Anda di halaman 1dari 11

STUDI KASUS : ENRON

TUGAS AUDITING

Disusun Oleh :

1. Gugy Alesandro Dwiganata (1642520091)


2. Kumala Qonita Sari (1642520044)
3. Maya Susanti ( 1642520150)
4. Naura Nadiva (1642520009)
5. Nimas Swara Maharisna (1642520083)

KELAS 3E/D4 AKM

PROGRAM STUDI AKUNTANSI MANAJEMEN


JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI MALANG 2018
1.Kronologis Kasus Pada Enron
Enron adalah perusahaan yang dibentuk oleh Kenneth Lay pada tahun 1985 yang
merupakan hasilpeleburan antara Houston Natural Gas dan InterNorth. Keruntuhan Enron akibat
praktik akuntansiyang tidak sehat menyebabkan saham Enron yang sebelumnya bernilai US$ 90
per lembar padapertengahan tahun 2000 turun drastis menjadi kurang dari US$1 pada
akhir bulan November 2001.Enron dengan bekerja sama dengan Arthur Andersen yang sebelum
skandal Enron terjadimerupakan salah satu dari lima persekutuan audit dan akuntansi terbesar di
dunia memanfaatkankelemahan dalam akuntansi dengan menyembunyikan milyaran dollar hutang dan
melakukanmarkup yang membuat perusahaan terlihat menguntungkan. Transaksi-transaksi off-
Balance Sheettidak di-
disclose
secara nyata pada catatan atas laporan keuangan. Enron mengakui pendapatanketika suatu proyek atau
kerjasama dimulai tanpa mengakui kerugian ketika proyek atau kerjasamatersebut gagal atau
dibatalkan. Alih-alih mencatat kerugian, Enron mencatat biaya pembatalanproyek tersebut sebagai
aset dengan rasionalisasi bahwa tidak ada pernyataan resmi bahwa proyektersebut telah dibatalkan. Hutang-
hutang Enron dalam rangka membiayai kontrak-kontrak yang adadisembunyikan pada banyak
SPE (Special Purpose Entity) yang dibuat oleh Enron sebelumnyasehingga kantor pusat terlihat
tidak memiliki banyak hutang. Kantor Akuntan Publik Andersendiminta untuk memusnahkan
dokumen dokumen dan bukti lain yang dapat membuktikanketidakbenaran laporan keuanga.
Hasilnya, pendapatan menjadi overstated dan kewajiban menjadiunderstated. Tujuannya agar
laporan keuangan dan kinerja Enron terlihat baik di mata publik dannilai saham terus meningkat.
Dengan kata lain, Enron tidak melakukan pelaporan secara menyeluruhpada laporan
keuangannya sehingga publik khususnya investor memperoleh laporan yang misleading
atau tidak benar.Publik mempertanyakan kerugian yang disembunyikan pada Laporan Keuangan
Triwulanan yangdikeluarkan Enron pada Bulan Oktober 2001. Pada eksekutif-eksekutif Enron
media satu persatu mulai mempertanyakan banyak kebijakan dan transaksi yang dilakukan
oleh Enron, dan kepercayaanpublik makin menurun sehingga saham pun jatuh. Enron pun
akhirnya dinyatakan bangkrut padaDesember 2001, sementara Arthur Andersen yang dinyatakan
bersalah pada pengadilan federalyang kemudian dinyatakan boleh beroperasi kembali oleh
Mahkamah Agung Amerika Serikat, telahrusak nama baiknya dan akhirnya ditutup.
2.Kecurangan – kecurangan yang dilakukan Oleh Manajemen Perusahaan
Berikut ini adalah berbagai jenis kecurangan yang dilakukan Enron. Setidaknya di bawah ini adalah
kecurangan Enron yang Penulis coba rangkum dari berbagai sumber :

1. Enron juga menyalahgunakan perlakuan akuntansi dengan menggelembungkan nilai Mariner


Energy (anak usaha Enron)dari US$ 185 juta menjadi US$ 366 juta. Dari perlakuan akuntansi itu
terciptalah pendapatan fiktif sebesar US$ 181 juta.
2. Enron menjual arus kas di masa yang akan datang (future income streams) dengan nilai sekarang
(present value)untuk menghasilkan sejumlah pendapatan fiktif lainnya. Hanya saja masalah
timbul karena Enron lah yang menjamin future income streams tersebut dan menciptakan
penjualan akuntansi tanpa disertai laba atau keuntungan yang nyata.
3. Enron meminjam dalam jumlah besar untuk dana operasional.Sebagian pinjaman ini (sekitar US$
8 miliar) sengaja disalahklasifikasikan sebagai perdagangan energi berjangka (trades of energy
futures). Dana pinjaman lainnya diberi judul “arus kas dari kegiatan perdagangan” (“cash flow
from trading activities”).
4. Enron menyalahgunakan Special-Purpose Entities(SPE) di antaranya untuk menyembunyikan
kerugian besar di anak perusahaan yang dimiliki Enron dengan menciptakan agreement tertentu
untuk menutup kerugian anak perusahaannya.

Khusus untuk poin terakhir, yaitu penggunaan Special-Purpose Entities (SPE) adalah cara yang
memungkinkan Enron untuk melakukan berbagai praktik manipulasi tersebut.
SPE adalah bentuk badan hukum di Amerika yang mempunyai tujuan yang sangat spesifik, sempit, dan
memiliki jangka waktu terbatas.
Pada tahun 1990-an sendiri, ratusan korporasi besar di Amerika mendirikan SPE. Tujuannya adalah untuk
menghindari munculnya utang jangka panjang di neraca korporasi.
SPE merupakan sarana bagi korporasi besar untuk memenuhi kebutuhan belanja tanpa keharusan untuk
melaporkan utangnya (debt avoidance).
Di antara korporasi-korporasi besar tersebut, Enron yang paling banyak menggunakan SPE. Enron sendiri
mendirikan ratusan SPE. Namun yang membedakan adalah Enron tidak membatasi penggunaan SPE
untuk tujuan pembelanjaan atau kegiatan pendanaan.
Enron justru sering menggunakan SPE ini untuk melego aset yang memiliki kinerja buruk. Disclosure
yang dibuat Enron membuat investor tidak mengetahui berapa sesungguhnya total kewajiban Enron.
Karena sulitnya menganalisa laporan keuangan Enron, begitu pula investor menjadi sulit untuk
mempercayai integritas laba yang dilaporkan Enron dari waktu ke waktu.
Banyak transaksi SPE yang berakibat menggelembungnya laba perusahaan yang tercatat dalam laba
sebelum realisasi (unrealized gains) dari kenaikan harga saham Enron.
Faktor lain yang mendorong eksekutif Enron untuk mempercantik laporan keuangannya adalah kebutuhan
untuk mempertahankan harga saham Enron pada harga tinggi.
Banyak di antara perjanjian-perjanjian yang dilakukan Enron terkait harga saham yang harus “dijaga” ini.
Jika harga saham jatuh di bawah harga yang telah ditentukan, ini menjadi pemicu bagi Enron untuk
menambah jaminan berupa tambahan saham.
Di tahun 2001, akhirnya dibentuklah sebuah komite investigasi yang dipimpin oleh Willliam C. Powers
(Dekan Fakultas Hukum University of Texas) untuk mengkaji transaksi SPE Enron yang besar.
Setelah melakukan berbagai investigasi, akhirnya Komite tersebut menerbitkan laporan yang cukup
panjang yang membahas lika-liku transaksi SPE Enron dan laba tidak wajar yang dihasilkannya, yang
dikenal publik sebagai The Powers Report.
Dalam laporan tersebut juga diungkapkan motivasi utama Enron adalah tumbuhnya kebutuhan akan
modal yang amat besar ketika Kenneth Lay dan Jeffrey Skilling melakukan transformasi Enron dari
penyuplai gas alam menjadi intermediaries yang berbasis internet.
Pentingnya Analisis Fundamental Saham dalam Membaca Rasio Keuangan
Seperti halnya bisnis baru, bisnis berbasis internet Enron tidak segera menghasilkan arus kas bagi
perusahaan.
Untuk meyakinkan kreditur untuk menginvestasikan dananya ke Enron, manajemen sadar mereka harus
mempertahankan credit rating yang tinggi, dan oleh karenanya perusahaan harus merilis laporan
keuangan yang spektakuler setiap periode.

