Anda di halaman 1dari 13

OFF BALANCE SHEET FINANCING

Off balance sheet financing adalah kewajiban keuangan yang tidak dicatatkan ke
dalam laporan keuangan. Transaksi-transaksi yang seringkali dilakukan off balance sheet
financing misalnya adalah leases. Tujuan dari off balance sheet ini adalah untuk membuat
laporan keuangan perusahaan menjadi sangat perform. Dengan melakukan lease, khususnya
operational lease, maka perusahaan mendapatkan hasil yang maksimal tanpa harus terbebani
melakukan adjustment pada account Depreciation of Fixed Asset nya. Biaya yang harus
dicatatkan oleh perusahaan hanya berupa Rent expanse, pada bagian Operating Expanse.
Tanpa ada penjelasan lebih lanjut Rent Expanse nya digunakan untuk apa saja. Padahal secara
manfaat ekonomi perusahaan mendapatkan manfaat yang paling besar dari digunakannya
aktiva tetap tersebut.
Pada Capital Lease atau Financial Lease yang harus dibayarkan oleh perusahaan
hanya berupa Interest Expanse dari transaksi Capital Lease atau Financial Lease tersebut. Ada
beberapa syarat suatu leasing dikategorikan sebagai Capital Lease atau Financial Lease,
menurut FASB Statement no. 13,diantaranya:
1. Adanya transfer kepemilikan
2. Adanya Bargain Purchase Option
3. Estimasi Economic Useful lifenya harus 75%
4. Angka PV (Present Value) dari minimum lease paymentnya 90% dari market valuenya
Transaksi-transaksi

pada

off

balance

sheet

sebenarnya

secara

akuntansi

diperbolehkan. Hanya saja yang menjadi masalah besar adalah pada saat transaksi-transaksi
off balance sheet tersebut tidak dilakukan disclose pada Notes to Financial Statement. Hal
tersebut menyebabkan perusahaan tidak menjalankan GCG atau Good Corporate
Governance, memberikan informasi secara terbuka dan informative kepada seluruh
stakeholders. Kemungkinan dengan tidak di-disclose nya suatu transaksi yang off balance
sheet adalah terjadinya Financial Shenanigans, yaitu sebuah perbuatan atau penghapusan
yang didesain untuk menyembunyikan atau mengubah bentuk dari kinerja keuangan
sesungguhnya atau kondisi keuangan dari suatu perusahaan.

Hal ini berbahaya karena manajemen akan cendrung terus melakukan hanky panky
dalam setiap kali menyajikan Financial Statementnya. Hal ini berbahaya karena
bagaimanapun juga kerugian yang tidak mereka laporkan tersebut sebenarnya hanya
dialihkan atau diundurkan saja saat pelaporannya. Tidak dengan serta merta bahwa transaksi
off balance sheet tersebut akan seketika hilang begitu saja. Hal ini sebenarnya seperti
manajemen sedang menggenggam bom waktu yang dapat meledak seketika, tanpa
manajemen tahu kapan waktunya akan meledak.
Motif dari tidak di disclose nya transaksi off balance sheet sebenarnya sangat terkait
erat dengan conspiracy theory. Misalnya pada transaksi-transaksi off balance sheet ini
digunakan untuk window dressing to Financial Statement. Dengan tujuan manajemen ingin
mereka terlihat perform di mata stakeholdernya, supaya tidak dilakukan penggantian jajaran
direksi. Pada akhirnya bagai bom waktu, pada saat tahun berikutnya dengan direksi yang
baru, ternyata ada temuan bahwa terdapat transaksi off balance sheet yang tidak di-disclose
dalam Notes to Financial Statement. Hal ini kemudian dapat dengan mudah dilaporkan
kepada pihak yang berwenang, maka pasti kemudian hal ini menjadi masalah hukum, apalagi
seringkali angka yang disembunyikan ini jumlahnya sangat fantastis. Yang mempunyai
pengaruh signifikan terhadap keuangan perusahaan sendiri.
Transaksi-transaksi off balance sheet sendiri seringkali dilakukan pada SPC, karena
dengan sweetener nya biasanya Negara tempat SPC berada memberikan sejumlah kekebalan
hukum kepada SPC tersebut. Sehingga mereka menjadi untouchable. Hal ini sangat
merugikan. Khususnya investor. Adalah menjadi tidak adil bila kemudian para investor
menjadi korban, karena ketidak mengertian mereka mengenai masalah ini. Adalah menjadi
sangat penting bagi pemerintah untuk melindungi kepentingan investor, khususnya minority
interest yang jumlah kepemilikannya tidak signifikan, sehingga pendapat mereka seringkali
tidak didengarkan. Oleh karena itu kemudian didengungkan mengenai konsep GCG, atau
Good Corporate Governance, atau Tata Kelola Perusahaan. Yang mengharuskan untuk
mengungkapkan fakta dan realita (openness) dalam setiap pelaporan dari manajemen kepada
seluruh stakeholders.

