JIWA
DISUSUN OLEH :
1. NABILA
3. YENNY SUGIARTI
4. NINI SYAFUTRI
5. YODELLA AMANDA
6. YOLA ERSADILA
Pendahuluan
Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada
sebagianbesar masyarakat dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik,
sosial,budaya, agama, ras, kepercayaan dan sebagainya tidak saja akan
menjadikanmasyarakat dengan potensi gangguan fisik berupa gangguan gizi,
terserangberbagai penyakit infeksi dan sebagainya tetapi juga dengan potensi
penyakitpsikis berupa stress berat, depresi, skizoprenia dan sejumlah problem
sosial danspiritual lainnya.Kecenderungan meningkatnya angka gangguan
mental atau psikis dikalangan masyarakat saat ini dan akan datang, akan terus
menjadi masalahsekaligus tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya
komunitas profesi psikologidan keperawatan(Rasmun, 2001: 14).
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa gangguan
mentaldisebabkan karena adanya gangguan oleh apa yang disebut roh jahat
yang telahmerasuki jiwa, sehingga seseorang yang mengalami gangguan
mental psikiatriharus diasingkan atau dikucilkan dan dipasung karena
dianggap sebagai aib bagikeluarga. Kenyataan tersebut tidak dapat
dipungkiri, karena fenomena yangterjadi memang merupakan gambaran
nyata bagi sebagian besar masyarakat, haltersebut disebabkan karena
sebagian besar masyarakat Indonesia tarafpendidikannya masih
rendah(Rasmun, 2001: 14).Bertambahnya penyandang masalah gangguan
mental juga disebabkanbelum maksimalnya perawat dan psikolog dalam
merencanakan intervensipenyakit dengan mengikutsertakan keluarga pada
setiap upaya penyembuhan.Kesenjangan ini mengakibatkan angka
kekambuhan yang cukup tinggi, seringkaliklien yang sudah dipulangkan
kepada keluarganya beberapa hari, kemudiankambuh lagi dengan masalah
yang sama atau bahkan lebih berat. Tidak sedikitjuga keluarga yang menolak
kehadiran klien kembali bersamanya(Rasmun, 2001: 15).
Saat ini perkembangan keperawatandi Indonesia telah
mengalamiperubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan
sebagaiprofesi. Proses ini merupakan proses perubahan yang sangat mendasar
dankonsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik
aspekpendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi,serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secarasadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien(Indrawati,2003: 48).
Komunikasiterapeutiktermasukkomunikasiinterpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antar perawatdengan pasien. Persoalan
mendasar dan komunikasi ini adalah salingmembutuhan antara perawat dan
pasien, sehingga dapat dikategorikan kedalam komunikasi pribadi di antara
perawat dan pasien, perawat membantu danpasien menerima bantuan
(Indrawati, 2003: 48). Komunikasi terapeutik bukanpekerjaan yang bisa
dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja,dan merupakan
tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlaluasyik bekerja,
kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragamlatar belakang
dan masalahnya (Arwani, 2003:50)
Rumusan Masalah
Bagaimana aktivitas komunikasi terapeutik perawat dengan pasien
rawat inap dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa diRumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang?
Tinjaun Pustaka
A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya,
yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam
(Cangara, 2004:19).Sebagai contoh kegiatan berkomunikasi juga dilakukan
antara perawat dan pasien.Komunikasi merupakan proses yang dilakukan
perawat dalam menjaga kerjasamayang baik dengan pasien dalam memenuhi
kebutuhan kesehatan pasien, maupundengan tenaga kesehatan yang lain
dalam rangka membantu mengatasi masalahpasien.Interaksi yang
berlangsung antara perawat dan pasienmenimbulkan dampak interaksi yang
4dekat, diharapkan dapat menimbulkanrasa saling percaya antara keduanya
untuk memperoleh keadaan yang lebihbaik.
Komunikasi menimbulkan rasa aman dan nyaman pada pasien
gangguan jiwa sebagaipengguna jasa diRumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelangsehingga diharapkan pasien dapatmelakukan perawatan selama
proses penyembuhan lebih baik.Tenaga keperawatan perlu memahami
konsep dan proses komunikasidalam berinteraksi dengan pasien sehingga
meningkatkan mutupelayanan atau kepuasan pasien dalam asuhan
keperawatan pasien gangguan jiwadi Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang.Komunikasi merupakansuatu kegiatan penyampaian suatu pesan
yang tak pernah lepas dari kehidupan manusia. Komunikasi yang baik,
tentunya akan menciptakan hubungan yang baik pula. Untuk menghasilkan
hubungan yang baik itu, maka kita tidak boleh melupakan unsur-unsur yang
ada dalam komunikasi.
B. PengertianKomunikasi terapeutik
Komunikasiterapeutikmerupakan komunikasikhususyangdilaksanakan
oleh penyelenggara jasa kesehatan dalam hal ini adalahperawat dan tenaga
kesehatan lain yang direncanakan dan berfokus padakesembuhan pasien.
Hubungan antara perawat dan pasien yang bersifatterapeutik
karenakomunikasi yang dilakukan dengan tujuan memperbaikiemosi pasien.
Perawat menjadikan dirinya secara terapeutik denganberbagai tehnik
komunikasi secara optimal dengan tujuan mengubahperilaku pasien ke arah
yang positif. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional bagi perawat
(Indrawati, 2003: 11).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Indrawati, 2003: 48). Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat
dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi iniadalah adanya saling
membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke
dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu
dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).Komunikasi terapeutik
bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan,
disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai
karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia
denganberagam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003:50)
d)Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan
pasien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi
akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan
pasien, setelah hal ini dilakukan perawat dan pasien masih akan bertemu
kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan perjanjian waktu yang telah
disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat
setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancaradengan Tri Sutianti,
berpendapat bahwa :“Pada fase terminasi, kita tanyakan misalnya Sulis
pertemuan kita pada kesempatan ini sudah habis waktunya, bagaimana
perasaan Sulis setelah kita berdiskusi mengenai bagaimana keuntungan dan
kerugiannya kalau seandainya kita tidak punya kawan. Bagaimana
perasaanSulis? Bagus sekali Sulis sudah mengatakan perasaan berarti Sulis
sudah bekerja sama dengan saya. Saya ingin mendengar apa yang saya
katakan tadi dari Sulis. Coba Sulis sebut lagi keuntungan dan kerugian tidak
punya teman. Setelah itu kita buat perjanjianlagi, jam berapa? Dimana
tempatnya? Besok kita bahas yang lain ya”. (Tri Sutianti sebagai ketua
perawat perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat oleh Mugi Rahayu, berpendapat
bahwa :“Kitalihat sejauh mana pasien dapat bergaul sampai dimana, dan
sampai bisa bercerita tentang masalah peribadinya dengan perawat.
Kemudian kita buat perjanjian selanjutnya. Kita beritahu pada keluarga
pasien bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien. Dan juga kita beri
penjelasan kepada keluarga jangan dibiarkan pasien melamun atau sendirian,
sehingga pasien tidak mengulang lagi dirawat di rumah sakit jiwa ini”. (Mugi
Rahayu sebagai perawat perempuan bangsal Subadra diRumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Siswati, berpendapat
bahwa :“Pasa fase terminasi ya fase dimana kita mengakhiri pertemuan
dengan pasien. Kita beri PR buat pasien, setelah itu kita minta
16pasien untuk mempraktekkannya, kemudian kita buat juga perjajian
dengan pasien perjajian untuk selanjutnya”. (Siswati sebagai perawat
perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan Juwari,
berpendapat bahwa :“Pada fase ini pasien harus bisa mempraktekkan dan
ngulangi apa sudah kita ajari, nah nantinya kita tanyakan sama pasien apa
saja yang sudah diajarkan oleh perawat. Kita juga ajari keluarganya supaya
bisa berperan aktif dalam kesembuhan pasien”. (Juwari sebagai ketua
perawat laki-laki bangsal Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Triyana, berpendapat
bahwa :“Pada fase terminasi ini biasanya individu-individu, perawat disini
biasanya minta pasien untuk mengulangi apa yang sudah di diskusikan oleh
perawat, bisa tidakpasien menirukan kita”. (Triyana sebagai perawat laki-laki
bangsal Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni
2013)Terminasi adalah satu dari tahap yang sulit tapi sangan penting dari
hubungan terapeutik perawat pasien. Tahap ini saat untuk merubah dan
mengevaluasi kemajuan pasien.
c.Teknik KomunikasiTerapeutik
Perawat dengan PasienDitinjau dari segi teori masih banyak teknik-
teknik yang belum diterapkan oleh perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan. Hal ini mungkin dikarenakan durasi perawatan di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang yang cukup lama, sehingga kesan tidak baik
maupun yang baik,yang telah disampaikan pasien merupakan hal yang wajar.
Akan tetapi dari pihak perawat harus memperbaiki apa yang sudah ada,
dengan merefresing kembali teori komunikasi terapeutik, persiapan diri dari
rumah untuk benar-benar siap bekerja melayani dirumah sakit.
Perawat berperan penting dalam memberikan perhatian kepada pasien
dalam segala hal yang mencakup kesehatan pasien. Obat fungsinya
mengobati penyakit pasien, sedangkan perawat fungsinya memberikan
semangat, dorongan untuk cepat sembuh, mengajak pasien bercerita dan
bersenda gurau untuk menghibur dan meringankan beban (penyakit) yang
diderita oleh pasien.
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa aktivitas
komunikasi terapeutik yang dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Soerojo Magelang adalah sebagai berikut :
1.Aktivitas komunikasi terapeutikRumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelangini dirasakan oleh pasien dan keluarganya membawa dampak
positif bagi mereka khususnya dalam meningkatkan kesembuhan pasien yang
sedang menjalani rawat inap.
2.Bentuk aktivitas komunikasi terapeutik yang dilakukan di Rumah
Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelangdalam bentuk komunikasi
interpersonaldan komunikasi luar ruang yang mempunyai tujuan utamanya
membantu menciptakan suasana pelayanan kesehatan yang baik pada
akhirnya akan mampu memotivasi kesembuhan pasien.
3.Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat
harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang aktivitas
yang akan ditangani.
Saran
Saran yang dapat disampaikan penulis berdasarkan penelitian ini adalah
sebagi berikut :
1.Pihak rumah sakit setidaknya menambah jumlah tenagaperawat serta
menyediakan fasilitas dan kebutuhan bagi pasien agar dalampelaksanaan
perawatan khususnya untuk pasien jiwadapat dilakukan dengan maksimal.
2.Perawatdi bangsal Subadrauntuk perempuan dan bangsal
Puntadewauntuk laki-laki di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelangwajibmelakukan bimbingan kepada pasienjiwadalam membangun
komunikasi yang baik dengan orang-orang disekelilingnya agartidak tercipta
budaya-budaya yang bersifat negatif dikalangan pasien.
3.Melihat pentingnya keluarga bagi pasien jiwa disarankan agar selalu
mendampingi dan memberikan dukungan terkait dengan proses
penyembuhan yang harus dijalani oleh pasien rawat jalan di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang. Kehadiran dan dukungan dari keluarga
saat berkomunikasi yang tepat dan benar bagi pasien rawat jalan akan lebih
memudahkan dalam mempengaruhi motivasi kesembuhannya.
Daftar Pustaka
Arwani. (2003). Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.Cangara,
Hafied. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:
Raja GrafindoPersada.Indrawati. (2003). Komunikasi Untuk Perawat,
Jakarta: EGCMachfoedz, Machmud.(2009). Komunikasi Keperawatan
(Komunikasi Terapeutik). Yogjakarta:
Ganbika.Lexy J. Moleong. (2010).Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung:
Remaja.Rosdakarya.Pawito. (2007). Metode Penelitian Komunikasi
Kualitatif. Yogyakarta:
LKIS.Rasmun, S. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psekiatri
Terintegrasi dengan Keluarga. Jakarta:
Fajar Inter Pratama.Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung:
Alfabeta.Sutopo.(2002).Penelitian Kualitatif :Dasar Teori dan Terapannya
DalamPenelitian.Surakarta: Universitas Sebelas Maret.Uripni, Christina Lia.
(2002). Komunikasi Kebidanan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.