Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN DI ICU

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Komunikasi dalam Keperawatan II
Dosen Pengampu : Ns. Neneng Aria Nengsih S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :
Apip Ahmad Hidayat (CKR0190085)
Dinda Syiffani Fauzia ( CKR0190091)
Mita Miftahul Jannah (CKR0190107)
Siska Fitriyanti Dewi (CKR0190119)
Tia Sopiah (CKR0190120)
KEPERAWATAN REGULER C TINGKAT 2

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2020

Jalan Lingkar Bayuing No.2, Kadugede, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat 45561 Telp.(0232)
875847 Fax.0232-875123 Email :info@stikeskuningan.ac.id
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan berkah, rahmat, karunia serta hidayah-Nyalah Kami dapat menyalesaikan makalah
Komunikasi Terapeutik Pada Klien di ICU.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Komunikasi dalam Keperawatan II. Untuk itu Kami selaku penyusun sangat berterimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada
dosen mata kuliah Komunikasi dalam keperawatan II, Ibu Ns. Neneng Aria Nengsih
S.Kep.,M.Kep yang telah memberikan bimbingannya sehingga makalah ini dapat kami
selesaikan tepat pada waktunya.
Selaku penyusun Kami sangat mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, Kami mohon kritik dan saran yang membangun agar kami dapat menyusunnya
kembali lebih baik dari sebelumnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
terutama bagi Kami selaku penyusun.

Kuningan, 15 Desember 2020

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam hubungan antar manusia diperlukan komunikasi yang merupakan proses yang sangat
khusus dan berarti. Komunikasi ada dimana saja baik di rumah, kampus ataupun lingkungan
sekitar. Komunikasi dilakukan untuk menyampaikan informasi atau pesan yang mengandung arti
dari seseorang kepada orang lain sehingga terjalin suatu pengertian. Dengan komunikasi
diharapkan orang yang menyampaikan pesan dengan yang menerima pesan memiliki persepsi
yang sama (Afnuhazi, 2015).

Ruang Intensive care unit (ICU) merupakan unit perawatan khusus yang dikelola untuk
merawat pasien sakit berat, cedera dengan penyakit yang mengancam nyawa dengan melibatkan
tenaga kesehatan terlatih, serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus. Ruang lingkup
pelayanan perawatan ICU meliputi diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit
akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai
beberapa hari, perawatan intensif juga memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital dan
pelaksanaan spesifik pemenuhan kebutuhan dasar (Depkes RI, 2001).

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan perawat dengan pasien atau
perawat dengan keluarga pasien yang didasari oleh hubungan saling percaya yang di dalam
komunikasi tersebut terdapat seni penyembuhan. Di dalam berkomunikasi antara perawat dengan
keluarga pasien, perawat harus membangun rasa nyaman, anam dan percaya kepada keluarga.
Hal ini merupakan landasan utama berlangsungnya komunikasi yang efektif. Ruang Intensif
diperuntukkan bagi pasien kritis yang membutuhkan perhatian medis dan alat-alat khusus, serta
pemantauan fungsi vital tubuh, sehingga memudahkan pengamatan dan perawatan oleh perawat
pelaksana yang sudah terlatih. Ada tiga kategori pasien yang termasuk pasien yang di rawat di
ruang Intensif, kategori pertama, pasien yang di rawat oleh karena penyakit yang meliputi
penyakit jantung koroner, respirasi akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non traumatik dan
kegagalan multi organ. Kategori kedua, pasien yang di rawat yang memerlukan propilaksi
monitoring oleh karena perubahan patofisiologi yang cepat seperti koma. Kategori ketiga, pasien
post operasi mayor. Keluarga yang anggota keluarganya dirawat di ruang ICU sering mengalami
kecemasan karena angka rata-rata kematian yang tinggi dari pasien di bandingkan dengan ruang
perawatan lainnya. Bila keluarga pasien sudah percaya kepada kita, maka keluarga pasien akan
lebih mudah terbuka kepada kita. Selain itu, kecemasan keluarga pasien di ruang ICU terjadi
karena pasien terpisah secara fisik dengan keluarga yang dirawat, lingkungan ICU yang penuh
dengan peralatan canggih, bunyi alarm, dan banyaknya alat yang terpasang di tubuh pasien
(Kusumawati, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik?

2. Bagaimana komunikasi dengan pasien tidak sadar di ruangan ICU?

3. Apa aspek kesejatian pada pasien?

4. Apa aspek empati pada pasien?

5. Apa fungsi komunikasi pada pasien tidak sadar?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui maksud dari komunikasi terapeutik.

2. Mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan pasien tidak sadar di ruang ICU.

3. Mengetahui maksud dari aspek kesejatian pada pasien.

4. Mengetahui maksud dari aspek empati pada pasien.

5. Mengetahui fungsi komunikasi pada pasien tidak sadar.

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam proses belajar
mahasiswa dalam rangka mewujudkan komunikasi teurapetik pada pasien ICU. Khususnya
pada mata kuliah komunikasi dalam keperawatan II sehingga dapat menambah ilmu dan
juga wawasan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Komunikasi Terapeutik

Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan


dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu:
mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi komunikasi dapat
digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi,
pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak berguna
(menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan).

Komunikasi dalam keperawatan disebut juga dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan
harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya
seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi
terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi ( Pendi, 2009).

Intensive Care Unit (ICU) menurut pengertian dari Departemen Kesehatan Republik
Indonesia merupakan unit perawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan
kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam serta melibatkan tenaga kesehatan terlatih,
didukung dengan kelengkapan peralatan khusus. Di sini tenaga medis dituntut bisa memahami
kondisi pasien, karena di ruang ICU sebagian besar Pasien adalah pasien koma, tidak sadar
seutuhnya. Hal itu menuntut perawat diruang ICU agar cenderung cepat dan cermat dalam
memberikan pelayanan serta kegiatannya dilakukan secara terus menerus dalam waktu 24 jam.
Unit ini berbeda dengan unit lainnya, karena selain pasien dirawat oleh perawat terlatih atau tim
medis khusus, unit ini juga membatasi kunjungan keluarga terhadap pasien (Komalasari, 2014).
Keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan pasien dalam berkomunikasi tidak hanya
tergantung pada partisipasi pasien, tetapi juga pada kemampuan perawat berkomunikasi untuk
menetapkan hubungan dengan pasien. Penggunaan kemampuan komunikasi akan membantu
perawat merasakan, bereaksi dan menghargai kekhasan pasien (Potter & Perry, 2005). Di ruang
ICU sangat diperlukan terjalinnya hubungan komunikasi teurapetik yang baik dengan pasien dan
keluarga pasien sehingga keluarga pasien tidak cemas dan mempercayakan pelayanan kepada
perawat. Perawat ICU harus melakukan komunikasi teurapetik dengan memberikan edukasi dan
meminta persetujuan keluarga pasien dalam setiap akan dilakukan tindakan (Tumbuan dkk,
2017).

2.2 Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar di Ruangan ICU

Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan menggunakan
teknik komunikasi khusus/terapeutik dikarenakan fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami
penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat
merespons kembali stimulus tersebut.

Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma dengan gangguan
kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat membahayakan
kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya mempertahankan
kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer
intrakranial atau ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan structural/metabolik di tingkat
korteks serebri, batang otak keduanya.

Pada pasien tidak sadar ini, pada dasarnya pasien tidak responsif, mereka masih dapat
menerima rangsangan. Pendengaran dianggap sebagai sensasi terakhir yang hilang dengan
ketidaksadaran dan yang menjadi pertama berfungsi. Faktor ini akan menjadi pertimbangan
mengapa perawat tetap harus berkomunikasi pada klien tidak sadar sekalipun.

Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak menemukan
feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan klien tidak dapat
merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar. Nyatanya
di lapangan atau di banyak rumah sakit pasien yang tidak sadar ini atau pasien koma di ruangan-
ruangan tertentu seperti Intensive Care Unit (ICU), Intensif Cardio Care Unit (ICCU) dan lain
sebagainya, sering mengabaikan Komunikasi terapeutik dengan pasien ketika mau melakukan
sesuatu tindakan atau bahkan suatu intervensi. Hal ini yang menjadi banyak perdebatan sebagian
kalangan ada yang berpendapat dia adalah pasien tidak sadar mengapa kita harus berbicara,
sedangkan sebagian lagi berpendapat walau dia tidak sadar dia juga masih memiliki rasa atau
masih mengetahui apa yang kita perbuat, maka kita harus berkomunikasi walau sebagian orang
beranggapan janggal. Maka dari itu kita sebagai perawat diajarkan komunikasi terapeutik untuk
menghargai perasaan pasien serta serta berperilaku baik terhadap pasien sekalipun dia berada
dalam keadaan yang tidak sadar atau sedang koma.

2.3 Aspek Kesejatian

Pada aspek kesejatian ini terdapat satu indikator yang kurang diperhatikan oleh perawat
yaitu dating tepat waktu. Perawat sebagai salah satu aset yang penting dalam penyelenggaraan
sarana kesehatan memiliki peran yang sangat penting. Oleh karena tugas-tugas yang sangat
penting tersebut maka perawat harus memiliki kedisiplinan kerja yang tinggi (Suhaemi, 2005).
Jones, 2007 mendefinisikan manajemen waktu sebagai kemampuan untuk memprioritaskan,
menjadwalkan dan melaksanakan tanggung jawab individu demi kepuasan individu tersebut.
Seorang perawat pelaksana harus bisa menggunakan waktu secara baik. Diantara tenaga
kesehatan yang ada, tenaga perawat memainkan peranan yang penting dalam mewujudkan
pelayanan kesehatan yang baik dan karenanya produktivitas dari tenaga keperawatan harus
dijaga.

Hasil penelitian Kasim (2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan disiplin waktu
dengan kinerja pelayanan kesehatan, semakin baik disiplin waktu maka semakin baik juga
kinerja pelayanan kesehatan. Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam
situasi yang menyangkut hubungan antar manusia, perawat yang tidak disiplin dapat
mempengaruhi dan memberikan dampak kurang baik terhadap tiap-tiap individu yang
bersangkutan (Suhaemi, 2004).

2.4 Aspek Empati

Pada aspek empati perawat lebih memahami perasaan dan emosi dari pasien dan keluarga,
akan tetapi pada aspek ini terdapat satu indikator yang kurang diperhatikan oleh perawat yaitu
perawat kurang memperhatikan kesan verbal dan nonverbal dari reaksi pasien.

Menurut Purba (2006) jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan
keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah
alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon
emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Keuntungan komunikasi verbal
dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung. Menurut
Liliweni (2005) Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-
kata. Komunikasi non-verbal merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan
pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang
disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat
non-verbal menambah arti terhadap pesan verbal terutama pada pasien kritis. Hasil penelitian
Abraham (2009) tentang Komunikasi Interpersonal Antara Perawat dengan Pasien di RSUD Dr.
Moerdadi Surakarta menunjukkan bahwa memperhatikan kesan verbal dan nonverbal dari pasien
merupakan keberhasilan dari tujuan komunikasi teurapetik itu sendiri.

2.5 Fungsi Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar

Menurut pastakyu (2010), komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan memiliki
beberapa fungsi, yaitu:

1. Mengendalikan Perilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki respon dan
klien tidak ada perilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai
pengendali perilaku. Secara tepatnya pasien hanya memiliki satu perilaku yaitu pasien
hanya berbaring, imobilitas dan tidak melakukan suatu gerakan yang berarti. Walaupun
dengan berbaring ini pasien tetap memiliki perilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri.
2. Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran, tetapi
klien masih dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya. Perawat dapat
menggunakan kesempatan ini untuk berkomunikasi yang berfungsi untuk pengembangan
motivasi pada klien. Motivasi adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan dari diri
klien untuk menjadi lebih maju dari keadaan yang sedang di alami. Fungsi ini akan
terlihat pada akhir, karena kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi kita sebagai
perawat, perawat yang selalu ada di dekatnya selama 24 jam. Mengkomunikasikan
motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang sadar, karena klien masih dapat
mendengar apa yang dikatakan perawat.
3. Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya
perawat dapat melakukannya terhadap klien. Perawat dapat berinteraksi dengan klien.
Perawat dapat mengungkapkan kegembiraan, kepuasan terhadap peningkatan yang
terjadi dan semua hal positif yang dapat perawat katakana pada klien. Pada setiap fase
kita dituntut untuk tidak bersikap negatif terhadap klien, karena itu akan berpengaruh
secara tidak langsung atau langsung terhadap klien. Sebaliknya perawat tidak akan
mendapatkan pengungkapan positif maupun negatif dari klien. Perawat juga tidak boleh
mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif terhadap klien. Pasien ini
berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan situasi yang sedang
terjadi, apa yang dirasakan pada klien saat itu. Kita dapat menyimpulkan apa yang
dirasakan klien terhadap apa yang selama ini kita komunikasikan pada klien bila klien
telah sadar kembali dan mengingat memori tentang apa yang telah kita lakukan
terhadapnya.
4. Informasi
Fungsi ini sangat lekat dalam asuhan keperawatan pada proses keperawatan yang
akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus di komunikasikan untuk
menginformasikan pada klien karena itu merupakan hak klien. Klien memiliki hak penuh
untuk menerima dan menolak terhadap tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien
tidak sadar ini, kita dapat meminta persetujuan terhadap keluarga, dan selanjutnya pada
klien sendiri. Pasien berhak mengetahui apa saja yang akan perawat lakukan pada klien.
Perawat dapat memberitahu maksud tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang akan
terjadi jika kita tidak melakukan tindakan tersebut kepadanya.
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan menjalankan
satu atau lebih dari keempat fungsi. Tujuan perawat berkomunikasi dengan klien yaitu
untuk menjalankan fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun, komunikasi
penting adanya. Walau, fungsi yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas.
Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk hubungan saling
percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas. Pada komunikasi dengan pasien
tidak sadar kita tetap melakukan komunikasi untuk meningkatkan dimensi ini sebagai
hubungan membantu dalam komunikasi terapeutik.

Anda mungkin juga menyukai