Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN

JIWA

DISUSUN OLEH :

1. NABILA

2.JELITA ANDRIANI SIREGAR

3. YENNY SUGIARTI

4. NINI SYAFUTRI

5. YODELLA AMANDA

6. YOLA ERSADILA

7. TIARA VITUCIA ERMAN

DOSEN : NS. GUSLINDA,M.KEP.SP.KEP.J

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG


KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN PASIEN
GANGGUAN JIWA

Pendahuluan
Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada
sebagianbesar masyarakat dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik,
sosial,budaya, agama, ras, kepercayaan dan sebagainya tidak saja akan
menjadikanmasyarakat dengan potensi gangguan fisik berupa gangguan gizi,
terserangberbagai penyakit infeksi dan sebagainya tetapi juga dengan potensi
penyakitpsikis berupa stress berat, depresi, skizoprenia dan sejumlah problem
sosial danspiritual lainnya.Kecenderungan meningkatnya angka gangguan
mental atau psikis dikalangan masyarakat saat ini dan akan datang, akan terus
menjadi masalahsekaligus tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya
komunitas profesi psikologidan keperawatan(Rasmun, 2001: 14).
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa gangguan
mentaldisebabkan karena adanya gangguan oleh apa yang disebut roh jahat
yang telahmerasuki jiwa, sehingga seseorang yang mengalami gangguan
mental psikiatriharus diasingkan atau dikucilkan dan dipasung karena
dianggap sebagai aib bagikeluarga. Kenyataan tersebut tidak dapat
dipungkiri, karena fenomena yangterjadi memang merupakan gambaran
nyata bagi sebagian besar masyarakat, haltersebut disebabkan karena
sebagian besar masyarakat Indonesia tarafpendidikannya masih
rendah(Rasmun, 2001: 14).Bertambahnya penyandang masalah gangguan
mental juga disebabkanbelum maksimalnya perawat dan psikolog dalam
merencanakan intervensipenyakit dengan mengikutsertakan keluarga pada
setiap upaya penyembuhan.Kesenjangan ini mengakibatkan angka
kekambuhan yang cukup tinggi, seringkaliklien yang sudah dipulangkan
kepada keluarganya beberapa hari, kemudiankambuh lagi dengan masalah
yang sama atau bahkan lebih berat. Tidak sedikitjuga keluarga yang menolak
kehadiran klien kembali bersamanya(Rasmun, 2001: 15).
Saat ini perkembangan keperawatandi Indonesia telah
mengalamiperubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan
sebagaiprofesi. Proses ini merupakan proses perubahan yang sangat mendasar
dankonsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik
aspekpendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi,serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secarasadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien(Indrawati,2003: 48).
Komunikasiterapeutiktermasukkomunikasiinterpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antar perawatdengan pasien. Persoalan
mendasar dan komunikasi ini adalah salingmembutuhan antara perawat dan
pasien, sehingga dapat dikategorikan kedalam komunikasi pribadi di antara
perawat dan pasien, perawat membantu danpasien menerima bantuan
(Indrawati, 2003: 48). Komunikasi terapeutik bukanpekerjaan yang bisa
dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja,dan merupakan
tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlaluasyik bekerja,
kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragamlatar belakang
dan masalahnya (Arwani, 2003:50)

Rumusan Masalah
Bagaimana aktivitas komunikasi terapeutik perawat dengan pasien
rawat inap dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa diRumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang?

