Anda di halaman 1dari 58

TITRASI REDUKSI

OKSIDASI (REDOKS)

Titrasi

redoks

merupakan

proses

titrasi

yang

dapat

mengakibatkan terjadinya perubahan valensi atau perpindahan


elektron antara zat-zat yang saling bereaksi.

Jenis-jenis Titrasi Redoks


1.Titrasi

Oksidimetri

Pada titrasi oksidimetri proses yang terjadi merupakan reaksi


oksidasi reduksi.
Pada proses titrasi oksidimetri , zat oksidator sebagai titran
(larutan standar), zat yang ditentukan (analit) bersifat reduktor.

dalam Normalitas (N).


Dalam analisis dengan titrasi redoks
Normalitas
:
Jumlah
ekivalen
zat
terlarut
konsentrasi larutan biasanya dinyatakan
dalam 1 Liter larutan.
N = ek/ L =
ek = g/BE
mek = mg/BE

mek/mL
g = ek x BE

mg = mek x BE

Berat ekivalen (BE) dalam titrasi Redoks


Berat

ekivalen adalah berat dalam gram dari


zat yang diperlukan untuk menyediakan atau
bereaksi dengan 1 mol elektron dalam reaksi
redoks.
BE = berat molekul atau ion/ jumlah elektron
yg dilepas atau diikat.

Titrasi dengan Oksidator Kuat sebagai Titran


1. Permanganometri

Permanganometri

adalah

penetapan

kadar

zat

berdasarkan hasil oksidasi dengan KMnO4.

Metode

permanganometri

didasarkan

pada

reaksi

oksidasi ion permanganat.

Oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam,


netral dan alkalis.

KMnO4 (Permanganometri)
KMnO4 (kalium permanganat ) merupakan oksidator
kuat dan telah digunakan secara luas, mudah
diperoleh dan tidakmemerlukan indikator.
Kalium permanganat dapat mengalami reaksi yang
bermacam-macam, karena Mn dapat berada dalam
keadaan dengan bilangan oksidasi +2, +3,+4, +6 dan
+7.
Reaksi dalam suasana asam: MnO4- direduksi menjadi
Mn2+
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4 H2O

Reaksi dalam suasana alkalis/basa

MnO4- + 4 H++ 3e MnO2 (s) + 2 H2O

Reaksi yang paling banyak dijumpai di


laboratorium adalah reaksi yang berlangsung
dalam suasana sangat asam.

Dalam suasana asam

1 mol MnO4- memerlukan 5 elektron, sehingga

BE KMnO4 = Mr KMnO4/5 = 1/5 BM KMnO4

Reaksi

Suasana Asam

MnO4- + 8H+ + 5e Mn 2+ + 4H2O

Suasana Netral

MnO4 + 4H+ + 3e MnO4 +2H2O

Suasana Basa

MnO4- + 3e MnO42-

MnO42- + 2H2 O + 2e MnO2 + 4OH-

MnO4- + 2H2 O + 3e MnO2 +4OH-

Pembuatan Larutan standar KMnO4 0,1 N

Ditimbang 3,200 g KMnO4, dilarutkan hingga I


Liter, Kemudian dididihkan selama 15-30 menit,
lalu didinginkan. Kemudian disaring dengan
gelas wool dan disimpan dalam botol berwarna
gelap.

Standarisasi larutan KMnO4 dengan natrium


oksalat (Na2C2O4).

Perhitungan
V1N1 = V2N2
mek natrium oksalat =mek KMnO4
Misalkan
Berat Na2C2O4

= 310 mg

Volume KMnO4 yg dipakai = 20,50 mL


BE Na2C2O4 = BM Na2C2O4 = 1/2x 134
mek Na2C2O4 = mek KMnO4
310/67

= V KMnO4 x N KMnO4

N KMnO4

= 310/(67 x 20,50)

Besi

(II) dapat ditentukan kadarnya dengan


menggunakan titrasi permanganometri dalam
larutan asam. Besi (III) juga dapat ditentukan
kadarnya dengan titrasi permanganometri
detelah direduksi menjadi besi (II). Titik akhir
titrasi terjadi apabila terbentuk warna merah
muda yang konstan.

