Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan sebuah intitusi yang meyelenggarakan

pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan perseorangan secara

paripurna mulai dari pelayanan rawat inap, rawat jalan dan unit gawat darurat.

Penyelenggaraan ini bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam

mendapatkan pelayanan kesehatan, perlindungan dan keselamatan kepada

pasien, masyarakat, lingkungan serta sumber daya manusia dirumah sakit

(Triwibowo, 2012).

Salah satu bagian di rumah sakit yang memberikan pelayanan di bidang

kegawatdaruratan adalah Instalasi Gawat Darurat (IGD). IGD merupakan

gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat di rumah sakit sehingga

petugas kesehatan yang bertugas di IGD khususnya perawat harus mampu

bekerja maksimal agar dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan. Dalam prinsip penanganannya, IGD adalah salah satu

Instalasi rumah sakit yang menerapkan sistem triage untuk menentukan

pelayanan prioritas yang diberikan pada pasien gawat darurat (Musliha, 2010)

Pada praktek keperawatan profesional di rumah sakit khususnya IGD,

perawat dituntut dapat melaksanakan peran dan fungsinya selama 24 jam

mendampingi pasien dan keluarganya. Banyak respon yang muncul dari pasien
dan keluarganya saat mengetahui pasien harus dirawat di IGD terlebih lagi

pasien tersebut masuk dalam kategori I dan II berdasarkan Australians Triage

System (ATS) yang harus ditangani pada ruang Resusitasi di IGD. Maka reaksi

pertama yang muncul atau dirasakan oleh pasien dan keluarga pada saat pasien

harus dirawat secara mendadak dan tanpa perencanaan begitu masuk rumah

sakit tersebut adalah perasaan cemas atau disebut ansietas. Jika tidak ditangani

secara optimal maka gangguan kecemasan ini terkadang memicu munculnya

depresi (Nursalam, 2015)

Keadaan yang sering terjadi di IGD khususnya diruang Resusitasi adalah

terpisahnya anggota keluarga dengan pasien sehingga dapat menimbulkan stress

dan kecemasan bagi anggota keluarga. Disaat yang sama keluarga harus

memberikan dan menggantungkan kepercayaan kepada perawat untuk

pelayanan keperawatan pasien tanpa menunjukkan sikap pro dan kontra. Bila

keluarga sudah muncul rasa percaya kepada perawat, maka akan lebih mudah

membuka saluran komunikasi, memperjelas penyampaian dan penerimaan

informasi, serta membantu keluarga mengintepretasikan pesan yang di

sampaikan oleh perawat. (Wulandari, 2009)

Perry dan potter (2005) mengatakan bahwa 80% kesesembuhan dan

kepuasan pasien ditentukan dari keberhasilan perawat dalam memberikan

perawatan yang komprehensif, baik secara fisik maupun psikis. Oleh karena itu,

dalam menjalankan perannya perawat perlu memiliki keterampilan dalam

mengklarifikasi nilai, konseling dan komunikasi (Hamid, 2009)


Faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan pada keluarga pasien di

IGD biasanya adalah ketakutan akan kematian, ketidakpastian hasil, perubahan

pola, masalah biaya perawatan, situasi dan keputusan antara hidup dan mati,

perasaan tidak berdaya untuk selalu menemani pasien karena adanya aturan

kunjungan yang ketat, tidak terbiasa dengan perlengkapan atau lingkungan IGD,

petugas IGD serta rutinitas yang ada diruangan IGD. (Retnaningsih, 2016). Jika

ditinjau dari jenis penyakit, Cidera kepala merupakan situasi yang paling

berpotensi menyebabkan kecemasan keluarga kemudian dilanjutkan dengan

penyakit jantung, trauma dan penyakit di paru-paru. (Hofman SG, 2010)

Disisi lain, penerapan komunikasi terapeutik yang tidak maksimal oleh

perawat juga dapat membuat keluarga semakin cemas sehubungan dengan

terbatasnya informasi tentang perawatan pasien. Perawat terkadang hanya

berfokus pada kondisi individu pasien dalam melakukan tindakan sehingga

mengabaikan kecemasan pada pasien dan keluarganya. Padahal, dengan

berkomunikasi terapeutik yang baik antara perawat dengan keluarga pasien

maka dapat menimbulkan rasa nyaman, aman dan rasa percaya kepada keluarga

sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang lebih berkualitas

kepada pasien. (Priyoto, 2015)

Hasil penelitian yang dilakukan di Unit Perawatan Kritis Rumah Sakit

UNISMA pada tahun 2017 didapatkan bahwa komunikasi perawat tergolong

kurang baik sebanyak 46,7% komunikasi perawat tergolong baik sebanyak 10%

dan komunikasi perawat tergolong sedang sebanyak 43,3%. Hal ini,


menunjukkan bahwa masih rendahnya penerapan komunikasi terapeutik yang

efektif oleh perawat sehingga membuat keluarga akan semakin terpuruk dalam

situasi yang dialaminya serta berpengaruh terhadap penerapan asuhan

keperawatan yang baik khususnya dan mutu pelayanan rumah sakit umumnya

(Elvina dkk, 2017)

Komunikasi diruang gawat darurat lebih banyak dilakukan oleh perawat

pada keluarga pasien. Menurut penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya,

11 perawat yang diobservasi di IGD dalam 18 kali pengamatan tentang

keterampilan berkomunikasi perawat, didapatkan bahwa terdapat sebanyak 2019

jenis komunikasi perawat yang terjadi di IGD melibatkan keluarga pasien.

(Woloshynowich dkk, 2007). Keterlibatan keluarga dalam asuhan keperawatan

pada kondisi darurat juga termasuk dalam American Association of Critical Care

Nurse (AACN). AACN menyebutkan bahwa salah satu dari bagian keperawatan

holistik adalah keputusan keluarga yang sama dengan tanggung jawab perawat,

sehingga dibutuhkan komunikasi yang baik oleh perawat dalam berkomunikasi

kepada keluarga. (Morton PG dkk, 2011)

Menurut sebuah penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya

menunjukkan bahwa dengan berkomunikasi yang baik oleh perawat dapat

menjadikan keluarga lebih tenang dan terhindar dari perubahan emosi seperti

rasa takut dan kecemasan sehubungan dengan kebutuhan pengetahuan dan

informasi tentang penyakit yang diderita pasien serta dapat terhindar dari
kesalahan pengambilan keputusan tentang proses perawatan dan pengobatan

pasien (Halgrimsdotir EM, 2000)

Kondisi saat ini hampir semua keluarga yang mengalami situasi darurat

di IGD merasakan kecemasan yang berat terutama ibu dari pasien dibandingkan

dengan ayah. Dalam sebuah penelitian ibu menunjukkan kegelisahan yang

sangat mendalam saat mengetahui anaknya masuk dalam perawatan gawat

darurat. (Norberg dkk, 2004). Hal ini disebabkan karena ibu lebih banyak

menghabiskan sebagian besar waktunya kepada anaknya. Selain itu, banyak ibu-

ibu lebih sensitf terhadap resiko yang terjadi pada anaknya dibandingkan ayah.

(Scrimin S dkk, 2009)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lukmanulhakim tentang

kecemasan keluarga di IGD Rumah Sakit dr. Dradjat Prawiranegara padan tahun

2015 tentang kecemasan keluarga didapatkan bahwa 42,6% keluarga

menunjukkan kecemasan yang berat sedangkan 34% menunjukkan kecemasan

yang ringan. Keluarga yang menunjukkan kecemasan yang berat ini disebabkan

oleh tingkat keparahan penyakit, kurangnya informasi tentang perawatan pasien

dan komunikasi perawat yang kurang baik. (Lukmanulhakim, 2016)

Dari studi awal yang dilakukan oleh peneliti tanggal 27 September 2018

pada 7 keluarga pasien yang anggota keluarganya sedang dilakukan tindakan

keperawatan di IGD Rumah Sakit Umum Pusat M. Jamil didapatkan bahwa 4

dari 7 keluarga tampak sangat cemas hal ini terlihat dari kegelisahan dan rasa

takut yang di ungkapkan oleh keluarga. Dari hasil wawancara, 4 dari keluarga
tersebut mengungkapkan bahwa perawat di IGD jarang berkomunikasi dengan

mereka, masih adanya perawat yang jarang senyum dan komunikasi yang

kurang baik terutama dalam memberikan informasi tentang obat. Sedangkan 3

keluarga yang lainnya mengatakan pelayanan dan komunikasi perawat sudah

cukup baik walaupun ada beberapa aspek terdapat kekurangan seperti respon

terhadap komplain keluarga yang masih lamban serta kurang lengkapnya

penjelasan tentang penyakit pasien sehingga menjadikan keluarga terkadang

salah dalam memahami penjelasan perawat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan

permasalahan penelitian “ Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan

Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat

Darurat (IGD) RSUP M. Jamil Tahun 2018”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik

perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang Resusitasi IGD

RSUP M jamil tahun 2018.


2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik keluarga

meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan hubungan dengan

pasien.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan komunikasi

terapeutik perawat

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi keluarga berdasarkan tingkat

kecemasan keluarga

d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi hubungan komunikasi terapeutik

perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pasien

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi bagi Kepala

Ruang dan Staf Perawat IGD RSUP M. Jamil dalam mengevaluasi aturan –

aturan pelayanan terkait komunikasi terapeutik perawat di IGD.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bacaan dan

informasi mahasiswa dan institusi pendidikan Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas dengan tinjauan ilmu keperawatan berupa Komunikasi

terapeutik perawat dalam meminimalisir tingkat kecemasan keluarga pasien

di IGD.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan perbandingan dalam

melakukan penelitian lebih lanjut terkait komunikasi teurapeutik perawat

dalam menurunkan tingkat kecemasan keluarga pasien di IGD.

Anda mungkin juga menyukai