Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

TITRASI IODIMETRI – ASAM ASKORBAT

Dosen Pengampu :

apt. Firdha Senja Maelaningsih, M.Farm.

Disusun oleh :

Liana Agustiani

201030700202

02FKKP005

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

TANGERANG SELATAN

2021
Nama : Liana Agustiani

NIM : 201030700202

Kelas : FKKP005

Tanggal Praktikum : Jumat, 26 maret 2021, pukul : 08.00 – 10.30

Dosen Pengampu : Apt. Firdha Senja Maelaningsih, M.Farm.

A. Tujuan Prakrikum

Mahasiswa dapat menentukan kadar asam askorbat secara iodimetri.

B. Teori Dasar

Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin sebagai pentiter
dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida di mana
sebagai indikator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5
- 8) (Mei Zega, 17: 2009).
Prinsip dasar dari iodometri adalah titrasi reduksi-oksidasi (redoks) berdasarkan pada
perpindahan elektron yang terjadi antar titran dengan analis. Jenis titrasi ini menggunakan
potensiometri untuk mendeteksi titik akhirnya. Dalam Farmakope Indonesia, titrasi iodimetri
digunakan untuk menetapkan kadar asam askorbat, natrium tiosulfat, metampiron (antalgin),
serta sediaan-sediaan injeksi.
Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai larutan titer. Larutan iodin sukar
larut dalam air tetapi mudah larut dalam kalium iodida pekat. Larutan titer iodin dibuat
dengan melarutkan iodin ke dalam larutan KI pekat. Larutan ini dibakukan dengan arsen (III)
oksida atau larutan baku natrium tiosulfat (Mei Zega, 18: 2009).
Vitamin C atau L- asam askorbat merupakan senyawa bersifat asam dengan rumus
empiris C6H8O6 (berat molekul = 176,12 g/mol). Kegunaan Vitamin C adalah sebagai
antioksidan dan berfungsi penting dalam pembentukan kolagen, membantu penyerapan zat besi,
serta membantu memelihara pembuluh kapiler, tulang, dan gigi. Konsumsi dosis normal Vitamin
C 60 – 90 mg/hari. Vitamin C banyak terkandung pada buah dan sayuran segar. (Anggi
Pratama,1).
Iodimetri merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodin (I2) dan digunakan
untuk analisis kuantitatif senyawa - senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih
kecil daripada system iodium - iodida sebagaimana persamaan di atas atau dengan kata lain
digunakan untuk senyawa - senyawa yang bersifat reduktor yang cukup kuat seprti vitamin
C, tiosulfat, arsenit, sulfide, sulfit, stibium (III), timah (II), dan ferosianida. Daya
mereduksi dari berbagai macam zat ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan
hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat yang dapat menghasilkan reaksi dengan
iodium secara kuantitatif (Achmad Mursyidi, 250: 2007).

Dalam titrasi iodometri terdapat dua metode titrasi iodometri, yaitu :


1. Secara langsung (iodimetri). Disebut juga sebagai iodimetri. Menurut cara ini suatu zat reduksi
dititrasi secara langsung oleh iodium, misal pada titrasi Na2S2O3 oleh I2. 2Na2S2O3 + I2 →
2NaI + Na2S4O6 Indiator yang digunakan pada reaksi ini, yaitu larutan kanji. Apabila larutan
thiosulfat ditambahkan pada larutan iodine, hasil akhirnya berupa perubahan penampakan dari
tak berwarna menjadi berwarna biru. Tetapi apabila larutan iodine ditambahkan kedalam larutan
thiosulfat maka hasil akhirnya berupa perubahan penampakan dari berwarna menjadi berwarna
biru.
2. Secara tak langsung (iodometri). Disebut juga sebagai iodometri.Dalam hal ini ion iodide
sebagai pereduksi diubah menjadi iodium-iodium yang terbentuk dititrasi, dengan larutan standar
Na2S2O3. Jadi cara iodometri digunakan untuk menentukan zat pengoksidasi, misal pada
penentuan suatu zat oksidator ini (H2O2). Pada oksidator ini ditambahkan larutan KI dan asam
hingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan larutan. Na2S2O3. H2O2 + 2HCl
→ I2 + 2KCl + 2H2OC) dan sangat larut dalam pelarutan yang mengandung ion iodide.°Iodium
sedikit larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25 Berdasarkan reaksi : I2 + I- → I3- dengan
tetapan kesetimbangan pada 25 ºC. Larutan baku ion dapat langsung dibuat dari unsur murninya.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam titrasi iodimetri yaitu

1. Oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara akan mengoksidasi
Iodida menjadi Iod (kesalahan makin besar dengan meningkatnya asam). Oksigen di udara dapat
menyebabkan hasl titrasi terlalu tinggi. Reaksi yang terjadi : O2 + 4I- + 4H+→2I2 + 2H2O

2. Pemberian kanji terlalu awal akan menyebabkan Iod menguraikan amilum dan hasil peruraian
mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi.
3. Penambahan KI harus berlebih karena I2 yang terbentuk bersifat sukar larut dalam air tetapi
udah larut dalam KI.
4. Larutan thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat menguraikan larutan thiosulfat
menjadi belerang dan bpada suasana basa (pH > 9) thiosulfat menjadi ion sulfat.
5. Pada pH lain muncul bahaya lain yaitu bereaksinya I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisa)
dan hasil reaksinya berlanjut menjadi:
4 × (I2 + H2O→HOI + I- + H+) 4 HOI + S2O32- + H2O→2SO42- + 4I- + 6H+
6. Banyak reaksi analit dengan KI yang berjalan agak lambat. (Harjadi, 1993).

C. Prinsip Praktikum
1. Dapat mengetahui definisi titrasi iodimetri
2. Dan mengetahui prinsip dasar dari titrasi iodimetri
3. Mampu menentukan kadar vitamin C
4. Mampu melakukan pembekuan baku sekunder dengan baku primer
5. Serta mampu melakukan pembekuan baku sekunder suatu larutan

D. Alat dan Bahan


1. Alat
1. Buret
2. Pipet volume
3. Pipet tetes
4. Statis dan klem
5. Beaker glass
6. Erlenmeyer
2. Bahan
1. Asam askorbat ( vitamin C )
2. Aquadest
3. H2SO4 2 N
4. Indikator kanji LP
5. Iodium 0,1 N
E. Prosedur kerja

1. Pembakuan Baku Sekunder Na2S2O3 Dengan Baku Primer KIO3


1. Buatlah larutan baku primer KIO3 0,1 N sebanyak 50 mL ( FI Edisi III )
2. Pipet larutan baku primer KIO3 sebanyak 10 mL lalu masukan kedalam Erlenmeyer
3. Kemudian tambahkan kedalam Erlenmeyer 5 mL H2SO4 2 N dan 10 mL KI 10%
4. Lalu titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga terbentuk larutan berwarna kuning
5. Tambahkan larutan indikator amylum 1% sebanyak 4 mL, lalu titrasi kembali hingga
berwarna biru tepat hilang
6. Kemudian catat volume titrasi

2. Pembakuan Baku Sekunder I2 Dengan Na2S2O3


1. Buatlah larutan I2 0,1 N sebanyak 100 mL ( FI Edisi IV )
2. Pipet larutan baku primer I2 sebanyak 10 mL, lalu masukan kedalam Erlenmeyer dan
tambahkan aquades sebanyak 100 mL
3. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga terbentuk larutan berwarna kuning
4. Tambahkan larutan indikator amylum 1% sebanyak 4 mL, titrasi kembali hingga
berwarna biru tepat hilang
5. Kemudian catat volume titrasi

3. Penerapan Kadar Vitamin C Dalam Sediaan Tablet Dengan Baku Sekunder I2


1. Menuangkan larutan iodin 0,098 N sebagai larutan standar kedalam buret sebanyak
40 mL
2. Kemudian menuangkan larutan vitamin C kedalam Erlenmeyer sebanyak 20 mL , dan
tambahkan indikator amilum sebanyak 20 tetes
3. Setelah itu, lakukan titrasi larutan vitamin C dengan larutan iodin, hingga titik akhir
titrasi warna larutan berubah menjadi warna biru
4. Sebelum melakukan titrasi, catat volume awal larutan iodin yang ada diburet hingga
pada titik akhir, dan catat volume akhir larutan iodin yang ada dalam buret sehingga
dapat mengetahui volume larutan iodin yang digunakan
5. Setelah selesai mentitrasi, dapat menentukan kadar vitamin C yang ada dalam sampel
F. Data Pengamatan

Perlakuan Hasil
Pengambilan larutan baku primer KIO3
sebanyak 10 mL lalu masukan kedalam
Erlenmeyer

Lalu tambahkan kedalam Erlenmeyer 5


mL H2SO4 2 N dan 10 mL KI 10%

Titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga


terbentuk larutan berwarna kuning

Tambahkan larutan indikator amylum 1%


sebanyak 4 mL, lalu titrasi kembali
hingga berwarna biru tepat hilang

Hasil titrasi pembekuan I


Larutan baku primer KIO3
a. Berapakan gram berat KIO3 untuk membuat larutan KIO3 0,1 N sebanyak 50 mL
Dik: N : 0,1 N Ar K = 39 g/mol Ar O = 16 g/mol
V KIO = 50 mL Ar I = 127 g/mol Mr KIO3 = 214 g/mol
Dit: gram berat ?
Maka =
N = gram X 1000
Mr V
0,1 = gram X 1000
214 50
gram = 214 x 0,1 x 50
1000
gram = 1,07 gram

b. Apabila penimbangan KIO3 yang diperoleh sebesar 0,1796 gram, hitunglah berapa
normalitas baku primer sebenarnya
Maka : N = gr x 1000
BE mL
N = 0,1796 x 1000
35,66 50
= 0,0050 x 20
N = 0,1 N

Volume BP KIO3 (mL) Volume titran Na2S2O3 (mL)


10,0 mL 10,1 mL
10,0 mL 9,8 mL
10,0 mL 9,9 mL
Rata-rata = 9,9 mL

a. Tentukan normalitas baku primer sebenarnya dari data penimbangan di slide


sebelumnya !
Jawab :
Maka :
N = gr x 1000
BE mL
N = 0,1796 x 1000
35,66 50
= 0,0050 x 20
N = 0,1 N
b. Tentukan normalitas baku sekunder Na2S2O3 yang sebenarnya hasil titrasi pembakuan
1
Jawab :
Normalitas Na2S2O3 = V1 x N1
V2
Normalitas Na2S2O3 1 = 5 mL x 2 N = 0, 9900 N
10,1 mL
Normalitas Na2S2O3 2 = 5 mL x 2 N = 98 N
9,8 mL
Normalitas Na2S2O3 3 = 5 mL x 2 N = 99 N
9,9 mL
Maka rata-rata normalitas Na2S2O3 adalah 65,99 N

Perlakuan Hasil
Pengambilan larutan baku primer I2
sebanyak 10 mL

Titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga


terbentuk larutan berwarna kuning

Tambahkan larutan indikator amylum


1% sebanyak 4 mL, titrasi kembali
hingga berwarna biru tepat hilang
Hasil titrasi pembakuan 2
Volume BS 12 mL Volume titran Na2S2O3
10,0 mL 8,6 mL
10,0 mL 8,7 mL
10,0 mL 8,4 Ml
Rata-rata = 8,5 mL

Perlakuan Hasil
Menuangkan larutan iodin 0,098 N sebagai
larutan standar kedalam buret sebanyak 40 mL

Menuangkan vitamin C kedalam Erlenmeyer


sebanyak 20 mL, tambahkan indikator amilum
sebanyak 20 tetes

Titrasi larutan vitamin C dengan larutan iodin,


hingga titik akhir titrasi warna larutan berubah
menjadi warna biru

Setelah selesai mentitrasi, dapat menentukan Maka kadar Vit. C


kadar vitamin C yang ada dalam sampel =40mLx0,098 N x 176,12 g/mol x 100 ) % b/b

20 mL x 1000

= 69.039

20.000

Kadar sampel = 3,451 % b/b

Jadi, kadar pada sampel diatas adalah 3,451 %


b/b

1. Hasil penimbangan 10 tablet vitamin C adalah 1,5686 gram


2. Semua tablet digerus ad homogen kemuadian diambil cuplikan setara dengan 100 mg vitamin
C. apabila dietiket kandungan vitamin C tiap tabletnya adalah 100 mg, berapakan cuplikan
yang harus ditimbang
3. Diketahui penimbangan cuplikan sampel sebagai berikut :
Cuplikan 1 = 0,1564 g
Cuplikan 2 = 0,1575 g
Cuplikan 3 = 0,1586 g

Volume sampel vitamin C (gr) Volume BS I2 (mL)


0,1564 gr 12,8 mL
0,1575 gr 12,9 mL
0,1586 gr 13,1 mL
Rata-rata = 12,9 mL
Dari hasil tersebut dimasukkan rumus :

V . N yodium = V . N Sampel

Maka :

V x N I2 = V x N Sampel

40 mL x 0,098 N = 20 mL x N Sampel

N Sampel = 40 mL x 0,098 N

20 mL

N Sampel = 0,196 N

Untuk memperoleh bobot sampel maka dihitung dengan rumus :

Berat sampel = N Sampel x BE x 100 mL

1000

Maka :

= N Sampel x BE x 100 mL
1000

= 0,196 N x 126,91 x 100 mL

1000

= 2,487 mg

Berat sampel = 2,487 mg

PERHITUNGAN KADAR

Perhitungan pada kadar dengan rumus :

k𝑎𝑑𝑎𝑟 = ( m𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝑁𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 𝐵𝐸 𝑧𝑎𝑡 𝑥 100) %𝑏/b

𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝el x 1000

Maka kadar Vit. C

= ( 40 mL x 0,098 N x 176,12 g/mol x 100 ) % b/b

20 mL x 1000

= 69.039

20.000

Kadar sampel = 3,451 % b/b

Jadi, kadar pada sampel diatas adalah 3,451 % b/b

Table kadar

Berat sampel (mg) Volume titran (ml) Kadar (%)


2,487 mg 40 Ml 3,451 % b/b

Kesimpulan

Dari kesimpulan praktikum kali, denagn menetapan kadar vitamin C dengan menggunakan titrasi
iodimetri maka didapatkan kadar dari vitamin C pertablet sebanyak 3,451 % b/b dengan berat
sampel sebanyak 2,487 mg dan volume titran yang digunakan sebanyak 40 mL
Daftar pustaka

Zega, Mei Kristian. Penetapan Kadar Tablet Antalgin secara Titrasi Iodimetri di PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. http://repository.usu.ac.id. 2009. Diakses pada 18
April 2014. Pukul 11.15 WIB
Pratama, Anngi. Aplikasi LabVIEW sebagai Pengukur Kadar Vitamin C dalam
Larutan menggunakan Metode titrasi Iodimetri. http://eprints.undip.ac.id. Diakses pada 18
April 2014. Pukul 11.09 WIB.
Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2007. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri dan
Gravimetri. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai