PROPOSAL SKRIPSI
Oleh
Bustamil Fu'ad
NIM :
E520183584
Pembimbing :
JURUSAN S1 KEPERAWATAN
2019
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Mengetahui,
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor
HALAMAN PENGESAHAN
Penguji I Penguji II
Mengetahui,
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas
segala limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi yang berjudul “PENGARUH INTERVENSI TINDAKAN
SUCTION TERHADAP PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN
DENGAN ENDOTRAKEAL TUBE DI RUANG ICU RSUD RA KARTINI JEPARA
TAHUN 2019”. Skripsi ini disusun sebagai syarat mencapai Gelar S1
Keperawatan di Universitas Muhammadiyah Kudus.
Sebagai rasa hormat dan terima kasih atas bimbingan, motivasi dan
bantuan dari semua pihak atas tersusunnya Skripsi ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Rusnoto, SKM., M.Kes (Epid), selaku rektor Universitas Muhammadiyah
Kudus dan Pembimbing Utama yang telah memberikan kesempatan dan
bimbingan untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. dr. Dwi Susilowati, M.Kes. selaku direktur RSUD RA Kartini Kabupaten
Jepara.
3. Yulisetyaningrum, S.Kep.,Ns.,M.Si.Med selaku Ketua Jurusan atau Prodi
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus.
4. Muh Purnomo, S.Kep., MH.Kes., selaku Pembimbing Anggota Skripsi.
5. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar serta seluruh jajaran civitas akademika
Universitas Muhammadiyah Kudus.
6. Istri dan keluarga tercinta yang selalu memberikan mativasi.
7. Rekan-rekan seperjuangan S1 Keperawatan Progsus Kelas Jepara yang telah
memberikan dukungan juga motivasi hingga terselesaikannya penyusunan
skripsi ini.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih ada
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan bimbingan kedepannya
dari berbagai pihak.
Kudus,…...............2019
Bustamil Fu'ad
NIM : E520183584
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 ETT dengan mandren yang dibentuk mirip stik hoki .......... 9
Gambar 2.2 Posisi aman dan intubasi dengan blade macinthos ........... 10
Gambar 2.3 Laringoscopi dengan blade yang melengkung .................. 11
Gambar 2.4 Oksimetri Nadi................................................................... 12
Gambar 2.5 Mesin Suction ................................................................... 16
Gambar 2.6 Kerangka Teori................................................................... 20
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian .............................................. 21
viii
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang
ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit akut, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam
nyawa dengan prognosis yang diharapkan masih reversible. ICU
menyediakan sarana dan prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang
fungsi-fungsi vital dengan menggunakan staf medik, staf perawat dan staf
lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut
(Kemenkes, 2013).
Kriteria pasien masuk ICU untuk prioritas 1 adalah pasien yang
merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan perawatan intensif
dengan gagal nafas yang memerlukan bantuan alat ventilasi, monitoring dan
obat-obatan vasoaktif secara kontunue. Misalnya pasien bedah
kardiotoraksik, atau pasien syock septik. Peralatan standar di ruang Intensive
Care Unit meliputi ventilasi mekanik untuk membantu usaha bernafas melalui
pipa endotrakeal atau trakeostomi serta pelalatan suction untuk membantu
membebaskan jalan nafas pasien dari sumbatan berupa secret (Kemenkes,
2013). Salah satu indikasi klinik pemasangan alat ventilasi adalah gagal
nafas (Musliha, 2015).
Kasus dengan gagal nafas harus dilakukan pemasangan
endotracheal tube (ETT). Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard"
untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah
kasus pasien yang mengalami penyumbatan jalan nafas, kehilangan reflek
proteksi, menjaga paru-paru dari sekret agar tidak terjadi aspirasi dan pada
segala jenis gagal nafas (Nicholson, 2017).
Berdasarkan data 10 peringkat Penyakit Tidak Menular (PTM) yang
terfatal menyebakan kematian bedasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada
rawat inap rumah sakit pada tahun 2010, angka kejadian gagal napas
menempati peringkat kedua yaitu sebesar 0,98% (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh dari buku registrasi pasien ICU RSUP Prof.
