Dunia sekarang “mengecil” karena segala macam dapat diakses di hampir setiap titik di bumi dalam sekejap atau
real time. Situs yang mudah diakses dan dipahami oleh khalayak ramai dapat meningkatkan kecerdasan bangsa. Di
sisi lain, bagi bank sentral, komunikasi yang efektif adalah kunci keberhasilan dari kebijakannya.
Dalam kerangka pikir inilah, Bank Indonesia terus berupaya melakukan penyempurnaan situs Bank Indonesia.
Peluncuran situs yang baru ini dimaksudkan agar pengunjung kian mudah memperoleh informasi baik itu dalam
bidang ekonomi moneter, perbankan maupun sistem pembayaran. Dalam situs baru ini disajikan kategorisasi yang
lebih jelas yang dilengkapi dengan berbagai fitur baru serta data yang terus diperbaharui agar publik memperoleh
pemahaman yang lebih lengkap dan utuh. Kesemuanya itu tidak lain adalah upaya kami untuk memberikan
pelayanan publik sebaik-baiknya. Besar harapan kami agar situs Bank Indonesia dapat membantu masyarakat untuk
memperoleh informasi yang handal dan terpercaya di bidang keuangan dan perbankan.
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika
sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank
Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009.
Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu
lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan
wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan
mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak
atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran
dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Visi
Menjadi bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian Indonesia dan terbaik
diantara negara emerging markets.
Misi
1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan moneter dan bauran
kebijakan Bank Indonesia.
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial Bank
Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan sistem
pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta mitra strategis lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui
sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural pemerintah
serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi, termasuk infrastruktur,
melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di tingkat daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan sistem informasi
Bank Indonesia.
Nilai-Nilai Strategis
Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); (ii)
profesionalisme (professionalism); (iii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan kepentingan umum
(public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination and teamwork) yang berlandaskan
keluhuran nilai-nilai agama (religi).
Fungsi Bank Indonesia
TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA
:: Tujuan Tunggal
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal,
yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung
dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap
mata uang negara lain.
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada
perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini
dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas
tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak
akan dapat diukur dengan mudah.
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga
bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. berikut tugas dan
fungsi Bank Indonesia yang telah dituangkan dalam bentuk gambar berisi tiga pilar.
Dewan Gubernur
DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA
:: Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini
terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai
wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan
Gubernur dan Deputi Gubernur selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama untuk
sebanyak-banyaknya 1 kali masa jabatan berikutnya.
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan
DPR. Calon Deputi Gubernur diusulkan oleh Presiden berdasarkan rekomendasi dari Gubernur Bank Indonesia.
(vide Pasal 41 UU No.3 Tahun 2004 yang mengubah UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia). Anggota
Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan, tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-
turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban
kepada kreditur, atau berhalangan tetap.
KETERANGAN
MONETER
MANAJEMEN INTERN
Tahun Undang-Undang/PERPU
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
2009 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang [pdf]
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang
2008 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia [pdf]
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia [pdf]
2004
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 [pdf]
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia [pdf]
Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia[pdf]
1999
Ikhtisar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia [pdf]
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral [pdf]
1968
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 1958 Tentang Pengubahan Pasal-pasal 16 Dan 19
Undang-undang Pokok Bank Indonesia (Undang-undang No. 11 Tahun 1953) [pdf]
1958
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1953 Tentang Penetapan Undang-undang Pokok
Bank Indonesia [pdf]
1953
Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (pdf)
Ikhtisar Undang-undang Republik Indonesia No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (pdf)
3. Undang-Undang No. 24 Tahun 1999
Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai
Tukar (pdf)
4. Undang-Undang Tentang Perbankan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana diubah
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (pdf)
5. Undang-Undang Tentang Transfer Dana
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana (pdf)
:: Undang-Undang Terkait
1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.3 tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-
Undang No.24 tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.3 tahun 2008 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No.24 tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (PDF)
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem
Keuangan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman
Sistem Keuangan (PDF)
Hubungan Kelembagaan
KEDUDUKAN BANK INDONESIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA
Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen
tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan
Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di luar
pemerintahan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan
fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga
negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik
dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya.
Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis
mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus
kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain
itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya
dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.
Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank
Indonesia, dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama
Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus serta agar efektivitas pengendalian
moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending - yang selama ini
dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan undang-undang yang lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank
Indonesia.
:: Hubungan BI dengan Pemerintah : Independensi dalam Interdependensi
Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap diperlukan koordinasi yang bersifat
konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas-tugas Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kebijakan-kebijakan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah
ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Indonesia. Dalam sidang kabinet
tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat Bank Indonesia.
Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah
mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi
tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan
kerja yang proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-lembaga terkait
lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-masing.
Hubungan Kelembagaan
HUBUNGAN KERJASAMA INTERNASIONAL YANG DILAKUKAN BANK INDONESIA
BI menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga internasional yang diperlukan dalam rangka menunjang kelancaran
pelaksanaan tugas Bank Indonesia maupun Pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi, moneter, maupun
perbankan. BI menjalin kerjasama internasional meliputi bidang-bidang :
Keanggotaan Bank Indonesia di beberapa lembaga dan forum internasional atas nama Bank Indonesia sendiri
antara lain :
1. The South East Asian Central Banks Research and Training Centre (SEACEN Centre)
2. The South East Asian, New Zealand and Australia Forum of Banking Supervision (SEANZA)
3. The Executive' Meeting of East Asian and Pacific Central Banks (EMEAP)
4. ASEAN Central Bank Forum (ACBF)
5. Bank for International Settlement (BIS)
Dalam penerapan dan penegakan tata kelola di Bank Indonesia, diperlukan kerangka konseptual
yang mengintegrasikan seluruh elemen governance yang mencakup pondasi awal hingga tujuan
akhir yang akan dicapai. Untuk itu telah disusun kerangka kerja tata kelola (governance
framework) Bank Indonesia yang menggambarkan elemen pokok yang diperlukan untuk
mengimplementasikan tata kelola yang baik.
Kerangka kerja tata kelola Bank Indonesia memuat lima elemen pokok sebagai berikut:
1. Prinsip Tata Kelola (Governance Principle) Bank Indonesia yakni prinsip-prinsip yang melandasi
pelaksanaan tata kelola di Bank Indonesia,
2. Komitmen Tata Kelola (Governance Committment) Bank Indonesia yakni wujud komitmen Dewan
Gubernur dan satuan kerja untuk menerapkan dan menegakkan Tata Kelola Bank Indonesia,
3. Struktur Tata Kelola (Governance Structure) Bank Indonesia yakni organ internal dan eksternal Bank
Indonesia yang berwenang menjalankan mandat pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan pengawasan
terhadap Bank Indonesia,
4. Proses Tata Kelola (Governance Process) Bank Indonesia yakni serangkaian standard an prosedur
yang digunakan oleh Dewan Gubernur dan satuan kerja untuk memastikan penerapan dan
penegakan Tata Kelola Bank Indonesia dilaksanakan secara terencana, konsekuen, dan
berkelanjutan, dan
5. Hasil Tata Kelola (Governance Outcome) Bank Indonesia yakni manifestasi dari penerapan dan
penegakan Tata Kelola Bank Indonesia yang berdampak positif terhadap penciptaan nilai (value
creation) dan keberlansungan mandat Bank Indonesia (sustainability).
