Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL SHARING

KOMUNIKASI PASIEN DI RUANG PERAWATAN INTENSIF (ICU)


DI UNIT PERAWATAN INTENSIF RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis Tahap
Profesi

Oleh :

Devi Nailil Hidayah 22020117220056


Sukma Anggraeni Giajati 22020117220051
Linda Surya Wulandari 22020117220102
Zulmiasari 22020117220091
Meta Anindya Aryanti G 22020117220077

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXXI

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2018
A. ANALISA SITUASI
Intensive care unit (ICU) merupakan ruang yang menyediakan perawatan
dan pemantuan untuk kondisi pasien yang mengancam jiwa. Hampir setengah
dari pasien yang dirawat di ICU adalah pasien-pasien yang membutuhkan
dukungan pernapasan melalui intubasi dan ventilasi mekanis. Pasien dengan
ventilasi mekanik mengalami kehilangan suara sementara karena alat yang
menghalangi saluran udara ke pita suara. Hal tersebut membuat komunikasi
interpersonal bisa menjadi masalah yang kompleks.
Berkomunikasi dengan pasien non-vokal bisa menjadi sangat rumit dan
mungkin menjadi pengalaman negatif bagi mereka yang terlibat. Baik perawat
maupun pasien menemukan komunikasi yang menantang dan mungkin
mengalami emosi negatif ketika komunikasi gagal. Pasien mungkin mengalami
frustrasi, cemas, tidak berdaya dan merasa kurang serta kehilangan kontrol,
kepribadian dan kebebasan. Perawat sebagai tenaga medis yang 24 jam merawat
pasien adalah yang terutama bertanggung jawab untuk memulai dan
mengendalikan komunikasi di ICU (Nilsen et al., 2013). Perawat mungkin
merasa frustasi dan tertantang untuk memahami kebutuhan pasien, dan ketika
tidak berhasil, perawat mungkin merasa bersalah, merasa tidak kompeten, dan
merasa tidak bisa menjadi perawat yang baik (Rodriguez et al., 2015).