KASUS ENRON CORPORATION


Enron dibentuk pada tahun 1985 oleh sebuah perusahaan Houston Natural
Gas dengan InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa), sebuah Perusahaan lain dalam
pemipaan minyak sebagai hasil merger yang diwajibkan oleh peraturan perundangan
Pemerintah federal Amerika. Pada tahun 1997 Enron membeli perusahaan pembangkit listrik
Portland General Electric Corp senilai $ 2 milyar. Sebelum tahun 1997 berakhir,
manajemen mengubah perusahaan tersebut menjadi Enron Capital and Trade Resources
yang menjadi perusahaan Amerika terbesar yang memperjualbelikan gas alam serta listrik.
Pendapatan meningkat drastis dari $ 2 milyar menjadi $ 7 milyar dengan karyawan yang juga
tumbuh dari 200 orang menjadi 2.000 orang.
Tidak cukup dengan prestasi tersebut, Enron membentuk pula Enron Online (EOL)
pada bulan oktober 1999. EOL merupakan unit usaha Enron yang secara online memasarkan
produk energi secara elektronik lewat website. Dalam sekejap, EOL berhasil melaksanakan
transaksi senilai $ 335 milyar pada tahun 2000. Pada Januari 2000, Enron mengumumkan
sebuah rencana besar yang amat ambisius untuk membangun jaringan elektronik broadbrand
yang berkecepatan tinggi (high speed broadbrand) dengan kapasitas jaringan penjualan
brandwidth untuk melakukan penjualan gas serta listrik. Enron membiayai ratusan juta dollar
guna melaksanakan program ini, walaupun keuntungannya belum nampak, namun harga
saham Enron di Wall Street melonjak menjadi $ 40, bahkan meningkat menjadi $ 90,56,
sehingga Enron dinyatakan oleh majalah Fortune maupun media lain sebagai one of the
most admired and innovative companies in the world (Perusahaan Amerika yang Paling
Inovatif) selama enam tahun berturut-turut.
Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001, ketika terungkapkan bahwa
kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan akuntansi yang
sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Operasinya di Eropa melaporkan
kebangkrutannya pada 30 November 2001, dan dua hari kemudian, pada 2 Desember, di AS
Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11. Saat itu, kasus itu merupakan
kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan 4.000 pegawai kehilangan
pekerjaan mereka. Tuntutan hukum terhadap para direktur Enron, setelah skandal tersebut,
sangat menonjol karena para direkturnya menyelesaikan tuntutan tersebut dengan membayar
sejumlah uang yang sangat besar secara pribadi. Selain itu, skandal tersebut menyebabkan

dibubarkannya perusahaan akuntansi Arthur Andersen, yang akibatnya dirasakan di kalangan


dunia bisnis yang lebih luas.
Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus
menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global
yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan
dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang menduduki
ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan
perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar
US $ 31.2 milyar.
Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya
manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal
perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan
agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam
gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.
Enron masih ada sekarang dan mengoperasikan segelintir aset penting dan membuat
persiapan-persiapan untuk penjualan atau spin-off sisa-sisa bisnisnya. Enron muncul dari
kebangkrutan pada November 2004 setelah salah satu kasus kebangkrutan terbesar dan paling
rumit dalam sejarah AS. Sejak itu, Enron menjadi lambang populer dari penipuan dan korupsi
korporasi yang dilakukan secara sengaja. Jeffrey Skilling menjelaskan kebangkrutan Enron
disebabkan terganggunya proses bisnis akibat credit rating perusahaan menurun pada
November 2001. Hal ini dikarenakan sebagai perusahaan trading, membutuhkan rating nilai
investasi untuk melakukan perdagangan dengan perusahaan lain. Tidak ada nilai yang baik,
maka tidak akan ada perdagangan (Eiteman, dkk, 2007).
Terjadinya penurunan nilai rating investasi perusahaan disebabkan hutangnya yang
terlalu besar, yang sebelumnya tidak tercatat dalam neraca (off balance sheet) kemudian
diklasifikasikan ulang sehingga tercatat dalam neraca (on balance sheet). Hutangnya tidak
hanya sebesar $13 juta tetapi bertambah hingga sebesar $38 juta. Klasifikasi ulang dilakukan
karena terdapat banyak special purpose entity (SPEs) dan kerjasama yang tidak tercatat dalam
neraca yang memiliki banyak hutang. Sehingga terjadi ketidakcocokan saat dilakukan
konsolidasi ulang yang kemudian menyebabkan nilai ekuitas perusahaan jatuh (Eiteman, dkk,
2007).