1
2
antara lain terjadi penurunan kadar saturasi oksigen > 5%. Sebagian besar
responden yang mengalami penurunan kadar saturasi oksigen secara
signifikan pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir yaitu terdiagnosis
dengan penyakit pada sistem pernapasan (Berty, 2013). Komplikasi yang
mungkin muncul dari tindakan penghispaan lendir salah satunya adalah
hipoksemia/ hipoksia. Sehingga pasien yang menderita penyakit pada sistem
pernapasan akan sangat rentan mengalami penurunan nilai kadar saturasi
oksigen yang signifikan pada saat dilakukan tindakan penghisapan lendir, hal
tersebut sangat berbahaya karena bisa menyebabkan gagal napas (Black &
Hawk, 2014).
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti sejak bulan
November-Desember tahun 2018 diruang ICU Rumah Sakit Kartini Jepara
pada 5 pasien, 3 pasien dengan kesadaran somnolen dengan menggunakan
OPA (Oropharyngeal Airway) yang perlu dilakukan tidakan penghisapan
lendir (suction) 2 diantaranya didapatkan adanya penurunan saturasi pada
saat dilakukan penghisapan lendir (suction), 2 pasien yang terpasang ETT
dengan kesadaran soporcoma yang memerlukan tindakan pengisapan lendir
mengalami penurunan saturasi, pada saat dilakukan tindakan pengisapan
lendir terdapat penurunan saturasi 3%-5%. Oleh sebab itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh intervensi
tindakan penghisapan lendir (suction) terhadap perubahan kadar saturasi
oksigen pada pasien kritis yang dirawat di ruang ICU RSUD RA Kartini
Jepara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang tepat diambil
oleh peneliti yaitu, ”Bagaimana Pengaruh Intervensi Tindakan Suction
Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pada Pasien dengan Endotrakeal
Tube di Ruang ICU RSUD RA Kartini Jepara ? ”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh intervensi tindakan suction terhadap
perubahan saturasi oksigen pada pasien dengan endotrakeal tube di
ruang ICU RSUD RA Kartini Jepara.
4
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui intervensi tindakan suction pada pasien dengan
endotrakeal tube di ruang ICU RSUD RA Kartini Jepara.
b. Mengetahui perubahan saturasi oksigen pada pasien dengan
endotrakeal tube di ruang ICU RSUD RA Kartini Jepara.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan
tentang pengaruh intervensi tindakan suction terhadap perubahan
saturasi oksigen dan juga sebagai penerapan atas ilmu yang telah
didapat selama dibangku perkuliahan.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Memberikan informasi, arahan dan gambaran serta referensi dalam
melakukan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bacaan atau
literatur khususnya mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kudus
tentang pengaruh intervensi tindakan suction terhadap perubahan
saturasi oksigen.
4. Bagi RSUD RA Kartini Jepara
Khususnya pasien yang terpasang endotrakeal tube di ruang ICU
untuk berhati-hati dalam melakukan tindakan suction dan mengikuti
prosedur yang ada di Rumah Sakit RA Kartini Jepara.
5
E. Keaslian Penelitian
No Judul Tahun Penyusun Metode Hasil Perbedaan
1 Pengaruh 2014 Berty Irwin Pre Hasil yang Membahas tentang
Tindakan Kitong, Ns Eksperi diperoleh dari Pengaruh
Penghisapan Mulyadi, men penelitian ini Tindakan
Lendir Reginus dengan menunjukkan Penghisapan
Endotrakeal Malara menggu adanya Lendir Endotrakeal
Tube (ETT) nakan perbedaan Tube (ETT)
Terhadap rancang kadar saturasi Terhadap Kadar
Kadar Saturasi an oksigen Saturasi Oksigen
Oksigen Pada penelitia sebelum dan
Pasien Yang n One- sesudah
Dirawat di Group diberikan
Ruang ICU Pretest- tindakan
RSUP Prof. Posttest penghisapan
Dr. R. D. Design lender dimana
Kandou terdapat
Manado selisih nilai
kadar saturasi
oksigen
sebesar 5,174
% dan nilai p-
value =0,000
(α< 0.05)
2 Pengaruh 2015 Afif One- Berdasarkan Ada beda rata rata
Suction Muhamad group hasil uji nilai saturasi
Terhadap Nizar, Dwi pretest- normalitas oksigen sebelum
Kadar Saturasi Susi postest Shapiro-Wilk tindakan suction
Oksigen pada Haryati design dapat dengan setelah
Pasien Koma disimpulkan tindakan suction.