Kadar Fe= (V xN) KMnO4 x BE Fe x 100 %


berat sampel

MANFAAT TITRASI PERMANGANOMETRI

Untuk mengetahui kadar dari zat-zat yang


bilangan oksidasinya masih dapat dioksidasi.

Dalam bidang industri, metode ini dapat


dimanfaatkan dalam pengolahan air, dimana
secara permanganometri dapat diketahui kadar
suatu zat sesuai dengan sifat oksidasi reduksi
yang dimilikinya, sehingga dapat dipisahkan
apabila tidak diperlukan atau berbahaya.

KESIMULAN
PERMANGANOMETRI
1. Titrasi permanganometri merupakan titasi yang
menggunkan KMnO4 sebagai titran.
2. Titrasi permanganometri harus dilakukan dalam
lingkungan asam
3. Standarisasi larutan KMnO4 : larutan KMnO4
distandarisasi dengan larutan Na oksalat.
4. Pada titrasi permanganometri tidak diperlukan indikator,
karena perubahan warna KMnO4 telah menandakan titik
akhir.
5. Titik akhir titrasi permanganometri ditandai dengan
perubahan warna yaitu dari tidak berwarna menjadi merah
muda.

IODOMETRI/IODIMETRI
Iodometri

ion iodida sebagai reduktor.


oksidator misalnya ion Fe (III) dan ion
Cu(II).
Iodimetri iodium digunakan sebagai
oksidator.
Istilah iodometri lebih disukai dari iodometri.
Sebagai penggantinya berbicara tentang proses
iodometri secara langsung dan tidak langsung.

Proses langsung
Iodium oksidator yang jauh lebih lemah
daripada KMnO4.
Zat-zat seperti Na2S2O3 , As2O3, Sb2S3, dapat
dititrasi langsung dengan iodium (I2).
Iodium sedikit larut dalam air (0,00134 mol/L
pada suhu 25 oC), tetapi agak larut dalamlarutan
yang mengandung ion iodida membentuk
kompleks.
I2+ II3- ( K = 710 pada 25 oC)

Dalam

proses tidak langsung, ada 2 hal yang


penting yg harus diperhatikan karena dapat
menjadi sumber kesalahan.
1. Iodium bersifat volatil ( I2 dpt berkurang atau
hilang).
2. terjadi oksidasi oleh udara terhadap iodium
4I- + O + 4H+ 2 I + 2H O
2

Titik ekivalen (TE) dalam Iodometri dapat ditentukan


dengan indikator larutan kanji (amilum). 1 tetes larutan I2
0,01 N dalam 100 mL aquades memberikan warna
kuning muda, namun demikian warna ini lebih sensitif
jika ditambah larutan kanji, karena kanji dengan iodium
dalam larutan KI bereaksi membentuk kompleks Iodium
yg berwarna biru, meskipun konsentrasi iodium sangat
kecil.

Kekurangan penggunaan larutan kanji dalam


iodometri :
a. kanji tdk larut dalam air dingin
b. suspensinya dalam air tidak stabil.
c.kanji dengan iodium membentuk kompleks
Iodium-amilum yg tidak larut dalam air. Dan ini
akan terjadi bila penambahan larutan kanji
dilakukan di awal titrasi (indikator harus
ditambahkan saat dekat titik ekivalen).

IODOMETRI (PROSES TAK LANGSUNG)


Pada titrasi iodometri digunakan ion iodida sebagai
reduktor. Terdapat banyak oksidator yang dapat bereaksi
sempurna dengan ion iodida, misalnya ion Fe (III) dan ion
Cu(II). Oksidator yang akan ditentukan ditambahkan
kalium iodida berlebih, kemudian iodium I2 yang
dibebaskan dititrasi dengan larutan standar natrium
tiosulfat (Na2S2O3).
I2 + Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6
Misalnya CuSO4, Ion Cu(II) direduksi secara tidak langsung
oleh Na2S2O3 melalui pembentukan iodium, hasil oksidasi
ion iodida oleh oksidator tsb.

2 CuSO + 4 KI 2CuI + K SO
4

2 CuI Cu I + I
2 2

I + 2 Na S O
2

2 NaI + Na S O
2

Reaksi tersebut dapat digunakan untuk


menentukan iodium atau menentukan kadar
suatu zat secara tidak langsung.