Pada kasus Enron ini, lembaga-lembaga eksternal juga ikut bertanggung jawab
terjadinya kasus tersebut diantaranya:
1. Auditor
Arthur Andersen (satu dari lima perusahaan akuntansi terbesar) adalah kantor akuntan
Enron. Tugas dari Andersen adalah melakukan pemeriksaan dan memberikan kesaksian
apakah laporan keuangan Enron memenuhi GAAP (generally accepted accounting practices).
Andersen, disewa dan dibayar oleh Enron. Andersen juga menyediakan konsultasi untuk
Enron, dimana hal ini melebihi wewenang dari akuntan publik umumnya. Selain itu Andersen
mengalami konflik kepentingan akibat pembayaran yang begitu besar dari Enron, $5 juta
untuk biaya audit dan $50 juta untuk biaya konsultasi.
2. Konsultan Hukum
Konsultan hukum Enron, khususnya Vinson & Elkins juga disewa oleh Enron.
Konsultan hukum ini bertanggungjawab untuk menyediakan opini hukum atas strategi,
struktur, dan legalitas umum atas semua yang dilakukan oleh Enron. Sama dengan Andersen,
saat ditanyakan mengapa tidak ikut menghalangi ide dan aktivitas ilegal Enron, konsultan
hukum ini menjelaskan bahwa Enron tidak memberikan informasi yang lengkap, khususnya
tentang kepemilikan di SPEs.3. RegulatorEnron sebagai perusahaan yang melakukan
perdagangan di pasar energi diawasi oleh Federal Energy Regulatory Commission (FERC),
akan tetapi FERC tidak melakukan pengawasan secara mendalam. Hal ini dikarenakan Enron
melakukan aktivitasnya dalam perdagangan listrik tidak di satu negara, yaitu antar negara.
4. Pasar ekuitas
Sebagai perusahaan publik, Enron diharuskan mengikuti peraturan dari SEC. Akan
tetapi dalam pengawasannya SEC, tidak melakukan investigasi secara mendalam atau
melakukan konfirmasi ulang terhadap Enron. SEC hanya mengandalkan pada testimoni yang
dibuat oleh lembaga lain seperti auditor perusahaan (Arthur Andersen). Sedangkan NYSE
mengharuskan Enron memenuhi peraturan perdagangan di NYSE. Berbeda dengan SEC,
NYSE tidak hanya melakukan verifikasi firsthand.

