Anda di halaman 1dari 14

I.

Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan analisis terhadap kandungan iodat pada garam
beriodium perdagangan. Praktikum kali ini menggunakan sampel garam beriodium yang
dijual di pasaran dengan merek “Karapan Sapi”. Pada label pembungkus garam ini
dinyatakan bahwa kadar iodat (KIO3) minimal 30 ppm.
Untuk membuktikan kebenaran dari pernyataan tersebut maka dilakukan suatu
analisis. Dalam penentuan kadar iodat akan dilakukan dengan teknik titrasi iodometri
sehingga dalam hal ini akan diperlukan larutan penitrasi yang akan menitrasi iodat yang
terdapat dalam garam beriodium tersebut. Dalam titrasi iodometri ini, zat yang akan
digunakan sebagai titran adalah larutan Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 merupakan larutan
standar sekunder sehingga perlu dilakukan standarisasi larutan tersebut sehingga
diperoleh konsentrasi larutan yang tepat yang nantinya digunakan lebih lanjut untuk
proses titrasi garam beriodium.
Penentuan kandungan iodat pada garam beriodium dengan teknik titrasi iodometri
dapat dilakukan dengan beberapa tahap, diantaranya yaitu:

1. Pembuatan Larutan Standar Sekunder Na2S2O3 0,1 N


Tahap awal dalam percobaan ini adalah pembuatan larutan sekunder natrium
tiosulfat (Na2S2O3). Untuk pembuatan larutan natrium tiosulfat digunakan
Na2S2O3.5H2O yang berupa serbuk berwarna putih. Dalam praktikum ini, dibuat
volume larutan sebanyak 250 mL dengan massa Na2S2O3.5H2O yang digunakan adalah
6,2509 gram. Pembuatan larutan natrium tiosulfat dimulai dengan menimbang
Na2S2O3.5H2O, kemudian dilarutkan dengan akuades mendidih. Penggunaan akuades
mendidih bertujuan agar garam pentahidrat tersebut lebih cepat larut. Untuk
mempercepat proses pelarutan maka perlu juga dilakukan pengocokkan sehingga
larutan yang terbentuk bersifat homogen. Dalam pembuatan larutan Na 2S2O3 tersebut
juga dilakukan penambahan zat pengawet, yaitu kloroform. Penambahan zat pengawet
ini bertujuan untuk mencegah aktivitas bakteri yang mungkin ada di dalam larutan.
Konsentrasi larutan natrium tiosulfat dapat dihitung sebagai berikut.
Perhitungan konsentrasi HCl pekat sebagai berikut.

Menghitung mol dari Na2S2O3, yaitu:
0,025 mol

Menghitung konsentrasi Na2S2O3, yaitu:

= 0,1 M

Setelah terbentuk larutan Na2S2O3 dengan konsentrasi 0,1 M, maka dilakukan


pengenceran agar diperoleh konsentrasi 0,005 N. Maka dari itu, perlu ditentukan
volume larutan Na2S2O3 0,1 M yang akan diambil untuk diencerkan. Untuk
menentukan volume Na2S2O3 0,1 M yang akan diambil maka dilakukan perhitungan
sebagai berikut.

Menentukan konsentrasi dan volume akhir larutan yang diharapkan sebagai
berikut.
Konsentrasi akhir (setelah pengenceran) yang diharapkan adalah 0,005 N.
Konsentrasi ini diubah dalam bentuk molaritas. Untuk mengubah konsentrasi
dari normalitas (N) menjadi molaritas (M), maka perlu diperhatikan persamaan
reaksi berikut.
2 S2O3-2 → S4O6-2 + 2e
Dari reaksi tersebut terlihat bahwa 2 mol ion tiosulfat untuk membentuk 1 mol ion
S4O6-2 akan dilepaskan 2 elektron sehingga untuk 1 mol ion tiosulfat akan dilepaskan 1
mol elektron. Maka n= 1 ekiv/mol dan molaritas larutan yang diharapkan dapat
dihitung sebagai berikut:
N=nxM
N
M=
n
0,005 N
M= dengan 1N = 1 ekiv/L maka
1 ekiv/mol
0,005 ekiv/L
M=
1 ekiv/mol
M = 0,005 mol/L
M = 0,005 M


Menghitung volume yang akan diambil
Berdasarkan data di atas, yaitu konsentrasi awal (M 1) = 0,1 M dan konsentrasi
akhir (M2) = 0,005 M, dan volume akhir (V2) = 100 mL, maka dapat dihitung
volume larutan Na2S2O3 0,1 M yang akan diambil (V1) dengan cara sebagai
berikut.
V1 x M1 = V2 x M2

Jadi, volume larutan Na2S2O3 0,1 M yang diambil adalah 5 mL. Selanjutnya
sebanyak 5 mL larutan Na2S2O3 0,1 M ini ditambahkan akuades sampai volume
akhir menjadi 100 mL.

2. Pembuatan Larutan Primer KIO3


Setelah terbentuk larutan sekunder Na2S2O3 0,005 N, tahap selanjutnya yang
dilakukan adalah pembentukan larutan primer KIO3. Larutan ini dibuat untuk
menstandarisasi larutan Na2S2O3 0,005 N. Larutan KIO3 yang dibuat adalah larutan
KIO3 dengan konsentrasi 0,005 N. Dalam pembuatan larutan KIO3 langkah pertama
yang dilakukan adalah menimbang KIO3 yang merupakan serbuk berwarna putih.
Sebanyak 1,78826 gram KIO3 ditimbang, kemudian KIO3 tersebut dilarutkan dengan
akuades 50 mL dan selanjutnya dikocok agar diperoleh larutan yang homogen.
Konsentrasi awal larutan yang dibuat dapat dihitung sebagai berikut.

Menghitung Mol dari KIO3 yaitu:

Menghitung Konsentrasi larutan KIO3 yaitu:

Diencerkan 200 kali = 0,00083 M

Volume yang diambil untuk mendapatkan konsentrasi 0,00083 M dapat dihitung


sebagai berikut.

3. Pembuatan Larutan Amilum 1%


Langkah selanjutnya adalah pembuatan larutan amilum 1%. Larutan amilum
dibuat sebagai indikator dalam titrasi iodometri menggunakan kanji. Indikator larutan
kanji dibuat dari tepung kanji. Tepung kanji ditimbang sebanyak 1,5136 gram
selanjutnya ditambahkan 1,0185 gram asam borat. Campuran tersebut kemudian
ditambahkan akuades sebanyak 100 mL dan diaduk. Larutan yang terbentuk adalah
larutan yang berwarna putih dan keruh. Dari massa tepung kanji yang digunakan,
maka persentase lartan kanji yang dibuat dapat dihitung sebagai berikut.
Persentase larutan kanji yang dibuat ternyata 1,5 % sedangkan persentase
larutan kanji yang digunakan dalam titrasi adalah 1%. Untuk itu dilakukan proses
pengenceran, dimana dalam hal ini volume akhir yang diharapkan adalah 100 mL
sehingga volume awal yang diambil dapat ditentukan sebagai berikut.

Jadi, larutan kanji 1,5% yang diambil adalah 66,67 mL, selanjutnya
ditambahkan akuades sampai volumenya 100 mL.

4. Pembuatan Larutan HCl 35%


Larutan HCl dalam titrasi iodometri berfungsi sebagai penyedia suasana asam
HCl yang ada di laboratorium merupakan HCl pekat dengan kadar 37%, sehingga
untuk mendapatkan HCl 35% perlu dilakukan pengenceran. Dalam pengenceran ini
volume akhir yang diharapkan adalah 10 mL sehingga volume HCl 37% yang diambil
dapat dihitung sebagai berikut.

Sehingga untuk membuat HCl 35% dari HCl 37% dapat dilakukan dengan
mengambil 9,5 mL HCl 37% kemudian ditambahkan akuades sampai volumenya
menjadi 10 mL.

5. Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,005 N dengan larutan KIO3


Langkah selanjutnya adalah melakukan standarisasi larutan Na2S2O3.H2O
dengan larutan KIO3. Dalam standarisasi ini digunakan larutan NaCl sebagai larutan
blanko. Larutan NaCl dibuat dengan menimbang 12,5071 gram NaCl. Padatan NaCl
yang telah ditimbang dilarutkan dengan 50 mL akuades dalam labu Erlenmeyer.
Larutan NaCl yang terbentuk adalah larutan bening tidak berwarna. Larutan NaCl ini
selanjutnya ditambahkan denga 2,5 mL larutan KIO 3 0,005 N. Setelah ditambahkan
larutan KIO3 0,005 N, larutan NaCl masih tetap bening tidak berwarna. Kemudian
larutan NaCl yang telah ditambahkan KIO3 tersebut ditambahkan kembali dengan 1
mL HCl 35%. Setelah ditambahkan HCl 35%, larutan NaCl masih tetap bening tidak
berwarna. Selanjutnya, larutan NaCl tersebut ditambahkan kembali dengan 0,05 gram
KI. Setelah ditambahkan KI, larutan NaCl berubah warna dari bening tidak berwarna
menjadi bening berwarna kuning. Warna kuning yang muncul menandakan bahwa
dalam larutan tersebut terbentuk I2. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai
berikut.
IO3-(aq) + 5I-(aq) + 6H+(aq) → 3I2(aq) + 3H2O(aq)
Selanjutnya, larutan tersebut ditambahkan dengan 2 mL larutan kanji 1%. Setelah
ditambahkan larutan kanji, larutan tersebut berubah warna dari bening berwarna
kuning menjadi berwarna biru pekat. Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai
berikut:
I2(aq) + 2S2O3-2(aq) → S4O6-2(aq) + 2I-(aq)
Larutan yang berwarna biru pekat tersebut selanjutnya dititrasi dengan larutan
Na2S2O3. Titrasi larutan yang mengandung KIO3 dengan menggunakan larutan
Na2S2O3 bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan Na2S2O3 , dimana larutan
Na2S2O3 disebut sebagai titran dan larutan KIO3 disebut sebagai titrat. Standarisasi
larutan Na2S2O3 dilakukan sebanyak tiga kali, dengan hasil sebagai berikut.

Titrasi ke- Volume Volume


Larutan Larutan
KIO3 Na2S2O3
I 10, 00 mL 1,58 mL
II 10,00 mL 1,45 mL
III 10,00 mL 1,48 mL
Titrasi 1: menghabiskan 1,58 mL larutan Na2S2O3
Titrasi 2: menghabiskan 1,45 mL larutan Na2S2O3
Titrasi 3: menghabiskan 1,48 mL larutan Na2S2O3
a) Titrasi pertama

b) Titrasi kedua

c) Titrasi ketiga

Dari perhitungan konsentasi larutan Na2S2O3 dari tiga kali titrasi yang dilakukan.
Perhitungan konsentrasi larutan Na2S2O3 yang sebenarnya sebagai berikut.

6. Penentuan Kadar Iodat pada Garam Beriodium


Garam beriodium yang digunakan dalam praktikum ini adalah garam beriodium
dengan merek “Karapan Sapi”. Garam beriodium ini adalah garam beriodium yang
banyak beredar di pasaran dengan kadar 30 ppm dapat dituliskan menjadi:

30 ppm KIO3 = =

Untuk menguji kandungan iodat dalam garam beriodium ini, maka dilakukan
titrasi iodometri. Langkah awal yang dilakukan, yaitu menimbang garam beriodium
sebanyak 25,00 gram. Garam tersebut selanjutnya dilarutkan ke dalam 100 mL
akuades dan diaduk sampai seluruh garam terlarut. Larutan yang terbentuk adalah
larutan bening tidak berwarna. Larutan garam tersebut ditambahkan 1 mL HCl 35%,
setelah ditambahkan HCl 35% larutan garam masih tetap bening tidak berwarna.
Kemudian larutan garam tersebut ditambahkan 0,1 gram KI. Setelah larutan garam
ditambahkan KI maka larutan garam berubah warna menjadi kuning. Warna kuning
ini menandakan bahwa dalam larutan tersebut telah terbentuk I2. Berikutnya larutan
yang berwarna kuning ini ditambahkan larutan indikator yaitu larutan kanji 1%
sebanyak 2 mL. Setelah ditambahkan larutan kanji 1%, larutan yang berwarna kuning
tersebut berubah warna menjadi biru pekat. Warna biru pekat terbentuk karena adanya
reaksi antara I2 dengan amilum. Larutan yang berwarna biru pekat ini selanjutnya
dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 dihentikan
bila warna biru pekat tersebut sudah hilang. Dari titrasi yang dilakukan didapatkan
data sebagai berikut.

Titrasi ke- Volume Volume


Larutan Larutan
NaCl Na2S2O3
I 10, 00 mL 3,62 mL
II 10,00 mL 3,72 mL
III 10,00 mL 3,56 mL

Titrasi 1: menghabiskan 3,62 mL larutan Na2S2O3


Titrasi 2: menghabiskan 3,72 mL larutan Na2S2O3
Titrasi 3: menghabiskan 3,56 mL larutan Na2S2O3
Berdasarkan data tersebut, maka kadar iodium dalam garam tersebut dapat
diketahui sebagai berikut.
IO3-(aq) + 5I-(aq) + 6H+(aq) → 3I2(aq) + 3H2O(aq)
3I2(aq) + 6S2O3-2(aq) → 3S4O6-2(aq) + 62I-(aq)

a. Titrasi I

Perhitungan Konsentrasi IO3-

Mol S2O32- = 6 mol IO3-

3,62 mL x M = 6 x 25 mL x M IO3-

0,11403 mol = 150 x M IO3-


M IO3- = 0,00076 M


Perhitungan Massa IO3-

Karena volume titrat yang digunakan 25 mL, ¼ kali dari volume awal yaitu
100 mL maka kadar iodat dalam garam tersebut menjadi 5,32 ppm x 4 =
21,28 ppm

b. Titrasi II

Perhitungan Konsentrasi IO3-

Mol S2O32- = 6 mol IO3-

3,72 mL x M = 6 x 25 mL x M IO3-

0,12759 mol = 150 x M IO3-


M IO3- = 0,00085 M

Perhitungan Massa IO3-

Karena volume titrat yang digunakan 25 mL, ¼ kali dari volume awal yaitu
100 mL maka kadar iodat dalam garam tersebut menjadi 5,95 ppm x 4 = 23,8
ppm.

c. Titrasi III

Perhitungan Konsentrasi IO3-

Mol S2O32- = 6 mol IO3-

3,56 mL x M = 6 x 25 mL x M IO3-

0,119616 mol = 150 x M IO3-


M IO3- = 0,00079 M


Perhitungan Massa IO3-

Karena volume titrat yang digunakan 25 mL, ¼ kali dari volume awal yaitu
100 mL maka kadar iodat dalam garam tersebut menjadi 5,53 ppm x 4 = 22,12
ppm.
Rata-rata konsentrasi iodium dalam bentuk Iodat pada sampel:

Jadi, kadar Iodium dalam sampel sebesar 22,4 ppm. Hasil ini berbeda dengan
yang tertera pada kemasan garam tersebut, dimana pada kemasan dikatakan
kandungan iodium sebesar 30 ppm. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
kesalahan dalam mengamati saat sudah tercapai titik ekivalen pada titrasi sehinga
mempengaruhi hasil perhitungan kadar iodium pada garam.

II. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa kandungan iodium dalam bentuk iodat yang terkandung dalam garam iodium
perdagangan dapat ditentukan dengan menggunakan metode titrasi iodometri. Adapun
kandungan iodat dalam garam iodium perdagangan merek “Karapan Sapi” yaitu sebesar
22,4 ppm.
JAWABAN PERTANYAAN
1. Berikan contoh penggunaan analisis iodometri yang lain!
Jawab:
Contoh lain dari penggunaan analisis iodometri adalah penentuan kadar tembaga
dalam suatu sampel. Reaksi yang terjadi dalam titrasi tersebut adalah reaksi antara Cu2+
(oksidator) dengan ion iodida yang menghasilkan endapan Cu 2I2 dan larutan I2. Berikut
merupakan persamaan reaksi yang terjadi.

2 Cu2+(aq) + 4I-(aq) → Cu2I2(s) + I2(aq)

Selanjutnya I2 yang terbentuk, akan direduksi oleh ion S 2O32- yang menghasilkan ion S4O62-
dan ion I- yang ditunjukkan dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

I2(aq) + 2S2O32-(aq) → S4O62-(aq) + 2I-(aq)

Untuk mengetahui apakah reaksi di atas sudah berlangsung dengan lengkap, maka
digunakan sebuah indikator, yaitu amilum. Dalam titrasi iodometri, bila oksidatornya telah
habis maka tetesan terakhir dari titran (Na2S2O3) akan menghilangkan warna biru dari
titratnya.

2. Dalam analisis ini digunakan mikro buret dan tidak digunakan buret biasa (dengan skala 0,1
mL). Mengapa demikian?
Jawab:
Pada penentuan kandungan iodat dalam garam perdagangan yang digunakan adalah
mikro buret bukan buret yang biasa. Hal ini disebabkan oleh tingkat ketelitian mikro buret
yang lebih tinggi daripada buret biasa. Dalam analisis ini, konsentrasi titrat (IO 3-) dalam
sampel garam perdagangan yang dianalisis sangat kecil, yaitu konsentrasinya dalam ppm
(kandungannya sangat kecil). Sehingga dalam analisis titrasi iodometri ini menggunakan
mikro buret dengan titran dalam konsentrasi kecil dan volume yang jumlahnya sedikit agar
memperoleh kesalahan titrasi yang kecil.

3. Bagaimana akurasi analisis titrimetri untuk penentuan iodium ini dibandingkan dengan
metode yang lain (misalnya spektrofotometri)?
Jawab:
Analisis titrimetri untuk penentuan iodium memiliki akurasi yang kecil dibandingkan
dengan analisis spektrofotometri. Hal ini dikarenakan dalam analisis ini, zat-zat yang
dianalisis dengan metode titrimetri memiliki konsentrasi yang kecil (dalam bagian per
juta/ppm). Sehingga dalam penggunaan metode titrimetri pada penentuan iodium ini dapat
menimbulkan beberapa kesalahan yang memengaruhi hasilnya. Adapun beberapa kesalahan
yang mungkin dilakukan sebagai berikut: (1) kesalahan penimbangan dalam pembuatan
larutan, (2) kesalahan pengamatan selama titrasi karena volume titran yang diperlukan untuk
mentitrasi sedikit, (3) penambahan amilum yang terlalu cepat dapat mengikat I2 dengan kuat,
sehingga I2 sukar lepas dari kompleksnya dan menyebabkan besarnya kesalahan titrasi.
Sedangkan dengan metode spektrofotometri akurasinya lebih besar karena dalam analisisnya
memiliki tingkat ketelitian yang besar sehingga dapat menghindari kesalahan yang
ditimbulkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ibnu, Sodiq, Endang Budiasih, Hayuni Retno Widarti, dan Munzil. 2004. Common Text Book
Kimia Analitik I. Malang: IMSTEP
Sastrawidana, I D. K., I N. Selamat, dan I G. Lanang Wiratma. 2001. Buku Penuntun Belajar
Kimia Analitik Kualitatif. Singaraja: Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan
MIPA IKIP Negeri Singaraja
Selamat, I N., dan I G. Lanang Wiratama. 2004. Penuntun Praktikum Kimia Analitik . Singaraja:
IKIP Negeri Singaraja
Vogel, A.I. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT. Kalman
Media Pustaka

Anda mungkin juga menyukai