian apakah

berdistribusi normal atau tidak. Dari penelitian ini uji normalitas yang

digunakan adalah Shapiro wilk dengan nilai sig < 0,05. Rumus yang

digunakan untuk uji Shapiro wilk adalah sebagai berikut :

Keterangan :

D = Berdasarkan rumus dibawah

ai = Koefisien test Shapiro wilk

Xn-i+1 = Angka ke pada data

xi = Angka ke-i pada data

(Rahmi dan Nuraini, 2021)

C. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa untuk mengetahui interaksi dua variabel, baik

berupa komperatif, asosiatif maupun korelatif. Terdapat uji parametrik dan

non parametrik pada analisa bivariat (Saryono, 2011). Karena uji normalitas <

0,05 maka uji variabel yang digunakan yaitu uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil

uji tersebut, didapatkan hasil p value < 0,05 maka H0 ditolak yang artinya ada

pengaruh yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi diberikan.


77

Z= T-1/4N(N+1)

1/24(N)(N+1)(2N+1)

T : Selisih terkecil

N : Jumlah sampel (angka yang sama dihilangkan)

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Peneltian ini dilaksanakan di SLB ABCDE LOB dimulai dari bulan 26

Agustus- 7 September
78

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Distribusi Frekuensi Sebelum diberikan intervensi pendidikan kesehatan tentang

kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental di SLB ABCDE LOB

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Sebelum dilakukan intervensi pendidikan kesehatan


menggunakan media video tentang kamampuan anak retardasi mental

Kemampuan Sebelum f %
anak RM
Tidak dilakukan 10 33.3
dibantu 17 56.7
mandiri 3 10.0
total 30 100.0

Berdasarkan tabel 5.1 sebelum dilakukan intervensi pendidikan kesehatan


tentang kemampuan menggosok gigi menggunakan media video dengan jumlah 17
anak dibantu (56.7%).
79

5.1.2 Distribusi Frekuensi sesudah diberikan intervensi pendidikan kesehatan tentang

Tabel 5.1.2

Distribusi Frekuensi Sesudah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan


menggunakan media video tentang kamampuan anak retardasi mental

Kemampuan anak Sesudah f %


Rm
Dibantu 7 23.3
Mandiri 23 76.7
Total 30 100.0

Berdasarkan tabel 5.1.2 sesudah dilakukan intervensi pendidikan kesehatan tentang


kemampuan menggosok gigi menggunakan media video dengan jumlah 23 anak
mandiri (76.6%)
80

5.1.3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Video Tentang

Kemampuan Menggosok Gigi Pada Anak Retardasi Mental

Tabel 5.1.3

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Video Tentang Kemampuan


Menggosok Gigi Pada Anak Retardasi Mental

Anak Retardasi Mean SD p-value


Mental
Sebelum Intervensi 1.77 0.626 0.000
Sesudah Intervensi 2.90 0.305

Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan hasil sebelum dan sesudah diberikan


intervensi Pendidikan Kesehatan menggunakan media video tentang kemampuan
menggosok gigi bahwa nilai P-value <0,000. hal ini di simpulkan bahwa terdapat
pengaruh Pendidikan Kesehatan menggunakan media video tentang menggosok gigi
sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada anak retardasi mental di SLB ABCDE
LOB.
81

5.2 Pembahasan

5.2.1 Sebelum diberikan Pendidikan Kesehatan Menggunakan media video tentang

kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental

Berdasarkan Tabel 5.1.1 sebelum dilakukan intervensi pendidikan

kesehatan tentang kemampuan menggosok gigi menggunakan media video, di

bantu dengan jumlah 17 anak (56.7%), tidak dilakukan 10 anak (33.3%),

mandiri 10 anak (10.0%). Anak dikatakan mandiri apabila mampu

mempraktikan dengan benar dan tanpa bantuan orang lain, anak dikatakan

dibantu apabila mempraktikan dengan benar namun dengan bantuan verbal atau

non verbal, anak dikatakan tidak dilakukan apabila tidak mampu mengerjakan

dengan benar walaupun dengan bantuan verbal dan non verbal ( Hardiyanti,

2016).

Anak retardasi mental yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat

kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk

mengamati tugas perkembangnya memerlukan bantuan atau layanan secara

khusus, termasuk di dalamnya kebutuhan program pendidikan dan

bimbingannya. Kondisi retardasi mental dalam praktik kehidupan sehari-hari di

kalangan awam sering kali disalahpersepsikan, terutama bagi keluarga yang

mempunyai anak retardasi mental, yakni berharap dengan memasukkan anak

retardasi mental ke dalam lembaga pendidikan, kelak anaknya dapat

berkembang sebagaimana anak normal lainnya. Berdasarkan kapasitas


82

kemampuan yang bisa dirujuk sebagai dasar pengembang potensi, anak

retardasi mental dapat di klasifikasikan menjadi; (a) anak retardasi mental

memiliki kemampuan umum didik dengan rentang IQ 50-75 (b) anak retardasi

mental memiliki kemampuan untuk dilatih dengan rentang IQ 25-50, (c) anak

retardasi mental memiliki kemampuan untuk dirawat dengan rentang IQ 25-

kebawah (Hallahan & Kauffman, 1991).

