Anda di halaman 1dari 13

PEMASARAN INTERNASIONAL

(Pasar Multidomestik Versus Pasar Global, Gambaran Umum Pasar Global,


Global Targeting, Global Positioning, Global Branding,
Local Brand versus Global Brands)

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah


Manajemen Pemasaran Internasional

Dosen Pengampu :
Oktaria Ardika Putri, S.Si.,M.M

Oleh :

Asti Amelia Sari (931401016)


Indah Permatasari (931405016)
Riska Siti Miknaah (931406116)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun
tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini ditulis penulis sebagai tugas Mata Kuliah Pemasaran
Internasional. Dan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pemasaran
dalam lingkup yang lebih luas yaitu dalam lingkup global dan lebih mengetahui
brand lokal.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca.Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

Kediri, 20 September 2019

Kelompok 3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………...…………... i


Daftar Isi ……………………………………………………….……………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah …….........................................................................1
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………..... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pasar Multi Domestik Versus Pasar Global …………………………….
B. Gambaran Umum Pasar Global ………………………………………..
C. Global Targeting ………………………………………………….…….
D. Global Positioning …………………………………………………..…..
E. Global Branding ………………………………………………………..
F. Local Brand Versus Global Brand …………………………………….

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ……………………………………………………….….....
B. Saran …………………………………………………………………….

Daftar Pusaka ……………………………………………………………..……


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Strategi utama dalam pemasaran global berkenaan dengan
proses segmentasi, penepan pasar sasaran, dan positioning produk sedemikian
rupa, sehingga produk peusahaan dipersepsikan unik dan unggul dibandingkan
produk para pesaing. Selain itu, penentuan merek global juga merupakan
keputusan kritis yang dalam banyak kasus pada kesuksesan perusahan global
dalam jangka panjang.
Dalam konteks pemasaran global, segmentasi pasar merupakan upaya
mengidentifikasi dan mengkategorisasi kelompok pelanggan dan negara
berdasarkan berbagai karakteristik yang berpengaruh pada reaksi kelompok
bersangkutan terhadap stimulus pemasaran. Targeting adalah proses pengevaluasi
segmen pasar dan memusatkan upaya pemasaran pada negara, kawasan atau
kelompok orang yang memiliki potensi signifikan untuk bereaksi secara positif
terhadap stimulus pemasaran dari perusahaan. Proses targeting mencerminkan
kenyataan bahwa perusahan harus mengidentifikasi pelanggan yang dapat diakses
dan dilayani secara efektif dan efisien. Dalam bab ini, pembahasan akan
dipusatkan pada aspek STP (Segmentation, Targeting, Positioning)
dan branding dalam konteks pemasaran global.

B. Rumusan Masalah

1. Apa penjelasan tentang pasar Multidomestik versus Pasar Global?


2. Bagaimana Gambaran Umum pasar global ?
3. Apa penjelasan tentang global targeting ?
4. Apa penjelasan tentang Positioning ?
5. Apa penjelasan tentang Global Branding ?
6. Apakah yang dimaksud dengan Local Brands Versus Global Brands ?

C. Tujuan
1. Agar dapat mengerti tentang penjelasan pasar Multidomestik versus Pasar Global
2. Agar dapat mengerti tentang penjelasan Gambaran Umum pasar global
3. Dapat mengetahui penjelasan tentang global targeting
4. Agar dapat mengerti tentang positioning
5. Agar dapat mengerti tentang Global Branding
6. Dapat mengetahui tentang Local brands versus Global brands

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pasar Multidomestik versus Pasar Global


Konsumen di negara yang berbeda cenderung berpikir, berbicara, dan produk
penting sikap, dan norma sosial juga bervariasi antar negara. Seberapa penting
persepsi terhadap kualitas, sikap terhadap produk buatan luar negeri, dan sejauh mana
konsumen cenderung mematuhi norma-norma sosial, berpengaruh besar terhadap
perbedaan proses pembelian yang di lakukan oleh konsumen diberbagai negara.
Contonya, konsumen australia mulai cenderung menyukai produk buatan dalam
negeri yang dilabeli “Australian-made”, “Australian-owned”, dan sejenisnya.
Sementara itu, konsumen di banyak negara berkembang cenderung lebi menyukai
produk-produk buatan luar negeri, terutama dari Amerika, Jepang, Inggiris, Jerman,
dan negara maju lainnya.

Selain itu, preferensi dalam hal warna, rasa, bentuk, ukuran, dan sejenisnya juga
berbeda-beda antar budaya. Perbedaan dalam hal tradisi, budaya, dan fashion ini
melandasi konsep pasar multidomestik (multidomestic markets). Konsep yang
pertama kali dikemukakan oleh Hout, Porter dan Rudden (1982) ini dapat
didefinisikan sebagai “pasar-pasar produk yang memilki perbedaan signifikan dalam
hal pereferensi dan tuntutan fungsional konsumen lokal”. Kategori produk yang
umumnya termasuk dalam tipe pasar multidomestik meliputi makanan, minuman,
pakaian, dan hiburan. Dalam ketegori seperti ini, banyak konsumen yang lebih
menyukai variasi produk lokal (domestik).
Pasar multidomestik mencerminkan variasi faktor budaya, religius, sosial, sumber
daya alam, dan iklim. Implikasinya, perusahaan yang ingin memasarkan produknya di
pasar multidomestik harus mampu mengadaptasi produk dan jasanya sesuai dengan
tuntutan kebutuhan dan preferensi lokal di masing-masing negara yang dimasuki.
Adaptasi yang dilakukan bisa berupa perubahan kandungan gula dan garam (produk
makanan), corak warna dan bentuk kemasan (makanan dan minuman), ukuran
(pakaian), dan seterusnya.

Sementara itu, pasar global juga berkembang pada saat bersamaan. Banyak pasar
produk yang tidak bersifat multidomestik, terutama pada kategori produk yang
memilki kandungan teknologi tinggi, misalnya mobil, televisi, komputer personal, dan
telepon genggam. Preferensi konsumen pada kategori produk semacam itu
tidakdibentuk oleh tradisi, iklim, maupun nilai kultural dasar, namun lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor kebutuhan dan keinginan individual. Implikasinya,
segmentasi berdasarkan negara lebih cocok untuk pasar multidomestik, sementara
untuk pasar global hal itu cenderung tidak terlalu relevan.

Pasar global (global markets) bisa didefinisikan sebagai “pasar yang memiliki
kesamaan preferensi konsumen di antara berbagai negara”. Di dalam negara yang
sama, bisa jadi terdapat berbagai macam segmen konsumen yang memiliki preferensi
berbeda-beda, namun batas-batas antar negara bukanlah pemisah segmen yang
signifikan.

B. Gambaran Umum Pasar Global


Sejak Perang Dunia 2 berakhir, semakin banyak negara yang berminat untuk
menjalin kerja sama ekonomi. Keinginan ini sebenarnya dipicu oleh suksesnya
pembentukan Masyarakat Eropa (European Comunity) yang diilhami oleh
perekonomian Amerika. Ada banyak tingkatan kerja sama ekonomi, mulai dari
kesepakatan antara dua atau lebih negara untuk mengurangi hambatan dagang di
antara mereka, sampai integrasi ekonomi sepenuhnya di antara perekonomian dua
atau lebih negara. Contoh terkenal dari kesepakatan preferensial dalam abad 20 adalah
sistem preferensi British Commonwealth yang melibatkan Inggris, Kanada, Australia,
Selandia Baru, India dan beberapa bekas kolonia Inggris di Afrika, Asia, dan Timur
Tengah. Keputusan Inggris untuk bergabung dengan Masyarakat Ekonomi Eropa
mengakibatkan pudarnya sistem tersebut dan menggambarkan dinamika kerja sama
ekonomi internasional.
Secara garis besar, terdapat empat tingkatan kerja sama dan integrasi ekonomi.
1) Free Trade Area. Kawasan perdagangan bebas (free trade area) merupakan
sekelompok negara yang sepakat untuk menghapus semua hambatan dagang
internal di antara anggotanya.
2) Custom union. Bentuk integrasi ini merupakan evolusi logis dari kawasan
perdagangan bebas. Selain menghapus hambatan dagang internal, para anggota
customs union sepakat untuk menegakkan hambatan dagang eksternal.
3) Cammon market. Dalam common market, hambatan atas aliran faktor produksi
(tenaga kerja dan modal) di antara negara anggota dihapuskan.
4) Economic union. Evolusi penuh dari economic union meliputi penciptaan satu
bank sentral tunggal, penggunaan mata uang tunggal, dan kebijakan bersama
dalam pertanian, pelayanan sosial dan kesejahteraan, perkembangan regional,
transportasi, pajak, persaingan, merger, konstruksi dan bangunan, dan seterusnya.

Dalam konteks global, terdapat organisasi WTO (World Trade Organization)


yang berdiri sejak tanggal 1 januari 1995, menggantikan GATT (General Agreement
on Tariffs and Trade). Dengan kantor pusatnya di Jenewa, WTO bertujuan
memfasilitasi perdagangan bebas global dalam sektor barang dan jasa, serta berperan
sebagai mediator netral dalam menyelesaikan berbagai sengketa dagang global.

C. Global Targeting
Global targeting merupakan proses mengevaluasi dan membandingkan segmentasi
pasar global, serta memilih satu atau lebih diantaranya sebagai pasar sasaran yang
dinilai berpotensi paling besar untuk dilayani secara efektif dan efisien.
Penetapan pasar global bisa dilakukan dengan menggunakan dua kriteria utama,
yaitu potensi dan kapabilitas. Potensi menyangkut enam aspek krusial yang terdiri
atas:
1) Ukuran dan potensi pertumbuhan pasar ‘sesungguhnya’;
2) Kemungkinan akseptansi konsumen;
3) Struktur persaingan;
4) Situasi lingkungan politik/hukum, ekonomi, dan sosiokultural;
5) Akses ke jaringan yang sudah ada; dan
6) Ketersediaan mitra local yang kapabel dan bersedia bekerja sama,

Sedangkan kapabilitas berhubungan dengan lima factor:

1) Kesiapan memasuki pasar internasional/pengalaman di luar negeri;


2) Kelangkaan dan kekritisan kompetensi;
3) Sumber daya waktu, manusia, dan kas;
4) Attitudinal commitment; dan
5) Tujuan (merespon persaingan, aliran kas, pangsa pasar atau volume, dan entri
pasar pendahuluan).
Setelah segmen pasar telah dievaluasi dengan cermat, perusahaan global perlu
menetapkan strategi targeting sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga alternatif strategi
positioning yang bisa dipilih, yaitu:

1) Standardlized Global Marketing. Strategi ini analog dengan pemasaran massal


dalam pemasaran domestic, di mana perusahaan menawarkan bauran pemasaran
yang sama kepada semua pelanggan potensial yang ingin dilayani, maka
dibutuhkan distribusi ekstensif di sebanyak mungkin gerai ritel.
2) Concentrated Global Marketing. Dalam strategi ini, perusahaan merancang
bauran pemasaran untuk menjangkau segmen tunggal dalam pasar global.
3) Differentiated Global Marketing. Dalam strategi ini, perusahaan global
menargetkan dua atau lebih segmen pasar yang berbeda dan melayani mereka
dengan bauran pemasaran yang berbeda pula. Strategi ini memungkinkan
perusahaan untuk mencapai market coverage yang lebih luas.

D. Global Positioning
Pada prinsipnya, positioning berusaha menempatkan produk dalam benak
pelanggan sasaran sedemikian rupa, sehingga memperoleh posisi yang unik dan
unggul dibandingkan produk pesaing. Posisi yang unik dan unggul ini didapatkan dari
berbagai diferensiasi, seperti: produk (fitur, kinerja, kualitas, daya tahan, dan
seterusnya); layanan (pengantaran, instalasi, layanan purna jual, dan garansi); personil
(reliabilitas, empati, kapabilitas, dan kompetensi); saluran distribusi (coverage dan
jaringan); dan citra (simbolisme, merek, dan reputasi perusahaan).

Positioning harus menawarkan manfaat-manfaat tertentu yang diwujudkan dalam


proposisi nilai (value proposition) perusahaan. Proposisi nilai ini terdiri atas 3
manfaat utama: manfaat fungsional (atribut kinerja), manfaat emosional (citra), dan
manfaat ekonomik (harga). Sementara itu, basis positioning bisa 6 macam: atribut
atau manfaat; kualitas/harga; pemakaian atau aplikasi; pemakai; high-tech positioning;
dan high-touch positioning.

Sebagai contoh, proposisi nilai McDonald’s dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Manfaat fungsional: hamburger, kentang goreng, minuman ringan, dan makanan


lainnya yang bercita rasa; bonus ekstra seperti tempat bermain, hadiah, dan
games;
2) Manfaat emosional: bagi anak-anak (rasa senang lewat kebahagiaan pesta ulang
tahun, relasi dengan karakter-karakter tertentu, dan saat-saat istimewa keluarga);
bagi orang dewasa (kehangatan dalam acara-acara dan pengalaman keluarga yang
diperkuat dengan iklan);
3) Manfaat ekonomik: biaya rendah, value for money.

Dalam konteks pemasaran global, muncul masalah berkenaan dengan sejauh mana
positioning nasional bisa diinternasionalisasikan. Hal ini karena merek yang sama
bisa saja memenuhi kebutuhan yang berbeda di pasar negara lain (untuk segmen pasar
yang berbeda), seperti halnya kebutuhan yang sama dapat dipenuhi dengan berbagai
macam cara. Dalam hal ini terdapat empat isu strategic utama:
1) Segmen sasaran;
2) Proporsi nilai;
3) Ruang positioning berdasarkan peta perseptual; dan
4) Standarisasi versus adaptasi. Keempat isu ini bisa dijabarkan menjadi beberapa
aspek kunci:
a. Merek dan produk yang sifatnya culture free versus culture bound. Pada
umumnya, barang konsumen tergolong culture bound, sedangkan barang
industrial termasuk culture free.
b. Segmentasi, menyangkut kluster manfaat dan karakteristik profil yang ada.
c. Prioritas manfaat yang ditetapkan.
d. Positioning pesaing dalam benak konsumen.
e. Status dan stereotyping tentang negara asal (country of origin).

E. Global Branding
Seperti halnya positioning, isu pokok dalam global branding menyangkut
standarisasi (menggunakan satu merek global) versus adaptasi (beberapa merek
nasional berbeda). Penggunaan satu merek global tidak mungkin dilakukan jika:
1) Namanya sudah digunakan oleh perusahaan lain. Contohnya, di Australia nama
Burger King telah lebih dulu digunakan oleh sebuah restoran siap saji di perth.
Akibatnya, sewaktu Burger King masuk Australia, nama yang dipakai adalah
Hungry Jack.
2) Nama (dan juga logo) yang dipakai bisa memiliki konotasi budaya yang berbeda.
Sebagai contoh, Carlsberg harus menambahkan gambar satu ekor gajah lagi pada
label birnya yang semula bergambar dua ekor gajah untuk keperluan iklan di
Afrika. Penyebabnya adalah kepercayaan setempat yang menganggap dua ekor
gajah merupakan symbol nasib buruk.
3) Ada tuntutan untuk menerjemahkan nama merek ke dalam bahasa local, misalnya
di RRC, jepang, dan negara-negara lainnya.

Secara garis besar, standarisasi merek global maupun adaptasi merek local
memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Isu lain tak kalah
menariknya adalah mengembangkan, mengelola, dan mengukur brand equity di
masing-masing pasar yang dimasuki. Brand equity dapat didefinisikan sebagai
“serangkaian memori dalam bentuk pelanggan, anggota saluran distribusi, perusahaan
induk, dan anggota utama lain dari jejaring bisnis merek tertentu yang bisa berdampak
pada aliran kas dan profitabilitas masa datang” (Ambler & Styles, 2000, p. 123).
Memori dalam definisi ini mencakup “procedural memory” (apa yang telah kita
pelajari tentang cara melakukan sesuatu, kebiasaan, dan perilaku) dan “declarative
memory” (apa yang kita ingat).

F. Local Brans Versus Global Brands

Seiring dengan derasnya arus globalisasi, perusahaan-perusahaan berusaha


menciptakan merek-merek global (global brands) dan secara agresif berupaya
mencari pasar-pasar potensial di seluruh belahan dunia.Terlepas dari debat konseptual
mengenai istilah merek global, satu hal yang pasti adalah dampaknya terhadap merek-
merek local atau domestic. Merek global biasanya didukung dengan sejumlah
keunggulan, seperti skala ekonomis, lingkup ekonomis, international recognition,
jaringan distribusi global, dan kekuatan finansial perusahaan pemiliknya. Factor inilah
yang membuat merek-merek global mampu menerobos banyak pasar di berbagai
penjuru dunia.

Oleh sebab itu, merek local (local brands) perlu diklasifikasikan secara lebih
sistematis dan akurat. Salah satu tipologi lain yang ditawarkan adalah klasifikasi
berdasarkan dua dimensi utama: asal (origin) dan kepemilikan (ownership). Empat
kategori utama perspektif merek local sebagai berikut:

1) Original local brands.kategori ini mencakup merek-merek yang berasal dari


negara setempat/local dan dimiliki oleh orang/perusahaan local. Contohnya antara
lain rokok Djarum Super, jamu Nyonya Meneer, Kopi Kapal Api, harian Kompas,
harian Kedaulatan Rakyat, dan seterusnya.
2) Quasi local brands. Ketegori ini terdiri dari merek-merek yang berasal dari negara
local, namun dimiliki oleh orang/perusahaan asing. Kaegori ini terdiri atas dua
bentuk (Tjiptono, 2003).
a. Pertama, original local brands yang dibeli oleh perusahaan multinasional,
tetapi nama merek lokalnya dipertahankan. Sebagai contoh, air mineral
kemasan Ades dibeli The Coca-Cola Company; dan the sariwangi dibeli PT
Unilever Indonesia, Tbk.
b. Kedua, merek local yang dikembangkan dan dipasarkan secara khusus untuk
pasar domestic tertentu oleh perusahaan multinasional. Contohnya, PT
Unilever Indonesia, Tbk. Mengembangkan dan memasarkan Citra hand and
body lotion di pasar Indonesia.
3) Acquired local brands. Kategori ini meliputi merek-merek yang berasal dari
negara lain, namun dimiliki oleh orang/perusahaan local.
4) Foreign brands. Kategori ini merupakan kebalikan dari original local
brands. Foreign brands berasal dari luar negeri dan dimiliki orang/perusahaan
asing. Contohnya, Levi’s, McDonald’s, Pepsi, Adidas, Marlboro, Coca-Cola, dan
seterusnya.

Secara umum, setiap negara (termasuk negara berkembang) memiliki original


local brands yang kuat. Merek-merek semacam ini bukan saja mampu bertahan hidup
dalam era globalisasi dan pasar bebas, tetapi juga memainkan peranan signifikan di
pasar domestiknya masing-masing. Sebagai contoh, tujuh dari sepuluh merek terbaik
di china adalah merek-merek local, di antaranya china telecom, mudan credit cards,
industrial and commercial bank of china, sofu.com, dan legend computers, yang
menempati peringkat lebih tinggi dibandingkan McDonald’s dan Coca-cola (Asiainfo
Daily china news, 2001; Tomkins, 2001). India juga memiliki sejumlah merek local
yang sukses, seperti VIP Industries, UB Group, Thermax, Bajaj Auto, A.V. Birla
Group, dan Arvind Mill (Das, 1997), consumer ethnocentrism (balabanis, et al., 2001;
good & hudleston, 1995; Herche, 1994; netemeyer, et al., 1991; rawwas, et al., 1996;
samiee, 1994; sharma, et al., 1995; shimp & sharma, 1987), consumer animosity
(klein, et al., 1998), dan perceived brand globalness (steenkamp, et al., 2003).
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

a. Pasar multidomestik mencerminkan variasi faktor budaya, religius, sosial,


sumber daya alam, dan iklim. Implikasinya, perusahaan yang ingin memasarkan
produknya di pasar multidomestik harus mampu mengadaptasi produk dan
jasanya sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan preferensi lokal di masing-masing
negara yang dimasuki. Adaptasi yang dilakukan bisa berupa perubahan
kandungan gula dan garam (produk makanan), corak warna dan bentuk kemasan
(makanan dan minuman), ukuran (pakaian), dan seterusnya. Sementara itu, pasar
global juga berkembang pada saat bersamaan. Banyak pasar produk yang tidak
bersifat multidomestik, terutama pada kategori produk yang memilki kandungan
teknologi tinggi, misalnya mobil, televisi, komputer personal, dan telepon
genggam. Preferensi konsumen pada kategori produk semacam itu tidakdibentuk
oleh tradisi, iklim, maupun nilai kultural dasar, namun lebih banyak dipengaruhi
oleh faktor kebutuhan dan keinginan individual. Implikasinya, segmentasi
berdasarkan negara lebih cocok untuk pasar multidomestik, sementara untuk
pasar global hal itu cenderung tidak terlalu relevan.
b. Secara garis besar, terdapat empat tingkatan kerja sama dan integrasi ekonomi.
Free Trade Area, Custom union, Cammon market dan Economic union.
c. Global targeting merupakan proses mengevaluasi dan membandingkan segmentasi
pasar global, serta memilih satu atau lebih diantaranya sebagai pasar sasaran yang
dinilai berpotensi paling besar untuk dilayani secara efektif dan efisien.
d. Pada prinsipnya, positioning berusaha menempatkan produk dalam benak
pelanggan sasaran sedemikian rupa, sehingga memperoleh posisi yang unik dan
unggul dibandingkan produk pesaing. Posisi yang unik dan unggul ini didapatkan
dari berbagai diferensiasi, seperti: produk (fitur, kinerja, kualitas, daya tahan, dan
seterusnya); layanan (pengantaran, instalasi, layanan purna jual, dan garansi);
personil (reliabilitas, empati, kapabilitas, dan kompetensi); saluran distribusi
(coverage dan jaringan); dan citra (simbolisme, merek, dan reputasi perusahaan).
e. Secara garis besar, standarisasi merek global maupun adaptasi merek local
memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing.
f. Seiring dengan derasnya arus globalisasi, perusahaan-perusahaan berusaha
menciptakan merek-merek global (global brands) dan secara agresif berupaya
mencari pasar-pasar potensial di seluruh belahan dunia.Terlepas dari debat
konseptual mengenai istilah merek global, satu hal yang pasti adalah dampaknya
terhadap merek-merek local atau domestic. Merek global biasanya didukung
dengan sejumlah keunggulan, seperti skala ekonomis, lingkup ekonomis
international recognition, jaringan distribusi global, dan kekuatan finansial
perusahaan pemiliknya. Factor inilah yang membuat merek-merek global mampu
menerobos banyak pasar di berbagai penjuru dunia. Oleh sebab itu, merek local
(local brands) perlu diklasifikasikan secara lebih sistematis dan akurat. Salah satu
tipologi lain yang ditawarkan adalah klasifikasi berdasarkan dua dimensi utama:
asal (origin) dan kepemilikan (ownership).

Anda mungkin juga menyukai