LAPORAN PENDAHULUAN Demam Tifoid
LAPORAN PENDAHULUAN Demam Tifoid
DEMAM TIFOID
Di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga
Oleh :
Siti Munadliroh
NIM 22020111130099
PRAKTIK KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
DEMAM TIFOID
1. Definisi
Demam tifoid atau typhoid fever atau typhus abdominalis adalah penyakit yang disebabkan
oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang
masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2004). Demam tifoid
adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang
termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010). Demam tifoid adalah infeksi sistemik
akut yang disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier, 2013.) Jadi, demam tifoid merupakan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri gram negatif yang menurunkan sistem pertahanan
tubuh dan dapat menular pada orang lain melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
1. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini antara lain:
1. Salmonella typhii
2. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau paratyphii hanya ditemukan pada manusia
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang terkontaminasi
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan mancanegara atau
makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella Paratyphii
Cmerupakan bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus dinding usus dan
selanjutnya masuk ke dalam saluran peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag
manusia. Bakteri ini masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses
yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari. Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-4
dalam perjalanan penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh
kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah menderita
demam tifoid atau tifus akan menjadi orang yang menularkan tifus pada yang belum pernah
menderita tifus.
1. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui
mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati.
Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor
histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi
dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri
melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus,
tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch,
merupakan tempat internalisasiSalmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di
dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan
limfe (Soedarmo, dkk, 2012). Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang
lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu
maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan
tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang,
kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi
baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme
di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran
endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga
endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel
limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat
lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang
tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga
menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, dkk, 2012). Pada minggu pertama sakit, terjadi
hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi
nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi
penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan
perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial dan
limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).
1. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari tergantung pada
besar inokulum yang tertelan. Tanda dan gejala yang dapat muncul pada demam tifoid antara
lain:
1. Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut berkembang
selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi, terutama jika terjadi pada
minggu kedua atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi kelesuan berat, batuk, dan epistaksis.
Demam yang terjadi bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu minggu. Pada minggu
kedua, demam masih tinggi, anak merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan gejala perut
bertambah parah. Anak tampak sangat sakit, bingung, dan lesu disertai mengigau dan pingsan
(stupor). Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan tingginya
demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut kembung dengan nyeri
difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan demam enterik, terjadi ruam
makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada hari ke tujuh sampai ke
sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa dengan diameter 1-5 mm.
Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari. Biakan lesi 60% menghasilkan organisme
Salmonella.
2. Bayi dan balita
Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan diagnosis
gastroenteritis akut.
3. Neonatus
Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan. Gejalanya
berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat mencapai 40,5 derajat
celsius. Dapat terjadi kejang, hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat badan.
1. Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan regular.
Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian khusus harus diberikan
pada pemeriksaan jasmani harian yang kadang-kadang harus dilakukan lebih sering sampai
kepastian diagnosis didapat dan respon yang diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya
sudah tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti pada kulit, kelenjar limfe,
mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem
saraf.
2. Pemeriksaan Laboratorium
3. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus.
1. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus dilakukan.
1. Imunorologi
Uji widal adalah pemeriksaan serologi yang ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody di
dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil positif dinyatakan dengan
adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita
sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit,
keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
1. Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit normal
: bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
1. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus dibuat dalam
situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien yang demam disertai batuk-
batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk
mengetahui komplikasi yang muncul.
1. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap penyakit
demam yang signifikan.
1. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman
yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat
mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan
tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
1. Pathway
Terlampir
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus
diubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan karena kadang-kadang terjadi
obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.
3. Obat
4. Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
o Kloramfenikol
Menurut Damin Sumardjo (2009), kloramfenikol atau kloramisetin adalah antibiotik yang
mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan
untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram posistif dan bakteri
gram negatif. Kloramfenikol dapat diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep.
Efek samping penggunaan antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang
berlebihan adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 – 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75
mg/kg BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama.
o Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2007, hal: 86), Thiamfenikol (Urfamycin)
adalah derivat p-metilsulfonil (SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip
kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada anak: 20-30 mg/kg BB/hari.
o Ko-trimoksazol
Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg
SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang merupakan
sulfonamida dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang
ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain agranulositosis dan
anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi glukosa-6-fosfodehidrogenase. efek
samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens
Johnson, sejenis eritema multiform dengan risiko kematian tinggi terutama pada anak-anak.
Kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak yaitu
trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua
dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk
menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay & Kirana
Rahardja, 2007, hal:140).
o Ampisilin dan Amoksilin
Ampisilin: Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif terhadap E.coli, H.Inflienzae,
Salmonella, dan beberapa suku Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat penisilin
lain, ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus yang mungkin ada
kaitannya dengan penyerapannya yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit
(rash,ruam) dapat terjadi. Dosis ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena
dalam empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam, secara oral
dalam tiga dosis), (Behrman Klirgman Arvin, 2000, hal:942).
1. Obat – obat simptomatik:
o Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)
o Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)
o Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran dan kekutan
badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.
Secara fisik penatalaksanaannya antara lain:
1. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam.
Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula
apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau apakah anak mengalami kejang-
Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak,
karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya sulai oksigen ke otak akan
berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa
rusaknya intelektual tertentu.
1. Buka pakaian dan selimut yang berlebihan
2. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
3. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang
akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
4. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak- Minuman yang diberikan dapat
berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannya
agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
5. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
6. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
1. Proses Keperawatan
2. Pengkajian
3. Data demografi
Klien / pasien Tanggal pengkajian : Tanggal masuk : Ruangan :
Identitas Nama : Tanggal lahir / umur : Jenis
kelamin : Agama : Suku :
Diagnosa : Orangtua / penanggung jawab Nama :
Hubungan dengan klien : Suku : Agama :
Alamat : No. Telepon :
1. Alasan datang ke rumah sakit
2. Riwayat penyakit sekarang
Mengalami muntah-muntah, BAB hingga 3 kali lebih, anak sering rewel, dan badan lemas.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare atau pernah menderita penyakit pencernaan.
o Prenatal
Pemeriksaan rutin
Umur kehamilan 1-28 minggu : setiap 4 minggu sekali Umur kehamilan 28-36 minggu :
setiap 2 minggu sekali Umur kehamilan > 36 minggu : setiap 1 minggu sekali
o Keluhan selama hamil
Keluhan mual dan muntah selama hamil trimester awal yang dirasakan oleh ibu, dianjurkan
untuk mengkonsumsi makanan dengan jumlah lebih banyak dari sebelum hamil namun
proses makan dilakukan sedikit tetapi sering.
o Riwayat terkena radiasi
Apakah selama hamil ibu klien pernah menjalani pemeriksaan radiologi.