Tinjaun Pustaka
A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya,
yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam
(Cangara, 2004:19).Sebagai contoh kegiatan berkomunikasi juga dilakukan
antara perawat dan pasien.Komunikasi merupakan proses yang dilakukan
perawat dalam menjaga kerjasamayang baik dengan pasien dalam memenuhi
kebutuhan kesehatan pasien, maupundengan tenaga kesehatan yang lain
dalam rangka membantu mengatasi masalahpasien.Interaksi yang
berlangsung antara perawat dan pasienmenimbulkan dampak interaksi yang
4dekat, diharapkan dapat menimbulkanrasa saling percaya antara keduanya
untuk memperoleh keadaan yang lebihbaik.
Komunikasi menimbulkan rasa aman dan nyaman pada pasien
gangguan jiwa sebagaipengguna jasa diRumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelangsehingga diharapkan pasien dapatmelakukan perawatan selama
proses penyembuhan lebih baik.Tenaga keperawatan perlu memahami
konsep dan proses komunikasidalam berinteraksi dengan pasien sehingga
meningkatkan mutupelayanan atau kepuasan pasien dalam asuhan
keperawatan pasien gangguan jiwadi Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang.Komunikasi merupakansuatu kegiatan penyampaian suatu pesan
yang tak pernah lepas dari kehidupan manusia. Komunikasi yang baik,
tentunya akan menciptakan hubungan yang baik pula. Untuk menghasilkan
hubungan yang baik itu, maka kita tidak boleh melupakan unsur-unsur yang
ada dalam komunikasi.

B. PengertianKomunikasi terapeutik
Komunikasiterapeutikmerupakan komunikasikhususyangdilaksanakan
oleh penyelenggara jasa kesehatan dalam hal ini adalahperawat dan tenaga
kesehatan lain yang direncanakan dan berfokus padakesembuhan pasien.
Hubungan antara perawat dan pasien yang bersifatterapeutik
karenakomunikasi yang dilakukan dengan tujuan memperbaikiemosi pasien.
Perawat menjadikan dirinya secara terapeutik denganberbagai tehnik
komunikasi secara optimal dengan tujuan mengubahperilaku pasien ke arah
yang positif. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional bagi perawat
(Indrawati, 2003: 11).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Indrawati, 2003: 48). Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat
dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi iniadalah adanya saling
membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke
dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu
dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).Komunikasi terapeutik
bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan,
disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai
karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia
denganberagam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003:50)

C. Tujuan komunikasi terapeutik


Pelaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu
pasienmemperjelas penyakit yang dialami, juga mengurangi beban pikiran
danperasaan untuk dasar tindakan guna mengubah ke dalam situasi yang
lebihbaik. Komunikasi terapeutik diharapkan dapat mengurangi keraguan
sertamembantu dilakukannya tindakan yang efektif, mempererat
interaksikedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara
profesionaldanproporsional dalamrangka membantu penyelesaian masalah
pasien(Machmud, 2009:105).Tujuan komunikasi terapeutikadalah membantu
pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu
mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri(Indrawati,
2003:48)Tujuan komunikasi terapeutikmenurut Purwanto dalam Damaiyanti
(2008: 11) sebagai berikut :
1.Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah
s ituasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2.Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3.Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

D. Tahapan Komunikasi Interpersonal (Terapeutik)


Dalam membina hubungan interpersonal (terapeutik), terdapat proses
yang terbina melalui lima tahap dan setiap tahapnya mempunyai tugas yang
harus dilaksanakan dan diselesaikan oleh perawat. Menurut Uripni (2002:56),
adapun tahapan komunikasi interpersonal (terapeutik) yaitu, prainteraksi,
perkenalan, orientasi, tahap kerja, dan terminasi.
1.Prainteraksi
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan
dan berkomunikasi dengan pasien. Perawat diharapkan tidak memiliki
prasagka buruk kepada pasien, karena akan menggangu dalam membina
hubungan dan saling percaya.
2.Perkenalan
Pada tahap ini, perawat dan pasien mulai mengembangkan hubungan
komunikasi interpersonal yaitu, dengan memberikan salam, senyum,
memberikan keramah-tamahan kepada pasien, memperkenalkan diri,
menanyakan nama pasien dan menanyakan keluhan pasien, dan lain-lain.
3.Orientasi
Tujuan tahap orientasi adalah memeriksa keadaan pasien, menvalidasi
keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien saat itu,
dan mengevaluasi hasil tindakan. Pada tahap ini sangat diperlukan sentuhan
hangat dari perawat dan perasaan simpati dan empati agar pasien merasa
tenang dan merasa dihargai.
4.Tahap kerja.
Perawat memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus yaitu
tentang keaadan pasien, dan keluhan-keluhan pasien. Selain itu hendaknya
perawat juga melakukan komunikasi interpersonal yaitu, dengan seringnya
berkomunikasi dengan pasien, mendengarkan keluhan pasien, memberikan
semangat dan dorongan kepada pasien, serta memberikan anjuran kepada
pasien untuk makan, minum obat yang teratur dan istirahat teratur, dengan
tujuan adanya penyembuhan.
5.Terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir dalam komunikasi interpersonal dan
akhir dari pertemuan antara perawat dengan pasien. Terminasi terbagi dua
yaitu, terminasi sementara dan terminasi akhir.
a.Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan antara
perawat dan pasien, dan sifatnya sementara, karena perawat akan menemui
pasien lagi, apakahsatu atau dua jam atau mungkin besok akan kembali
melakukan interaksi.
b.Terminasi akhir, merupakan terminasi yang terjadi jika pasien
akan keluar atau pulang dari rumah sakit.
Dalam terminasi akhir ini, hendaknya perawat tetap memberikan
semangat dan mengingatkan untuk tetap menjaga dan meningkatkan
kesehatan pasien. Sehingga komunikasi interpersonal perawat dan pasien
terjalin dengan baik. Dan pada tahap ini akan terlihat apakah pasien merasa
senang dan puas dengan perlakuan atau pelayanan yang diberikanperawat
kepada pasien.Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan perawat
bersifat interpersonal (terapeutik) atau tidak, maka dapat dilihat apakah
komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi terapeutik.