di Ruang ICU bahwa data Selisih saturasi
RSUD dr. terdistribusi oksigen adalah -
Moewardi normal. 1.79, artinya nilai
Surakarta Sehingga saturasi oksigen
menggunakan sebelum dilakukan
uji paired suction lebih kecil
samples T test dibanding nilai
dengan nilai saturasi oksigen
signifikasi (p) setelah dilakukan
adalah 0.000, suction.
dimana nilai
tersebut
p<0.05
3 Pengaruh 2016 Andria Metode Hasil Tidak ada
Hiperoksigena Permatasa quasi penelitian ini perbedaan
si Terhadap ri eksperi menyarankan bermakna antara
Status men pemberian Heart Rate (HR),
Oksigenasi dengan hiperoksigena Respiratory Rate
Pada Pasien pre-post si pada pasien (RR) sebelum dan
Kritis Yang without kritis yang sesudah
Dilakukan control dilakukan pemberian
Tindakan design. tindakan hiperoksigenasi
Suction suction dengan p value
Endotracheal Endotracheal 0,083 dan p value
Tubedi ICU Tube (ETT) 0,173 (p > 0,05),
RSUD Dr. untuk sedangkan ada
Soediran meningkatkan perbedaan yang
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pada kasus dimana sekresi jalan nafas tidak diinginkan, darah, atau
muntah (Morgan, 2013).
Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasien yang benar.
Kepala pasien harus sejajar atau lebih tinggi dengan pinggang dokter
anestesi untuk mencegah ketegangan bagian belakang yang tidak perlu
selama laringoskopi. Rigid laringoskop memindahkan jaringan lunak
faring untuk membentuk garis langsung untuk melihat dari mulut ke glotis
yang terbuka. Elevasi kepala sedang (sekitar 5-10 cm diatas meja
operasi) dan ekstensi dari atlantoocipito joint menempatkan pasien pada
posisi sniffing yang diinginkan. Bagian bawah dari tulang leher adalah
fleksi dengan menepatkan kepala diatas bantal (Morgan, 2013).
Gambar 2.1
ETT dengan mandren yang dibentuk mirip stik hoki
Gambar 2.2
Posisi aman dan intubasi dengan blade macinthos
5. Intubasi Orotrakheal
Laringoskop dipegang oleh tangan kiri. Dengan mulut pasien
terbuka lebar, blade dimasukan pada sisi kanan dari orofaring dengan
hati-hati untuk menghindari gigi. Geserkan lidah ke kiri dan masuk menuju
dasar dari faring dengan pinggir blade. Puncak dari lengkung blade
biasanya di masukan ke dalam vallecula, dan ujung blade lurus menutupi
epiglotis. Dengan blade lain, handlediangkat dan jauh dari pasien secara
tegak lurus dari mandibula pasien untuk melihat pita suara.
Terperangkapnya lidah antara gigi dan blade dan pengungkitan dari gigi
harus dihindari. ETT diambil dengan tangan kanan, dan ujungnya
dilewatkan melalui pita suara yang terbuka (abduksi). Balon ETT harus
berada dalam trakhea bagian atas tapi diluar laring. Langingoskop ditarik
dengan hati- hati untuk menghindari kerusakan gigi. Balon dikembungkan
dengan sedikit udara yang dibutuhkan untuk tidak adanya kebocoran
selama ventilasi tekanan positif, untuk meminimalkan tekanan yang
ditransmisikan pada mukosa trakhea. Merasakan pilot balon bukan
metode yang dapat dipercaya untuk menentukan tekanan balon yang
adekuat (Morgan, 2013).
Setelah intubasi, dada dan epigastrium dengan segera
diauskultasi dan capnogragraf dimonitor untuk memastikan ETT ada di
intratrakheal. Jika ada keragu-raguan tentang apakah pipa dalam
esophagus atau trakhea, cabut lagi ETT dan ventilasi pasien dengan face
mask. Sebaliknya, pipa diplester atau diikat untuk mengamankan posisi.
11
Gambar 2.3
Gambaran glotiss selama laringoscopi denganblade yang melengkung.
j. Hipertensi intracranial
k. Hipertensi intraokuler
l. Laringospasme.
(Baker, 2013).
Gambar 2.4
Oksimetri Nadi
diukur dengan probe oksigen terlarut seperti sensor oksigen atau optode
dalam media cair.
3. Pengukuran Saturasi Oksigen
Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa
teknik. Penggunaan oksimetri nadi merupakan tenik yang efektif untuk
memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau
mendadak (Tarwoto, 2016). Adapun cara pengukuran saturasi oksigen
antara lain :
a) Saturasi Oksigen Arteri (SaO2)
Nilai dibawah 90% menunjukan keadaan hipoksemia (yang juga
dapat disebabkan oleh anemia). Hipoksemia karena SaO2 rendah
ditandai dengan sianosis. Oksimetri nadi adalah metode
pemantauan non invasif secara kontinyu terhadap saturasi oksigen
hemoglobin (SaO2). Meski oksimetri oksigen tidak bisa
menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri oksigen merupakan
salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan
saturasi oksigen yang kecil dan mendadak. Oksimetri nadi
digunakan dalam banyak lingkungan, termasuk unit perawatan
kritis, unit keperawatan umum, dan pada area diagnostik dan
pengobatan ketika diperlukan pemantauan saturasi oksigen selama
prosedur.
b) Saturasi Oksigen Vena (SvO2)
Diukur untuk melihat berapa banyak mengkonsumsi oksigen tubuh.
Dalam perawatan klinis, SvO2 di bawah 60%, menunjukkan bahwa
tubuh adalah dalam kekurangan oksigen, dan iskemik penyakit
terjadi. Pengukuran ini sering digunakan pengobatan dengan mesin
jantung-paru (Extracorporeal Sirkulasi), dan dapat memberikan
gambaran tentang berapa banyak aliran darah pasien yang
diperlukan agar tetap sehat.
c) Tissue oksigen saturasi (StO2)
Dapat diukur dengan spektroskopi inframerah dekat tissue oksigen
saturasi memberikan gambaran tentang oksigenasi jaringan dalam
berbagai kondisi. 4. Saturasi oksigen perifer (SpO2) Adalah
estimasi dari tingkat kejenuhan oksigen yang biasanya diukur
dengan oksimeter pulsa.
14
d. Bersihkan kuku dari cat kuku atau lepaskan anting-anting bila kita
akan mengukur ditelinga
e. Bersihkan area pengukuran dengan alkohol
f. Pasang sensor probe
g. Anjurkan pasien untuk bernafas biasa
h. Tekan tombol on pada oksimetri nadi
i. Dengarkan suara atau tanda dari oksimetri nadi
j. Observasi gelombang yang ada pada oksimetri nadi
k. Yakinkan bahwa batas alarm alat sudah sesuai dengan kondisi
yang diperlukan
l. Baca dan catat hasil pengukuran
m. Bila dilakukan pemantauan yang terus menerus maka pindahkan
sensor probe tiap 2 jam
n. Bila dilakukan sesaat, lepaskan probe dan matikan
o. Cuci tangan
(Kozier, 2013).
Gambar 2.5
Mesin Suction
17
D. Penelitian Terkait
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di ruang
perawatan ICU (Intensive Care Unit) Sentral RSUD Jombang pada bulan
Januari sampai Desember 2015 terdapat 50 pasien yang memakai ETT.
Peneliti menemukan penderita yang memakai ETT pada bulan
November–Desember 2008 sebanyak 8 pasien. Dari data tersebut
didapatkan fakta setelah selesai dilakukan penghisapan sekret ETT
terdapat 5 orang yang mengalami penurunan saturasi oksigen, padahal
seharusnya jika sekret ETT telah dihisap maka airway menjadi lebih
lancar, sehingga sirkulasi, ventilasi, perfusi dan transport gas pernafasan
ke jaringan lebih baik. Sumbatan jalan nafas dapat total dan partial.
Sumbatan jalan nafas total bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 sampai 10
detik dapat mengakibatkan hipoksia, henti nafas dan henti jantung.
Berdasar ini kita harus segera mulai memberikan penanganan
awal karena lebih banyak korban meninggal disebabkan kekurangan
oksigen daripada kelebihan oksigen. Oleh karena hipoksemia dapat
mematikan dalam waktu 3-5 menit. Sedangkan oksigen toxicity baru
menyebabkan kerusakan jaringan paru jika pemberian okisigen 100%
yang terus menerus selama 12 jam atau lebih. Sebelum suction, pasien
harus diberi oksigen yang adekuat (pre oksigenasi) sebab oksigen akan
menurun selama proses pengisapan pada pasien-pasien yang
oksigennya sudah kurang. Pre oksigen ini dapat menghindari hipoksemia
yang berat dengan segala akibatnya, sebab proses suction dapat
menimbulkan hipoksemia. Keadekuatan sirkulasi, ventilasi, perfusi dan
transport gas pernafasan ke jaringan dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya perilaku. Faktor yang paling berpengaruh adalah
perilaku perawat saat melaksanakan prosedur penghisapan sekret ETT,
jika prosedur tidak sesuai dapat mengakibatkan sekret tidak bisa keluar
sehingga dapat mengakibatkan hipoksia karena oksigenasi ke jaringan
tidak adekuat akibat defisiensi penghantaran oksigen atau penggunaan
oksigen di seluler dengan tanda dan gejala gelisah, penurunan tingkat
kesadaran, peningkatan tekanan darah, frekuensi nadi dan sianosis, jika
19
E. Kerangka Teori
Pemasangan
ETT
Sekresi Berlebihan
Tindakan
Suction
Perubahan
SPO2
Sumber :
Kozier (2013), Elisa (2013).
Keterangan:
= Diteliti
- - - - - - - - - - = Tidak Diteliti
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian.
Menurut Sugiyono (2013) variable penelitian di bedakan menjadi 2 macam
yaitu variabel terikat dan variabel bebas.
1. Variabel Bebas (Independent variable)
Variabel independen merupakan variable yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variabel dependen. Variabel bebas dalam peneltian ini
adalah Intervensi Tindakan Suction.
2. Variabel Terikat (Dependent variable)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
Perubahan Saturasi Oksigen.
B. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan lemah yang membutuhkan pembuktian
untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus
ditolak berdasarkan fakta atau data empiris dalam penelitian (Hidayat, 2011).
Hipotesis dalam penelitian adalah :
Ha : Ada pengaruh intervensi tindakan suction terhadap perubahan saturasi
oksigen pada pasien dengan endotrakeal tube di ruang icu RSUD RA
Kartini Jepara.
Ho : Tidak Ada pengaruh intervensi tindakan suction terhadap perubahan
saturasi oksigen pada pasien dengan endotrakeal tube di ruang icu
RSUD RA Kartini Jepara.
21
22
C. Kerangka konsep
Gambar 3.1
Kerangka konsep penelitian
Perubahan saturasi
Intervensi Tindakan oksigen pada pasien
Suction dengan ETT di ruang
ICU RSUD RA Kartini
Jepara
D. Rancangan Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif.
Menurut (Kasiram, 2008). Penelitian kuantitatif adalah suatu proses
menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka
sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian yang menggunakan
quasi eksperimen dengan pendekatan pre and post test without control
group yaitu penelitian hanya akan melakukan intervensi pada satu
kelompok tanpa menggunakan kelompok pembanding. Hasil dari
perlakuan akan dinilai dengan cara membandingkan nilai pre test dengan
post test.
2. Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan kuantitatif dengan metode
“Quasi eksperimen. Quasi eksperiment adalah desain tidak mempunyai
pembatasan yang ketat terhadap randomisasi, dan pada saat yang sama
dapat mengontrol ancaman-ancaman validitas.
Rancangan penelitian ini menggunakan One grup pretest postest,
dalam rancangan ini tidak ada kelompok pembanding, rancangan ini
digunakan untuk menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah
adanya experimen (program) (Notoadmodjo, 2012).
Bentuk rancangan ini adalah sebagai berikut.