B. EVIDENCE KNOWLEDGE

Pemasanggan trakeostomi menyebabkan pasien mengalami kesulitan


untuk berkomunikasi dan hal tersebut dapat menyebabkan kesulitan dan stres
pada pasien. Penelitian oleh Karlsson dan Bergbom (2014) menjelaskan
sumber utama stres dan kesulitan yang dialami pasien trakeostomi dengan
ventilasi mekanik yaitu ketidakmungkinan untuk berkomunikasi. Perawat
memiliki peran penting dalam komunikasi selama melakukan perawatan
kepada pasien dengan trakeostomi. Perawat berada dalam posisi untuk
memahami, mengatasi dan mengurangi dampak gangguan komunikasi
(Karlsson dan Bergbom, 2014; Slatore et al., 2012; Carroll, 2007, 2004).
Ketika berkomunikasi dengan pasien yang tidak dibius atau di bawah
pengaruh obat penenang ringan, perawat harus memiliki kemampuan untuk
menangkap dan menafsirkan dengan benar upaya pasien untuk berkomunikasi
dan umpan balik mereka (Arrigoni et al., 2013). Komunikasi yang sulit dapat
mengganggu pasien trakeostomi dalam mengekspresikan kebutuhan mereka,
menyebabkan emosi pasien dan mengurangi peran pasien untuk berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan mengenai perawatan mereka sendiri (Nilsen et
al., 2014). Kesulitan komunikasi yang dialami pasien menyebabkan pasien
merasa terasingkan dan tidak diikutsertakan dalam proses perawatan yang
dilakukan perawat maupun dokter.
Penelitian oleh Angela Tolotti et al (2018) menyebutkan dalam
wawancaranya dengan pasien yang pernah menjalani trakeostomi dapat
disimpulkan bahwa ada 4 aspek ketidaknyamanan dan 2 aspek kenyamanan
pada pasien dengan trakeostomi. Pasien dengan trakeostomi mengalami
perasaan tidak berdaya dan frustasi saat menjalani perawatan. Empat sumber
ketidaknyamanan pada pasien dnegan trakeostomi adalah pasien merasa
berjuang dengan tanpa mengetahui apa yang terjadi, pasien merasa hidup
dalam isolasi, pasein merasa tidak terlihat, pasien merasa orang lain menyerah
padanya. Kesulitan komunikasi yang dialami pasien menyebabkan dirinya
merasa terisolir karena banyak tidak adanya orang yang berbicara kepadanya.
Selain itu pasien merasa dirinya tidak dilibatkan dalam proses perawatannya.
Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa pasien merasa dokterpun enggan
untuk berbicara dengannya karena sulit untuk memahami komunikasi yang
dilakukan dengan dirinya. Ketidakpahaman yang dialami oleh orang lain akan
dirinya membuat pasien menganggap bahwa orang lain bahkan sudah
menyerah pada kondisinya.
Selain aspek ketidaknyamanan, terdapat pula 3 aspek yang membuat
pasien merasa nyaman dalam perawatannya. Ketiga aspek tersebut adalah
dihibur dengan orang-orang penting, memiliki bel untuk memanggil perawat
dan pasien meraas terhibur dengan kehadiran perawat. Pasien akan merasa
tenang dan nyaman saat orang-orang tercintanya seperti keluarga juga perawat
ada saat dia membutuhkan dan mampu memahami apa yang diinginkannya.
Sama halnya dengan pasien, perawat merasa cemas dan khawatir saat dirinya
tidak mampu memahami pasien dan tidak dapat memberikan kenyamanan dan
kebutuhan pada pasien dengan trakeostomi.
Seperti halnya dengan pasien trakeostomi, pasien dengan pemasangan
ventilator mekanik juga membutuhkan perhatian khusus dalam hal
komunikasi. Tidak sedikit perawat ICU yang hingga kini mengalami kendala
dalam berkomunikasi untuk mengetahui perasaan yang dirasakan oleh pasien
dengan kondisi tidak sadar ataupun terpasang ventilator mekanik. Salah satu
tehnik komunikasi yang mungkin dapat diterapkan untuk pasien dengan
kondisi tersebut yaitu komunikasi augmentasi dan alternatif (AAC).
Komunikasi Augmentatif dan Alternatif (AAC) adalah strategi berkomunikasi
yang terdiri dari berbagai bentuk alat bantu komunikasi, seperti gambar dan
komunikasi simbol papan dan alat bantu elektronik, yang dapat membantu
orang mengekspresikan diri mereka sendiri (Beukelman et al., 2007;
Schlosser, Koul, & Costello, 2007; 225-238). Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh KS Dithole, dkk pada tahun 2017 menunjukkan hasil
bahwa adanya pelatihan komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC) dapat
meningkatkan kualitas komunikasi perawat-pasien di unit perawatan intensif,
khususnya pasien yang terpasang ventilator mekanik, sehingga para perawat
merasa diberdayakan untuk membantu pasien dalam mengatasi kecemasan
dan stres. Hal tersebut sejalan dengan studi tentang Happ, Garrett & Tate dkk
yang mengatakan bahwa pelatihan keterampilan komunikasi perlu dilakukan
untuk meningkatkan interaksi perawat-pasien.
Perawat diharapkan memberikan perawatan berkualitas dalam
perawatan intensif serta memberdayakan pasien yang mereka kelola. Salah
satunya dengan menerapkan sistem komunikasi, yang didukung dengan
penggunaan perangkat AAC yang telah terbukti efektif dalam membantu
komunikasi pasien yang dirawat di unit perawatan intensif. Satu poin penting
dalam komunikasi dengan pasien yang berventilator adalah kesabaran; bahkan
ketika menggunakan perangkat teknologi sederhana seperti papan komunikasi
sekalipun (Patak, 2006). Meskipun beberapa perawat mungkin memiliki sikap
negatif seperti tidak sabaran terhadap pasien, adanya pelatihan, dorongan dan
motivasi dari perawat lain serta manajer perawat bisa memperbaiki situasi
tersebut.
Pasien pasien yang menggunakan intubasi atau ventilasi mekanis
sementara dalam masa perawatan di ICU dapat menyebabkan tekanan
psikologis,frustasi, panic, gangguan emosional yang dialami di ICU adalah
predictor gangguan stress pasca trauma selama pemulihan. Selama pasien
terintubasi dan terpasang ventilator mekanik maka pasien tidak dapat
berkomunikasi menggunakan suara pasien. Maka perlu diterapkan stategi
komunikasi AAC (Augmentatif dan Alternatif komunkasi) stategi komunikasi
yang efektif memiliki potensi untuk meningkatkan hasil kesehatan jangka
panjang dari pasien, namun kenyataanya penerapan strategi komunikasi
tersebut sulit dalam praktis klinis.
Strategi komunikasi AAC merupakan strategi komunikasi yang
menggunakan alat untuk berkomunikasi . Media komunikais menggunakan
stategi AAC terbagi menjadi dua, pertama menggunakan cara tradisional
yaitu dengan berkomunikasi melalui 1) gambar, buku ataupun papan. 2)
menggunakan bagan alfabet, 3) menggunakan symbol dan 4) mengunakan
kertas dan pulpen. Sedangkan cara kedua menggunakan teknologi yang lebih
canggih seperti 1. Teknologi seluler menggunakan aplikasi, 2. System
komunikasi computer life voice dan lainnya. Stategi AAC ini ,merupakan
sebuah solusi untuk memecahkan tantangan komunikatif dan memberikan
solusi pontensial untuk berkomunikasi pada pasien yang kesulitan
komunikasi, kesulitan untuk mmengeluarkan suara atau yang tidak bisa
bersuara. Meskipun AAC biasanya diterapkan pada pasien pasien yang
menderita neurologis atau neuromuscular ternyata AAC juga bisa digunakan
untuk mengoptimalkan komunikasi untuk pasien yang diintubasi di ICU.
Komunikasi antara perawat dan pasien dengan ventilasi mekanik di ICU
Analisis menunjukkan bahwa komunikasi perawat-pasien dengan
ventilasi mekanik secara keseluruhan adalah adanya pergerakan antara dua
perasaan yang berlawanan antara dua subjek yaitu pemahaman dan frustrasi.
Studi menjelaskan terdapat karakteristik dari segi pemahaman dan frustrasi
dan bagaimana komunikasi perawat-pasien bergerak di antara keduanya, yaitu
(Holm & Prayer, 2017):

