Buku Agenda Deschooling Untuk Indonesia Abad 21 PDF
Buku Agenda Deschooling Untuk Indonesia Abad 21 PDF
bersekolah
Agenda Deschooling untuk Indonesia
Abad 21 : Kembali Ke Rumah
Oleh
Nanang Martono
Dosen Sosiologi Pendidikan FISIP Unsoed Purwokerto
Mahasiswa Ph.D. Sosiologi Pendidikan Universite de Lyon,
France.
Email: nanang_martono@yahoo.co.id
1
PENDIDIKAN INDONESIA
Pendahuluan
Penutup
Schoolism
IKIP sudah sepuluh tahun lebih tidak yakin lagi untuk fokus
pada khittahnya mendidik calon guru Indonesia. Kemudian
IKIP berubah menjadi universitas, mengurusi bidang-bidang
non-kependidikan yang sudah diurus oleh unversitas lain
yang sudah bertahun-tahun lebih dulu menekuninya.
Sebelum menjadi universitas, IKIP dalam kondisi hidup
segan mati tak mau, dan setelah menjadi unversitas
kematiannya diresmikan.
Penutup
Pendahuluan
Kebangkitan atau kebangkrutan Indonesia di abad 21 di
tengah krisis kapitalisme global saat ini akan ditentukan oleh
kemampuan bangsa Indonesia melahirkan kelas menengah
profesional dan pengusaha. Kelas menengah sebagai
minoritas kreatif yang kuat ini penting bagi kepemimpinan
nasional untuk mentransformasikan semua potensi nasional
menjadi besaran nilai tambah ekonomi, sosial, budaya dan
politik yang tinggi, berdaya saing dan berkelanjutan. Sayang
sekali pembentukan kepemimpinan kreatif ini tidak bisa
diharapkan dari sistem pendidikan nasional saat ini yang
tidak mampu melahirkan warga negara yang sehat, berjiwa
merdeka, berintegritas, dan produktif. Islam –yang dipersepsi
sebagai keyakinan asing yang diimpor dari Arab- sebagai
metoda transformasi damai dapat menjadi sumber inspirasi
perubahan pendidikan dan kebangkitan Indonesia vis-à-vis
Cina-Budha dan India-Hindu.
Pendahuluan
Kemendikbud telah menyiapkan Kurikulum 2013 yang
diklaim sebagai penyempurnaan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang diluncurkan pada tahun 2006 lalu.
Kurikulum 2013 juga diklaim sebagai strategi memanen
bonus demografi yang akan terjadi sekitar 2045. Benarkah
demikian ? Hemat saya KTSP secara konsep justru lebih
baik daripada Kur2013, tapi dibiarkan gagal oleh
Kemendikbud sendiri dengan tidak menyiapkan guru yang
cakap dan Ujian Nasional yang ikut menentukan kelulusan
sehingga menggiring proses pembelajaran menjadi abai-
karakter.
Kurikulum
Kurikulum adalah serangkaian hasil belajar yang
diharapkan, dan seluruh proses yang menghasilkan
pengalaman belajar, serta mekanisme evaluasi hasil belajar
murid di bawah panduan guru di sekolah. Jadi kurikulum
adalah atribut penting sistem persekolahan. Segera perlu
dicatat bahwa mekanisme evaluasi merupakan komponen
kurikulum yang penting. Salah satu penyebab kegagalan
KTSP adalah Ujian Nasional yang ikut menentukan
kelulusan sehingga menggiring proses belajar yang tidak
pernah menghasilkan hasil belajar yang diharapkan.
Kurikulum 2013 akan digagalkan oleh UN yang sama,
kecuali jika dilakukan reposisi UN untuk memetakan kinerja
sektor pendidikan dan untuk seleksi masuk ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Schoolism
Kita sudah kecanduan sekolah sehingga tidak mampu
membayangkan dunia tanpa sekolah. Padahal masyarakat
tanpa sekolah itu ada dan pernah ada dengan kualitas
kehidupan yang jauh lebih baik daripada sebuah schooled
society yang dengan congkak kita sebut modern ini.
Masyarakat adat yang jauh dari sekolah yang ada di daerah
pedalaman lebih tahu caranya hidup bersahabat dengan
alam daripada masyarakat Jakarta yang tidak tahu caranya
membuang sampah. Tapi orang kota memandang remeh
masyarakat adat sebagai kampungan dan terbelakang.
Jejaring Belajar
Untuk memastikan pendidikan universal bagi kebanyakan
anak-anak Indonesia, yang diperlukan bukan pembesaran
sistem persekolahan. Yang diperlukan adalah
pengembangan sebuah jejaring belajar (learning webs)
yang lentur, luwes, lebih non-formal, bahkan informal.
Sekolah hanya salah satu simpul dalam jejaring belajar tsb.
Bengkel, toko, klinik, studio, lembaga penyiaran, penerbit,
perpustakaan kecamatan, restoran, koperasi, gereja, kuil,
dan masjid dapat menjadi simpul-simpul belajar. Simpul
belajar yang pertama dan utama adalah keluarga di rumah.
Bukti kompetensi bisa ditunjukkan dengan sertifikat
kompetensi profesi yang diterbitkan oleh asosiasi profesi,
bukan dengan ijazah. Namun syarat-syarat formalistik
inipun sebaiknya diberlakukan secara sukarela. Sertifikat
kompetensi bisa menjadi indikator kompetensi yang lebih
baik daripada ijazah.
Penutup
Hiruk pikuk Kurikulum 2013 berpotensi menyembunyikan
masalah pokok pendidikan Indonesia : tata kelola yang
buruk dan guru yang tidak cakap. Jikapun kita masih
percaya dan membutuhkan sekolah, kita tidak
membutuhkan kurikulum baru. KTSP dan Standar Nasional
Pendidikan secara konsep justru leboh memadai dan
memberi ruang bagi diversifikasi dan inovasi. Kurikulum
yang baik adalah kuirkulum yang generik, lentur dan luwes
yang memberikan ruang bagi guru untuk berinovasi
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi murid dan
sekolah. KTSP digagalkan oleh Ujian Nasional yang ikut
menentukan kelulusan sehingga menggiring pembelajaran
menjadi abai-karakter. Kurikulum 2013 pun akan gagal jika
UN tidak direposisi menjadi alat pemetaan kinerja
pendidikan ataupun instrumen seleksi masuk ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
Penutup
Belajar adalah sebuah proses memaknai pengalaman.
Setiap peristiwa belajar melibatkan pengalaman yang unik,
berbeda bagi masing-masing anak. Pendidikan yang
bermakna hanya mungkin terjadi dengan penghormatan
pada pengalaman pribadi anak. Sekolah seringkali
memiskinkan pengalaman anak dengan membangun
tembok sekolah tinggi-tinggi, dan melakukan
penyeragaman yang berlebihan. Bersamaan dengan
pelemahan peran keluarga di rumah, banyak sekolah
berperan seperti tempat penitipan anak, atau bahkan panti
asuhan yatim piatu.
Penutup
Otak-atik Kurikulum
Otak-atik kurikulum, lalu Ujian Nasional, adalah gejala
kronis schoolism yaitu sebuah paham yang menyamakan
pendidikan dengan persekolahan belaka. Padahal tembok-
tembok sekolah sedang bertumbangan digempur
gelombang internet. Oleh Kemendikbud yang didukung
Jusuf Kalla, UN nyaring dikatakan akan mendongkrak mutu
pendidikan nasional. Pada kenyataannya kinerja pendidikan
Indonesia tidak membaik, tapi justru menurun terus. Lihat
hasil survey Program in International Reading and Literacy
Study (PIRLS), Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) dan Program in International
Students Assessment (PISA) mutakhir. Jika pendidikan
karakter yang dicanangkan Kemendikbud boleh dianggap
serius, maka kita justru telah gagal melahirkan warga muda
yang cukup jujur dan berintegritas sehingga untuk ujian
tidak perlu diawasi oleh siapapun. Realitasnya : diperlukan
pengawasan berlapis saat Ujian Nasional.
Ramalan itu sudah terbukti saat ini, tapi petinggi negeri ini
bak katak dalam periuk air yang dipanasi perlahan yang
dikisahkan oleh Daoed Joesoef beberapa waktu yang lalu :
tenang-tenang saja tanpa sense of crisis sama sekali. Lalu
mereka akan terkejut karena saat terbangun dari mimpi,
mereka mendapati diri mereka sendiri telah mati terebus
air mendidih. Dukungan Wapres Boediono pada
pengembangan Low Cost Green Car baru-baru ini adalah
bukti mutakhir kemajalan rasa krisis ini. Alih-alih
mendorong productivism, yang dikembangkan adalah
consumerism.