Kemampuan anak retardasi mental dalam menggosok gigi merupakan

kegiatan anak sangat penting bagi anak retardasi mental sedang, sebagaimana

yang dipaparkan oleh Warner ( dalam Maria J Wantah, 2007) bahwa banyak

anak retardasi mental sedang mengalami masalah pada gigi dan gusi. Pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwasanya anak retardasi mental kurang menjaga

kesehatan gigi dan gusinya sehingga perlu diberikan perawatan gigi dan

gusinya. Skor 1 jika siswa tidak mampu mempraktikan dengan ,Skor 2 jika

siswa mampu mempraktikan dengan benar namun dengan bantuan guru/orang

tua, Skor 3 jika siswa mampu mempraktikan sendiri dengan benar tanpa

bantuan guru/orangtua (Fachruniza, 2016).

Hasil peneliti penelitian ini sebelum dilakukan intervensi pendidikan

kesehatan tentang kemampuan menggosok gigi menggunakan media video di

bantu dengan jumlah 17 anak (56.7%). Hasil penelitan (Latuconsina, 2019) di

dapatkan hasil paling banyak dari kategori tidak lakukan 65,% hal ini di

karenakan Pengetahuan anak tersebut akan semakin maksimal bila dipengaruhi


83

oleh intensitas perhatian serta persepsi seseorang terhadap objek. Objek dari

siswa yaitu media video yang menarik siswa untuk menonton berulang kali,

sehingga pengetahuan responden meningkat karena video terdiri dari suara,

animasi, yang dapat memacu stimulus untuk mengingat pesan yang

disampaikan (Enriani, dkk, 2013)

Dari hasil kuesioner di dapatkan anak retardasi mental lebih sering di

bantu dalam menggosok gigi bagian dalam. Dikarenakan anak retardasi mental

mempu dilatih untuk beberapa keterampilan tertentu. Meskipun sering

merespons lama terhadap pendidikan dan pelatihan (Atmaja, 2017).

5.2.2 Sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan Menggunakan media video tentang

kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental

Berdasarkan Tabel 5.1.1 sesudah dilakukan intervensi pendidikan

kesehatan tentang kemampuan menggosok gigi menggunakan media video

jumlah 7 anak dibantu (76.7%), 23 anak mandiri (23.3%).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendidikan kesehatan

menggunakan media video kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi

mental di SLB ABCDE LOB meningkat menjadi mandiri dengan jumlah 7 anak

(76.7%). (Smaldino, 2012) menyatakan bahwasanya pendidikan kesahatan

menggunakan media video dapat menimbulkan minat yang bersifat

multisensorik, memacu kerjasama dan belajar koperatif. Sebagaimana pendapat


84

(Yeni Meimulyadi dan Caryoto, 2016) bahwasanya anak retardasi mental

mempunyai daya tangkap sangat lambat sehigga diperlukan alat peraga atau

media untuk menarik minat anak dan supaya anak tidak cepat bosan karena

mereka sekali bosan dalam menerima pembelajaran. Sejalan dengan penelitian

(Kantohe, 2016) Hasil penelitian menunjukan kelompok yang diberikan media

video terdapat perbedaan nilai hasil penguruan yaitu 80,47% menjadi 90,78%.

Hal ini di karenakan hal ini disebabkan karena menggunakan media video,

dalam pembelajaran dapat memberikan pegalaman belajar yang lebih lengkap,

jelas, variatif, menarik serta menyenangkan, media video juga

mengikutsertakan banyak panca indera sehingga lebih mudah dipahami, lebih

menarik karena ada suara dan gambar, bertatap muka, penyajiannya mudah

dipahami dan bisa diulang-ulang, sedangkan kelompok kontrol peneliti hanya

meggunakan phantom dan sikat gigi sebagai peraga dengan metode demontrasi

hal ini disebabkan karena keterbatasan daya tangkap anak berkebutuhan khusus

dan kurang kooperatifnya anak dalam memperhatikan penyuluhan dengan

menggunakan phantom dan sikat gigi sebagai alat peraga.

Dari hasil Kuesioner di dapatkan anak retardasi mental lebih banyak

mandiri dikarenakan anak sering terlatih dan belajar. Anak retardasi mental

memiliki keterlambatan berfikir maka diperlukan latihan terus menerus yang

berulang agar anak dapat mengerti dan membiasakannya (Suryadi, 2021).