01 X 02
23
Keterangan :
01 : Pre test pada kelompok perlakuan/intervensi
X : Tindakan suction.
02 : Post test pada kelompok perlakuan/intervensi.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tehnik
observasi yaitu suatu prosedur yang berencana antara lain meliputi,
melihat dan mencatat jumlah dan taraf aktifitas tertentu yang ada
hubungan dengan masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Observasi
dilakukan secara obyektif, langsung dan sistematis. Pada penelitian ini
digunakan metode observasi partisipasi kegiatan pada subyek yang
diamati.
4. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Arikunto, 2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien dengan ETT di
ruang ICU RSUD RA Kartini sebanyak 20 responden pada bulan Pebruari
2019 sampai dengan Maret 2019.
5. Prosedur sampel dan sampel penelitian
a. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi yang akan diteliti. Untuk tujuan generalisasi, maka
sampel harus dapat mewakili populasi (reprentative) (sugiyono, 2013).
Pengambilan sampel didasarkan pada kriteria sebagai berikut :
1. Pasien terpasang ETT
2. Pasien dilakukan tindakan suction
3. Pasien bersedia menjadi responden
Penghitungan besarnya sampel
Menurut Notoatmodjo (2012) dalam penghitungan besarnya sampel
(sample size) yang dibutuhkan untuk penelitiaan dalam skala kecil
kurang dari 10000 dapat menggunakan rumus :
𝑁
n=
(1 + 𝑁𝑒^2)
24
Keterangan :
n = number of sample (jumlah sampel)
N = total population (total seluruh populasi)
e = error population (toleransi terjadinya kesalahan lazimnya 0.1) ^2
(pangkat 2)
Maka :
26
n=
(1 + 26 × (0.1 × 0.1))
n = 20,634
Dibulatkan menjadi 20 responden
b. Teknik Sampling
Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
dengan teknik Aksidental Sampling, menurut Sugiyono (2013) teknik
Aksidental Sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan
mengambil anggota yang ditemukan pertama kali dengan pengalaman
sesuai kasus.
Berdasarkan teknik sampling, maka besar sampel penelitian ini
adalah 20 responden.
b. Analisa Data
1) Analisa univarat
Analisa univarat adalah analisa yang dilakukan terhadap variabel
hasil penelitian pada umumnya (Notoatmojo, 2012).
Dalam analis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan prosentase
dengan rumus sebagai berikut ;
𝑓
P = 𝑁 × 100%
Keterangan :
P : Hasil prosentase
F : Frekuensi hasil pencapaian
N : Total Seluruh observasi
2) Analisa Bivarat
Analisa bivarat adalah analisa pada dua variabel yang diduga
mempunyai hubungan atau korelasi (Notoatmojo, 2012).
Analisa data dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh tindakan suction terhadap perubahan saturasi oksigen
pasien ETT di Ruang ICU RSUD RA Kartini yang diolah secara
statistic t-Test, yaitu dalam bentuk uji Paired t Test dengan rumus
berikut:
̅
d ̅ .√n
d
t = Sd/√n atau dapat dibuat t = Sd
Keterangan :
d : Selisih (beda) antara nilai pre dan post
n : Rata-rata dari beda antara nilai pre dengan post
Sd : Simpangan baku d
Interpretasi hasil penghitungan tersebut bila didapatkan nilai t
hitung > t table, maka Ho ditolak dan menerima Ha yang artinya ada
perubahan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok
intervensi (Riwidikdo, 2008).
28
E. Etika Penelitian.
Menurut Notoadmojo (2012) masalah etika penelitian keperawatan sangat
penting karena penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia
sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Informed consent
Informed consent merupakan lembar persetujuan yang akan diteliti agar
subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila responden tidak
bersedia maka peneliti harus menghormati hak-hak responden.
2. Tanpa Nama (Anomity)
Untuk menjaga kerahasian responden, peneliti tidak mencantumkan
nama responden dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan
data.
3. Kerahasian (Confidentiality)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasianya oleh
peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan kepada
pihak terkait dengan peneliti.
F. Jadwal Penelitian
terlampir
29
Daftar Pustaka
LAMPIRAN