Keluarga
Sementara itu penting untuk dicermati bahwa satu institusi
yang paling terpengaruh oleh sistem persekolahan dan
pembangunan yang terobsesi dengan pertumbuhan yang
didorong oleh industri eksploitatif berskala besar itu adalah
keluarga di rumah. Sekolah telah merampas peran edukativ
dalam keluarga, sementara pabrik telah merampas fungsi-
fungsi produktiv skala kecil dari keluarga di rumah.
Kehidupan yang dengan congkak kita sebut modern ini
ditandai oleh satu atribut yang menonjol yaitu rumah
sebagai unit konsumtif. Dalam model ekonomi makro,
rumah dan keluarga selalu dilihat sebagai sumber
pembelanjaan (konsumsi), sementara investasi produktif
selalu diasumsikan terjadi di luar rumah atau keluarga.
Keluarga
Sementara itu penting untuk dicermati bahwa satu institusi
yang paling terpengaruh oleh sistem persekolahan dan
pembangunan yang terobsesi dengan pertumbuhan yang
didorong oleh industri eksploitatif berskala besar itu adalah
keluarga di rumah. Sekolah telah merampas peran edukativ
dalam keluarga, sementara pabrik telah merampas fungsi-
fungsi produktiv skala kecil dari keluarga di rumah.
Kehidupan yang dengan congkak kita sebut modern ini
ditandai oleh satu atribut yang menonjol yaitu rumah
sebagai unit konsumtif. Dalam model ekonomi makro,
rumah dan keluarga selalu dilihat sebagai sumber
pembelanjaan (konsumsi), sementara investasi produktif
selalu diasumsikan terjadi di luar rumah atau keluarga.
Pendahuluan
Kini makin jelas bahwa babag akhir dari kisah panjang 200
tahun institusi legendaris yang kita sebut sekolah sudah
semakin dekat. Tembok-tembok sekolah bertumbangan
satu persatu diterjang oleh gelombang internet. Syukurlah,
pendidikan bukan sekedar persekolahan. Sekolah hanyalah
makan siang di warung dekat rumah. Masih ada sarapan
dan makan malam di rumah untuk anak-anak kita. Tesis
Ivan Illich makin terbukti bahwa pendidikan universal justru
akan diuntungkan oleh agenda mengurangi persekolahan
atau deschooling melalui pengembangan Jejaring Belajar yg
lentur dan non-formal.
Kembali ke KTSP
Keterdidikan
Jika kita amati lebih jauh, kita akan mendapatkan fakta-
fakta berikut. Pertama, keterdidikan kita tidak hanya
ditentukan oleh sekolah kita. Bahkan keterdidikan kita
banyak ditentukan oleh kehidupan sehari-hari di rumah dan
di masyarakat. Lingkungan sekolah adalah lingkungan yang
sudah dimanipulasi. Pendidikan yang bermakna jarang
sekali terjadi di lingkungan yang manipulatif. Paul Goodman
mengatakan bahwa pendidikan bermakna selalu terjadi
secara insidental, tak terduga, tidak direncanakan, dalam
kehidupan sehari-hari.
Konsekuensi Buruk
Betapa njomplang kondisi layanan pendidikan Indonesia
saat ini telah diakui oleh Kemendikbud sendiri saat berjanji
melakukan pemerataan mutu sarana dan prasarana
pendidikan serta guru setelah dinyatakan lalai karena
memaksakan Ujian Nasional oleh sebuah Pengadilan Negeri
di Jakarta. Layanan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus
jauh dari memadai. Kesenjangan itu juga tampak pada
distribusi guru yang menumpuk di kota-kota sementara di
pedesaan kekurangan guru terjadi di mana-mana. Distribusi
guru yang buruk ini juga mengindikasikan terjadinya
korupsi dalam penempatan guru.
Mempercayai Guru
Pelajaran yang terpenting kedua dari Finlandia adalah guru
yang terpercaya adalah kunci utama kesuksesan
pendidikan Finlandia. Pasi menekankan bahwa adalah
penting untuk mempercayai guru agar tumbuh menjadi
profesional yang dapat dipercaya. Di Indonesia situasinya
berbeda 180 derajad. Guru, bahkan yang sudah
bersertifikat guru profesional sekalipun, tidak dipercaya
untuk meluluskan murid-muridnya sendiri. Kewenangan
profesionalnya dirampas oleh mesin pemindai melalui
Ujian Nasional. Dan lebih menyedihkan lagi, guru-guru itu
hingga saat ini diam saja! Menjelang UN, layanan
bimbingan tes menjamur, dan murid semakin kehilangan
kepercayaan pada guru-gurunya, lebih mempercayai
mentor-mentor bimbingan tes itu.
Pendahuluan
Berbeda dengan sekolah yang harus melakukan reposisi
secara mendasar karena diterjang internet, perguruan
tinggi tidak terkena dampak sehebat sekolah. Sementara
belajar tidak lagi harus di sekolah, bisa di mana saja, untuk
memperoleh gelar akademik, seseorang harus ke
perguruan tinggi. Namun demikian, perguruan tinggi tetap
harus melakukan penyesuaian-penyesuaian di era digital
baru ini.
Kerangka Solusi
Pendidikan, bukan persekolahan, seharusnya menjadi arus
utama pembangunan, bukan arus pinggiran, dan menjadi
wacana yang ajeg oleh Presiden sendiri, bukan sebuah
urusan yang cukup diselesaikan oleh Mendiknas.
Pendidikan melalui jejaring belajar perlu dirancang
berorientasi mutu, dan memperoleh alokasi anggaran yang
jauh lebih tinggi daripada yang sekarang dialokasikan.
Selama pendidikan masih dianggap sebagai salah satu
sektor pembangunan yang berebut anggaran dengan
sektor-sektor lainnya, pendidikan akan gagal menghasilkan
warga negara yang kompeten, efisien dan produktif
bekerja diberagam sektor kegiatan pembangunan.
Gagasan itu sebagai hasil olah pikir dan olah rasa manusia,
kemudian diwujudkan melalui olah tangan. Segera harus
dicatat, bahwa bentuk dan anatomi tangan manusia
menunjukkan tingkat evolusi spesies paling tinggi. Tidak
ada spesies dengan kemampuan manipulasi fisik seperti
manusia, termasuk daya rusaknya bagi alam semesta ini.
Hasil olah tangan tersebut selanjutnya dilanjutkan dengan
visualisasi gagasan tersebut di atas sebuah medium dalam
bentuk gambar di atas batu, kulit, kayu ataupun daun
lontar.
praktek → baca
↑ ↓
bicara ← tulis
Pendahuluan
Apapun yang kita rancang untuk membangun kehidupan
yang lebih baik bagi Indonesia di masa depan harus
mempertimbangkan dua hal : menjaga dan memulihkan
daya dukung lingkungan hidup yang semakin menurun dan
memberdayakan keluarga yang semakin terpuruk. Obsesi
pada pertumbuhan tidak saja telah terbukti keliru karena
merusak dan menimbulkan ketidakadilan yang makin luas,
tapi juga sekaligus tidak etis. Model industrialisasi yang
menjadi tumpuan pertumbuhan itu telah menelantarkan
sektor agro kompleks (termasuk perikanan laut) yang
menjadi penopang kehidupan kita karena tugasnya sebagai
penangkap energi matahari.
Mengapa hal ini bisa terjadi dan kita biarkan terus terjadi ?
Jawabannya cukup kompleks, tapi sebagian perilaku
negativ itu justru dipelajari di sekolah sebuah tempat yang
"taken for granted" sebagai tempat paling aman setelah
rumah. Kita harus periksa ulang anggapan yang tidak selalu
sahih ini.
Saat keluarga (oleh Daoed Joesoef disebut sebagai sekolah
cinta) di rumah kehilangan kepercayaan diri untuk
mendidik anak-anaknya sendiri, sekolah telah menjadi
"rumah kedua" bagi banyak anak-anak Indonesia.
Pertanyaanya : apakah sekolah disiapkan menjadi sekolah
cinta? . Data-data menunjukkan bahwa banyak sekolah
justru menjadi "sekolah kekerasan". Seperti banyak penjara
telah menjadi "sekolah para penjahat" (keluar penjara
justru menjadi penjahat yang lebih kompeten), sekolah
hanyalah tempat penitipan, untuk tidak menyebutnya
pembuangan, anak yang berbahaya. Banyak sekolah
berfungsi layaknya sebuah penjara. Saat sekolah menjadi
ruang yang sempit bagi ekspresi fisik dan emosional anak,
maka energi muda itu akan mencari penyalurannya sendiri.
Ini terjadi saat sekolah hanya menjadi tempat guru
mengajar, tapi bukan tempat murid belajar
mengembangkan potensi positiv dirinya.
Kekerasan di Sekolah
Penutup
Pendahuluan
Penutup
Masalah
Jika saja tidak sebanyak ini jumlah mobil dan juga sepeda
motor di pulau Jawa, kesenjangan dan ketidakadilan
Indonesia pasti tidak akan seburuk saat ini. Kita memang
tumbuh, tapi tanpa kualitas, karena tidak menciptakan
lapangan kerja dan bersifat konsumtif. Jika APBN tidak
habis untuk subsidi BBM, akan lebih banyak infrastruktur
irigasi, air bersih, listrik, jalur kereta api, jalan, jembatan dan
pelabuhan yang terbangun di Madura,
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa
Tenggara. Saat ini saja, terjual hampir 100 mobil baru setiap
harinya di Surabaya dan sekitarnya, atau 3000 mobil baru
perbulan. Penjualan mobil ditargetkan oleh ATPM
mencapai sekitar 1 juta unit pertahun !
Penutup
Latar Belakang
Disorientasi Pendidikan
Irelevansi Pendidikan
Kesimpulan
Pendahuluan
Dalam konteks membangun jejaring belajar, maka layanan
pendidikan non-formal perlu diperkuat. Kinerja layanan
pendidikan non-formal di Jawa Timur sudah semakin
berkembang walaupun masih banyak yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki kinerja layanan pendidikan ini.
Persoalan pokok yang dihadapai oleh pendidikan non-
formal saat ini adalah spektrum kompetensi yang masih
terbatas dan mutunya.
Pendahuluan
Pendidikan Seni
Pendidikan seni yang memperkuat pendidikan bahasa
dalam mengembangkan olah-rasa juga terbengkalai di
tingkat dasar. Pendidikan seni juga penting dalam rangka
mengembangkan kompetensi kreatif, berpikir secara
lateral dengan memanfaatkan otak kanan peserta didik.
Menyanyi, menari, bermain musik sudah lama ditinggalkan.
Hanya murid dari keluarga mamp;u saja yang masih peduli
dengan pendidikan seni, tentu dengan mengambil private
lessons di lembaga-lembaga kursus seni (musik, menari,
melukis, dsb).
Penutup
Pendidikan jasmani melalui bermain dan berkelompok
mengembangkan kompetensi-kompetensi sportifitas,
semangat bekerjasama, dan membangun disiplin, termasuk
disiplin waktu. Manfaat pendidikan jasmani melalui
bermain ini tidak banyak disadari oleh guru-guru SD kita.
Pemahaman yang kurang serta beban kurikulum yang
berlebihan telah mendorong model-model evaluasi yang
hanya memberi innsentif bagi proses pembelajaran di kelas
yang terlalu kognitif dengan model pilihan berganda.
Pesantren
Kelembagaan Pesantren
Sertifikasi Ustadz
Mutu Ustadz
Kurikulum
Penutup
Pendahuluan
Introduction
Recently, the Ministry of Education and Culture (MoEC) has
launched a new policy initiative for a new curriculum in
2013. It was claimed to be a major improvement to the
former Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006,
and also a direct response to the poor results of Indonesian
pupils performance in the most recent Programme in
International Student Assessment (PISA), Trends in
International Math and Science Studies (TIMSS), and
Programme in International Reading and Literacy Study
(PIRLS). Indonesian pupils performed badly in maths,
science, and reading. Most of them are not well-equipped
with the skills needed in the 21st century such as critical
and higher order thinking.
Kurikulum 2013
The newly proposed curriculum as a whole is a peak sign of
schoolism currently idolized by the MoEC. Combined with
standardized test policy of National Exam (Ujian Nasional),
this schoolism idolatery cannot be worse. The MoEC
consistently claimed that the new curriculum is a major and
much better shift from the existing KTSP.
Learning webs
We have to take back education from the monopolizing
schools. Once education is understood as schooling, it
becomes scarce resources by definition. More schools will
lead to less education.
Introduction
When the Minister of Education and Culture and his staffs
said during a series of campaign to socialize the new
curriculum Kur2013, they put too much emphasis and
stakes on schools for the future of this country. This may
have convinced many higher ranking officers, those who
are to make policies on closely related issues, and
teachers. However, this may, unfortunately, have misled
them, too.
Learning
Learning is the core of education. Learning will replace not
only teaching but schooling all together. With the internet
access becomes ubiquitous, learning will soon be easily
done anywhere, anytime and with anybody with much less
formalism as might be indicated by thing such as "a
carefully designed" curriculum. Such a curriculum is only
suitable for kids with special needs. Average children do
not need a rigid curriculum centralistically designed. Smart
kids will find such rigid, outside-in curriculum an insult to
their intelligence and independence. Learning will
becomes increasingly taylor-made and individualised, and
also inside-out, learner's demand specific.