85

5.2.3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Video Tentang

Kemampuan Menggosok Gigi

Hasil analisi data didapatkan nilai signifikasi (p) 0,00 artinya p < ,

dengan nilai <0,05 yang berarti ada pengaruh terhadap Pendidikan Kesehatan

menggunakan media video. Hasil analisi data didapatkan nilai signifikasi (p)

0,00 artinya p < , dengan nilai <0,05 yang berarti ada pengaruh terhadap

Pendidikan Kesehatan menggunakan media video. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian (Ilmazura, 2020) hasil penelitian posttes>prettest menunjukan bahwa

penyuluhan menyikat gigi pada anak retardasi mental dapat meningkatkan

pengetahuan tentang menyikat gigi pada anak retardasi mental, sehingga

terdapat manfaat penyuluhan menyikat gigi pada anak retardasi mental di SLB

Wiyata Dharma IV Godean.

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitan pengaruh pendidikan

kesehatan dengan menggunakan media video tentang menggosok gigi memiliki

pengaruh pada kemandirian anak retardasi Berdasarkan penelitian tersebut

bahwa media video berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan diri siswa

retardasi mental, hasil penelitian menunjukan bahwa setelah di lakukan

pendidikan kesehatan menggunakan video selama 7x penayangan di peroleh

peningkatan nilai dari 36,78 menjadi 74,28 (Arif, 2019).

Dari karakteristik frekuensi umur di dapatkan hasil data 7 tahun dengan

jumlah 3 anak (10.0%), 8 tahun dengan jumlah 5 anak (16.7%), usia 9 tahun
86

dengan jumlah 4 anak (13.3), usia 10 tahun dengan jmlah 5 anak (16.7%), usia

11 tahun dengan jumlah 7 anak (23.3%), usia 12 tahun dengan jumlah 6 anak

(20.0%). Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikie seseorang

semakin bertaham umur semakin berkembang pola daya dan pola pikirnya. 7-12

tahun, dimana anak dengan usia perkembangan sudah masuk dalam tahap cara

berfikir logis, masuk akal dan semakin tersosialisasikan, kemudian menurut

Motto (2017) bahwa anak dengan kategori usia 8-15 tahun sudah mampu

memahami dan bernalar tentang kemampuan menggosok gigi.

Dari karakteristik frekuensi siswa pada jenis kelamin laki-laki dengan

jumalah 20 anak (66.7%), perempuan dengan jumlah 10 anak (33.3%). Saat

peneliti melakukan observasi siswa jenis kelamin perempuan banyak

memperhatikan penyuluhan yang di sampaikan dan juga duduk pada bagian

terdepan sehingga materi yang di sampaikan dapat diterima oleh siswa tersebut.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyo (2013) bahwa

secara umum kecerdasan anak laki-laki dan perempuan kurang lebih sama,

namun tetap ada perbedaan secara kognitif antara keduanya. Anak perempuan

memiliki daya ingat jangka panjang yang lebih dibandingkan laki-laki.


87

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Dari hasil pengolahan data penelitian yang telah dilakukan, diperoleh

kesimpulan bahwa :

1. Rata–rata anak retardasi mental di SLB ABCDE LOB sebelum diberikan

intervensi Pendidikan Kesehatan menggunakan media video tentang

kemampuan menggosok gigi lebih banyak pada 17 anak (56.7%) dengan

kategori dibantu

2. Rata–rata anak retardasi mental di SLB ABCDE LOB sesudah diberikan

intervensi Pendidikan Kesehatan menggunakan media video tentang

kemampuan menggosok gigi lebih banyak pada 23 anak (76.6%) dengan

kategori mandiri

3. Pengaruh Pendidikan Kesehatan menggunakan media video tentang

kemampuan menggosok gigi didapatkan nilai signifikasi yang nilai signifikasi

(p) 0,000 artinya p < , dengan nilai < 0,005 yang berarti ada pengaruh

Pendidikan kesehatan menggunakan media video tentang kemampuan

menggosok gigi pada anak retardasi mental di SLB ABCDE LOB.


88

6.2 SARAN

1. Bagi guru di SLB ABCDE LOB

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan khusus nya tentang kemampuan

menggosok gigi untuk anak mampu melatih agar mampu secara mandiri.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan lebih banyak menambah daerah penelitian sehingga dapat

terjangkau sasaran peneliti untuk menambah sample yang lebih banyak dan

mengetahui sejauh mana masalah kemampuan menggosok gigi pada anak

yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan.