Sajian dan Analisis Data.


Komunikasi Interpersonal Antara Perawat dengan PasienAdanya
hubungan komunikasi interpersonal antara perawat denganpasien merupakan
hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukarprilaku, perasaan,
pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan yangharmonis/baik
dengan pasien.
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh TriSutianti,berpendapatbahwa :
“Dalam keperawatan, seorang perawat perlu menjalin
keakrabandenganpasien. Tidak sekadar hanya memberikan obat-obatan,
tetapi jikadiperlukan dapat memberi masukan-masukan berkaitan dengan
proseskesembuhan dan perludikembangkan perasaan empati”.
(TriSutiantisebagai ketua perawat perempuan bangsal Subadra di Rumah
SakitJiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini senada dengan hasil wawancara olehMugi Rahayu,berpendapat
bahwa :“Dalam keperawatan, tidak ada yang di atas atau di bawah,
melainkanyang ada adalah keseimbangan antara pemberi layanan (perawat)
danpenerima jasa (pasien)”. (Mugi Rahayu sebagai perawatperempuan
bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. SoerojoMagelang, 21 Juni
2013)
Hal ini diperkuat dengan pendapat Siswati, berpendapat
bahwa :“Hubungan interpersonal antar individu yang berfokus pada
hubunganyang membantu antara perawat dengan pasien dalambentuk
hubungan saling percaya melalui perasaan empatidanketulusan, dapat
mengurangi kecemasan pasienyang pada akhirnya dapatmenciptakan
motivasi pasien untuk sembuh”. (Siswatisebagai perawatperempuan bangsal
Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. SoerojoMagelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat oleh Juwari, yang berpendapat bahwa :“Hubungan
mendalamdengan rasa saling percaya yang dalam proses interaksi antara
perawat danpasienmerupakan tempatuntuk mengekspresikan kebutuhan
danmemecahkanmasalah”. (Juwari sebagai ketua perawat laki-laki bangsal
Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Triyana, berpendapat bahwa
:“Hubungankomunikasi interpersonal antara perawat dengan pasien
merupakan hubungankerjasama yang ditandai dengan tukar menukar
perilaku, perasaan, pikiran danpengalaman dalam membina hubungan yang
harmonis/baik dengan pasien”.(Triyana sebagai perawat laki-laki
bangsalPuntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni
2013)
Dalam proses keperawatan ada beberapa kasus, bahwa
hubunganperawat-pasien tidak hanya terjadi di dalam rumah sakit
(asuhankeperawatan), tetapi bisa berlanjut hingga di luar keperawatan Cara
menjalinkeakraban tersebut dilakukan dengan: menampilkan sikap ramah dan
sopan,agar tidak memberi kesan galak.
b.Komunikasi Terapeutik
1.Fase-Fase Komunikasi Terapeutik
Secara keseluruhan proses komunikasi terapeutik yang
diterapkandi Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang terbagi menjadi
empat fase,dimana pada setiap fase mempunyai tugas yang harus diselesaikan
olehperawat. Berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan, keempat
fasetersebut adalah sebagai berikut :
a)Fase Prainteraksi
Prainteraksi dimulai sebelum kontak pertama dengan
pasien.Perawat mengumpulkan datatentang pasien, mengeksplorasi
perasaan,fantasi dan ketakutan diri, menganalisa kekuatan dan
kelemahanprofesional diri dan membuat rencana pertemuan dengan
pasien.Hal ini sesuai dengan hasilwawancara dengan TriSutianti,berpendapat
bahwa :“Fase atautahap sebelum bertemu dengan pasien. Kita adakan janjian
dengan pasien jam berapa, tempatnya dimana? Agar komunikasinya terarah
kita membuka diri sehingga tumbuh rasa saling percaya”. (Tri Sutianti
sebagai ketua perawatperempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof.
Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Mugi Rahayu, berpendapat
bahwa :“Buat janjian dulu dengan pasien, kapan bisa bertemu, dimana
tempatnya, jam berapa kita ketemuannya? Perawat membuka diri sehingga
pasien akan lebih terbuka dengan perawat, dan kapan bisa untuk bertemu lagi
dengan perawat atau buat perjajian”. (Mugi Rahayu sebagai perawat
perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat dengan pendapat Siswati, berpendapat bahwa:“Kita
buat dulu janjian dengan pasien agar lebih mudah untuk kita melakukan tahap
berikutnya”. (Siswati sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di Rumah
Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat oleh Juwari, yang berpendapat bahwa :“Kita buat
janjian dulu dengan pasien kapan bisa bertemu”. (Juwari sebagai ketua
perawat laki-laki bangsal Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Triyana, berpendapat bahwa
:“Janjian dulu dengan pasien, agar pasien lebih bisa diajak kerjasama dengan
baik antara pasien dengan perawat”. (Triyana sebagai perawat laki-laki
bangsal Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni
2013)
Adapun hasil wawancara dengan keluarga penderita sebagai
berikut :“Pada tahap pra interaksi biasanya janjian dulu di mana tempatnya,
jam berapa”. (Tatik Widjayanti selaku orang tuapasien di Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)Pada dasarnya hubungan perawat
dan pasien bersifat professional yang diarahkan pada pencapaian tujuan.
Hubungan perawat dengan pasien merupakan hubungan interpersonal titik
tolak saling memberi pengertian.