Perhitungan
I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6
2 S2O3 - S4O62- + 2 e
2 mol 2 mol elektron
2 mol = 2 ekivalen
BE S2O3 - = BM (Mr S2O3 - )
(Mr Na S O .5 H O = 248,17 )
2

Pembuatan larutan standar N2S2O3 0,1 N

Ditimbang 25 g N2S2O3 .5 H2O.

Dilarutkan dengan akuades yg telah dididihkan dan


sudah dingin. Kemudian masukkan dalam labu ukur
1Liter. Tambahkan Na2CO3 0,200 g. Encerkan sampai
tanda garis.

Standarisasi larutan N2S2O3 0,1 N

Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N


Timbang

teliti KIO3 sebanyak 150 mg yang

telah dikeringkan pada suhu 120 oC selama 1


jam.
Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup
asah, dilarutkan dengan 25mL air yg telah
dipanaskan dan didinginkan.
Ditambah 10 mL H2SO4 1 N, dan 2 g KI, tutup
dan kocok hingga reaksi sempurna.
Titrasi dg larutan Na2S2O3 0,1 N yang akan
distandarisasi sampai warna kuning muda,

Standarisasi

larutan Na2S2O3 0,1 N

(lanjutan)
Kemudian ditambahkan 2 mL indikator kanji,
titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat
hilang. Lakukan 3 X penentuan (triplo).
Indikator kanji 0,5 %
0,5 g amilum dilarutkan dalam air, dididihkan
kemudian diencerkan sampai 100 mL.

Perhitungan :
IO - + 5 I- + 6H+ 3 I + 3 H O
3 I + 6 e 6 I3

1mol KIO 3 I 6 e
BE KIO = Mr/6 = 1/6 BM KIO
Pada saat Titik ekivalen (TE)
mek KIO3 = mek Na2S2O3
3

mg KIO3/BE KIO3 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3

N Na2S2O3 = 150/(V Na2S2O3 x 35,67)

Penentuan kadar ion Cu(II) dalam CuSO4

Timbang 2 g CuSO4.5 H2O, masukkan ke dalam labu


ukur 100 mL dan larutkan dengan akuades sampai tanda
garis.
Dipipet 25 mL larutan tsb. dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer bertutup asah, ditambah 10 mL H2SO4 1 N
dan 2 g KI.
Tutup Erlenmeyer dan kocok selama 10 menit, diamkan
sampai reaksi sempurna pada tempat gelap. Titrasi
dengan larutan standar Na2S2O3 0,1 N sampai larutan
berwarna kuning muda

Penentuan kadar (lanjutan)


Tambahkan 2 mL indikator kanji, titrasi dilanjutkan
sampai warna biru tepat hilang.
Lakukan triplo (3 x penentuan).
Perhitungan kadar
% Cu =fp x (V x N) Na2S2O3 x BE Cu x 100
berat sampel
fP = faktor pengenceran
2 mol Cu(II) 1 mol I2 2 mol e

2 mol Cu(II) 2 mol e

BE Cu = Ar Cu

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN


TITRASI IDOMETRI / IODIMETRI
Keuntungan :
1.Indikator kanji mudah didapat, murah mudah
dibuat, perubahan warna TA jelas.
2.Banyak sekali senyawa-senyawa yang dapat
ditentukan dengan cara titrasi ini karena
potensial oksidasinya lebih kecil dari sistem
iodium-iodia.

Kerugian :
1.Iodium

cepat sekali menguap sehingga


penyimpanannya harus diperhatikan.
2.Kanji mudah terurai oleh bakteri
harus dibuat
segar.
3.Kepekaan akan berkurang jika suhu bertambah.
4.Larutan I2 harus dibakukan bila akan dipakai karena
tidak stabil.
5.Sistem itrasi harus tertutup.
6.Iodium dapat dioksidasi oleh udara.
4I- + O2 + 4H+
2I2 + 2H2O

Pengertian Bromometri
Bromometri merupakan penentuan kadar
senyawa berdasarkan reaksi reduksioksidasi dimana proses titrasi (reaksi antara
reduktor dan bromine berjalan lambat)
sehingga dilakukan titrasi secara tidak
langsung dengan menambahkan bromine
berlebih.