3. Bagi perawat

Diharapkan lebih menambah wawasan dan ilmu yang semakin modern dalam

dunia digital
DAFTAR PUSTAKA

Arif. (2019). Media Video Berpengaruh Dalam Meningkatkan Kemampuan Diri


Siswa Retardasi Mental. 13–38.
Atmaja. (2017). Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. PT Remaja
Rosdakarya.
Evi, N. (2020). Gambaran Anak dengan Retardasi Mental. Jurnal Psikologi
Pendidikan Dan Pengembangan Sdm, 9(2), 47–53.
https://ejournal.borobudur.ac.id/index.php/psikologi/article/view/718/680
Ghofur. (2014). H Kara, O An. Paper Knowledge . Toward a Media History of
Documents, 7(2), 107–115.
H Kara, O. A. M. A. (2014). Riskesdas, 2013. Paper Knowledge . Toward a Media
History of Documents, 7(2), 107–115.
Ilmazura. (2020). Pengaruh vidio animasi terhadap kemampuan bina diri anak
tunagrahita ringan pada pemebelajaran bina diri di SLB tuna kasih Surabaya.
Latuconsina. (2019). Pengaruh penyuluhan dengan media vidio terhadap tingkat
pengetahuan menyikat gigi pada anak tunagrahita.
Notoatmodjo. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video Tentang
Personal Hygiene Terhadap Tingkat Kemandirian Pada Anak Retardasi Mental
Di Sekolah Luar Biasa Siwi Mulia Kota Madiun. Skripsi, 1–136.
http://repository.stikes-bhm.ac.id/645/1/1.pdf
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian: Metodologi penelitian Skripsi. Rake
Sarasin, 36.
Onainor, E. R. (2019). Retardasi Mental Pada Anak. 1, 105–112.
Pujiwidodo, D. (2016). PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGOSOK GIGI
MELALUI MEDIA BONEKA GIGI PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI
SEDANG KELAS IV DI SLB-C RINDANG KASIH SECANG. III(2), 2016.

Sugiyono. (2017). Metodologi Penelitian. Journal of Chemical Information and


Modeling, 8(9), 1–58.
Suriadi, D. (2021). Pengaruh Metode Latihan Terhadap Kebiasaan Menyikat Gigi
Serta Kebersihan Gigi Dan Mulut Penyandang T. Jurnal Ilmiah Keperawatan
Gigi (JIKG), 3(2).
Wijayanti, K., & Astuti, I. T. (2021). Pengalaman Orangtua dalam Merawat Anak
Kanker. Jurnal Keperawatan, 13(3), 597–604.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v13i3.1191
90
91
92

LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Satuan Acara Penyuluhan (SAP)

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(SAP)

Pokok pembahasan : Pemberian Pendidikan kesehatan tentang kemampuan

menggosok gigi

Waktu : 15-30 menit

Sasaran : Anak Retardasi mental

Pemberian materi : Poppy Nur Septiani

A. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah mengikuti kegiatan Pendidikan kesehatan tentang kemampuan

menggosok gigi mampu menambah kemandirian pada anak retardasi

mental di Slb ABCDE LOB

2. Tujuan Khusus

a. Setelah mengikut kegiatan Pendidikan kesehatan ini anak retardasi

mental di Slb ABCDE LOB mampu mengetahui tentang kemampuan

menggosok gigi
b. Sesudah mengikuti kegiatan Pendidikan kesehatan ini anak retardasi

mental di Slb ABCDE LOB mampu memahami tentang kemampuan

menggosok gigi

B. Materi : Pendidikan kesehatan tentang kemampuan menggosok gigi

C. Media : Vidio

D. Metode : Metode Simulasi dan Metode Video

E. Prosedur pelaksanaan

NO KOMPONEN WAKTU ALAT UKUR

A PENGKAJIAN 10 Menit Lembar


1. Melakukan informed consent
observasi
2. Melakukan kontrak waktu
selama pelaksanaan
3. Kaji Pre Tes kemampuan
menggosok gigi
4. Peneliti memberikan
pendidikan kesehatan dengan
menggunakan media video
dengan durasi 10-15 menit
B PESIAPAN ALAT DAN BAHAN 3 menit
1. Sikat gigi untuk anak retardasi
mental
2. Pasta gigi
3. Gelas kumur/cangkir
4. Tissue
Persiapan pasien
1. Anak diberikan penjelasan
tentang hal-hal atau prosedur
yang akan dijelaskan
2. Menanyakan kesiapan anak
sebelum kegiatan dilakukan
3. Memberikan posisi senyaman
mungkin
C PELAKSANAAN PROSEDUR 4 menit
MENGGOSOK GIGI
1. Mengambil sikat gigi
2. Memegang sikat dengan bulu
sikat menghadap ke atas
3. Menuangkan pasta gigi dari
ujung bulu sikat gigi
4. Mengambil gelas berisi air
bersih/matang lalu kumur
kumur
5. Menggosok gigi depan dengan
cara naik turun
6. Menggosok gigi bagian
samping kanan cara maju
mundur
7. Menggosok gigi bagian
samping kiri dengan cara maju
mundur
8. Menggosok gigi bagian kunyah
sebelah kanan dengan cara maju
mundur
9. Menggosok gigi bagian kunyah
sebelah kiri atas dengan cara
maju mundur
10. Menggosok gigi bagian kunyah
sebelah kanan bawah dengan
cara maju mundur
11. Menggosok gigi bagian kunyah
sebelah kiri bawah dengan cara
maju mundur
12. Menggosok gigi bagian dalam
kanan atas dengan cara maju
mundur
13. Menggosok gigi bagian dalam
kiri atas dengan cara maju
mundur
14. Menggosok gigi bagian dalam
kanan bawah dengan cara maju
mundur
15. Menggosok gigi bagian dalam
kiri bawah dengan cara maju
mundur
16. Menggosok gigi dalam bagian
depan atas
17. Menggosok gigi dalam bagian
depan bawah
18. Menggosok lidah vertikal
19. Berkumur dengan air bersih dan
busanya hilang
20. Membersihkan peralatan
menggosok gigi
21. Mengembalikan peralatan
menggsok gigi
D PENUTUP 5 menit
1. Melakukan pre tes kemampuan
menggosok gigi
LAMPIRAN 2 Standar Operasional Prosedur Menggosok Gigi (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MENGGOSOK GIGI