b)Fase Orientasi atau Perkenalan


Fase orientasi atau perkenalan merupakan fase yang
dilakukanperawat pada saat pertama kali bertemu atau kontak dengan
pasien.Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan pasien
dilakukan.
Hal ini sesuai dengan pendapat oleh Tri Sutianti, berpendapat
bahwa :“Sebelum kita mengadakan suatu perkenalan tadi kitakan sudah tatap
muka langsung dulu, setelah tatap muka langsung, kita dengan pasien itu
menimbulkan rasa percaya dulu dengan pasien, jadi kita mengenalkan diri
dengan pasien, kemudian mengadakan bicara dengan pasien. Biasanya kita
menyapa pasien dulu dengan ramah, kalaupun misalnya dia belum
menyebutkan nanti kita ulang lagi, terus kita sebutkan nama kita.
Misalnya kalau pagi hari “mas Tomo sudah mandi belum? Nantikan
ada reaksi dari pasien kalau hari ini tidak ada reaksi besok kita ulangi lagi,
sampai pasien betul-betul percaya dengan kita dan mau mengemukakan
masalahnya yang sedang ia hadapi”. (Tri Sutianti sebagai ketua perawat
perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat oleh Mugi Rahayu, berpendapat bahwa :“Pada fase
orientasi biasanya perawat menyebutkan nama atau perkenalan dulu, kita
tanya nama pasien, nama yang disukainya. Kalau pasiennya gelisah kita
tunda dulu sampai keadaannya bisa diajak komunikasi lagi”. (Mugi Rahayu
sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Siswati, berpendapat
bahwa :“Kalau dia agama Islam kita mengucapkan assalamu’alaikum, kalau
non muslim kita mengucapkan selamat pagi atau selamat malam. Setelah itu
kita tanyakan namanya? Suka dipanggildengan nama apa? Kalau pasien
gelisah belum bisa diajak berkomunikasi, kita perkenalkan nama kita,
misalnya nama saya bu Siswati panggil bu Wati saya perawat disini, saya
yang nanti akan merawat mas disini”. (Siswati sebagai perawat perempuan
bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni
2013)
Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan Juwari, berpendapat
bahwa :“Menyapa pasien, memperkenalkan diri dengan pasien, menanyakan
nama pasien, nama panggilannya, “diasenang dipanggilapa?”. (Juwari
sebagai ketua perawat laki-laki bangsal Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof.
Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Triyana, berpendapat bahwa
:“Kalau pasien gelisah tidak dapat diajak berkomunikasi dengan baik.
Pertama kita menyapa pasien, memperkenalkan diri dengan pasien, setelah
itu kita tanya namanya siapa? Nama panggilannya, Cuma itu saja”. (Triyana
sebagai perawat laki-laki bangsal Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Pada tahap ini perawat dan pasien pertama kali bertemu. Dalam
membina hubungan perawat dengan pasien yang kunci utama adalah
terbinanya hubungan saling percaya, adanya komunikasi yang terbuka,
memahami penerimaan dan merumuskan kontrak. Sikap ramah dan sopan
diperlukan untuk menunjukkan biar pasien merasa bahwa yang merawat
adalah orang yang tepat (tidak meragukan).
c)Fase Kerja
Pada fase kerja merupakan tahap dimana pasien memulai
kegiatan. Tugas perawat pada saat ini adalah melaksanakan kegiatan yang
telah direncanakan pada tahap pra interaksi.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancaradengan Tri Sutianti,
berpendapat bahwa :“Pada pasien jiwa yang pertama kita lakukan perlu
penyebabnya terlebih dahulu, setelah itu kita lakukan BHSP (Bina Hubungan
Saling Percaya). Terus pada fase ini juga kita memberikan nasehat bahwa
yang diyakini selama ini itu salah, tidak benar dan akan merugikan pasien
sendiri, yaitu dijauhi teman-teman dan lingkungan sosialnya”. (Tri Sutianti
sebagai ketua perawatperempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof.
Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat oleh Mugi Rahayu, berpendapat bahwa :“Pada fase
kerja khususnya pasien dengan jiwa, kita ajari cara berinteraksi kepada
pasien, berinteraksi dengan orang lain, dan jugo kita dukung aktivitasnya.
Contohnya kita berikan nasehat berupa apalah pokoknya yang diyakini
selama ini itu salah yang nantinya pasien akan berfikir sendiri terhadap
anggapan yang nyata (sehari-hari)”. (Mugi Rahayu sebagai perawat
perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Siswati, berpendapat
bahwa :“Fase kerja ya fase dimana kita beri motivasi pasien tersebut. Apalagi
pasien dengan jiwa sangat susah untuk bisa berinteraksi dengan orang lain.
Pertama kita ajari pasien bagaimana bergaul dengan orang lain”. (Siswati
sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan Juwari, berpendapat
bahwa :“Pada fase ini perawat harus berperan aktif, harus sering-sering
bertatap muka dengan pasien. Harus ada kontak mata dengan pasien dan
perawat harus aktif berinteraksi dengan pasien sehingga pasien akan lebih
terbuka dengan perawat”. (Juwari sebagai ketua perawat laki-laki bangsal
Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Triyana, berpendapat bahwa
:“Salah satu contoh yang saya lakukan pada pasien gangguan jiwa misalnya
“mas pada kesempatan ini bagaimana kalau seandainya kita bertukar pikiran
apa yang menyebabkan mas meyakini yang demikian. Silahkan mas, cerita
tentang apa yang mas yakini”. (Triyana sebagai perawat laki-laki bangsal
Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013).
Pelaksaan tindakan medis terhadap para pasien tidak hanya selalu
dilakukan oleh seorang perawat saja. Kadang dua perawat menangani
seorang pasien. Namun pada dasarnya seorang perawat diberi tanggung
jawab untuk menangani beberapa pasien.

