Anda di halaman 1dari 5

Pada suatu hari,di Taman Bunga Harum terdapat seekor kelinci yang sedang bermain dengan

Kucing.Mereka sedang bermainn kejar-kejaran. Sayangnya, kucing dan kelinci ini terkenal sombong
oleh teman-temannya. Tanpa sadar,Kelinci tersandung sebuah cangkang keong.Kelinci pun
terjatuh.Ia sangat marah kepada si Keong.
Kelinci:”Hei,kamu kalo tidur jangan di jalan dong!Gak sadar apa kami sedang main kejar-kejaran?”
Kucing:”Iya,kamu hati-hati dong!Jangan halangin jalan orang!”
Keong:”maaf ya”

Si Kucing tak peduli dan langsung menendang keong itu hingga keong itu terpental sejauh 15
centimeter dari si kucing dan Kelinci.
Keong:”Hei teman!Ini bukan wilayahmu saja!Dan kamu jangan menendang sembarangan!Sakit tau!”
Keong pun menangis sementara Kelinci dan Kucing tertawa.
Kelinci&Kucing:”HAHAHA…..”
Kucing: “Emang aku pikirin! Yang sakit kamu kok bukan aku. Ble… Yuk kita main lagi kelinci!”
Kelinci : “Tau… Ble… Ayo!”
Ketika sedang asyiknya bermain, kelinci terjatuh untuk kedeua kalinya karena tersandung batu. Kaki
nya luka hingga berdarah. Kucing kebingungan. Ketika itu juga, ada keong yang tadi Kucing tendang
datang.
Keong : “Ada apa dengan nya?”
Kucing: “Tidak usah sok perhatian deh kamu!! “
Keong : “Aku bukan nya sok perhatian. Tapi, aku hanya bertanya.”
Kucing: “Memangnya kamu tidak lihat dia kenapa? Kaki nya luka! Lalu, apa yang ingin kamu
lakukan,Hah?!”
Keong pun pergi tiba-tiba. Kucing merasa heran dengan kepergian keong. Keong pun kembali dengan
membawa beberapa daun dari rumah nya.
Keong : “usapkan luka nya dengan daun ini. Memang cukup perih, tetapi, nanti apabila rutin di usap
kan, akan sembuh.”
kucing: “Daun apa ini?! Apakah kau yakin ini aman?!”
Keong : “Itu Daun Obat. Percayalah!”
Kucing : “Baik. Kelinci, aku usap ya..”
Kelinci : “Ekh…Sakit… Akh…”
Keong : Sabar ya kelinci. Ini daunnya untuk kamu saja nanti kamu usap ya setiap pagi sama sore.
Kelinci : “Iya keong.ekh..”
Beberapa hari kemudian…. Kelinci sudah sembuh dengan lukanya. Ia pun kembali bermain dengan
kucing. Ketika, bermain, mereka bertemu keong. Kelinci pun datang untuk meminta maaf, begitu
juga kucing.
Kelinci : “Eh, keong, kita minta maaf ya… Selama ini aku dan kucing sombong. Kamu maafin kita
kan?”
Keong : “Ok, aku maafin kalian. Asalkan kalian tidak mengulangi nya lagi.”
Kucing: “Kita janji kok… hm.. ngomong-ngomong kamu mau tidak jadi sahabat kita??”
Keong : “Tentu… Itulah yang aku inginkan dari dulu…”
Kelinci& Kucing: “Yayyy…”
Kelinci : “Ya sudah.. Kita main Petak Umpet yukk”
Kucing & Keong :”Ayo…”
Sejak itu, Keong, Kucing, dan Kelinci pun menjadi sahabat..
Linda dan Murni adalah dua orang bersahabat. Linda orangnya sangat tegas, disiplin dan
amat mencintai lingkungan. Mendapati desa Murni yang kumuh dia pun menegur Murni dan
akhirnya mereka dengan kedua teman Murni mengadakan program sosialisasi lingkungan
sehat kepada warga dikampungnya Murni.

Linda:
Tahu, nggak? aku pas kerumah kamu kemarin itu ada seneng ada nggaknya?

Murni:
Oya, emang apa nggak senengnya?

Linda:
Senengnya karena akhirnya aku tahu rumah dan desa kamu, tapi nggak senangnya karena
ternyata didesa kamu itu kotor.

Murni:
Iya, masyarakat dikampung aku itu memang tidak seberapa peduli dengan kebersihan,
padahal kebersihan itu adalah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat.

Linda:
Iya, benar sekali. Memangnya tidak ada teguran atau sosialisai dari pemerintah desa?

Murni:
Sama sekali nggak ada.

Linda:
Bagaimana kalau kamu yang melakukan sosialisasi?

Murni:
YA AKU sih mau-mau aja, tapi masalahnya apa bisa aku melakukannya sendiri tanpa ada
yang membantu?

Linda:
Iya sih..

Linda pun akhirnya menawarkan diri untuk membantu dan dia mengajak Murni untuk
mencari dua orang lagi dikampung.
Tema : Persahabatan
Judul : Kata Maaf Sahabat
Tokoh : 1. Salman (introvert, sombong); 2. Wildan (introvert); 3. Bu Erna (galak dan
tegas, bijaksana)

Sinopsis drama:
Salman dan Wildan adalah sahabat yang tidak terpisahkan. Berbeda dengan anak SMA
kebanyakan yang lebih memikirkan mencari gebetan, Salman dan Wildan justru serius
memikirkan cara meraih mimpi mereka menjadi seorang Park Ji Sung jilid dua. Mereka ingin
menjadi pemain Asia selanjutnya yang merajai permainan sepak bola liga Inggris di Eropa.
Karena itu mereka selalu giat berlatih mengejar impiannya sampai malapetaka yang
mengerikan tersebut terjadi.

Ayah Wildan yang seorang CEO sebuah perusahaan besar membuat fitnah keji pada Ayah
Salman yang hanya merupakan seorang karyawan bawahannya. Hingga kehidupan keluarga
Salman menjadi hancur setelah Ayahnya masuk penjara. Tidak hanya keluarganya, namun
impian Salman menjadi pemain sepakbola dunia hancur seketika saat kakinya terluka parah
karena tertabrak mobil sewaktu Salman menjajakan koran untuk membantu menambah uang
makan sehari-hari. Bukan hanya pada Ayah Wildan, Salman memendam kemarahan.
Dendam terbesarnya tersimpan untuk Wildan yang tiba-tiba saja menghilang sejak kejadian
fitnah keji yang disebarkan Ayah Wildan. Dua tahun kemudian mereka kembali bertemu
dalam dendam dan kemarahan.

Naskah drama:
Di bawah tiang bendera saat matahari bersinar terang tepat di atas kepala, Salman dan Wildan
menunduk dalam tatapan tajam dan penuh kemarahan Bu Erna. Wajah mereka berdua yang
bersimbah darah, bukannya menimbulkan belas kasihan Bu Erna melainkan justru semakin
meniup bara kemarahan Bu Erna.

Bu Erna (berkacak pinggang, marah) : “Tentang apa ini?!” (Bu Erna mengangkat dagu
Salman dan Wildan bergantian)
“Cepat katakan pada Ibu!”
Salman (tersenyum sinis) : “Kenapa Ibu bertanya pada saya? Tanyalah siswa
kebanggaan Ibu ini.”
Bu Erna (masih marah, : “Katakan Wildan, ada apa ini?” (setengah putus asa)
namun kali ini memandangi Wildan) “Tidak biasanya kamu seperti ini. Berkelahi sampai
babak belur seperti ini. Dan ini bukan hanya sekali, melainkan berkali-kali. Lagi-lagi dengan
Salman. Ada apa sih, sebenarnya dengan kalian?! Ada apa dengan kamu sama Salman,
Wildan? Ini seperti bukan kamu, Wil.”
Salman (mendengus, sinis) : “Ough, sayang sekali Ibu harus melihat kenyataan
ini. Siswa kebanggaan Ibu
ternyata tidak seperti yang Ibu pikirkan. Tapi
ketahuilah Ibu Erna, bahwa dia memang bermuka dua seperti ini! Seperti yang Ibu lihat hari
ini!”

Kekecewaan Bu Erna pada Wildan tidak mendapatkan penjelasan yang masuk akal dari
Wildan dan Salman. Beberapa pertanyaan yang seharusnya mudah dijawab Wildan justru
sama sekali tidak bisa dijawabnya. Mulut Wildan seperti dikunci dan kuncinya entah dibawa
siapa. Hingga terpaksa Bu Erna menghukum Salman dan Wildan berdiri di bawah tiang
bendera. Tidak peduli dengan darah yang sedikit mengering dipinggiran bibir kedua anak
didiknya, Bu Erna memutuskan menjemur mereka berdua hingga jam pelajaran sekolah usai
sampai mereka mengakui apa yang terjadi pada mereka berdua sebenarnya.

Salman (meringis menahan sakit) : “Sampai kapan kamu akan berdiam diri, ha?! Jangan
pernah berpikir aku hanya
Akan mengakhirinya disini. Ini baru awal. Akan ada
yang lebih berat. Lebih berat dari rasa sakit yang kuderita selama ini!”
Wildan (menghela nafas, mengelap darah kering di sudut bibirnya) : “Lakukan saja
sesukamu. Kau yang mengawalinya jadi kau juga yang seharusnya mengakhirinya. Lakukan
saja sepuasmu, Sal.”
Salman (marah besar, mencengkeram
Kerah baju Wildan) : “Apa?! Sepuasku? Sialan! (tinju kembali melayang ke wajah Wildan)

Salman dan Wildan kembali terlibat perkelahian. Tepat di bawah tiang bendera dihari yang
sangat terang benderang dimana matahari memberikan cahaya yang paling menusuk. Tidak
hanya menusuk bagi kulit tapi juga menusuk hati Salman dan Wildan. Kawan yang dulunya
tak terpisahkan kini menjadi musuh bebuyutan.

Bu Erna (dari kejauhan arah kantor guru): “Salman!” (berlari terburu-buru) “Wildan!
Berhenti!”
Perkelahian Salman dan Wildan seperti badai yang datangnya tidak bisa dibendung. Bahkan
ancaman hukuman yang diberikan Bu Erna juga tidak sanggup menghentikan mereka.
Salman dan Wildan telah diliputi dendam kesumat yang tidak bisa dihentikan siapapun
termasuk guru yang seharusnya mereka hormati.

Di depan puskesmas, saat waktu menjelang maghrib. Salman dan Wildan masih berurusan
dengan Bu Erna. Mereka harus mendapatkan luka jahitan karena perkelahian hebat yang telah
mereka lakukan. Sementara Bu Erna masih di dalam puskesmas mengurus administrasi,
Salman dan Wildan kembali terlibat percakapan serius.
Wildan (memandang Salman, : “Kau baik-baik saja?”
Mengulurkan tangannya memeriksa luka Salman)
Salman : (menepis tangan Wildan) “Cemaskan dirimu sendiri.”
Wildan (tersenyum) : “Yah, tinjumu memang cukup keras, tapi aku baik-baik
saja. Ini bukan apa-apa,
dibandingkan dengan....”
Bibir Wildan kelu dan tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
Salman (marah besar) : “Dibandingkan apa, ha?!” (mencengkeram kerah baju
Wildan) “Katakan!”
Wildan (memandangi Salman : “Maaf. Maafkan aku, Sal...” (menunduk menangis)
dengan perasaan terluka)
salman (masih marah) : (masih mencengkeram kerah baju Wildan) “Apa kau
bilang?”
Wildan hanya menunduk dan menangis. Bahkan ketika tangan Salman yang mencengkeram
kerahnya semakin kuat seperti hendak melemparnya jauh dari bumi, Wildan hanya menangis.
Salman (marah, menangis) : “Seharusnya sejak dulu kau katakan! Sejak fitnah keji itu
datang! Hingga aku tidak perlu mencarimu karena dendam!
Karena kita tetap bisa berkawan.”Salman dan Wildan sama-sama terduduk menangis
menyesali jalan yang harus mereka lalui. Sementara Bu Erna terseyum melihat kedua anak
didiknya berdamai dengan masa lalunya.

Anda mungkin juga menyukai