(SOP)

A. DEFINISI

Menggosok gigi merupakan upaya atau cara yang terbaik untuk perawatan

gigi dan dilakukan paling sedikit 2x sehari yaitu pagi dan waktu akan tidur.

B. TUJUAN

1. Membersihkan gigi dari kotoran sisa makanan dan menciptkan kesegaran

bau

2. Membiasakan untuk sikat gigi

3. Membiasakan untuk bertanggung jawab dengan kebersihan diri

4. Membiasakan untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan tubuh

C. SASARAN

Anak Slb ABCDE LOB

D. Penelian

Skor 1 : Jika siswa tidak mampu mempraktikan dengan benar

Skor 2 : Jika siswa mampu mempraktikan dengan benar namun

dengan bantuan guru/orangtua

Skor 3 : Jika siswa mampu mempraktikan sendiri dengan benar tanpa

bantuan guru/orangtua
E. PROSEDUR

NO KOMPONEN Dilakukan Di bantu Tidak

dilakukan

A PENGKAJIAN
1. Melakukan informed
consent
2. Melakukan kontrak waktu
selama pelaksanaan
3. Kaji Pre Tes kemampuan
menggosok gigi
4. Peneliti memberikan
pendidikan kesehatan
dengan menggunakan
media video dengan durasi
10-15 menit
B PESIAPAN ALAT DAN BAHAN
1. Sikat gigi untuk anak
retardasi mental
2. Pasta gigi
3. Gelas kumur/cangkir
4. Tissue
Persiapan pasien
1. Anak diberikan penjelasan
tentang hal-hal atau
prosedur yang akan
dijelaskan
2. Menanyakan kesiapan anak
sebelum kegiatan dilakukan
3. Memberikan posisi
senyaman mungkin
C PELAKSANAAN PROSEDUR
1. Mengambil sikat gigi
2. Memegang sikat dengan
bulu sikat menghadap
ke atas
3. Menuangkan pasta gigi
dari ujung bulu sikat
4. Mengambil gelas berisi
air lalu kumur kumur
5. Menggosok gigi depan
dengan cara naik turun
6. Menggosok gigi bagian
samping kanan cara
maju mundur
7. Menggosok gigi bagian
samping kiri dengan
cara maju mundur
8. Menggosok gigi bagian
kunyah sebelah kanan
dengan cara maju
mundur
9. Menggosok gigi bagian
kunyah sebelah kiri atas
dengan cara maju
mundur
10. Menggosok gigi bagian
kunyah sebelah kanan
bawah dengan cara
maju mundur
11. Menggosok gigi bagian
kunyah sebelah kiri
bawah dengan cara
maju mundur
12. Menggosok gigi bagian
dalam kanan atas
dengan cara maju
mundur
13. Menggosok gigi bagian
dalam kiri atas dengan
cara maju mundur
14. Menggosok gigi bagian
dalam kanan bawah
dengan cara maju
mundur
15. Menggosok gigi bagian
dalam kiri bawah
dengan cara maju
mundur
16. Menggosok gigi dalam
bagian depan atas
17. Menggosok gigi dalam
bagian depan bawah
18. Menggosok lidah
vertical
19. Berkumur dengan air
bersih dan busanya
hilang
20. Membersihkan
peralatan menggosok
gigi
21. Mengembalikan
peralatan menggsok gigi
D PENUTUP
1. Melakukan pre tes
kemampuan menggosok
gigi
LAMPIRAN 3 Lembar Observasi