d)Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan
pasien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi
akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan
pasien, setelah hal ini dilakukan perawat dan pasien masih akan bertemu
kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan perjanjian waktu yang telah
disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat
setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancaradengan Tri Sutianti,
berpendapat bahwa :“Pada fase terminasi, kita tanyakan misalnya Sulis
pertemuan kita pada kesempatan ini sudah habis waktunya, bagaimana
perasaan Sulis setelah kita berdiskusi mengenai bagaimana keuntungan dan
kerugiannya kalau seandainya kita tidak punya kawan. Bagaimana
perasaanSulis? Bagus sekali Sulis sudah mengatakan perasaan berarti Sulis
sudah bekerja sama dengan saya. Saya ingin mendengar apa yang saya
katakan tadi dari Sulis. Coba Sulis sebut lagi keuntungan dan kerugian tidak
punya teman. Setelah itu kita buat perjanjianlagi, jam berapa? Dimana
tempatnya? Besok kita bahas yang lain ya”. (Tri Sutianti sebagai ketua
perawat perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat oleh Mugi Rahayu, berpendapat
bahwa :“Kitalihat sejauh mana pasien dapat bergaul sampai dimana, dan
sampai bisa bercerita tentang masalah peribadinya dengan perawat.
Kemudian kita buat perjanjian selanjutnya. Kita beritahu pada keluarga
pasien bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien. Dan juga kita beri
penjelasan kepada keluarga jangan dibiarkan pasien melamun atau sendirian,
sehingga pasien tidak mengulang lagi dirawat di rumah sakit jiwa ini”. (Mugi
Rahayu sebagai perawat perempuan bangsal Subadra diRumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Siswati, berpendapat
bahwa :“Pasa fase terminasi ya fase dimana kita mengakhiri pertemuan
dengan pasien. Kita beri PR buat pasien, setelah itu kita minta
16pasien untuk mempraktekkannya, kemudian kita buat juga perjajian
dengan pasien perjajian untuk selanjutnya”. (Siswati sebagai perawat
perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan Juwari,
berpendapat bahwa :“Pada fase ini pasien harus bisa mempraktekkan dan
ngulangi apa sudah kita ajari, nah nantinya kita tanyakan sama pasien apa
saja yang sudah diajarkan oleh perawat. Kita juga ajari keluarganya supaya
bisa berperan aktif dalam kesembuhan pasien”. (Juwari sebagai ketua
perawat laki-laki bangsal Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Triyana, berpendapat
bahwa :“Pada fase terminasi ini biasanya individu-individu, perawat disini
biasanya minta pasien untuk mengulangi apa yang sudah di diskusikan oleh
perawat, bisa tidakpasien menirukan kita”. (Triyana sebagai perawat laki-laki
bangsal Puntadewa di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni
2013)Terminasi adalah satu dari tahap yang sulit tapi sangan penting dari
hubungan terapeutik perawat pasien. Tahap ini saat untuk merubah dan
mengevaluasi kemajuan pasien.

c.Teknik KomunikasiTerapeutik
Perawat dengan PasienDitinjau dari segi teori masih banyak teknik-
teknik yang belum diterapkan oleh perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan. Hal ini mungkin dikarenakan durasi perawatan di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang yang cukup lama, sehingga kesan tidak baik
maupun yang baik,yang telah disampaikan pasien merupakan hal yang wajar.
Akan tetapi dari pihak perawat harus memperbaiki apa yang sudah ada,
dengan merefresing kembali teori komunikasi terapeutik, persiapan diri dari
rumah untuk benar-benar siap bekerja melayani dirumah sakit.
Perawat berperan penting dalam memberikan perhatian kepada pasien
dalam segala hal yang mencakup kesehatan pasien. Obat fungsinya
mengobati penyakit pasien, sedangkan perawat fungsinya memberikan
semangat, dorongan untuk cepat sembuh, mengajak pasien bercerita dan
bersenda gurau untuk menghibur dan meringankan beban (penyakit) yang
diderita oleh pasien.