o Riwayat kenaikan berat badan selama hamil
IMT rendah < IMT normal 18,5- IMT tinggi 25- IMT obesitas >
18,5 24,9 29,9 30
o Natal
o Tempat melahirkan
Puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin
o Jenis persalinan
Jenis persalinan adalah normal dan SC dengan presentasi kepala atau bokong
o Penolong persalinan
Bidan, dokter, dukun bayi.
o Komplikasi saat melahirkan
Ada atau tidak komplikasi saat melahirkan
o Komplikasi setelah melahirkan
Ada atau tidak komplikasi setelah melahirkan
o Post natal
o Kondisi Neonatus
Warna kulit klien saat lahir berwarna kemerahan dan bayi langsung menangis secara spontan
dan keras serta bergerak aktif ketika pertama kali keluar atau dilahirkan.
o Imunisasi
Jenis Umur
Imunisasi
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BCG
Hepatitis
1
Hepatitis
2
Hepatitis
3
DPT 1
DPT 2
DPT 3
Polio 1
Polio 2
Polio 3
Polio 4
Campak
o Pertumbuhan Fisik
Berat badan: 2500 – 4000 gram Tinggi badan: ±50 cm
o Perkembangan tiap tahap
Berguling : 6 bulan Duduk : 7 bulan Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan Berjalan : 10 bulan
3. Riwayat penyakit keluarga
Genogram Keterangan: : sudah meninggal : perempuan : laki-
laki : perkawinan : tinggal satu
atap : keturunan : Klien / An. A
1. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia menurut Virginia Henderson
2. Kebutuhan Oksigenasi
Saat di rumah: Apakah klien pernah mengalami masalah dengan pernafasannya . Berapa
denyut nadi klien . Rentang normal berkisar antara 80 – 120 kali permenit untuk dewasa.
120-130 kali permenit untuk anak-anak. Frekuensi pernapasan normal berkisar antara 20-24
kali permenit untuk dewasa. 30-40 kali permenit untuk anak-anak. Apakah klien mengalami
sesak napas. Saat dikaji: Apakah klien menggunakan alat bantu pernapasan. Berapa frekuensi
pernapasan dan denyut nadi klien. Apakah klien terlihat kesulitan ketika bernapas,
kedalaman napas klien normal atau tidak.
2. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit: Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari. Saat dikaji:
Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari saat dirumah sakit. Apakah
klien lemas atau sudah mulai bisa beraktivitas seperti sebelum sakit. Tabel Tingkat
Kemandirian
Makan/minum
Toileting
Berpakaian
Berpindah
6. Kebutuhan Eliminasi
BAB
BAK
Eyes Spontan 4
Dengan perintah 3
Rangsangan nyeri 2
Tidak berespon 1
Melokalisasi nyeri 5
(menunjuk)
Reaksi menghindari 4
nyeri
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak berespon 1
Verbal Terorientasi 5
Bingung 4
Kata-kata tidak 3
dimengerti
Tidak berespon 1
2. Antropometri
o LILA
Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah,
murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan
gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.
Normal 23,5 cm
Normal 9,5 cm
Balita
o IMT
IMT = Berat badan (kg)/ (tinggi badan (cm) / 100)2
o Z-score
Z-score = BB – Median BB/U SD reference
Z-score ≥ +2 Obesitas
1. Rencana Keperawatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderungmeningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah
tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid
adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier.
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun
lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang
baik dapatmengurangi penyebaran penyakit ini.
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
Penyebaran geografis dan musim : Kasus-kasus demam typhoid terdapat hampir di seluruh
bagian dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu
sering merebak di daerah yangkebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
Penyebaran usia dan jenis kelamin: Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan
antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-
anak. Orang dewasa seringmengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang
atau sembuh sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat
pada tabel di bawahini. Usia persentase: 12 – 29 tahun 70 – 80 %,30 – 39 tahun 10 – 20 %, >
40 tahun 5 – 10 %.
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum:
Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut :
Diharapkan mahasiswa dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan khusus:
a. Meningkatkan pengetahuan tentang konsep dan teori keperawatan klien dengan
penyakit Typhoid Fever.
b. Memberikan asuhan keperawatan secara tepat melalui dari tahap pengkajian,
perumusan dari diagnosa keperawatan, pembuatan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan
dan evaluasi terhadp tindakan dan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
c. Menggunakan sebagai bahan perbandingan antara konsep dan teori yang didapat
dengan khusus yang ada dilapangan.
d. Mengidentifikasi faktor penghambat dan penunjang dalam melaksanakan Asuhan
Keperawatan Pada Ny. B Dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Typhoid
Fever RuangIsolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak.
D. Metode Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskrptif yaitu dengan
mengungkapkan faktor-faktor dan data yang didapat.dapun cara-cara pengumpulan data yang
di gunakan adalah sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan yaitu Menggunakan literatur-literatur kepustakaan yang berhubungan
dengan konsep dasar dan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Typhoid
Fever serta bahan-bahan kuliah selama di Akademi Keperawatan Pemda Ketapang.
2. Studi kasus yaitu Berdasarkan pengkajian kasus yang dilakukan dilapangan pada
pasien Ny.B.dengan Typhoid Fever serta pemberian asuhan langsung.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada laporan hasil studi kasus ini adalah:
Bab I : Terdiri dari, Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah
terjadinyaTyphoid Fever, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, Metode Penulisan
dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Terdiri dari, menjelasakan konsep teori tentang Tyhpoid Fever dan Asuhan
Keperawatan.
Bab III : Terdiri dari, menguraikan laporan kasus
Bab IV : Terdiri dari, menguraikan tentang pembahasan dari hasil laporan kasus Typhoid
Fever pada klien Ny. B
Bab V : Terdiri dari, penutup, kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar
Pada bab ini akan menguraikan konsep dasar Typhoid Fever serta dengan asuhan
keperawatan secara teoritis.
1. Definisi
Deman Typhoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan
segala deman, gangguaan pada saluran pencernaan.(Mansjoer, 2002,; 432)
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. (www.sehat-
jasmanidanrohani.blogspot.com)
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat
menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Anatomi Fisiologi
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian yaitu:
1) Bagian atas: gusi, gigi, bibir, dan pipi.
2) Bagian dalam/rongga mulut.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan
(esofagus).
c. Esofagus
Terletak di mediastrium rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior
terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25
cm (10 inci), menjadi distensi bila maknan melewatinya.
d. Lambung
Ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah
diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas
sekitar 1500 ml. Intlet ke lambung disebut pertemuan esofagogastirk. Bagian ini dikelilingi
oleh cincin otot halus , disebut sfringter esofagus bawah atau springter kardia. Yang pada saat
kontraksi, menutup lambung dari esofagus. Lambung dapat dibagi kedalam empat bagian
anatomi: kardia (jalan masuk), fundus, korpus dan pilarus ( outtlet).
e. Springter piloris
Otot halus serkuler di diding pilorus yang berfungsi mengontol lubang diantara lambung dan
usus halus.
f. Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan
berakhir pada seikum, dengan panjangnya kurang lebih 2 m.
