Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM II

FISIOLOGI MANUSIA

PENGUKURAN SECARA TAK LANGSUNG TEKANAN DARAH


ARTERI PADA ORANG

Oleh :
LUH ADE LELA ARIKA
183112620120016

JURUSAN S1 BIOLOGI MEDIK


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
2019
A. JUDUL
Pengukuran Secara Tak Langsung Tekanan Darah Arteri Pada Orang
B. ACARA LATIHAN

Percobaan dilakukan pada hari selasa tanggal 8 Oktober 2019 bertempat di


Laboratorium Zoologi Universitas Nasional Jakarta. Percobaan yang dilakukan antara
lain :

1. Pengukuran tekanan darah arteria brachialis pada sikap berbaring, duduk dan berdiri
dengan cara auskultasi dan palpasi
2. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot

C. TUJUAN LATIHAN
Mempelajari penggunaan Sphygmomanometer dalam pengukuran tekanan darah
arteri brachialis dengan cara auskultasi maupun palpasi dan menerangkan perbedaan hasil
kedua pengukuran tersebut. Juga membandingkan hasil pengukuran tekanan darah pada
berbagai sikap berbaring, duduk dan berdiri, menguraikan berbagai faktor penyebab
perubahan hasil pengukuran tekanan darah pada ketiga sikap tersebut. Membandingkan
hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah kerja otot dan menjelaskan berbagai
faktor penyebab perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah kerja otot.

D. DASAR TEORI (TINJAUAN PUSTAKA)

Tekanan darah adalah tekanan dari darah yang dipompa oleh jantung terhadap
dinding arteri. Pada manusia, darah dipompa melalui dua sistem sirkulasi terpisah dalam
jantung yaitu sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik. Ventrikel kanan jantung
memompa darah yang kurang O2 ke paru-paru melalui sirkulasi pulmonal di mana CO2
dilepaskan dan O2 masuk ke darah. Darah yang mengandung O2 kembali ke sisi kiri
jantung dan dipompa keluar dari ventrikel kiri menuju aorta melalui sirkulasi sistemik di
mana O2 akan dipasok ke seluruh tubuh. Darah mengandung O2 akan melewati arteri
menuju jaringan tubuh, sementara darah kurang O2 akan melewati vena dari jaringan
tubuh menuju ke jantung. Tekanan darah diukur dalam milimeter air raksa (mmHg), dan
dicatat sebagai dua nilai yang berbeda yaitu tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik.

1
Tekanan darah sistolik terjadi ketika ventrikel berkontraksi dan mengeluarkan
darah ke arteri atau darah menekan dinding pembuluh darah ke segala arah, oleh Karena
pembuluh darah elastic, ini yang mengakibatkan pembuluh darah menjadi mengembang.
Sedangkan tekanan darah diastolik terjadi ketika ventrikel berelaksasi dan terisi dengan
darah dari atrium atau pembuluh darah akan menyempit kembali, ini menyebabkan darah
terdorong ke depan, dengan demikian aliran darah akan tetap terjadi. Hal ini pula
menjelaskan bahwa ada tekanan sistolik dan diastolik.
Pada pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung ini, dikenal pula
pengukuran secara palpasi dan pengukuran secara auskultasi. Cara palpasi dilakukan
dengan jalan meraba (palpasi) denyut nadi dengan jari telunjuk dan jari tengah. Dengan
cara ini, hanya dapat diketahui tinggi tekanan sistolik saja. Cara auskultasi dilakukan
dengan jalan mendengar (auskultasi) bunyi detak dan desir aliran darah didalam arteri
dengan perantara stetoskop. Dengan cara ini baik tinggi tekanan sistolik maupun tinggi
tekanan diastolik dapat diketahui. Cara auskultasi ditemukan oleh Korotkoft tahun 1905.
Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat spygmomanometer (tensimeter)
dan stetoskop. Ada tiga tipe dari spygmomanometer yaitu dengan menggunakan air raksa
atau merkuri, aneroid, dan elektronik. Tipe air raksa adalah jenis spygmomanometer yang
paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak tersebut terdengar pertama kali adalah
tekanan sistolik. Sedangkan tingkat dimana bunyi detak menghilang adalah tekanan
diastolik. Spygmomanometer aneroid prinsip penggunaannya yaitu menyeimbangkan
tekanan darah dengan tekanan dalam kapsul metalis tipis yang menyimpan udara
didalamnya. Spygmomanometer elekrtonik merupakan pengukur tekanan darah terbaru
dan lebih mudah digunakan dibanding model standar yang menggunakan air raksa, tetapi
akurasinya juga relatif rendah. Sebelum mengukur tekanan darah yang harus diperhatikan
yaitu: jangan minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan, duduk
bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan sejajar dengan
jantung (istirahat), memakai baju lengan pendek, kemudian buang air kecil dulu sebelum
diukur, karena kandung kemih yang penuh dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
Tinggi tekanan darah pada orang dewasa yang normal dalam keadaan istirahat dan
posisi berbaring adalah 120 mmHg untuk tekanan sistolik serta 70 mmHg untuk tekanan
diastolik ( ditulis 120/ 70 mmHg ). Tinggi tekanan darah ini bervariasi antara lain karena
umur, jenis kelamin dan posisi badan atau bagian badan gaya berat.
Pada orang yang berdiri tegak misalnya, tekanan darah arteri pada kaki lebih tinggi dari
pada tekanan arteri di kepala, sedangkan pada orang yang berbaring, tinggi tekanan darah

2
arteri di seluruh badan adalah sama. Dalam hal ini, orang yang berdiri tegak, tekanan
darah arteri di kaki mendapat tambahan tekanan hidrostatis kolom darah di dalam badan
sedangkan di kepala tidak. Pada orang yang berbaring, kolom darah di badan terletak
horizontal (tegak lurus terhadap gaya berat) sehingga pengaruh gaya berat terhadap
seluruh kolom darah adalah sama besarnya.
Faktor-faktor yang menentukan tekanan darah antara lain :
1. Faktor Fisiologis :
a. Kelenturan dinding arteri
b. Volume darah, semakin besar volume darah maka semakin tinggi tekanan
darah.
c. Kekuatan gerak jantung
d. Viscositas darah, semakin besar viskositas, semakin besar resistensi terhadap
aliran.
e. Curah jantung, semakin tinggi curah jantung maka tekanan darah meningkat
f. Kapasitas pembuluh darah, makin basar kapasitas pembuluh darah maka
makin tinggi tekanan darah.
2. Faktor Patologis:
a. Posisi tubuh : Baroresepsor akan merespon saaat tekanan darah turun dan
berusaha menstabilankan tekanan darah
b. Aktivitas fisik : Aktivitas fisik membutuhkan energi sehingga butuh aliran
yang
lebih cepat untuk suplai O2 dan nutrisi (tekanan darah naik)
c. Temperatur : menggunakan sistem renin-angiontensin –vasokontriksi perifer
d. Usia : semakin bertambah umur semakin tinggi tekan darah (berkurangnya
elastisitas pembuluh darah)
e. Jenis kelamin : Wanita cenderung memiliki tekanan darah rendah karena
komposisi tubuhnya yang lebih banyak lemak sehingga butuh O2 lebih untuk
pembakaran
f. Emosi : Emosi Akan menaikan tekanan darah karena pusat pengatur emosi
akan menset baroresepsor untuk menaikan tekanan darah
Tekanan darah normal (normotensi) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah
ke seluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi. Tekanan darah ada
dalam pembuuh darah, sedangkan tekanan darah tertinggi ada dalam arteri terbesar.
Tekanan darah dikatakan tinggi bila lebih besar dari tekanan yang diperlukan untuk

3
memelihara aliran darah yang tetap. Saat tekanan darah di atas normal, saat itu volume
darah meningkat dan saluran darah terasa lebih sempit sehingga untuk dapat menyuplai
oksigen dan zat-zat makanan ke setiap sel di dalam tubuh, jantung harus memompa lebih
keras. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun
(dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien
umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada
umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60
tahun.
E. ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA
1. Alat dan Bahan :
a. Sphygmomanometer dan stetoskop

4
2. Cara Kerja :
a. Pengukuran tekanan darah arteria brachialis pada berbagai sikap
1) Berbaring :
a) Orang percobaan (OP) berbaring terlentang dengan tenang selama 10
menit, untuk mendapatkan keadaan basal.
b) Selama menunggu pasanglah manset sphygmomanometer pada lengan
kanan atas OP.

5
c) Carilah dengan palpasi denyut arteria brachialis pada fossa cubiti dan
denyut arteria radialis pada pergelangan tangan OP.
d) Setelah OP berbaring 10 menit pompakan udara ke dalam manset hingga
kira-kira 20-40 mm Hg di atas nilai normal kemudian secara perlahan-
lahan dikeluarkan udara hingga terdengar fase-fase korotkoff.
Tetapkanlah nilai-nilai tekanan sistolis (cara auskultasi maupun palpasi)
dan tekanan diastolisnya. Ulangi pengukuran ini sebanyak 3 kali untuk
mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah hasilnya.

2) Duduk :
a) Tanpa melepaskan manset OP disuruh duduk. Setelah ditunggu 3 menit
ukurlah lagi tekanan darah brachialisnya dengan cara yang sama. Ulangi
pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan
catatlah hasilnya.

3) Berdiri :
a) Tanpa melepaskan manset OP disuruh berdiri. Setelah ditunggu 3 menit
ukurlah lagi tekanan darah arteria brachialisnya dengan cara yang sama.
Ulangi pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata
dan catatlah hasilnya.
b. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot
1) Ukurlah tekanan darah arteria brachialis OP pada sikap duduk
2) Tanpa melepaskan manset seluruhnya OP berlari di tempat, dengan
frekuensi kurang lebih 120 loncatan/menit selama 2 menit. Segera setelah
selesai OP disuruh duduk dan langsung diukur tekanan darahnya. Ulangi
pengukuran tekanan darah ini tiap menit sampai tekanan darahnya kembali
seperti semula. Catat hasil pengukuran tersebut.

E. HASIL PERCOBAAN
1. Pengukuran tekanan darah arteria brachialis pada berbagai sikap

6
Nama OP : Hilda Vebrina
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 25 Tahun
Berat Badan : 49 kg
Tinggi Badan : 158 cm

Sikap berbaring terlentang :


Secara Auskultasi
Sistole : 120, 110, 120 = 116 mm Hg
Diastole : 80, 80, 80 = 80 mm Hg
Secara Palpasi
Sistole : 120, 115, 110 = 115 mm Hg

Sikap Duduk :
Secara Auskultasi
Sistole : 130, 110, 120 = 120 mm Hg
Diastole : 80, 70, 70 = 73 mm Hg
Secara Palpasi
Sistole : 130, 110, 100 = 113 mm Hg

Sikap Berdiri :
Secara Auskultasi
Sistole : 130, 130, 120 = 127 mm Hg
Diastole : 100, 100, 90 = 97 mm Hg
Secara Palpasi
Sistole : 130, 120, 120 = 123 mm Hg

2. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot


Nama OP : Khatimatul Husna
Jenis Kelamin : Perempuan

Sebelum kerja otot (duduk)


Sistole : 110 mm Hg
Diastole : 70 mm Hg

7
Sesudah kerja otot selama 2 menit : 130/90 mm Hg
Menit ke Sistole Diastole

1 130 90

2 120 80

3 110 80

4 110 70

Pemulihan hingga kembali seperti semula dicapai setelah 4 menit.


F. PEMBAHASAN
1. Pengukuran tekanan darah arteria brachialis pada berbagai sikap
Pada percobaan ini, OP yang diukur tekanan darahnya adalah Hilda Vebrina
yang berjenis kelami perempuan, percobaan pengukuran tekanan darah ini dilakukan
dengan 2 cara yaitu auskultasi dan palpasi dan dilakukan pada berbagai sikap yaitu
berbaring, duduk dan berdiri. Denyut nadi dan tekanan darah pada posisi berbaring
pada saat praktikum merupakan denyut nadi dan tekanan darah yang terendah
dibandingkan pada posisi duduk dan berdiri karena pada posisi berbaring diasumsikan
keadaan istirahat biasanya ketegangan fisik dan psikis menurun. Hasil rata-rata dari
pengukuran tekanan darah pada sikap berbaring secara auskultasi adalah 116/80 mm
Hg sedangkan secara palpasi adalah 115 mm Hg, sikap duduk secara auskultasi
adalah 120/73 mm Hg sedangkan secara palpasi adalah 113 mm Hg dan sikap berdiri
secara auskultasi adalah 127/97 mm Hg sedangkan secara palpasi adalah 123 mm Hg.
Hasil percobaan tersebut sesuai dengan teori yang ada yaitu semakin berat kegiatan
yang dilakukan maka semakin besar denyut nadi yang dihasilkan.
Pada saat berdiri dihasilkan denyut nadi paling besar karena berdiri
memerlukan energi yang lebih besar dan juga pada saat berdiri dipengaruhi gaya
gravitasi yang memperlancar aliran darah sehingga semakin banyak denyut yang
dihasilkan. Hasil pemeriksaan tekanan darah secara auskultasi dan palpasi diperoleh
perbedaan, hal ini dikarenakan pemeriksaan secara auskultasi dengan menggunakan
stetoskop kemungkinan mengurangi dari suara bising sehingga dapat menentukan
tekanan darah sistolik dan diastolik dengan tepat dibandingkan secara palpasi yang
cendrung sulit untuk menentukan kapan denyut pertama teraba. Hasil pemeriksaan

8
tekanan darah dengan berbagai sikap diperoleh perbedaan, hal ini dikarenakan karena
tekanan darah memiliki sifat yang dinamis, pada perubahan setiap posisi tubuh
tekanan darah mengadakan menyesuaian untuk dapat tetap menunjang kegiatan tubuh
sehingga mengalami fluktasi.
2. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot
OP yang melakukan percobaan ini adalah Khatimatul Husna yang berjenis
kelamin perempuan, diperoleh hasil tekanan darah setelah kerja otot adalah 110/70
mm Hg dan sesudah kerja otot adalah 130/90 mm Hg dan waktu pemulihan yang
diperlukan untuk mencapai tekanan darah seperti semula adalah 4 menit. Hasil
pemeriksaan tekanan darah pada sebelum dan sesudah kerja otot mengalami
perubahan yakni lebih tinggi setelah melakukan kerja otot, hal ini karena pengaruh
panas terhadap denyut nadi, iklim kerja panas dapat menyebabkan beban tambahan
pada sirkulasi darah. Pada saat melakukan kerja fisik yang berat maka darah akan
mendapatkan beban tambahan karena harus membawa oksigen ke bagian otot yang
sedang bekerja. Disamping itu darah juga harus membawa panas dari dalam tubuh ke
permukaan kulit, hal demikian juga merupakan beban tambahan bagi jantung yang
harus memompa darah lebih banyak lagi. Akibat dari pekerjaan ini maka frekuensi
denyut nadipun akan meningkat.
G. KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
a. Pengukuran tekanan darah arteria brachialis pada berbagai sikap
Pada waktu berbaring darah dapat kembali ke jantung dengan mudah
karena arah peredaran darah horizontal sehingga tidak terlalu melawan gravitasi
dan tidak terlalu memompa, karena pada saat berbaring tekanan darah akan rendah
(ketegangan fisik dan psikis menurun dan dalam fase istirahat), keadaan istirahat
mempengaruhi tekanan darah. Sedangkan pada posisi duduk tubuh kita dalam
posisi diantara berdiri dan berbaring maka angka tekanan darahnya akan berkisar
diantara posisi berbaring dan berdiri atau tekanan darah cendrung stabil karena
pada saat duduk sistem vasokontraktor simpatis teransang melalui saraf rangka
menuju otot-otot abdomen. Dan saat berdiri tekanan darah akan meningkat karena
berdiri membutuhkan energi yang lebih banyak dari berbaring dan juga pada saat
berdiri dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang memperlancar aliran darah sehingga
semakin banyak denyut yang dihasilkan, maka dari itu tekanan darah pada posisi
berdiri menjadi tinggi dan lebih tinggi dari pada posisi duduk sebelumnya.

9
b. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot
Terjadi peningkatan tekanan arteri pada saat setelah tubuh bergerak.
Peningkatan terjadi karena adanya pencetusan simpatis dan vasokonstriksi
sebagian besar pembuluh darah.
2. SARAN
Jadi pengukuran tekanan darah menggunakan cara palpasi dapat digunakan
sebagai alternatif pengukuran tekanan darah dalam keadaan darurat walaupun hanya
didapat tekanan sistolnya saja.

DAFTAR PUSTAKA

10
Dra.Noortiningsih, MS. 2015.Modul Praktikum Fisiologi Hewan & Manusia. Edisi Keempat.
Jakarta : Universitas Nasional.

Rifais A. 2014. Mengukur tekanan darah secara tak langsung pada manusia. Universitas
Udayana. Diunduh pada 14 oktober 2019
https://www.academia.edu/9555872/Laporan_Praktikum_Mengkur_Tekanan_Darah_
Secara_Tak_Langsung_Pada_Manusia

Amiruddin M A et all. 2015. Analisa hasil pengukuran tekanan darah antara posisi duduk dan
posisi berdiri pada mahasiswa semester vii (tujuh) ta. 2014/2015 fakultas kedokteran
universitas sam ratulangi. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 3, Nomor 1. Diunduh
pada 14 oktober 2019
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/viewFile/6635/6171

https://kurwindakristi.wordpress.com/2012/03/04/pengukuran-tekanan-darah-arteri-secara-
tidak-langsung/

https://www.scribd.com/upload-
document?archive_doc=94661746&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A%22
archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C%22action%22%3A%
22download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform%22%3A%22web%22%
7D

11

Anda mungkin juga menyukai