Oleh
Nama
NIM
: P07120114033
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKANAN DARAH AKIBAT TERPAPAR DINGIN
I. Tujuan
1.
2.
3.
4.
(berbakat) akan mengalami hipertensi atau sudah dalam permulaan proses hipertensi
II. Alat dan bahan
a. Spygmomanometer dan balut riva rocci
b. Stetoskop
c. Waskom isi air es
III.
Cara kerja
Pengukuran tekanan darah arteri dalam praktikum ini didasarkan atas cara pengukuran
tekanan darah arteri yang dianjurkan oleh American Heart Assosiation. Orang yang akan
diukur tekanan darahnya disuruh berbaring dengan tenang kemudian lengan atas
probandus dibalut dengan balut riva rocci. Pembalutan harus cukup ketat dan balut harus
cukup lebar adar didapatkan hasil pengukuran yang benar.
Pengukuran melakukan palpasi pada nadi pergelangan tangan probandus. Setelah
denyut nadi teraba, udara dipompa ke dalam balut riva rocci sampai denyut nadi
menghilang. Pada saat ini, arteri brachialis sudah terjepit sehingga aliran darah di
dalamnya terhenti. Pemompaan udara diteruskan sedikit lagi dan pemeriksa meletakkan
ujung bagian dada stetoskop di atas lipatan siku probandus di luar balut. Setelah ujung
bagian dada stetoskop terletak dengan baik di lipatan siku probandus, keran pada pompa
udara dibuka dan udara mengalir keluar dari dalam balut riva rocci sementara pemeriksa
mendengar pada stetoskop dengan seksama.
Pada suatu saat terdengar bunyi detak seperti bunyi detak jantung. Bunyi ini
ditimbulkan oleh benturan aliran darah pada balut riva rocci. Setelah terdengar beberapa
detak, timbullah suara mendesis mengiringi detak. Desis ini dikenal dengan istilah bising
koroktroff. Bising ini terdengar makin keras semakin banyak udara yang dikeluarkan dari
dalam balut riva rocci. Bising ini akan menjadi redup dan kemudian menghilang. Udara
yang terdengar di dalam balut riva rocci terus mengalir keluar sampai akhirnya balut
kempis.
1
hasil rata-ratanya.
Dasar teori
Mengukur tekanan darah
Dalam penggunaan klinik, tekanan darah biasanya mengenai tekanan dalam arteri
yang dibangkitkan ventrikel kiri ketika sistol dan tekanan sisa dalam arteri-arteri ketika
ventrikel sedang dalam keadaan diastol. Tekanan darah biasanya diukur dalam arteri
brachialis pada lengan kiri. Alat yang digunakan adalah sphygmomanometer.
Tekanan darah merupakan besaran yang sangat penting dalam dinamika peredaran
2
darah (hemodinamika). Tinggi tekanan darah pada berbagai macam pembuluh darah
tidak sama. Tekanan darah pada arteri lebih tinggi daripada tekanan darah pada vena.
Pada pemeriksaan fisik seorang klien, pengukuran tekanan darah arteri menjadi suatu
keharusan disamping pemeriksaan lain.
Hingga kini telah dikenal dua macam cara pengukuran tekanan darah arteri, yaitu:
1. Pengukuran tekanan darah arteri secara langsung (direct method)
2. Pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung (indirect method)
Pengukuran tekanan darah arteri secara langsung dilakukan dengan jalan menembus
arteri (cara invasif) dan kemudian memasukkan salah satu ujung sebuah pipa (tube,
catheter) ke dalam arteri tersebut. Ujung pipa yang lain dihubungkan dengan sebuah
manometer. Dengan demikian tinggi tekanan darah di dalam arteri dapat diukur.
Pengukuran tekanan darah arteri secara langsung ini dilakukan hanya di laboratorium
dan dilakukan bila perlu, misalnya untuk mendapatkan data hemodinamik yang teliti
untuk keperluan pembedahan jantung.
Pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung dilakukan dengan teknik yang
sederhana, tanpa menembus arteri dan dapat dilakukan di mana saja jika diperlukan.
Pengukuran tekanan darah arteri baik secara langsung maupun tak langsung bertujuan
untuk mengetahui tinggi tekanan darah arteri ketika sistol ventrikel dan diastol. Kadangkadang perlu diketahui tinggi tekanan darah arteri rata-rata.
Tinggi tekanan darah ini adalah:
TR = TD + 1/3 (TS-TD) mmHg
TR= Tinggi tekanan darah arteri rata-rata
TS= Tinggi tekanan sistolik
TD= Tinggi tekanan diastolik
Pada pengukuran tekanan darah arteri secara tidak langsung dikenal pula pengukuran
secara palpatoar dan auskultatoar. Cara palpatoar dilakukan dengan jalan meraba
(palpasi) denyut nadi dengan jari telunjuk dan jari tengah. Dengan cara ini dapat
diketahui tinggi tekanan sistolik saja. Cara auskultator dilakukan dengan mendengar
bunyi detak dan desir aliran darah di dalam arteri melalui stetoskop. Dengan cara ini
tinggi tekanan sistolik maupun diastolik dapat diketahui. Cara auskultatoar ini ditemukan
oleh Korotkrof pada tahun 1905 dan sampai sekarang masih tetap digunakan orang.
Biasanya kedua cara tersebut dipakai bersama-sama sesuai keperluan.
3
Variasi tinggi tekanan darah arteri karena posisi atau bagian badan disebabkan karena
gaya berat.
Orang yang berdiri tegak tekanan darah arteri pada kaki lebih tinggi dari tekanan
darah arteri pada kepala. Orang yang berbaring tinggi tekanan darah arteri di seluruh
badan adalah sama. Dalam hal ini, tekanan darah arteri orang yang berdiri tegak
mendapat tambahan tekanan hidrostatis kolom darah dalam badan sedangkan di bagian
kepala tidak mendapat tambahan.
Pada berat jenis darah yang nomal, tinggi tekanan darah hidrostatis ini adalah
0,77mmHg pada arah gaya berat. Dengan demikian jika tinggi tekanan darah arteri rata
rata di kaki yang letaknya 105cm di bawah jantung adalah 100 + (105 x 0,77)mmHg
sedangkan tinggi tekanan darah arteri ratarata di kepala yang letaknya 50 cm di atas
jantung adalah 100 (50 x 0,77 mmHg) = 62 mmHg. Pada orang yang berbaring, seluruh
badan terletak pada bidang horisontal sehingga tekanan darah arteri rata-rata di
sepanjang badan sama tingginya.
Tekanan darah akibat terpapar dingin
Mekanisme perkembangan hipertensi esensial yang diketahui sampai sekarang melalui
1) Vasokonstriksi yang terlalu sering dan atau terlalu lama disebabkan oleh jawaban
sistem saraf simpatis yang berlebihan terhadap pacuan dari luar
2) Vasokonstriksi karena tertimbunnya ion Ca di dalam sitoplasma otot polos pada
tunika media akibat kelainan membran
3) Hipervolemi yang disebabkan oleh kelainan ginjal genetik yang meretensi ion Ca
dan air. Hipervolemi menyebabkan naiknya curah jantung sehingga menaikkan
tekanan darah. Kenaikan tekanan darah akibat hipervolemi akan menekan dinding
pembuluh darah (menaikkan tekanan transmural) sehingga secara miogenik otot
pembuluh darah akan berkontraksi. Dengan demikian akan terjadi vasokonstriksi.
Kedua hal tersebut makin lama akan mengakibatkan hipertrofi otot polos di tunika
media sehingga vasa menjadi lebih tebal. Jika vasa dengan dinding ini berkontraksi
maka tingkat pengecilan lumen menjadi lebih besar sehingga lumen pembuluh darah
menjadi lebih kecil daripada jika dinding vasa tidak tebal pada tingkat kontraksi
4
yang sama. Akibat vasokontraksi yang tebal adalah kenaikan tekanan darah yang
lebih tinggi dibanding yang tidak tebal.
Vasokontriksi pada umumnya dapat ditimbulkan secara refleks dengan memasukkan
satu tangan ke dalam air dingin. Jika hal ini mengakibatkan kenaikan tekanan darah
yang tinggi berarti:
1) Saraf simpatis mengadakan jawaban yang berlebihan atau
Nama
Usia
Jenis kelamin
: Arista
: 14 tahun
: Perempuan
II.
Nama
Usia
Jenis kelamin
: Luluk Putri
: 19 tahun
: Perempuan
III.
Nama
Usia
Jenis kelamin
: Barata
: 39 tahun
: Laki-laki
IV.
Nama
Usia
Jenis kelamin
: Dwi Sutarti
: 47 tahun
: Perempuan
V.
Nama
Usia
Jenis kelamin
: Dul Rochyat
: 50 tahun
: Laki-laki
Tabel Pengamatan
Subjek
Nama
Usia
(tahun)
Jenis
kelamin
Sebelum
Berdiri
Duduk
Setelah
Berbaring
Perbedaan
tekanan diastol
Arista
14
Perempuan
100/60
90/70
100/70
100/60
<10mmHg (sama)
II
Luluk Putri
19
Perempuan
120/70
110/70
110/70
130/80
10mmHg
III
Barata
39
Laki-laki
120/80
120/70
120/70
130/90
10mmHg
IV
Dwi Sutarti
47
Perempuan
100/60
100/70
90/70
110/70
10mmHg
Dul Rochyat
50
Laki-laki
110/80
100/80
100/80
110/80
<10mmHg (sama)
Naracoba I menunjukkan hasil tekanan darah yang sama sebelum terpapar dingin dan setelah
terpapar dingin selama 6 menit pada posisi yang sama yaitu berbaring. Tidak ada kenaikan
tekanan darah yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa naracoba I termasuk golongan
hiporeaktor karena kenaikan tekanan diastolnya kurang dari 10mmHg atau tidak terjadi
kenaikan tekanan diastol.
Naracoba II menunjukkan kenaikan tekanan darah pada posisi yang sama sebelum terpapar
dingin dan setelah terpapar dingin selama 2 menit. Terjadi kenaikan tekanan diastol sebesar
10mmHg, dari 70mmHg menjadi 80mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa naracoba II
termasuk dalam golongan normoreaktor karena terjadi kenaikan tekanan diastol sebesar
10mmHg.
Naracoba III terjadi kenaikan tekanan darah setelah terpapar dingin selama 5 menit. Kenaikan
tekanan diastol yang terjadi sebesar 10mmHg yaitu dari 80mmHg menjadi 90mmHg. Hal ini
menunjukkan bahwa naracoba III termasuk dalam golongan normoreaktor karena terjadi
kenaikan tekanan diastol sebesar 10mmHg.
Naracoba IV menunjukkan terjadinya kenaikan tekanan darah sebelum terpapar dingin dan
setelah terpapar dingin selama 7 menit dilihat pada posisi yang sama yaitu berbaring. Terjadi
kenaikan tekanan diastol sebesar 10mmHg, dari 60mmHg menjadi 70mmHg. Hal ini
menunjukkan bahwa naracoba IV termasuk dalam golongan normoreaktor karena terjadi
kenaikan tekanan diastol namun masih dalam batas normal yaitu sebesar 10mmHg.
Naracoba V tidak terjadi kenaikan tekanan darah. Tekanan diastol sebelum terpapar dingin
maupun setelah terpapar dingin selama 5 menit menunjukkan hasil yang sama yaitu sebesar
80mmHg. Tidak terjadi kenaikan tekanan diastol, hal ini menunjukkan bahwa naracoba V
termasuk ke dalam golongan hiporeaktor.
Kesimpulan
Naracoba :
I
II
III
IV
Semua naracoba tidak termasuk dalam golongan hiperreaktor. Jadi dari hasil percobaan dapat
disimpulkan bahwa di antara semua naracoba tidak ada yang secara genetik berpotensi
mengalami hipertensi di kemudian hari.