Titrasi Bromometri
Titran
Sampel
Asetanilid
Indikator

: Na2S2O3
: Isoniazid, Na-salisilat, dan
: kanji, amilum

Prosedur
a.

b.
c.
d.
e.
f.
g.

Sampel dilarutkan dengan 15 kalium bromat


0,1 N
Ditambahkan HCl pekat 3 pipet
Ditutup selama 15 menit
Ditambahkan larutan KI 5 ml
Ditambahkan kloroform 5 ml
Ditambahkan larutan kanji 3 ml
Dititrasi dengan natrium tiosulfat

Proses yang terjadi


padaBromometri
Kalium bromat (KBrO3) adalah oksidator
yang kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya
tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan
kecepatan ini titrasi dilakukan dalam
keadaan panas dan dalam lingkungan asam
kuat.

Proses yang terjadi pada


Bromometri
Kelebihan KBr dalam larutan menyebabkan ion
bromida bereaksi dengan ion bromat.
BrO3- + 6H + 5 Br
Br2 + 3H2O
Ditambahkan HCl P untuk memberi suasana asam
agar bromin dapat terbebas.
Ditambahkan KI maka menghasilkan iodida yang
dioksidasi oleh bromin menjadi iodin yang dititrasi dengan
natrium untuk menentukan kadar sampel.
BrO3- + 6H+ + 6IBr - + 3I2 + 3H2O
Dititrasi sampai warna kuning, titrasi dihentikan. Titrasi
dilanjutkan sampai larutan tidak berwarna.

APLIKASI
Analisis

sediaan farmasi
- Analisis kualitatif seperti identifikasi
organoleptik
- analisa kuantitatif digunakan untuk
menentukan kadar suatu senyawa.
Digunakan untuk menetapkan senyawasenyawa organik aromatis seperti misalnya,
fenol-fenol asam salisilat, resolsinol,
paraklorfenol.

Referensi
1. Jr R.A. Day dan Underwood A.L. (2001).
Analisis Kimia Kuantitatif Edisi keenam.
Jakarta: Erlangga
2. Yogaiswara, Awin, dan Suhadian K. (1978).
Petunjuk
Praktek
Kimia.
Jakarta:
Depdikbud RI

TITRASI SENTRIMETRI
PENGERTIAN:
Titrasi Serimetri adalah titrasi menggunakan larutan baku
serium sulfat, untuk zat uji yang bersifat reduktor.
Contoh : Titrasi zat uji yang mengandung ion ferro.
Prinsip :
Larutan zat uji dalam suasana asam dititrasi dengan larutan
baku serium sulfat (Ce(SO4)2).
Reaksi :
(untuk zat uji yang mengandung ion ferro)
Fe2+
Fe3+ + e oksidasi
Ce4+ + e
Ce3+ reduksi
Fe2+ + Ce4+
Fe3+ + Ce3+ redoks

Reaksi yang terjadi :


Perubahan warna indikator pada titik akhir
titrasi adalah dari merah menjadi biru pucat.
Titrasi dilakukan dalam suasana asam ,
karena pada kebasaan yang relatif rendah
mudah terjadi hidrolisis dari garam serium (IV)
sulfat menjadi serium hidroksida yang
mengendap, oleh karena itu titrasi harus
dilakukan pada media asam kuat.

KEBAIKAN DAN KEBURUKAN


TITRASI SENTRIMETRI
KEBAIKAN SERIUM SULFAT:
1.Sangat stabil pada penyimpanan yang lama dan tidak
perlu terlindung dari cahaya dan pada pendidihan yang
terlalu lama tidak mengalami perubahan konsentrasi.
2. Reaksi ion serium (IV) dengan reduktor dalam larutan
asam memberikan perubahan valensi yang sederhana
(valensinya satu) Ce4+ + e- Ce3+ sehingga berat
ekivalennya adalah sama dengan berat molekulnya.
3. Merupakan oksidator yang baik sehingga semua senyawa
yang dapat ditetapkan dengan kalium permanganat dapat
ditetapkan dengan serium (IV) sulfat.

4. Kurang berwarna sehingga tidak


mengkaburkan pengamatan titik akhir
dengan indikator.
5. Dapat digunakan untuk menetapkan kadar
larutan yang mengandung klorida dalam
konsentrasi tinggi.
KEBURUKAN SERIUM SULFAT:
Larutan serium (IV) sulfat dalam asam klorida
pada suhu didih tidak stabil karena terjadi
reduksi oleh asam dan terjadi pelepasan klorin

Pembuatan dan pembakuan larutan


baku serium (IV) sulfat 0,1 N
Pembuatan larutan baku serium (IV) sulfat dilakukan
dengan cara :
Pindahkan 59 gram serium amonium nitrat pada becker
glass.
Tambahkan 31 ml asam sulfat.
Campur dan dengan hati-hati tambahkan 20 ml air
sampai larut sempurna.
Tutup becker dan biarkan selama satu malam.
Lalu saring melalui krus gelas dan encerkan dengan air
sampai 1000 ml.

Cara pembakuan larutan baku serium (IV)


sulfat
0,1 N adalah :

Timbang seksama kurang lebih 200 mg arsentrioksida yang


sebelumnya dikeringkan pada suhu 100oC selama 1 jam,
masukkan ke dalam labu takar.
Cuci dinding labu dengan 25 ml NaOH (2 gram dalam 25 ml air),
goyang-goyangkan hingga arsentrioksida larut.
Setelah larut semua tambah 100 ml air, dan 10 ml asam sulfat (1
dalam 3).
Tambahkan 2 tetes orto fenantrolin dan larutan osmium
tetraoksida (1 dalam 400 ml 0,1 N asam sulfat).
Titrasi perlahan-lahan dengan larutan baku serium (IV) sulfat
sehingga warna merah jambu menjadi biru pucat.
Tiap ml larutan serium (IV) sulfat setara dengan 4,946 mg As2O3

TITRASI NITRIMETRI
Nitrimetri

adalah titrasi dengan menggunakan


larutan baku NaNO2. Metoda ini didasarkan
atas reaksi antara amina aromatik primer
dengan asam nitrit dalam suasana asam,
membentuk garam diazonium. Karena asam
nitrit sendiri tidak stabil (3HNO3 H2O + 2NO
+ HNO3), maka digunakan garamnya : Natrium
nitrit (NaNO2). Untuk membuat suasana asam
umumnya digunakan asam klorida.

Reaksi diazotasi dapat dituliskan :


NaNO2 + HCl NaCl + HNO2
C6H2 NH2 + HNO2 + HCl C6H2 N2Cl + H2O
Guna HCl dalam penentuan kadar sulfat :
1.
Untuk membuat suasana asam
2.
Untuk melarutkan Sulfatnya
3.
Untuk membentuk asam nitrit

Nitritometri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif


dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit. Nitritometri
disebut juga dengan metode titrasi diazotasi. Senyawasenyawa yang dapat ditentukan kadarnya dengan metode
nitritometri diantaranya adalah penisilin dan
sulfamerazin.Penetapan kadar senyawa ini dilakukan untuk
mengetahui kemurnian zat tersebut dalam satu sample.
Dalam nitrimetri, berat ekivalen suatu senyawa sama dengan
berat molekulnya karena 1 mol senyawa bereaksi dengan 1
mol asam nitrit dan menghasilkan 1 mol garam
diazonium. Dengan alasan ini pula, untuk nitrimetri,
konsentrasi larutan baku sering dinyatakan dengan molitas
(M) karena maloritasnya sama dengan normalitasnya.

PRINSIP TITRASI NITRIMETRI


Prinsip Titrasi nitrimetri adalah reaksi diazotasi, :
1.
Pembrtukan garam diazonium dari gugus amin aromatic
primer (amin aromatic sekuder dan gugus nitro aromatik)
2.
Pembentukan senyawa nitrosamine dari amin alifatik
sekunder
3.
Pembentukan senyawa azi dari gugus hidrazida dan
4.
Pemasukan gugus nitro yang jarang terjadi karena
sulitnya nitrasi dengan menggunakan asam nitrit dalam suasana
asam.

Reaksi diazotasi telah digunakan secara umum untuk


penetapan gugusan amino aromatis dalam industri zat
warna dan dapat dipakai untuk penetapan
sulfanilamida dan semua senyawa-senyawa yang
mengandung gugus amino aromatisan metode
nitritometri antara lain sulfamerazin, sulfadiazine,
sulfanilamide. Tirtasi diazotasi dapat digunakan untuk :
1.
Penetapan kadar senyawa-senyawa yang
mempunyai gugus amin aromatis primer bebas seperti
selfamilamid.

2.
Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mana gugus amin
aromatic terikat dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol, ftalil
sulfatiazol dan parasetamol. Pada penetapan kadar senyawa yang
mempunyai gugus aromatic yang terikat dengan gugus lain seperti
suksinil sulfatiazol harus dihidrolisis lebih dahulu sehingga diperoleh
gugus amin aromatis bebas untuk selanjutnya bereaksi dengan
natrium nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium.
3.
Senyawa-senyawa yang mempunyai gugus nitro aromatis
seperti kloramfenikol. Senyawa-senyawa nitro aromatis dapat
ditetapkan kadarnya secara nitrimetri setelah direduksi terlebih
dahulu untuk menghasilkan senyawa amin aromatis primer.
Kloramfenikol yang mepunyai gugus nitro aromatis direduksi terlebih
dahulu dengan Zn/HCI untuk menghasilkan senyawa amin aromatis
primer yang bebas yang selanjutnya bereaksi dengan asam nitric
untuk membentuk garam diazonium.

Dengan syarat-syarat tertentu reaksi tersebut bersifat kuantitatif


sehingga dapat digunakan sebagai dasar penetapan kadar
senyawa senyawa yang mengandung gugus amina aromatik
primer bebas atau yang dapat menghasilkan gugus tersebut.
Persyaratan tersebut antara lain :
1.
Suhu
Suhu harus rendah, secara teoritis suhu harus dibawah 15C.
Sebab pada suhu yang lebih tinggi maka :
a.
Senyawa diazonium tidak setabil dan akan terhidrolisa
menghasilkan fenol dan gas nitrogen
b.
Pada suhu kamar asam nitrit akan lebih cepat terurai
sehingga reaksinya tidak stiokiometri
Walaupun demikian ternyata titrasi pada suhu kamar memberikan
hasil yang tidak berbeda bila dibandingkan dengan suhu yang lebih
rendah, asalkan titrasi dilakukan perlahan-lahan. Selain dari pada
itu, untuk mempercepat keadaan diazotasi sering digunakan garam
kalium bromida (KBr). Kalium bromida juga dapat berfungsi
sebagai stabilisator.

2.
Keasaman
Titrasi ini berlangsung pada PH + 2, hal ini dibutuhkan
untuk :
a.
Mengubah NaNO2 menjadi HNO
b.
Pembentukan garam diazonium
3.
Kecepatan reaksi
Reaksi diazotasi berlangsung lambat sekali, sehingga agar
reaksi sempurna maka titrasi harus dilakukan perlahanlahan dan dengan pengocokan yang kuat. Frekuensi
tetesan pada awal titrasi kira-kira 1 ml/menit, lalu menjelang
titik-titik akhir menjadi 2 tetes/menit.

B. PENETAPAN TITIK AKHIR


TITRASI
1. Dengan Indikator Dalam (visual)
Dengan indicator dalam, dengan tropeolin 00 (5 tetes) dan
metilen blue (3 tetes). Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan
warna dari merah violet menjadi biru sampai biru hijau. Terjadinya
perubahan ini disebabkan karena kelebihan HNO2 akan
menoksidasi tropeolin OO menjadi senyawa yang tidak berwarna,
sedangkan biru metil tidak mengalami perubahab sehingga yang
nampak hanya warna biru metil. Sebelum titik ekivalen warna
yang nampak adalah gabungan antara biru metil (biru) dengan
tropeolin OO yaitu violet.
Indikator dalam adalah indicator yang dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer, penggunaan indicator dalam mempunyai kelebihan
dan kekurangan, yaitu :

Kelebihan :
a.
cara kerja cepat dan praktis
b.
dapat dilakukan pada suhu kamar
Kekurangan :
a.
Penggunaan terbatas hanya untuk beberapa
zat saja, untuk beberapa zat lainnya
perubahannya tidak jelas.
b.
Perubahan warna yang terjadi pada t.a.t
berbeda beda untuk sampel yang berbeda.

2. Dengan Indikator Luar


Sebagai indikator luar, digunakan pasta kanji iodida atau kertas kanji
iodida. Setelah tercapai titik ekivalen, kelebihan asam nitrit akan
mengoksidasi ion iodida menjadi I2 yang dengan amilum akan bereaksi
menjadi Iod amilum yang berwarna biru.
Dengan indicator luar, dengan pasta kanji-KI. Indikator luar diletakkan
diluar Erlenmeyer.
Kelebihan :
untuk beberapa zat lebih tepat dipakai karena perubahan warna lebih
jelas.
Kekurangan :
a.
cara kerja tidak praktis.
b.
terlalu sering menotol menyebabkan adanya kemungkinan zat
terbuang.
c.
titrasi harus dilakukan pada suhu dibawah 15C.
d.
Harus diketahui jumlah volume titran yang dibutuhkan. Kalau tidak,
titrasi akan berlangsung sangat lama yang berarti makin banyak larutan
yang dititrasi yang hilang (karena digoreskan pada pasta kanji iodida untuk
mengetahui t.a.t.)

3. Potensiometri (elektrometri)
Metoda yang baik untuk menetapkan t.a.t nitrimetri
adalah secara potensiometrik, dengan
menggunakan elektroda platina yang yang
dicelupkan kedalam larutan titrat. Pada saat
tecapai titik akhir, akibat adanya asam nitrit yang
bebas akan terjadi depolarisai elektroda sehingga
terjadi perubahan perubahan arus yang
mendadak diamati pada galvanometer.

C. PENGGUNAAN LARUTAN
BAKU NATRIUM NITRIT
Pada titrasi nitrimetri reaksi antara zat yang dititrasi dengan penitrasi
(titran) merupakan reaksi molekuler (bukan reaksi ion) dan satu mol
NaNO2 setara dengan satu mol zat yang dititrasi. Dengan demikian
apabila zat A dapat dititrasi dengan larutan baku NaNO2 maka : 1 ml
0,1 M NaNO2 BM zat A/10 mg. Penggunaan larutan baku NaNO2 :
1.
Penetapan kadar natrium amino sulfat. Jika garam ini dihitung
terhadap anhidratnya, maka : 1ml 0,1M NaNO2 17,52 mg
C7H6NNaO3.
2.
Penetapan kadar Kloramfenikol
Cara penetapan kadar senyawa ini berdasarkan adanya gugus nitro
aromatik yang dapat diubah menjadi gugus amina aromatik dengan
carahidrogenasi. selanjutnya senyawa amina aromatik yang terjadi
ditetapkan secara nitrimetri.

D. HAL-HAL YANG
PERLUDIPERHATIKAN DALAM
NITRIMETRI

Penetesan NaNO2 dari buret jangan terlalu cepat karena


pembentukan garam diazonium memerlukan waktu yang
lama. Bila penetesan terlalu cepat HNO3 belum bereaksi
dengan sampel begitu diteteskan dengan indicator luar
akan menimbulkan warna biru langsung, maka hasil
tidak akurat.
pH harus asam karena apabila keasaman kurang maka
titik akhir titrasi tidak jelas dan garam diazonium yang
terbentuk tidak sempurna karena garam diazonium tidak
stabil pada suasana netral atau basa. Pemakaian KBr
boleh dilakukan ataupun tidak, tetapi apabila tidak
ditambahkan KBr suhu harus dibawah 15C.

Bila menggunakan indicator luar, hati-hati pada


reaksi titik akhir palsu. Titik akhir dicapai bila saat
digoreskan pada pasta kanji-KI langsung terbentuk
warna biru. bila lama-kelamaan pasta-kanji-KI
menjadi biru bukan titik akhir, hal ini bisa terjadi
karena oksidasi udara atau garam diazonium yang
bereaksi dengan K.
Reaksi dilakukan dibawah 15C, sebab pada suhu
yang lebih tinggi garam diazonium akan terurai
menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazonasi dapat
dipercepat dengan menambahkan kalium bromida.

Anda mungkin juga menyukai