d.Sikap Perawat dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik


Perawat dalam komunikasi dapat dilakukan dengan jabat tangan dan
menggunakan sikap terbuka dalammembantu pasien yang mengalami sakit
atau memerlukan bantuan. Komunikasi non verbal juga digunakan, misalnya
adanya gerakan tubuh, termasuk gerak tangan, gerak kaki, gerakan kepala,
ekspresi wajah (tersenyum dan ramah) kepada pasien, sehingga pasien
merasa senang dan nyaman selama dirawat oleh perawat
tersebut.Mengadakan komunikasi dengan pasien, perawat juga melakukan
komunikasi dengan keluarga pasien, terutama ketika pasien menolak terhadap
suatu tindakan medis, maka perawat mengadakan negoisasi dengan keluarga
perihal tindakan medis yang dilakukan, apa tujuannya dan apa akibatnya jika
tidak dilakukan. Dengan demikian diharapkan keluarga juga berperan dalam
mengambil keputusan terhadap tindakan medis yang dilakukan.
e.Pentingnya Komunikasi Terapeutik bagi Kesembuhan Pasien
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan
mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhan antara
perawat dan pasien, sehinggadapat dikategorikan ke dalam komunikasi
pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien
menerima bantuan.Proses interaktif antara pasien dan perawat yang
membantu pasien mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan
orang lain,menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah, dan
mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi ini disebut
komunikasi terapeutik.

Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa aktivitas
komunikasi terapeutik yang dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Soerojo Magelang adalah sebagai berikut :
1.Aktivitas komunikasi terapeutikRumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelangini dirasakan oleh pasien dan keluarganya membawa dampak
positif bagi mereka khususnya dalam meningkatkan kesembuhan pasien yang
sedang menjalani rawat inap.
2.Bentuk aktivitas komunikasi terapeutik yang dilakukan di Rumah
Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelangdalam bentuk komunikasi
interpersonaldan komunikasi luar ruang yang mempunyai tujuan utamanya
membantu menciptakan suasana pelayanan kesehatan yang baik pada
akhirnya akan mampu memotivasi kesembuhan pasien.
3.Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat
harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang aktivitas
yang akan ditangani.

Saran
Saran yang dapat disampaikan penulis berdasarkan penelitian ini adalah
sebagi berikut :
1.Pihak rumah sakit setidaknya menambah jumlah tenagaperawat serta
menyediakan fasilitas dan kebutuhan bagi pasien agar dalampelaksanaan
perawatan khususnya untuk pasien jiwadapat dilakukan dengan maksimal.
2.Perawatdi bangsal Subadrauntuk perempuan dan bangsal
Puntadewauntuk laki-laki di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelangwajibmelakukan bimbingan kepada pasienjiwadalam membangun
komunikasi yang baik dengan orang-orang disekelilingnya agartidak tercipta
budaya-budaya yang bersifat negatif dikalangan pasien.
3.Melihat pentingnya keluarga bagi pasien jiwa disarankan agar selalu
mendampingi dan memberikan dukungan terkait dengan proses
penyembuhan yang harus dijalani oleh pasien rawat jalan di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang. Kehadiran dan dukungan dari keluarga
saat berkomunikasi yang tepat dan benar bagi pasien rawat jalan akan lebih
memudahkan dalam mempengaruhi motivasi kesembuhannya.

Daftar Pustaka
Arwani. (2003). Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.Cangara,
Hafied. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:
Raja GrafindoPersada.Indrawati. (2003). Komunikasi Untuk Perawat,
Jakarta: EGCMachfoedz, Machmud.(2009). Komunikasi Keperawatan
(Komunikasi Terapeutik). Yogjakarta:
Ganbika.Lexy J. Moleong. (2010).Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung:
Remaja.Rosdakarya.Pawito. (2007). Metode Penelitian Komunikasi
Kualitatif. Yogyakarta:
LKIS.Rasmun, S. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psekiatri
Terintegrasi dengan Keluarga. Jakarta:
Fajar Inter Pratama.Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung:
Alfabeta.Sutopo.(2002).Penelitian Kualitatif :Dasar Teori dan Terapannya
DalamPenelitian.Surakarta: Universitas Sebelas Maret.Uripni, Christina Lia.
(2002). Komunikasi Kebidanan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai