SURABAYA 2019 Kasus Pertamina Kasus Karen Agustiawan: Murni Risiko Bisnis Migas atau Fraud?
1. Kasus Yang Membelit Karen
Karen dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi dalam investasi blok
Basker Manta Gummy (BMG) di Australia. Kasus bermula ketika PT Pertamina melakukan kegiatan akuisisi atau investasi non-rutin berupa pembelian sebagian aset Roc Oil Company Ltd di ladang minyak Basker Manta Gummy (BMG) Australia pada 2009. Kala itu, Karen menjabat sebagai Direktur Hulu PT Pertamina. Berdasarkan Agreement for Sale and Purchase-BMG Project, nilai pembelian ini mencapai A$31,92 juta dengan tambahan biaya lain-lain A$26,8 juta. Secara keseluruhan, Pertamina menggelontorkan dana setara dengan Rp568,06 miliar. Akan tetapi, menurut majelis hakim, Pertamina tidak memperoleh keuntungan secara ekonomis lewat investasi di Blok BMG. Sebab, sejak 20 Agustus 2010, ROC selaku operator di blok BMG menghentikan produksi dengan alasan lapangan tersebut tidak ekonomis lagi.
2. Kesalahan Karen
Disebutkan majelis hakim, Karen telah menyalahgunakan jabatan untuk
melakukan investasi. Karen memutuskan melakukan investasi participating interest (PI) di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Selain itu, investasi tersebut tanpa ada persetujuan dari bagian legal dan dewan komisaris PT Pertamina. Setelah SPA (Sale Purchase Agreement) ditandatangani, Dewan Komisaris mengirimkan surat memorandum kepada Dewan Direksi perihal laporan rencana investasi. Dalam memorandum tersebut, kekecewaan Dewan Komisaris karena SPA ditandatangani tanpa persetujuan Dewan Komisaris terlebih dahulu, sehingga melanggar anggaran dasar Pertamina. Perbuatan Karen itu memperkaya Roc Oil Company Limited (ROC) Australia. Atas perbuatan itu, negara juga mengalami kerugian Rp568 miliar. Pada 20 Agustus 2010, ROC telah menghentikan produksi di Blok BMG. Tetapi, berdasarkan SPA (Sale Purchase Agreement) antara PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dengan ROC, PT PHE wajib membayar kewajiban biaya operasional (cash call) dari blok BMG Australia sampai dengan tahun 2012. Dalam hal ini menambah beban kerugian bagi PT Pertamina. Maka unsur menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi terpenuhi dan ada dalam perbuatan terdakwa. Tindak pidana itu, menurut majelis hakim dalam putusan mereka, dilakukan Karen bersama dengan eks Direktur Keuangan Pertamina Ferederick ST Siahaan, eks Manajer Merger dan Akuisisi Pertamina Bayu Kristanto, serta Legal Consul and Compliance Pertamina Genades Panjaitan.
3. Putusan Majelis Hakim
Hakim anggota menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam
putusan Karen. Hakim menyatakan Karen tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Sebagai Direktur Utama Pertamina atau Direktur Hulu Pertamina memutuskan investasi blok Basker Manta Gummy (BMG) bersama direksi lainnya. Keputusan dalam investasi tersebut diambil secara kolektif kolegial. Selain itu, bisnis minyak dan gas memang berisiko tinggi karena tidak ada yang bisa menentukan cadangan minyak di tengah laut secara pasti. Meski demikian, majelis hakim tetap menyatakan Karen bersalah. Dia divonis delapan tahun lebih rendah dari tuntutan yang dilayangkan jaksa. Jaksa sebelumnya menuntut Karen divonis 15 tahun penjara. Bagaimanapun, oleh majelis hakim, Karen dinyatakan tidak terbukti menikmati uang terkait tindak pidana korupsi dalam investasi Pertamina.
4. Risiko Bisnis Migas atau Fraud
Menurut pendapat kami investasi di hulu migas memang penuh risiko.
Eksplorasi belum tentu berhasil mendapatkan cadangan migas yang ekonomis untuk dikembangkan. Namun pada sisi lain, aksi korporasi seperti ini memang rawan permainan. Untuk menanggulangi hal tersebut perlu dilakukan audit investigasi untuk mengetahui apakah memang ada pihak-pihak yang mengintervensi Pertamina untuk menguntungkan pihak tertentu. Berdasarkan informasi yang beredar banyak pihak di dalam maupun di luar pemerintah yang kerap mengintervensi Pertamina. Selain itu, Kementerian BUMN tidak mengetahui detail transaksi tersebut karena merupakan aksi korporasi yang tidak memerlukan persetujuan pemerintah. Aksi-aksi korporasi tidak dilaporkan, hanya dicantumkan di RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) Pertamina. Untuk mencegah hal seperti ini terjadi lagi, Pertamina sebaiknya menjadi perusahaan yang terbuka dan tercatat di Bursa Efek Indonesia meski tidak melepas saham ke publik (public non listed). Jadi, menurut kami Karen dan kawan-kawan yang telah memutuskan untuk melakukan investasi 'participating interest' tanpa adanya 'due dilligence' dan analisis risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatangan Sale Purchase Agreement (SPA) tanpa adanya persetujuan bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina termasuk salah satu dari risiko bisnis yang dihadapi tapi disisi lain perbuatan tersebut juga mengindikasikan adanyta tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain yaitu ROC Oil Company (ROC) Limited Australia dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 568,066 miliar.