Anda di halaman 1dari 141

IMUNOSEROLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Golongan darah adalah pengklasifikasian darah dari suatu individu

berdasarkan ada atau tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan

membran sel darah merah.Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis

karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah tersebut.

Sistem penggolongan darah besar yang dikenal adalah sistem ABO

(golongan darah A, B, AB, dan O) serta sistem penggolongan darah Rhesus

(Rh+ dan Rh-).

Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain

antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Dalam proses

transfusi darah harus benar-benar memperhatikan golongan darah karena

ketidakcocokkan golongan darah si penerima dengan si pendonor dapat

menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis,

gagal ginjal, syok, dan kematian bagi si penerima.

Rhesus adalah sistem penggolongan darah berdasarkan ada atau

tidaknya antigen D di permukaan sel darah merah, nama lainnya adalah

faktor Rhesus atau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis Rhesus

yang diketahui memiliki faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

1
IMUNOSEROLOGI

Seseorang yang tidak memiliki faktor Rh di permukaan sel darah

merahnya memiliki golongan darah Rh- (Rhesus Negatif).Mereka yang

memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki

golongan darah Rh+ (Rhesus Positif).

Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan dengan penggolongan

ABO dengan menambahkan “+” bagi pemilik faktor rhesus atau “-“ bagi

yang tidak memiliki faktor rhesus dalam darahnya, sehingga kita mengenal

golongan darah A+ atau A-, B+ atau B-, AB+ atau AB-, dan O+ atau O-.

Delapan puluh lima persen penduduk dunia memiliki faktor rhesus

(Rh+) dalam darahnya, sementara 15% nya tidak memiliki faktor rhesus

(Rh-) dalam darahnya.

B. Tujuan

Tujuan dari pewarnaan bakteri tahan asam metode Ziehl-Neelsen ini

adalah untuk menemukan bakteri/kuman/basil tahan asam

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

2
IMUNOSEROLOGI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan Golongan Darah ABO pertama kali ditemukan oleh seorang

ahli Patologi Amerika kelahiran Austria yang bernama Karl Landsteiner, pada

tahun 1900an. Antigen utama dalam sistem ABO ini disebut dengan antigen A dan

antigen B dan antibodi utama adalah anti - A dan anti - B. Gen yang menentukan

ada tidaknya aktivitas A atau B terdapat pada kromosom nomor 9. Pada Orang

normal yang berumur di atas 6 bulan selalu mempunyai antibodi yang dapat

bereaksi dengan antigen A atau B apabila antigen bersangkutan tidak terdapat

dalam erihtrositnya sendiri.

Pemeriksaan Golongan Darah sistem ABO ini dapat dibagi menjadi empat

golongan darah, yaitu :

Golongan darah A : Erythrosit mengandung aglutinogen A dan serum

mengandung aglutinin anti B

Golongan darah B : Erythrosit mengandung aglutinogen B dan serum

mengandung aglutinin anti A

Golongan darah O : Erythrosit tidak mengandung aglutinogen dan serum

mengandung aglutinin anti A dan aglutinin anti B

Golongan darah AB : Erythrosit mengandung aglutinogen A dan aglutinogen B

sedangkan pada serum tidak mengandung aglutinin apapun.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

3
IMUNOSEROLOGI

Meskipun anti - A dan anti - B bereaksi secara spesifik dan kuat dengan

erytrosit yang relevan serta adanya rangsangan untuk pembentukan anti - A dan

anti - B tidak ditimbulkan oleh erytrosit itu sendiri.Pada Orang-orang dengan

golongan darah A hanya membentuk anti-B dan mereka dengan golongan darah B

hanya dapat membentuk anti-A.Sedangkan Orang-orang dengan golongan darah

O mempunyai baik anti-A maupun anti-B didalamnya, dan yang golongan darah

AB tidak memiliki anti-A dan anti-B.

Cara Menetukan Antigen dan Aglutinogen pada Pemeriksaan Golongan Darah

ABO

Anti - A dan anti - B pada Pemeriksaan Golongan Darah ABO ini

merupakan aglutinin yang kuat dan mudah dinyatakan pada pemeriksaan

laboratorium. Aglutinin ini dapat dengan cepat menghancurkan erytrosit tidak

kompatibel yang masuk dalam sirkulasi melalui aktivitas komplemen. Satu-

satunya cara erytrosit inkompatibel golongan darah ABO masuk dalam sirkulasi

adalah melalui transfusi darh yang salah, kecuali pada beberapa kasus dimana

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

4
IMUNOSEROLOGI

erytrosit janin masuk kedalam sirkulasi darah ibu pada waktu hamil atau pada saat

melahirkan.

Reaksi transfusi hemolitik pada umumnya bisa disebabkan oleh kesalahan

dalam identifikasi penderita atau kesalahan sampel darah penderita, donor dan

atau kesalahan administrasi.Penetapan golongan darah adalah menentukan jenis

aglutinogen yang terdapatdalam darah.Disamping itu juga dilakukan penetapan

jenis aglutinin yang terdapat dalam serum (Reverse Grouping dan Serum

Grouping). Terdapat beberapa cara untuk menentukan golongan darah seperti

dengan cara Objek glass dan dengan cara Tabung.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

5
IMUNOSEROLOGI

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

Alat : Bahan :

Mikroskop 1. aquades

Objek glass 2. Biakan cair/padat

Lampu spiritus 3. Nacl 0,99%

Ose bulat 4. Carbol Gentian Violet

5. Lugol

6. Alkohol 96%

7. Safranin 0,25%

B. Cara Kerja

1. Ambil Objek glass yang bersih dan bebas lemak.

2. Buat sediaan diatas objek glass.

3. Lakukan pewarnaan seelah sediaan telah kering dan difiksasi.

4. Pewarnaan pertama yaitu dengan menggunakan carbol gentian violet

selama 1 menit.Dilanjutkan lugol 1 menit.Lunturkan dengan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

6
IMUNOSEROLOGI

alcohol.Terakhir dengan menggunakan safranin selama 30 detik.Bilas

dan biarkan mongering.

5. Lakukan pemeriksaan dibawah mikroskop pembesaran 100x.

BAB II

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

7
IMUNOSEROLOGI

TINJAU PUSTAKA

Ciri-ciri yang dapat diamati (secara kolektif) suatu organisme dikenal oleh

eniti (wujud), mujarad (abstrak) yang disebut gen. pada organism diploid, setiap

sifat fenotipik dikendalikan oleh setidak-tidaknya satu pasang gen; jika anggota

pasang tadi berlainan dalam efeknya yang tepat terhadap fenotipnya maka disebut

alelik. Alel adalah bentuk alternatif suatu gen tunggal, seperti misalnya gen yang

mengendalikan warna biji pada ercis. Suatu organisme dengan sepasang alel yang

identik untuk sifat tertentu dikatakan bersifat homozigotik terhadap alelnya; satu

dengan alel yang berlain-lainan, sebagai heterozigot.Pada heterozigot, satu sel

dapat dinyatakan dengan meniadakan yang lainnya (dominansi), atau kedua alel

itu dapat berpengaruh terhadap fenotipnya (dominasi tak lengkap atau

kodominasi) (Kimball. 1999).

Jumlah gen didalam suatu sel jauh lenih banyak daripada jumlah

kromosom, bahkan sesungguhnya setiap kromosom memiliki ratusan atau ribuan

gen. Gen-gen yang berada pada kromosom yang sama cenderung diwarisi

bersama pada penyilangan genetik karena kromosom tersebut diteruskan sebagai

satu unit. Gen-gen tersebut dikatakan sebagai gen terpaut. Gen-gen terpaut tidak

memilah secara independen karena gen-gen tersebut berada dalam kromosom

yang sama dan cenderung bergerak bersama-sama selama meiosis dan fertilisasi

(Campbell, 2002).

Ada banyak contoh ifat keturunan yang ditentukan oleh gen autosomal

yang ekspresinya dipengaruhi oleh seks. Sifat itu tampak pada kedua macam seks,

tetapi pada salah satu seks ekspresinya lebih besar daripada untuk seks lainnya.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

8
IMUNOSEROLOGI

Perempuan misalnya lebih sering menderita penyakit autoimun, tetapi sebaliknya

pada laki-laki lebih sering botak kepalanya dibandingkan dengan perempuan

(Suryo, 2001)

Menurut Suryo (2001), beberapa contoh mengenai ekspresi gen yang

dipengaruhi oleh seks:Kepala botak, kepala botak ini bukan akibat penyakit atau

kekurangan gizi dalam makanan, tetapi benar-benar keturunan.Walaupun

lazimnya kepala botak terdapat pada laki-laki, namun sekali-kali dapat dilihat

adanya perempuan yang botak. Biasanya kepala botak baru akan tampak setelah

orang berusia sekitar 30 tahun, diwaktu kanak-kanak atau remajanya ia masih

berambut normal. Mula-mula dikira bahwa kepala botak itu disebabkan oleh gen

terangkai kelamin seperti pada buta warna. Akan tetapi kenyataan menunjukkan

bahwa seseorang ayah yang mempunyai kepala botak dapat mewariskan langsung

kepada anaknya laki-laki, suatu hal yang tidak mungkin terjadi apabila gen yang

menyebabkan terdapat dalam kromosom-X, andaikata gen itu terdapat dalam

kromososm-Y maka dugaan itu pun tidak dapat dibenarkan, bahwa ada

perempuan yang berkepala botak.

Panjang jari telunjuk, apabila kita meletakkan tangan pada suatu alas

dimana terdapat sebuah garis mendatar sedemikian rupa sehingga ujung jari manis

menyentuh garis tersebut, maka dapat diketahui apakah jari telunjuk kita lebih

panjang ataukah lebih pendek. Pada kebanyakan orang ujung jari telunjuk tidak

akan mencapai garis itu, berarti bahwa jari telunjuk lebih pendek dari pada jari

manis.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

9
IMUNOSEROLOGI

Para peneliti mengukur panjang jari para wanita dengan menggunakan

sinar X. Pengukuran ini bertujuan untuk membandingkan mana diantara jari

manis dan jari telunjuk yang lebih panjang. Setelah pengukuran selesai, mereka

diberi pertanyaan seputar olahraga. Hasilnya, wanita dengan ukuran jari manis

lebih panjang dari jari telunjuknya lebih berprestasi dalam bidang olahraga. Studi

sebelumnya menemukan perubahan jari adalah karena perubahan hormon

testosteron ketika dalam kandungan.Tetapi kami juga menemukan panjang jari

70% sudah diwariskan gen. Pengaruh hormon semasa kandungan sangat kecil

sekali.Penelitian ini dipercaya bahwa faktor genetik lebih berpengaruh dalam

menentukan panjang jari ketimbang fakor perubahan hormon. Rasio panjangnya

kedua jari ini tak bakal banyak berubah setelah kelahiran. Sejauh ini tak

ditemukan ras khusus yang umumnya memiliki jari manis lebih panjang

ketimbang jari telunjuk (Anonim, 2009).

Kromosom-kromosom seks (X dan Y) seringkali tidak sebanding dalam

hal ukuran, bentuk, dan/atau kualitas pewarnaan. Fakta bahwa kedua kromosom

itu berpasangan saat meiosis merupakan indikasi bahwa kromosom-kromosom itu

mengandung setidaknya sejumlah gen pseudoautosomal homolog. Gen-gen pada

segmen-segmen pseudoautosomal disebut terpaut seks tidak sempurna atau

terpaut seks sebagian dan bisa berekombinasi melalui pindah silang pada kedua

jenis kelamin, khusus untuk menunjukkna keberadaan gen-gen semacam itu

dikromosom seks X, dan contoh yang sudah diketahui hanya sedikit. Gen-gen

pada segmen nonhomolog pada kromosom X disebut terpaut seks sempurna dan

menunjukkan model pewarisan tidak umum.Pada manusia, 95% kromosom Y

merupakan bagian kromosom Y yang tidak berekombinasi, tapi hanya kira-kira

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

10
IMUNOSEROLOGI

selusin gen yang aktif pada bagian tersebut. Pada kasus semacam itu, sifat-sifat

yang bersesuaian dengan gen-gen itu hanya akan diekspresikan pada laki-laki dan

akan selalu ditransmisikan dari ayah ke anak laki-lakinya. Gen terpaut Y

sempurna semacam itu disebut gen-gen holandrik (Elrod, 2006).

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

11
IMUNOSEROLOGI

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Serum
No Nama Keterangan
anti-A anti-B

1 Andi Nuismi Aziz - + Golongan darah B

2 Adrika - + Golongan darah B

3 Alfia Fitri + + Golongan darah AB

4 Amrullah - + Golongan darah B

5 Andi Nur Srimulya Widi - + Golongan darah B

6 Andi Sitti Hajar + - Golongan darah A

7 Andi Tasya - - Golongan darah O

8 Chaerunnisa Bakhri - - Golongan darah O

9 Cindy Yunita Sumule - - Golongan darah O

10 Dwi Mutiara + - Golongan darah A

11 Eka Saputra - - Golongan darah O

12 Elvira Yolanda Putri + - Golongan darahA

13 Fatimah Suci Wahyuni - + Golongan darah B

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

12
IMUNOSEROLOGI

14 Fauzan Adzima - - Golongan darah O

15 Fitrah Ramadani - - Golongan darah O

16 Hajrah - - Golongan darah O

17 Hastarina - - Golongan darah O

18 Ihfah Khaerawaty Gau + + Golongan darah AB

19 Ika Pustikawati - - Golongan darah O

20 Ines Safarayana + + Golongan darah AB

21 Ismi Indrayani Asis - + Golongan darah B

22 Lely Nurfadilah Gani - - Golongan darah O

23 Meli Saturiski - - Golongan darah O

24 Muslimah - - Golongan darah

25 Mutmainna M + + Golongan darah AB

26 Nurjannah Amiruddin - + Golongan darah B

27 Nurqaidah - - Golongan darah O

28 Nursamsi - + Golongan darah B

29 Nurul Hidayah - - Golongan darah O

30 Nurul Hikma + - Golongan darahA

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

13
IMUNOSEROLOGI

31 Nurul Husna - + Golongan darah B

32 Nurul Jannah - + Golongan darah B

33 Nurwahyuni - - Golongan darahO

34 Rahmi Nur Fahisyah - - Golongan darah O

35 Ray Baguswara + - Golongan darah A

36 Regina Andini M - + Golongan darah B

37 Rohalya Melcy - - Golongan darah O

38 Sari Ramadana Syukur - - Golongan darah O

39 Sarma Mukmin - - Golongan darah O

40 Siti Hutami Amiruddin - - Golongan darah O

41 Sri Wahyuni + + Golongan darah AB

42 Sulfiani Syahrir + - Golongan darah A

43 Tuti Utami - - Golongan darah O

44 Vany Novianti + - Golongan darah A

45 Wahyuni Hapsary + - Golongan darah A

46 Warda Ningsih + - Golongan darah A

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

14
IMUNOSEROLOGI

GOLDA A GOLDA B

GOLDA O GOLDA AB

B. Pembahasan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

15
IMUNOSEROLOGI

Pemeriksaan Golongan Darah sistem ABO ini dapat dibagi menjadi empat

golongan darah, yaitu :

Golongan darah A : Erythrosit mengandung aglutinogen A dan serum

mengandung aglutinin anti B

Golongan darah B : Erythrosit mengandung aglutinogen B dan serum

mengandung aglutinin anti A

Golongan darah O : Erythrosit tidak mengandung aglutinogen dan serum

mengandung aglutinin anti A dan aglutinin anti B

Golongan darah AB : Erythrosit mengandung aglutinogen A dan aglutinogen B

sedangkan pada serum tidak mengandung aglutinin apapun.

BAB V

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

16
IMUNOSEROLOGI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemeriksaan Golongan Darah ABO pertama kali ditemukan oleh seorang

ahli Patologi Amerika kelahiran Austria yang bernama Karl Landsteiner, pada

tahun 1900an. Antigen utama dalam sistem ABO ini disebut dengan antigen A

dan antigen B dan antibodi utama adalah anti - A dan anti - B. Gen yang

menentukan ada tidaknya aktivitas A atau B terdapat pada kromosom nomor 9.

Pada Orang normal yang berumur di atas 6 bulan selalu mempunyai antibodi yang

dapat bereaksi dengan antigen A atau B apabila antigen bersangkutan tidak

terdapat dalam erihtrositnya sendiri.

Meskipun anti - A dan anti - B bereaksi secara spesifik dan kuat dengan

erytrosit yang relevan serta adanya rangsangan untuk pembentukan anti - A dan

anti - B tidak ditimbulkan oleh erytrosit itu sendiri.

B. Saran

Pada praktikum ini, disarankan untuk memperhatikan reagen antisera yang

digunkan.Perhatikan tanggal kadaluarsa reagen. Banyak kasus menyebabkan hasil

diagnose golongan darah disebabkan antisera telah kadaluarsa.

DAFTAR PUSTAKA

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

17
IMUNOSEROLOGI

http://id.wikipedia.org

http://www.rhesusnegatif.com/article_detail.php?id=157#sthash.sRNX3LEV.dpuf

http://kumpulan-materi-bidan.blogspot.co

http://www.rhesusnegatif.com/article_detail.php?id=157#sthash.sRNX3LEV.dpuf

m/2013/05/pemeriksaan-hb-sahli.html

http://www.rhesusnegatif.com/article_detail.php?id=157

http://sharing-analiskesehatan.blogspot.com/2013/06/pemeriksaan-golongan-

darah.html

BAB I

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

18
IMUNOSEROLOGI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antibodi atau imunoglobin adalah golongan protein yang di bentuk

plasma (Poliferasi B) akibat kontak dengan antigen dengan menimbulkan

secara spesifik. Bila serum protein tersebut di pisahkan secara elektroforeses,

imunoglobulin di temukan perbanyak dalam fraksi globulin A dan B.

Anti bodi tidak menghancurkan secara lansung, akan tetapi

menetralkannya atau menyebabkan antigen ini menjadi target bagi proses

penghancuran oleh mekenismi opsonasasi.

Zat anti terhadap antigen tersebut di sebut zat anti atau anti bodi yang

bila bereaksi akan menghancurkan anti gen yang bersangkutan di sebut aglitin

dalam plasma, suatu anti bodi alamiah yang secsra otomatis dalam tubuh

manusia.

Golongan darah manusia di tentukan berdasarkan jenis antigen dan

anti bodi yang terkandung dalam darah.

a.) Golongan Darah A.


Memiliki sel darah dengan antigen A dipertemukan membrane

selnya dan menghasilkan antibody terhadap antigen B dalam

serum darahnya.
b.) Golongan Darah B.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

19
IMUNOSEROLOGI

Memiliki anti B pada permukaan sel darah merahnya dan

menghasilkan antibody terhadap antigen A dalam serum

darahnya.

c.) Golongan Darah AB


memiliki antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibody

terhadap antigen A dan B.


d.) Golongan Darah O
Memiliki sel darah tanpa antigen, tetapi memproduksi antibody

terhadap antigen A dan B.

B. Maksud dan Tujuan Praktikum


A.) Maksud Praktikum

Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu mengetahui

bagaimana cara mendeteksi Antibodi.

B.) Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara mendeteksi Antibodi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

20
IMUNOSEROLOGI

Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena

adanya perbedaan jenis karbohidrat danprotein pada permukaan membran sel

darah merah. Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah

penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal

sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang

dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat

menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal

ginjal, syok, dankematian.menurut K. Landsteiner menemukan bahwa

penggumpalan darah (aglutinasi) kadang-kadang terjadi apabila eritrosit (sel darah

merah) seseorang dicampur dengan serum darah orang lain. Akan tetapi pada

orang lain, campuran tadi tidak mengakibatkan penggumpalan darah.

Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan

jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya, golongan darah

tersebut dibagi menjadi 4 golongan yaitu sebagai berikut:

 Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah

dengan antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan

antibodi terhadap antigen B dalam serum darahnya. Sehingga,

orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat menerima

darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.

 Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada

permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi

terhadap antigen A dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

21
IMUNOSEROLOGI

golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah dari orang

dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif.

 Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah

dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap

antigen A maupun B. Sehingga, orang dengan golongan darah AB-

positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah

ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan

golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali

pada sesama AB-positif.

 Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa

antigen, tapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B.

Sehingga, orang dengan golongan darah O-negatif dapat

mendonorkan darahnya kepada orang dengan golongan darah ABO

apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan

golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama

O-negatif.

Secara umum, golongan darah O adalah yang paling umum dijumpai di

dunia, meskipun di beberapa negara seperti Swedia dan Norwegia, golongan

darah A lebih dominan. Antigen A lebih umum dijumpai dibanding antigen B.

Karena golongan darah AB memerlukan keberadaan dua antigen, A dan B,

golongan darah ini adalah jenis yang paling jarang dijumpai di dunia.Ilmuwan

Austria, Karl Landsteiner, memperoleh penghargaan Nobeldalam

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

22
IMUNOSEROLOGI

bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1930 untuk jasanya menemukan cara

penggolongan darah ABO.

Sebelum lahir,molekul protein yang ditentukan secara genetik disebut

antigen, antigen ini muncul dipermukaan membran sel darah merah. Antigen ini,

tipe A dan tipe B bereaksi dengan antibody pasangannya,yang mulai terlihat

sekitar 2 sampai 8 bulan setelah lahir.

1. Karena reaksi antigen-antibodi menyebabkan aglutinasi

( penggumpalan) sel darah merah, maka antigen disebut aglutinogen

dan antibodi pasangannya disebut aglutinin .

2. Seseorang mungkin saja tidak mewarisi tipe A dan tipe B atau hanya

mewarisi salah satunya, atau bahkan keduanya sekaligus.

Klasifikasi golongan darah ABO ditentukan berdasarkan ada tidaknya

aglutinogen ((antigen tipe A dan tipe B ) yang ditemukan pada permukaan

eritrosit dan aglutinin (antibodi) anti-A dan anti-B, yang ditemukan dalam

plasma.

1. Darah golongan A mengandung aglutinogen tipe A dan aglutinin

anti-B.

2. Darah golongan B mengandung aglutinogen tipeB dan aglutinin

anti-A.

3. Darah golongan AB mengandung aglutinogen tipe A dan tipe

B,tetapi tidak mengandung aglutinin anti-A atau anti-B.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

23
IMUNOSEROLOGI

4. Darah golongan O tidak mengandung aglutinogen, tetapi

mengandung aglutini anti-A dan aglutini-B Penggolongan darah

penting dilakukan sebelim transfusi darah karena pencampuran

golongan darah yang tidak cocok menyebabkan aglutinasi dan

destruksi sel darah merah.

Bagaimana menentukan golongan darahnya? ambil satu contoh baris ke-

dua. Perhatikan urutan sampelnya dari kiri ke kanan:

a. diberi anti Rhesus : menggumpal.

b. diberi anti A : tidak menggumpal.

c. diberi anti B : menggumpal.

d. diberi anti AB : menggumpal

Kesimpulannya,sang pemilik darah bergolongan darah B Rh+ (golongan B

dan golongan Rhesuspositif).

Untuk menentukan golongan darah pedomannya sebagai berikut:

Golongan aglutinogen (antigen) aglutinin (antibodi)

pada eritrosit pada plasma darah

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

24
IMUNOSEROLOGI

A A b

B B a

AB A dan B -

O - a dan b

 Jika aglutinin a (anti A) + aglutinogen A = terjadi aglutinasi

(penggumpalan).

 Jika aglutinin b (anti B) + aglutinogen B = terjadi aglutinasi

(penggumpalan).

 Jika anti Rhesus (antibodi Rhesus) + antigen Rhesus = terjadi

aglutinasi (penggumpalan)

1. darah + anti Rhesus = aglutinasi -----> terdapat antigen Rhesus

-----> gol Rh+.

2. darah + anti A= aglutinasi -----> terdapat aglutinogen A -----> gol

A.

3. darah + anti B= aglutinasi -----> terdapat aglutinogen B -----> gol

Penggunaan anti AB hanya untuk verifikasi (kepastian) saja. Tidak

digunakan juga tidak masalah. cara penggolongan darah.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

25
IMUNOSEROLOGI

Sistem Rh adalah kelompok antigen lain yang diwariskan dalam tubuh

manusia. Sistem ini ditemukan dan diberinama berdasarkan Rhesus monyet.

Antigen RhD adalah antigen terpenting dalam reaksi imunitas tubuh.

a. Jika faktor RhD ditemukan, individu yang memilikinya disebut Rh

positif. Jika faktor tersebut tidak ditemukan maka individunya

disebut Rh negatif. Individu dengan Rh positif lebih banyak dari

pada Rh negatif..

b. Sistem ini berbeda dengan golongan ABO di mana individu ber-

Rh negatif tidak memiliki aglutinin anti-Rh dalam plasmanya.

c. Jika seseorang dengan Rh negatif diberikan darah ber-Rh positif

maka aglutininya anti-Rh akan diproduksi. Walau tranfusi awal

tidak membahayakan, pemberian darah Rh positif selanjutnya

akan mengakibatkan aglutinasi sel darah merah donor..

BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
 Alat
1. Tabung Centrifuge
2. Pipet pasteur
3. Objek glass
4. Lidi steril

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

26
IMUNOSEROLOGI

5. Centrifuge
 Bahan
Sampel darah (golongan A dan golongan B)
B. Prosedur kerja
1) Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2) Diambil darah dimasukkan kedalam tabung, kemudian di

centrifuge dengan kecepatan 1500 rpm, selama 5 menit.


3) Setelah selesai dicetrifuge, dipisahkan plasma dan sel darah merah

( sedimennya )
4) Buat masing-masing suspensi dengan perbandingan 1:9 ( Darah :

NaCl o,9 %), lalu dihomogenkan.


5) Setelah dihomogenkan, reaksikan antigen A dan B dengan cara :
 Objek glass 1, diteteskan plasma A disebelah kiri objek

glass dan 1 tetes plasma B disebelah kanan objek,

kemudian masing-masing ditetesi sel darah merah A yang

telah dipisahkan tadi, lalu dihomogenkan.


 Objek glass 2, diteteskan plasma A disebelah kiri objek

glass dan 1 tetes plasma B disebelah kanan objek,

kemudian masing-masing ditetesi sel darah merah B yang

telah dipisahkan tadi, lalu dihomogenkan.


6) Amati reaksi yang terjadi.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

27
IMUNOSEROLOGI

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan

Interprestasi Hasil :

 Golongan Darah A
- Plasma A + Sel.D.A (-) negatif
- Plasma B + Sel.D.A (+) positif
 Golongan Darah B
- Plasma A + Sel.D.A (+) positif
- Plasma B + Sel.D.A (-) negatif

Hasil :

1. Plasma B + SDM A =

Aglutinasi
2. Plasma A + SDM B =

Aglutinasi

B. Pembahasan
Pada praktikum yang dilakukan untuk mengetahui deteksi antibodi,

dengan mereaksikan antibodi dengan antigen terjadi terjadi aglutinasi.

Dimana plasma dari individu golongan darah B direaksikan dengan sel

darah merah antigen A dari Individu golongan darah A didapatkan dengan

sel darah merah antigen B dari individu golongan darah B didapatkan pula

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

28
IMUNOSEROLOGI

hasil aglutinasi ini menandakan bahwa golongan darah manusia ditentukan

berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah kami lakukan,tentang Penentuan

Golongan Darah maka kami dapat mengambil kesimpulan bahwa ,golongan

darah tergantung pada tipe aglutinogen dan agglutinin yang terkandung didalam

eritrosit darah. Golongan darah dapat ditentukan dengan melihat penggumpalan

yang terjadi pada saat ditetesi serum anti-A atau serum anti-B.Selain itu, jumlah

eritrosit dalam darah ditentukan oleh factor jenis kelamin, usia,dan berat

badan.Golongan darah O dimiliki banyak orang di Indonesia sementara golongan

darah AB sedikit dimiliki orang diIndonesia.Cepat atau lambatnya proses

penggumpalan darah dikarenakan factor keturunan atau dapat diakibatkan infeksi

maupun tingginya antibody antikardiolipid (ACA) akibat gangguan anti toksin.

B. Saran

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

29
IMUNOSEROLOGI

Adapun saran yang dapat disampaikan pada praktikum ini yaitu sampel

darah yang diteliti dilakukan dengan baik dan benar pada preparat agar

memperjelas hasil pengamatan untuk menentukan golongan darah.

DAFTAR PUSTAKA

 Prawirohartono, Slamet. 1995. Sains Biologi. Bumi Aksara. Jakarta

 Priadi, Arif. 2009. Biologi SMA XI. Yudhistira. Bogor.

 Solomon, et. al. 1993. Biology. Savders-Collage Publishing: Fort wort.

 Maryati Sri,D.A. Pratiwi, Srikini, Suharno, Bambang S. 2012. BIOLOGI

SMA/MA KELAS XI. Erlangga, Jakarta,

 http://harumisujatmiko.wordpress.com/2012/08/27/untuk-rizkylia/

 http://www.livestrong.com/article/88832-difference-between-pulse-heart.

 http://ep.physoc.org/content/23/1/1.abstract.

 Michael, dkk. 2006. Kecepatan Denyut Nadi Siswa SMA Kelas X.

Mahatma Gading School

 http://www.drmir kin. com/heart/8076.html

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

30
IMUNOSEROLOGI

 http://health

 fieldmedicare.suite101.com/article.cfm/vital_signs_how_to_take_a_pulse

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tekhnik pemeriksaan uji widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu

uji hapusan/ peluncuran (slide test) dan uji tabung (tube test). Perbedaannya, uji

tabung membutuhkan waktu inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang

lebih rumit dan uji widal peluncuran hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit

saja yang biasanya digunakan dalam prosedur penapisan. Umumnya sekarang

lebih banyak digunakan uji widal peluncuran. Sensitivitas dan spesifitas tes ini

amat dipengaruhi oleh jenis antigen yang digunakan. Menurut beberapa peneliti

uji widal yang menggunakan antigen yang dibuat dari jenis strain kuman asal

daerah endemis (local) memberikan sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi

daripada bila dipakai antigen yang berasal dari strain kuman asal luar daerah

enddemis (import).

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

31
IMUNOSEROLOGI

Menurut suatu penelitian yang mengukur kemampuan Uji Tabung Widal

menggunakan antigen import dan antigen local, terdapat korelasi yang bermakna

antara antigen local dengan antigen S.typhi O dan H import, sehingga bisa

dipertimbangkan antigen import untuk dipakai di laboratorium yang tidak dapat

memproduksi antigen sendiri untuk membantu menegakkan diagnosis Demam

tifoid.

Pada pemeriksaan uji widal dikenal beberapa antigen yang dipakai sebagai

parameter penilaian hasil uji Widal. Berikut ini penjelasan macam antigen

tersebut :

 Antigen O

Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar

tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida.

Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100°C selama 2–5 jam,

alkohol dan asam yang encer.

 Antigen H

Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela,

fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi

mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa

Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu

60°C dan pada pemberian alkohol atau asam.

 Antigen Vi

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

32
IMUNOSEROLOGI

Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang

melindungi kuman dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid,

akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60°C, dengan

pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui

adanya karier.

 Outer Membrane Protein (OMP)

Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar

membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap

lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan

protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein

OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk

difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan

denaturasi pada suhu 85–100°C. Protein nonporin terdiri atas protein OMP A,

protein a dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya

masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP

S typhi yang sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa.

Kegunaan uji Widal untuk diagnosis demam typhoid masih kontroversial

diantara para ahli. Namun hampir semua ahli sepakat bahwa kenaikan titer

agglutinin lebih atau sama dengan 4 kali terutama agglutinin O atau agglutinin H

bernilai diagnostic yang penting untuk demam typhoid. Kenaikan titer agglutinin

yang tinggi pada specimen tunggal, tidak dapat membedakan apakah infeksi

tersebut merupakan infeksi baru atau lama. Begitu juga kenaikan titer agglutinin

terutama agglutinin H tidak mempunyai arti diagnostic yang penting untuk

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

33
IMUNOSEROLOGI

demam typhoid, namun masih dapat membantu dan menegakkan diagnosis

tersangka demam typhoid pada penderita dewasa yang berasal dari daerah non

endemic atau pada anak umur kurang dari 10 tahun di daerah endemic, sebab pada

kelompok penderita ini kemungkinan mendapat kontak dengan S. typhi dalam

dosis subinfeksi masih amat kecil. Pada orang dewasa atau anak di atas 10 tahun

yang bertempat tinggal di daerah endemic, kemungkinan untuk menelan S.typhi

dalam dosis subinfeksi masih lebih besar sehingga uji Widal dapat memberikan

ambang atas titer rujukan yang berbeda-beda antar daerah endemic yang satu

dengan yang lainnya, tergantung dari tingkat endemisitasnya dan berbeda pula

antara anak di bawah umur 10 tahun dan orang dewasa. Dengan demikian, bila uji

Widal masih diperlukan untuk menunjang diagnosis demam typhoid, maka

ambang atas titer rujukan, baik pada anak dan dewasa perlu ditentukan.

Salah satu kelemahan yang amat penting dari penggunaan uji widal

sebagai sarana penunjang diagnosis demam typhpid yaitu spesifitas yang agak

rendah dan kesukaran untuk menginterpretasikan hasil tersebut, sebab banyak

factor yang mempengaruhi kenaikan titer. Selain itu antibodi terhadap antigen H

bahkan mungkin dijumpai dengan titer yanglebih tinggi, yang disebabkan adanya

reaktifitas silang yang luas sehingga sukar untuk diinterpretasikan. Dengan alas an

ini maka pada daerah endemis tidak dianjurkan pemeriksaan antibodi H S.typhi,

cukup pemeriksaan titer terhadap antibodi O S.typhi.

Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640.

Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

34
IMUNOSEROLOGI

Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan

titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).

Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada

pasiendengan gejala klinis khas.

Tes dengan menggunakan antigen salmonella jenis O (somatik) dan H

(flagel) untuk menentukan tinggi rendahnya titer antibody. Titer antibody pada

penderita infeksi tifus akan meningkat pada minggu II. Titer antibody O, akan

menurun setelah beberapa bulan, dan titer antibody H, akan menetap sampai

beberapa tahun. Titer antibody O meningkat segera setelah demam, menunjukan

adanya infeksi salmonella strain O, demikian juga untuk H. ( AY.

Sutedjo,SKM.2006).

Demam tifoid merupakan penyakit internasional, menjangkit 13,5 juta

individu tiap tahunnya. Sejak 1948 kloramfenikol digunakan untuk mengurangi

kasus yang fatal dari 20% menjadi 1%. Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella

typhi merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan masih merupakan

masalah kesehatan di Indonesia. Diagnosis dini demam tifoid sangat

diperlukan agar pengobatan yang tepat dapat segera diberikan, sehingga

komplikasi dapat dihindari. Diagnosis pasti demam tifoid dengan cara mengisolasi

kuman S. typhii, memerlukan waktu yang cukup lama (4–7 hari) dan tidak semua

laboratorium mampu melaksanakannya. Diagnosis demam tifoid sering

ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis dan tes serologis saja (Verma, 2010).

Uji widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih

digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Uji


Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

35
IMUNOSEROLOGI

widal dapat dilakukan dengan metode tabung atau dengan metode peluncuran

(slide). Uji widal dengan metode peluncuran dapat dikerjakan lebih cepat

dibandingkan dengan uji widal tabung, tetapi ketepatan dan spesifisitas uji widal

tabung lebih baik dibandingkan dengan uji widal peluncuran (Wardhani, 2005).

Antigen merupakan suatu substansi yang dapat merangsang hewan atau

manusia untuk membentuk protein yang dapat berikatan dengannya dengan cara

spesifik. Antibodi merupakan suatu substansi yang dihasilkan sebagai jawaban

(respon) terhadap antigen yang reaksinya spesifik terhadap antigen tersebut.

Antibodi yang dihasilkan tadi hanya akan bereaksi dengan antigennya atau dengan

antigen lain yang mempunyai persamaan dekat dengan antigen pertama. Antibodi

yang terdapat dalam cairan tubuh biasanya disebut antibodi humoral dan beberapa

diantaranya dapat menghasilkan reaksi yang dapat dilihat dengan mata (visibel).

Antibodi spesifik dibentuk di dalam sel tertentu yang bereaksi secara spesifik dan

langsung terhadap antigen. Antibodi semacam ini dikenal sebagai antigen seluler

(Soenarjo, 1989).

Aglutinasi merupakan reaksi serologi klasik yang dihasilkan gumpalan

suspensi sel oleh sebuah antibodi spesifik yang secara tidak langsung meyerang

spesifik antigen. Beberapa uji telah digunakan secara luas untuk mendeteksi

antibodi yang menyerang penyakit yang dihasilkan mikroorganisme pada serum

dalam waktu yang lama. Fase pertama aglutinasi adalah penyatuan antigen-

antibodi terjadi seperti pada presipitasi dan tergantung pada kekuatan ion, pH dan

suhu. Fase kedua yaitu pembentukan kisi-kisi tergantung pada penanggulangan

gaya tolak elektrostatik partikel-partikel (Olopoenia dan King, 1999).

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

36
IMUNOSEROLOGI

B. Maksud dan Tujuan Praktikum


A. Maksud Praktikum

Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu

mengetahui bagaimana cara mendeteksi Antibodi kuman salmonella

pada tubuh.

B. Tujuan praktikum

Untuk mengetahui adanya antibody spesifik terhadap

bakteri Salmonella dengan metode slide.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

37
IMUNOSEROLOGI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Uji reaksi Widal menggunakan suspensi bakteri S.typhii dan S.

paratyphi dengan perlakuan antigen H dan O. Antigen ini dikerjakan untuk

mendeteksi antibodi yang sesuai pada serum pasien yang diduga menderita

demam typhoid. Antibodi IgM somatik O menunjukksn awal dan

merepresentasikan respon serologi awal pada penderita demam thypoid akut,

dimana antibodi IgG flagela H biasanya berkembang lebih lambat tetapi tetap

memanjang.

Salmonella sering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan jika

masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Bakteri ni ditularkan dari hewan atau

produk hewan kepada manusia, dan menyebabkan enteris, infeksi sistemik dan

demam enteric. Salmonella merupakan bakteri Gram (-) batang, tidak berkapsul

dan bergerak dengan flagel peritrich. (Soemarno, =2

nella pullorumgallinarum dapat bergerak dengan flagel peritrich, bakteri ini

mudah tumbuh pada pembenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan

laktosa dan sukrosa. Bakteri ini termasuk asam dan kadang – kadang gas dari

glukosa dan maltosa, dan biasanya membentuk H 2S. Bakteri ini dapat hidup dalam

air beku untuk jangka waktu yang cukup lama. Salmonella resisten terhadap zat-

zat kimia tertentu (misalnya hijau brilliant, natrium tetratrionat, dan natrium

desoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lainnya. Oleh karena itu senyawa

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

38
IMUNOSEROLOGI

ini bermanfaat untuk dimasukkan dalam pembenihan yang dipakai untuk

mengisolasi Salmonella dari tinja. (Jawetz, dkk. 1996).

Salmonella pada umumnya harus diidentifikasikan dengan analisa

antigenik seperti Enterobacteriaceae yang lain. Salmonella mempunyai antigen O

dan antigen H, tetapi beberapa diantaranya ada yang memiliki antigen Vi. Antigen

ini dapat mengganggu aglutinasi O atau anti serum O dan berhubungan dengan

virulensi. Bagian paling luar dari dinding sel lipopolisakarida salah satunya adalah

antigen O, yang terdiri dari satuan-satuan lipopolisakarida yang berulang,

sehingga jika kehilangan antigen ini mengakibatkan bentuk koloni yang

seharusnya menjadi kasar. Antigen H terletak pada flagel dan jika kehilangan

antigen H dapat mengakibatkan Salmonella ini tidak dapat bergerak. Kedua

antigen ini dapat digunakan untuk identifikasi Salmonella (Jawetz et al., 1974).

Penyakit tifus yang berat menyebabkan komplikasi pendarahan, kebocoran

usus, infeksi selaput, renjatan bronkopnemonia dan kelainan di otak. Terdapat

gejala penyakit tifus segera di lakukan pemeriksaan laboratorium untuk

menegakkan diagnosa penyakit tifus, koma. Keterlambatan diagnose dapat

menyebabkan komplikasi yang berakibat fatal, sampai pada kematian. Tanda-

tanda dan gejala PA (Paratyphoid fever A) menunjukan tidak spesifitas, jenis

penyakit ini sulit untuk didiagnosa secara akurat. Meskipun diagnosis definitife

tetapi, dapat dibuat isolasi SPA (serovar Paratyphi A (SPA), dari spesimen klinis

seperti darah, sumsum tulang, urin atau tinja atau dengan menunjukan

meningkatnya titer O (somatic), H (flagelata), dan A (flagella), ditandai dengan

aglutinasi antibodi dalam sampel serum yang berpasangan (Shukunet.al., 2011).

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

39
IMUNOSEROLOGI

BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
 Alat
 Objek glass.
 Stik pengaduk
 Pipet tetes
 tabung
 Bahan
 Nacl fisiologis
 Serum thypoid
 Antigen
B. kerja
1) Diletakkan 1 tetes control positif diatas lingkaran slide.
2) Diletakkan 50µ Nacl fisiologis dilingkaran yang lain pada slide.
3) Diletakkan 1 tetes serum paada setiap lingkaran (4) pada slide yang

lain.
4) Ditambahkan 1 tetes reagen tydal yang sesuai ke atas kontrol positif

dan Nacl fisiologis.


5) Ditambahkan 1 tetes reagen thydal yang sesuai keatas lingkaran yang

mengandung serum pasien.


6) Dicampur semua isi dari lingkaran menggunakan stik pengaduk

sampai mengenai sisi lingkaran.


7) Digoyangkan slide kedepan dan kebelakang dan perhatikan adanya

aglutinasi selama 1 menit.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

40
IMUNOSEROLOGI

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Interprestasi Hasil :
Positif (+) : Terjadi Aglutinasi
Negatif (-) : Tidak terjadi Aglutinasi
Hasil :
Dari hasil praktikum yang dilakukan hasilnya adalah (-)

Negatif.

Gambar :

B. Pembahasan
Pada pemeriksaan ini diperoleh hasil Negatif(-) ini menunjukkan sampel

darah pasien tidak ditemukan adanya antibodi kuman salmonella pada tubuh.

Praktikum ini menggunakan Nacl yang bertujuan saat pengenceran. Antisera yang

ditambahkan sangat berguna untuk mengetahui aglutinasi atau tidak karena

antisera akan bereaksi dengan sampel.

Hasil praktikum menunjukkan bahwa setelah serum praktikan yang

masing-masing terdiri atas 5 µl, 10 µl, 20 µl di tetesi dengan reagen Salmonella

typhii, terbentuk gumpalan pada serum 10 µl karena tejadi reaksi antara antigen

dengan antibodi. Sampel 5 µl dan 20 µl tidak tebentuk gumpalan karena tidak

adanya reaksi antara antigen dengan antibodi. Hal ini menunjukkan bahwa serum

praktikan tidak terinfeksi oleh bakteri S. Typhii. Kontrol menunjukkan hasil positif

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

41
IMUNOSEROLOGI

setelah ditetesi dengan reagen, dimana terbentuknya gumpalan atau aglutinasi, hal

ini berarti bahwa serum tersebut terinfeksi oleh bakteri S. Typhii.

Uji widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih

digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia.

Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum

penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen

somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga

terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi

menunjukkan titer antibodi dalam serum. Uji widal dapat dilakukan dengan

metode tabung atau dengan metode peluncuran (slide). Uji widal dengan metode

peluncuran dapat dikerjakan lebih cepat dibandingkan dengan uji widal tabung,

tetapi ketepatan dan spesifisitas uji widal tabung lebih baik dibandingkan dengan

uji widal peluncuran (Wardhani, 2005).

Demam tifoid merupakan penyakit internasional, menjangkit 13,5 juta

individu tiap tahunnya. Sejak 1948 kloramfenikol digunakan untuk mengurangi

kasus yang fatal dari 20% menjadi 1% (Verma, 2010). Demam tifoid disebabkan

oleh Salmonella typhi merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan

masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Diagnosis dini demam tifoid

sangat diperlukan agar pengobatan yang tepat dapat segera diberikan, sehingga

komplikasi dapat dihindari. Diagnosis pasti demam tifoid dengan cara mengisolasi

kuman S. typhii, memerlukan waktu yang cukup lama (4–7 hari) dan tidak semua

laboratorium mampu melaksanakannya. Diagnosis demam tifoid sering

ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis dan tes serologis saja. Uji widal

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

42
IMUNOSEROLOGI

merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih digunakan secara

luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Uji widal dapat

dilakukan dengan metode tabung atau dengan metode peluncuran (slide). Uji

widal dengan metode peluncuran dapat dikerjakan lebih cepat dibandingkan

dengan uji widal tabung, tetapi ketepatan dan spesifisitas uji widal tabung lebih

baik dibandingkan dengan uji widal peluncuran (Wardhani, 2005).

Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta

sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam

penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif

akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid (penanda

infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh dunia,

manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada

kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Mencari standar titer uji

Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer) pada anak sehat di

populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan didapatkan

peningkatan titer antibodi O dan H pada anak-anak sehat (Jawetz et al., 1974).

Antigen mempunyai dua atau lebih tempat reaksi atau antigen-reaction

site atau antigen-determinant site, sehingga secara umum dikenal sebagai

substansi yang mempunyai multivalent dan multispesifik. Imunoglobulin-G (IgG)

berstruktur elips memanjang dengan dua atau lebih permukaan tempat reaksi atau

antibody-reaction site yang sama, yaitu satu pada tiap ujungnya dan mempunyai

kemampuan ikatan spesifik yang dikenal dengan bivalent atau monovalent (Volk,

1992). Interaksi antigen-ntibodi dibagi dalam 3 kategori yaitu primer, sekunder,

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

43
IMUNOSEROLOGI

dan tersier. Interaksi primer atau interaksi awal antigen dengan antibodi

merupakan suatu kejadian dasar yang terdiri dari pengikatan molekul antigen

dengan molekul antibodi. Reaksi ini jarang terlihat, deteksi biasanya dikerjakan

dengan reaksi-reaksi sekunder yang merupakan alat bantu untuk

memvisualisasikan reaksi, misalnya presipitasi. Reaksi tertier merupakan ekspresi

biologik dari interaksi antigen-antibodi yang dapat berguna untuk merusak.

Interaksi antigen-antibodi kadang-kadang dinyatakan sebagai manifestasi tersier.

Reaksi-reaksi tersebut adalah merupakan tanda-tanda biologik interaksi antigen-

antibodi dan kadang-kadang berguna pada penderita tetapi kadang-kadang dapat

menyebabkan penyakit karena injuri imunologik (Bellanti, 1993).

Jawetz et al. (1974), menyatakan bahwa antigen mempunyai tiga

struktur utama,yaitu :

“H” atau antigen flagelar yang diinaktifkan oleh pemanasan diatas 60 0C

dan bisa juga dengan alkohol dan asam. Antigen ini merupakan sediaan terbaik

untuk uji serologi dengan penambahan formalin pada kultur motil muda. Antigen

H ini mengandung beberapa unsur pokok imunologi. Di dalam spesies salmonella

tunggal, antigen flagelar ini terbentuk dalam satu atau dua bentuk yang disebut

fase 1 dan fase 2. Organisme cenderung akan bermutasi dari satu fase ke fase lain

yang disebut dengan fase variasi. Antibodi yang berikatan dengan antigen H

adalah IgG.

1. “O” atau antigen somatik yang terbentuk pada permukaan tubuh

bakteri baik dalam bentuk motil maupun non-motil dan resisten untuk

memanjang pada pemanasan 1000C , alkohol dan cairan asam. Antigen O

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

44
IMUNOSEROLOGI

diambil dari bakteri basil non-motil atau dengan perlakuan dengan

pemanasan dan alkohol. Kandungan sera antibodi anti-O, seperti

aglutinasi antigen yang lambat pada masa granular. Antibodi terhadap

antigen O yang utama adalah IgM.

2. Antigen “Vi” yang ada pada perifer ekstrim tubuh atau pada

kapsul. Antigen ini akan rusak oleh pemanasan selama 1 jam pada suhu

600C dan oleh asam dan fenol. Kultur yang mempunyai antigen Vi lebih

virulen dari pada yang tidak punyai antigen Vi.

Antibodi-antibodi yang mampu bereaksi dengan antigen dalam

larutan salin disebut dengan antibodi salin atau komplet yang sebagian

besar terdiri atas antibodi IgM. Antibodi yang tidak mampu bereaksi

dalam larutan salin disebut antibodi inkomplet atau

antibodi blocking yang termasuk di sini adalah antibodi IgG. Jenis

antibodi 7S IgG tertentu tidak dapat mengaglutinasi sel darah merah

dalam suspensi salin meskipun telah terikat kuat pada antigen (sel darah

merah) (Bellanti, 1993).

Menurut Olopoenia dan King (1999), ada beberapa hal yang akan

menyebabkan hasil aglutinasi Widal menjadi positif maupun negatif. Hal

yang menyebabkan uji aglutinasi Widal menjadi negatif antara lain tidak

adanya infeksi oleh S. typhii, tidak cukupnya inokulum antigen bakteri

pada inang untuk menginduksi produksi antibodi, kesulitan teknis dan eror

dalam penampilan uji, perlakuan antibodi sebelumnya, keragaman

preparasi antigen komersial, dancarrier state. Hal yang akan menyebabkan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

45
IMUNOSEROLOGI

hasil aglutinasi Widal menjadi positif antara lain pasien yang dites

menderita demam typhoid, sebelumnya telah diimunisasi dengan

antigen Salmonella, reaksi silang dengan Salmonella non-typhoid,

keragaman dan minimnya standarisasi preparasi antigen komersial, infeksi

dengan malaria atau Enterobacteriaceae lain, dan penyakit lain seperti

dengue. Hasil ulang pemeriksaan widal positif setelah mendapat

pengobatan tifus, bukan indikasi untuk mengulang pengobatan bilamana

tidak lagi didapatkan gejala yang sesuai.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang dilakukan hasilnya adalah (-) Negatif.

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil

kesimpulanbahwa:

1. Serum yang mengandung Ab terhadap Salmonella typhii apabila

bereaksi dengan AgSalmonella typhii yang dilekatakan pada partikel,

akan mengalami aglutinasi, karena Ab dalam serum akan mengikat

Ag bakteri Salmonella typhii (hasil positif).

2. Apabila serum penderita tidak mengandung Ab

terhadap Salmonella , maka tidak akan terjadi aglutinasi karena tidak


Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

46
IMUNOSEROLOGI

ada ikatan (interaksi) antara Ag Salmonella dengan Ab

terhadap Salmonella typhii (hasil negatif).

B. Saran

Saran yang bisa diberikan adalah bahwa perlu adanya pengujian

lebih lanjut mengenai ada tidaknya Salmonella typhii pada darah

praktikan.

DAFTAR PUSTAKA

 Anonim. 2010. http://www.prodia.co.id

 Anonim.2010. http://www.wido25.blogster.com

 Anonim, 2010. http://beingmom.org/2007/10/demam-tifoid

 Jawetz, Ernest. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

 Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinis. Yogyakarta:

Akademi Analis

 kesehatan Yogyakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

47
IMUNOSEROLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tekhnik pemeriksaan uji widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu

uji hapusan/ peluncuran (slide test) dan uji tabung (tube test). Perbedaannya, uji

tabung membutuhkan waktu inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang

lebih rumit dan uji widal peluncuran hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit

saja yang biasanya digunakan dalam prosedur penapisan. Umumnya sekarang

lebih banyak digunakan uji widal peluncuran. Sensitivitas dan spesifitas tes ini

amat dipengaruhi oleh jenis antigen yang digunakan. Menurut beberapa peneliti

uji widal yang menggunakan antigen yang dibuat dari jenis strain kuman asal

daerah endemis (local) memberikan sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

48
IMUNOSEROLOGI

daripada bila dipakai antigen yang berasal dari strain kuman asal luar daerah

enddemis (import).

Menurut suatu penelitian yang mengukur kemampuan Uji Tabung Widal

menggunakan antigen import dan antigen local, terdapat korelasi yang bermakna

antara antigen local dengan antigen S.typhi O dan H import, sehingga bisa

dipertimbangkan antigen import untuk dipakai di laboratorium yang tidak dapat

memproduksi antigen sendiri untuk membantu menegakkan diagnosis Demam

tifoid.

Pada pemeriksaan uji widal dikenal beberapa antigen yang dipakai sebagai

parameter penilaian hasil uji Widal. Berikut ini penjelasan macam antigen

tersebut :

 Antigen O

Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar

tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida.

Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100°C selama 2–5 jam,

alkohol dan asam yang encer.

 Antigen H

Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela,

fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi

mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa

Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu

60°C dan pada pemberian alkohol atau asam.


Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

49
IMUNOSEROLOGI

 Antigen Vi

Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. typhi (kapsul) yang

melindungi kuman dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid,

akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60°C, dengan

pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui

adanya karier.

 Outer Membrane Protein (OMP)

Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar

membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap

lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan

protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein

OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk

difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan

denaturasi pada suhu 85–100°C. Protein nonporin terdiri atas protein OMP A,

protein a dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya

masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP

S typhi yang sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa.

Kegunaan uji Widal untuk diagnosis demam typhoid masih kontroversial

diantara para ahli. Namun hampir semua ahli sepakat bahwa kenaikan titer

agglutinin lebih atau sama dengan 4 kali terutama agglutinin O atau agglutinin H

bernilai diagnostic yang penting untuk demam typhoid. Kenaikan titer agglutinin

yang tinggi pada specimen tunggal, tidak dapat membedakan apakah infeksi

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

50
IMUNOSEROLOGI

tersebut merupakan infeksi baru atau lama. Begitu juga kenaikan titer agglutinin

terutama agglutinin H tidak mempunyai arti diagnostic yang penting untuk

demam typhoid, namun masih dapat membantu dan menegakkan diagnosis

tersangka demam typhoid pada penderita dewasa yang berasal dari daerah non

endemic atau pada anak umur kurang dari 10 tahun di daerah endemic, sebab pada

kelompok penderita ini kemungkinan mendapat kontak dengan S. typhi dalam

dosis subinfeksi masih amat kecil. Pada orang dewasa atau anak di atas 10 tahun

yang bertempat tinggal di daerah endemic, kemungkinan untuk menelan S.typhi

dalam dosis subinfeksi masih lebih besar sehingga uji Widal dapat memberikan

ambang atas titer rujukan yang berbeda-beda antar daerah endemic yang satu

dengan yang lainnya, tergantung dari tingkat endemisitasnya dan berbeda pula

antara anak di bawah umur 10 tahun dan orang dewasa. Dengan demikian, bila uji

Widal masih diperlukan untuk menunjang diagnosis demam typhoid, maka

ambang atas titer rujukan, baik pada anak dan dewasa perlu ditentukan.

Salah satu kelemahan yang amat penting dari penggunaan uji widal

sebagai sarana penunjang diagnosis demam typhpid yaitu spesifitas yang agak

rendah dan kesukaran untuk menginterpretasikan hasil tersebut, sebab banyak

factor yang mempengaruhi kenaikan titer. Selain itu antibodi terhadap antigen H

bahkan mungkin dijumpai dengan titer yanglebih tinggi, yang disebabkan adanya

reaktifitas silang yang luas sehingga sukar untuk diinterpretasikan. Dengan alas an

ini maka pada daerah endemis tidak dianjurkan pemeriksaan antibodi H S.typhi,

cukup pemeriksaan titer terhadap antibodi O S.typhi.

Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

51
IMUNOSEROLOGI

Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).

Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan

titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).

Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada

pasiendengan gejala klinis khas.

Tes dengan menggunakan antigen salmonella jenis O (somatik) dan H

(flagel) untuk menentukan tinggi rendahnya titer antibody. Titer antibody pada

penderita infeksi tifus akan meningkat pada minggu II. Titer antibody O, akan

menurun setelah beberapa bulan, dan titer antibody H, akan menetap sampai

beberapa tahun. Titer antibody O meningkat segera setelah demam, menunjukan

adanya infeksi salmonella strain O, demikian juga untuk H. ( AY.

Sutedjo,SKM.2006).

Demam tifoid merupakan penyakit internasional, menjangkit 13,5 juta

individu tiap tahunnya. Sejak 1948 kloramfenikol digunakan untuk mengurangi

kasus yang fatal dari 20% menjadi 1%. Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella

typhi merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan masih merupakan

masalah kesehatan di Indonesia. Diagnosis dini demam tifoid sangat

diperlukan agar pengobatan yang tepat dapat segera diberikan, sehingga

komplikasi dapat dihindari. Diagnosis pasti demam tifoid dengan cara mengisolasi

kuman S. typhii, memerlukan waktu yang cukup lama (4–7 hari) dan tidak semua

laboratorium mampu melaksanakannya. Diagnosis demam tifoid sering

ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis dan tes serologis saja (Verma, 2010).

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

52
IMUNOSEROLOGI

Uji widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih

digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Uji

widal dapat dilakukan dengan metode tabung atau dengan metode peluncuran

(slide). Uji widal dengan metode peluncuran dapat dikerjakan lebih cepat

dibandingkan dengan uji widal tabung, tetapi ketepatan dan spesifisitas uji widal

tabung lebih baik dibandingkan dengan uji widal peluncuran (Wardhani, 2005).

Antigen merupakan suatu substansi yang dapat merangsang hewan atau

manusia untuk membentuk protein yang dapat berikatan dengannya dengan cara

spesifik. Antibodi merupakan suatu substansi yang dihasilkan sebagai jawaban

(respon) terhadap antigen yang reaksinya spesifik terhadap antigen tersebut.

Antibodi yang dihasilkan tadi hanya akan bereaksi dengan antigennya atau dengan

antigen lain yang mempunyai persamaan dekat dengan antigen pertama. Antibodi

yang terdapat dalam cairan tubuh biasanya disebut antibodi humoral dan beberapa

diantaranya dapat menghasilkan reaksi yang dapat dilihat dengan mata (visibel).

Antibodi spesifik dibentuk di dalam sel tertentu yang bereaksi secara spesifik dan

langsung terhadap antigen. Antibodi semacam ini dikenal sebagai antigen seluler

(Soenarjo, 1989).

Aglutinasi merupakan reaksi serologi klasik yang dihasilkan gumpalan

suspensi sel oleh sebuah antibodi spesifik yang secara tidak langsung meyerang

spesifik antigen. Beberapa uji telah digunakan secara luas untuk mendeteksi

antibodi yang menyerang penyakit yang dihasilkan mikroorganisme pada serum

dalam waktu yang lama. Fase pertama aglutinasi adalah penyatuan antigen-

antibodi terjadi seperti pada presipitasi dan tergantung pada kekuatan ion, pH dan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

53
IMUNOSEROLOGI

suhu. Fase kedua yaitu pembentukan kisi-kisi tergantung pada penanggulangan

gaya tolak elektrostatik partikel-partikel (Olopoenia dan King, 1999).

B. Maksud dan Tujuan Praktikum

a. Maksud Praktikum

Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu

mengetahui Teknik aglutinasi untuk dapat dilakukan dengan

menggunakan uji tabung (tube test).

b. Tujuan praktikum

 Untuk membantu menegakkan pemeriksaan demam typhoid.

 Mengetahui adanya antibody spesifik terhadap bakteri

Salmonella.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

54
IMUNOSEROLOGI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Uji reaksi Widal menggunakan suspensi bakteri S.typhii dan S.

paratyphi dengan perlakuan antigen H dan O. Antigen ini dikerjakan untuk

mendeteksi antibodi yang sesuai pada serum pasien yang diduga menderita

demam typhoid. Antibodi IgM somatik O menunjukksn awal dan

merepresentasikan respon serologi awal pada penderita demam thypoid akut,

dimana antibodi IgG flagela H biasanya berkembang lebih lambat tetapi tetap

memanjang.

Salmonella sering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan jika

masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Bakteri ni ditularkan dari hewan atau

produk hewan kepada manusia, dan menyebabkan enteris, infeksi sistemik dan

demam enteric. Salmonella merupakan bakteri Gram (-) batang, tidak berkapsul

dan bergerak dengan flagel peritrich. (Soemarno, 2000).

PanjangSalmonella bervariasi, kebanyakan spesies

kecuali Salmonella pullorumgallinarum dapat bergerak dengan flagel peritrich,

bakteri ini mudah tumbuh pada pembenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah

meragikan laktosa dan sukrosa. Bakteri ini termasuk asam dan kadang – kadang
Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

55
IMUNOSEROLOGI

gas dari glukosa dan maltosa, dan biasanya membentuk H 2S. Bakteri ini dapat

hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup lama. Salmonella resisten

terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brilliant, natrium tetratrionat, dan

natrium desoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lainnya. Oleh karena itu

senyawa ini bermanfaat untuk dimasukkan dalam pembenihan yang dipakai

untuk mengisolasi Salmonella dari tinja. (Jawetz, dkk. 1996).

Salmonella pada umumnya harus diidentifikasikan dengan analisa

antigenik seperti Enterobacteriaceae yang lain. Salmonella mempunyai antigen O

dan antigen H, tetapi beberapa diantaranya ada yang memiliki antigen Vi. Antigen

ini dapat mengganggu aglutinasi O atau anti serum O dan berhubungan dengan

virulensi. Bagian paling luar dari dinding sel lipopolisakarida salah satunya adalah

antigen O, yang terdiri dari satuan-satuan lipopolisakarida yang berulang,

sehingga jika kehilangan antigen ini mengakibatkan bentuk koloni yang

seharusnya menjadi kasar. Antigen H terletak pada flagel dan jika kehilangan

antigen H dapat mengakibatkan Salmonella ini tidak dapat bergerak. Kedua

antigen ini dapat digunakan untuk identifikasi Salmonella (Jawetz et al., 1974).

Penyakit tifus yang berat menyebabkan komplikasi pendarahan, kebocoran

usus, infeksi selaput, renjatan bronkopnemonia dan kelainan di otak. Terdapat

gejala penyakit tifus segera di lakukan pemeriksaan laboratorium untuk

menegakkan diagnosa penyakit tifus, koma. Keterlambatan diagnose dapat

menyebabkan komplikasi yang berakibat fatal, sampai pada kematian. Tanda-

tanda dan gejala PA (Paratyphoid fever A) menunjukan tidak spesifitas, jenis

penyakit ini sulit untuk didiagnosa secara akurat. Meskipun diagnosis definitife

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

56
IMUNOSEROLOGI

tetapi, dapat dibuat isolasi SPA (serovar Paratyphi A (SPA), dari spesimen klinis

seperti darah, sumsum tulang, urin atau tinja atau dengan menunjukan

meningkatnya titer O (somatic), H (flagelata), dan A (flagella), ditandai dengan

aglutinasi antibodi dalam sampel serum yang berpasangan (Shukunet.al., 2011).

BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
 Alat
 Tabung han 8
 Rak tabung
 Pipet tetes
 Mikro pipet
 Bahan
 Nacl fisiologis
 Serum thypoid
 Antigen
B. Prosedur kerja
1) Disiapkan 8 tabung khan dan beri label 1-8.
2) Dipipet Nacl fisiologis sebanyak 1,9 ml kedalam tabung nomor 1.
3) Dipipet Nacl fisiologis sebanyak 1ml kedalam tabung 2-8.
4) Untuk tabung no.1 ditambahkan 0,1 ml serum sampel dan

dihomogenkan.
5) Dipindahkan 1ml enceran serum dari tabung no.1 kedalm tabung

no.2 dan homogenkan.


6) Dipindahkan lagi 1 ml enceran serum no.2 ketabung no.3 dilanjutkan

seri pengenceran sampai tabung no.8.


7) Dipindahkan 1ml enceran serum dari tabung no.8 ketabung

lain(dibuang).
8) Pengenceran yang terjadi dari tabung no.1-8 adalah

9) Ditambahkan masing-masing satu tetes reagen tydal (positif pada

metode saring) kedalam tabung no.1-8 campur dengan baik.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

57
IMUNOSEROLOGI

10) Tutup dan inkubasi pada suhu 37 selama 18 jam.


11) Perhatikan ada tidaknya aglutinasi pada tabung.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Interprestasi Hasil :
Positif (+) : Adanya Aglutinasi pada dasar tabung
Negatif (-) : Tidak terjadi Aglutinasi
Hasil :
Pada praktikum yang dilakukan dengan menggunakan 3

antigen yaitu 0,40, dan H setelah inkubasi 37 selama 18 jam,

menggunakan antigen “H”.


Gambar :

B. Pembahasan
Sampel yang diperiksa memperoleh hasil positif sampai

pengenceran ke-5 pada antisera O, dan AO, ini menandakan adanya

antibodi salmonella pada tubuh.


Hasil positif dilanjutkan kepengenceran selanjutnya ini bertujuan

untuk mengetahui kemungkinan bakteri salmonella mencari darah, seperti

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

58
IMUNOSEROLOGI

pemeriksaan yang diperoleh hasil positif samapai pengenceran ke-5 atau

1/320 yang berarti kemungkinan dalam 1 ml darah terdapat 320 kuman

salmonella.

Hasil praktikum menunjukkan bahwa setelah serum praktikan yang

masing-masing terdiri atas 5 µl, 10 µl, 20 µl di tetesi dengan

reagen Salmonella typhii, terbentuk gumpalan pada serum 10 µl karena

tejadi reaksi antara antigen dengan antibodi. Sampel 5 µl dan 20 µl tidak

tebentuk gumpalan karena tidak adanya reaksi antara antigen dengan

antibodi. Hal ini menunjukkan bahwa serum praktikan tidak terinfeksi oleh

bakteri S. Typhii. Kontrol menunjukkan hasil positif setelah ditetesi dengan

reagen, dimana terbentuknya gumpalan atau aglutinasi, hal ini berarti

bahwa serum tersebut terinfeksi oleh bakteri S. Typhii.

Uji widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini

masih digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk

Indonesia. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi

aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran

berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang

ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.

Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan

titer antibodi dalam serum. Uji widal dapat dilakukan dengan metode

tabung atau dengan metode peluncuran (slide). Uji widal dengan metode

peluncuran dapat dikerjakan lebih cepat dibandingkan dengan uji widal

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

59
IMUNOSEROLOGI

tabung, tetapi ketepatan dan spesifisitas uji widal tabung lebih baik

dibandingkan dengan uji widal peluncuran (Wardhani, 2005).

Demam tifoid merupakan penyakit internasional, menjangkit 13,5

juta individu tiap tahunnya. Sejak 1948 kloramfenikol digunakan untuk

mengurangi kasus yang fatal dari 20% menjadi 1% (Verma, 2010).

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan penyakit

infeksi sistemik, bersifat endemis dan masih merupakan masalah

kesehatan di Indonesia. Diagnosis dini demam tifoid sangat

diperlukan agar pengobatan yang tepat dapat segera diberikan, sehingga

komplikasi dapat dihindari. Diagnosis pasti demam tifoid dengan cara

mengisolasi kuman S. typhii, memerlukan waktu yang cukup lama (4–7

hari) dan tidak semua laboratorium mampu melaksanakannya. Diagnosis

demam tifoid sering ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis dan tes

serologis saja. Uji widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai

saat ini masih digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang

termasuk Indonesia. Uji widal dapat dilakukan dengan metode tabung atau

dengan metode peluncuran (slide). Uji widal dengan metode peluncuran

dapat dikerjakan lebih cepat dibandingkan dengan uji widal tabung, tetapi

ketepatan dan spesifisitas uji widal tabung lebih baik dibandingkan dengan

uji widal peluncuran (Wardhani, 2005).

Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas

serta sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya

dalam penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

60
IMUNOSEROLOGI

yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam

tifoid (penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di

seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan

pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-

off point). Mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar

(baseline titer) pada anak sehat di populasi dimana pada daerah endemis

seperti Indonesia akan didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada

anak-anak sehat (Jawetz et al., 1974).

Antigen mempunyai dua atau lebih tempat reaksi atau antigen-

reaction site atau antigen-determinant site, sehingga secara umum dikenal

sebagai substansi yang mempunyai multivalent dan multispesifik.

Imunoglobulin-G (IgG) berstruktur elips memanjang dengan dua atau

lebih permukaan tempat reaksi atau antibody-reaction site yang sama,

yaitu satu pada tiap ujungnya dan mempunyai kemampuan ikatan spesifik

yang dikenal dengan bivalent atau monovalent (Volk, 1992). Interaksi

antigen-ntibodi dibagi dalam 3 kategori yaitu primer, sekunder, dan

tersier. Interaksi primer atau interaksi awal antigen dengan antibodi

merupakan suatu kejadian dasar yang terdiri dari pengikatan molekul

antigen dengan molekul antibodi. Reaksi ini jarang terlihat, deteksi

biasanya dikerjakan dengan reaksi-reaksi sekunder yang merupakan alat

bantu untuk memvisualisasikan reaksi, misalnya presipitasi. Reaksi tertier

merupakan ekspresi biologik dari interaksi antigen-antibodi yang dapat

berguna untuk merusak. Interaksi antigen-antibodi kadang-kadang

dinyatakan sebagai manifestasi tersier. Reaksi-reaksi tersebut adalah

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

61
IMUNOSEROLOGI

merupakan tanda-tanda biologik interaksi antigen-antibodi dan kadang-

kadang berguna pada penderita tetapi kadang-kadang dapat menyebabkan

penyakit karena injuri imunologik (Bellanti, 1993).

Jawetz et al. (1974), menyatakan bahwa antigen mempunyai tiga

struktur utama, yaitu :

1. “H” atau antigen flagelar yang diinaktifkan oleh pemanasan diatas

600C dan bisa juga dengan alkohol dan asam. Antigen ini merupakan

sediaan terbaik untuk uji serologi dengan penambahan formalin pada

kultur motil muda. Antigen H ini mengandung beberapa unsur pokok

imunologi. Di dalam spesies salmonella tunggal, antigen flagelar ini

terbentuk dalam satu atau dua bentuk yang disebut fase 1 dan fase 2.

Organisme cenderung akan bermutasi dari satu fase ke fase lain yang

disebut dengan fase variasi. Antibodi yang berikatan dengan antigen

H adalah IgG.

2. “O” atau antigen somatik yang terbentuk pada permukaan tubuh

bakteri baik dalam bentuk motil maupun non-motil dan resisten

untuk memanjang pada pemanasan 1000C , alkohol dan cairan asam.

Antigen O diambil dari bakteri basil non-motil atau dengan

perlakuan dengan pemanasan dan alkohol. Kandungan sera antibodi

anti-O, seperti aglutinasi antigen yang lambat pada masa granular.

Antibodi terhadap antigen O yang utama adalah IgM.

3. Antigen “Vi” yang ada pada perifer ekstrim tubuh atau pada kapsul.

Antigen ini akan rusak oleh pemanasan selama 1 jam pada suhu 600C
Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

62
IMUNOSEROLOGI

dan oleh asam dan fenol. Kultur yang mempunyai antigen Vi lebih

virulen dari pada yang tidak punyai antigen Vi.

Antibodi-antibodi yang mampu bereaksi dengan antigen dalam

larutan salin disebut dengan antibodi salin atau komplet yang sebagian

besar terdiri atas antibodi IgM. Antibodi yang tidak mampu bereaksi

dalam larutan salin disebut antibodi inkomplet atau antibodi blocking yang

termasuk di sini adalah antibodi IgG. Jenis antibodi 7S IgG tertentu tidak

dapat mengaglutinasi sel darah merah dalam suspensi salin meskipun telah

terikat kuat pada antigen (sel darah merah) (Bellanti, 1993).

Menurut Olopoenia dan King (1999), ada beberapa hal yang akan

menyebabkan hasil aglutinasi Widal menjadi positif maupun negatif. Hal

yang menyebabkan uji aglutinasi Widal menjadi negatif antara lain tidak

adanya infeksi oleh S. typhii, tidak cukupnya inokulum antigen bakteri

pada inang untuk menginduksi produksi antibodi, kesulitan teknis dan eror

dalam penampilan uji, perlakuan antibodi sebelumnya, keragaman

preparasi antigen komersial, dancarrier state. Hal yang akan menyebabkan

hasil aglutinasi Widal menjadi positif antara lain pasien yang dites

menderita demam typhoid, sebelumnya telah diimunisasi dengan

antigen Salmonella, reaksi silang dengan Salmonella non-typhoid,

keragaman dan minimnya standarisasi preparasi antigen komersial, infeksi

dengan malaria atau Enterobacteriaceae lain, dan penyakit lain seperti

dengue. Hasil ulang pemeriksaan widal positif setelah mendapat

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

63
IMUNOSEROLOGI

pengobatan tifus, bukan indikasi untuk mengulang pengobatan bilamana

tidak lagi didapatkan gejala yang sesuai.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang dilakukan hasilnya adalah (-) Negatif.

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil

kesimpulanbahwa:

1. Serum yang mengandung Ab terhadap Salmonella typhii apabila

bereaksi dengan AgSalmonella typhii yang dilekatakan pada partikel,

akan mengalami aglutinasi, karena Ab dalam serum akan mengikat

Ag bakteri Salmonella typhii (hasil positif).

2. Apabila serum penderita tidak mengandung Ab

terhadap Salmonella , maka tidak akan terjadi aglutinasi karena tidak

ada ikatan (interaksi) antara Ag Salmonella dengan Ab

terhadap Salmonella typhii (hasil negatif).

B. Saran

Saran yang bisa diberikan adalah bahwa perlu adanya pengujian

lebih lanjut mengenai ada tidaknya Salmonella typhii pada darah

praktikan.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

64
IMUNOSEROLOGI

DAFTAR PUSTAKA

 Anonim. 2010. http://www.prodia.co.id

 Anonim.2010. http://www.wido25.blogster.com

 Anonim, 2010. http://beingmom.org/2007/10/demam-tifoid

 Jawetz, Ernest. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

 Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinis. Yogyakarta:

Akademi Analis

 kesehatan Yogyakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

65
IMUNOSEROLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Radang sendi atau artritis reumatoid (bahasa Inggris: Rheumatoid

Arthritis, RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat

tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan

peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian,

biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran

sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang.

Penderita RA selalu menunjukkan simtoma ritme sirkadia dari sistem kekebalan

neuroindokrin.

RA umumnya ditandai dengan adanya beberapa gejala yang berlangsung

selama minimal 6 minggu, yaitu:

1. Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60

menit di pagi hari.

2. Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan.

3. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

66
IMUNOSEROLOGI

4. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris

(nyeri pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya

menyerang sendi pergelangan tangan.

5. Pada tahap yang lebih lanjut, RA dapat dikarakterisasi juga

dengan adanya nodul-nodul rheumatoid, konsentrasi rheumatoid

factor (RF) yang abnormal dan perubahan radiografi yang

meliputi erosi tulang.

6. Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin

yang bereaksi dengan molekul IgG. Karena penderita juga

mengandung IgG dalam serum, maka RF termasuk autoantibodi.

Faktor penyebab timbulnya RF ini belum diketahui pasti,

walaupun aktivasi komplemen akibat adanya interaksi RF dengan

IgG memegang peranan yang penting pada rematik artritis

(rheumatoid arthritis, RA) dan penyakit-penyakit lain dengan RF

positif. Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga berupa

IgG atau IgA.

Faktor rematoid dalam darah diukur dengan 2 cara yaitu:

1. Tes Aglutinasi.

Suatu metode aglutinasi ,dimana darah dicampurkan dengan

partikel lateks yang dilapisi oleh antibody IgG manusia.jika darah

tersebut mengandung factor rematoid ,larutan lateks tersebut akan

membentuk gumpalan atau aglutinasi.metode ini baik digunakan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

67
IMUNOSEROLOGI

sebagai tes pertama atau penyaring.jenis tes aglutinasi lain yaitu

dengan menggunakan reagen dari darah domba yang di lapisi oleh

antibody kelinci.jika sample mengandung RF,maka akan terbentuk

aglutinasi.metode ini biasanya digunakan untuk tes konfirmasi.

2. Tes Nephelometry.

Pada metode ini ,darah ang btelah di tes dicampur dengan

antibody reagen.saat sinar laser melalui cuvet yang mengandung

campuran tersebut,akan terukur berapa banyak cahaya yang dapat di

halangi oleh sampel dalam cuvet.makin tinggi kadar Rf,makin banyak

gumpalan yang terbentuk,sehingga sampel menjadi keruh,sehingga

lebih sedikit cahaya yang dapat melalui cuvet.gejala klinik dari RA

antara lain nyeri sendi,pembengkakan sendi,pergerakan

terbatas,kekakuan sendi,dan cepat lelah.diagnosa RA dapat ditegakkan

jika memenuhi 4 dari 6 criteria dibawah ini:1) nyeri sendi pada pagi

hari,2) artristis pada 3 sendi atau lebih,3) artritis pada sendi tangan,4)

artritis yang bersifat simetris,5)serum RF positif,6) perubahan

radiologo pada sendi.indikasi tes RF terutama digunakan untuk

membantu mendiagnosis arthritis rematoid.walaupun Rf tidak sensitive

ataupun spesifik untuk RA,tetapi 80% pasien arthritis rheumatoid

memiliki RF yang positif.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

68
IMUNOSEROLOGI

B. Maksud dan Tujuan Praktikum


a. Maksud Praktikum

Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu

mendeteksi NO.Rf yang terdapat dalam serum

b. Tujuan praktikum

 Untuk mendeteksi NO.Rf yang terdapat dalam serum

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Factor rematoid (RF) petama kali ditemukan oleh Wolker (1940), dan

Rose et.al (1948), sebagai immunoglobulin dalam sera penderita dengan arthritis

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

69
IMUNOSEROLOGI

trematoid yang dapat mengaglutinasi sel darah merah domba yang di lapisi IgG

kelinci.

Factor rematoid adalah suatu antibody (IgG,atau IgA) yang ditunjukan

terhadap IgG (anti IgG), dan berbentuk dalam stadia yang agak lanjut daroi

penyakit arthritis rematoid; biasanya setelah penderita penyakit lebih dari stengah

tahun.

Pathogenesis dari penyakit arthritis rematoid, dan mekanisme

pembentukan factor rematoid masih belum diketahui dengan tepat (masih

merupakan hipotensis).

Arthritis rematoid adalah suatu penyakit radang sendi yang di timbulkan

oleh suatu kelainan pada proses regulasi imun (immune regulation) yang kelainan

imunopatologisnya disebabkan oleh kegagalan dalam koordinasi dari beberapa

fungsi imunitas mediasi seluler (cell mediated immunity) terhadap suatu antigen

di dalam sendi(intra-arthicular) yang berasal dari luar. Antigen penyakit ini sampai

sekarang belum diketahui dengan tepat, dan oleh karena itu sering di sebut antigen

x.

Akhir-akhir ini sering-sering dikemukakan bahwa ada hubungan yang

positif, antara arthritis rematoid dan infeksi dengan virus Epstein-Barr(EBV).

Antigen x yang masuk kedalam sendi akan diproses oleh beberapa sel

imunokompeten dari sinovia sendi sehingga merangsang pembentukan anti bodi

terhadap antigen x tersebut. Antibody yang dibentuk dalam beberapa sendi ini

terutama dari kelas lgG walaupun kelas dari Ab yang lain juga terbentuk.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

70
IMUNOSEROLOGI

Pada beberapa penderita dengan arthritis rematoid, secara genetic,

didapatkan adanya kelainan dari sel liimfosit T-Suppressor-nya sehingga tidak

dapat menekan sel limposit T-Helper. Dengan akibat timbulnya rangsangan yang

berlebihan pada sel plasma sehingga terjadi pembentukan antibody yang

berlebihan pula. Dalam jangkka waktu yang lama hal ini akan menyebabkan

gangguan glikosilsi lgG sehingga terbentuk lgG yang abnormal, dan menimbulkan

pembentukan otoantibodi yang dikenal sebagai factor rematoid (lgG,lgA, lgE,

lgM, dan anti lgG)lgG yang abnormal tersebu akan difagositosis oleh magrofag

atau APC yang lain. Didalam APC ,lgG tersebut akan diproses namun pada orang

normal tidak menimbulkan respon imun sebab bahan yang berasal dari tubuh

sendiri tidak dapat membangkitkan molekul kostimulatoris B7 pada permukaan

APC sehingga tidak dapat terikat pada molekul CD28. Pada penderita rematoid

arthritis,oleh karena HLA-nya terjadi peningkatan kadar molekul kostimulatoris

B7-1 dan B7-2, sehingga dapat mengikat molekul CD-28 dan menimbulkan

respon imun CD4 Th 2 yang menghasilkan otoantibodi ,yaitu anti-lgG atau factor

rematoid.

Umumnya factor rematoid baru terbentuk setelah penderita menderita

penyakit lebih dari 6 bulan , tetapi dapat pula terjadi lebih awal atau sesudah

waktu yang lama. Dalam tahap selanjunya antibody tersebut (terutama lgG) akan

mengadakan ikatan dengan antigen x dalam bentuk kompleks imun lgG.

Kompleks imun ya ng terjadi akan mengaktifkan komplomen dan menimbulkan

kemotaksin yang menarik leukosit polimorfonukleat (PMN) ke tempat

proses.PMN ini akan menadakan fagositosis kompleks imun tersebut, dan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

71
IMUNOSEROLOGI

mengalami kerusakan atau mati dengan akibat pengeluaran enzim lysozim yang

dapat merusak tulang rawan sendi.

Pengendapan kompleks imun disertai komplomen pada dinding sendi juga

dapat menyebabkan kerusakan sendi. Beberapa peneliti melaporkan bahwa

jaringan sinovia sendi (sel dendritik abnormal) yang mengalami artrutis rematoid

mengeluarkan enzim collagenase dalam jumlah yang cukup besar sehingga dapat

menyebabkaan kerusakn tulang rawan sendi yang tak dapat pulih

lagi(irreversible).

BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
 Alat
 Mikropipet .
 Kertas petakan slide.
 Batang pengaduk.
 Bahan
 Reagen LR.
 Reagen PC
 Reagen NC
 Sampel
B. Prosedur kerja
A. Kuantitatif (Tes Penyaring)
1. Dipipet kedalam petak-petak pada slide

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

72
IMUNOSEROLOGI

Sampel Serum 40µ

PC 1 tetes
NC 1 tetes

2. Diteteska LR pada sampel dan kontrol masing-masing 1 tetes

dicampur dengan batang pengaduk dan dilebarkan cairan

keseluruh area dari petakan.


3. Dimiringkan slide bolak-balik selama 2 menit.
4. Setelah 2 menit dibaca hasilnya.

B. Tes Semi Kuantitatif

1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan.

2. Encerkan buffer glisisne dengan aquadest 1 : 9.

3. Susun 5 tabung reaksi dan isi masing-masing tabung dengan

buffer glisine sebanyak 100 ul

4. Tabung kedua ditambahkan 100 ul, homogenkan lalau pindahkan

100 ul ketabung kedua homogenkan dan seterusnya sampai pada

tabung kelima

5. Amati reaksi yang terjadi

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

73
IMUNOSEROLOGI

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
a. Kuantitatif
Interprestasi Hasil :
Jika tampak Aglutinasi berarti menunjukkan RF yang lebih

dari 20 ml dalam serum spesimen yang tidak diencerkan.


b. Semikuantitatif
Interprestasi Hasil :
Pengenceran terakhir yang masih positif aglutinasi

dikalikan dengan konversi 12.


Hasil :

Gambar :

B. Pembahasan

Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin

yang bereaksi dengan molekul IgG. Karena penderita juga mengandung

IgG dalam serum, maka RF termasuk autoantibodi. Faktor penyebab

timbulnya RF ini belum diketahui pasti, walaupun aktivasi komplemen

akibat adanya interaksi RF dengan IgG memegang peranan yang penting

pada rematik artritis (rheumatoid arthritis, RA) dan penyakit-penyakit lain

dengan RF positif. Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga

berupa IgG atau IgA.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

74
IMUNOSEROLOGI

RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Kadar

RF yang sangat tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan

sendi yang berat dan kemungkinan komplikasi sistemik.

RF sering dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti LE,

scleroderma, dermatomiositis, tetapi kadarnya biasanya lebih rendah

dibanding kadar RF pada rematik arthritis. Kadar RF yang rendah juga

dijumpai pada penyakit non-imunologis dan orang tua (di atas 65 tahun).

Uji RF tidak digunakan untuk pemantauan pengobatan karena hasil

tes sering dijumpai tetap positif, walaupun telah terjadi pemulihan klinis.

Selain itu, diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk peningkatan titer yang

signifikan. Untuk diagnosis dan evaluasi RA sering digunakan tes CRP

dan ANA.

Uji RF untuk serum penderita diperiksa dengan menggunakan

metode latex aglutinasi atau nephelometry.

Nilai Rujukan

 ADEWASA : penyakit inflamasi kronis; 1/20-1/80 positif untuk

keadaan rheumatoid arthritis dan penyakit lain; > 1/80 positif

untuk rheumatoid arthritis.

 ANAK : biasanya tidak dilakukan.

 LANSIA : sedikit meningkat.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

75
IMUNOSEROLOGI

Nilai rujukan mungkin bisa berbeda untuk tiap laboratorium,

tergantung metode yang digunakan.

Masalah Klinis

PENINGKATAN KADAR : rematik arthritis, LE, dermatomiositis,

scleroderma, mononucleosis infeksiosa, leukemia, tuberculosis,

sarkoidosis, sirosis hati, hepatitis, sifilis, infeksi kronis, lansia.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

 Hasil uji RF sering tetap didapati positif, tanpa terpengaruh apakah

telah terjadi pemulihan klinis.

 Hasil uji RF bisa positif pada berbagai masalah klinis, seperti

penyakit kolagen, kanker, sirosis hati.

 Lansia dapat mengalami peningkatan titer RF, tanpa menderita

penyakit apapun.

 Akibat keanekaragaman dalam sensitivitas dan spesifisitas uji

skrining ini, temuan positif harus diinterpretasikan berdasarkan

bukti yang terdapat dalam status klinis pasien.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

76
IMUNOSEROLOGI

BAB V
PENUTUP

Kesimpulan

Factor rematoid (RF) petama kali ditemukan oleh Wolker (1940),

dan Rose et.al (1948), sebagai immunoglobulin dalam sera penderita

dengan arthritis trematoid yang dapat mengaglutinasi sel darah merah

domba yang di lapisi IgG kelinci.

Factor rematoid adalah suatu antibody (IgG,atau IgA) yang

ditunjukan terhadap IgG (anti IgG), dan berbentuk dalam stadia yang agak

lanjut daroi penyakit arthritis rematoid; biasanya setelah penderita

penyakit lebih dari stengah tahun.

Pathogenesis dari penyakit arthritis rematoid, dan mekanisme

pembentukan factor rematoid masih belum diketahui dengan tepat (masih

merupakan hipotensis).

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

77
IMUNOSEROLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imunokromatografi assay (ICA) merupakan perluasan yang logis dari

teknologi uji aglutinasi latex yang berwarna yaitu uji serologi yang telah

dikembangkan sejak tahun 1957 singes dan piots untuk penyakit

Arthritisrheumatoid.

Disamping itu imunokromatografi assay (ICA) merupakan uji

laboratorium yang handal sehingga amat dibutuhkan di negara sedang

berkembang. Imunokrimatografi assay tidak membutuhkan alat canggih

(mikroskop kliorogens dan radio conts) untuk membacanya cukup hanya dengan

melihat adanya perubahan warna memakai mata telanjang sehingga jauh lebih

pratktis.

Sel darah yang terinfeksi dengan P.falsifarum membentuk suatu struktur

benjolan yang apat electro pada membran permukaan, struktur yang terbentuk

benjolan tersebut berdiri sendiri dari protein inang maupun parasit,termasuk

protein parasit KAHRP (Knob-asiocited histidin rich protein) dan PLEM-1

(Plasmodium galsifarum erytrosite membarn protein-1) PFEM-1 berperan pad

sitoadhensi (cytoadhesion). Dari SDM yang terinfeksi P.Falsifarum pada

thrombospodin (TSP), dan beberapa reseptor sel endofel, termasuk CD 36, ICAM,

UCAM, dan ELAM.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

78
IMUNOSEROLOGI

Antigen malaria, walaupun amat banayak jenisnya, namun dewasa ini

yang menjadi target dari imunoasi untuk mendeteksi adanya infeksi dengan

parasit malaria, khususnya untuk uji diagnostic cepat (rapid diagnostic test) RDT

hanya ada beberapa saja, yaitu histidine-rich protein-1 (HRP-1) dari P.falsifarum,

parasit- specifik lactate dehydrogenase (PLDH) dan Plasmodium aldolase dari

parasit giycolitik path yang terdapat pada semua spesies.

B. Maksud dan Tujuan Praktikum


a. Maksud Praktikum

 Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu

mengetahui adanya virus dengue dalam tubuh.

b. Tujuan praktikum

Untuk mengetahui adanya virus dengue dalam tubuh.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi Malaria

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

79
IMUNOSEROLOGI

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering

periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh

karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal

b. Etiologi Malaria

Menurut Departemen Kesehatan tahun 2005, penyebab penyakit

malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari genus Plasmodium.

Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4

jenis spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu :

1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang

sering menyebabkan malaria yang berat (malaria serebral

dengan kematian).

2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.

3. Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana.

4. Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale

tetapi jenis ini jarang dijumpai.

a. Siklus Hidup Parasit Malaria.

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit

plasmodium yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk

anopheles betina.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

80
IMUNOSEROLOGI

Ada 4 spesies plasmodium yang menyebabkan penyakit dimanusia.

Yaitu : plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale,

dan plasmodium malaria.

 Transmisi malaria dimulai ketikanyamuk anopheles betina menggigit

manusia yang sudah terinfeksi parasitmalaria. Nyamuk mencerna dara

h yang mengandung gamet jantan dan betina

dari parasit malaria. Di dalam perut nyamuk, gamet itu bergabung

menjadi sel yang disebut zigot. Zigot menembus

dinding lambung nyamuk danberkembang menjadi ookist. Ookist

kemudian membelah dan menghasilkan

ribuan sel yang disebut sporozoit. Sporozoit meninggalkan dinding

lambung dan bermigrasi ke kelenjar saliva nyamuk.

 Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia,

sprozoit yang berada di kelenjar liur

nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah.

Sporozoit menginvasi sel parenkim hati dan menjadi tropozoit hati.

Siklus ini disebut siklus ekso eritrositer.

Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung

berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi

bentuk dorman yang disebut dimulai kembali.

d. Gejala malaria

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

81
IMUNOSEROLOGI

Gejala klinis penyakit malaria sangat khas dengan adanya serangan demam

yang intermiten, anemia sekunder dan splenomegali. Gejala didahului oleh

keluhan prodromal berupa, malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang atau otot,

ano reksia, mual, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di

punggung. Keluhan ini sering terjadi pada P.vivax dan P.ovale,

sedangkan P.falciparum dan P.malariae keluhan prodromal tidak jelas

bahkan gejala dapat mendadak.

Demam periodik berkaitan dengan saat pecahnya schizon matang ( sporolasi ).

Pada malaria tertiana (P.Vivaxdan P. Ovale ), pematangan schizon tiap 48 jam

maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana (P.

Malariae ) pematangannya tiap 72 jam dan peri odisitas demamnya tiap 4

hari. Gejala klasik malaria biasanya terdiri atas 3 (tiga) stadium yang

berurutan, yaitu:

1. Stadium dingin ( Cold stage)

Penderita akan merasakan dingin menggigil yang amat sangat, nadi

cepat dan lemah, sianosis, kulit kering, pucat, kadang muntah. Periode ini

berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya

temperatur.

2. Stadium demam (Hot stage )

Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat

dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 40°C atau lebih, dapat terjadi

syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sa mpai terjadi kejang

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

82
IMUNOSEROLOGI

(anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau

lebih,

3. Stadium berkeringat ( Sweating stage)

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali. Hal ini

berlangsung 2-4 jam. Meskipun demikian, pada dasarnya gejala tersebut

tidak da pat dijadikan rujukan mutlak, karena dalam kenyataannya gejala

sangat bervariasi antar manusia dan antar Plasmodium.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi

malaria, dan lebih sering dijumpai pada penderita daerah endemik

terutama pada anak-anak dan ibu hamil. Derajat anemia tergantung pada

sp esies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena P. falcifarum.

Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. eritrosit

normal tidak dapat hidup lama ( reduced survival time ) dan gangguan

pembentukan eritrosit karena de presi eritropoesis dalam sumsum tulang.

Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala

khas malaria kronik . Limpa merupakan organ penting dala m pertahanan

tubuh terhadap infeksi malaria. Limpa akan teraba setelah 3 hari dari

serangan infeksi akut dimana akan terjadi bengkak, nyeri dan hipere mis.

Pembesaran terjadi akibat timbunan pigmen eritrosit parasit dan ja ringan

ikat bertambah .

Hampir semua kematian akibat penyakit malaria disebabkan

oleh P.falciparum. Pada infeksi P.falciparum dapat menimbulkan malaria

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

83
IMUNOSEROLOGI

berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai

infeksi P.falciprum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi.

e. Diagnosis Malaria

Diagnostik malaria sebagaimana penyakit pada umumnya

didasarkan pada gejala klinis, penemuan fisik, pemeriksaan laboratorium

darah dan uji imunoserologis.

Ada 2 cara diagnostik yang diperlukan untuk menentukan

seseorang itu positif malaria atau tidak yaitu pemeriksaan darah tepi

(tipis/tebal) dengan mikroskop dan deteksi antigen. Meskipun sangat

sederhana pemeriksaan darah tepi dengan mikroskop merupakan gold

standard dan menjadi pemeriksaan terpenting yang tidak boleh dilupakan.

Interpretasi yang didapat dari hasil pemeriksaan darah tepi adalah jenis

dan kepadatan parasit.

Deteksi antigen digunakan apabila tidak tersedia mikroskop untuk

memeriksa preparat darah tepi atau pada daerah yang sulit dijangkau dan

keadaan darurat yang perlu diagnosis segera. Teknik yang di gunakan

untuk deteksi antigen adalah immunokromatografi dengan kertas dipstick

yang dikenal dengan Rapid Diagnostic Test (RDT). Alat ini dapat

mendeteksi antigen dari P. falciparum dan non falciparum terutama P.

vivax .

HCG (hormone charionoc Gonadotronpin) merupakan hormone

yang dihasilkan oleh plasenta yang mencapai puncaknya pada 8 minggu

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

84
IMUNOSEROLOGI

kehamilan kemudian untuk kembali keminggu-mingu berikutnya hormone

ini adalah hormone yang disekresi oleh sel-sel troboflas kedalam cairan

ibu Negara setelah nidasi terjadi. HCG dalam urin dapat digunakan untuk

penentuan kehamilan dengan cara sederhana penentuan kehamilan dengan

menggunkan urin dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara biologis dan

cara immunologic. Percobaan biologic dengan 3 cara yaitu cara ascheim

zondek, cara friendam, dan caragali mainini.Sedangkan pemeriksaan

secara imunologic dapat dilakukan secara langsung dengan cara direct

latex aglutination (DLA) atau cara tidak langsung dengan latex

aglutination inhibitor serta dengan cara hemaglutination inhibitiom (HAI).

BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
 Alat
 Tabung Serologi.
 Strip.
 Centrifuge.
 Bahan
1. Darah lisis
B. Prosedur kerja
1. Dicelupkan ujung bawah I ( sampel pada I STRIP) ke dalam tabung

yang berisi serum/ plasma penderita.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

85
IMUNOSEROLOGI

2. Setelah terjadi perubahan warna pada garis control strip dikeluarkan

dan dicelupkan ketabung berisilarutan buffer.


3. Dibaca dengan kasat mata dan dilihat adanya perubahan warna baik

pada garis pengikat (capture urine) maupun garis control.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil :
Dari praktikum yang dilakukan didapatkan hasil Negatif (-)

Gambar :

B. Pembahasan

Kata “malaria” berasal dari bahasa Itali “ Mal” yang artinya buruk dan

“Aria” yang artinya udara. Sehingga malaria berarti udara buruk (bad air). Hal ini

disebabkan karena malaria terjadi secara musiman di daerah yang kotor dan

banyak tumpukan air (koalisi (a) koalisi org 2001).

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa)

dan genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles.

(Prabowo, 2004: 2)

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

86
IMUNOSEROLOGI

Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dan

genus plasmodium masa tunas atau inkubasi penyakit dapat beberapa hari atau

beberapa bulan. (Dinas kesehatan DKI Jakarta)

Berdasarkan pengertian diatas penyakit malaria adalah penyakit yang

disebabkan oleh infeksi protozoa dan genus plasmodium yang ditularkan melalui

gigitan nyamuk anopheles yang masa inkubasi penyakit dapat beberapa hari

sampai beberapa bulan.

WHO mencatat setiap tahunnya tidak kurang dari 1 hingga 2 juta

penduduk meninggal karena penyakit yang disebarluaskan nyamuk Anopheles.

Penyakit malaria juga dapat diakibatkan karena perubahan lingkungan sekitar

seperti adanya Pemanasan global yang terjadi saat ini mengakibatkan penyebaran

penyakit parasitik yang ditularkan melalui nyamuk dan serangga lainnya semakin

mengganas. Perubahan temperatur, kelembaban nisbi, dan curah hujan yang

ekstrim mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur sehingga vector sebagai

penular penyakit pun bertambah dan sebagai dampak muncul berbagai penyakit,

diantaranya demam berdarah dan malaria.

1. Etiologi

Penyakit malaria disebabkan oleh bibit penyakit yang hidup di

dalam darah manusia. Bibit penyakit tersebut termasuk binatang bersel

satu, tergolong amuba yang disebut Plasmodium. Kerja plasmodium

adalah merusak sel-sel darah merah. Dengan perantara nyamuk anopheles,

plasodium masuk ke dalam darah manusian dan berkembang biak dengan

membelah diri.
Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

87
IMUNOSEROLOGI

Ada empat macam plasmodium yang menyebabkan malaria:

1) Falciparum, penyebab penyakit malaria tropika. Jenis malaria ini

bisa menimbulkan kematian.

2) Vivax, penyebab malaria tersiana. Penyakit ini sukar disembuhkan

dan sulit kambuh.

3) Malaria, penyebab malaria quartana. Di Indonesia penyakit ini tidak

banyak ditemukan.

4) Ovale, penyebab penyakit malaria Ovale. Tidak terdapat di

Indonesia.

Penyebab lain terjadinya penyakit malaria, yaitu :

1) Parasit.

Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan

dua macam siklus kehidupan yaitu:

C. Siklus dalam tubuh manusia.

Sikus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual,

dan siklus ini terdiri dari :

 Fase di luar sel darah merah

Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

88
IMUNOSEROLOGI

dalam bentuk laten di dalam sel hati yang disebut hipnosoit.

Hipnosoit merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang

nantinya dapat menyebabkan kumat/kambuh atau rekurensi (long

term relapse).

Plasmodium vivax dapat kambuh berkali-kali bahkan

sampai jangka waktu 3 – 4 tahun. Sedangkan untuk Plasmodium

ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun apabila pengobatannya

tidak dilakukan dengan baik. Setelah sel hati pecah akan keluar

merozoit yang masuk ke eritrosit (fase eritrositer).

 Fase dalam sel darah merah

Fase hidup dalam sel darah merah / eritrositer terbagi dalam :

 Fase sisogoni yang menimbulkan demam.

 Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang

menjadi sumber penularan penyakit bagi nyamuk

vektor malaria. Kambuh pada Plasmodium falciparum

disebut rekrudensi (short term relapse), karena siklus

didalam sel darah merah masih berlangsung sebagai

akibat pengobatan yang tidak teratur. Merozoit

sebagian besar masuk ke eritrosit dan sebagian kecil

siap untuk diisap oleh nyamuk vektor malaria. Setelah

masuk tubuh nyamuk vektor malaria, mengalami siklus

sporogoni karena menghasilkan sporozoit yaitu bentuk

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

89
IMUNOSEROLOGI

parasit yang sudah siap untuk ditularkan kepada

manusia.

 Fase seksual dalam tubuh nyamuk

Fase seksual ini biasa juga disebut fase sporogoni karena

menghasilkan sporozoit, yaitu bentuk parasit yang sudah siap

untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Lama dan masa

berlangsungnya fase ini disebut masa inkubasi ekstrinsik, yang

sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara. Prinsip

pengendalian malaria, antara lain didasarkan pada fase ini yaitu

dengan mengusahakan umur nyamuk agar lebih pendek dari masa

inkubasi ekstrinsik, sehingga fase sporogoni tidak dapat

berlangsung. Dengan demikian rantai penularan akan terputus

 Nyamuk Anopheles

Penyakit malaria pada manusia ditularkan oleh nyamuk

Anopheles vektor betina. Di seluruh dunia terdapat sekitar 2000

spesies nyamuk Anopheles, 60 spesies diantaranya diketahui

sebagai vektor malaria. Di Indonesia terdapat sekitar 80 jenis

nyamuk Anopheles, 22 spesies diantaranya telah terkonfirmasi

sebagai vektor malaria. Sifat masing-masing spesies berbeda-beda

tergantung berbagai faktor seperti penyebaran geografis, iklim dan

tempat perkembangbiakannya. Semua nyamuk vektor malaria

hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

90
IMUNOSEROLOGI

vektor malaria yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan

Anopheles subpictus), di sawah (Anopheles aconitus) atau di mata

air (Anopheles balabacensis dan Anopheles maculatus). Nyamuk

Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi juga

bias hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang

ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2500 meter

dari permukaan laut. Tempat perkembangbiakannya bervariasi

(tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi menjadi tiga ekosistem

yaitu pantai, hutan dan pegunungan. Biasanya nyamuk Anopheles

betina vektor menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja

hingga subuh. Jarak terbang (flight range) antara 0,5 – 3 km dari

tempat perkembangbiakannya. Jika ada angin yang bertiup

kencang, dapat terbawa sejauh 20 – 30 km. Nyamuk Anopheles

juga dapat terbawa pesawat terbang, kapal laut atau angkutan

lainnya dan menyebarkan malaria ke daerah yang semula tidak

terdapat kasus malaria. Umur nyamuk Anopheles dewasa dialam

bebas belum banyak diketahui, tetapi di laboratorium dapat

mencapai 3 -5 minggu. Nyamuk Anopheles mengalami

metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan nyamuk betina

diatas permukaan air akan menetas menjadi larva, melakukan

pergantian kulit (sebanyak 4 kali) kemudian tumbuh menjadi pupa

dan menjadi nyamuk dewasa. Waktu yang dibutuhkan untuk

perkembangan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2 – 5

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

91
IMUNOSEROLOGI

minggu tergantung spesies, makanan yang tersedia, suhu dan

kelembaban udara.

 Manusia yang rentan terhadap infeksi malaria.

Secara alami penduduk di suatu daerah endemis malaria

ada yang mudah dan ada yang tidak mudah terinfeksi malaria,

meskipun gejala klinisnya ringan. Perpindahan penduduk dari dan

ke daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan

masalah. Sejak dulu, telah diketahui bahwa wabah penyakit ini

sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di daerah

perkebunan dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang

datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan sehingga

rentan terinfeksi.

 Lingkungan

Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan

penyakit malaria di suatu daerah. Adanya danau, air payau,

genangan air di hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan

dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan

kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat

tersebut merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk vektor

malaria.

 Iklim

Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

92
IMUNOSEROLOGI

penularan penyakit malaria. Biasanya penularan malaria lebih

tinggi pada musim kemarau dengan sedikit hujan dibandingkan

pada musim hujan. Pada saat musim kemarau dengan sedikit hujan,

genangan air yang terbentuk merupakan tempat yang ideal sebagai

tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria. Dengan

bertambahnya tempat perkembangbiakan nyamuk, populasi

nyamuk vektor malaria juga bertambah sehingga kemungkinan

terjadinya transmisi meningkat.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

93
IMUNOSEROLOGI

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini yaitu melakukan deteksi kualitatif cepat

histidine-rich protein 2 (HRP2) malaria (P.falciparum) dan lactate dehydrogenase

(pLDH) (P.falciparum, P.vivax, P.ovale dan P.malariae) dalam darah manusia

merupakan cara yang sederhana dan cepat dalam diagnosis infeksi malaria.

Meskipun tes ini sangat bisa diandalkan dalam deteksi HRP2 dan/atau pLDH, ada

kemungkinan hasil yang salah walaupun jarang sekali. Karenanya, diperlukan uji

klinis lain jika hasil yang diperoleh meragukan dengan melakukan tes apusan

darah tebal dan tipis karena hal ini merupakan gold standar dalam mendiagnosis

malaria.
B. Saran

Saran yang bisa diberikan adalah bahwa perlu adanya melakukan tes apusan

darah tebal dan tipis karena hal ini merupakan gold standar dalam mendiagnosis

malaria.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

94
IMUNOSEROLOGI

DAFTAR PUSTAKA

Kristina, Isminah, Wulandari L (2004) "Demam Berdarah Dengue"

Litbang Depkes

http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm.

Diakses pada 10 Agustus 2011.

http://rs-tamanhusada.com/admin/foto_berita/poster-demam-

berdarah.jpg

http://aa-dbd.blogspot.com/2009/12/waspada-demam-berdarah-

dengue.html

http://rahmanbudyono.wordpress.com/2009/01/28/makalah-

kesehatan_db/

http://www.google.com//pengertian penyakit demam berdarah/diakses

tanggal 25 september 2010.

http://www.google.com//pemberantasan penyakit demam

berdarah/diakses tanggal 25 september 2010.

http://id.wikipedia.org/wiki/Demam_berdarah

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

95
IMUNOSEROLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual yang

disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit tersebut ditularkan

melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat laten atau dapat kambuh

lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini

dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang

dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan

menembus selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta

sehingga dapat menginfeksi janin ( Soedarto, 1990 ).

Treponema dapat melewati selaput lendir yang normal atau luka

pada kulit. 10-90 hari sesudah Treponema memasuki tubuh, terjadilah luka

pada kulit primer (chancre atau ulkus durum). Chancre ini kelihatan

selama 1-5 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Tes serologik

untuk sifilis biasanya nonreaktif pada waktu mulai timbulnya chancre,

tetapi kemudian menjadi reaktif sesudah 1-4 minggu atau 2-6 minggu

sesudah tampak luka primer, maka dengan penyebaran Treponema

pallidum diseluruh badan melalui jalan darah, timbulah erupsi kulit

sebagai gejala sifilis sekunder.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

96
IMUNOSEROLOGI

Erupsi pada kulit dapat terjadi spontan dalam waktu 2-6 minggu.

Pada daerah anogenital ditemukan kondilomata lata. Tes serologik hampir

seluruh positif selama fase sekunder ini, sesudah fase sekunder, dapat

terjadi sifilis laten yang dapat berlangsung seumur hidup, atau dapat

menjadi sifilis tersier. Pada sepertiga kasus yang tidak diobati, tampak

manifestasi yang nyata dari sifilis tersier.

B. Maksud dan Tujuan Praktikum


A. Maksud Praktikum

Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu

mendeteksi adanya antibodi non-treponema (reagin) dalam

serum atau plasma pasien secara kualitatif dan semi-kuantitatif.

B. Tujuan praktikum

Untuk mendeteksi adanya antibodi non-treponema

(reagin) dalam serum atau plasma pasien secara kualitatif dan

semi-kuantitatif.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

97
IMUNOSEROLOGI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh

Treponemal palidum.Penularan melalui kontak seksual, melalui kontak

langsung dan kongenital sifilis (melalui ibu ke anak dalam uterus).


Penyakit sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan

menahun walaupun frekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi masih

merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyerang seluruh

organ tubuh termasuk sistem peredaran darah, saraf dan dapat ditularkan

oleh ibu hamil kepada bayi yang di kandungnya. Sehingga menyebabkan

kelainan bawaan pada bayi tersebut. Sifilis sering disebut sebagai “Lues

Raja Singa”.
Gejala dan tanda-tanda sifilis Banyak dari para penderita sifilis

yang tidak menyadari jika mereka terkena sifilis dan karena itu mereka

tidak mendapat pengobatan yang baik. Infeksi terutama didapat apabila

ada kontak langsung dengan luka terbuka sifilis yang sedang aktif.
Sifilis mempunyai beberapa stadium infeksi. Setelah terinfeksi

dengan sifilis, ada masa inkubasi, yaitu masa sampai sebelum timbulnya

gejala luka terbuka yang disebut ”chancre” sekitar 9-90 hari, umumnya

rata-rata saat 21 hari sudah terlihat.


Stadium pertama sifilis bisa ada sebuah luka terbuka yang disebut

chancre di daerah genital, rektal, atau mulut. Luka terbuka ini tidak terasa

sakit. Pembesaran kelenjar limfe bisa saja muncul. Seorang penderita bisa

saja tidak merasakan sakitnya dan biasanya luka ini sembuh dengan

sendirinya dalam waktu 4-6 minggu, maka dari itu penderita biasanya

tidak akan datang ke dokter untuk berobat, tetapi bukan berarti sifilis ini

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

98
IMUNOSEROLOGI

menghilang, tapi tetap beredar di dalam tubuh. Jika tidak diatasi dengan

baik, akan berlanjut hingga stadium selanjutnya.


Stadium kedua muncul sekitar 1-6 bulan (rata-rata sekitar 6-8

minggu) setelah infeksi pertama, ada beberapa manifestasi yang berbeda

pada stadium kedua ini. Suatu ruam kemerahan bisa saja timbul tanpa

disertai rasa gatal di bagian-bagian tertentu,seperti telapak tangan dan

kaki, atau area lembab, seperti skrotum dan bibir vagina. Selain ruam ini,

timbul gejala-gejala lainnya, seperti demam, pembesaran kelenjar getah

bening, sakit tenggorokan, sakit kepala, kehilangan berat badan, nyeri otot,

dan perlu diketahui bahwa gejala dan tanda dari infeksi kedua sifilis ini

juga akan bisa hilang dengan sendirinya, tapi juga perlu diingat bahwa ini

bukan berarti sifilis hilang dari tubuh Anda, tapi infeksinya berlanjut

hingga stadium laten.


Stadium laten adalah stadium di mana jika diperiksa dengan tes

laboratorium, hasilnya positif, tetapi gejala dan tanda bisa ada ataupun

tidak. Stadium laten ini juga dibagi sebagai stadium awal dan akhir laten.

Dinyatakan sebagai sifilis laten awal ketika sifilis sudah berada di dalam

badan selama dua tahun atau kurang dari infeksi pertama dengan atau

tanpa gejala. Sedangkan sifilis laten akhir jika sudah menderita selama dua

tahun atau lebih dari infeksi pertama tanpa adanya bukti gejala klinis. Pada

praktiknya, sering kali tidak diketahui kapan mulai terkena sehingga sering

kali harus diasumsikan bahwa penderita sudah sampai stadium laten.


Sifilis tersier yang muncul pada 1/3 dari penderita yang tidak

ditangani dengan baik. Biasanya timbul 1-10 tahun setelah infeksi awal,

tetapi pada beberapa kasus bisa sampai 50 tahun baru timbul, stadium ini

bisa dilihat dengan tanda-tanda timbul benjolan seperti tumor yang lunak.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

99
IMUNOSEROLOGI

Pada stadium ini, banyak kerusakan organ yang bisa terjadi, mulai dari

kerusakan tulang, saraf, otak, otot, mata, jantung, dan organ lainnya.
Dari segi imunoassai, suatu infeksi dengan T.pallida yang dikenal

sebagai pengobatan dari Sifilis akan menimbulkan 2 jenis antibody sebai

berikut :

Antibodi nontreponemal atau regain sebagai akibat dari sifilis atau

penyakit infeksi yang lain. Antibodi ini baru terbentuk setelah penyakit

menyebar kekelenjar limfe regional dan menyebabkan kerusakan jaringan.

Antibodi ini membrikan reaksi silang dengan beberapa antigen dari

jaringan lain seperti misalnya dengan antigen lipoid dari ekstrak otot

jantung.
Antibodi treponemal yang bereaksi dengan T.pallida dan closely

related Strains. Dalam golongan antibody ini dapat dibedakan 2 jenis

antibody yaitu:

Group Treponemal antibody, yaitu antibody terhadap antigen somatic yang

dimiliki oleh semua Treponemal. Antibodi terponemal yang spesifik, yaitu

antibody terhadap antigen spesifik dari T.pallidum.

BAB II
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
 Alat
 Mikroskop
 Pipet tetes
 Slide
 Stik pengaduk
 rotator
 Bahan
 Serum
 Antigen RPR
 Kontrol positif

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

100
IMUNOSEROLOGI

B. Prosedur kerja
1. Diletakkan satu tetes sampai keatas lingkaran pada slide.
2. Ditambahkan 1 tetes antigen RPR Lateks (150 ml) keatas lingkaran slide.
3. Dilakukan hal yang sama pada kontrol positif.
4. Dilebarkan campuran menggunakan stik pengaduk sampai mengetahui

seluruh area lingkaran.


5. Slide dirotasi dengan rator dsengan kecepatan 100 rpm.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil :
Pada praktikum yang dilakukan dihasilkan hasil (-) Negatif.
Gambar :

B. Pembahasan
Suspensi antigen dalam uji RPF mengandung partikel orang yang

memungkinkan terjadinya flakulasi yang terlibat secara makroskopik.

Antigen yang digunakan siap pakaii segera tidak perlu lagi dilakukan

pengenceran reagen yang belum dibuka mmempunyai masa simpan satu

tahun dianjurkan untuk menyimpan dilemari pendingin begitu dibuka

reagen antigen mempertahankan reaktifitasnya selama 3 bulan jika

disimpan didalam lemari pendingin.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

101
IMUNOSEROLOGI

Sifilis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Treponema Pallidium, cara penularan penyakit sifilis tidak jauh beda

dengan penularan penyakit menular sexual lainya, penularan melalui

cairan tubuh melalui mukosa. Sifilis mempunyai beberapa tingkatan

yang merupakan klasifikasi dari gejala gejala yang timbul. Pengobatan

sifilis dapat dengan pemberian obat obatan antibiotik, pemberian obat

obatan ini tidak memperbaiki bagian yang rusak tetapi hanya pencegah

agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut Pencegahan sifilis dapat kita

lakukan seperti tidak berganti ganti pasangan sexual, menggunakan

kondom saat berhubungan sexual agar memperkecil kemungkinan

tertular penyakit sifilis

B. Saran

Setelah membahas penyakit Sifilis, hal terbesar yang sebaiknya kita

lakukan adalah agar lebih menanamkan perilaku hidup sehat, seperti

kebiasaan sehari hari dan perilaku sex. Dan apabila sudah positif mengidap

harus segera dilakukan pengobatan yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

 Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

102
IMUNOSEROLOGI

http://onlinelibraryfree.com/http://arycomcum.blogspot.com/2009/06/sifili

s.html

 Mochtar Rusram R. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

 Prawirohardjo Sarwono.2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBS

 Prawirohardjo Sarwono.2007. Ilmu Kebidanan Edisi Kedua. Jakarta:YBS

 Sastrawinata Sulaeman R.1981. Obstetri Patolaogi Bagian Obstetri dan

 Ginokelogi. Bandung : Fakultas Kedokteran Universutas Padjajaran

BAB I

PENDAHULUAN

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

103
IMUNOSEROLOGI

A. Latar Belakang
Titer anti Streptolisin O (ASO/ASTO) merupakan pemeriksaan

diagnostik standar untuk demam rheumatik, sebagai salah satu bukti yang

mendukung adanya infeksi Streptococcus .


Titer ASTO di anggap meningkat apabila mencapai 250 unit Tood pada

orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak diatas usia 5 tahun, dan

dapat dijumpai pada sekitar 70 % sampai 80 % kasus “demam rheumatik akut

“.
Sebagian besar dari strain-strain serologik dari Streptococcus Group A

menghasilkan dua enzim hemolitik yaitu Streptolisin O dan S.


Di dalam tubuh penderita, Streptolisin O akan merangsang

pembentukan antibodi yang spesifik yaitu anti streptolisin O (ASTO)

sedangkan yang dibentuk Streptolisin S tidak spesifik.


Reaksi auto imun terhadap Streptococcus secara teori akan

mengakibatkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam rheumatic,

dengan cara :

 Streptococcus group A akan menyebabkan infeksi faring.

 Antigen Streptococcus akan menyebabkan pembentukan antibodi

pada pejamu yang hiperimun.

 Antibodi bereksi dengan antigen Str eptococcus dan dengan jaringan

pejamu yang secara antigen sama seperti Streptococcus.

 Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan pejamu,sehingga

menyebabkan kerusakan jaringan.

(http://bukankuygbiasa.blogspot.com/2010/12/uji-asto.html)

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

104
IMUNOSEROLOGI

Suatu ifeksi oleh β-hemolitic Streptococcus grup A akan merangsang

beberapa sel imunokompeten untun memproduksi beberpea antibody, baik

terhadap beberapa produk ekstraseluler dari kuman

(streptolisin,Hialuronidase,*9 streptokinase, DNAse) maupun terhadap

komponen permukaan dari dinding sel kuman (cell surface membrane

antigen = CSMA). Antibodi terhadap CSMA inilah yang diduga

menyebabkan terjadinya kelainan pada jantung (endokardium) penderita

demam rematik atau pada ginjal penderita glomerulonefritis.

Kelainan terhadap beberapa organ tersebut disebabkan oleh karena

reaksi silang antar antibody terhadap CSMA

denganendokardium atau Glomerular Basement Membrane(GBM) atau

menimbulkan pembentukan kompleks imun Ab-CSMA yang diendapkan

pada glomerulus atau endokardium dan menyebabkan beberapa kerusakan

pada beberapa bagian tubuh tersebut. Sebagian besar dari beberapa bagian

strain serologis dari streptococci grup A mengahasilkan dua enzim hemolitik

yaitu, Streptolisin-O dan S. Didalam tubuh penderita Streptolisin-O akan

merangsang pembentukan antibody yang spesifik, yaitu Streptolisin-O

(ASO) sedangkan antibody yang dibentuk terhadap streptolisin-S tidak

spesifik.

Adanya antibody yang spesifik terhadap streptolisin-O ini kemudian

dipakai sebagai ASO biasanya mulai meningkat 1-4 minggu setelah

terjadinya infeksi. Bila infeksi kemudian mereda, maka titer ASO akan

kembali normal setelah sekitar 6 bulan. Bila titer tidak menurun, suatu

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

105
IMUNOSEROLOGI

infeksi ulangan mungkin terjadi.

(http://masselekang.blogspot.com/2009/06/imunologi.html).

Ada dua prinsip dasar penetuan ASO, yaitu:

1. Netralisasi/penghambat hemolisis

Streptolisin O dapat menyebabkan hemolisis dari sel darah merah,

akan tetapi bila Streptolisin O tersebut di campur lebih dahulu dengan

serum penderita yang mengandung cukup anti streptolisin O sebelum di

tambahkan pada sel darah merah, maka streptolisin O tersebut akan di

netralkan oleh ASO sehingga tidak dapat menibulkan hemolisis lagi.

Pada tes ini serum penderita di encerkan secara serial dan di

tambahkan sejumlah streptolisin O yang tetap (Streptolisin O di awetkan

dengan sodium thioglycolate). Kemudian di tambahkan suspensi sel

darah merah 5%. Hemolisis akan terjadi pada pengenceran serum di

mana kadar/titer dari ASO tidak cukup untuk menghambat hemolisis

tidak terjadi pada pengencaran serum yang mengandung titer ASO yang

tinggi.

2. Aglutinasi pasif

Streptolisin O merupakan antigen yang larut. Agar

dapatmenyebabkan aglutinasi dengan ASO. Maka Streptolisin O perlu

disalutkan pada partikel-partikel tertentu. Partikel yang sering dipakai

yaitu partikel lateks.

Sejumlah tertentu Streptolisin O (yang dapat mengikat 200 IU/ml ASO)

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

106
IMUNOSEROLOGI

di tambahkan pada serum penderita sehingga terjadi ikatan Streptolisin

O – anti Strepolisin O (SO – ASO).

Bila dalam serum penderita terdapat ASO lebih dari 200 IU/ml,

maka sisa ASO yang tidak terikat oleh Streptolisin O akan menyebabkan

aglutinasi dari streptolisin O yang disalurkan pada partikel – partikel

latex . Bila kadar ASO dalam serum penderita kurang dari 200 IU / ml ,

maka tidak ada sisa ASO bebas yang dapat menyebabkan aglutinasi

dengan streptolisin O pada partikel – partikel latex.

Tes hambatan hemolisis mempunyai sensitivitas yang cukup baik ,

sedangkan tes aglutinasi latex memiliki sensitivitas yang sedang. Tes

aglutinasi latex hanya dapat mendeteksi ASO dengan titer di atas 200

IU/ml. (http://bukankuygbiasa.blogspot.com/2010/12/uji-asto.html)

B. Maksud dan Tujuan Praktikum


1. Maksud Praktikum.
Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu mendiagnosa ASO

dalam serum pasien.

2. Tujuan praktikum

Untuk mendiagnosa ASO dalam serum pasien

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

107
IMUNOSEROLOGI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponemal

palidum.Penularan melalui kontak seksual, melalui kontak langsung dan

kongenital sifilis (melalui ibu ke anak dalam uterus).


Penyakit sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun

walaupun frekuensi penyakit ini mulai menurun, tapi masih merupakan penyakit

yang berbahaya karena dapat menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem

peredaran darah, saraf dan dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang di

kandungnya. Sehingga menyebabkan kelainan bawaan pada bayi tersebut. Sifilis

sering disebut sebagai “Lues Raja Singa”.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

108
IMUNOSEROLOGI

Gejala dan tanda-tanda sifilis Banyak dari para penderita sifilis yang tidak

menyadari jika mereka terkena sifilis dan karena itu mereka tidak mendapat

pengobatan yang baik. Infeksi terutama didapat apabila ada kontak langsung

dengan luka terbuka sifilis yang sedang aktif.


Sifilis mempunyai beberapa stadium infeksi. Setelah terinfeksi dengan

sifilis, ada masa inkubasi, yaitu masa sampai sebelum timbulnya gejala luka

terbuka yang disebut ”chancre” sekitar 9-90 hari, umumnya rata-rata saat 21 hari

sudah terlihat.
Stadium pertama sifilis bisa ada sebuah luka terbuka yang disebut chancre

di daerah genital, rektal, atau mulut. Luka terbuka ini tidak terasa sakit.

Pembesaran kelenjar limfe bisa saja muncul. Seorang penderita bisa saja tidak

merasakan sakitnya dan biasanya luka ini sembuh dengan sendirinya dalam waktu

4-6 minggu, maka dari itu penderita biasanya tidak akan datang ke dokter untuk

berobat, tetapi bukan berarti sifilis ini menghilang, tapi tetap beredar di dalam

tubuh. Jika tidak diatasi dengan baik, akan berlanjut hingga stadium selanjutnya.
Stadium kedua muncul sekitar 1-6 bulan (rata-rata sekitar 6-8 minggu)

setelah infeksi pertama, ada beberapa manifestasi yang berbeda pada stadium

kedua ini. Suatu ruam kemerahan bisa saja timbul tanpa disertai rasa gatal di

bagian-bagian tertentu,seperti telapak tangan dan kaki, atau area lembab, seperti

skrotum dan bibir vagina. Selain ruam ini, timbul gejala-gejala lainnya, seperti

demam, pembesaran kelenjar getah bening, sakit tenggorokan, sakit kepala,

kehilangan berat badan, nyeri otot, dan perlu diketahui bahwa gejala dan tanda

dari infeksi kedua sifilis ini juga akan bisa hilang dengan sendirinya, tapi juga

perlu diingat bahwa ini bukan berarti sifilis hilang dari tubuh Anda, tapi

infeksinya berlanjut hingga stadium laten.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

109
IMUNOSEROLOGI

Stadium laten adalah stadium di mana jika diperiksa dengan tes

laboratorium, hasilnya positif, tetapi gejala dan tanda bisa ada ataupun tidak.

Stadium laten ini juga dibagi sebagai stadium awal dan akhir laten. Dinyatakan

sebagai sifilis laten awal ketika sifilis sudah berada di dalam badan selama dua

tahun atau kurang dari infeksi pertama dengan atau tanpa gejala. Sedangkan sifilis

laten akhir jika sudah menderita selama dua tahun atau lebih dari infeksi pertama

tanpa adanya bukti gejala klinis. Pada praktiknya, sering kali tidak diketahui

kapan mulai terkena sehingga sering kali harus diasumsikan bahwa penderita

sudah sampai stadium laten.


Sifilis tersier yang muncul pada 1/3 dari penderita yang tidak ditangani

dengan baik. Biasanya timbul 1-10 tahun setelah infeksi awal, tetapi pada

beberapa kasus bisa sampai 50 tahun baru timbul, stadium ini bisa dilihat dengan

tanda-tanda timbul benjolan seperti tumor yang lunak. Pada stadium ini, banyak

kerusakan organ yang bisa terjadi, mulai dari kerusakan tulang, saraf, otak, otot,

mata, jantung, dan organ lainnya.


Dari segi imunoassai, suatu infeksi dengan T.pallida yang dikenal sebagai

pengobatan dari Sifilis akan menimbulkan 2 jenis antibody sebai berikut :

Antibodi nontreponemal atau regain sebagai akibat dari sifilis atau penyakit

infeksi yang lain. Antibodi ini baru terbentuk setelah penyakit menyebar

kekelenjar limfe regional dan menyebabkan kerusakan jaringan. Antibodi ini

membrikan reaksi silang dengan beberapa antigen dari jaringan lain seperti

misalnya dengan antigen lipoid dari ekstrak otot jantung.


Antibodi treponemal yang bereaksi dengan T.pallida dan closely related

Strains. Dalam golongan antibody ini dapat dibedakan 2 jenis antibody yaitu:

Group Treponemal antibody, yaitu antibody terhadap antigen somatic yang

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

110
IMUNOSEROLOGI

dimiliki oleh semua Treponemal. Antibodi terponemal yang spesifik, yaitu

antibody terhadap antigen spesifik dari T.pallidum.

BAB II
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
 Alat
1. Slide hitam.
2. Dropper/ pipet tetes
 Bahan.
1. Serum.
2. Reagen latex
B. Prosedur kerja
1. Kondisikan reagen dan sampel pada suhu ruangan
2. Meneteskan 1 tetes sampel, 1 tetes control (+), dan satu tetes control

(-) pada alat slide.


3. Tambahkan masing-masing slide dengan ASO latex, homogenkan,

kemudian jalankan waktu.


4. Perhatikan adanya aglutinasi dalam waktu tepat 2 menit.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil :
Pada praktikum yang dilakukan dihasilkan hasil (-) Negatif.
Gambar :

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

111
IMUNOSEROLOGI

B. Pembahasan
Suatu infeksi oleh hemolitik streptococcus grup A akan

merangsang beberapa sel imunokompeten untuk memproduksi beberapa

antibodi, baik terhadap beberapa produk ekstraseluler dari kuman

( streptilisin, hialuronidase, 9 streptokinase, DNA Ase) mau pun terhadap

komponen permukaan dari dinding sel kuman (cell surface membrane

antigen= CSMA). ANTIBODI terhadap CSMA inilah yang diduga

menyebabkan terjadinya kelainan pada jantung (endokardium) penderita

demam rematik atau pada ginjal penderita glomerulonefritis.

BAB V
PENUTUP

Kesimpulan

ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan

paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih

kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut

menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3

antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik /

penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap

streptococcus.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

112
IMUNOSEROLOGI

DAFTAR PUSTAKA

 Anis Purbani, Syafitriani. 2012. ASTO Anti-Streptolisin O.

 https://syafitrianispurbani.wordpress.com/2012/09/06/asto-anti-

streptolisin-o/ diakses pada tanggal 10 Maret 2015.

 Nina Miyora Situmorang, Veronica. 2013. Laporan Praktikum Imunologi.

http://veronica- nina-miyora-situmorang.blogspot.com/2013/05/laporan-

praktihum-imunologi-pemeriksaan.html diakses pada tanggal 10 Maret

2015

 Handojo, Indro. 1982. Serologi Klinik. Surabaya: Fakultas Kedokteran

UNAIR. Nirwana, Ardy Prian. 2012. Streptococcus sp. Available

:http://aaknasional.wordpress.com/2012/07/30/streptococcus-sp/ diakses

pada tanggal 10 Maret 2015.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

113
IMUNOSEROLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga

yang disebut nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup

berdampingan bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia

dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk dianggap

mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh

manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena

nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti

yang dilakukan oleh manusia.


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

114
IMUNOSEROLOGI

kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan

perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti

Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia,

kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan

air laut. .
Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak M Demam

Berdarah Dengue (DBD) kini sedang mewabah, tak heran jika penyakit ini

menimbulkan kepanikan di Masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyakit

ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari Departemen

Kesehatan RI terdapat 14 propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai

dengan Agustus 2005 tercatat jumlah penderita sebanyak 1781 orang dengan

kejadian meninggal sebanyak 54 orang. DBD bukanlah merupakan penyakit

baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun telah menjangkiti 27 provinsi

di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa

meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998

(Tempo, 2004). WHO bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama

bocah-bocah kecil dengan daya tahan tubuh ringkih, terinfeksi demam

berdarah setiap tahun.


B. Maksud dan Tujuan Praktikum
a. Maksud Praktikum

Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu

mengetahui penyebab terjadinya DBD.

b. Tujuan praktikum

Untuk mengetahui penyakit DBD.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

115
IMUNOSEROLOGI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular

yang disebabkan oleh virus dengue, terutama menyerang anak-anak dengan gejala

demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi

menimbulkan renjatan (shock) dan kematian.

Penyebab penyakit ini ialah virus dengue yang sampai sekarang telah

dikenal ada 4 tipe (tipe 1,2,3 dan 4), termasuk dalam group B Arthropod Borne

Viruses (Arbovirosis).

Orang yang terinfeksi virus dengue, dalam tubuhnya akan terbentuk zat

anti (antibodi) yang spesifik sesuai dengan tipe virus dengue yang masuk. Gejala

atau tanda yang timbul ditentukan oleh reaksi antara antibodi yang ada dalam

tubuh dengan antigen yang ada dalam virus dengue yang baru masuk. Orang yang

terinfeksi virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit

demam dengue atau demam yang ringan dengan gejala dan tanda yang tidak

spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

116
IMUNOSEROLOGI

(asymtomatic). Penderita demam dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam

waktu 5 hari tanpa pengobatan. Akan tetapi apabila orang sebelumnya sudah

pernah terinfeksi virus dengue, kemudian terinfeksi lagi virus dengue dengan tipe

lain maka orang tersebut dapat terserang penyakit demam berdarah dengue

(infeksi sekunder).

Patofisiologi utama yang menentukan beratnya penyakit ialah ;

Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma

darah, terjadi hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik

Diagnosis penyakit DBD (Modifikasi# Kriteria WHO)

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus

menerus selama 2-7 hari

2. Tanda-tanda perdarahan

3. Pembesaran hati

4. Trombositopenia (150.000# atau kurang)

5. Hemokonsentrasi ; hematokrit meningkat sebanyak 20% atau lebih

dibanding nilai selama perawatan.

Penerapan kriteria ini 87% diagnosis tepat setelah dikonfirmasi dengan

tes imunologi.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

117
IMUNOSEROLOGI

BAB II
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
 Alat
 Kit Panbio Duo Rapid Strip IgM
 Dan Kit Panbio Duo Rapid Strip IgD
 Bahan
Serum
B. Prosedur kerja
12) Teteskan 75 µl buffer kedalam tabung.
13) Tambahkan 1 µl serum, aduk sebentar.
14) Masukkan strip test.
15) Baca hasil setelah 15-30 menit.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil :
Pada praktikum yang dilakukan dihasilkan hasil (-) Negatif.
Gambar :

B. Pembahasan
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue

yang termasuk dalam virus arbo. Manifestasi klinik dari penyakit ini amat

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

118
IMUNOSEROLOGI

bervariasi, mulai dari penyakit yang amat ringan, demam dengue (DF),

demam berdarah dengue ( DHF). Dan dengue shokk syndrome (DSS,

VIRUS dengue teridiri dari 4 serotipr yaitu DEN-1, DEN-2, DEN 3,DEN-

4 namun antibodi terhadap masing-masing serotype tidak dapat saling

memberikan perlindungan silang.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue

yang termasuk dalam virus arbo. Manifestasi klinik dari penyakit ini amat

bervariasi, mulai dari penyakit yang amat ringan, demam dengue (DF),

demam berdarah dengue ( DHF). Dan dengue shokk syndrome (DSS,

VIRUS dengue teridiri dari 4 serotipr yaitu DEN-1, DEN-2, DEN 3,DEN-

4 namun antibodi terhadap masing-masing serotype tidak dapat saling

memberikan perlindungan silang.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

119
IMUNOSEROLOGI

DAFTAR PUSTAKA

Handojo, Indo. 2004. Imunoassay Terapan Pada Beberapa Penyakit Infeksi.

Surabaya: Airlangga University Press.

Hardjoeno. 2007. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diaggnostik. Cet 5.

Makassar : Hasanuddin University Press.

http://www.indpretest.com/IVD_tests_kits_pic/Medical_diagnostics_samples/IVD

_HCT_tests

Manaba Faizin. 2001. Buku Ajar Patologi Umum. Edisi IV .Makassar

BAB I

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

120
IMUNOSEROLOGI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah Narkoba sudah tidak asing di telinga masyarakat indonesia

pada khususnya bahkan masyarakat dunia pada umumnya. Narkoba namanya

melejit dikalangan kita karena benda tersebut merupakan benda yang dapat

menolong mereka yang sedang mengalami masalah dalam kehidupannya,

menurut mereka narkoba merupakan pahlawan dalam kehidupannya.

Narkoba sudah meresahkan masyarakat kita di Indonesia karena sifat

dari benda ini adalah benda yang apabila di konsumsi secara salah oleh

penggunanya maka akan berakibat fatal, bisa juga mengakibatkan kematian

bagi para penggunanya. Dampak negatif selain kematian, Narkoba akan

merusak sistem saraf bagi para penggunanya sehingga kadang – kadang para

pecandu sering terganggu sistem syarafnya.

Namun dengan ancaman yang akan di rasakan oleh pecandu Narkoba,

para pecandu kebanyakan tidak menghiraukan hal tersebut yang akan

membahayakan keselamatan hidupnya. Mereka malah senang bersahabat

dengan benda terlarang tersebut, bagi mereka Narkoba merupakan sahabat

tanpa jiwa yang memiliki kekuatan dalam menolong mereka ketika mereka

membutuhkannya.

Kasus pecandu narkoba dari tahun ke tahun semakin meningkat, yang

lebih parah lagi kasus pecandu Nakoba dari kalangan remajapun sudah ada.

Hal tersebut menjadi kekhawatiran para orang tua, guru dan pihak lainnya,

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

121
IMUNOSEROLOGI

mereka khawatir dengan hal tersebut karena jika para penerus bangsa ini

kebanyakan para pecandu Narkoba maka masa depan bangsa ini akan suram.

Maka dari itu perlu adanya sosialisasi yang benar mengenai Narkoba dan

upaya pencegahan pengguna Narkoba yang efektif agar hal tersebut tidak

merajalela.

B. Maksud dan Tujuan Praktikum


a. Maksud Praktikum

Praktikum ini dimaksudkan agar mahasiswa mampu

mengetahui ada tidaknya NARKOBA pada pasien.

b. Tujuan praktikum

untuk mengetahui ada tidaknya narkoba pada pasien

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

122
IMUNOSEROLOGI

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain

"narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan

Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif.

Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok

senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut

pakar kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang

biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk

penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu disalahartikan akibat pemakaian di luar

peruntukan dan dosis yang semestinya.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba)

Jenis-jenis Narkoba Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan

Obat/Bahan berbahaya yang telah populer beredar dimasyarakat perkotaan

maupun di pedesaan, termasuk bagi aparat hukum. Sebenarnya dahulu kala

masyarakat juga mengenal istilah madat sebagai sebutan untuk candu atau opium,

suatu golongan narkotika yang berasal dari getah kuncup bunga tanaman Poppy

yang banyak tumbuh di sekitar Thailand, Myanmar dan Laos (The Golden

Triangle) maupun di Pakistan dan Afganistan.

Selain Narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen

Kesehatan RI adalah NAPZA yaitu singkatan dari Narkotika, Pasikotropika dan

Zat adiktif lainnya. Semua istilah ini sebenarnya mengacu pada sekelompok zat

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

123
IMUNOSEROLOGI

yang umumnya mempunyai risiko yang oleh masyarakat disebut berbahaya yaitu

kecanduan (adiksi).

Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam

tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga

bilamana disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan

fungsi sosial. Karena itu Pemerintah memberlakukan Undang-Undang untuk

penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU

No.22 tahun 1997 tentang Narkotika.

(http://bomberpipitpipit.wordpress.com/jenis-jenis-narkoba)

Test didasarkan pada kompetisi penjenuhan IgG anti-narkoba yang

mengandung substrat enzim (ada dalam keadaan bebas di zone S) merupakan

“Antibodi Pendeteksi dalam Strip” oleh narkoba sampel/urine “Antigen dalam

Sample” atau narkoba yang telah dikonjugasi enzim “Antigen dalam Strip Test”

(ada dan terfiksir di zone T). Jika dijenuhi oleh narkoba sampel (sampel positif

narkoba), maka IgG anti narkoba-substrat tidak akan berikatan dengan narkoba-

enzimnya, sehingga tidak terjadi reaksi enzim-subtrat yang berwarna. Sebaliknya

jika tidak dijenuhi (sampel negatif narkoba) atau hanya sebagian dijenuhi (sampel

mengandung narkoba dalam jumlah di bawah ambang batas

pemeriksaan/CUTOFF), maka IgG anti-narkoba-substrat akan berikatan dengan

narkoba-enzimnya secara penuh atau sebagian, sehingga terjadi reaksi enzim-

substrat yang berwarna penuh (gelap) atau lamat-lamat (ragu-ragu).

Valid tidaknya test dikontrol dengan mengikutsertakan pada zone S suatu

kontrol validitas yang berupa IgG goat-substrat. Karena IgG goat bukan antibodi
Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

124
IMUNOSEROLOGI

spesifiknya narkoba, maka baik pada sampel urin yang ada, ada dalam jumlah di

bawah ambang batas pemeriksaan atau tidak ada sama sekali narkobanya,

semuanya tidak akan menjenuhi dan hanya akan mendifusikan IgG goat-substrat

dari zone S ke zone C untuk menemui dan mengikat IgG anti-IgG goat yang

dikonjugasi enzim (KAGE) sehingga terjadi reaksi enzim-substrat yang berwarna

di zone C.

(http://abiluvummi.wordpress.com/2011/01/31/laporan-immunologi-p-narkoba/)

BAB II
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
 Alat
1. Strip test Narkoba
2. Urine
3. Timer
4. Wadah penampung Urine

Bahan
 Sampel
B. Prosedur kerja
1. Simpan sampel pada suhu kamar, lalu buka bungkus strip dan

gunakan sesegera mungkin.


2. Celupkan secara vertical strip pada specimen urine selama 10-15

detik, jangan melebihi batas urine.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

125
IMUNOSEROLOGI

3. Tunggu terbentuknya garis. Baca hasil pada 5 menit, jangan lebih dari

10 menit.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Interprestasi Hasil :
1. Positif : Hanya terbentuk pita pink pada

Control (C).
2. Negative : Terbentuk dua pita pink pada Control

(C) dan pada Test (T).


3. Invalid : Tidak terbentuk pita pink pada

Control (C) dan pada Test (T). atau terbentuk pita pink pada

Test (T) sedangkan pada Control (C) tidak terbentuk pita

pink.
Hasil :

Pada praktikum yang dilakukan dihasilkan hasil (-) Negatif.

Gambar :

B. Pembahasan
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan

berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

126
IMUNOSEROLOGI

oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang

merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.


Dalam Pemeriksaan Narkoba ada beberapa cara salah satunya

dengan menggunakan Rapid Test. Rapis Test ini menggunakan Strip,

dalam Strip Test tersebut ada yang menggunakan 3 Parameter yaitu

Amphetamine (AMP), Marijuana (THC), Morphin (MOP) dan ada

yang menggunakan 6 Parameter yaitu Ampethamine (AMP),

Methampethamine (METH), Cocaine (COC), Morphine (MOP),

Marijuana (THC), Benzodiazephine (BZO). Dalam pemeriksaan kali ini

kita memakai Strip Test dengan 3 parameter.


Strip test telah Dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dibuat

dalam bentuk imunokromatografi kompetitif kualitatif yang praktis, tidak

memerlukan tenaga trampil dan cepat (hasil dapat diperoleh dalam 3-10

menit). Dengan sampel urin teknik ini memiliki sensitivitas sesuai dengan

standard National Institute on Drug Abuse (NIDA, sekarang SAMHSA),

dan dengan spesifisitas 99,7%.


Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan narkoba dengan

mengunakan metode Immunochromatografi Kompetitif dengan 3

parameter pemerikasaan yang ditandai hasil positif dengan terbentuk

hanya 1 garis yaitu pada area control, dan hasil negative dengan terbentuk

2 garis yaitu pada area control dan test, dan invalid apabila terbentuk garis

pada test atau tidak terbentuk sama sekali garis.


Perlu diingat untuk pemeriksaan ini, pembacaan harus dilakukan

saat 5 menit dan tidak boleh melebihi 10 menit karena akan terbentuk hasil

yang positif palsu.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

127
IMUNOSEROLOGI

Pada prkatikum kali ini dilakukan pemeriksaan pada pasien dan di

perolah hasil yang negative yaitu di tandai dengan terbentuk 2 garis yaitu

pada area control dan test.

BAB V
PENUTUP
Kesimpulan

Dari pemeriksaan terhadap pasien di peroleh hasil negative yaitu

ditandai ndengan terbentuk 2 garis yaitu pada area control dan test

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

128
IMUNOSEROLOGI

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Widal

http://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba

http://id.wikipedia.org/wiki/Hepatitis_C

(http://id.wikipedia.org/wiki/HIV)

http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/03/pengertian-test-widal-atau-uji-

widal.html

http://id.wikipedia.org/wiki/hepatitis_B

http://digilib.unimus.ac.id

http://prodia.co.id/imuno-serologi/tpha

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

129
IMUNOSEROLOGI

http://www.djamilah-najmuddin.com/sifilis-pada-wanita

http://bomberpipitpipit.wordpress.com/jenis-jenis-narkoba

http://abiluvummi.wordpress.com/2011/01/31/laporan-immunologi-p-narkoba/

(http://caldoknotes.blogspot.com/2011/03/salah-satu-metode-tes-kehamilan.html)

(http://djjars.blogspot.com/2012/04/tes-kehamilan-dengan-deteksi-

hormon_07.html#.UOu8JGfdJLU

http://www.news-medical.net/health/What-is-the-Hepatitis-C-Virus-

%28Indonesian%29.aspx)

http://gardamd.blogspot.com/2011/10/jenis-jenis-pemeriksaan-hivaids.html

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema

pallidum , yang merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik . selama

perjalanan penyalit ini dapat menyerang seluruh organ tubuh. Angka sifilis di

Amerika Serikat pada tahun 1999 merupakan rekor angka terendah yaitu 2, 3

kasus per 100. 000 orang dan centers for disease control and prevention

( COC) telah menciptakan national paln for syphilis elimination. Factor resiko

yang berkaitan dengan sifilis antara lain adalah penyalahgunaan zat , terutama

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

130
IMUNOSEROLOGI

crack cocaine : pelacuran , tidak adanya perawatan antenatal prenatal , usia

muda status social ekonomi lemah dan banyak pasangan seksual.

Sifilis dapat menyerang seluruh organ tubuh. Perjalanan penyakit dapat

mengalami masa laten tanpa manifestasi klinis, dan menjadi sumber penularan

di masyarakat khususnya wanita penjaja seks (WPS). Penyakit ini dapat

ditularkan kepada bayi di dalam kandungan, dan menyebabkan keguguran,

kelahiran prematur, kecacatan, serta lahir mati. Sifilis yang tidak diterapi dapat

menjadi sifilis lanjut, yaitu sifilis tersier benigna (gumma), sifilis

kardiovaskuler, dan neurosifilis. Selain itu sifilis juga dapat menyebabkan

terjadinya ulkus yang meningkatkan risiko penularan human

immunodeficiency virus (HIV) sebesar 2-9 kali. Eliminasi sifilis menjadi

sangat penting, tidak hanya untuk pencegahan sifilis lanjut, tetapi juga

mencegah penularan dan progresivitas HIV.

B. Tujuan
Untuk mengetahui adanya treponema phalidium dalam serum.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

131
IMUNOSEROLOGI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Sifilis

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema

pallidum , yang merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik . selama

perjalanan penyalit ini dapat menyerang seluruh organ tubuh.

Treponema pallidum
1. Klasifikasi
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Spirochaetes
Class : Spirochaetes
Ordo : Spirochaetales
Familia : Treponemataceae

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

132
IMUNOSEROLOGI

Genus : Treponema

Spesies : Treponema pallidum


B. ETIOLOGI

Penyebab sifilis adalah treponema pallidium, yang ditularkan ketika

hubungan seksual dengan cara kontak langsung dari luka yang mengandung

treponema.

Treponema dapat melewati selaput lendir yang normal atau luka pada

kulit. 10-90 hari sesudah treponema memasuki tubuh, terjadilah luka pada

kulitprimer (chancre atau ulkus durum).

Chancre ini kelihatan selama 1-5 minggu dan kemudian sembuh secara

spontan. Tes serologik untuk sifilis biasanya nonreaktif pada waktu mulai

timbulnya chancre, tetapi kemudian menjadi reaktif sesudah 1-4 minggu. 2-6

minggu sesudah tampak luka primer, maka dengan penyebaran treponema

pallidium diseluruh badan melalui jalan darah, timbulah erupsi kulit sebagai

gejala sifilis sekunde.r

Erupsi pada kulit dapat terjadi spontandalam waktu 2-6 minggu. Pada

daerah anogenital ditemukan kondilomata lata. Tes serologik hampir seluruh

positif selama fase sekunder ini, sesudah fase sekunder, dapat terjadi sifilis

laten yang dapat berlangsung seumur hidup, atau dapat menjadi sifilis tersier.

Pada sepertiga kasus yang tidak diobati, tampak manifestasi yang nyata dari

sifilis tersier.

C. GAMBARAN KLINIK
 Sifilis primer

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

133
IMUNOSEROLOGI

Chancre atau ulkus durum kelihatan pada temmpat masuknya kuman,

10-90 hari setelah terjadinya infeksi. Chancre berupa papula atau ulkus dengan

pinggir-pinggri yang meninggi, padat, dan tidak sakit. Luka tersebut paa alat

genital biasanya terdapat vulva dan terutama pada labia, tetapi bisa juga pada

serviks. Luka primer kadang-kadang terjadi pada selaput lendir atau kulit

ditempat lain (hidung, dada, perineum, dan lain-lain), dan pemeriksaan medan

gelap (dark-field) perlu dilakukan usaha untuk menemukan treponema

pallidium disemua luka yang dicurigai. Tes serologik harus dibuat setiap

minggu selama enam minggu.

 Sifilis sekunder

Gejala pada kulit timbul kira-kira 2 minggu – 6 bulan (rata-rata 6

minggu) setelah hilangnya luka primer. Kelainan yang khas pada kulit bersifat

makulopapiler, folikuler, atau postuler. Karakteristik adalah alopesia rambut

kepala yang tidak rata (month eaten) pada daerah oksipital. Alis mata dapat

menghilang pada sepertiga bagian lateral. Papula yang basah dapat dilihat

pada daerah anogenital dan pada mulut. Papula ini dekenal dengan nama

kondilomata lata, dan mempunyai arti diagnostik untuk penyakit ini.

Kondilomata lata agak meninggi, berbentuk budar, pinggirnya basah dan

ditutup oleh eksudat yang berwarna kelabu. Treponema pallidium dapat

dijumpai pada luka ini dan tes srologik biasanya positif. Limfadeno patia

adalah tanda penting, kadang-kadang splenomegali dijumpai juga. Aspirasi

dengan jarum dari kelenjer limfe yang bengkak pada biasanya menemukan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

134
IMUNOSEROLOGI

cairan yang mengandung treponema pallidium yang dapat dilihat pada

pemeriksaan lapangan gelap.

 Sifilis laten

Tidak mempunyai tanda-tanda atau gejala klinis. Tanda positif hanya

serum yang reaktif, dan kadang-kadang cairan spinal juga reaktif. Jika fase

laten berlangsung sampai 4 tahun, maka penyakit ini tidak menular lagi,

kecuali pada janin yang dikandung wanita yang berpenyakit sifilis.

 Sifilis tersier

Kadang pada vulva ditemukan gumma. Disini ada kecendrungan bagi

gumma untuk menjadi ulkus nekrosis dan indurasi pada pinggirnya.

 Sifilis dan kehamilan

Paling sedikit dua sepertiga dari wanita hamil dengan sifilis berumur

20-30 tahun. Efek sifilis pada kehamilan dan janin terutama tergantung pada

lamanya infeksi terjadi, dan pada pengobatannya. Jika penderita diobati

dengan baik, ia akan melahirkan bayi yang sehat. Jika ia tidak diobati, ia akan

mengalami abortus, atau aborataus prematurus dengan meninggal atau dengan

tanda-tanda kongenital.

Apabila infeksi dengan sifilis terjadi pada hamil tua, maka plasenta

memberikan perlindungan terhadap janin dan bayi dapat dilahirkan sehat.

Apabila infeksi terjadi sebelum plasenta terbentuk dan dilakukan pengobatan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

135
IMUNOSEROLOGI

segera, infeksi pada janin mungkin dapat dicegah. Pada tiap pemeriksaan

antenatal perlu dilakukan tes serologik terhadap sifilis.

 Sifilis Kongenital Dini

Pada sifilis kongenital dini tanda dan gejala yang khas muncul sebelum

umur 2 tahun. Lebih awal munculnya manifestasi klinis,akan lebih jelek

prognosisnya.

Tanda-tanda tersebut adalah


 Lesi kulit terjadi segera setalah lahir, berupa lesi vesikobulosa yang akan

berlanjut menjadi erosi yang tertutup kusta. Lesi kulit yang terjadi pada

beberapa minggu kemudian berupa populoskuamosa dengan distribusa

simetris
 Lesi pada selaput lendir. Selaput lendir hidung, faring dapat terkena serta

mengeluarkan sekresi. Sekresi hidung disertai darah pada bayi baru lahir

merupakan tanda khas sifilis kulit dan selaput lendir

dipenuhi “T.Pallidum”.
 Tulang. Terjadi osteokondritis tulang panjang.walaupun hanya sebagian

ditemukan tanda klinis, hampir semua penderita menunjukkan kelainan

radiologis.
 Anemia hemolitik
 Sistem syaraf pusat,dijumpai kelainan sumsum tulang belakang.
 Sifilis Kongenotal Lanju
Tanda-tanda sifilis lanjut
 Keratitis interstitialis
 Biasanya terjadi pada umur pubertas dan bilateral.Pada kornea timbul

pengaburan menyerupai gelas disertai vaskularisasi sklera.


 Gigi Hutchinson
Kurangnya perkembangan gigi,maka insisor tengah menyerupai tong

disertai takikdan lebih kecil dari nomal.


 Gigi mulberry

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

136
IMUNOSEROLOGI

Pada molar pertama kelainan pertumbuhan pada bagian mahkota


 Gangguan syaraf pusat VIII
 Ketulian biasanya terjadi mendekati masa pubertas tetapi kadang-

kadang terjadi pada setengah umur.


 Neurofilis

Menunjukkan kelainan seperti manifestasi sifilis yang

didapat,peresis lebih sering terjadi dibandingkan pada orang dewasa.

 Tulang

Terjadi sklerosis sehingga tulang kering menyerupai pedang

(sabre). Tulang frontal yang menonjol atau dapat terjadi kerusakan

akibat gomma yang menyebabkan destruksi terutama pada septum

nasi.

 Kulit

Timbul fisira disekitar rongga mulut dan hidung disertai ragado

yang disebut sifilis rinitis infantil.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

137
IMUNOSEROLOGI

BAB III

METODELOGI

A. Waktu dan Tempat

Praktikum Imnunoserologi mengenai “Treponema Pallidum

Hemagglutination (TPHA),yang dilaksanakan hari Kamis,14 Januari

Desember 2016.Bertempat di Laboratorium Politeknik Kesehatan Makassar

Jurusan Analis Kesehatan.

B. Alat dan Bahan

Alat Bahan

( Miropipet Serum
( Tip Isi KIT :
( Mikroplate  TC : mengandung antigen TP yang dilekatkan pada

96 well SDM unggas.


 CS : mengandung SDM unggas.
 Diluent : larutan saline dengan absorbent
 PC serum : (enceran 1:20).Dengan titer sama

1/640:1/2560 pada metode kuantitatif


 Non reaktif CS : (enceran 1:20)

C. Prosedur Kerja
1) Diisi W1 dengan Diluents sebanyak 190 ul.
2) Ditambahkan 10 ul serum pada W1 (neceran 1:20).
3) Dicampur isi W1 dengan menggunakan mikropipet,dan dipindahkan 25 ul

ke W2 dan W3.

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

138
IMUNOSEROLOGI

4) Ditambahakan 75 ul CS kedalam W2 dan 75 ul TC keadalam W3 (enceran

1: 80).
5) Ketuk-ketuk plate.
6) Diinkubasi 45-60 menit pada suhu ruangan (15°-30°C).
7) Selama diinkubasi hindarkan plate dari panas cahaya matahari langsung

dan getaran.
8) Dibaca hasil,hasil akan stabil selama 24 jam jika plate ditutup dan

diobservasi dari atas plate.


D. Interpretasi Hasil
Reaktif (+) : jika terjadi aglutinasi
Non reaktif (-) : tidak terjadi aglutinasi

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

139
IMUNOSEROLOGI

B. Pembahasan

Pada praktikum TPHA yang dilakukan dengan menggunakan metode

kualitatif prinsip yang terjadi ialah adanya antibody spesifik dalam serum

penderita akan bereaksi dengan antigen T.palidium yang dilapiskan pada sel

darah merah. Reaksi positif(reaktif) ditandai dengan adanya aglutinasi

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada praktikum yang dilakukan setelah diinkubasi selama 24 jam pada

suhu ruangan 15°-30°C hasil yang didapatkan ialah negatif.

B. Saran

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

140
IMUNOSEROLOGI

Adapun sehubungan dengan praktikum ini, khususnya ditujukan pada

mahasiswa.Pada pemeriksaan yang dilakukan sebaiknya kebersihan alat yang

digunakan diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

http:www.academia.edu/10445317/MAKALAH_IMUNOLOGI_PEMERIKSAA

N _TPHA_Treponema_pallidum_ Haemaglunation_Assay_Disusun-

Oleh_at_BULLET_Charimastul_Faoziah

http://www.scrib.com/doc/146022484/PEMERIKSAAN-TPHA-makalah#scribd

http://analiskesehatankendariangkatan5.blogspot.oc.id/2013/01/uji-tpha.html

Laporan Praktikum IMUNOSEROLOGI I.....

141

Anda mungkin juga menyukai