LEMBAR OBSERVASI

A. BIODATA PASIEN

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

B. PETUNJUK

a. Skor 3 : jika anak dilakukan

b. Skor 2 : jika anak di bantu

c. Skor 1 : jika anak tidak dilakukan

NO Kegiatan Skor

1 2 3

1 Mengambil sikat gigi

2 Memegang sikat dengan bulu sikat

menghadap ke atas

3 Menuangkan pasta gigi dari ujung ke ujung

bulu sikat gigi

4 Mengambil gelas berisi air lalu kumur

kumur

5 Menggosok gigi bagian depan dengan cara


naik turun

6 Menggosok gigi bagian samping kanan

dengan cara maju mundur

7 Menggosok gigi bagian samping kiri

dengan cara maju mundur

8 Menggosok gigi bagian kunyah sebelah

kanan atas dengan cara maju mundur

9 Menggosok gigi bagian kunyah sebelah kiri

atas dengan cara maju mundur

10 Menggosok gigi bagian kunyah sebelah

kanan bawah dengan cara maju mundur

11 Menggosok gigi bagian kunyah sebelah kiri

bawah dengan cara maju mundur

12 Menggosok gigi bagian dalam kanan atas

dengan cara maju mundur

13 Menggosok gigi bagian dalam kiri atas

dengan cara maju mundur

14 Menggosok gigi bagian dalam kanan bawah

dengan cara maju mundur

15 Menggosok gigi bagian dalam kiri bawah

dengan cara maju mundur


16 Menggosok gigi dalam bagian depan atas

17 Menggosok gigi dalam bagian depan bawah

18 Menggosok lidah dengan vertical

19 Berkumur dengan air bersih dan busanya

hilang

20 Membersihkan peralatan menggosok gigi

21 Mengembalikan peralatan menggosok gigi


LAMPIRAN 4 Surat Permohonan Responden

SURAT PERMOHONAN JADI RESPONDEN

Kepada Yth :

Responden

Di tempat

Dengan Hormat,

Saya mahasiswa S1 Program Studi Keperawatan Universitas Bhakti Kencana


Bandung :

Nama : Poppy Nur Septiani


NIM : AK.1.18.133
Dengan ini menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian yang
dilakukan oleh peneliti Poppy Nur Septiani yang berjudul “Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Dengan Media Video Tentang Kemampuan Menggosok Gigi Pada
Anak Retardasi Mental Di Slb ABCDE LOB”. Keikutsertaan dalam penelitian ini
dilakukan secara benar, sukarela dan tidak merugikan saudara/i.

Demikianlah surat persetujuan ketersediaan ikut serta dalam penelitian ini saya
buat untuk digunakan seperlunya.

Bandung, Februari 2022

Responden

(...............................)
Hasil pengolahan SPSS

Frequencies

Notes
Output Created 07-SEP-2022 17:21:06
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working 30
Data File
Missing Value Definition of Missing User-defined missing
Handling values are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on
all cases with valid data.
Syntax FREQUENCIES
VARIABLES=sebelum
/STATISTICS=STDDEV
VARIANCE MINIMUM
MAXIMUM MEAN
MEDIAN SKEWNESS
SESKEW KURTOSIS
SEKURT
/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00,00


Elapsed Time 00:00:00,00

Statistics
sebelum
N Valid 30
Missing 0
Mean 1.77
Median 2.00
Std. Deviation .626
Variance .392
Skewness .201
Std. Error of .427
Skewness
Kurtosis -.453
Std. Error of Kurtosis .833
Minimum 1
Maximum 3

sebelum
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid tidak 10 33.3 33.3 33.3
dilakukan
dibantu 17 56.7 56.7 90.0
mandiri 3 10.0 10.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Frequencies

Notes
Output Created 07-SEP-2022 17:14:00
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working 30
Data File
Missing Value Definition of Missing User-defined missing
Handling values are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on
all cases with valid data.
Syntax FREQUENCIES
VARIABLES=sesudah
/STATISTICS=STDDEV
MINIMUM MAXIMUM
MEAN MEDIAN
SKEWNESS SESKEW
KURTOSIS SEKURT
/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00,00


Elapsed Time 00:00:00,41

[DataSet0]

Statistics
sesudah
N Valid 30
Missing 0
Mean 2.77
Median 3.00
Std. Deviation .430
Skewness -1.328
Std. Error of .427
Skewness
Kurtosis -.257
Std. Error of Kurtosis .833
Minimum 2
Maximum 3

sesudah
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid dibantu 7 23.3 23.3 23.3
mandiri 23 76.7 76.7 100.0
Total 30 100.0 100.0

EXAMINE VARIABLES=pretes postes

/PLOT BOXPLOT STEMLEAF NPPLOT

/COMPARE GROUPS

/STATISTICS DESCRIPTIVES

/CINTERVAL 95

/MISSING LISTWISE

/NOTOTAL.

Explore
Notes
Output Created 25-AUG-2022 02:10:19

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>
Split File <none>

N of Rows in Working Data 30


File

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing


values for dependent
variables are treated as
missing.

Cases Used Statistics are based on


cases with no missing
values for any dependent
variable or factor used.

Syntax EXAMINE
VARIABLES=pretes postes

/PLOT BOXPLOT
STEMLEAF NPPLOT

/COMPARE GROUPS

/STATISTICS
DESCRIPTIVES

/CINTERVAL 95

/MISSING LISTWISE

/NOTOTAL.