Tidak lama kemudian, saham Enron kemudian terus merosot sepanjang 2001. Semua praktik manipulasi
yang dilakukan untuk mempercantik laporan keuangannya juga mulai bergoyang.
Lebih parahnya lagi, aset yang dibeli banyak oleh Enron menderita kerugian besar. Enron terus-menerus
menyuntikkan sumber dayanya untuk mempertahankan solvensi para SPE-nya.
Ditambah lagi, adanya dugaan insider trading oleh eksekutif Enron sendiri di dalam SPEnya. Belakangan
diketahui Andrew Fastow mengantongi keuntungan US$ 30 juta dari investasinya di dalam SPE pada saat
ia menjabat sebagai CFO Enron.

Jatuhnya Harga Saham Enron pada 2001-2002


Harga saham yang terus anjlok, ditambah kerugian besar-besaran dari SPE yang besar, serta kekhawatiran
yang diungkapkan Andersen (auditor Enron) memaksa eksekutif Enron untuk bertindak secara cepat.
Manajemen Enron mengambil alih kendali dan kepemilikan dalam SPE bermasalah dan memasukkan
laporan keuangannya dalam laporan keuangan konsolidasi. Keputusan inilah yang akhirnya menimbulkan
kerugian besar dalam laporan keuangan Enron.
3.Peran Auditor terhadap Kecurangan yang terjadi
Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan auditor intern diharapkan dapat memberikan
kontribusinya pada perbaikan pengelolaan risiko entitas, namun perlu pula dipahami bahwa tidak
semua entitas memiliki struktur pengelolaan risiko, bila demikian, bagaimana peran auditor
intern terhadap proses pengelolaan risiko?
Pengelolaan risiko merupakan tanggung jawab manajemen. Untuk mencapai tujuan entitas,
manajemen harus meyakini bahwa proses pengelolaan risikonya telah berjalan dan berfungsi
dengan baik. Dalam hal ini, auditor intern membantu manajemen melalui audit, review, evaluasi,
pelaporan dan rekomendasi kecukupan dan efektivitas proses pengelolan risiko. Manajemen
bertanggung jawab terhadap pengelolaan risiko perusahaan dan pengendaliannya. Sementara itu,
auditor intern berperan sebagai konsultan yang membantu mengidentifikasi, mengevaluasi,
menerapkan metodologi pengelolaan risiko, dan memberikan masukan untuk perbaikan sistem
pengendalian risiko.
Apabila dalam suatu perusahaan belum memiliki struktur pengelolaan risiko, auditor intern
memberikan pemahaman kepada manajemen mengenai perlunya pengelolaan risiko. Jika
dikehendaki, audit intern dapat proaktif memberikan bantuan kepada manajemen dalam
pembentukan struktur pengelolaan risiko. Namun perlu perlu pula difahami bahwa peran proaktif
tersebut berbeda dengan peran sebagai pemilik risiko (ownership of risks).
Dengan kata lain, auditor intern dapat memfasilitasi proses pengelolaan risiko, namun tidak
memiliki atau bertanggung jawab untuk mengidentifikasikan, mengambil tindakan untuk
meredakan risiko dan memonitor risiko-risiko tersebut. Dalam penaksiran risiko (risk
assessment) terdapat tiga konsep penting yaitu tujuan (goal), risiko (risk), dan pengendalian
(control). Tujuan merupakan outcome yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu proses atau
kegiatan. Risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu kejadian/tindakan yang dapat
menggagalkan atau berpengaruh negative terhadap kemampuan perusahaan dalam mencapai
tujuan entitasnya, sedangkan pengendalian merupakan elemen–elemen perusahaan yang
mendukung manajemen dan karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan.
Auditor intern mempunyai peran dalam membantu memastikan bahwa manajemen telah
melakukan pengelolaan risiko perusahaan secara memuaskan. Sehubungan dengan peran
tersebut, auditor intern melakukan identifikasi dan evaluasi risiko signifikan yang dihadapi
perusahaan. Untuk keperluan ini auditor intern perlu melakukan penaksiran risiko (risk
assessment) terhadap kecukupan proses pengelolaan risiko yang dilakukan oleh manajemen.
4.Prinsip Etika yang dilanggar
1. Transparansi (transparency)
Berkaitan dengan kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses
keputusan dan penyampaian informasi. Keterbukaan dalam menyampaikan informasi juga mengandung
arti bahwa informasi yang disampaikan harus lengkap, benar dan tepat waktu kepada semua pemangku
kepentingan.
Dalam Skandal Enron dimensi Transparasi jelas dilanggar, hal ini dapat dilihat pada:

Pembentukan SPE dengan tujuan melebih-lebihkan laba, meningkatkan kas dan menyembunyikan utang,
menutup-nutupi kerugian terhadap investasi saham Enron pada perusahaan lain
Memberikan informasi kinerja perusahaan yang menyesatkan kepada investor dan karyawan sehingga
investor dan karyawan membeli saham Enron dalam jumlah besar pada saat harga saham Enron tinggi,
sebelum anjloknya harga saham.
Tidak memasukan transaksi SPE dalam Laporan Konsolidasi Enron, sehingga angka yang ada dalam
neraca tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Penghancuran dokumen terkait SPE sebanyak lebih dari 1 ton kertas dengan tujuan menutup-nutupi
kebenaran dan menghambat penyidikan

2. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip akuntabilitas adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk membina system
akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan
kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertangungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan efektif.
Dalam skandal Enron, pihak manajemen tidak mengelola sistem akuntansi yang efektif sehingga
menghasilkan laporan keuangan yang tidak dapat dipercaya, hal ini dapat dicermati pada:

SEC membolehkan buah perusahaan untuk mengeluarkan pencatatan SPE dari laporan keuangannya. Hal
ini diperbolehkan jika terdapat pihak independen yang mempunyai control atas entitas tujuan tersebut dan
apabila pihak independen tersebut memiliki setidaknya 3% dari seluruh SPE tersebut. Peraturan tersebut
kurang tepat, karena seharusnya perusahaan tidak boleh mengeluarkan pencatatan SPE dari laporan
keuangannya. Hal tersebut seharusnya dilaporkan dalam laporan keuangan konsilidasi yang dimiliki oleh
perusahaan induk. Dalam kasus Enron ini, hal tersebut tidak dicatat dan tidak dilaporkan dalam laporan
keuangan konsilidasi perusahaan induk, ditambah lagi pihak yang memiliki SPE adalah pihak internal
Enron.
Melakukan skema prabayar, yakni mencatat transaksi prabayar dalam pengiriman energi masa depan
sebagai laba operasi dan arus kas saat ini, bukan sebagai arus kas dari operasi pembiayaan.
Perhitungan pajak yang salah yaitu mengakui kerugian yang sama sebanyak dua kali dan mencatatnya
sebagai pendapatan; dan merubah dpp aset tak tersusutkan (tidak kena pajak) menjadi aset tersusutkan
(kena pajak)
Melakukan praktik asset light, yaitu menjual aset pembangkin listrik secara langsung atau menjual
kepentingan di dalamnya kepada investor secara lansung, dan mencatat pendapatan tersebut sebagai laba
dari hasil “monetizing” dan “syndicating”
3. Responsibilitas (responsibility)
Prinsip responsibilitas adalah prinsip di mana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas
semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud
kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi logis dari
kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola
perusahaan.

Skandal Enron memberikan contoh pelanggaran tanggung jawab ini mempunyai dalam berbagai dimensi,
yaitu:
1) Dimensi ekonomi, Enron tidak bertanggungjawab untuk memberian keuntungan ekonomis bagi para
pemangku kepentingan. Dimensi ini juga melanggar prinsip fairness dimana tidak semua pemangku
kepentingan mendapatakan keuntungan ekonomis yang sama bahkan ada yang dirugikan.

2) Dimensi hukum, tanggung jawab manajemen Enron tidak diwujudkan dalam bentuk ketaatan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Enron melakukan ratusan transaksi yang melanggar hukum,
mulai dari konspirasi, penipuan, pemalsuan laporan, insider trading, penipuan pajak, pencucian uang, dan
penipuan sekuritas.

Vinson dan Elkins, pengacara eksternal Enron sudah sudah menyadari adanya risiko tak terkendali dalam
transaksi yang dilakukan Enron, mereka juga telah mengajukan laporan penjabaran risiko kepada Lay,
namun akibat loyalitasnya kepada Lay mereka tetap menyetujui SPE yang dikelola oleh Faslow dan SPE
lain. Padahal dalam etika hukum, pengacara eksternal memiliki kewajiban etis yang jelas untuk menarik
diri dari transaksi di mana klien jelas melanggar hukum.

3) Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan manajemen tersebut telah
dirasakan keadilannya bagi semua pemangku kepantingan. Selama prinsip fairness tidak terpenuhi,
dimensi moral sulit untuk dipertanggunjawabkan. Selain itu kegiatan perusahaan Enron tidak
menghormati nilai-nilai dasar yang mendasari ketertarikan pemangku kepentingan (hypernorms) sehingga
saat mendekati detik-detik keterpurukan, Enron tidak mendapat dukungan dari pemangku kepentingan
selain dengan cara curang.

4) Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajemen telah mampu mewujudkan akuntabilitas
diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
Eksekutif Enron hanya mengejar tujuan lahirian dengan mengabaikan tujuan spiritual, dengan ini tahap
yang dicapai hanya PQ dan IQ saja.
4. Independensi (independency)
Independensi adalah keadaan di mana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat
professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari tekanan/pengaruh dari mana pun
yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat.

Pelanggaran prinsip ini terjadi pada, sebagai perikut:

Arthur Ardensen menyediakan setidaknya 5 layanan kepada Enron yaitu: (1) sebagai auditor eksternal
yang mengaudit kewajaran laporan keuangan Enron; (2) sebagai Konsultan akuntansi dan manajemen,
termasuk saat transaksi SPE; (3) sebagai penasihat perpajakan; (4) sebagai internal auditor Enron; (5)
sebagai penasihat masalah keuangan. Kelima layanan tersebut memiliki fungsi yang saling bertabrakan
bahkan tumpang tindih hingga menyebabkan hilangnya objektivitas Arthur Andersen.
Banyaknya auditor Arthur Andersen yang kemudian pindah dan menjabat sebagai eksekutif Enron,
seperti: Richard Causey, Sheron Wattkins, dan staff lainnya
SPE seharusnya dimiliki oleh pihak independen, tetapi SPE yang bertransaksi dengan Enron adalah
bentukan Fastow yang merupakan CFO Enron

5. Kesetaraan (fairness)
Perlakuan yang setara merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku
kepentingan secara adil dan merata, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan,
pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat dan yang lainnya). Prinsip
ini juga sangat erat dan tumpang tindih dengan prinsip akuntabilitas dan tanggung jawab.

Enron memperlakukan pemangku kepentingannya dengan tidak adil, yaitu:

Karyawan memperkaya diri mereka sendiri tanpa persetujuan Dewan Direksi (Kompensasi berlebihan).
Konflik kepentingan yang tidak pantas, yaitu adanya Insider Trading dimana Dewan Direksi menyetujui
CFO untuk mengoperasikan dana ekuitas swasta SPE LJM yang melakukan transaksi bisnis dengan
Enron dan meperoleh keuntungan dari biaya Enron.
Kegagalan tugas fidusida Dewan Direksi yaitu: gagal melindungi pemegang saham Enron dari kegiatan
yang tidak adil sehingga merugikan pemegang saham, karyawan, dan rekan bisnis.
Memanipulas krisis listrik di California dan menerapkan skema prabayar dan menetapkan harga listrik
sangat tinggi sampai 9kali lipat demi keuntungan eksekutif Enron. Hal ini menyebabkan banyak
perusahaan di industri sejenis gulung tikar, pengangguran di California bertambah, masyarakan kesulitan
mendapatkan listrik dan harus membayar mahal untuk itu.
Karyawan diperlakukan tidak adil. Enron mengharuskan dana pensiun karyawannya diubah dalam bentuk
saham. Tujuan Enron adalah menaikan harga saham perusahaan dengan cara ini. Dan pada saat masa
jatuhnya enron, para ekskutif yang terlebih dahulu tahu telah menjuals ahamnya, sedangkan karyawan
hanya dapat menjual saham sampai pada harga 26 sen. Sangat banyak terjadi kerugian pada karyawan.
Baik financial maupun moral. Karyawan Enron banyak yang tidak diterima di perusahaan lain.

Pelanggaran Etika dari Sudut Pandang Agency Theory


Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock
holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari
pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah
bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan
etika bisnis yang sehat.