Lapisan usus halus terdiri dari:
1) Lapisan mukosa
2) Lapisan otot
3) Lapisan serosa (luar)
Usus halus terdiri dari 2 bagian yaitu:
1) Duodenum (usus duabelas jari)
Dengan panjang kurang lebih 25 cm, pada duo denim terdapat muara saluran empedu dan
saluran pankreas.
2) Yeyunum dan ileum
Dengan panjang kurang lebih 6 m, ujung bawah illeum berhubungan dengan perantaraan
lubang yang bernama orifisim illeoseikal.
3. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier.
Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
4. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F
yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui
Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-
sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia.
Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan
merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis
typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena
salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.
PATHWAY TYPHOID
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Perubahan nutrisi
5. Manifestasi Klinis
Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan
dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi /
diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih,
kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran
6. Kompikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :
hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis
dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
B. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah factor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-
aspek pemeliharaan, rehabilitas dan preventif perawatan kesehatan. Ketika pasien memasuki
system pelayanan kesehatan, perawat menggunakan dengan langkah-langkah pada proses
keperawatan, mengumpulkan data, mengidentifikasi masalah. Kebutuhan diagnose
keperawatan) menetapkan tujuan-tujuan mengidentifikasi hasil dan memilih intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil serta tujuan ini. (Doengoes : 2000).
Proses keperawatan terdiri dari:
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses
keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi
yang tepat. Ada beberapa faktor yang harus diperhatiakn antara lain:
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh
salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan,
jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor
predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penulisan klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas tentang masalah kesehatan/ proses keperawatan yang actual dan potensial
(Doengos, dkk.:2000).
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
a. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah
b. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah
c. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
d. Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan
fisik
e. Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
f. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau
informasi yang tidak adekuat
Perencanaan
Menurut Carperito dan Moyet, (2007 : 83) perencanaan dalam proses keperawatan adalah
metode pemberian langsung kepada klien terdiri atas tiga fase yaitu menentukan prioritas,
merumuskan tujuan dan membuat intervensi keperawatan.
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan
pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut:
Diagnosa. 1
Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal,
tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan
peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari
pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan
distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi
dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik
usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran
mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah
baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien
makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi
lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat analgesik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres
dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas,
anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien
seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-
barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase
serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor
tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi
yang tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta
dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk
bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab
dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan
demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap
tindakan yang dilakukan pada klien
Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan kategori dan prilaku keperawatan, dimana perawat melakukan
tindakan yang diperlukan untuk mencaspai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan Potter dan Perry (1999) pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau
mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari dengan kata lain pelaksanaan mencangkup
melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari.
Evaluasi
Evaluasi merupakan keputuana atau pendapat tentang Carpenito dan Moyet (2007) sedangkan
menurut Rubenfeld dan Scheffer (1999). Evaluasi adalah tindakan memeriksa setiap aktivitas
dan apakah hasil yang diharapkan telah tercapai.
Adapun tipe-tipe evaluasi yang harus perawat lakukan dalam asuhan keperawatan kepada
klien meliputi : evaluasi masalah kolaboratip yaitu mengumpulkan data yang telah dipilih,
membandingkan data untuk mencapai data normal. Menilai data yang di dapat dengan nilai
normal. Evaluasi diagnosis keperawatan dan peningkatan pencapaian tujuan dan evaluasi dari
status perencanaan keperawatan dan hasil yang di dapat.
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien
dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan
cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang
penyakitnya.
BAB III
LAPORAN KASUS
Pada bab tiga ini penulis akan membahas laporan kasus pada Ny.B dengan gangguan
system pencernaan : Typhoid Fever diruang Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Soedarso Pontianak
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. B
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Adisucipto Pontianak,
Ststus perkawinan : Janda
Suku Bangsa : Melayu
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Ruangan Rawat : Ruangan Isolasi (H)
Dianosa medis : Typoid Fever
Tanggal Masuk : 11 April 2012
Tanggal Pengkajian : 16 April 2012
No. RM : 587827
Jam Pengkajian : Jam 08.00 WIB.
Keterangan
Laki-laki :
Perempuan :
Pasien :
Meninggal :
Tinggal satu rumah :
e. Data Biologis
1) Pola nutrisi
Di rumah : Klien mengatakan makan dan minum 3 x sehari dengan menu makanan
berbeda. BB 48 kg
Di rumah sakit : Klien mengatakan makan dengan porsi ditentukan di RS sangatlah tidak
nyaman baginya dan terasa mual dan muntah saat makan, klien hanya menghabiskan makan
4-6 sendok saja. BB 46 kg
2) Pola minum
Dirumah : Klien mengatakan minum 7-8 gelas/ hari.
Dirumah sakit : Klien mengatakan hanya minum 1-3 gelas/ hari hari
3) Pola eliminasi
Di rumah : Klien mengatakan biasanya BAB ± 1-2 kali perhari dan BAK ± 3-4 kali
perhari.
Di rumah sakit : Klien mengatakan selama di RS BAB hanya ± 2-3 kali dalam seminggu
dan BAK ± 2-3 kali perhari.
f. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Klien lemah
2. Kesadaran : Compos Mentis
GCS = 15 E:4 M:5 V:6
3. Tanda-tanda vital :
TD : 110/80 mmHg RR : 20 x/menit N : 102 x/menit
S : 38 °C BB : 46 kg
4. Pemeriksaan Persistem :
a) Sistem Pernafasan
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada massa dan sputum pergerakan paru kanan dan kiri
normal dengan frekuensi 20 kali/ menit .
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, pada sinus prontalit maksilanus nyeri tekan tidak ada
Perkusi : Bunyi resonan pada lapang dada.
Auskultasi : Normal
b) Sistem Kardiovaskuler:
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada pembesaran dada kanan atau kiri
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dengan frekuensi nadi 102 x/ menit
Perkusi : Tidak terdengar suara pekak
Auskultasi : Terdengar suara jantung S1 (lub) dan S2 (dub), Gallop (-), Murmur (-).
c) Sistem Persyarafan
1) Nervus olfaktorius : Penciuman Normal
2) Nervus optikus : Penglihatan klien normal dan jelas
3) Nervus okulomotorius. : Pergerakan bola mata klien normal dan klien tidak
juling
4) Nervus trochlearis : Normal
5) Nervus trigeminus : Normal
6) Nervus abdusen : Sensasi wajah baik dan normal
7) Nervus fasialis : Gerakan otot wajah klien baik
8) Nervus vestibulokoklealis : Normal
9) Nervus glasofaringius : Rasa ; Normal
10) Nervus vagus : Reflek menelan baik
11) Nervus aksesorius : Gerakan otot baik
12) Nervus Hipoglosus : Gerakkan lidah baik
d) Sistem Pencernaan
Inspeksi : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen atas atau bagian ulu hati skala 5
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus 20 x/m
e) Sistem Perkemihan
Inspeksi : Klien mengatakan bentuk alat kelaminnya normal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada vesita urinaria
f) Sistem Pengindraan
(1) Mata
Inspeksi : Bentuk simetris, konjungtiva berwarna merah muda penglihatan baik, tidak ada
alat bantu penglihatan.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
(2) Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada massa dan sputum
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
(3) Pendengar
Inspeksi : Bentuk simetris terdapat serumen, dengan pendengaran baik
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
(4) Pengecap
Inspeksi : Mukosa bibir lembab, bibir simetris dan tidak terlihat bercak putih atau kotor.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada leher dan reflek menelan
(5) Peraba
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Klien bisa membedakan antara panas dan dingin
g) Sistem Endokrin
- Pembesaran kelenjar thiroid : Tidak ada pembesaran
- Pemebesaran kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
- Hiperglikemia : tidak ada masalah
- Hipoglikemia : tidak ada masalah
l) Sistem Integumen
Inspeksi : Warna kulit kuning langsat, kulit bersih tidak keriput
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan kulit tidak kasar.
g. Data Psikologis
1) Status Klien selalu sabar dengan penyakit yang di
emosi : derita.
Klien selalu tetap pada penderitaanya dalam
2) Konsep bekerja, klien bangga dengan pekerjaanya
diri : selama ini karena dapat membantu keluarga.
Klien berkomunikasi dengan baik dan
menggunakan bahasa melayu.
3) Gaya Pola interaksi klien baik,mudah diajak bicara
komunikasi : dengan keluarga, perawat, maupun orang lain.
Klien tampak sedikit cemas dengan kondisi
4) Pola penyakit yang dialaminya. Keluarga klien selalu
interaksi : sabar dan selalu memberikan support dan berdoa
untuk kesembuhan klien.
5) Pola
koping :
h. Data Sosial
1. Pendidikan dan pekerjaan : Klien tamatan SD dan bekerja di
bidang swasta.
2. Hubungan sosial : Klien selalu ramah dengan tetangga
dan orang disekitar lingkunganya.
3. Faktor Tradisi dalam keluarga tidak ada yang
sosiokultural : bertentangan dengan kesehatan.
Tidak ada kebiasaan klien yang dapat
4. Gaya merugikan kesehatan, seperti klien
hidup : tidak merokok, tidak minum-minuman
beralkohol
i. Data Spiritual
Klien beragama islam, dan klien rajin sembahyang atau sholat tepat waktu
k. Pengobatan
· RL : 20 tetes/menit
· Cefotaxime : 3 x 1 gr/iv
· Ranitidin : 3 x 4 gr/iv
· Ondansetron : 3 x 1 gr/iv
· Paracetamol : 3 x 1 tablet
· Antrain : 2 x 1 amp/iv
l) Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : Klien mengatakan demam Proses Hipertermi
sudah 6 hari perjalanan
TTV : penyakit
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S : 38 °C
Do : Klien terlihat lemah dan gelisah
2 Ds : Klien mengatakan nyeri pada ulu Peningkatan Nyeri epigastrium
hati asam lambung
P : Nyeri pada abdomen
Q : ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada epigastrium
S : 6 (sedang)
T : Berkala tak menentu
Do:
- Klien terlihat meringis
- Klien gelisah
3 Ds : Klien mengatakan nafsu makan Anoreksia Perubahan pola
berkurang, terasa mual dan muntah nutrisi kurang
Do : - Klien tampak mengeluh dan dari kebutuhan
meringis tubuh
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6
sendok makan
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukannya pengkajian dan analisa data, maka tahap selanjutnya perumusan
diagnosa keperawatan adapun diagnose yang muncul pada Ny. B dengan Hipertensi
diruangan Isolasi (H) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak adalah:
1. Hipertermi berhubungan dengan proses perjalanan penyakit
Do : Klien terlihat lemah dan gelisah
Ds : Klien mengatakan demam sudah 6 hari
TTV :
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S : 38 °C
2. Nyeri epigastrium berhubungan dengan asam lambung yang meningkat
Ds : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
Do:
- Klien terlihat meringis
- Klien gelisah
3. Anoreksia berhubungan dengan perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ds : Klien mengatakan nafsu makan berkurang, terasa mual dan muntah
Do :- Klien tampak mengeluh dan meringis
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6 sendok makan
C. Intervensi
Dalam tahap ini dirumuskan tujuan dan intervensi berdasarkan diagnosa keperawatan yang
ada pada Ny. B dengan Tipoid Fever diruangan Isolasi (H) Di Rumah Sakit Umum Daerah
Dokter Soedarso Pontianak.
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 Hipertermi berhubungan Setelah 1. Berikan 1. Untuk
dengan proses perjalanan dilakukan kompres hangat menurunkan
penyakit perawatan basah panas klien
Do : Klien terlihat lemah dan selama 1 x 24 2. Monitoring 2. Untuk
gelisah jam diharapkan tetesan infuse membantu
Ds : Klien mengatakan demam suhu tubuh 20 tetes per kebutuhan
sudah 6 hari klien normal menit nutrisi tubuh
TTV : dengan kriteria 3. Kolaborasi 3. Untuk
TD : 110/80 mmHg hasil : pemberian obat membantu
RR : 20 x/menit - Suhu tubuh Piresik dan menurunkan
N : 102 x/menit 36 °C Antibiotik panas klien
S : 38 °C - Klien terlihat
tenang
2 Nyeri epigastrium berhubungan Setelah 1. Kaji skala 1. Untuk
dengan asam lambung yang dilakukan nyeri mengetahui
meningkat tindakan tingkat skala
DS : Klien mengatakan nyeri keperawatan nyeri
pada ulu hati selama 3 x 24 2. Berikan 2. Untuk
DO : jam. posisi nyaman membantu
- Klien terlihat meringis Diharapkan mengurangi
- Klien gelisah nyeri klien nyeri
hilang dengan 3. Kolaborasi 3. Untuk
criteria hasil : dengan dokter mengurangi
- Skala pemberian obat nyeri
nyeri 1 analgesik
- Klien
terlihat santai
3 Anoreksi berhubungan dengan Setelah 1. Kaji pola 1. Agar
perubahan pola nutrisi kurang dilakukan nutrisi mengeathui
dari kebutuhan tubuh tindakan porsi makan
DS : Klien mengatakan nafsu keperawatan 2. Kolaborasi klien
makan berkurang, terasa mual 3 x 24 jam menganjurkan 2. Agar
dan muntah diharapkan makan sedikit makan klien
DO : - Klien tampak mengeluh klien tidak tapi sering kembali
dan meringis mual dan 3. Kolaborasi normal
- BB sebelum masuk 48 kg muntah dengan dengan dokter 3. Agar
- BB Sesudah masuk 46 kg criteria hasil : untuk pemberian
- Klien hanya menghabiskan 4- - Klien pemberian obat gizi sesuai
6 sendok makan mau makan suplemen kebutuhan
- Klien tubuh
terlihat lahap
saat makan
D. Implementasi
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus Ny. B dengan Typhoid
Fever diruangan Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
No
No Hari/Tanggal Implementasi (DAR)
Dx Paraf
1 Senin I D : Klien mengatakan demam sudah 6
16-04-12 hari F. Loling
08.00 A:
08.30 - Berikan kompres hangat
08.40 basah
- Monitoring tetesan infuse 20
08.45 tetes per menit
- Kolaborasi pemberian obat
anti piretik dan Antibiotik
09.00 R:
- Kompres hangat basah sudah
09.05 diberikan
- Observasi tetesan infuse
09.10 normal
- Pemberian obat sesuai dosis
sudah diberikan
09.15 II D : Klien mengatakan nyeri pada ulu
hati F. Loling
A:
09.20 - Kaji skala nyeri
09.25 - Berikan posisi nyaman
09.30 - Kolaborasi dengan dokter
pemberian obat analgesic
R:
09.35 - Klien terlihat tenang dan
09.45 nyaman
- Klien tidak gelisah
09.50 III D : Klien mengatakan nafsu makan
berkurang, terasa mual dan muntah F. Loling
A:
- Kaji pola nutrisi
09.55 - Kolaborasi menganjurkan
10.00 makan sedikit tapi sering
- Kolaborasi dengan dokter
10.10 untuk pemberian obat suplemen
- BB klien 46 kg
R:
- Klien terlihat santai dan tenang
10.15 - Klien ridak mual lagi
10.20 - Klien bisa makan secukupnya
10.30
2 Selasa I D : Klien mengatakan demam , Suhu
17-04-12 tubuh klien 38 °C F. Loling
08.20 A:
08.40 - Melanjutkan tindakan
memberikan kompres hangat dingin
- Mengkolaborasikan pemberian
08.50 obat piretik
R:
- Klien tidak demam lagi
09.00 - Klien terlihat santai
09.10 - Suhu tubuh 36 °C
09.30
10.20 II D : Klien mengatakan nyeri pada ulu
hati F. Loling
A:
10.25 - Mengkaji skala nyeri
10.30 - Memberi posisi yang nyaman
10.35 - Mengkolaborasi pemberian
obat analgesic
R:
10.40 - Skala nyeri klien 4-6 (sedang)
10.50 - Posisi semi fowler telah diberikan
- Klien merasa tenang
11.00
11.35 III D : Klien mengatakan masih belum
ada nafsu makan dan tidak mual F. Loling
muntah lagi
A:
11.45 - Mengkaji pola nutrisi
11.50 - Mengkolaborasi makan sedikit
tapi sering
12.00 - Menganjurkan klien untuk
bayak minum air gula
R:
12.05 - Klien klien hanya
menghabiskan 5-6 sendok saja
12.10 - Klien masih mual muntah
- BB klien 46 kg
Rabu I D : Klien mengatakan sudah tidak
18-04-12 demam lagi, suhu tubuh klien 36°C F. Loling
08.00 A:
- Melanjutkan tindakan
08.05 memberikan kompres hangat dingin
- Mengkolaborasikan pemberian
obat anti piretik
08.20 R:
- Klien tidak demam lagi
- Klien terlihat santai
08.25 - Suhu tubuh 36 °C
08.30
08.35
08.45 II D : Klien mengatakan masih nyeri
pada ulu hati F. Loling
A:
08.50 - Mengkaji skala nyeri
09.00 - Memberi posisi yang nyaman
09.10 - Mengkolaborasi pemberian
obat analgesic
R:
09.15 - Skala nyeri klien 4-6 (sedang)
09.20 - Posisi semi fowler telah diberikan
- Klien merasa tenang
09.25 III D : Klien mengatakan sudah
mau makan dan tidak mual muntah F. Loling
lagi
A:
09.30 - Mengkaji pola nutrisi
09.35 - Mengkolaborasi makan sedikit
tapi sering
09.45 - Menganjurkan klien untuk
bayak minum air gula
R:
09.50 - Klien terlihat lahap saat makan
10.00 - Klien tidak mual muntah lagi
- BB klien naik jadi 47 kg
E. Evaluasi
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus Ny. B dengan Typhoid
Fever diruangan Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
No
No Tanggal/jam Perkembangan (SOAPIE) Paraf
Dx
1 Senin S : Klien mengatakan demam sudah F. Loling
16-04-12 I 6 hari
11.00 O:
11.15 - Klien terlihat lemah dan
gelisah,
11.20 - S = 38 °C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi ditentukan
I:
11.25 - Memberikan kompres hangat
basah
11.30 - Memonitoring tetesan infuse
20 tetes per menit
11.35 - Mengkolaborasi pemberian
obat Anti piretik dan Antibiotik
E:
11.40 - Klien terlihat tenang pada saat
di kompres
11.45 - Tetesan infuse berjalan
dengan lancer
11.50 - Klien terlihat nyaman dan
santai
Senin S : Klien mengatakan tidak nyeri ulu F. Loling
16-04-12 II hati
12.05 O:
- Klien terlihat santai
- Skala nyeri 6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
12.10 I : - Kaji skala nyeri
12.15 - Berkolaborasi dalam pemberian
obat analgesik
12.20 - Memberikan posisi yang nyaman
E: - Skala nyeri klien 6
12.25 - Obat piretik telah diberikan
12.30
Senin S : klien mengatakan mual muntah F. Loling
16-04-12 III lagi dan tidak nafsu makan
12.35 O : - Klien terlihat lemah
- BB sebelum masuk 48 kg
12.40 - BB Sesudah masuk 46 kg
12.45 - Klien hanya menghabiskan 4-6
12.55 sendok makan
A : Masalah belum teratasi
13.00 P : Intervensi dilanjutkan
13.05 I:
- Mengkaji pola nutrisi
- Mengkolaborasi
13.10 menganjurkan makan sedikit tapi
sering
- Mengkolaborasi dengan
dokter untuk pemberian obat
13.15 suplemen
13.25 - Menganjurkan minum air gula
secukupnya
13.30 E:
- Klien tampak lemah
- Klien nampak mual dan
muntah
- Klien enakan saat diberi air
gula
2 Selasa I S : Klien mengatakan masih demam F. Loling
17-04-12 O:
12.00 - Klien terlihat pucat,
- S = 37 °C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Selasa II S : Klien mengatakan tidak nyeri F. Loling
17-04-12 ulu hati
12.10 O:
- Klien terlihat santai
- Skala nyeri 6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
Selasa III S : klien mengatakan kurang nafsu F. Loling
17-04-12 makan
12.20 O : - klien masih mual BB sebelum
masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6
sendok makan
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
3 Rabu I S : klien mengatakan sudah tidak F. Loling
18-04-12 demam lagi
13.00 O:
- klien terlihat tenang dan
terbaring santai,
- S = 36 °C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
Rabu III S : klien mengatakan tidak mual F. Loling
18-04-12 muntah lagi dan nafsu makan sudah
13.20 ada
O:- Klien terlihat lahap pada saat
makan
- BB Sesudah naik 47 kg
- Klien hanya
menghabiskan makannya
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA
Brunners & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan, Edisi 8, Penerbit EGC, Jakarta.
Doengoes, Marilyn E., (2002), Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan pendokumentasian Tujuan Perawatan Pasien, Edisi III, EGC, Jakarta.
Evelyn C., Pearce, (2002), Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Nursalam, (2001), Proses Dokumentasi Keperawatan, Edisi I, Salemba Medika, Jakarta.
Pengertian Demam Tipoid. Diambil tanggal 8 Juni 2012 http://sehat-
jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html
Definisi Typoid. Diambil pada tanggal 8 Juni 2012. Asuhan Keperawatan dengan Demam
Tipoid. Diambil tanggal 9 Juni 2012. http://denfirman.blogspot.com/2010/06/asuhan-
keperawatan-typoid.html
Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan. Diambil pada tanggal 9 Juni
2012.http://blogs.unpad.ac.id/haqsbageur/2010/03/26/anatomi-dan-fisiologi-sistem-
pencernaan-manusia/
Sudoyo, Aru W., (2006) , Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III, FKUI, Jakarta.
Tarwono, Wartonah, (2004), Kebutuhan Dasar Manusi dan Proses Keperawatan, Salemba
Medika, Jakarta.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan
kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada
usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-
10%). (Mansjoer, Arif 1999).
Demam thypoid menjadi masalah kesehatan, yang umumnya terjadi dinegara yang
sedang berkembang karena akibat kemiskinan, kriminalitas dan kekurangan air bersing yang
dapat diminum. tetapi lebih sering bersifat seporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan
jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Demam thypoid dapat
di temukan sepanjang tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada anak-anak dan tidak ada
perbedaan yang nyata anatra insidensi demam thypoid pada wanita dan pria. Diagnose dari
pelubangan penyakiit thypoid dapat sangat berbahaya apa bila terjadi selama kehamilan atau
pada periode setelah melahirkan. Kebanyakan penyebaran penyakit demam typoid ini tertular
pada manusia pada daerah-daerah berkembang, ini dikarenakan pelayanan kesehatan yang
belum baik, hygiene personal yang buruk. Salah satu contoh di negara Nigeria, dimana
terdapat 467 kasus dari tahun 1996 sampai dengan 2000.
Dalam lingkungan kita menjadi endemic di selatan dan Amerika Utara, Timur
Tengah, Tenggara dan hampir seluruh Asia termasuk India. Di seluruh dunia tercatat sekitar
33 juta kasus dari demam typoid dan menyebabkan lebih dari 500.000 kematian.
2.2 Etiologi
1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora
mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu
antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
antigen H(flagella)
antigen V1 dan protein membrane hialin.
2. Salmonella parathypi A
3. salmonella parathypi B
4. Salmonella parathypi C
5. Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).
j) Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit
thypoid.
2.6 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran
cairan yang berlebihan (diare/muntah).
2.7 Perencanaan Tindakan Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil :
a. Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh Mencari pertolongan untuk pencegahan
peningkatan suhu tubuh.
b. Turgor kulit membaik
Intervensi Rasionalisasi
a. Berikan penjelasan kepada klien a. agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari
dan keluarga tentang peningkatan peningkatan suhu dan membantu mengurangi
suhu tubuh kecemasan yang timbul.
b. Anjurkan klien menggunakan b. untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian
pakaian tipis dan menyerap tipis akan membantu mengurangi penguapan
keringat tubuh.
c. Batasi pengunjung c. agar klien merasa tenang dan udara di dalam
d. Observasi TTV tiap 4 jam sekali ruangan tidak terasa panas.
e. 2,5 liter / 24 jam Anjurkan pasien d. tanda-tanda vital merupakan acuan untuk
untuk banyak minum, minum mengetahui keadaan umum pasien
f. Memberikan kompres dingin e. peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
g. kolaborasi dengan dokter dalam tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan
pemberian tx antibiotik dan asupan cairan yang banyak
antipiretik f. untuk membantu menurunkan suhu tubuh
g. antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik
untuk menurangi panas.
Intervensi Rasionalisasi
a. Jelaskan pada klien dan keluargaa. untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang
tentang manfaat makanan/nutrisi. nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
b. Timbang berat badan klien setiap 2b. untuk mengetahui peningkatan dan penurunan
hari. berat badan.
c. Beri makanan dalam porsi kecilc. untuk meningkatkan asupan makanan karena
dan frekuensi sering. mudah ditelan.
d. Beri nutrisi dengan diet lembek,d. untuk menghindari mual dan muntah.
tidak mengandung banyak serat, Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
tidak merangsang, maupun antasida dan nutrisi parenteral.
menimbulkan banyak gas dan
dihidangkan saat masih hangat e. mengurangi rasa mual dan muntah.
e. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika
kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
e.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang
berlebihan (diare/muntah)
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil :
Turgor kulit meningkat
Wajah tidak nampak pucat
Intervensi Rasionalisasi
a. Berikan penjelasan tentang pentingnya a. untuk mempermudah pemberian cairan
kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga. (minum) pada pasien.
b. Observasi pemasukan dan pengeluaran b. untuk mengetahui keseimbangan cairan.
cairan. c. untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
c. 2,5 liter / 24 jam. Anjurkan pasien untuk d. untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan
banyak minum mencegah adanya odem.
d. Observasi kelancaran tetesan infuse. e. untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang
e. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi tidak terpenuhi (secara parenteral).
cairan (oral / parenteral).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Biodata Klien
Nama : Tn.A
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Kp sadeng, Desa Citanagara, Kecamatan cigedug-
Garut
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Sunda
Status : Menikah
Tanggal masuk : 20 November 2014
Tanggal Pengkajian : 24 November 2014
No CM : 719972
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada abdomen bagian kiri bawah
b. Riwayat Kesehatan sekarang
Menurut penututran klien sudah satu minggu mengeluh demam disertai mual, pusing,
lesu, susah BAB dan nyeri pada abdomen bagian bawah. Selain itu klien mengeluh menggigil
pada malam hari yang disertai keringat dingin, sehingga klien dibawa ke dokter terdekat, lalu
dirujuk ke RSU dr SLAMET GARUT.
Pada tanggal 24 november 2014 dilakukan pengkajian, klien mengeluh nyeri pada
bagian abdomen, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 3 dari rentang 0-5.
Nyeri dirasakan pada daerah abdomen sebelah kiri bawah, rasa nyeri tidak terjadi
penyebaran. Nyeri dirasakan saat klien bergerak ddan pada saat ditekan.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Menurut penuturan kien, klien sebelumnya tdak perah mengalami penyakit seperti di
derita saat ini, namun klien mempunyai penyakit gastritis yang telah lama dideritanya. Ddan
biasanya klien hanya mengeluh pusing dan demam yang biasanya di obati dengan obat dari
warung.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Menurut penuturan klien dan keluarga klien diantara anggota keluarganya belum
pernah mengalami penyakit yang seperti diderita klien, dan juga tidak pernah mengalami
penyakit yang berat, seperti Diabete mellitus, Hepatitis TBC dan lain sebagainya.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis
Penampilan umum : Klien tampak lemah
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/60 mmHg
Nadi : 65 kali/menit
Respirasi : 21 kali/menit
Suhu : 36.3’c
c. Inteugumen
1) Inteugumen dan kulit kepala
Warna rambut
Distribusi : Hitam
Kuantitas : Merata
Tekstur : Tipis
Kebersihan : Bersih, tidak tampak adanya kotoran
Lesi : Tidak ada lesi
2) Kulit
Warna : Kuning langsat
Kelembaban : Lembab
Tekstur : Halus
: Baik, saat ditekan dapat kembali ke keadaan semula yaitu < 2 detik
Kebersihan : Bersih, tidak tampak adanya kotoran
3) Kuku
Warna dasar : Transparan
Tekstur : Halus
Bentuk : Cembung
Kebersihan : Bersih, tidak tapak adanya kotoran
: Baik, saat ditekan sirkulasi darah kembali dalam waktu < dari 2 detik
d. Kepala
Kebersihan : simetris
Bentuk : Lonjong, Oval
Kondisi : tidak terdapatbenjolan
Kebersihan : Bersih tidak tampak adanya kotoran
e. Mata
1) Alis mata
Kesimetrisan : simetris antara alis kiri dan alis kanan
Warna : Hitam
Distribusi bulu : Merata
Benjolan : Tidak terdapat benjolan
Nyeri : Tidak ada nyeri
2) Kelopak mata dan bulu mata
Kesimetrisan : selaras antara kelopak mata kiri dan kanan
Warna kelopak mata : sama dengan kulit sekitar
Distribusi bulu mata : merata
Warna bulu mata : Hitam, melengkung ke atas
Keadaan : Tidak terdapat edema
3) Bola mata
Konjuntiva : Merah muda
Sclera : Putih
Kornea : Jernih
4) Pupil
Bentuk : Isokor
rhadap cahaya : Baik, pada saat cahaya di dekatkan pupil mengecil dan melebar saat cahaya dijauhkan
: Baik, saat lidi wotten di dekatkan ke mata, mata langsung berkedip
Ketajaman penglihatan : Baik, klien dapat melihat pada jarak 35 cm dengan
cara membaca koran
Lapang pandang : Baik, pada jarak 60 cm klien dapat dengan jelas melihat telunjuk
perawat
7) Gerakan ekstra okuler mata : Baik, klien dapat mengikuti araj telunjuk perawat
f. Telinga
Posisi : simetris antara telinga kiri dan kanan
Warna : sama dengan kulit sekitar
tekstur : Halus
aran :Baik, klien dapat mendengar suara perawat dan menjawab pertanyaan perawat dengan baik
Kebersihan : Bersih, tidak tampak adanya serumen
g. Hidung
Bentuk : simetris antara lubang kiri dan kanan
Warna : sama dengan kulit sekitar
Mukosa hidung : tidak ada pembengkakan
Kebersihan : Bersih, tidak tampak adanya kotoran
man : Baik, klien dapat membedakan bau parfum dan bau minyak kayu putih
h. Mulut
1) Bibir
Warna : Merah muda
Tekstur : Halus
Kelembaban : Lembab
Keadaan : Tidak tampak adanya stomatitis
Kebersihan : Bersih tidak tampak adanya kotoran
2) Gigi
Warna : Putih kekuning-kuningan
Jumlah gigi : 30 buah
Kebersihan : tidak tampak adanya kotoran
Keadaan : tidak tampak adanya carries gigi
3) Lidah
Warna : merah muda
Tekstur : Halus
Pergerakan : Baik, dapat digerakan kesegala arah
Kebersihan : tidak tampak adanya kotoran
Fungsi pengecapan : Baik, klien dapat membedakan rasa asin, manis dan pahit
i. Leher
Warna : Sama dengan kulit sekitar
Kesimetrisan : simetris antara kedua bahu
Pergerakan : Baik, dapat digerakan ke segala arah
JVP : Ada peninggian JVP
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Kelenjar tyroid : saat menelan tidak ada pembesaran tyroid
Kebersihan : Bersih
j. Dada
Posisi : simetris antara dada kiri dan kanan
Bunyi jantung : Reguler
Bunyi paru-paru : Vasikuler
Kebersihan : Bersih
k. Abdomen
Warna : Sama dengan kulit tubuh
Tekstur : Halus
: Klien mengeluh nyeri pada abdomen bagian kiri bawah dan nyeri tekan
Skala : skala nyeri 3 dari rentang 0 - 5
Kebersihan : Bersih
l. Genetalia tidak terkaji
m. Ekstremitas
:Pergerakan tangan kanan klien terbatas karena terpasang infuse, dan tangan kiri dapat
digerakan ke segala arah
: Baik, kaki kanan dan kaki kiri klien dapat digerakan ke segala arah
4. Pola aktivitas
No Jenis Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Pola nutrisi
a. Makan
Frekwansi
3 kali / hari 2kali / hari
Jenis
Porsi Nasi, lauk pauk, sayur-sayuran Bubur nasi, lauk pauk, sayuran
Cara
1 porsi ½ porsi
b. Muinum
Frekwensi Mandiri Dibantu
Jenis
cara
2. Kimia Klinik
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
1. Ureum 33 mg/dL 15 – 50 mg/dL Normal
2. Kreatinin 0.7 mg/dL 0.7 – 1.2 mg/dL Normal
b. Diagnose medis
thypoid abdominalis
c. Therapy
1) Infuse RL 20 tetes/menit IV
2) Cefotaxim 2.1 gram IV
3) Ranitidine 2.1 amp IV
4) Ketorolax 2.1 amp IV
5) PCT 3.500 gram
6) Curcuma 3.1
B. Analisa data
No Symptom Etiologi Problem
1. Ds : Gangguan rasa
Klien mengeluh nyeri nyaman yeri
pada abdomen bagian Inflamasi pada hati dan limpa
kiri bawah
Do :
Klien tampak kesakitan
pada abdomen bagian Hepatomegali dan splenomegali
kiri bawah
Keadaan umum lemah
T : 130/60 mmHg
Nyeri tekan
P : 65 kali/menit
R : 21 kali/menit
S : 36.3’c
Nyeri akut
Gangguan rasa nyaman nyeri
2. Ds : Gangguan eliminasi
klien mengeluh susah fekal
BAB Peristaltic usus menurun
Do :
Klien tampak lemah
Bising usus kliien Reabsorpsi cairan menurun
5x/menit
Abdomen klien teraba
keras
Akumulasi feses dan fese
mengeras
Anoreksia
Lemas/lemah
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan nyeri pada abdomen kiri bawah, yang
ditandai dengan :
Ds : klien mengeluh nyeri pada abdomen bagian kiri bawah
Do :
Klien tampak meringis kesakitan
Skala nyeri 3 dari rentang 0 - 5
Keadaan umum tampak lemah
T : 130/60 mmHg
P : 65 kali/menit
R : 21 kali/menit
S : 36,3’c
2. Gangguan pola eliminasi fekal sehubungan dengan konstipasi, yang ditandai dengan :
Ds : klien mengeluh susah BAB
Do :
Klien tampak lemah
Bising usus klien 5x/ menit
Abdomen klien teraba keras
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan adanya mual muntah yang
ditandai dengan :
Ds :
klien mengeuh mual
klien mengeluh tidak napsu makan
Do :
Klien tampak lemah
Posi makan klien ½ porsi
Berat badan klien turun 7 Kg, dari 52 Kg menjadi 45 Kg
4. gangguan pola aktivitas segubungan dengan kelemahan fisik, yang ditandai dengan :
Ds : klien mengeluh lemas
Do :
Klien tampak lemah
Aktivitas klien dibantu, BAB, BAK, berjalan dan lain-lain.
PROSES KEPERAWATAN
Nama :
Tn.A Ruangan :
AGATE
Umur : 47
Tahun No.
CM : 719972
Jenis kelamin : Laki-
laki Dx
: thypoid abdominalis
Diagnosa Perencanaan
No Tujuan
keperawatan Intervensi Rasonalisasi
1. Gangguan rasa Setelah dilakukan Kaji secara Perubahan dalam lokasi/atau Tan
nyaman nyeri tindakan komprehensip tetapi dalam menunjukan Puk
sehubungan dengan keperawatan selama tentang nyeri terjadinya komplikasi. Nyeri Me
adanya nyeri 2 x 24 jam gagguan meliputi : lokasi, cenderung menjadi konstan dan
pada badomen kiri rasa nyaman nyeri karakteristik, durasi, lebih hebat, akan menyebar ska
bawah, yang teratasi dengan frekwensi, ke atas, nyeri dalam local 5
ditandai dengan : kriteria hasil : kualitas/beratnya bila terjadi abses. ditu
Ds : Laporan nyeri hilang nyeri skala ( 0-5 ) bag
klien mengeluh atau terkontrol dan factor-faktor
nyeri pada Klien dapat presipitasi Me
abdomen bagian menunjukan Berikan kompres teknik kompres hangat yang han
kiri bawah keterampilan hangat pada daerah diberikan, akan membantu nya
Do : relaksasi, metode nyeri mengurangi rasa nyeri. ber
Klien tampak lain untuk Me
meringis kesakitan meningkatkan Berikan penjelasan dengan melakukan teknik ten
Skala nyeri 3 dari kenyamanan tentang strategi distraksi diharapkan klien rela
rentang 0 - 5 menurunkan rasa akanupa/teralihkan dan me
Keadaan umum neyeri yaitu dengan reaksasi akan menguragi dan
klien lemah teknik distraksi dan komsusi oksigen. ten
T : 130/60 mmHg relaksasi. Ketegangan otot dan
P : 65 kali/menit Atur posisi klin, diharapkan rasa nyeri akan
R : 21 kali/menit pertahankan posisi berkurang. Me
S : 36,3’c semi fowler memudahkan darinase yai
cairan/luka karena garvitasi fow
dan membantu nya
meminimalkan rasa nyeri
karena gerakan
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn. A Ruang : AGATE
Umur : 47 tahun No CM : 719972
Jenis kelamin : Laki-laki Dx : thypoid
BAB IV
KESIMULAN DAN REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
Dalam makalah ini dapat disimpulkan, bahwa penyakit demam thypoid merupakan salah
satu penyakit yang sering terjadi dalam masyarakat dan sampai saat ini masih belum bisa
ditangani dan dihentikan. Menjaga diri dan lingkungan masing – masing merupakan cara
terbaik untuk mencegah penyakit ini datang.
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn.A dengan demam thypoid hari
ke-1 sampai hari ke-3, dari tanggal 24 November – 26 November 2014 penulis dapat menarik
kesimpulan sebagi berikut:
1. Melalui pengkajian yang komprehensif didapatkan data-data mengenai klien secara umum
sehingga permasalahan yang ada dapat tergali dan teratasi. Data yang ditemukan pada klien
mengeluh nyeri pada abdomen bagian kiri bawah, klien belum BAB selam 6 hari sejak masuk
Rumah Sakit, klien makan habis ½ porsi, klien tampak lemah dengan aktivitas dibantu
keluarga; makan, BAB, BAK, berjalan dan lain-lain
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan demam thypoid adalah : gangguan
rasa Nyman nyeri, gangguan eliminasi fekal, gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, dan
gangguan pola aktivitas
3. Penilaian keberhasilan dari asuhan keperawatan pada klien demam thypoid disesuaikan
dengan tujuan yang diharapkan, selain itu perawat juga harus mampu menilai dengan baik
apakah masalah sudah teratasi atau belum sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan guna menanggulangi masalah klien.
4. Pendidikan kesehatan sangat diperlukan mengingat masih banyaknya klien khususnya
demam thypoid, yang masih kurang mengetahui tentang penatalaksanaan dan pencegahan.
5. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada pasien demam thypoid dilakukan dengan
akurat, tepat waktu agar hasil daripada tindakan asuhan keperawatan dapat
dipertanggungjawabkan.
4.2 Rekomendasi
Setelah memberikan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan demam thypoid, penulis
dapat memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut :
1. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan demam thypoid harus dilakukan melalui
pendekatan proses keperawatan melalui 5 tahap, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2. Diagnosa yang diangkat hendaknya berdasarkan dengan data yang ditemukan dari hasil
pengkajian.
3. Pelaksanaan tindakan keperawatan hendaknya melibatkan klien, keluarga dan tim kesehatan
lain dan hendaknya memperhatikan standar asuhan keperawatan.
4. Pembuatan rencana keperawatan seharusnya disusun berdasarkan prioritas masalah dengan
mengacu pada kebutuhan dasar manusia. Rencana tindakan terhadap masalah yang
ditemukan adalah mengatasi nyeri, mengembalikan integritas kulit dan jaringan, memenuhi
kebutuhan klien yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh klien, dan mencegah terjadinya
infeksi.
5. Pelaksanaan asuhan keperawatan hendaknya disesuaikan dengan perencanaan yang telah
ditetapkan, di samping itu pula disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan yang ada.
Keberhasilan yang dicapai dari pelaksanaan asuhan keperawatan tidak terlepas dari kerjasama
yang baik dari klien, keluarga dan perawat serta tim kesehatan lainnya sehingga semua
rencana tindakan dapat mencapai hasil yang maksimal.
6. Penilaian hasil tindakan keperawatan seharusnya berorientasi pada kriteria tujuan yang
diharapkan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi dilakukan untuk menilai
keberhasilan dari semua implementasi yang telah dilaksanakan. Pada tahap evaluasi asuhan
keperawatan pada kasus ini didapatkan hasil yakni teratasinya masalah yang muncul pada
klien.
7. Pendokumentasian hasil asuhan keperawatan hendaknya dilakukan dengan akurat, tepat
waktu agar hasil dari semua tindakan dapat tercapai secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA