TUGAS AUDITING
Disusun Oleh :
Khusus untuk poin terakhir, yaitu penggunaan Special-Purpose Entities (SPE) adalah cara yang
memungkinkan Enron untuk melakukan berbagai praktik manipulasi tersebut.
SPE adalah bentuk badan hukum di Amerika yang mempunyai tujuan yang sangat spesifik, sempit, dan
memiliki jangka waktu terbatas.
Pada tahun 1990-an sendiri, ratusan korporasi besar di Amerika mendirikan SPE. Tujuannya adalah untuk
menghindari munculnya utang jangka panjang di neraca korporasi.
SPE merupakan sarana bagi korporasi besar untuk memenuhi kebutuhan belanja tanpa keharusan untuk
melaporkan utangnya (debt avoidance).
Di antara korporasi-korporasi besar tersebut, Enron yang paling banyak menggunakan SPE. Enron sendiri
mendirikan ratusan SPE. Namun yang membedakan adalah Enron tidak membatasi penggunaan SPE
untuk tujuan pembelanjaan atau kegiatan pendanaan.
Enron justru sering menggunakan SPE ini untuk melego aset yang memiliki kinerja buruk. Disclosure
yang dibuat Enron membuat investor tidak mengetahui berapa sesungguhnya total kewajiban Enron.
Karena sulitnya menganalisa laporan keuangan Enron, begitu pula investor menjadi sulit untuk
mempercayai integritas laba yang dilaporkan Enron dari waktu ke waktu.
Banyak transaksi SPE yang berakibat menggelembungnya laba perusahaan yang tercatat dalam laba
sebelum realisasi (unrealized gains) dari kenaikan harga saham Enron.
Faktor lain yang mendorong eksekutif Enron untuk mempercantik laporan keuangannya adalah kebutuhan
untuk mempertahankan harga saham Enron pada harga tinggi.
Banyak di antara perjanjian-perjanjian yang dilakukan Enron terkait harga saham yang harus “dijaga” ini.
Jika harga saham jatuh di bawah harga yang telah ditentukan, ini menjadi pemicu bagi Enron untuk
menambah jaminan berupa tambahan saham.
Di tahun 2001, akhirnya dibentuklah sebuah komite investigasi yang dipimpin oleh Willliam C. Powers
(Dekan Fakultas Hukum University of Texas) untuk mengkaji transaksi SPE Enron yang besar.
Setelah melakukan berbagai investigasi, akhirnya Komite tersebut menerbitkan laporan yang cukup
panjang yang membahas lika-liku transaksi SPE Enron dan laba tidak wajar yang dihasilkannya, yang
dikenal publik sebagai The Powers Report.
Dalam laporan tersebut juga diungkapkan motivasi utama Enron adalah tumbuhnya kebutuhan akan
modal yang amat besar ketika Kenneth Lay dan Jeffrey Skilling melakukan transformasi Enron dari
penyuplai gas alam menjadi intermediaries yang berbasis internet.
Pentingnya Analisis Fundamental Saham dalam Membaca Rasio Keuangan
Seperti halnya bisnis baru, bisnis berbasis internet Enron tidak segera menghasilkan arus kas bagi
perusahaan.
Untuk meyakinkan kreditur untuk menginvestasikan dananya ke Enron, manajemen sadar mereka harus
mempertahankan credit rating yang tinggi, dan oleh karenanya perusahaan harus merilis laporan
keuangan yang spektakuler setiap periode.
Tidak lama kemudian, saham Enron kemudian terus merosot sepanjang 2001. Semua praktik manipulasi
yang dilakukan untuk mempercantik laporan keuangannya juga mulai bergoyang.
Lebih parahnya lagi, aset yang dibeli banyak oleh Enron menderita kerugian besar. Enron terus-menerus
menyuntikkan sumber dayanya untuk mempertahankan solvensi para SPE-nya.
Ditambah lagi, adanya dugaan insider trading oleh eksekutif Enron sendiri di dalam SPEnya. Belakangan
diketahui Andrew Fastow mengantongi keuntungan US$ 30 juta dari investasinya di dalam SPE pada saat
ia menjabat sebagai CFO Enron.
Pembentukan SPE dengan tujuan melebih-lebihkan laba, meningkatkan kas dan menyembunyikan utang,
menutup-nutupi kerugian terhadap investasi saham Enron pada perusahaan lain
Memberikan informasi kinerja perusahaan yang menyesatkan kepada investor dan karyawan sehingga
investor dan karyawan membeli saham Enron dalam jumlah besar pada saat harga saham Enron tinggi,
sebelum anjloknya harga saham.
Tidak memasukan transaksi SPE dalam Laporan Konsolidasi Enron, sehingga angka yang ada dalam
neraca tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Penghancuran dokumen terkait SPE sebanyak lebih dari 1 ton kertas dengan tujuan menutup-nutupi
kebenaran dan menghambat penyidikan
2. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip akuntabilitas adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk membina system
akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan
kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertangungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan efektif.
Dalam skandal Enron, pihak manajemen tidak mengelola sistem akuntansi yang efektif sehingga
menghasilkan laporan keuangan yang tidak dapat dipercaya, hal ini dapat dicermati pada:
SEC membolehkan buah perusahaan untuk mengeluarkan pencatatan SPE dari laporan keuangannya. Hal
ini diperbolehkan jika terdapat pihak independen yang mempunyai control atas entitas tujuan tersebut dan
apabila pihak independen tersebut memiliki setidaknya 3% dari seluruh SPE tersebut. Peraturan tersebut
kurang tepat, karena seharusnya perusahaan tidak boleh mengeluarkan pencatatan SPE dari laporan
keuangannya. Hal tersebut seharusnya dilaporkan dalam laporan keuangan konsilidasi yang dimiliki oleh
perusahaan induk. Dalam kasus Enron ini, hal tersebut tidak dicatat dan tidak dilaporkan dalam laporan
keuangan konsilidasi perusahaan induk, ditambah lagi pihak yang memiliki SPE adalah pihak internal
Enron.
Melakukan skema prabayar, yakni mencatat transaksi prabayar dalam pengiriman energi masa depan
sebagai laba operasi dan arus kas saat ini, bukan sebagai arus kas dari operasi pembiayaan.
Perhitungan pajak yang salah yaitu mengakui kerugian yang sama sebanyak dua kali dan mencatatnya
sebagai pendapatan; dan merubah dpp aset tak tersusutkan (tidak kena pajak) menjadi aset tersusutkan
(kena pajak)
Melakukan praktik asset light, yaitu menjual aset pembangkin listrik secara langsung atau menjual
kepentingan di dalamnya kepada investor secara lansung, dan mencatat pendapatan tersebut sebagai laba
dari hasil “monetizing” dan “syndicating”
3. Responsibilitas (responsibility)
Prinsip responsibilitas adalah prinsip di mana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas
semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud
kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi logis dari
kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola
perusahaan.
Skandal Enron memberikan contoh pelanggaran tanggung jawab ini mempunyai dalam berbagai dimensi,
yaitu:
1) Dimensi ekonomi, Enron tidak bertanggungjawab untuk memberian keuntungan ekonomis bagi para
pemangku kepentingan. Dimensi ini juga melanggar prinsip fairness dimana tidak semua pemangku
kepentingan mendapatakan keuntungan ekonomis yang sama bahkan ada yang dirugikan.
2) Dimensi hukum, tanggung jawab manajemen Enron tidak diwujudkan dalam bentuk ketaatan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Enron melakukan ratusan transaksi yang melanggar hukum,
mulai dari konspirasi, penipuan, pemalsuan laporan, insider trading, penipuan pajak, pencucian uang, dan
penipuan sekuritas.
Vinson dan Elkins, pengacara eksternal Enron sudah sudah menyadari adanya risiko tak terkendali dalam
transaksi yang dilakukan Enron, mereka juga telah mengajukan laporan penjabaran risiko kepada Lay,
namun akibat loyalitasnya kepada Lay mereka tetap menyetujui SPE yang dikelola oleh Faslow dan SPE
lain. Padahal dalam etika hukum, pengacara eksternal memiliki kewajiban etis yang jelas untuk menarik
diri dari transaksi di mana klien jelas melanggar hukum.
3) Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan manajemen tersebut telah
dirasakan keadilannya bagi semua pemangku kepantingan. Selama prinsip fairness tidak terpenuhi,
dimensi moral sulit untuk dipertanggunjawabkan. Selain itu kegiatan perusahaan Enron tidak
menghormati nilai-nilai dasar yang mendasari ketertarikan pemangku kepentingan (hypernorms) sehingga
saat mendekati detik-detik keterpurukan, Enron tidak mendapat dukungan dari pemangku kepentingan
selain dengan cara curang.
4) Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajemen telah mampu mewujudkan akuntabilitas
diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
Eksekutif Enron hanya mengejar tujuan lahirian dengan mengabaikan tujuan spiritual, dengan ini tahap
yang dicapai hanya PQ dan IQ saja.