Lalu apa yang dituai oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari
praktik bisnis yang tidak etis adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi
banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum. Artinya secara kasat mata kasus Enron
(baik manajemen Enron maupun KAP Andersen) telah melakukan malpraktik jika dilihat dari etika bisnis
dan profesi akuntan antara lain :

Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, melalui suburnya praktik insider


trading, dimana hal ini sangat diketahui oleh Board of Director Enron, dengan demikian dalam praktik
bisnis di Enron sarat dengan collusion. Kondisi ini diperkuat oleh Bussines Round Table (BRT), pada
tanggal 16 Pebruari 2002 menyatakan bahwa : (a). Tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari
manajemen Enron berperan besar dari kebangkrutan perusahaan; (b). Telah terjadi pelanggaran terhadap
norma etika corporate governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan; (c). Perilaku
manajemen Enron merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan yang diberikan kepada
perusahaan.
Adanya Deception Information, yang dilakukan pihak manajemen Enron maupun KAP Arthur Andersen,
mereka mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi trust dari investor
dan publik kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron
menjadi hancur berantakan.Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap melakukan
Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang
sangat baik. KAP Andersen tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan
awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan, hal ini dimungkinkan adanya
coercion atau bribery, karena pihak Gedung Putih termasuk Wakil Presiden Amerika Serikat juga di
indikasikan terlibat dalam kasus Enron ini.
Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik- The big six- yang melakukan Audit terhadap laporan
keuangan Enron Corp. tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan Enron, KAP Andersen telah
melakuklan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan
dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai
mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran
dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan
menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap
profesionallisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan knowingly and recklessly yaitu
menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan (deception of information).

5.Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Pada kasus Enron Corporation, auditor telah melanggar kode etik profesi akuntan
publik di mana auditor telah memanipulasi laporan keuangan sehingga laporan tersebut
mencerminkan seolah-olah kinerja perusahaan sangat baik. Padahal, jika diungkap fakta
sebenarnya, perusahaan sebenarnya telah berada diujung ambang kebangkrutan, di mana
hutang perusahaan cukup besar yang disembunyikan dengan menggunakan entitas bertujuan
khusus. Hal ini terjadi akibat ketidakindependenan auditor dalam pelaksanaan audit atas
laporan keuangan klien karena desakan konflik kepentingan antara pengungkapan yang
objektif dan mempertahankan klien potensial. Hal ini merupakan sebuah ketidakjujuran dan
kebohongan yang disebabkan oleh dilema etika yang dialami kantor akuntan publik. Auditor
juga melanggar kode etik profesionalisme sebagai akuntan independen dikarenakan
memusnahkan dokumen-dokumen penting yang merupakan bukti audit yang relevan serta
menciptakan laporan audit yang menyesatkan. Perilaku tidak etis ini kemudian akhirnya
menuju kehancuran perusahaan korporat terebut dan menyisakan kerugian bagi berbagai
pihak di samping proses peradilan dan tuntutan hukum.

Saran

Agar kasus serupa dengan kasus Enron Corporation tidak terulang kembali dalam
perusahaan dan kemudian merugikan berbagai pihak yang terlibat, maka penulis menyarankan
kepada perusahaan agar di dalam memilih untuk menempatkan sumber daya manusia,
terutama pihak manajemen yang akan memegang kendali dalam perusahaan, tidak hanya
memperhatikan segi kemampuannya saja, tetapi juga memperhatikan pula kepribadiannya
dalam etika bisnis agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan prinsip etika dan
peraturan yang berlaku.
Kasus skandal Enron Corporation dapat dijadikan pelajaran berharga bagi dunia
bisnis di seluruh dunia. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan agar tidak terjebak dalam
kasus seperti Enron Corporation antara lain sebagai berikut:
a. Menjunjung tinggi nilai-nilai spiritualitas dan etika agar setiap perilaku senantiasa berpijak
untuk kebaikan semua.
b. Jangan melakukan hal yang dapat merugikan orang banyak untuk memperkaya diri sendiri.
c. Kantor Akuntan Publik (KAP) seharusnya menjunjung tinggi kejujuran dan
profesionalitas, mematuhi kode etik menggunakan prinsip akuntansi berterima umum, dan
menjaga integritas profesi serta tidak merangkap jabatan sekaligus.

Anda mungkin juga menyukai