Indonesia terdiri dari keragaman suku bangsa sehingga memiliki keragaman budaya. Budaya
tersebut mencakup sistem teknologi tradisional, adat istiadat, dan sebagainya. Di antara keragaman
itu, salah satu hasil budaya yang menarik adalah keragaman jenis makanan tradisional, keterkaitan
erat yang ada di dalamnya antara lain teknologi pengolahan bahan dalam proses pembuatan
kemasan maupun proses memasak makanan tradisional. Seluruh suku di Indonesia memiliki
kekhasan dalam jenis, teknologi, dan kemasan makanan tradisional.
Budaya kemasan sebenarnya telah dimulai sejak manusia mengenal sistem penyimpanan bahan
makanan. Sistem penyimpanan bahan makanan secara tradisional diawali dengan memasukkan
bahan makanan ke dalam suatu wadah yang ditemuinya. Bahan kemasan alami ditinjau dari segi
keberadaannya, masih banyak terdapat di daerah-daerah di Indonesia dengan harga yang relatif
murah, lagi pula tidak memberikan dampak yang negatif terhadap pencemaran lingkungan (ramah
lingkungan), malah sebaliknya bahan kemasan ini dapat terurai oleh bakteri secara alamiah. Berbagai
kemasan tradisional yang masih banyak digunakan antara lain bambu, kayu, dedaunan dan
sebagainya.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup, kemasan tradisional makanan alami
tersebut mulai ditinggalkan masyarakat karena dinilai menjadi kemasan yang terkesan murahan dan
diidentikan dengan kumuh, tidak higienis, tidak praktis. Kemudian perlahan berganti dengan
pembungkus/wadah buatan manusia yang kini biasa kita gunakan seperti kertas, plastik, kaleng dan
Styrofoam. Dalam satu sisi, penggunaan bahan pengemas yang umumnya anorganik tidak dapat
dilepaskan karena konsumen menghendaki kepraktisan yang bisa didapatkan dengan penggunaan
pengemas anorganik tersebut.
Kemasan besek merupakan wadah yang dibuat dari jalinan bambu yang membentuk
pola
anyaman. Kemasan besek mempunyai bentuk dasar segi empat dan persegi panjang
yang mempunyai dua bagian, yaitu bagian bawah sebagai wadah dan bagian atas
sebagai penutup. Gaya hidup sehat konsumen memilih kemasan besek sebagai kemasan
yang dianggap lebih alami dan sehat karena tidak banyak zat kimia yang terkandung.
Besek sebagai kemasan memiliki fungsi sebagai media komunikasi dan promosi kepada
konsumennya. Kemasan besek sebagai media komunikasi dan promosi memiliki
identitas. Masih banyak yang bertahan menggunakan bahan baku alam sebagai kemasan hingga
sekarang, misalnya lumpia Semarang, batagor Bandung dan wingko babat yang kotaknya masih
berupa besek.
Kemasan besek tidak menutup kemugkinan untuk digunakan pada makanan khas Jepang yaitu
takoyaki. Perpaduan membuat daya tarik tersendiri bagi konsumen yang menggemari makanan
oriental dengan tidak meninggalkan budaya negara sendiri. Dewasa ini kartun dan film Jepang sudah
menjamur pada kalangan anak maupun remaja, menjadikan usaha makanan yang berbau Jepang
menjadi pendongkrak peluang bisnis. Sentuhan kreativitas sangat perlu mengingat kemasan
tradisional terkesan jadul, apabila masih minim sentuhan inovasi dan terkesan asal-asalan.
Pembuatan kemasan hanya berdasarkan pada desain yang turun-temurun dan
seadanya, sehingga dampaknya terhadap produk makanan tradisional jadi terlihat
kampungan dan lemah dalam menyampaikan komunikasi dan informasi melalui desain.
Jepang merupakan negara yang identik dengan bunga sakura yang berwarna merah,
warna yang juga senada dengan matahari terbit. Maka dari itu besek akan diberi warna
merah khas Jepang dengan menempelkan stiker sebagai label. Dalam kemasan tersebut
akan dilapisi daun pisang saat akan digunakan untuk menjaga agar makanan tidak
tumpah dan menambah aroma alami daun pisang.