5. Pasar hutang
Enron, seperti perusahaan lainnya menginginkan dan membutuhkan sebuah nilai
rating. Sehingga Enron membayar Standard & Poors serta Moodys untuk memberikan nilai
rating. Rating ini dibutuhkan untuk sekuritas hutang perusahaan yang diterbitkan dan
diperdagangkan di pasar. Yang menjadi masalah, perusahaan rating tersebut hanya melakukan
analisis sebatas pada data yang diberikan kepada mereka oleh Enron, operasional dan
aktivitas keuangan Enron. Terjadi perdebatan apakah perusahaan rating harus memeriksa total
hutang perusahaan atau tidak. Khususnya yang berkaitan dengan SPEs.
Meningkatnya defisit dalam arus kas perusahaan menyebabkan timbulnya masalah
manajemen keuangan yang mendasar pada Enron. Pertumbuhan perusahaan membutuhkan
adanya modal eksternal. Tambahan modal dapat diperoleh dari hutang baru dan ekuitas baru.
Ken Lay dan Jeff Skilling, enggan untuk menerbitkan jumlah besar dari ekuitas baru. Karena
akan mendilusi laba dan jumlah saham yang dipegang oleh pemegang saham. Pilihan
menggunakan utang juga terbatas, dengan tingkat utang yang tinggi menyebabkan rating
Enron hanya sebesar BBB, tingkat rating yang rendah oleh lembaga pemberi rating (Eiteman,
dkk, 2007). Andrew Fastow bersama dengan asistennya membuat SPEs, alat yang digunakan
dalam jasa keuangan. SPEs memiliki dua tujuan penting, pertama; menjual aset-aset yang
bermasalah ke rekanan. Enron menghilangkan aset tersebut dari neraca, mengurangi tekanan
akibat utang dan menyembunyikan kinerja buruk investasi. Hal ini dapat mendatangkan dana
tambahan untuk membiayai kesempatan investasi baru. Kedua; memperoleh pendapatan
untuk memenuhi laba yang disyaratkan oleh Wall Street.
SPEs dibiayai dari tiga sumber; (1) ekuitas dalam bentuk saham tresuri, (2) ekuitas
dalam bentuk minimum 3% dari aset yang berasal dari pihak ketiga yang tidak berhubungan,
(3) jumlah yang besar dari utang bank. Modal ini berada pada sisi kanan neraca SPEs, akan
tetapi pada sisi kiri modal digunakan untuk membeli aset dari Enron. Hal ini menyebabkan
harga saham SPEs berkaitan dengan harga saham Enron. Saat saham SPEs naik, maka saham
Enron ter-apresiasi. Sedangkan saat harga saham SPEs turun, maka harga saham Enron terdepresiasi (Eiteman, dkk, 2007). Menurunnya harga saham Enron hingga $47 per lembar
saham pada bulan Juli 2001, menyebabkan investor curiga. Hal ini menyebabkan Sherron
Watkins, wakil presiden Enron mencoba memperingatkan Kenneth Lay dengan membawa 6
lembar surat yang menjelaskan proses akuntan yang tidak wajar sehubungan dengan SPEs
dan memperingatkan akan kecurangan proses akuntan. Akan tetapi peringatan Sherron

Watkins tidak dihiraukan oleh Ken Lay, sehingga terjadilah tsunami di Enron. Harga
sahamnya jatuh hingga tersisa $1 per lembar saham yang menyebabkan Enron bangkrut
(Velasquez, 2006).Pada Bulan Februari 2002, Sherron Watkins dipanggil oleh DPR untuk
menjelaskan skandal Enron, tentang aktivitas akuntansi perusahaan. Kemudian Sherron
Watkins menjelaskan semua permasalahan tersebut, dan menyebabkan dirinya dijuluki
sebagai courageous whistleblower (Velasquez, 2006).
Runtuhnya Enron
Enron Corporation adalah pencakar langit dalam dunia bisnis Amerika, sama seperti
Gedung World Trade Center yang menjulang tinggi di kota New York. Mirip Tragedi WTC,
Enron menguap jadi debu saat perusahaan itu menyatakan diri bangkrut pada 30 November
2001 lalu, kebangkrutan terbesar dalam sejarah bisnis Amerika sepanjang masa.
Enron dipandang sukses menyulap diri dari sekadar perusahaan pipanisasi gas alam di Negara
Bagian Texas pada 1985 menjadi raksasa global dalam beberapa tahun terakhir. Dia membeli
perusahaan air minum di Inggris dan membangun pembangkit listrik swasta di India. Konsep
bisnisnya yang visioner dan futuristik membuat dia menjadi anak emas di lantai bursa Wall
Street. Harga sahamnya terus meroket.
Akhir 1999, Enron meluncurkan EnronOnline yang dianggap akan mengubah wajah
bisnis energi masa depan. Memanfaatkan Internet, divisi e-commerce itu membeli gas, air
minum dan tenaga listrik dari produsen dan menjualnya kepada pelanggan atau distributor
besar. Enron bahkan memperluas wilayah, membangun jaringan telekomunikasi berkecepatan
tinggi serta bertekad menjual bandwidth jaringan itu seperti dia menjual gas dan listrik.
Setelah itu mungkin dia akan jual-beli online untuk kertas daur ulang pabrik miliknya. Tak
lama setelah dia memasuki bisnis jasa video-on-demand dimana menjual tayangan video
kepada pelanggan via sambungan internet kecepatan tinggi, harga saham Enron mencapai
puncaknya, US$ 90 per lembar, pada Agustus 2000. Meski kemudian merosot bersama
jatuhnya saham-saham teknologi dan internet lain, nilai pasar Enron masih berkisar US$ 60
milyar.
Pada Oktober 2001 Enron menjatuhkan bom di Wall Street dengan melaporkan
kerugian ratusan juta dolar pada kwartal itu. Sangat mengejutkan karena Enron hampir selalu
membawa berita gembira ke lantai bursa dengan melaporkan keuntungan selama empat tahun
berturut-turut. Kabar buruk itu membanting harga saham Enron dari sekitar US$ 30 menjadi