Resources Processor Time 00:00:01.68

Elapsed Time 00:00:02.00


Case Processing Summary
Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

sebelum_intervensi 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%

sesudah_intervensi 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%

Descriptives
Statistic Std. Error

sebelum_intervensi Mean 1.77 .114

95% Confidence Interval Lower Bound 1.53


for Mean
Upper Bound 2.00

5% Trimmed Mean 1.74

Median 2.00

Variance .392

Std. Deviation .626

Minimum 1

Maximum 3

Range 2

Interquartile Range 1
Skewness .201 .427

Kurtosis -.453 .833

sesudah_intervensi Mean 2.90 .056

95% Confidence Interval Lower Bound 2.79


for Mean
Upper Bound 3.01

5% Trimmed Mean 2.94

Median 3.00

Variance .093

Std. Deviation .305

Minimum 2

Maximum 3

Range 1

Interquartile Range 0

Skewness -2.809 .427

Kurtosis 6.308 .833

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

sebelum_intervensi .312 30 .000 .772 30 .000

sesudah_intervensi .528 30 .000 .347 30 .000


a. Lilliefors Significance Correction

sebelum_intervensi
sebelum_intervensi Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

10.00 1 . 0000000000

.00 1.

17.00 2 . 00000000000000000

.00 2.

3.00 3 . 000

Stem width: 1

Each leaf: 1 case(s)


sesudah_intervensi
sesudah_intervensi Stem-and-Leaf Plot
Frequency Stem & Leaf

3.00 Extremes (=<2)

27.00 0 . 333333333333333333333333333

Stem width: 10

Each leaf: 1 case(s)


EXAMINE VARIABLES=pretes postes

/PLOT BOXPLOT STEMLEAF NPPLOT

/COMPARE GROUPS
/STATISTICS DESCRIPTIVES

/CINTERVAL 95

/MISSING LISTWISE

/NOTOTAL.

Explore
Notes
Output Created 25-AUG-2022 02:10:19

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data 30


File
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing
values for dependent
variables are treated as
missing.

Cases Used Statistics are based on


cases with no missing
values for any dependent
variable or factor used.

Syntax EXAMINE
VARIABLES=pretes postes

/PLOT BOXPLOT
STEMLEAF NPPLOT

/COMPARE GROUPS

/STATISTICS
DESCRIPTIVES

/CINTERVAL 95

/MISSING LISTWISE

/NOTOTAL.

Resources Processor Time 00:00:01.68

Elapsed Time 00:00:02.00

Case Processing Summary


Cases

Valid Missing Total


N Percent N Percent N Percent

sebelum_intervensi 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%

sesudah_intervensi 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%

Descriptives
Statistic Std. Error

sebelum_intervensi Mean 1.77 .114

95% Confidence Interval Lower Bound 1.53


for Mean
Upper Bound 2.00

5% Trimmed Mean 1.74

Median 2.00

Variance .392

Std. Deviation .626

Minimum 1

Maximum 3

Range 2

Interquartile Range 1
Skewness .201 .427

Kurtosis -.453 .833

sesudah_intervensi Mean 2.90 .056

95% Confidence Interval Lower Bound 2.79


for Mean
Upper Bound 3.01

5% Trimmed Mean 2.94

Median 3.00

Variance .093

Std. Deviation .305

Minimum 2

Maximum 3

Range 1

Interquartile Range 0

Skewness -2.809 .427

Kurtosis 6.308 .833

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

sebelum_interven .312 30 .000 .772 30 .000


si
sesudah_interven .528 30 .000 .347 30 .000
si

a. Lilliefors Significance Correction

sebelum_intervensi
sebelum_intervensi Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

10.00 1 . 0000000000

.00 1.

17.00 2 . 00000000000000000

.00 2.

3.00 3 . 000

Stem width: 1

Each leaf: 1 case(s)


sesudah_intervensi
sesudah_intervensi Stem-and-Leaf Plot
Frequency Stem & Leaf

3.00 Extremes (=<2)

27.00 0 . 333333333333333333333333333

Stem width: 10

Each leaf: 1 case(s)


Frequencies
Notes
Output Created 07-SEP-2022 21:16:59
Comments
Input Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working 30
Data File
Missing Value Definition of Missing User-defined missing
Handling values are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on
all cases with valid data.
Syntax FREQUENCIES
VARIABLES=Umur
/STATISTICS=MEAN
MEDIAN MODE
/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00,00


Elapsed Time 00:00:00,02

[DataSet1]

Statistics
Umur
N Valid 30
Missing 0
Mean 9.87
Median 10.00
Mode 11

Umur
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid 7 Tahun 3 10.0 10.0 10.0
8 Tahun 5 16.7 16.7 26.7
9 Tahun 4 13.3 13.3 40.0
10 Tahun 5 16.7 16.7 56.7
11 Tahun 7 23.3 23.3 80.0
12 Tahun 6 20.0 20.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Frequencies

Notes
Output Created 07-SEP-2022 21:25:52
Comments
Input Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working 30
Data File
Missing Value Definition of Missing User-defined missing
Handling values are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on
all cases with valid data.
Syntax FREQUENCIES
VARIABLES=Jenis_Kela
min
/STATISTICS=MEAN
MEDIAN MODE
/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00,02


Elapsed Time 00:00:00,02

Statistics
Jenis Kelamin
N Valid 30
Missing 0
Mean 1.33
Median 1.00
Mode 1

Jenis Kelamin
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Laki-laki 20 66.7 66.7 66.7
Perempuan 10 33.3 33.3 100.0
Total 30 100.0 100.0

Frequencies

Notes
Output Created 07-SEP-2022 21:42:25
Comments
Input Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working 30
Data File
Missing Value Definition of Missing User-defined missing
Handling values are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on
all cases with valid data.
Syntax FREQUENCIES
VARIABLES=Kelas
/STATISTICS=MEAN
MEDIAN MODE
/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00,00


Elapsed Time 00:00:00,00

Statistics
Kelas
N Valid 30
Missing 0
Mean 4.63
Median 5.00
Mode 6

Kelas
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Kelas 1 1 3.3 3.3 3.3
Kelas 2 1 3.3 3.3 6.7
Kelas 3 5 16.7 16.7 23.3
Kelas 4 5 16.7 16.7 40.0
Kelas 5 7 23.3 23.3 63.3
Kelas 6 11 36.7 36.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Hasil Pengisian Instrument

no nama Jenis Kelas usia pre post


kelamin
1 syiva P 1 7 1 3
2 Noviza azahra putri P 4 9 2 3
3 Hilmi faiza nugraha L 2 7 1 3
4 Rizmi aditya L 6 11 2 3
5 Faisal abdul aziz L 3 8 1 3
6 Citra ayuni P 3 8 2 3
7 Asbika oka nuki L 5 10 2 3
8 Rama dwi mulyadi L 3 8 1 2
9 Ihsan dzial ansori L 4 9 2 3
10 Rama firmansyah L 5 10 1 2
11 Ihsan mubarok L 5 10 2 3
12 Rayhan mawinzil L 6 10 1 3
13 Raia gadis P 4 7 1 3
14 Andika pratama N L 6 12 3 3
15 Dapa rendra M L 6 12 2 3
16 M. Hilmi L 4 8 1 2
17 Alfikri L 6 10 2 3
18 Rina rahmawati P 6 11 2 3
19 Alila rizki aini P 6 11 2 3
20 Yusran solihat L 6 12 3 2
21 Ibnu L 4 9 2 3
22 Bagas sofyan L 5 11 2 3
23 Dara dwina P 3 9 1 3
24 Elsa rahayu P 6 11 2 3
25 Mayam azizah P 5 11 2 3
26 Kevin pratama L 6 12 3 3
27 Reska abelino L 5 11 2 3
28 Rusman aditya L 6 12 2 3
29 Dion pranata L 3 8 1 2
30 Devi novita P 6 12 2 2
DOKUMENTASI
Nomor : 380/03.FKP/UBK/2/2022
Lampiran :
Perihal : Permohonan Izin Studi Pendahuluan

Yth. Sekolah
SLB ABCDE
LOB di
Tempat

Assalamu’alaikum wr.wb
Dengan Hormat.
Sehubunganakan dilaksanakannya penelitian bagi mahasiswa
program studi S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti
Kencana dalam rangka penyusunan Laporan Tugas Akhir maka dengan ini
kami bermaksud memohon agar kiranya bapak/ibu pimpinan dapat
memberikan izin kepada mahasiwa kami :

Nama : Poppy Nur Septiani


Nim : AK118133
Pembimbing : Cucu Rokayah,M.kep.,Ns.Sp.Kep.J
Judul : Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Skripsi Menggunakan Media Video Tentang
Kemampuan Menggosok Gigi Pada Anak
Retardasi Menta Di SLB ABCDE LOB

Untuk mengadakan studi pendahuluan dengan pengambilan data atau informasi yang
diperlukan pada wilayah kerja di instansi yang bapak/ibu pimpin.
Demikian, surat permohonan izin ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami
haturkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Bandung,17 Februari 2022


Hormat Kami, Fakultas
Keperawatan
Dekan

R. Siti Jundiah, M.Kep


NIK. 02007020132
CURRICULUM VITAE

Data Pribadi

Nama : Poppy Nur Septiani

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 10 september 2000

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Komplek. Cinangka Harja Rt03/Rw05 kel.

Pasirwangi Kec. Ujungberung Kota bandung

No. Handpone : 085724987508


Email : popyynss@gmail.com

Riwayat Pendidikan
SDN Ujung Berung : 2006 - 2012

SMPN 2 Cilengkrang : 2012 - 2015

SMK Kesehatan Bhakti Kencana Bandung : 2015 - 2018

Universitas Bhakti Kencana : 2018 –

Sekarang

Anda mungkin juga menyukai