Anda di halaman 1dari 22

TEORI DAN TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

PADA LANSIA
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Komunikasi Keperawatan

Disusun Oleh:
Cika Insani Restuningrum

(043-315-15-0-008)

Cucu Kurniawati

(043-315-15-0-009)

Firman Nur Maulana

(043-315-15-0-014)

Guntur Arya Prayoga

(043-315-15-0-016)

Nisa Infanteriani Pratiwi

(043-315-15-0-023)

Novianti Warnerin

(043-315-15-0-028)

Risa Nurcahyani

(043-315-15-0-029)

Siti Ulfa Fauziah

(043-315-15-0-036)

Vini Widiani Atori

(043-315-15-0-037)

Yana Widiana

(043-315-15-0-040)

PROGRAM STUDI D3-2A KEPERAWATAN


STIKEP PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Melihat dan Maha Mendengar
dan atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Teori dan teknik komunikasi terapeutik pada
lansia sesuai waktu yang telah direncanakan.
Dalam makalah ini tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan
baik moril maupun materil. Maka dari itu, penyusun ingin mengucapkan terima kasih
kepada Lia Juniarni, Ners., M.Kep., selaku dosen mata kuliah Komunikasi
Keperawatan yang telah memberikan tugas ini agar lebih memahami materi yang
telah disampaikan.
Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dan banyak kekurangan yang mendasar. Oleh karena itu, penyusun meminta agar
pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang dapat membangun penyusun agar
tugas selanjutnya menjadi lebih baik.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran dalam perkuliahan.

Bandung, Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Makalah..................................................................................................2
D. Manfaat Makalah................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
A. Definisi Komunikasi Terapeutik.........................................................................3
B. Karakteristik Lansia yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik...................4
C. Prinsip Komunikasi Pada Lansia........................................................................5
D. Jenis-jenis Komunikasi Terapeutik untuk Lansia...............................................5
E. Teknik Komunikasi Pada Lansia........................................................................9
F.

Hambatan komunikasi dengan lansia...............................................................14

BAB III PENUTUP...................................................................................................15


A. Kesimpulan.......................................................................................................15
B. Saran.................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Aristoteles (384-322 SM), seorang ahli fikir Yunani menyatakan


dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon, artinya pada dasarnya
manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dan berkumpul dengan makhluk
lain atau makhluk yang bermasyarakat yang disebut sebagai makhluk sosial.

Untuk melakukan hubungan sosial dengan makhluk lainnya, seorang individu


harus berkomunikasi baik itu secara verbal atau nonverbal. Bukan hanya dalam
lingkup sosial, komunikasi juga diperlukan dalam bidang keperawatan. Salah satunya
untuk melakukan pendekatan dan menjalin hubungan saling percaya pada saat
melakukan pendekatan dengan pasien yang memiliki usia berbeda-beda. Salah satu
golongan usia yang memerlukan pendekatan khusus dalam berkomunikasi yaitu
golongan lansia.

Dalam ilmu keperawatan, komunikasi memiliki teori dan teknik-teknik


tertentu. Komunikasi yang digunakan dalam bidang keperawatan disebut komunikasi
terapeutik yang ditujukan kepada pasien untuk membantu penyembuhan pasien.
Teknik komunikasi yang dapat diimplementasikan pada golongan lansia yaitu teknik
komunikasi terapeutik yang dapat diaplikasikan berbeda-beda tergantung gangguan
yang terjadi pada lansia tersebut. Maka dari itu, dibuatlah makalah yang berjudul
teori dan teknik komunikasi pada lansia agar tujuan penyembuhan yang diharapkan
melalui komunikasi tersebut dapat tercapai secara optimal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan teori dan teknik komunikasi terapeutik?

2. Bagaimana karakteristik lansia yang mempengaruhi komunikasi terapeutik?

3. Bagaimana prinsip dan jenis-jenis komunikasi terapeutik untuk lansia?

4. Apa saja hambatan dalam berkomunikasi terapeutik dengan lansia?

C. Tujuan Makalah
Makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan teori dan teknik komunikasi terapeutik.

2. Untuk menjelaskan karakteristik lansia yang mempengaruhi komunikasi


terapeutik.

3. Untuk menjelaskan prinsip dan jenis-jenis komunikasi terapeutik untuk lansia.

4. Untuk mengetahui hambatan dalam berkomunikasi terapeutik dengan lansia.

D. Manfaat Makalah
Adapun manfaat dari makalah ini yaitu untuk tenaga kesehatan khususnya
perawat agar mengetahui teknik komunikasi terapeutik yang diimplementasikan
kepada golongan lansia sesuai dengan teori yang diuraikan sehingga tujuan
penyembuhan yang ditargetkan dapat tercapai.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Komunikasi Terapeutik

Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari


penyembuhan (As Hornby dalam Intan, 2005). Maka di sini dapat diartikan bahwa
terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga
komunikasi terapeutik itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi profesional.

Komunikasi
dan pemahaman

terapeutik

perawat

adalah

untuk

proses

memfasilitasi

penyampaian
proses

pesan,

makna

penyembuhan

pasien.

Mustikasari (2006) menyatakan bahwa komunikasi menjadi penting karena dapat


menjadi sarana membina yang baik antara pasien dengan tenaga kesehatan,dapat
melihat perubahan prilaku pasien, sebagai kunci keberhasilan tindakan kesehatan,
sebagai tolak ukur kepuasan pasien dan keluhan tindakan dan rehabilitasi.

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak


saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan
komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien,
sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi diantara perawat dan
pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan. Komunikasi terapeutik
bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja,
dan merupakan tindakan profesional.

B. Karakteristik Lansia yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik

Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan


usia lanjut menjadi 4 macam, meliputi:

1. Usia Pertengahan (middle age) kelompok usia 45 sampai 59 tahun.

2. Usia Lanjut (elderly), kelompok usia antara 60 sampai 70 tahun.

3. Usia Lanjut Usia (old), kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun.

4. Usia Tua (verryold), kelompok usia diatas 90 tahun.

Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun


perubahan-perubahan akibat usia tersebut telah dapat diidentifikasi, misalnya pada
perubahan pada aspek fisik beupa perubahan neurologis dan sensorik,perubahan
viual,perubahan pendengaran. perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat
proses penerimaan dan interpretasi terhadap maksud komunikasi. perubahan ini juga
menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam komunikasi. Belum lagi
perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar,

daya memori dan motifasi klien. Perubahan yang sering nampak adalah berupa kreasi
penolakan terhadap kondisi yang terjadi gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:

1. Tidak percaya terhadap diagnosa gejala, perkembangan serta keterangan yang


diberikan petugas kesehatan.

2. Mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa, sehingga diterima


keliru.

3. Menolak membicarakannya dirumah sakit

4. Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum,khusus nya tindakan
secara langsung mengikutsertakan dirinya

5. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur,


terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

C. Prinsip Komunikasi Pada Lansia

Prinsip komunikasi pada lansia (Ebersol dan Hess dalam Brunner dan Sidath,
1996) adalah:

1.
2.
3.
4.
5.

Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.


Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa baterai).
Yakin bahwa kacamata bersih dan pas.
Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung dengan telinga

yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di depan klien.


6. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
7. Beri kesempatan bagi klien untuk mengenang.
8. Mendorong keikusertaan dalam aktivitas sosial seperti perkumpulan orang
tua, kegiatan rohani.
9. Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai kebutuhan.
10. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengerjakan suatu tugas atau
keahlian.
D. Jenis-jenis Komunikasi Terapeutik untuk Lansia

1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal dilakukan melalui kata-kata, bicara atau tertulis.
Komunikasi ini memerlukan fungsi fisiologis dan mekanisme kognitif yang akan
menghasilkan bicara. Meskipun yang paling mempengaruhi komunikasi adalah
bahasa non verbal, kata merupakan alat yang sangat penting dalam komunikasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam berkomunikasi
secara verbal adalah (Leddy, 1998):

a. Masalah Teknik
Seberapa akurat komunikasi tersebut dapat mengirimkan simbol dari
komunikasi.

b. Masalah Semantik
Seberapa tepat simbol dalam mengirimkan pesan yang dimaksud.

c. Masalah Pengaruh

Seberapa efektif arti yang diterima mempengaruhi tingkah laku.


Ellis dan Nowlis (1994) menyatakan beberapa hal yang penting dalam
berkomunikasi verbal:

a. Penggunaan Bahasa
Penggunaan bahasa perlu mempertimbangkan pendidikan klien, tingkat
pengalaman dan kemahiran dalam berbahasa. Penggunaan bahasa juga
memerluka : Kejelasan, keringkasan dan kesederhanaan.

b. Kecepatan
Kecepatan akan mempengaruhi komunikasi verbal. Seseorang yang
dalam keadaan cemas atau sibuk biasanya akan lupa untuk berhenti berbicara
dan pembicaraan dilakukan sangat cepat sehingga hal ini menyebabkan
pendengar tidak dapat memproses pesan dan menyusunn respon akan yang
akan diberikan. Komunikasi verbal dengan kecepatan yang sesuai akan
memberikan kesempatan bagi pembaca sendiri untuk berpikir jernih tentang
apa yang diucapkan dan akan menyebabkan seseorang dapat menjadi
pendengar yang efektif.

c. Voice tone

Menunjukkan gaya dari ekspresi yang digunakan dalam bicara dan dapat
merubah arti dari kata. Pengaruh dari bicara dengan suara keras akan berbeda
dengan suara yang lembut atau lemah.

Salah satu komunikasi verbal yang penting dalam keperawatan adalah


wawancara. Wawancara merupakan salah satu cara untuk mendapatkan data dari
klien yang spesifik yaitu untuk mendapatkan riwayat kesehatan, mengidentifikasi
kebutuhan kesehatan dan faktor resiko, dan untuk menentukan perubahan spefisik
dari tingkat kesehatan dan pola hidup.
2. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi Non verbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan
bicara dan tulisan. Sebesar 90% dari arti komunikasi berasal dari komunikasi non
verbal (Hunanker cit. leddy, 1998). Hal ini menunjukkan pentingnya mempelajari
komunikasi non verbal. Tujuan dari komunikasi non verbal (Stuart dan Sundeen,
1995) adalah:

a. Mengekspresikan emosi

b. Mengekspresikan tingkah laku interpersonal

c. Membangun, mengembangkan dan memelihara interaksi sosial

d. Menunjukan diri

e. Terlibat dalam ritual

f. Mendukung komunikasi verbal


Secara umum, komunikas non verbal terdiri dari:

a. Kinesics

Kinesics merupakan komunikasi verbal yang dilakukan melalui


pergerakan tubuh, terdiri dari:

1) Ekspresi Muka

2) Gesture (gerak, isyarat, sikap)

3) Gerakan tubuh dan postur

4) Gerak mata atau kontak mata


Leddy

(1998)

Mencontohkan

beberapa

sikap

kinesics

yang

menunjukkan komunikasi non verbal:

1) Dengan lembut menggosok bagian belakang telinga menggunakan jari


telunjuk menunjukkan seseoramg yang ragu.

2) Sambil lalu menggosok mata dengan tangan, menunjukkan seseorang


yang tidak paham dengan apa yang dikomunukasikan.

3) Menutupkan tangan ke mulut menunjukkan seseorang yanag


menyembunyikan sesuatu.

4) Bersandar dengan kedua tangan mendukung kepala menunjukkan


superior atau keyakinan

5) Menggerakan mata kearah bawah dari batang hidung dan menatap


tajam lawan bicara menunjukkan penilaian negatif yang sangat kuat.
10

b. Paralanguage
Paralanguage menunjukkan pada bahasa itu sendiri. Vocal dapat
membedakan emosi yang dirasakan satu orang dengan orang lain. Beberapa
komponen paralangauge:

1) Kualitas suara : irama, volume, kejernihan

2) Vocal tanpa bahasa: Suara tanpa adanya struktur linguistik, misalnya


sedu sedan, tertawa, mendengkur, mengerang, merintih, hembusan
nafas, nafas panjang.

c. Proxemics
Proxemics adalah ilmu yang mempelajari tentang jarak hubungan daalm
interaksi sosial. 4 (empat) jarak interaksi (Hall. Cit. linberg, 1998).

1) Jarak intim (sampai dengan 18 inchi)

2) Jarak persoanal (18 inchi 4 kaki) untuk interaksi mengenai suatu


urusan tetapi bukan orang khusu/tertentu

3) jarak publik (lebih dari 12 kaki) untuk pembiacraan formal.

d. Sentuhan
Sentuhan merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, dapat
menimbulkan reaksi positif dan negatif tergantung dari orang yang terlibat

11

dan lingkungan disekeliling interaksi tersebut. Sentuhan penting dilakukan


pada situasi emosional. Sentuhan dapat menunjukka arti Saya peduli.

Sentuhan dapat dikategorikan menurut pesan yang dikomunikasikam


(Knap, cit. Townsed, 1993):

1) Fungsional professional

2) Sosial sopan

3) Sahabat hangat

4) Cinta arousal

e. Cultural Arifact
Arifact adalah hal-hal yang ada dalam interaksi seseorang dengan orang
lain yang mungkin bertindak sebagai rangsangan non verba, misalnya baju,
kosmetik, parfum atau bau badan, perhiasan, kacamata, dan lain-lain.

f. Gaya Berjalan
Beberapa gaya berjalan menunjukkan pesan tertentu, antara lain : cara
berjalan yang bersemangat dan gembira akan menunjukkan seseorang tersebut
dalam keadaan sehat.

g. Penampilan Fisik Umum

12

Kulit kering berkerut akanmengkomunikasikan bahwa orang tersebut


sedang mengalami kekurangan/dehidrasi, pola nafas cepat menunjukkan
seseorang sedang merasa cemas.
E. Teknik Komunikasi Pada Lansia
1. Teknik Asertif
Asertif adalah sikap dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukkan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika
pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti.
2. Responsif
Berespon artinya bersikap aktif, tidak menunggu permintaan bantuan dari
klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menimbulkan perasaan tenang
bagi pasien.
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi
komunikasi yang diinginkan.
4. Supportif
Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga
lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan
klien

menjadi

termotivasi

untuk

mandiri

dan

dapat

berkarya

sesuai

kemampuannya. Dukungan diberikan baik secara materiil maupun moril.


5. Klarifikasi
Klarifikasi dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan ulang dan
memberi penjelasan lebih dari satu kali agar pembicaraan kita dapat diterima dan
dipersepsikan sama dengan klien.
6. Sabar dan Ikhlas
Terkadang klien lansia mengalami perubahan yang merepotkan dan
kekanak-kanakan. Perubahan ini perlu disikapi dengan sabar dan ikhlas agar
perawat tidak menjadi jengkel dan tetap tercipta komunikasi yang terapeutik dan
juga tidak menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan perawat.
Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik Maupun Mental

13

1. Lansia dengan gangguan pendengaran

a.
b.
c.
d.
e.

Berdiri dekat menghadap klien.


Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik.
Berikan perhatian dan tunjukan wajah saudara.
Tegurlah nama sebelum pertanyaan di mulai.
Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan dan diarahkan langsung

pada klien.
f. Hindari pergerakan bibir yang berlebihan.
g. Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat bicara.
h. Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata-kata yang
i.
j.
k.
l.
m.

berbeda.
Membatasi kegaduhan lingkungan.
Gunakan tekanan suara yang sesuai.
Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi pembicaraan.
Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat bertanya.
Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi.

2. Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf)

Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan pendengaran, tetapi


di tambah dengan beberapa teknik, yaitu:
a. Menulis pesan jika klien bisa membaca.
b. Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi.
c. Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.
d. Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan. Contoh:
body language.
e. Sempatkanlah waktu bersama klien.
3. Lansia dengan gangguan penglihatan.
a. Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.
b. Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.
c. Bicaralah pada saat saudara mau meninggalkan tempat.
d. Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat saudara.
e. Katakan pada klien apa yang dapat membantunya seperti lampu,
membacakan.

14

f. Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan jelaskan apa
yang sedang saudara kerjakan.
g. Jelaskan jalan-jalan yang biasa dilalui oleh klien.
h. Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.
4. Lansia dengan afasia
Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang di sebabkan cidera atau
penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca dari menulis
dengan

baik,

demikian

juga

bercakap-cakap,

mendengar,

berhitung,

menyimpulkan, dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana penyebab utama


afasia adalah stroke, cedera kepala dan tumor otak (Brunner dan siddrath, 2001)
Teknik komunikasi yang digunakan adalah:
a. Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.
b. Sabar dan meluangkan waktu.
c. Harus jujur, termasuk ketika kita belum memahami perkataannya.
d. Tanyakan teknik dan alat yang terbaik untuk komunikasi, gunakan sikap
tubuh, gambar dan objek atau media lain yang dapat membantu untuk dapat
menjawab keinginannya.
e. Dipersilakan lansia untuk menyampaikan yang ada di pikirannya.
f. Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan berikan
kesempatan untuk membaca dengan keras.
g. Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu
meningkatkan pemahaman.
h. Gunakan sentuhan untun memfokuskan pembicaraan, meningkatkan rasa
aman.
5. Lansia dengan penyakit alzheimer
Penyakit alzheimer (AD) kadang di sebut sebagai dimensia degeneratif
primer atau dimensia senil jenis alzheimer ( SDAT) merupakan penyakit
neurologis degeneratif, progresif, ireversibel, yang muncul tiba- tiba dan ditandai
dengan penurunan bertahap fungsi kognitif dan gangguan perilaku afek ( Brunner
dan siddrath 2001).
Keadaan yang terjadi pada pasien yang menderita alzheimer diantaranya
terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan bahkan klien dapat
kehilangan kemampuannya mengenali wajah, tempat, dan objek yang sudah
dikenalnya serta kehilangan suasana kekeluargaannya. Perubahan kepribadian

15

biasanya negatif, pasien dapat menjadi depresif, curiga, paranoid, kasar, dan
bahkan kejam. Kemampuan berbicara memburuk sampai pembentukan suku kata
yang tidak masuk akal. Perawatan diri memerlukan bantuan termasuk makan dan
toileting. Teknik komunikasi yang digunakan adalah:
a. Selalu berkomunikasi dari depan lansia.
b. Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.
c. Bertatap muka.
d. Minimalkan gerakan tangan.
e. Menghargai dan pertahankan jarak.
f. Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak.
g. Pertahankan kontak mata dan senyum.
h. Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.
i. Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.
j. Mengangguklah dan tersenyum bila memahami perkatannya.
6. Lansia yang menunjukan kemarahan
a. Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.
b. Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan konstruktif.
c. Gunakan pertanyaan terbuka.
d. Luangkan waktu setiap hari bersama klien.
e. Puji dan dukung setiap usaha dari klien.
7. Lansia yang mengalami kecemasan
a. Dengarkan apa yang di bicarakan klien.
b. Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi.
c. Identifikasi bersama klien sumber-sumber yang menyebabkan
ketegangan/kecemasan.
d. Libatkan staf dan anggota keluarga.
8. Lansia yang menunjukan penolakan
a.
b.
c.
d.

Kemukakan pernyataan perlahan-lahan.


Jangan menyokong penolakan klien.
Bantu klien mengungkapkan keresahan/perasaan sedihnya.
Libatkan keluarga.

9. Lansia yang mengalami depresi


a. Lakukan kontak sesering mungkin.
b. Beri perhatian terus menerus.
c. Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.
d. Gunakan pertanyaan terbuka.
e. Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian.

16

F. Hambatan komunikasi dengan lansia

Staf perawat berkomunikasi dengan lansia tidak sedikit hambatan yang terjadi
saat melakukan komunikasi. Apabila hal ini di biarkan terus akan menghambat
kemajuan komunikasi. Hambatan tersebut antara lain:
1. Internal distraksi
Gangguan yang terjadi pada lansia saat melakukan komunikasi misalnya
lansia mengantuk, menguap atau mengatakan lapar saat melakukan komunikasi
dengan perawat.
2. Sensory overload.
3. Gangguan neurologi.
4. Defisit pengetahuan.
5. Hambatan verbal.
6. Setting yang tidak tepat.
7. Perbedaan budaya.

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun
harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Komunikasi
terapeutik pada lansia, harus diciptakan melalui komunikasi yang efektif dengan
tujuan untuk mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya. Cara berkomunikasi yang dilakukan
pada lansia bisa secara verbal maupun secara non verbal. Beberapa hambatan akan
dihadapi oleh perawat dalam melaksanakan komunikasi terapeutik pada lansia,
seperti sensory overload, gangguan neurologi, defisit pengetahuan dan lain
sebagainya.

B. Saran
Diharapkan kepada pembaca mampu memahami dan merencanakan
komunikasi teurapeutik, sehingga mampu melakukan komunikasi teurapeutik
terhadap lansia sesuai dengan gangguan kesehatan yang dihadapi lansia tersebut.

18

DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti. (2008). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung:
Refika Aditama.
Khuwatimi, M. K. (2014). Pengertian Komunikasi Terapeutik [online]. Tersedia:
https://www.scribd.com/doc/82249632/Pengertian-Komunikasi-Terapeutik.
[15 Oktober 2016]
Mundakir. (2006). Komunikasi Keperawatan Aplikasi Dalam Pelayanan. Jogjakarta:
Graha Ilmu.

Muslika dan Siti Fatmawati. (2009). Komunikasi Keperawatan (Plus Materi


Komunikasi Terapeutik). Yogyakarta: Nuha Medika.

19

Anda mungkin juga menyukai