Buku-Koordinasi PDF
Buku-Koordinasi PDF
KIMIA KOORDINASI
ABDUL MAJID
PENDIDIKAN KIMIA
FKIP UNMUL
SAMARINDA
JUDUL hal
PRAKATA …………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………. ii
Cl
NH3 NH3 Keterangan;
: valensi primer
Co Cl : valensi sekunder
NH3 NH3
NH3
CoCl3.4NH3
1. Jenis Ligan
Ligan yang hanya mampu memberikan satu pasang elektron kepada satu
ion logam pusat dalam senyawa koordinasi disebut ligan monodentat.
Contoh; semua ion halide, ammonia, air dan PR3.
b. Ligan bidentat
c. Ligan Polidentat
Ligan ini meliputi ligan-ligan yang memiliki lebih dari dua atom donor.
Ligan ini dapat disebut tri, tetra, penta atau heksa dentat tergantung
pada jumlah atom donor yang ada. (tabel 2.1)
N N
Asetilasetonato (acac) [ CH3 C CH C CH3 ]-
O O
8-hidroksikuinolinato
N
O N
o-fenilin-bis-dimetilarsen Me Me
(diars) As
As
Me Me
N,N-dietilditiocarbamato (dtc) S
[ (C2H5)2N C ]
S
lisinato (gly) NH2 CH2 COO-
Terpiridil (terpy)
N
N N
4. Ligan tetradentat
N N
Ftalosianin
N N
N N
Etilendiamintriasetato CH2-COO-
-
OOC-CH2- NH-CH2 -CH2-N
CH2-COO-
Tetraetilenpentamin H2N-CH2CH2-NH-CH2CH2-NH
H2N-CH2CH2-NH-CH2CH2
7. Ligan Heksadentat
-
Etilendiamintetraasetato OOC-CH2 CH2-COO-
(edta)
N-CH2CH2-N
-
OOC-CH2 CH2-COO-
2. Ligan yang memiliki dua atau tiga pasang elektron bebas yang selain
membentuk ikatan π, juga dapat membentuk ikatan π dengan ion logam,
seperti; N3-, O2-, F-, Cl-, Br-, I-, OH-, S2-, NH2-, H2O, R2S, R2O dan NH2.
5. Ligan yang dapat membentuk dua ikatan π dengan dua atom logam
terpisah dan kemudian membentuk jembatan. Sebagai contoh; OH-, Cl-, F-
, NH2-, CO, SO42- dan O2-.
2. Jenis Logam
Selain pengelompokan ion logam kedalam kelas (a) dan (b),
pengelompokan lebih bermanfaat dapat dilakukan berdasarkan konfigurasi
elektronnnya. Ada empat jenis logam berdasarkan konfigurasinya, yaitu;
a. Ion dengan konfigurasi sama dengan gas mulia
Ion ini membentuk ikatan mulia dari bersifat ionik sampai kovalen
sesuai dengan kenaikan muatan ionnya. Sifat ikatan ionik turun dengan
urutan;
Na+ > Mg2+ > Al3+ > K+ > Ca2+ > Sc3+ > Ti4+ > V5+ > Cr6+ > Mn7+
(ionik) (kovalen)
Untuk unsur transisi, ikatan L( ) M( ) ( L = ligan, M = ion logam)
diharapkan jika L dapat bertindak sebagai donor elektron dalam hal ini,
seperti ion oksida. Stereokimia dapat diramalkan melalui teori VSEPR
A B
C D
Gambar 2.5. Penataan piramidal bujursangkar dalam kompleks [MABCD]
NH3 NH3
K2[PtCl3] -[Pt(NH3)2Cl2] [Pt(NH3)4]Cl2
(Cis)
HCl
(1) AgNO3
(2) HOOC.COOH -[Pt(NH3)2Cl2] (trans)
[Pt(NH3)2C2O4] Sukar larut disbanding
Non elektrolit
(1) AgNO3
(2) HOOC.COOH
[Pt(NH3)2(OOC.COOH)2]
Asam dibasis
Gambar 2.6 Isomer cis dan trans kompleks nikel(II) dengan ligan glioksim asimetris
5. Isomer polimerisasi.
Sebetulnya jenis ini tidak termasuk isomer tetapi dikatakan isomer oleh
Werner. Kompleks yang memiliki rumus molekul berbeda tetapi rumus
empirisnya sama disebut isomer polimerisasi. Contoh;
[Co(NH3)4(NO2)2][Co(NH3)2(NO2)4],
[Co(NH3)6][Co(NO2)6],
[Co(NH3)5(NO2)][Co(NH3)(NO2)5],
[Co(NH3)6][Co(NH3)2(NO2)4]3,
[Co(NH3)4(NO2)2]2 [Co(NO2)6], adalah isomer polimerisasi dari
[Co(NH3)3(NO2)3] yang mempunyai berat molekul 2, 2, 2, 4, 4 dan 5 kali
berat molekul empiris.
6. Isomer linkage.
Jika ligan memiliki dua atau lebih atom berbeda yang dapat digunakan
untuk berikatan dengan ion logam (ligan ambident), misalnya ligan CNS-
, NO2-, S2S32- atau CO(NH2)2, maka kompleks yang dihasilkan akan
memiliki isomer linkage. Isomer ini dapat diidentifikasi secara mudah
dengan menggunakan spektroskopi IR.
Untuk ion-ion logam seperti Cu2+, Zn2+ dan Ga3+ dan ion-ion segolongan
seperti Ag+, Cd2+ dan seterusnya, konfigurasi elektron yang digunakan adalah
3d10 4s0 atau lebih umum nd10 (n+1)s0 dan untuk ion-ion logam golongan
utama seperti Li+, Be2+ dan B3+ serta logam-logam segolongan, konfigurasi
elektron yang digunakan adalah ns2 (n+1)s0 (n+1)p0. Unsur-unsur ini sebgian
besar membentuk kompleks dengan bilangan koordinasi 4 dan juga dijumpai
beberapa kompleks yang bilangan koordinasinya kurang dari 4. Hal ini
dimungkinkan karena adanya perbedaan tingkat energy yang cukup besar
antara orbital d dengan s dan p yang terlibat dalam pembentukan ikatan,
[Fe(CN)6]3-
Struktur dan jenis hibridisasi beberapa kompleks menurut VBT dapat di lihat
dalam table 3.1.
Tabel 3.1 Konfigurasi dan jenis hibridisasi beberapa kompleks menurut VBT
Orbital Elektron
Spesies (n-1)d ns np nd
hibrida tak psgn
8-elektron metal ions
Be2+, B3+ [He]
2- -
[BeCl4] , [BCl4] [He] xx xx xx xx sp3 0
Al3+, Mg2+ [Ne]
[AlCl4]-, [MgCl4]2- [Ne] xx xx xx xx xx sp3 0
[Al(H2O)6]3+ [Ne] xx xx xx xx xx sp3d2 0
18-elektron metal ions
Ag+, Cd2+, In3+ [Kr] :::::
[AgX2]- [Kr] ::::: xx xx Sp 0
[ML4]n- [Kr] ::::: xx xx xx xx sp3 0
[ML6]n- [Kr] ::::: xx xx xx xx xx sp3d2 0
M=Cu+, Zn2+, Ga3+ [Ar] :::::
[ML4] [Ar] ::::: xx xx xx xx sp3 0
[ML6] [Ar] ::::: xx xx xx xx xx sp3d2 0
d-elektron ions
Ti (d2s2) [Ar] : :
Ti3+ [Ar] .
[TiL6] [Ar] . xx xx xx xx xx xx d2sp3 1
Ni — C O Ni+ C O-
(I) (II)
Kelima orbital d ion bebas dalam keadaan gas berada pada kondisi
terdegenerasi (pada tingkat energi sama). Jika ada medn simetri muatan
negatif disekitar ion logam itu, semua tingkat orbital akan meningkat akibat
6Dq
d
eg 10Dq =
4 Dq
t2g
4.1 Pengukuran 10 Dq
Sebelum didiskusikan lebih lanjut mengenai spliting orbital akibat medan
kristal, perlu diketahui bagaimana mengukur besarnya energi 10 Dq itu.
Dalam hal ini digunakan contoh ion kompleks [Ti(H2O)6]3+. Ion Ti3+ memiliki
satu elektron pada orbital d atau konfigurasinya d1. Elektron itu tentu saja
akan menempati orbital d terendah. Dalam hal kompleks oktahedral akan
menempati orbital t2g. Larutan kompleks Ti3+ berwarna violet sebagai hasil
Penyerapan maksimum ReF6 (juga sistem d1) = 32.500 cm-1 atau 92,9
kkal/mole untuk harga 10 Dq. Besarnya harga 10 Dq dapat digunakan
sebagai salah satu ukuran untuk mempertimbangkan tentang stabilitas
kompleks.
Sistem d1 merupakan transisi yang sangat sederhana untuk menunjukkan
transisi elektron dari t2g1 eg0. Untuk sistem dn interaksi antar elektron harus
dipertimbanggkan sehingga transisi menjadi lebih rumit.
1,0
R O V G B I V
0,5
Log e
0,0
-0,5
10.000Gambar15.000 3+
4.5 Spektra 20.000
tampak dari larutan
25.000 ion [Ti(H 2O)6] .
30.000
Frekuensi (cm-1)
10Dq
10Dq =
=
t2g t2g
[CoF6]3- [Co(NH3)6]3
+
[Co(NH3)6]
3+
dan
Kompleks [CoF6]3- bersifat paramagnetik karenaCo(NH
harga ]3 Dq lebih kecil
3)610
[CoF6]3- +
dan
3-
daripada harga P sehingga elektron cenderung tidak
[CoF berpasangan
6] sebelum
orbital eg terisi elektron sehingga kompleks itu disebut kompleks medan
lemah dan ligan yang menyebabkan terbentuknya kompleks medan lemah
disebut sebagai ligan medan lemah atau ligan lemah. Sedangkan kompleks
[Co(NH3)6]3+ bersifat diamagnetik karena 10 Dq lebih besar daripada P
sehingga elektron cenderung membentuk pasangan daripada menempati eg
yang begitu tinggi tingkatannya. Akibatnya keenam elektron menempati
orbital t2g dan semua berpasangan. Karena ligan ammonia dapat
Jika empat ligan kosong (gambar 4.6) dihilangkan maka tinggal 4 ligan lain
yang berbentuk tetrahedral. Posisi tingkat energi orbital tetap sama tetapi
besarnya akan berkurang menjadi separohnya karena perbedaan tingkat
energi tidak besar maka dalam kompleks tetrahedral hanya dikenal medan
lemah dan konfigurasi elektron dan besar CFSE akan menjadi sederhana.
Energi pasangan tidak pernah lebih besar daripada 10 Dq sehingga tidak
akan membentuk pasangan terlebih dahulu sebelum semua orbital terisi.
Sistem d4, sebagai contoh; mempunyai konfigurasi elektron eg2 t2g2 dengan
CFSE -4 Dq. Akibat lain adalah harga CFSE tidak pernah mencapai -16 Dq
samapai -24 Dq.
6 Dq
dz2, dx2-y2 = eg
Dari tabel diatas terlihat bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi
harga 10 Dq. Pertama adalah muatan ion logam. Makin banyak muatan ion,
makin besar pula harga 10 Dq-nya. Hal ini dapat dijelaskan dengan
menggunakan model medan kristal elektrostatik. Semakin besr muatan ion
logam akan semakin besar pula kemampuannya untuk menarik ligan lebih
dekat. Akibatnya pengaruh ligan semakin kuat sehingga pembelahan orbital
semakin besar. Secara teoritis perubahan muatan dari +2 menjadi +3 akan
menghasilkan kenaikan harga 10 Dq sebesar 50%. Pembelahan medan
oktahedral lebih kuat dua kalinya jika dibandingkan medan tetrahedral. Hal
ini dapat diterangkan dengan menggunakan dua faktor, yaitu hanya empat
ligan yang mempengaruhi tetrahedral, sedangkan ada enam ligan yang
mempengaruhi oktahedral. Akibatnya 10 Dq tetrahedral kira-kira 33% akan
Cl S N C
10 Dq [Cr(CN)6]-3
10 Dq [Cr(dtp)]
Energi Relatif
10 Dq [CrCl4]-3
[Cr(NH3)6]+3
10 Dq
½ b1 10 eg ½ b1
b1 Dq
½ b1 ½ b1
2
z X2 — y2
10
Dq
xy X2, y2
(a) (b) 10
Dq
2/3 b1 t2g
1/3 b1
b1
1/3 b1
2/3 b1
X2, y2
xy
Gambar 4.8 Diagram tingkat orbital d dalam medan tetragonal (a) ligan z-
out (b) ligan z-in
Kompleks [Ti(H2O)6]3+, merupakan satu contoh sistem non linier karena satu
elektron ion logam ditempatkan dalam orbital t2g yang tersusun oleh tiga
orbital terdegenerate (sistem non linier). Berdasarkan teori Jahn Teller
kompleks itu harus mengalami distorsi. Sayangnya teori itu tidak
meramalkan jenis distorsicmana yang akan terjadi, apakah keluar (z-out)
atau masuk (z-in). untuk memahami jenis distorsi yang terjadi dapat
digunakan suatu asumsi bahwa elektron akan menempati tingkat energi
yang lebih rendah agar memperoleh stabilitas tambahan. Berdasarkan hal
ini mudah dipahami bahwa jika elektron pada kompleks Ti3+ menempati
z2
x2-y2
V V
1 2
Xz,yz
xy
Distorsi yang terjadi pada kompleks [CoF6]3- ditunjukkan oleh adanya dua
puncak pada spektra serapan kompleks tersebut.
Penjelasan lain tentang terjadinya efek Jahn Teller adalah kompleks logam
Cu(II). Ion Cu2+ memiliki konfigurasi elektron d9 sehingga elektron ke-9 pasti
memasuki orbital dx2-y2 atau dz2. Sistem d9 dapat dianggap sebagai sistem
d10 dengan ada lobang yang berkelakukan seperi elektron. Tempat kosong
itu akan selalu berada pada orbital yang tertinggi sehingga harus terjadi
distorsi. Dalam hal Cu(II) jenis distorsi mana yang terjadi, apakah z-out atau
z-in sulit diterangkan menggunakan teori stabilisasi berdasarkan energi.
Energi relatif
Suatu kenyataan bahwa tolakan antara elektron ion logam dengan elektron
ligan cenderung sekecil mungkin. Oleh karena itu jika orbital kosong itu dx 2-
y2, tolakan akan berkurang (karena sumbu x dan y didekati oleh 4 ligan).
Distorsi sistem d9 dapat juga dipandang kebalikan dengan sistem d1 karena
dalam sistem d9 hanya memerlukan satu elektron untuk mencapai keadaan
penuh sedangkan dalam sistem d1 hanya ada satu tempat terisi elektron.
Dengan kata lain distorsi yang terjadi dalam sistem d9 adalah ligan z
menjauhi ion logam (z-out). Diagram tingkat orbital dalam sistem d9 terlihat
dalam gambar 4.11.
Walaupun distorsi dapat diterangkan secara teoritis, hasil eksperimen
merupakan bukti nyata bahwa distorsi sungguh-sungguh terjadi. Dari
eksperimen diperoleh data bahwa kompleks Cu(II), distorsi yang terjadi
adalah pemanjangan ligan pada sumbu z. tabel 4.6 menyajikan beberapa
contoh yang didapatkan dalam kristal Cu2+ yang dikelilingi oleh enam anion
yang mendekati bentuk oktahedral.
a1g b2g
Z2
d9 d1
xy
b2g a1g
t2g
xz,yz eg b1g
Tabel 4.6 Jarak antara ligan dengan logam dalam senyawa Cu(II)
10
8
K1
6 K2
4 K3
2
Gambar 4.12 Harga tetapan stabilitas bertahap, K1, K2 dan K3 dari kompleks
etilendiamin dalam pelarut air pada 25 C
Gambar tersebut diatas menunjukkan bahwa harga k1, k2 dan k3 dari ion
logam Mn2+ sampai Cu2+ mengalami kenaikan secara teratur. Tetapi ada
pengecualian yang sangat menyolok yaitu harga k3 dari logam [Cu(en)3]2+.
Pengecualaian itu menunjukkan bahwa kompleks [Cu(en)3]2+ tidak satbil. Hal
ini dapat dijelaskan dengan adanya distorsi ion Cu2+, yaitu sistem d9.
Kompleks bin (en), [Cu(en)2]2+ terjadi distorsi dengan dua molekul air pada
posisi trans menjauhi ion Cu2+ dan dua cincin en relatif tidak dapat berubah.
Tetapi untuk kompleks tris (en), [Cu(en)3]2+, cincin kelat menekan agar tidak
terjadi distorsi tetragonal, sedangkan ion Cu2+ cenderung mengalami
distorsi. Dengan kata lain, proses penekanan sistem cincin kelat dapat
menahan terjadinya distorsi tetragonal atau bentuk oktahedral tidak
mengalami distorsi, tetapi akibatnya stabilitas kompleks akan berkurang
karena adanya distorsi Jahn Teller.
v3
2
dz
v2
v1
V V
1 2
dxy
Xz,yz
dxz
xy
dyz
Frekuensi v2 praktis tidak berubah pada harga 10 Dq karena dxy atau dx2-y2
tidak mempunyai komponen z. orbital ini tidak terpengaruh oleh perubahan
ligan pada sumbu z dan pemisahnya sesuai dengan pembelahan 10 Dq
dalam kompleks oktahedral yang mempunyai 6 ligan tertentu. Frekuensi v1
harus berkurang dan mendekati v2 karena medan tetragonal mendekati
konfigurasi oktahedral. Transisi ketiga, v3 juga harus berkurang karena ligan
z naik dan kemudian tidak nampak dalam batas oktahedral karena dz2 dan
dx2-y2 bergabung membentuk orbital eg terdegenerasi. Spektra Ca(acac)2
untuk berbagai solven ditunjukkan dalam gambar 4.14.
Sol pyridine
CHCl3 Pp
dioxane
piperidine
Pentanol
Dari gambar terlihat bahwa dalam solven kloroform ada dua puncak yang
berubah menuju puncak tunggal, yang mendorong ke transisi dengan energi
rendah dalam solven piperidin.
Selain itu gambar tersebut dapat dipandang terdiri atas tiga pita, pita 2,
frekuensinya tetap tidak berubah (14.800-15.200 cm-1) dan merupakan
transisi v2. Pita 1 frekuensinya turun (18.800 ke 15.100 cm-1) dan mendekati
v2. Jadi frekuensi ini merupakan v1. Pita 3 turun sesuai sebagai frekuensi v3.
Semua harga percobaan ini ternyata berkaitan secara baik dngan sifat
kebasaan yang diharapkan dalam pembelahan orbital d pada medan
tetragonal. Basa sangat lemah, kloroform memberikan medan tetragonal
mendekati pembelahan bujursangkar dengan selisih tingkat energi cukup
besar antara logam z dan xy. Ligan ekstrim lain yang memiliki sifat
kebasaannya tinggi adalah piperidin, C5H10NH, yang memberikan hampir
x2-y2
eg
xy
t2g
z2
x2,
y2 Piperidin
Deoxane
Pentano
CHC
Pyridi
l3
xy
xy
t2 g
z2
xz, yz
xz,yz
Pelepasan ligan z
x2-y2
x2-y2 10 Dq
10 Dq z2 xy
xy
xz, yz z2
xz, yz
Cu(II) Au(II)
>P x2-y2
2
z
eg
eg xy <P
Barycenter orbital d
z
xy 2
t2g
xz
yz
t2g
xz
yz
B + ( A )+ [AB]+
A1*
A1, A2
10 Dq
Orbital
logam bebas A2*
Medan dari B
Meningkat B
Ligan
a = A1 - B
Orbital A2 tidak mengalami overlap sehingga energi tidak berubah dan
menjadi orbital non-bonding. Ketiga elektron akan menempati orbital-
orbital yang tingkat energinya rendah (gambar 5.2).
10 Dq
A1 , A2 n B
Orbital Molekul
a
A1
A 1, A 2 10 Dq
Orbital
Logam tak A2 n
Tercampur
pengaruh
muatan B
b
Pengaruh overlap
Gambar 5.3 Model teori orbital molekul untuk [AB]+, ada perbedaan
elektronegativitas A dan B
Fungsi gelombang untuk orbital kelompok ligan (ligan group orbital, LGO)
dapat dinyatakan berdasarkan gambar diatas, yaitu;
LGO, x2-y2 = ½ ( x + -x - y - -y )
Atau lebih sederhana dinyatakan sebagai berikut;
e*g
p a1g
s eg
d t2g t2g
eg
t1u
a1g
a*1g
t1u
e*g
p a 1g
s eg 10 Dq
d t2g t 2g
bagian diagram
eg OM yang
jelaskan
Bagian diagram oleh TMK
OM yang jelaskan t 1u
Oleh TIV
a1g
Co+3 6
NH3
Gambar 5.6 Diagram tingkat orbital molekul kompleks [Co(NH3)6]3+ dan
distribusi elektronnya.
Gambar 5.7 Ikatan pi antara orbital d dan ligan (a) orbital p, (b) orbital d, (c)
orbital pi antibonding
t2g
t2g
Kompleks- t2g
Orbital ligan
Gambar 5.8 Diagram tingkat orbital sistem ikatan pi untuk kompleks [CoF6]-3
Hal yang menarik lagi, ikatan yang terjadi dengan ligan-ligan seperti R3P
dan R2S. dalam molekul-molekul ini atom yang bertindak sebagai donor
elektron dapat membentuk ikatan sigma dengan melalui pendekatan orbital
hibrida sp3 seperti halnya NH3.
*
t2g
t2g
*
eg eg
10 Dq
t2g
Kompleks- t2g
Orbital ligan
Gambar 5.9 Diagram tingkat energi orbital sistem ikatan pi untuk ligan
sebagai aseptor elektron
Fospor dan sulfur memiliki orbital 3d kosong yang dapat menerima elektron
dari logam melalui pembentukan ikatan pi. Atom-atom memiliki
elektronegatif cukup rendah sehingga orbital ligan t2g akan terletak pada
tingkat lebih tinggi daripada orbital logam (gambar 5.9).
Hasil kualitatif ini sesuai dengan ikatan yang telah didiskusikan diatas.
Apabila muatan positif logam pusat meningkat, maka kecenderungan logam
Ikatan dengan
kekuatan sama
ikatan lebih kuat ikatan lebih lemah
(a) (b)
Gambar 5.10 Kompetensi orbital d atom pusat untuk membentuk ikatan pi dengan dua ligan (a)
sama dan (b) berbeda
Dari tabel 5.2 terlihat bahwa penurunan frekuensi IR dari atas kebawah
sesuai dengan penurunan ikatan C-O dan peningkatan ikatan C-Mo. Hal
ini menunjukkan bahwa kompetisi karbonmonoksida dengan ligan
lawanmeningkat dari fosfortriklorida ke etilendiamin (dien). Untuk ligan
fosfor ini se3suai dengan penggantian klor oleh gugus fenil yang kurang
elektronegatif membuat fosfor kurang mampu menerima muatan negatif.
C C O
X
X P Cr C O
X
O C C
Gambar 5.11 Struktur kompleks kromium fosfin dan fosfit x = fenil, untuk
fosfin dan x = fenoksi untuk fosfit
a1*
a1 t2*
s
e e
d a1
t2
t2 Terdegenerat
OA ion logam t2
Terdegerate LGO s
a1
MOs tetrahedaral
Pz(a2u) a2u
Px, Py(eu)
atg*
b1g*
s(a1g)
2
z (a1g) atg (n)
xy (b2g) b2g eu
2 2
x -y (b1g) b1g
yz, xz (eg) eg a1g
b1g
eu
a1g
OA logam OM OGL
)bujursangkar