Dengan adanya kerangka kerja secara utuh dan menyeluruh tersebut, diharapkan akan
mempermudah komunikasi dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal dalam
menjelaskan mengenai tata kelola Bank Indonesia.
Visi
Menjadi bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian Indonesia dan terbaik
diantara negara emerging markets.
Misi
1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan moneter dan bauran
kebijakan Bank Indonesia.
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial Bank
Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan sistem
pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta mitra strategis lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui
sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural pemerintah
serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi, termasuk infrastruktur,
melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga di tingkat daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan sistem informasi
Bank Indonesia.
Nilai-Nilai Strategis
Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); (ii)
profesionalisme (professionalism); (iii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan kepentingan umum
(public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination and teamwork) yang berlandaskan
keluhuran nilai-nilai agama (religi).
Pencapaian visi Bank Indonesia sebagai lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di
regional mensyaratkan dukungan kinerja yang tinggi dari perilaku Sumber Daya Manusia (SDM)
Bank Indonesia yang berintegritas, jujur, dan profesional. Ketiadaan aspek perilaku tersebut
tidak hanya berpotensi menghambat pencapaian kinerja, namun juga dapat menimbulkan risiko
hukum dan risiko reputasi sehingga mengakibatkan ketidakpercayaan pemangku kepentingan
atau publik terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang yang diamanatkan kepada Bank
Indonesia. Hal ini mengingat kredibilitas lembaga erat kaitannya dengan masalah kepercayaan
publik terhadap perilaku SDM di lembaga tersebut.
Perilaku yang berintegritas, jujur, dan profesional merupakan proses penciptaan karakter di
lingkungan kerja yang memerlukan waktu dan proses. Untuk itu, agar proses adaptasi menuju ke
arah yang diharapkan, maka diperlukan suatu aturan yang mengatur secara jelas etika dan norma
perilaku serta diberlakukan secara menyeluruh bagi seluruh SDM yang dibarengi dengan proses
penegakan secara konsisten.
Meninjau kondisi saat ini, visi BI ke depan, dan risiko reputasi dan hukum yang mungkin timbul
dari perilaku yang tidak diatur secara tegas dan jelas, maka perilaku dan tindakan pegawai Bank
Indonesia diatur secara rinci dalam aturan kode etik dan pedoman perilaku Bank Indonesia.
Aturan ini diberlakukan menyeluruh bagi seluruh SDM BI yaitu pegawai BI, pegawai yang
dipekerjakan oleh BI, dan Anggota Dewan Gubernur, serta mantan pegawai pangkat tertentu dan
Anggota Dewan Gubernur untuk aturan cooling-off period. Ketentuan ini mencakup norma
moral dan standar perilaku yang sesuai dengan kebutuhan Bank Indonesia, serta diyakini mampu
menciptakan SDM Bank Indonesia yang berkinerja tinggi, berintegritas, jujur, dan profesional.
Penerapan aturan kode etik dan pedoman perilaku Bank Indonesia diaktualisasikan di lingkungan
kerja dan masyarakat dengan:
Setiap pelanggaran terhadap kode etik dan pedoman perilaku serta sistem dan prosedur yang
berlaku akan dikenakan sanksi disiplin. Penegakan disiplin dilakukan dengan pengenaan sanksi
ringan, sedang, dan berat tergantung dari pelanggaran yang dilakukan pegawai.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kode etik dapat mengunduh dokumen berikut.
GRATIFIKASI
Berdasarkan kedua ketentuan tersebut, Pegawai wajib menolak hadiah yang diduga diberikan
karena jabatan. Dalam hal penerimaan hadiah tidak dapat ditolak karena keadaan memaksa atau
diterima oleh keluarga, Pegawai wajib berupaya untuk segera mengembalikan hadiah kepada
pihak pemberi dan menginformasikan mengenai aturan larangan penerimaan hadiah di Bank
Indonesia.
Untuk memastikan terjaganya komitmen insan Bank Indonesia dalam penerimaan gratifikasi,
Bank Indonesia memiliki ketentuan yang mengatur mengenai prosedur pengendalian gratifikasi.
Dalam penegakannya, telah dibentuk Unit Pengendalian Gratifikasi yang akan menangani
pelaporan penerimaan gratifikasi dari pegawai dan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) atas adanya pelaporan gratifikasi tersebut.
Untuk melengkapi infrastruktur etik dan mendeteksi adanya pelanggaran kode etik dan pedoman
perilaku, Bank Indonesia menerapkan sistem pelaporan pelanggaran melalui Whistle Blowing
System (WBS) Bank Indonesia. Whistle Blowing System (WBS) adalah sarana pelaporan bagi
kalangan intern Bank Indonesia khususnya dan masyarakat untuk melaporkan adanya perilaku
atau tindakan yang melanggar Kode Etik dan Perilaku Bank Indonesia yang dilakukan oleh insan
Bank Indonesia.
WBS menyediakan sistem yang terkoordinasi dan terintegrasi mulai dari penerimaan laporan
hingga tindak lanjut penegakan dugaan pelanggaran. Melalui sistem tersebut, masyarakat dapat
melaporkan dugaan pelanggaran etik, perilaku, dan prosedur kerja yang dilakukan oleh sumber
daya manusia Bank Indonesia sebagai bentuk kontrol sosial. Setiap laporan akan dijaga
kerahasiannya dan dalam hal terdapat bukti yang cukup akan ditindaklanjuti pada proses
investigasi selanjutnya. Keberadaan WBS menciptakan sistem saling mengawasi terhadap
kesesuaian perilaku dan ketaatan prosedur kerja yang dilaksanakan oleh sumber daya manusia
Bank Indonesia. WBS juga sebagai bentuk komitmen BI untuk senantiasa menjaga integritas dan
profesionalitas, termasuk akuntabilitas dalam penegakan terhadap dugaan pelanggaran.
Website https://www.bi.go.id/wbsbi/
Surat WBS-BI, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350
Faksimili (+62) 21 2310689
E-mail wbsbi@bi.go.id
SMS (+62) 8118692724
Telepon (+62) 21 29817752
Laporan WBS dapat diakses lebih lanjut melalui Whistle Blowing System Bank Indonesia.
Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, Bank Indonesia mewajibkan pimpinan dan pegawai Bank
Indonesia untuk menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN)
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kewajiban pelaporan harta kekayaan ini merupakan infrastruktur yang digunakan untuk
mencegah potensi terjadinya penyalahgunaan jabatan dan kewenangan, menanamkan kejujuran
dan integritas, serta keterbukaan di kalangan penyelenggara negara dan komitmen untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih di seluruh jenjang organisasi.
Pegawai yang diwajibkan melaporkan tidak hanya terbatas pada pegawai yang berada pada level
pimpinan. Namun, mencakup pula pegawai pada level pelaksana yang memiliki tugas yang
berhubungan langsung dengan pihak eksternal misal pada bidang perizinan, pengadaan,
penerimaan pegawai, perkasan, dan pengelolaan fisik uang.
Untuk menjaga komitmen dan memastikan penerapan kewajiban tersebut, penyampaian LHKPN
oleh pegawai menjadi salah satu syarat dalam proses promosi. Pelanggaran terhadap kewajiban
tersebut juga menjadi objek penegakan disiplin Bank Indonesia.
Fungsi pengawasan terhadap Bank Indonesia tidak terlepas dari kedudukan Bank Indonesia
sebagai lembaga publik yang independen dalam tatanan kenegaraan Indonesia. Pengawasan
terhadap Bank Indonesia dilakukan sebagai perwujudan mekanisme saling mengawasi dan saling
mengimbangi (checks and balances) antar lembaga negara. Hal tersebut diperlukan untuk
mewujudkan akuntabilitas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia kepada publik.
Undang-Undang tentang Bank Indonesia menuntut adanya akuntabilitas dan transparansi dalam
setiap pelaksanaan tugas, wewenang dan anggaran Bank Indonesia. Akuntabilitas dan
transparansi yang dituntut dari Bank Indonesia tersebut dimaksudkan agar semua pihak yang
berkepentingan dapat ikut melakukan pengawasan terhadap setiap langkah kebijakan yang
ditempuh oleh Bank Indonesia (checks and balances).
Sesuai amanat Undang-Undang, DPR merupakan pihak yang diberikan kewenangan secara
konstitusi untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap lembaga negara lain, termasuk Bank
Indonesia. Sesuai hakekatnya, kontrol legislatif ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pembuatan keputusan melalui peningkatan responsivitas terhadap kebutuhan dan tuntutan
masyarakat, mengawasi penyalahgunaan kekuasaan Pemerintah melalui investigasi, dan
menegakkan kinerja lembaga negara.
Untuk membantu DPR melakukan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap Bank
Indonesia, maka sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Bank Indonesia, dibentuk
Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). BSBI dibentuk berdasarkan Undang-Undang tentang
Bank Indonesia dan bertanggung jawab langsung kepada DPR-RI, serta tidak berada dalam
struktur organisasi Bank Indonesia. BSBI menyampaikan hasil telaahannya terkait dengan
kegiatan operasional dan keuangan Bank Indonesia kepada DPR-RI setiap triwulan, dan tidak
mengevaluasi kinerja Dewan Gubernur Bank Indonesia. Keberadaan BSBI diharapkan
memperkuat fungsi pengawasan DPR-RI terhadap Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan
akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia.
Bank Indonesia wajib menyampaikan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank
Indonesia kepada DPR-RI dan Pemerintah secara triwulanan dan tahunan sesuai dengan amanat
Undang-Undang tentang Bank Indonesia. Diseminasi laporan tersebut juga dilakukan kepada
masyarakat melalui media massa dengan mencantumkan ringkasannya dalam berita negara.
Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia dapat di akses di Laporan kepada
DPR.
Di bidang keuangan Bank Indonesia, mekanisme checks and balances menjadi hal yang penting.
Hal ini mengingat Bank Indonesia memiliki keistimewaan sebagai lembaga independen yang
melakukan pengelolaan anggaran yang terpisah dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara.
Terkait dengan transparansi anggaran, Bank Indonesia berkewajiban menyampaikan anggaran
tahunannya kepada DPR yang meliputi anggaran untuk kegiatan operasional dan anggaran untuk
kebijakan. Dalam penyampaian anggaran tersebut, Bank Indonesia juga menyampaikan evaluasi
terkait penggunaan anggaran tahun berjalan dalam bentuk Laporan Evaluasi Pelaksanaan
Anggaran Operasional dan Rencana Investasi Bank Indonesia.
Pengawasan terhadap Bank Indonesia dari sisi keuangan dilakukan dalam bentuk pemeriksaan
terhadap Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK-RI). Hasil audit BPK-RI tersebut disampaikan kepada DPR-RI dan diumumkan kepada
masyarakat melalui media massa. Adapun dalam penyusunan dan pemeriksaan LKTBI, Bank
Indonesia dan BPK-RI mengacu pada standar akuntansi bank sentral sebagaimana
direkomendasikan oleh Komite Akuntansi dan Keuangan Bank Indonesia.
Berdasarkan pemeriksanaan LKTBI, Bank Indonesia telah memperoleh opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) dari BPK-RI sejak LKTBI Tahun 2003. Pencapaian terebut tidak lepas dari
upaya Bank Indonesia yang senantiasa menindaklanjuti temuan audit yang disampaikan BPK-RI.
Hal ini menunjukkan kesungguhan dan komitmen pelaksanaan tugas Bank Indonesia yang
transparan dan akuntabel. Selanjutnya, Bank Indonesia mempublikasikan laporan keuangan
tahunannya kepada publik setelah hasil pelaksanaan audit BPK-RI disampaikan kepada Bank
Indonesia
Di samping melakukan audit terhadap LKTBI, BPK-RI dapat melakukan pemeriksaan khusus
terhadap Bank Indonesia atas permintaan DPR-RI apabila diperlukan. Pemeriksaan khusus atas
permintaan DPR-RI terhadap Bank Indonesia dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam
mengenai suatu permasalahan atau suatu kegiatan tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan dan pelaksanaan anggaran oleh Bank Indonesia.
Dengan adanya proses audit ini diharapkan dapat mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia
dengan pengelolaan keuangan keuangan dan pelaksanaan anggaran yang tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Bank Indonesia sebagai otoritas yang mengeluarkan peraturan/kebijakan perlu memastikan proses perumusan
kebijakan dilakukan melalui prosedur dan mekanisme yang terstruktur dan sistematis guna menghasilkan output
kebijakan yang kredibel dan memenuhi prinsip akuntablitas publik. Untuk meningkatkan kualitas kebijakan,
perumusan kebijakan harus memenuhi prinsip-prinsip yakni: (i) berdasarkan riset, (ii) berorientasi ke depan, (iii) tata
kelola yang baik, (iv) mempertimbangkan dampak antar kebijakan, dan (v) memperhatikan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Untuk memastikan proses perumusan kebijakan di Bank Indonesia telah dilaksanakan secara sistematis, Bank
Indonesia menetapkan kerangka kerja kebijakan yang terintegrasi antara kebijakan moneter, makroprudensial,
sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, serta dukungan kebijakan ekonomi daerah dan kebijakan
internasional. Terkait proses perumusan kebijakan, peningkatan fokus pada aspek governance diharapkan dapat
menghasilkan kebijakan Bank Indonesia yang lebih efektif, kredibel, dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik.
Di samping itu, proses perumusan kebijakan dikomunikasikan kepada publik untuk meningkatkan kredibilitas
pengaturan/kebijakan yang dihasilkan. Guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan,
dibuka kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan terhadap rumusan pengaturan. Hal
tersebut diharapkan dapat menjembatani komunikasi kebijakan di awal dan meningkatkan efektivitas dalam
implementasi kebijakan ke depan.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan: (i) kepentingan umum, (ii) tujuan
yang hendak dicapai, (iii) azas manfaat, (iv) hasil asesmen/kajian yang matang, (v) risiko dan
mitigasinya, serta (vi) kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana amanat Undang-Undang tentang Bank Indonesia, Rapat Dewan Gubernur (RDG)
merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi di Bank Indonesia. Melalui forum ini, Dewan
Gubernur menetapkan atau melakukan evaluasi kebijakan yang bersifat prinsipil dan strategis.
RDG dilaksanakan berdasarkan prinsip musyawarah demi
mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir. Untuk
menjaga tata kelola pengambilan keputusan, RDG diselenggarakan apabila telah kuorum yakni
dihadiri oleh separuh atau lebih jumlah Anggota Dewan Gubernur.
Guna meningkatkan efektivitas proses pengambilan keputusan dalam RDG, materi yang
diajukan harus dikaji dan dibahas secara matang dalam forum pembahasan/koordinasi antar
satuan kerja, rapat bidang, dan/atau rapat komite. Di Bank Indonesia, terdapat 5 (lima) komite
yakni: (i) komite kebijakan moneter, (ii) komite kebijakan stabilitas sistem keuangan, (iii) komite
kebijakan sistem pembayaran, (iv) komite pengelolaan cadangan devisa, dan (v) komite sumber
daya manusia. Tujuan dari komite ini adalah memastikan rekomendasi atas usulan kebijakan
prinsipil dan strategis yang diajukan kepada Dewan Gubernur telah dilakukan berdasarkan
analisis dan pembahasan yang mendalam dengan mempertimbangkan aspek risiko dan
mitigasinya, serta aspek tata kelola yang baik.
Penyelenggaraan RDG terdiri atas RDG Bulanan dan RDG Mingguan. RDG Bulanan merupakan
RDG yang diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali dalam sebulan. Untuk meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan, sejak 2016, pelaksanaan RDG Bulanan dilakukan dalam waktu
2 (dua) hari berturut-turut. RDG Bulanan hari pertama: (i) memaparkan hasil asesmen terhadap
kondisi perekonomian dan outlook kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, serta sistem
pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, dan (ii) membahas dan mengintegrasikan opsi bauran
kebijakan. Selanjutnya, RDG Bulanan hari kedua membahas rekomendasi dan menetapkan
kebijakan umum di bidang moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan
uang Rupiah.
Sedangkan RDG Mingguan diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali dalam seminggu untuk
melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter, perkembangan stabilitas sistem
keuangan, perkembangan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah dan/ atau menetapkan
kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
Bank Indonesia.
Sebagai bentuk transparansi kebijakan kepada stakeholders, keputusan yang ditetapkan dalam
RDG Bulanan disampaikan kepada masyarakat pada hari yang sama dengan penyelenggaraan
RDG guna membangun ekspektasi positif stakeholders. Di samping itu, Bank Indonesia juga
mempublikasikan jadwal RDG Bulanan selama satu tahun ke depan, sebelum berakhirnya tahun
berjalan.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Bank Indonesia menghadapi risiko yang berpotensi meningkat dan
kompleks yang disebabkan oleh dinamika perkembangan dan tuntutan, baik secara internal maupun eksternal. Untuk
itu, diperlukan pengelolaan risiko secara komprehensif dan terintegrasi dengan penguatan pada aspek pengendalian
intern.
Pelaksanaan manajemen risiko dilakukan dengan mengacu kepada international best practices terbaik yang terbagi
dalam 3 (tiga) kategori. Pertama, pengendalian risiko secara first line of defense yang dilakukan oleh unit kerja yang
melaksanakan proses bisnis. Kedua, pengendalian risiko secara second line of defense dilakukan oleh unit kerja yang
memiliki fungsi manajemen risiko dan independen dari unit kerja yang melaksanakan proses bisnis. Ketiga,
pengendalian risiko secara third line of defense dilakukan oleh unit kerja yang melaksanakan fungsi audit internal guna
memastikan kegiatan pengendalian risiko dilaksanakan secara efektif.
Dengan adanya pengendalian risiko dalam tiga tahapan ini, diharapkan proses pelaksanaan tugas Bank Indonesia
khususnya pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek kehati-hatian, prinsip tata kelola
yang baik, dan memperoleh hasil yang optimal terhadap kinerja, keuangan, dan kredibilitas kebijakan.
Berdasarkan framework di atas, peran internal audit memiliki peran penting dalam quality assurance terhadap seluruh
proses kerja di Bank Indonesia. Ruang lingkup fungsi audit internal meliputi pelaksanaan audit internal dan konsultasi
melalui pemberian opini dan rekomendasi terhadap proses tata kelola, manajemen risiko, dan Pengendalian.
Pelaksanaan fungsi audit internal Bank Indonesia menggunakan metodologi audit internal berbasis risiko (Risk Based
Internal Audit). Semakin tinggi risiko sasaran audit, maka semakin tinggi frekuensi pelaksanaan audit internal. Proses
kerja yang berisiko tinggi diaudit setiap tahun, sedangkan proses kerja dengan risiko sedang dan rendah diaudit
dalam rentang waktu yang lebih panjang, yakni sekali dalam 2 atau 3 tahun.
Dalam pelaksanaan tugasnya, prinsip akuntabilitas dan transparansi senantiasa diterapkan dengan
cara menyampaikan informasi terkait kebijakan kepada pemangku kepentingan Bank Indonesia.
Pendekatan komunikasi Bank Indonesia dilakukan secara “proaktif horisontal” dan “multi-
channel”. Pendekatan ini dilakukan secara aktif dan dua arah dengan melakukan inisiatif untuk
melakukan penyebaran informasi mengenai kebijakannya sejak dini dan terencana dengan
berbagai instrumen komunikasi.
Pelaksanaan komunikasi Bank Indonesia diarahkan untuk mendukung pencapaian tujuan Bank
Indonesia. Karenanya, Bank Indonesia memfokuskan strategi komunikasinya pada produk
kebijakan yang selaras dengan ekspektasi dan kebutuhan publik. Diharapkan kebijakan
komunikasi tersebut dapat membentuk ekspektasi masyarakat sesuai dengan arah kebijakan Bank
Indonesia.
Di samping itu, Bank Indonesia secara berkala menerbitkan berbagai publikasi seperti Laporan
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia, Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia Bulanan, Tinjauan Kebijakan Moneter Bulanan, Perkembangan
Ekonomi dan Moneter Triwulanan, Laporan Triwulanan Perkembangan Kebijakan Moneter dan
laporan lainnya. Hal ini semata-mata dilakukan agar pemangku kepentingan Bank Indonesia
memahami secara mendalam dan komprehensif mengenai tugas dan kebijakan yang diterbitkan
Bank Indonesia.
Penjelasan detail mengenai Layanan Informasi Publik dan Laporan dapat diakses dalam
menu Layanan Informasi Publik dan Laporan Publikasi.
fungsinya sebagai otoritas moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang Rupiah secara
lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan
tugasnya, BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak
lainnya.
Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis
mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus
kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu,
BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya
dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK. Informasi lebih lanjut dapat
mengunjungi informasi Pengawasan terhadap Bank Indonesia.
Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu menerbitkan dan menempatkan
surat-surat hutang negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan
membeli sendiri surat-surat hutang negara tersebut.
Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank
Indonesia, dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah
Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus serta agar efektivitas pengendalian
moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending - yang selama ini
dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan undang-undang yang lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank
Indonesia.
Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap diperlukan koordinasi yang bersifat
konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas-tugas Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kebijakan-kebijakan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah
ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Indonesia. Dalam sidang kabinet
tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat Bank Indonesia.
Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah
mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi
tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan
kerja yang proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-lembaga terkait
lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-masing.
:: Kerjasama BI dengan Lembaga Lain
Menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi keberhasilan tugasnya, BI senantiasa bekerja sama dan
berkoordinasi dengan berbagai lembaga negara dan unsur masyarakat lainnya. Beberapa kerjasama ini dituangkan
dalam nota kesepahaman (MoU), keputusan bersama (SKB), serta perjanjian-perjanjian, yang ditujukan untuk
menciptakan sinergi dan kejelasan pembagian tugas antar lembaga serta mendorong penegakan hukum yang lebih
efektif.
Manajemen Krisis
Jaring Pengaman Sistem Keuangan
Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) merupakan kerangka kerja yang melandasi pengaturan mengenai skim
asuransi simpanan, mekanisme pemberian fasilitas pembiayaan darurat oleh bank sentral (lender of last resort),
serta kebijakan penyelesaian krisis. JPSK pada dasarnya lebih ditujukan untuk pencegahan krisis, namun demikian
kerangka kerja ini juga meliputi mekanisme penyelesaian krisis sehingga tidak menimbulkan biaya yang besar
kepada perekonomian. Dengan demikian, sasaran JPSK adalah menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga
sektor keuangan dapat berfungsi secara normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi
yang berkesinambungan.
Pada tahun 2005, Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyusun kerangka Jaring Pengaman Sektor Keuangan
(JPSK) yang kelak akan dituangkan dalam sebuah Rancangan Undang Undang tentang Jaring Pengaman Sektor
Keuangan. Dalam kerangka JPSK dimaksud dimuat secara jelas mengenai tugas dan tanggung-jawab lembaga
terkait yakni Departemen Keuangan, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pemain dalam jaring
pengaman keuangan. Pada prinsipnya Departemen Keuangan bertanggung jawab untuk menyusun perundang-
undangan untuk sektor keuangan dan menyediakan dana untuk penanganan krisis. BI sebagai bank sentral
bertanggung-jawab untuk menjaga stabilitas moneter dan kesehatan perbankan serta keamanan dan kelancaran
sistem pembayaran. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bertanggung jawab untuk menjamin simpanan nasabah
bank serta resolusi bank bermasalah.
Kerangka JPK tersebut telah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang JPSK yang pada saat ini masih dalam
tahap pembahasan Dengan demikian, UU JPSK kelak akan berfungsi sebagai landasan yang kuat bagi kebijakan
dan peraturan yang ditetapkan oleh otoritas terkait dalam rangka memelihara stabiltas sistem keuangan. Dalam
RUU JPSK semua komponen JPSK ditetapkan secara rinci yakni meliputi: (1) pengaturan dan pengawasan bank
yang efektif; (2) lender of the last resort; (3) skim asuransi simpanan yang memadai dan (4) mekanisme
penyelesaian krisis yang efektif.
Pengaturan dan pengawasan bank yang efektif merupakan jarring pengaman pertama dalam JPSK (first line of
defense). MEngingat pentingnya fungsi pengawasan dan pengaturan yang efektif, dalam kerangka JPSK telah
digariskan guiding principles bahwa pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga dan pasar keuangan oleh
otoritas terkait harus senantiasa ditujukan untuk menjaga stabilitas system keuangan, serta harus berpedoman
kepada best practices dan standard yang berlaku.
Kebijakan lender of last resort (LLR) yang baik terbukti sebagai salah satu alat efektif dalam pencegahan dan
penanganan krisis. Sejalan dengan itu, BI telah merumuskan secara lebih jelas kebijakan the lender of last resort
(LLR) dalam kerangka JPSK untuk dalam kondisi normal dan darurat (krisis) mengacu pada best practices. Pada
prinsipnya, LLR untuk dalam kondisi normal hanya diberikan kepada bank yang illikuid tetapi solven yang memiliki
agunan likuid dan bernilai tinggi. Sedangkan dalam pemberian LLR untuk kondisi krisis, potensi dampak sistemik
menjadi faktor pertimbangan utama, dengan tetap mensyaratkan solvensi dan agunan.
Untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang berdampak sistemik, Bank Indonesia sebagai lender of last resort dapat
memberikan fasilitas pembiayaan darurat kepada Bank Umum yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah
berdasarkan Undang-undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No 3 Tahun 2004 yang telah disetujui DPR tanggal 15 Januari 2004. Sebagai peraturan
pelaksanaan fungsi lender of the last resort, telah diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
136/PMK.05/2005 tanggal 30 Desember 2005 dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/1/2006 tanggal 3
Januari 2006. Pendanaan FPD bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pengalaman menunjukkan bahwa LPS merupakan salah satu elemen penting dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan. Program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) yang diberlakukan akibat krisis sejak tahun 1998
memang telah berhasil memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan. Namun penelitian
menunjukkan bahwa blanket guarantee tersebut dapat mendorong moral hazard yang berpotensi menimbulkan
krisis dalam jangka panjang.
Sejalan dengan itu, telah diberlakukan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Nomor 24 Tahun
2004. Dalam undang-undang tersebut tersebut, LPS nantinya memiliki dua tanggung jawab pokok yakni: (i) untuk
menjamin simpanan nasabah bank; dan (ii) untuk menangani (resolusi) bank bermasalah. Untuk menghindari
dampak negatif terhadap stabilitas keuangan, penerapan skim LPS tersebut akan dilakukan secara bertahap.
Selanjutnya, jaminan simpanan nasabah bank akan dibatasi sampai dengan Rp100 juta per rekening mulai Maret
2007.
Kebijakan penyelesaian krisis yang efektif dituangkan dalam kerangka kebijakan JPSK agar krisis dapat ditangani
secara cepat tanpa menimbulkan beban yang berat bagi perekonomian. Dalam JPSK ditetapkan peran dan
kewenangan masing-masing otoritas dalam penanganan dan penyelesaian krisis, sehingga setiap lembaga memiliki
tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas. Dengan demikian, krisis dapat ditangani secara efektif, cepat, dan
tidak menimbulkan biaya sosial dan biaya ekonomi yang tinggi.
Dalam pelaksanaannya, JPSK memerlukan koordinasi yang efektif antar otoritas terkait. Untuk itu dibentuk Komite
Koordinasi yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS). Sebagai bagian dari kebijakan JPSK tersebut, telah dikeluarkan Keputusan Bersama
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner LPS tentang Forum Stabilitas Sistem
Keuangan sebagai wadah koordinasi bagi BI, Depkeu dan LPS dalam memelihara stabilitas sistem keuangan.
Program penjaminan pemerintah (blanket guarantee) telah berhasil mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap
sistem perbankan. Namun, kebijakan tersebut tersebut meningkatkan beban anggaran negara dan berpotensi
menimbulkan moral hazard oleh pihak pengelola bank dan nasabah bank. Dalam rangka mengurangi dampak negatif
dari program penjaminan pemerintah tersebut, telah didirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sesuai dengan
Undang-Undang No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada tanggal 22 September 2004,
LPS memiliki dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan
bank yang tidak berhasil disehatkan atau bank gagal.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas untuk mengurangi beban anggaran
negara dan meminimalkan moral hazard. Namun demikian, tetap dijaga kepentingan nasabah secara optimal. Setiap
bank yang beroperasi di Indonesia baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diwajibkan untuk
menjadi peserta penjaminan. Adapun jenis simpanan di bank yang dijamin meliputi tabungan, giro, sertifikat deposito
dan deposito berjangka serta jenis simpanan lainnya yang dipersamakan dengan itu. Skim penjaminan LPS telah
dimulai secara penuh pada sejak tanggal 22 Maret 2007.
Apabila terdapat bank yang mengalami kesulitan keuangan dan gagal disehatkan kembali sehingga harus dicabut
izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu, sebagaimana
ditetapkan. Adapun simpanan nasabah yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Dengan
adanya penjaminan simpanan nasabah bank oleh LPS, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap industri
perbankan dapat tetap terpelihara.
Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) adalah forumkoordinasi, kerja sama dan pertukaran informasi antara
otoritas yang berkepentingan dalam pemeliharaan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Forum ini sangat diperlukan
terutama dalam menghadapi risiko atau dampak sistemik, yang penyelesaiannya menuntut kebijakan dan
pengambilan keputusan bersama secara efektif dan responsif. FSSK dibentuk pada tanggal 30 Desember 2005,
berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, dan Ketua Dewan Komisioner
Lembaga Penjamin Simpanan.
1. Menunjang pelaksanaan tugas Komite Koordinasi dalam proses pengambilan keputusan terhadap Bank
Bermasalah yang ditengarai sistemik;
2. Melakukan koordinasi dan tukar menukar informasi untuk sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan
ketentuan di bidang perbankan, lembaga keuangan non bank, dan pasar modal;
3. Membahas berbagai permasalahan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga yang berkecimpung dalam sistem
keuangan yang berpotensi sistemik berdasarkan informasi dari otoritas pengawas lembaga keuangan;
Untuk memudahkan pelaksanaan keempat fungsi di atas, FSSK dikelompokkan dalam tiga jenjang, yakni:
1. Forum Pengarah, bertugas memberikan arahan kepada Forum Pelaksana mengenai fungsi pokok FSSK. Forum
Pengarah terdiri dari 7 orang anggota, yakni 3 orang setingkat Direktur Jenderal (Dirjen) Departemen
Keuangan, 3 orang anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dan 1 orang Kepala Eksekutif LPS.
2. Forum Pelaksana, bertugas melaksanakan fungsi pokok FSSK sesuai arahan dari Forum Pengarah terdiri dari 14
orang anggota, yakni 6 orang Direktur di Departemen Keuangan, 6 orang Direktur Bank Indonesia, dan 2
orang Direktur LPS.
3. Tim Kerja, berfungsi menunjang kelancaran tugas Forum Pengarah dan Forum Pelaksana, beranggotakan
pejabat-pejabat dari Departemen Keuangan, BI dan LPS yang dibentuk berdasarkan usulan dari masing-masing
lembaga dan keputusan Forum Pengarah.
Proses penyusunan standar akuntansi bagi Bank Indonesia telah dirintis sejak tahun 2008, yang
diawali dengan forum diskusi bersama praktisi dan akademisi untuk membahas keunikan Bank
Indonesia dan standar akuntansi yang dapat menjadi rujukan. Dari diskusi dan kajian yang telah
dilakukan, dihasilkan kesimpulan bahwa karena keunikan tujuan yang diemban oleh Bank
Indonesia, maka Bank Indonesia tidak dapat sepenuhnya menerapkan standar akuntansi umum,
sehingga diperlukan standar akuntansi yang sesuai dengan karakteristik Bank Indonesia.
Komite Penyusun
Guna menjaga independensi dalam penyusunan standar akuntansi untuk Bank Indonesia maka
melalui Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia Nomor 14/10PDG/2012 tanggal 4 Mei 2012
tentang Kerangka Dasar Penyusunan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia, telah
dibentuk Komite Penyusun KAKBI yang mayoritas beranggotakan pihak eksternal yaitu pakar
akuntansi yang berasal dari organisasi profesi (Ikatan Akuntan Indonesia), akademisi dan praktisi
di bidang akuntansi serta perwakilan Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI). Komite ini
bertugas untuk menyusun dan mengembangkan KAKBI.
Komite KAKBI memiliki beberapa organ yaitu Dewan Pengarah, Tim Teknis (Narasumber dan
Penyusun), dan Sekretariat. Dewan Pengarah adalah organ yang berwenang memutus dan
menyetujui naskah KAKBI yang disusun Tim Teknis. Ketua Komite merangkap sebagai anggota
Dewan Pengarah yaitu Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahkan bidang
keuangan.
Dalam penyusunan produk, Komite KAKBI mengacu pada tahapan (due process) yang perlu
ditempuh secara cermat agar dapat dihasilkan KAKBI yang objektif dan berkualitas, bagan
dimaksud dapat dilihat berikut ini:
Struktur Komite
Ketua
Dewan Pengarah
Sugiarto Nuryanti
Puspa Hapsari
o Purnomo
Tim Sekretariat
Meloin Hutabarat
Fenny Juliantini
Sri Suci Setyani
Gina Dwi Fitrina
Canda Puspita Dewi
Dewan Pengarah “Bertugas untuk memberikan masukan secara independen terhadap kajian,
penyusunan naskah PKAK-BI yang dilakukan oleh tim teknis. Dewan Pengarah juga
memberikan persetujuan atas naskah PKAK-BI. Dewan Pengarah memberikan pendapat dan
rekomendasi terkait penyempurnaan dan atau pencabutan PKAK-BI.”
Tim Teknis “Bertugas untuk melakukan kajian terkait isu Kebijakan Akuntansi Keuangan yang
telah disetujui Dewan Pengarah, dan menyusun naskah akademik PKAK-BI.”
Sekretariat “Bertugas untuk melaksanakan administrasi, menyelenggarakan Rapat Dewan
Pengarah, menatausahakan hasil pertemuan dan/atau kegiatan komite, dan melakukan
pengarsipan.”
Profil Dewan Pengarah dan Narasumber
Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahkan fungsi keuangan, ditunjuk
sebagai Ketua Komite sekaligus Anggota Dewan Pengarah Penyusun Kebijakan Akuntansi
Bank Indonesia (KAKBI).
Sebelumnya, Rosmaya Hadi menjabat sebagai Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Rosmaya Hadi Provinsi Jawa Barat, Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran dan
Deputi Direktur Departemen Keuangan Internal. Rosmaya Hadi mendapatkan penghargaan
Ketua Komite sebagai Change Leader Terbaik Bank Indonesia selama dua tahun berturut-turut (2015 dan
merangkap 2016) serta Anugerah “Perhumas Excellence Award 2016” dengan kategori Narasumber
Anggota Dewan Terbaik Pilihan Media dan Kategori Sosial dan Public Campaign yang mendukung Program
Pemerintah dalam Gerakan Nasional Non Tunai.
Pengarah Komite
Rosmaya Hadi pernah beberapa kali memegang peran di fora internasional, antara lain
sebagai Co-Chair di Working Committee on Payment and Settlement Systems.
Meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Padjajaran pada tahun 1984 dan melanjutkan
pendidikan di Universitas Indonesia dan mendapatkan gelar Magister Sosial Politik pada 2004.
Pada tahun 2011, Rosmaya Hadi mengikuti pendidikan PPRA Lemhanas Angkatan 46.
Rosmaya Hadi juga mengikuti Executive Program di Stanford University dan Oxford University.
Asisten Gubernur yang saat ini menjabat sebagai Kepala Departemen Keuangan Bank
Indonesia, ditunjuk sebagai Wakil Ketua Dewan Pengarah Komite Penyusun Kebijakan
Akuntansi Bank Indonesia (KAKBI). Saat ini
Sebelumnya, Mubarakah pernah menjabat sebagai Deputi Direktur Direktorat
Mubarakah Pengawasan Bank 1 yang mengawasi bank-bank BUMN.
Menyelesaikan pendidikan sarjana akuntansi dari Universitas Indonesia pada tahun
1985 dan magister manajemen dari University of Illinois pada tahun 1996.
Wakil Ketua
merangkap Anggota
Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang membawahkan fungsi keuangan,
ditunjuk sebagai Ketua Komite sekaligus Anggota Dewan Pengarah Penyusun
Kebijakan Akuntansi Bank Indonesia (KAKBI).
Sebelumnya, Rosmaya Hadi menjabat sebagai Kepala Kantor Perwakilan Bank
Rosmaya Hadi Indonesia Provinsi Jawa Barat, Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan
Sistem Pembayaran dan Deputi Direktur Departemen Keuangan Internal. Rosmaya
Hadi mendapatkan penghargaan sebagai Change Leader Terbaik Bank Indonesia
Anggota selama dua tahun berturut-turut (2015 dan 2016) serta Anugerah
“Perhumas Excellence Award 2016” dengan kategori Narasumber Terbaik Pilihan
Media dan Kategori Sosial dan Public Campaign yang mendukung Program
Pemerintah dalam Gerakan Nasional Non Tunai.
Rosmaya Hadi pernah beberapa kali memegang peran di fora internasional, antara lain
saat menjabat sebagai Co-Chair di Working Committee on Payment and Settlement
Systems.
Meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Padjajaran pada tahun 1984 dan
melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia dan mendapatkan gelar Magister
Sosial Politik pada 2004. Pada tahun 2011, Rosmaya Hadi mengikuti pendidikan PPRA
Lemhanas Angkatan 46. Rosmaya Hadi juga mengikuti Executive Program di Stanford
University dan Oxford University.
Kepala Grup Akuntansi dan Pajak di Bank Indonesia, ditunjuk sebagai
Anggota Dewan Pengarah Komite Penyusun Kebijakan Akuntansi Bank
JBP. Simandjuntak Indonesia.
Anggota Sebelumnya, JBP. Simandjuntak merupakan Tim Teknis Komite
Penyusun Kebijakan Akuntansi Bank Indonesia, pernah menjabat
sebagai Kepala Divisi Kebijakan Akuntansi Bank Indonesia.
Menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Indonesia jurusan
akuntansi pada tahun 1991, pendidikan magister jurusan project
management di George Washington University pada tahun 1999
Guru Besar Akuntansi di Universitas Indonesia, ditunjuk sebagai
Prof. Sidharta Anggota Dewan Pengarah Komite Penyusun Kebijakan Akuntansi Bank
Utama Indonesia.
Aktif sebagai Anggota Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan
Anggota Indonesia (DPN IAI) periode 2014-2018 dan Komisaris di beberapa
perusahaan terbuka.
Sebelumnya, Sidharta Utama menjabat sebagai Anggota Dewan Standar
Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI), Anggota
Dewan Standar Akuntansi Pemerintah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAP
IAI), Anggota Internasional Accounting Education Standard Board
(IAESBI) IFAC, dan Ketua Indonesia Institute Corporate Directorship
(IICD).
Meraih gelar sarjana akuntansi dari Universitas Indonesia pada tahun
1987, gelar Master of Business Administration dari Indiana University,
Amerika Serikat pada tahun 1990, dan doktor akuntansi dari Texas
A&M University, Amerika Serikat pada tahun 1996.
Partner di PwC Indonesia, ditunjuk sebagai Anggota Dewan Pengarah Komite
Penyusun Kebijakan Akuntansi Bank Indonesia.
Jusuf Wibisana Pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) (2009 –
2017), dan Ketua DSAK (2002 – 2007). Jusuf saat ini adalah Ketua Kompartemen
Anggota Akuntan Syariah dari Ikatan Akuntan Indonesia dan anggota Dewan Standar Akuntansi
Syariah dari the Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial
Institution/AAOIFI yang berbasis di Bahrain (2017 – sekarang).
Menyelesaikan pendidikan Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi dari Universitas
Gadjah Mada dan Master of Economics bidang akuntansi dan keuangan dari Macquirie
University, Australia.
Guru besar akuntansi di Universitas Gadjah Mada, ditunjuk sebagai
Anggota Dewan Pengarah Komite Kebijakan Akuntansi Bank
Indonesia.
Prof. Slamet Sugiri Sebelumnya, Slamet Sugiri pernah menjadi dosen luar biasa Akademi
Anggota TNI AAU tahun 1987-1988 dan konsultan akuntansi keuangan beberapa
pemerintah daerah.
Menyelesaikan pendidikan S1 dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada pada tahun 1985, meraih Master of Business
Administration dalam Business and Public Affairs dari Murray State
University, Amerika Serikat pada tahun 1991, menyelesaikan program
doktor di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dengan
sandwich program di Doctoral Program, Faculty of Business and
Economics, University of Kentucky, Amerika Serikat pada tahun 2002.
Dosen di Universitas Indonesia, ditunjuk sebagai Anggota Dewan
Dwi Martani Pengarah Komite Penyusun Kebijakan Akuntansi Bank Indonesia.
Aktif sebagai komite audit di beberapa perusahan terbuka di Indonesia,
Anggota Anggota Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (DPN
IAI) periode 2014 – 2018, Anggota Komite Standar Akuntansi
Pemerintah (KSAP).
Sebelumnya, Dwi Martani menjabat sebagai Ketua Departemen
Akuntansi FEB UI.
Pendiri dan Chief Executive Partner RSM Indonesia, ditunjuk sebagai
Amir Abadi Anggota Dewan Pengarah Komite Penyusun Kebijakan Akuntansi Bank
Jusuf Indonesia.
Aktif sebagai komite audit dan anggota dewan komisaris beberapa
Anggota perusahaan terbuka di Indonesia, dosen di Departemen Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia sejak tahun 1975.
Sebelumnya, Amir Abadi Jusuf menjabat Ketua Kompartemen Akuntan
Publik Ikatan Akuntan Indonesia, Ketua Dewan Pemeriksa Sertifikasi
Akuntan Publik, dan Tim Evaluasi dan Rekomendasi Pendidikan
Sertifikasi Akuntan Publik.
Menyelesaikan pendidikan S1 Akuntansi di Universitas Indonesia dan
S2 Magister Akuntansi di University of Hawaii di Manoa, USA.
Partner di KPMG Indonesia, ditunjuk sebagai Anggota Dewan Pengarah
Kusumaningsih Komite Penyusun Kebijakan Akuntansi Bank Indonesia.
Angkawijaya Sebelumnya, Kusumaningsih Angkawijaya pernah terlibat dalam
pengembangan panduan audit perbankan dan menjadi Ketua Dewan
Anggota Standar Audit di Indonesia periode 2009 – 2013.
Menyelesaikan pendidikan S1 Akuntansi di University of Southern
California, Amerika Serikat, meraih S2 MBA dari Southern Illinois
University at Carbondale, Amerika Serikat.
Partner di PwC Indonesia, ditunjuk sebagai Anggota Dewan Pengarah
Djohan Komite Penyusun Kebijakan Akuntansi Bank Indonesia.
Pinnarwan Aktif sebagai Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) periode 2014-2018
Anggota Sebelumnya, Djohan Pinnarwan menjabat sebagai Wakil Ketua DSAK
IAI periode 2013-2014 dan Ketua Dewan Standar Profesional Akuntan
Publik (DSPAP) Institut Akuntan Publik Indonesia.
Menyelesaikan pendidikan di Universitas Gadjah Mada Fakultas
Ekonomi Jurusan Akuntansi.
Anggota Eksekutif Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI), ditunjuk sebagai Anggota
Dewan Pengarah Komite Penyusun Kebijakan Akuntansi Bank Indonesia.
Edhie Purnawan
Aktif sebagai Dosen di Universitas Gadjah Mada. Ia menjabat sebagai Komisaris
Independen Tokyo Century Corporation. Ia juga berkontribusi sebagai faculty
Anggota member di Bank Indonesia Institute dan anggota Forum Penelitian Stabilitas Keuangan.
Sebelumnya, Edhie Purnawan menjabat beberapa posisi dalam Struktur Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada.
Menyelesaikan pendidikan S1 Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, S2 Master dari
Monash University, dan memperoleh gelar Doktor Ekonomi dari Department of
Economics, The University of Melbourne.
Partner di EY Indonesia, ditunjuk sebagai Narasumber Komite Penyusun Kebijakan
Akuntansi Bank Indonesia.
Danil Setiadi Aktif sebagai Wakil Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan
Handaya Indonesia (DSAK IAI) periode 2013 – 2018, Financial Services Organization (FSO)
Leader, dan ASEAN Assurance Government and Public Sector (GPS) Leader.
Anggota Sebelumnya, Danil S. Handaya merupakan anggota dari EY Financial Instrument Help
Desk dan Dewan Pengarah Working Group IFRS 13: Fair Value Measurement dan
IFRS 9: Financial instrument yang dibentuk oleh DSAK IAI dan OJK.
Menyelesaikan Master Business Administration in Corporate and Financial Strategic
dari University of Western Australia.
Guru Besar Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (FEB UGM),
ditunjuk sebagai Narasumber Komite Penyusun Kebijakan Akuntansi Bank Indonesia.
Mahfud Aktif sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FEB UGM. Selain itu, juga
Solihin menjadi Ketua Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia (DSAS IAI).
Menyelesaikan S1 Jurusan Aqidah dan Filsafat di IAIN Sunan Kalijaga tahun 1996 dan S1
Jurusan Akuntansi di UGM tahun 1998. Memperoleh Master of Accounting (M.Acc) dari
University of Western Australia tahun 2003. Tahun 2009 Menyelesaikan Program Philosophy
of Doctor (Ph.D) di Bradford University, Inggris.
Beberapa hasil penelitiannya sudah dipublikasi di jurnal internasional bereputasi,
sepertiAccounting and Business Research, British Accounting Review, Financial
Accountability and Management, dan Journal of Islamic Accounting and Business Research