US$ 10 per lembar, hanya dalam hitungan hari. Securities Exchange Commission (SEC),
badan pengawas pasar modal, membaui ada yang tidak beres dan mulai menggelar
penyidikan. Dalam kondisi terdesak, Enron menjatuhkan bom lebih dahsyat lagi ke lantai
bursa ketika pada 8 November 2001 mengakui bahwa keuntungannya selama ini adalah fiksi
belaka. Enron merevisi laporan keuangan lima tahun terakhir dan membukukan kerugian US$
586 juta serta tambahan catatan utang sebesar US$ 2,5 miliar.
Namun, pada akhir November 2001, Enron sedikit bisa bernafas lega ketika Dynegy
Inc, pesaingnya yang jauh lebih kecil, berniat membeli sahamnya dalam sebuah kesepakatan
merger . Harapan itu tak berumur lama. Dynegy mundur setelah Enron makin kehilangan
kepercayaan investor dan rating kreditnya jatuh ke titik terendah-berstatus junk-bond.
Ketika tak kurang seperempat milyar lembar sahamnya dipertukarkan di lantai bursa, harga
Enron meluncur ke dasar jurang. Saham Enron yang pada Agustus 2000 masih berharga US$
90 per lembar, terjerembab jatuh hingga tidak lebih dari US$ 45 sen. Akhirnya pada tanggal 2
Desember 2001 Enron menyerah dan mengajukan petisi bangkrut.
Kejatuhan Enron ternyata mengundang tanya dan rasa curiga yang besar bagi
kalangan publik. Dalam proses pengusutan sebab-sebab kebangkrutannya, belakangan Enron
dicurigai

telah

melakukan

praktek

window

dressing.

Manajemen

Enron

telah

menggelembungkan (mark up) pendapatannya US$ 600 juta, dan menyembunyikan utangnya
sejumlah US$ 1,2 milliar. Manipulasi ini telah berlangsung bertahun-tahun, sampai Sherron
Watskin, salah satu eksekutif Enron yang tak tahan lagi terlibat dalam manipulasi itu, mulai
berteriak melaporkan praktek tidak terpuji itu. Keberanian Watskin inilah yang membuat
semuanya menjadi terbuka.
Sejak akhir tahun 2000, ketika harga saham Enron di posisi puncak, para eksekutif
menjual saham yang mereka miliki dengan total nilai US$ 1,1 milyar. Selama empat tahun
terakhir, Kenneth L. Lay, presiden komisaris sekaligus direktur Enron diperkirakan meraup
untung US$ 205 juta dari penjualan sahamnya. Dalam kurun yang sama dia membujuk
karyawan dan investor untuk membeli saham Enron, antara lain dengan iming-iming laporan
keuangan yang menjanjikan tapi palsu. Bahkan pada 26 September 2001, ketika harga saham
jatuh menjadi US$ 25 per lembar, Ken Lay masih mencoba menghibur karyawan untuk tidak
menjualnya, sebaliknya membujuk mereka membeli. Dalam e-mail yang dikirimkan kepada
para karyawan yang risau, dia mengatakan perusahaan dalam kondisi sehat secara keuangan
dan bahwa harga saham Enron luar biasa murah dalam posisi itu. Namun, hanya beberapa

pekan kemudian, Enron melaporkan kerugian yang bermuara pada kebangkrutannya. Para
karyawan tak bisa menjual saham mereka sampai semuanya sudah terlambat, Enron
kehilangan nilai sama sekali.
Proses pengusutan juga membuahkan suatu penemuan yang menarik, yaitu kisah
pemusnahan ribuan surat elektronik dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit
Enron oleh petinggi di firma audit Arthur Andersen. Pada tanggal 12 Oktober 2001 Arthur
Andersen menerima perintah dari para pengacara Enron untuk memusnahkan seluruh materi
audit, kecuali berkas-berkas yang paling dasar. Kini, Arthur Andersen menghadapi berbagai
tuntutan di pengadilan. Diperkirakan tak kurang dari $ 32 miliar harus disediakan Arthur
Andersen untuk dibayarkan kepada para pemegang saham Enron yang merasa dirugikan
karena auditnya yang tidak becus. Ratusan mantan karyawan yang marah juga sudah
melayangkan gugatan kepada Andersen. Di luar itu, otoritas pasar modal dan hukum Amerika
Serikat pasti akan memberi sanksi berat jika tuduhan malapraktek itu terbukti. Belakangan,
salah satu mantan petinggi Enron, Cliff Baxter tewas bunuh diri karena tak tahan menghadapi
tekanan bertubi-tubi.
Selain penghancuran dokumen, terungkap pula adanya kemitraan Enron dengan
perusahaan kosong, seperti Chewco dan JEDI. Perusahaan dengan nama yang terkesan
main-main (Chewco dan JEDI adalah karakter dalam Star Wars) ini membuat para eksekutif
Enron yang mengemudikannya kaya raya, dan Enron membuat pembukuan off balance sheet
atas kerugian ratusan juta dolar sehingga tersembunyi dari mata investor dan pihak lain.
Komplikasi skandal ini bertambah, karena belakangan diketahui banyak sekali pejabat
tinggi gedung putih dan politisi di Senat Amerika Serikat yang pernah menerima kucuran
dana politik dari perusahaan ini. Tujuh puluh persen senator, baik dari Partai Republik
maupun Partai Demokrat, pernah menerima dana politik. Menurut Center for Responsive
Politics, Lay dan istrinya, Linda, menyumbang 86.470 dollar AS ke Partai Republik.
Perusahaan Enron dan karyawannya menyumbang 3 juta dollar AS kepada Partai Republik
periode 1998-2002 dan 1,1 juta dollar AS untuk Demokrat. Dalam Komite yang membidangi
energi, 19 dari 23 anggotanya juga termasuk yang menerima sumbangan dari perusahaan itu.
Sementara itu, tercatat 35 pejabat penting pemerintahan George W. Bush merupakan
pemegang saham Enron yang telah lama merupakan perusahaan publik. Dalam daftar
perusahaan penyumbang dana politik, Enron tercatat menempati peringkat ke-36, dan
penyumbang peringkat ke-12 dalam penggalangan dana kampanye Bush. Lembaga bernama

The Center for Public Integrity menyatakan Lay telah menyumbang 139.500 dollar AS untuk
kampanye politik George W Bush selama bertahun-tahun. Sumbangan Lay itu adalah bagian
dari 602.000 dollar AS sumbangan karyawan Enron atas berbagai kampanye politik Bush.
Selain itu, Lay dan istrinya menyumbang 100.000 dollar AS ketika Bush dilantik sebagai
Presiden AS pada tahun 2001.
Penulis dan aktivis demokrasi di AS, Greg Palast, mengungkapkan bahwa George
Bush pernah menempatkan Pat Wood (orang kepercayaan Lay) sebagai pihak yang ditugasi
meneliti kecurangan Enron. Hasilnya, Pat Wood tidak melakukan apa pun. Palast
menambahkan, Enron pernah menggunakan sekitar 500.000 dollar AS dana pensiunan milik
Negara Bagian Florida. Dana-dana itu sudah lenyap dari catatan pembukuan Enron. Semua
itu bisa terjadi karena Jeb Bush (adik George Bush) adalah Gubernur Negara Bagian Florida.
Akibat pertalian semacam itu, banyak orang curiga pemerintahan Bush dan para politisi telah
dan akan memberikan perlakuan istimewa, baik dalam bisnis Enron selama ini maupun dalam
proses penyelamatan perusahaan itu.
Dampak Keruntuhan Enron
Keruntuhan perusahaan energi Enron cukup banyak berdampak bagi dunia bisnis
internasional. Akibat kebangkrutan Enron pada tahun 2001 sedikitnya 4.000 karyawan
kehilangan pekerjaan. Kolapsnya Enron juga mengguncang neraca keuangan para kreditornya
yang telah mengucurkan milyaran dolar (JP Morgan Chase dan Citigroup adalah dua kreditor
terbesarnya). Para karyawan Enron dan investor kecil-kecilan juga dirugikan karena
simpanan hari tua mereka yang musnah. Sebagian besar dana pensiun dan tabungan 20.000
karyawan Enron terikat dalam saham yang kini tanpa nilai.
Banyak lembaga keuangan internasional juga ikut menderita kerugian akibat
bangkrutnya Enron, sehingga membuat mereka semakin berhati-hati dalam membidik
peluang investasi. Perusahaan-perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal
diharuskan memenuhi persyaratan pembeberan (disclosure) yang luar biasa ketat.
Kasus Enron juga melatarbelakangi munculnya Sarbanes Oxley. Sarbanes Oxley
adalah nama lain dari undang-undang reformasi perlindungan investor (The Company
Accounting Reform and Investor Protection Act of 2002) yang ditandatangani George Bush
bulan Juli tahun 2002 lalu. Banyak yang menyebutkan bahwa undang-undang ini adalah
reaksi keras regulator AS terhadap kasus Enron pada akhir tahun 2001. Inti utama dari