Pemahaman:

a. Mudah untuk menafsirkan pesan pasien


b. Komunikasi adalah tegas
c. Komunikasi tentang mata pelajaran dasar dan / atau informatif
d. Perawat dan pasien memiliki tujuan yang sama dalam komunikasi
e. Pasien terjaga dan berpartisipasi
f. Pasien dapat menggunakan alat komunikasi
g. Kesinambungan dalam asuhan keperawatan
h. Kesabaran, ketenangan, dan waktu untuk memprioritaskan komunikasi
i. Perawat menunjukkan empati

Frustasi

a. Sulit menafsirkan pesan pasien


b. Komunikasi itu samar-samar
c. Komunikasi adalah tentang subjek yang kompleks
d. Perawat dan pasien memiliki tujuan berbeda dalam komunikasi
e. Pasien lelah, mengantuk, mengigau dan / atau pasif
f. Pasien tidak dapat menggunakan alat komunikasi
g. Diskontinuitas dalam asuhan keperawatan
h. Tekanan kesibukan, kebisingan, dan gangguan
i. Perawat menunjukkan ketidakpedulian

Pemahaman terjadi ketika perawat mampu menafsirkan pesan pasien


ketika komunikasi tidak jelas; ketika komunikasi tentang subjek dasar dan /
atau informatif; dan ketika ada kesinambungan, kesabaran, ketenangan,
empati dan waktu untuk memprioritaskan komunikasi. Kadang-kadang, ketika
komunikasi menjadi frustasi, emosi negatif timbul baik pada perawat maupun
pasien, dan akhirnya, satu atau keduanya menyerah untuk mencoba
berkomunikasi. Emosi negatif itu akibat dari kebutuhan dan / atau keinginan
pasien yang tidak terpenuhi atau karena perawat menjadi kecewa atau kesal
karena dia tidak dapat memahami pesan pasien. Pasien menyatakan bahwa
mereka dapat merasa tidak berdaya, sedih, bodoh, marah, kesepian,
terperangkap dan terhina ketika komunikasi gagal. Pesan pasien sangat
penting bagi perawat, tetapi kadang-kadang, perjuangan mencoba memahami
bisa menjadi sangat frustasi sehingga perawat menyerah. Ini mengakibatkan
perasaan tidak berdaya dan ketidakmampuan atau gagal sebagai perawat
(Holm & Prayer, 2017).

Analisis study menunjukkan bahwa komunikasi tidak pernah statis tetapi


bergerak di antara dua perasaan yang berseberangan pemahaman dan frustrasi.
Frustrasi sebelumnya telah digunakan untuk mengkarakterisasi komunikasi di
ICU sebagai reaksi umum pada pasien dan / atau perawat (Carroll, 2007;
Flinterud dan Andershed, 2015; Rodriguez et al., 2015). Namun, gambaran
antara frustrasi dan pemahaman belum dijelaskan dalam literatur. Komunikasi
dapat dioptimalkan dengan mencoba menghilangkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap frustrasi. Namun, sulit untuk menghilangkan semua
faktor yang menyebabkan frustrasi. Sebagai contoh, status kognitif pasien
yang fluktuatif dan kelelahan umum terjadi pada sebagian besar pasien ICU,
dan gangguan kognitif bisa menjadi penghalang untuk komunikasi yang
efektif (Finke et al., 2008). Mengamankan kontinuitas, waktu, empati dan
kesabaran dalam asuhan keperawatan dapat menjadi cara untuk memindahkan
komunikasi dari frustrasi ke arah pemahaman, yang konsisten dengan temuan
dari penelitian sebelumnya (Karlsson et al., 2012).

Analisis juga menunjukkan bahwa protokol tanpa sedasi pada pasien


dengan ventilasi mekanik adalah perubahan besar dalam praktik klinis dalam
kaitannya dengan komunikasi. Hal ini membutuhkan cara berpikir baru dalam
asuhan keperawatan di mana komunikasi harus menjadi bagian terpadu dari
perawatan, dan perawat harus selalu waspada dan menyesuaikan strategi
komunikasi untuk beradaptasi dengan kebutuhan dan kemampuan komunikasi
pasien yang berubah (Holm & Prayer, 2017).
Selain itu, perawat tidak hanya memiliki persiapan yang memuaskan
dalam hal klinik dan pemberian perawatan, namun masih memiliki
kekurangan dalam hal komunikasi dan relasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pentingnya mengikuti pelatihan khususnya teknik baru dalam
meningkatkan komunikasi akan memungkinkan perawat untuk sepenuhnya
merawat pasien (Foa dkk, 2016).

C. CRITICAL THINKING

Pasien dengan perwatan di Unit Perawatan Intensif (ICU) sebagian besar


merupakan pasien dengan trakeostomi maupun ventilasi mekanik sebagai alat
bantu pernafasan. Pada pasien yang menjalani trakeostomi akan sulit untuk
melakukan komunikasi. Penelitian oleh Angela Tolotti et al (2018) menjelaskan
pengalaman komunikasi pada pasien dan perawat dengan trakeotomi di ICU.
Pasien dengan perawatan trakeostomi di ICU yang mengalami kesulitan
komunikasi akan mengalami frustasi dan stres. Perawat yang melakukan
perawatan dengan pasien tersebut juga akan mengalami kesulitan untuk
memahami keinginan pasien. Namun, kehadiran keluarga atau orang yang
dicintai pasien mampu memberikan kenyamanan oleh pasien, hal tersebut karena
pasien menganggap bahwa keluarganya mampu memahami apa yang
diinginkannya. Selain itu, peran perawat juga dibutuhkan oleh pasien, kehadiran
perawat mampu membuat nyman pasien akan kondisinya. Meskipun terkadang
sulit untuk perawat memahami komunikasi dengannya, pasien menganggap
kehadiran perawat mampu memberikan kenyamanan dan perawat selalu
memberikan kebutuhan pasien dengan cara yang terbaik selama perawatan
dirinya.
Selain pada pasien dengan trakeostomi, terdapat pula pasien dengan
ventilasi mekanik yang juga mengalami kesulitan dalam komunikasi. Perawat
yang bekerja di unit perawatan intensif (ICU) merasa sangat tertantang untuk
berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar, terbius atau pasien dengan
ventilator mekanik. Begitu pula yang di rasakan oleh perawat ICU RSUP Dr,
Kariadi. Meskipun perawat sudah mencoba berkomunikasi dalam setiap
tindakan, akan tetapi perawat tidak seutuhnya mampu memahami apa yang
diinginkan, dirasakan dan apa yang ingin disampaikan oleh pasien. Sehingga
masalah komunikasi tersebut masih menjadi kendala bagi perawat ICU RSUP Dr.
Kariadi dalam memahami perasaan yang dirasakan pasien. Oleh karena itu,
implementasi pelatihan keterampilan komunikasi untuk perawat perawatan
intensif harus terus didorong, dan memang perlu diperkenalkan sebagai elemen
kunci pelatihan perawatan ICU, salah satunya yaitu pelatihan keterampilan
Komunikasi Augmentatif dan Alternatif (AAC).
Penelitian oleh Carruthers H dkk (2017) menunjukkan bahwa penerapan
komunikasi menggunakan stategi AAC bagi pasien yang dirawat di ICU belum
begitu diketahui efektifannya. Namun hasil menunjukan bahwa adanya
peningkatan kepuasa walaupun tidak konsisten untuk mengurangi kesulitan
dalam komunikasi untuk pasien yang tidak bisa bersuara karena dilakukan
intubasi. The International Nurs-ing Council (ICN) mengakui bahwa komunikasi
menggunkan teknologi yang berpusat pada peraatan pasien dapat meringankan
penderita dan meningkatkan kesejahteran pasien. Secara khusus AAC bermanfaat
bagi pasien dalam mengurangi kesulitan dalam komunikasi dan meningkatkan
kepuasa dalam kimunikasi serta mengurangi beban dan morbiditas psikologis
pasien yang dirawat di ruang ICU .
Hasil penilitian ini diharpkan dapat menjadi evidence based untuk perawat
dalam berkomunikasi dengan pasien yang tidak dapat berbicara di ruang ICU
baik karena intubasi, trakeostomi maupun kelumpuhan lainya. Hasil penilitian ini
menunjukan bahwa strategi AAC dapat diimplementasikan di ICU untuk
meningkatkan rasa kenyamanan pasien dalam berkomunikasi baik kepada
perawat, tenaga kesehatan lainnya dan keluarga.selain itu penelitian ini bisa
dijadikan motivasi khususnya pada bidang keperawatan untuk melaksanakan
strategi AAC karena dengan menerapkan strategi komunikasi AAC secara tdak
langsung dapat meningkatkan perawatan yang dituju kepada pasien dan juga
tetap mempertahankan hak asasi manusia dalam bentuk berkomunikasi. Selain
itu, perawat harus senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam teknik
komunikasi dengan pasien yang dirawat di ICU.

DAFTAR PUSTAKA
Beukelman, D. R., Garrett, K. L., Yorkston, K. M., Alarcon, N. B., Baarslag Benson,
R., Ball, L., Sullivan, M. D. 2007. Augmentative Communication Strategies for
Adults with Acute Or Chronic Medical Conditions. USA: Brooks Publishing.
Carroll SM. (2007). Silent, slow lifeworld: the communication experience of
nonvocal ventilated patients. Qualitative Health Research; 17: 1165–1177.
Carruthers H dkk.2017. Which alternative communication methods are effective for
voiceless patients in Intensive Care Units? A systematic review.. Elsevier Inc.
All rights reserved.Vol 42.Page 88-96.
Finke EH, Light J, Kitko L. (2008). A systematic review of the effectiveness of nurse
communication with patients with complex communication needs with a focus
on the use of augmentative and alternative communication. Journal of Clinical
Nursing; 17: 2102–2115
Flinterud SI, Andershed B. (2015). Transitions in the communication experiences of
tracheostomised patients in intensive care: a qualitative descriptive study.
Journal of Clinical Nursing; 24: 2295–2304.
Foa, Chiara dkk. (2016). Communications and Relationships Between Patient and
Nurse in Intensive Care Unit: Knowledge, Knowledge of the Work, Knowledge
of the Emotional State. Acta Biomed for Health Proffessions, 87(4), 71-82
Happ MB, Garrett K, Sereika S. 2012. Nurse-patient communication interactions in
the intensive care unit. Am J Crit Care. 20; 1–10.

Holm, A., & Prayer, D. (2017). Nurse-Patient Communication Within The Context of
Non-Sedated Mechanical Ventilation: A Hermeneutic-Phenomenological
Study. British Association of Critical Care Nurses.

Karlsson V, Forsberg A, Bergbom I. (2012). Communication when patients are


conscious during respirator treatment – a hermeneutic observation study.
Intensive & Critical Care Nursing; 28: 197–207.

K. S. Dithole, Gloria Thupayagale-Tshweneagae, Oluwaseyi A. Akpor, and Mary M.


Moleki. 2017. Communication skills intervention: promoting effective
communication between nurses and mechanically ventilated patients. BMC
Nursing; 1-6.
Nilsen ML, Sereika S, Happ MB. (2013). Nurse and patient characteristics associated
with duration of nurse talk during patient encounters in ICU. Heart & Lung; 42: 5–
12.
Patak L, Gawlinski A, Fung NI, Doering L, Berg J, Henneman EA. 2006.
Communication boards in critical care: patients’ views. Appl Nurs Res. 19; 182–
90.
Rodriguez CS, Spring HJ, Rowe M. (2015). Nurses’ experiences of communicating
with hospitalized, suddenly speechless patients. Qualitative Health Research; 25:
168–178.
Tolotti, Angela., Bagnasco, Annamaria., Catania, Gianluca., Aleo, Giuseppe.,
Pagnucci, Nicola., Cadorin, Lucia., Zanini, Milko., Rocco, Gennaro., Stievano,
Alessandro., Carnevale, Franco A., Sasso, Loredana., 2018. The communication
experience of tracheostomy patients with nurses in the intensive care unit: A
phenomenological study. Intensive & Critical Care Nursing 46. 24–31.

Anda mungkin juga menyukai