4. Independensi (independency)
Independensi adalah keadaan di mana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat
professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan, dan bebas dari tekanan/pengaruh dari mana pun
yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat.
Arthur Ardensen menyediakan setidaknya 5 layanan kepada Enron yaitu: (1) sebagai auditor eksternal
yang mengaudit kewajaran laporan keuangan Enron; (2) sebagai Konsultan akuntansi dan manajemen,
termasuk saat transaksi SPE; (3) sebagai penasihat perpajakan; (4) sebagai internal auditor Enron; (5)
sebagai penasihat masalah keuangan. Kelima layanan tersebut memiliki fungsi yang saling bertabrakan
bahkan tumpang tindih hingga menyebabkan hilangnya objektivitas Arthur Andersen.
Banyaknya auditor Arthur Andersen yang kemudian pindah dan menjabat sebagai eksekutif Enron,
seperti: Richard Causey, Sheron Wattkins, dan staff lainnya
SPE seharusnya dimiliki oleh pihak independen, tetapi SPE yang bertransaksi dengan Enron adalah
bentukan Fastow yang merupakan CFO Enron
5. Kesetaraan (fairness)
Perlakuan yang setara merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku
kepentingan secara adil dan merata, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan,
pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat dan yang lainnya). Prinsip
ini juga sangat erat dan tumpang tindih dengan prinsip akuntabilitas dan tanggung jawab.
Karyawan memperkaya diri mereka sendiri tanpa persetujuan Dewan Direksi (Kompensasi berlebihan).
Konflik kepentingan yang tidak pantas, yaitu adanya Insider Trading dimana Dewan Direksi menyetujui
CFO untuk mengoperasikan dana ekuitas swasta SPE LJM yang melakukan transaksi bisnis dengan
Enron dan meperoleh keuntungan dari biaya Enron.
Kegagalan tugas fidusida Dewan Direksi yaitu: gagal melindungi pemegang saham Enron dari kegiatan
yang tidak adil sehingga merugikan pemegang saham, karyawan, dan rekan bisnis.
Memanipulas krisis listrik di California dan menerapkan skema prabayar dan menetapkan harga listrik
sangat tinggi sampai 9kali lipat demi keuntungan eksekutif Enron. Hal ini menyebabkan banyak
perusahaan di industri sejenis gulung tikar, pengangguran di California bertambah, masyarakan kesulitan
mendapatkan listrik dan harus membayar mahal untuk itu.
Karyawan diperlakukan tidak adil. Enron mengharuskan dana pensiun karyawannya diubah dalam bentuk
saham. Tujuan Enron adalah menaikan harga saham perusahaan dengan cara ini. Dan pada saat masa
jatuhnya enron, para ekskutif yang terlebih dahulu tahu telah menjuals ahamnya, sedangkan karyawan
hanya dapat menjual saham sampai pada harga 26 sen. Sangat banyak terjadi kerugian pada karyawan.
Baik financial maupun moral. Karyawan Enron banyak yang tidak diterima di perusahaan lain.
Lalu apa yang dituai oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari
praktik bisnis yang tidak etis adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi
banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum. Artinya secara kasat mata kasus Enron
(baik manajemen Enron maupun KAP Andersen) telah melakukan malpraktik jika dilihat dari etika bisnis
dan profesi akuntan antara lain :
Saran
Agar kasus serupa dengan kasus Enron Corporation tidak terulang kembali dalam
perusahaan dan kemudian merugikan berbagai pihak yang terlibat, maka penulis menyarankan
kepada perusahaan agar di dalam memilih untuk menempatkan sumber daya manusia,
terutama pihak manajemen yang akan memegang kendali dalam perusahaan, tidak hanya
memperhatikan segi kemampuannya saja, tetapi juga memperhatikan pula kepribadiannya
dalam etika bisnis agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan prinsip etika dan
peraturan yang berlaku.
Kasus skandal Enron Corporation dapat dijadikan pelajaran berharga bagi dunia
bisnis di seluruh dunia. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan agar tidak terjebak dalam
kasus seperti Enron Corporation antara lain sebagai berikut:
a. Menjunjung tinggi nilai-nilai spiritualitas dan etika agar setiap perilaku senantiasa berpijak
untuk kebaikan semua.
b. Jangan melakukan hal yang dapat merugikan orang banyak untuk memperkaya diri sendiri.
c. Kantor Akuntan Publik (KAP) seharusnya menjunjung tinggi kejujuran dan
profesionalitas, mematuhi kode etik menggunakan prinsip akuntansi berterima umum, dan
menjaga integritas profesi serta tidak merangkap jabatan sekaligus.