undang-undang ini adalah upaya untuk lebih meningkatkan pertanggungjawaban keuangan


perusahaan publik (good corporate governance). Undang-undang ini berpengaruh signifikan
terhadap manajemen perusahaan publik, akuntan publik (auditor), dan pengacara yang
berparaktek di pasar modal. Mengingat sifatnya yang sangat ketat dan berdampak luas,
undang-undang ini terbilang kontroversial dan menjadi polemik hingga sekarang.
Arthur Andersen LLP (member di Amerika Serikat) yang dianggap ikut bersalah
dalam kebangkrutan Enron juga terkena imbasnya. Member Arthur Andersen di beberapa
negara seperti, Jepang dan Thailand, telah membuat kesepakatan merger dengan KPMG,
Australia dan Selandia Baru dengan Ernst & Young, dan Spanyol dengan Deloitte Touche
Tohmatsu. Di Amerika sendiri, aktivitas seluruh member Andersen dibekukan pemerintah.
Akibatnya, menurut Asian Wall Street Journal klien-klien Andersen LLP beralih ke berbagai
auditor.

Antara

lain

Delotte

and

Touche

(10

persen),

KPMG

(11

persen),

PriceWaterhouseCooper (20 persen), dan Ernst & Young (28 persen). Dan yang berpindah ke
auditor-auditor kecil lainnya atau mengaku belum tahu berpindah kemana sebanyak 40
persen.
Masih banyak lagi hal-hal yang dipengaruhi oleh keruntuhan Enron, seperti
munculnya trauma dalam bursa saham terhadap efek domino skandal Enron. Hal ini membuat
para investor mengurangi aktivitasnya di bursa saham sehingga gairah bursa dunia menjadi
lesu.
Kesimpulan
Enron dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi
pedoman dalam melaksanakan tugasnya dan bukan untuk dilanggar. Yang menyebabkan
kebangkrutan dan keterpurukan pada perusahaan Enron adalah Editor, Arthur Andersen (satu
dari lima perusahaan akuntansi terbesar) yang merupakan kantor akuntan Enron. Keduanya
telah bekerja sama dalam memanipulasi laporan keuangan sehingga merugikan berbagai
pihak baik pihak eksternal seperti para pemegang saham dan pihak internal yang berasal dari
dalam perusahaan enron. Enron telah melanggar etika dalam bisnis dengan tidak melakukan
manipulasi-manipulasi guna menarik investor. Sedangkan Arthur Andersen yang bertindak
sebagai auditor pun telah melanggar etika profesinya sebagai seorang akuntan. Arthur
Andersen telah melakukan kerjasama dalam memanipulasi laporan keuangan enron. Hal ini

jelas Arthur Andersen tidak bersikap independent sebagaimana yang seharusnya sebagai
seorang akuntan.

TUGAS INTERMEDIATE II

OFF BALANCE SHEET FINANCING DAN KASUS ENRON


CORPORATION

Ferdian Kusumawijaya
Dinda Cintya Damayanti
Arif Purnama

43213010013
43213010099
43213010022

Anda mungkin juga menyukai